• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Manajemen Sistem Drainase Kota Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Manajemen Sistem Drainase Kota Pematang Siantar"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh:

Tiurma Elita Saragi

NIM: 047016015

MANAJEMEN PRASARANA PUBLIK

PROG. STUDI TEKNIK SIPIL

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Magister Sains Teknik Sipil

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Tiurma Elita Saragi

NIM: 047016015

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Ir.Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc Anggota : 1.Ir.Syahrizal, MT

(4)

ABSTRAK

Sistim drainase Kota Pematangsiantar belum terlaksana secara optimal sesuai dengan fungsinya akibat belum adanya sistem manajemen pengelolaan drainase yang handal dan terpadu. Akibat hal ini genangan air di beberapa kawasan semakin cenderung bertambah besar pada saat hujan. Peristiwa genangan di beberapa kawasan di perkotaan disebabkan baik oleh sebab alamiah maupun man made. Namun hal ini secara prinsip diakibatkan karena belum berjalannya 3 (tiga) kunci utama dalam pengelolaan drainase yaitu: pemeliharaan, dana dan keterlibatan masyarakat.

Maksud penulisan tesis ini adalah meninjau hubungan antar sistem pengelolaan drainase kota Pematangsiantar dengan permasalahan banjir di kota tersebut. Untuk itu kondisi umum genangan banjir di kota Pematangsiantar diidentifikasi dan penyebab serta penanggulangan banjir dievaluasi, termasuk kondisi teknis saluran parit di kota Pematangsiantar. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan eksplorasi deskriptif dan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer yaitu aspirasi stakeholder yang didapat dari proses wawancara sedangkan data sekunder dikumpulkan dari laporan kajian instansi-instansi terkait.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasihdan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Tesis ini ditulis adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Magister Teknik Sipil Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT) dan pengutamaan (kekhususan) bidang Manajemen Prasarana Publik.

Judul Tesis ini adalah: “ TINJAUAN MANAJEMEN SISTEM DRAINASE KOTA PEMATANGSIANTAR “ adalah sebuah studi kasus dengan metode survey dengan tingkat eksplanasi deskriptif, dengan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Penulis merasa, Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.dr.Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Magister.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr.Ir.Roesyanto, MSCE sebagai ketua Program Studi magister Teknik Sipil Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara-Medan.

4. Bapak Ir.Rudi Iskandar, MT sebagai sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara-Medan

(6)

7. Bapak-bapak Dosen (Staf Pengajar) pada Program Studi Magister Teknik Sipil Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama menjalani masa studi

8. Bapak- bapak staff Departemen Pekerjaan Umum Kota Pematangsiantar yang sudah membantu untuk memeperoleh data-data yang diperlukan demikian juga membantu dalam survey

9. Bapak Walikota Pematangsiantar melalui kabag. Umum yang sudah membantu dalam memberikan struktur organisasi PEMKO kota Pematangsiantar

10.Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih kepada anak-anak yaitu Marshall Hutabarat, Mikha Hutabarat, Sara br Hutabarat serta cucu yang manis Yehezkiel Natanael Hutabarat yang selalu memberikan dukungan dan dorongan semangat

11.Kepada semua pihak, teman maupun saudara yang telah membantu terselesaikannya studi dan tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih.

TUHAN MEMBERKATI

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, serta referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang.

Medan, July 2007

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 27 January 1961 dari pasangan Let. Kol. Pol Andreas Saragi dan Tamaria br. Silalahi, anak ke tujuh dari sembilan bersaudara.

Pada Tahun 1979 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 1 Medan. Selanjutnya melanjutkan kuliah di Universitas HKBP Nommensen, pada tahun 1984 penulis memperoleh gelas Bsc serta menikah.

Pada tahun 1991 penulis kembali melanjutkan kuliah di Universitas HKBP Nommensen serta menyelesaikan S1 pada tahun 1994. Pada bulan Agustus 2004, penulis mengikuti pendidikan Sekolah Pasca Sarjana di Universitas Sumatera Utara dengan mengambil jurusan Tekik Sipil dengan konsentrasi Managemen Prasarana Publik.

Pada bulan Juni 1996 penulis bekerja pada PT. UNITWIN INDONESIA pada Proyek Cemara Hijau sebagai Konsultan. Pada tahun 2000 bekerja pada PT. Bina Asih pada Proyek Pemberdayaan perempuan sebagai asisten pelaksana. Pada tahun 2001 bekerja sebagai staf pengajar di Universitas HKBP Nommensen Medan sampai sekarang. Pada tahun 2003 bekerja pada Metropolitan Urban Development Project sebagai Quality Surveyor. Pada tahun 2006 bekerja pada Konsultan CTI Engineering sebagai Material Engineer.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR NOTASI... xiv

2.2 Konsep Sistem Drainase Perkotaan... 8

2.2.1 Tipe dari sistem drainase... 8

2.2.2 Sistim drainase perkotaan... 8

2.2.3 Struktur saluran drainase perkotaan... 10

2.2.4 Kerangka sistem drainase perkotaan... 11

2.2.5 Drainase perkotaan serta hubungannya dengan banjir... 15

2.2.5.1 Banjir... 15

(9)

2.2.6 Manajemen sistem drainase perkotaan yang

berkelanjutan... ... . 22

2.2.6.1 Tahapan studi ... 23

2.2.6.2 Tahapan perancangan... 23

2.2.6.3 Tahapan pelaksanaan... ... 24

2.2.6.4 Tahap operasi dan pemeliharaan... 25

2.4 Urban Stormwater Runoff dan Dampak Banjir... 25

2.3.1 Dampak fisik... 26

2.3.2 Dampak lingkungan dan kesehatan... 27

2.3.3 Keikutsertaan dan pengaturan kelembagaan.... 29

BAB III DATA-DATA DAN ANALISIS KOTA PEMATANGSIANTAR ... 31

3.1 Umum... 31

3.2 Kondisi eksisting kota Pematangsiantar ... 31

3.2.1 Letak geografis dan administratif ... 31

(10)

3.2.10 Drainase jalan... 49

3.3.2 Kriteria data perhitungan debit banjir ... 58

3.3.3 Kriteria perhitungan hidrolika... 59

3.3.4 Disain dimensi drainase ……….. 61

3.3.5 Rekapitulasi biaya………. 61

3.4 Analisa Penyebab Banjir ... 63

3.4.1 Umum... 63

3.4.2 Faktor penyebab banjir di kota Pematangsiantar... 64

3.4.3 Letak atau lokasi areal yang tergenang... 67

3.4.4 Tinggi genangan dan lamanya genangan... 68

3.5 Pengelolaan Drainase kota Pematangsiantar... 68

3.5.1 Struktur organisasi ... 68

3.5.2 Disain detil... 69

3.5.3 Pembangunan ... 70

3.5.4 Penanganan banjir... 71

3.5.5 Operasi dan pemeliharaan... 72

3.6 Pendanaan Drainase kota Pematangsiantar... 72

3.6.1 Anggaran Drainase kota Pematangsiantar... 72

3.6.2 Alokasi Anggaran Biaya Operasional Drainase... 73

BAB IV PERUMUSAN BMP ( Best Management Practise ) Drainase Kota Pematangsiantar……….. 74

(11)

4.2 Analisa penanganan sistem drainase kota

Pematangsiantar... 76

4.2.1 Prioritas penanganan drainase kota Pematangsiantar……….. 76

4.2.2 Sistim pengawasan, operasional dan pemeliharaan... 77

4.2.3 Peningkatan/ perencanaan kembali sistem drainase….. 80

4.2.4 Pendanaan untuk penanganan sistem drainase... 80

4.2.5 Realisasi APBD kota Pematangsiantar... 81

4.2.6 Alokasi APBD kota Pematangsiantar...……… 81

4.2.7 Pengaruh banjir terhadap kesehatan dan lingkungan.... 82

4.2.8 Pengaruh banjir terhadap daerah komersil... . 83

4.3 Analisa Sistem Drainase serta hubungannya terhadap banjir………... 84

4.3.1 Hasil analisa kondisi drainase saat ini... 88

4.3.2 Prioritas tindakan……... ... 92

4.3 Best Management Practise kota Pematangsiantar... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 98

5.1 Kesimpulan……… 98

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konfigurasi sistem drainse perkotaan ... 9

Gambar 2.2 Konstruksi sistem drainase minor... 10

Gambar 2.3 Struktur saluran drainase perkotaan ... 10

Gambar 2.4a Kerangka saluran pembuang bentuk tegak... 12

Gambar 2.4b Kerangka saluran pembuang bentuk kipas... 12

Gambar 2.4c Kerangka saluran pembuang menurut area atau zona... 13

Gambar 2.5 Profil dari saluran pembuang... 15

Gambar 2.6 Proses pembangunan yang kurang melibatkan masyarakat .... 20

Gambar 2.7 Proses pembangunan yang melibatkan masyarakat sejak awal ... 21

Gambar 2.8 Siklus dan tahapan pembangunan yang lengkap... 22

Gambar 2.9 Alur proses pembangunan... 23

Gambar 2.10 Kemacetan lalu lintas akibat banjir di jalan Tol... 27

Gambar 2.11 Daerah rawan banjir serta masyarakat kumuh ... 28

Gambar 2.12 Pengembangan model kelembagaan ... 30

Gambar 3.1 Peta kota Pematangsiantar... 33

Gambar 3.2 Peta manajemen drainase kota Pematangsiantar... 40

Gambar 3.3 Peta pembagian watersheds kota Pematangsiantar ... 42

(13)

Gambar 3.4b Peta drainase primer-2 kota Pematangsiantar ... 46

Gambar 3.5a Peta drainase sekunder-1 kota Pematangsiantar ... 47

Gambar 3.5b Peta drainase sekunder-2 kota Pematangsiantar ... 48

Gambar 3.6 Peta RUTR Kota Pematangsiantar ... 53

Gambar 3.7 Peta sistem Penggelontoran Kota Pematangsiantar ... 55

Gambar 3.8 Bagan alir curah hujan serta hubungannya dengan drainase .. 64

Gambar 3.9 Kondisi saluran yang penuh sampah/sedimen. ... 65

Gambar 3.10 Gambar inlet saluran tertutup... 65

Gambar 3.11 Dimensi saluran yang kurang tepat ... 66

Gambar 3.12 Penempatan fasilitas kota yang tidak teratur... 66

Gambar 3.13 Penempatan gorong-gorong yang kurang tepat... 66

Gambar 4.1 Bagan Alir Pengelolaan Drainase Perkotaan ... 75

Gambar 4.2 Digram Ishikawa permasalahan dan penyebab banjir Kota Pematangsiantar ... 84

Gambar 4.3 Digram Pie kondisi saluran yang rusak ... 89

Gambar 4.4 Digram Pie kondisi saluran yang sumbat... 90

Gambar 4.5 Digram Pie kondisi tenaga operasi dan pemeliharaan ... 91

Gambar 4.6 Digram Pie kondisi saluran akibat keperdulian masyarakat ... 92

Gambar 4.7 Bagan perencanaan sistem drainase ... 94

Gambar A.1 Pintu air di Jalan Ade irma ... 104

Gambar A.2 Saluran di Jalan Ade irma ... 104

(14)

Gambar A.4 Pintu air yang tidak terawat ... 105 Gambar A.5 Situasi masyarakat yang berjualan di atas trotoar ... 106 Gambar A.6 Kondisi box culvert penuh sampah dan pemasangan fasilitas

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Type banjir, karakteristik dan dampak... 26

Tabel 3.1 Luas dan Proporsi Luas Wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar ... 32

Tabel 3.2 Curah Hujan Harian Maksimum Cara Gumbel... 57

Tabel 3.3 Koeffisien limpasan (runoff)... 59

Tabel 3.4 Debit pada daerah aliran kota Pematangsiantar ... 60

Tabel 3.5 Rekapitulasi biaya perawatan/perbaikan drainase primer... 61

Tabel 3.6 Rekapitulasi biaya perawatan/perbaikan drainase sekunder ... 62

Tabel 3.7 Rekapitulasi biaya perawatan/perbaikan drainase tertier... 62

Tabel 4.1 Tugas dan tanggungjawab dalam operasi dan pemeliharaan drainase ... 78

Tabel 4.2 Jumlah petugas lapangan dalam operasional dan pemeliharaan... 79

Tabel 4.3 Jumlah kunjungan penderita penyakit menurut kecamatan ... 82

Tabel 4.4 Kondisi drainase kota Pematangsiantar saat ini ... 85

Tabel 4.5 Kondisi saluran yang rusak ... 89

Tabel 4.6 Kondisi saluran yang penuh sedimen... 89

Tabel 4.7 Jumlah tenaga yang ideal untuk operasi dan pemeliharaan ... 90

Tabel 4.8 Kondisi saluran akibat kepedulian masayarakat ... 90

Tabel B.1 Tabel saluran drainase Siantar barat ... 115

Tabel B.2 Tabel saluran drainase Siantar selatan ... 118

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Foto kondisi drainase... 103 Lampiran B Perhitungan penampang drainase dan tabel

saluran drainase... 107 Lampiran C Kondisi genangan di beberapa wilayah kota

(17)

DAFTAR NOTASI

P = Stasiun pompa

TP = Tempat pengolahan

ft/det = Kecepatan minimum saluran s = Kemiringan dasar saluran GL = Level permukaan tanah MH = Lubang kontrol

R = Curah hujan

R = Curah hujan rata-rata

A = Lebar permukaan penampang melintang saluran B = lebar dasar saluran

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah (Haryono, 1999). Drainase (drainage) berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan dan mengalirkan air. Terminologi ini digunakan untuk menyatakan sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Pengertian drainase tidak terbatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada di dalam kawasan perkotaan. Secara singkat, sistim yang berkaitan dengan pembuangan limpasan air (excess water) disebut drainase.

Drainase dapat dibedakan atas tiga jenis utama yakni: 1) Drainase perkotaan (urban drainage); 2) Drainase lahan terbuka (land drainage); 3) Drainase jalan raya (road drainage). Drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan (urban infrastructure) yang sangat penting.

(19)

1.2 Latar Belakang

Sebagai kota kedua terpenting dan terbesar setelah Medan, kota Pematangsiantar terus berkembang dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak merata. Seiring dengan hal tersebut, Kota Pematangsiantar perlu meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan publik, perdagangan, industri, dan administrasi pemerintahan. Salah satu sarana dan prasarana yang dimaksud adalah sistem jaringan drainase perkotaan.

Sistem jaringan drainase merupakan salah satu infrastruktur yang penting dalam pengembangan wilayah perkotaan, agar kota dapat terlihat lebih indah, bersih, tertata dan bebas dari genangan banjir. Sistem jaringan drainase perkotaan yang tidak baik akan merugikan kota dan masyarakat, karena mengganggu lingkungan, menghambat transportasi, mengganggu kesehatan dan memberikan dampak buruk terhadap sosial dan ekonomi.

Topografi kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit dan berlembah, serta datar di bagian pusat kota membantu pengaliran air secara gravitasi. Namun di beberapa kawasan di pusat kota masih terlihat genangan-genangan air pada saat hujan turun. Kondisi genangan banjir di Kota Pematangsiantar dengan tinggi genangan 30 cm sampai dengan 40 cm dengan lama genangan 30 menit sampai dengan 60 menit di lokasi-lokasi tertentu mengakibatkan terganggunya aktivitas masyarakat demikian juga dengan sistem perekonomian.

(20)

Parapat, pemerintah kota Pematangsiantar berupaya untuk membenahi secara bertahap dan berkelanjutan prasarana kota yang diperlukan. Pada sektor drainase pembenahan dilakukan baik secara bersama-sama dengan instansi terkait maupun melalui program pemerintah kota Pematangsiantar sendiri melalui APBD (Angaran Pendapatan Belanja Negara) kota Pematangsiantar. Namun upaya yang telah dilakukan sejauh ini masih belum menuntaskan permasalahan genangan banjir di kota Pematangsiantar.

Penanggulangan permasalahan banjir dapat dilakukan apabila penyebab dari permasalahan tersebut dapat diidentifikasi terlebih dahulu, sehingga penanganan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat diketahui untuk dapat diimplementasikan.

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi kondisi drainase pada daerah genangan banjir di kota Pematangsiantar dan penyebabnya secara umum, serta kondisi saluran parit. Sebagai contoh lokasi penelitian adalah kondisi saluran parit di Jalan Ade irma, pajak Dwikora, pajak Horas serta saluran daerah Jalan Achmad yani.

1.3 Permasalahan dan Pembatasan Masalah

Masalah yang akan diteliti dalam tesis ini adalah:

(21)

2. Bagaimana kondisi teknis saluran parit kota Pematangsiantar sehingga terjadi banjir sekitar lokasi tersebut dan bagaimana penanggulangan banjir yang dibutuhkan berdasarkan kondisi teknis tersebut.

Pembatasan masalah dalam tesis adalah bahwa fokus tesis tertuju kepada sistem drainase kota yang tidak melibatkan analisa daerah tangkapan air secara meluas. Selain

itu tesis ini bertumpu pada analisa sistem operasi dan pemeliharaan drainase kota Pematangsiantar serta dampaknya terhadap banjir.

1.4 Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan tesis ini adalah meninjau hubungan antar sistem pengelolaan drainase kota Pematangsiantar dengan permasalahan banjir di kota tersebut.

Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi kondisi genangan banjir di kota Pematangsiantar dan penyebabnya serta penanggulangan banjir yang dibutuhkan berdasarkan kondisi genangan tersebut.

2. Mengetahui kondisi teknis saluran parit di kota Pematangsiantar sehingga terjadi banjir di sekitar lokasi tersebut dan bagaimana penanggulangan banjir yang dibutuhkan berdasarkan kondisi teknis tersebut.

(22)

1.5 Metodologi

Dalam mencapai maksud dan tujuan sebagaimana disebutkan di atas maka metodologi penelitian ini bersifat deskriptif dengan daerah penelitian adalah titik-titik lokasi genangan banjir di kota Pematangsiantar.

Adapun langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi kondisi eksisting sistem drainase kota Pematangsiantar untuk mengetahui distribusi debit drainase

2. Identifikasi sistem manajemen dan pembiayaan drainase kota Pematangsiantar

3. Studi literatur manajemen drainase perkotaan

4. Evaluasi sistem operasi dan pemeliharaan drainase perkotaan 5. Merumuskan BMP untuk drainase kota Pematangsiantar.

1.6 . Sistematika Penulisan

(23)

BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Umum

Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Di daerah perkotaan banyak fasilitas umum, transportasi, komunikasi, dan sebagainya. Saluran drainase di daerah perkotaan menerima tidak hanya air hujan, tetapi juga air buangan (limbah) rumah tangga dan limbah pabrik. Hujan yang jatuh di wilayah perkotaan kemungkinan terkontaminasi, manakala air itu memasuki dan melintasi atau berada pada lingkungan perkotaan tersebut. Sumber kontaminasi berasal dari udara (asap, debu, uap, gas, dan lain-lain), bangunan dan/atau permukaan tanah dan limbah domestik (rumah tangga) yang mengalir bersama air hujan. Setelah melewati lingkungan perkotaan, air hujan, dengan atau tanpa limbah domestik, membawa polutan ke badan air.

(24)

Sebagai contoh pengembangan suatu kawasan pemukiman di daerah hulu, perencanaan drainasenya tidak hanya dilakukan pada kawasan pemukiman tersebut, tetapi sistem drainase di hilir juga harus dievaluasi dan di redesain jika diperlukan.

2.2 Konsep Sistem Drainase Perkotaan

2.2.1 Tipe dari Sistem Drainase

Istilah drainase ditujukan untuk proses pemindahan kelebihan air untuk mencegah hal yang tidak menyenangkan bagi publik, properti dan kehidupan. Di dalam area yang belum berkembang drainase terjadi secara alami sebagai bagian dari siklus hidrologi. Secara alamiah drainase tidak statis tetapi dapat berubah sesuai lingkungan dan kondisi fisik. Pengembangan dari area yang bertentangan dengan sifat alam akan menimbulkan kerawanan. Untuk ini diperlukan seorang ahli drainase agar pembangunan dilakukan tanpa merusak bagian yang penting di area tersebut. Sistem drainase dapat diklassifikasikan dalam beberapa kategori yaitu:

a. Sistem drainase perkotaan b. Sistem drainase irigasi c. Sistem drainase jalan dan d. Sistem drainase lapangan udara

2.2.2 Sistem Drainase Perkotaan

(25)

limbah dari rumah tangga, bangunan komersial dan industri. Pembuangan seluruh air hujan perlu dialirkan atau dibuang agar tidak terjadi genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran diatas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga, sistem infra struktur lainnya. Sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment).

Sistem drainase perkotaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam sistem, yaitu: 1. Sistem drainase utama (Major urban drainage system) adalah sistem saluran/ badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (catchment area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuang (maindrain) utama (Gambar 2.1). Sistem mayor biasanya meliputi saluran drainase pimer dan sekunder. Pada umumnya drainase mayor direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 5 sampai 10 tahun sedangkan untuk pengendalian banjir untuk sunga-sungai besar dipakai periode ulang 25 sampai 50 tahun.

(26)

pemukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase minor. Sistem minor biasanya meliputi saluran drainase tersier dan kwarter.

Dari segi konstruksinya sistem saluran/ drainase minor dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka (Gambar 2.2), (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

(27)

a. Saluran terbuka b. Saluran tertutup

Gambar 2.2: Gambar konstruksi sistem drainase minor

2.2.3. Struktur Saluran Drainase Perkotaan

Secara hirarki drainase perkotaan mulai dari yang paling kecil adalah saluran kwarter, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer.

a

Gambar 2.3: Struktur saluran drainase perkotaan Keterangan gambar :

a. Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran sekunder dan mengalirkannya ke badan penerima air

a

b

b c

c

c d

(28)

b. Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran tersier dan menyalurkannya ke saluran primer

c. Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistemdrainase kwarter dan mengalirkannya ke saluran sekunder

d. Saluran kwarter adalah saluran kolektor jaringan drainase lokal

2.2.4 Kerangka Sistem Drainase Perkotaan

(29)

Lateral sewer

Submain sewer

Main or trunk

Sewer

Gambar 2.4a: Kerangka saluran pembuang bentuk tegak (Gupta, 1989)

Main

Lateral

P

P

P Submain

P

TP

Gambar 2.4b: Kerangka saluran pembuang bentuk kipas

(30)

Overflow

P TP

Gambar 2.4c: Kerangka saluran pembuang menurut area atau zona (Gupta, 1989)

Pada kerangka mendatar (penampang memanjang) saluran pembuang mengalir sepanjang sisi jalan atau bangunan utilitas. Pada denah dibuat saluran pembuang utama meninggalkan wilayah ke arah daerah rendah dan cabang-cabang saluran sisi (alam) mengitari wilayah. Pada cabang-cabang wilayah setiap saluran pembuang digambarkan dari garis ketinggian daerah.

(31)

adalah 2 ft/s (0,6 m/det). Pada tanah dataran semua saluran dikumpulkan pada satu titik pertemuan dan selanjutnya dilakukan pemompaan. Pada sistim saluran terpisah dibangun di lokasi yang lebih tinggi dari elevasi area.

Manholes (lubang inspeksi) untuk pemeliharaan saluran pembuang, dibangun dilokasi 1) pada tempat-tempat pertemuan saluran, 2) perubahan-perubahan kemiringan saluran, 3) perubahan dimensi saluran, 4) perubahan arah saluran, 5) bangunan-bangunan terjun, dan 6) sepanjang jalur saluran setiap jarak 90 s/d 150 m, jarak 150 m s/d 300 m pada saluran berdiameter besar.

Ketinggian dasar manhole (lubang inspeksi) satu dengan lainnya tidak selalu sama pada satu elevasi. Bangunan manhole terjunan (Gambar 2.5), dalam perhitungannya disesuaikan dengan kemiringannya tanpa harus meninggikan kedalaman. Pada saluran pembuang dengan radius pendek atau ada belokan yang merubah arah saluran, perlu diperhatikan energi kehilangan tekanan. Pada kecepatan biasa, ada penurunan hingga 30 mm di invert (elevasi dasar) manhole. Pada setiap panjang saluran pembuang, pada potongan melintang digambarkan dan ditunjukkan 1) muka tanah asli, 2) lokasi boring, 3) lapisan batuan, 4) bangunan bawah tanah (utilitas), 5) elevasi pondasi dan bangunan bawah tanah, 6) perlintasan jalan, 7) lokasi dan jumlah manholes, 8) elevasi dasar saluran pembuang pada setiap manhole

(32)

M.H.

elev 104.45 Entering invert 105.43 GL 2.03 drop

2.08

drop 103.28 Leaving invert

103.05 Invert elev 3.24 drop from GL 2.38 drop

250 275 300 325 350 375 525

Gambar 2.5: Profil dari saluran pembuang (Steel and McGhee, 1979; Gupta, 1989)

2.2.5 Drainase Perkotaan serta Hubungannya dengan Banjir

2.2.5.1 Banjir

Genangan air / banjir pada umumnya terjadi akibat adanya hujan lebat dengan durasi lama sehingga meningkatkan volume air dan mempercepat akumulasi aliran permukaan (run-off) pada permukaan tanah (Haryono, 1999). Pengaliran air di dalam drainase perkotaan disebabkan terutama oleh limbah rumah tangga dan hujan, tetapi yang paling dominan yang mengakibatkan banjir adalah air hujan.

(33)

Kajian masalah banjir terlebih dahulu harus menganalisa penyebab utamanya sebelum menyusun strategi mengantisipasinya. Secara teoritis terjadinya banjir dengan intensitas yang cenderung meningkat merupakan akibat dari masukan sistem yang berlebihan, dalam hal ini curah hujan yang melebihi normalnya, atau sering dikenal dengan curah hujan perkecualian (eksepsional). Selain itu kejadian banjir yang terus berulang merupakan hasil (resultan) dari kerusakan sistem yang ada, dalam hal ini adalah daerah aliran sungai (DAS).

Rekayasa dan rancang bangun untuk mengantisipasi serta meminimalisasi resiko banjir dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan:

a. Pendekatan dengan menganalisa curah hujan perkecualian (eksepsional) Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini ternyata berdampak pada terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu singkat. Dengan curah hujan tahunan yang relatif sama, namun dengan durasi yang singkat akan berdampak pada meningkatnya intensitas banjir yang terjadi. Apalagi kalau curah hujannya menyimpang jauh lebih tinggi dibandingkan normalnya, maka banjir yang akan terjadi akan semakin besar. Pendekatan dengan menganalisa curah hujan perkecualian ini sangat berguna untuk mengantisipasi serta meminimalkan resiko banjir yang lebih besar.

b. Pendekatan dengan menganalisa kerusakan sistem daerah aliran sungai (DAS)

(34)

tinggi dan terkonsentrasi pada wilayah tertentu menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Lahan yang dulunya merupakan areal pertanian, akibat bertambahnya jumlah penduduk, lahan-lahan tersebut berubah menjadi daerah permukiman, dimana sering juga ditemukan pada daerah permukiman penggunaan lahan melampaui daya dukungnya. Pembabatan hutan, budi daya tanaman pangan pada lahan berlereng terjal tanpa konservasi tanah dan air yang memadai merupakan ilustrasi penyebab rusaknya sistem hidrologi daerah aliran sungai. Akibat tambahan cadangan air tanah pada musim hujan sangat terbatas sehingga persediaan air di musim kemarau menjadi rendah dan menyebabkan pertumbuhan vegetasi semakin terbatas sehingga pada musim hujan kemampuan daerah aliran sungai menyerap dan menahan aliran permukaan sangat rendah sehingga sebagian hujan ditransfer menjadi debit sungai dan menyebabkan terjadinya banjir.

2.2.5.2 Efektifitas Sistem Penanggulangan Banjir Perkotaan

Ada beberapa persoalan yang dapat dikemukakan di sini berkaitan dengan rendahnya efektifitas sistem penanggulangan banjir di perkotaan (Suripin, 2004), yaitu antara lain:

a. Persoalan teknis

(35)

hanya menangani masalah permukaannya saja, sehingga penanggulangan banjir tidak tuntas.

• Master plan pengendalian banjir / drainase belum ada sehingga penanganan masih bersifat setempat dan masing-masing, sehingga terjadi ketidaksingkronan sistem penanggulangan banjir / drainase yang terbangun yang ditangani oleh berbagai instansi / lembaga.

• Perubahan karakteristik watak banjir, puncak banjir makin besar, dan waktu datangnya makin singkat.

• Kawasan di dataran banjir telah berkembang dengan sangat pesat menjadi kawasan permukiman, industri, perdagangan yang padat, sehingga upaya penanggulangan banjir lebih banyak bersifat tambal sulam dan represif.

• Pemanfaatan bantaran sungai atau daerah sempadan sungai yang tidak pada tempatnya, banyak bangunan berada di bantaran, bahkan di badan sungai dan di atas saluran tanpa ada tindakan penertiban.

• Pengambilan air bawah tanah yang melebihi potensi yang ada sering berlangsung terus, bahkan makin meningkat, sehingga berakibat pada penurunan muka tanah.

(36)

• Penanganan masalah banjir secara teknis sering tidak mengenal batas administrasi dan merupakan satu sistem, namun dari segi administrasi sering harus dipisah.

b. Persoalan non teknis

• Upaya menangani banjir selama ini masih berorientasi proyek dan bersifat top down dan represif terstruktur, sehingga peran serta masyarakat masih sangat rendah. Banyak “ para birokrat bidang pengairan” masih berpedoman bahwa “asal disediakan dana, permasalahan banjir dapat diatasi dengan tuntas”

• Persepsi masyarakat yang kurang pas terhadap upaya penanganan banjir yang dilakukan oleh pemerintah secara terstruktur. Masyarakat menganggap bahwa upaya yang dilakukan akan selalu dapat menuntaskan permasalahan banjir di kawasan tersebut.

• Kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk memelihara sarana dan prasarana sistem drainase masih sangat rendah. Masyarakat masih menganggap bahwa saluran air / sungai merupakan back yard, yaitu tempat pembuangan segala jenis limbah baik padat maupun cair

• Masyarakat luas belum memahami sepenuhnya tentang fenomena banjir yang bersifat dinamis

• Potensi konflik antar daerah sangat mungkin sehubungan dengan batas administrasi yang berbeda dengan batas sistem drainase.

(37)

Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan yang menjadi acak-acakan, tidak tertib, yang menyebabkan persoalan drainase diperkotaan menjadi kompleks (Suripin, 2004). Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang kurang perduli terhadap infrastruktur kota, dan belum mengakarnya kesadaran terhadap hukum, perundangan, dan kaidah-kaidah yang berlaku. Kecenderungan ini timbul karena proses pembangunan yang selama ini berlangsung kurang melibatkan masyarakat secara aktif (Gambar 2.6)

Dinyatakan dapat Bisa

Gambar 2.6: Proses pembangunan infrastruktur yang kurang melibatkan masyarakat (Suripin, 2004)

(38)

sehingga hasilnya diterima masyarakat (Suripin, 2004)

(39)

PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Gambar 2.8: Siklus dan tahapan pembangunan yang lengkap (Suripin, 2004)

2.2.6 Manajemen Sistim Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan

Manajemen adalah kebijakan atau pengelolaan sebuah aktifitas yang dimulai dari perencanaan meliputi tahap-tahap studi, penentuan alternatif dan atau skala prioritas maupun perancangan. Selanjutnya dilanjutkan dengan pelaksanaan fisik yang mengacu pada akhir perencanaan. Setelah pelaksanaan fisik selesai maka tahapan berikut adalah melakukan operasional dan selama proses operasional harus selalu dilakukan pemeliharaan yang kontinyu (Kodoatie dan Sjarief, 2005). Keseluruhan proses dapat kita lihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.

(40)

Tahapan studi

Tahapan perancangan

Tahapan implementasi Tahapan O dan M

Gambar 2.9: Alur proses pembangunan (Kuiper, 1971 dan 1989; Kodoatie,1995)

2.2.6.1 Tahapan Studi

Tahapan studi adalah ide atau sasaran atau tujuan yang mau dicapai dan ide ini diterjemahkan atau diaplikasikan dalam bentuk studi, selanjutnya apakah ide itu layak diimplementasikan sehingga bisa ditindak-lanjuti dengan analisis yang lebih detail. Bila mana hasil rekomendasi menyatakan bahwa kegiatan tersebut layak secara komprehensif maka dapat dilanjutkan dengan studi kelayakan.

2.2.6.2 Tahap Perancangan

Hasil rekomendasi dari studi kelayakan menyodorkan beberapa alternatif berdasarkan aspek-aspek teknis, ekonomi, sosial, budaya, hukum, kelembagaan dan

Ide/ gagasan

Pra-studi dan Studi kelayakan: Aspek-aspek teknik, Sos-Bud, Ekonomi, Kelembagaan, Hukum dan lingkungan

(41)

lingkungan secara detail. Selanjutnya dilakukan seleksi perancangan dengan berbagai pertimbangan baik dukungan maupun kendala. Contoh untuk dukungan, adanya kesiapan dana yang cukup, dukungan dari unsur pemerintah dan para pihak lainnya. Contoh untuk kendala, terbatasnya sumber dana, lahan ataupun kendala dari sudut lingkungan. Perlu diingat bahwa dukungan dan kendala tersebut, baik berupa kelebihan, keuntungan dan kerugian, skala prioritas dan hal-hal lain yang terkait telah diungkapkan dalam studi kelayakan.

2.2.6.3 Tahap Pelaksanaan

(42)

2.2.6.4 Tahap Operasi dan Pemeliharaan

Tahap operasi dan pemeliharaan sistem drainase adalah sangat penting, karena merupakan salah satu sasaran utama pembangunan sistem drainase. Berhasilnya pengoperasian dan terpeliharanya suatu hasil pembangunan sistem drainase menjadi indikator kinerja bagi pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai dasar pengelolaan operasi dan pemeliharaan yang effektif dan effisien diperlukan proses perencanaan dan pemograman, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, serta evaluasi dan monitoring operasi dan pemeliharaan yang serupa dengan proses perencanaan, pemograman, dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan sistem drainase merupakan investasi dana masyarakat dan pemerintah yang cukup besar. Oleh sebab itu agar pengoperasian dan pemeliharaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP=Standard Operation Procedure) yang direncanakan, maka semua bangunan dan atau barang yang telah dibuat atau diadakan harus diinventarisasi dan didokumentasi yang sebaik-baiknya.

2.3 Urban Stormwater Runoff dan Dampak Banjir

(43)

berhubungan kepada kerusakan struktural sebagai tipe-C. Ketiga tipe banjir tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2.1: Tipe banjir, karakteristik dan dampak banjir Tipe Banjir Karakteristik banjir dan berdampak pada

Tipe A Banjir yang disebabkan oleh drainase yang tidak mampu menampung aliran air kelebihan yang dapat terjadi hampir setiap kali karena infrastruktur drainase sangat lemah. Dampak yang utama dari peristiwa ini dihubungkan dengan kondisi kesehatan lingkungan khususnya yang berhubungan dengan penyakit terkait dengan air.

Tipe B Banjir tipe B lebih sedikit yang terjadi dibanding jenis A tetapi mempengaruhi area lebih besar. Dampak meliputi gangguan ke sistem transportasi.

Tipe C Banjir dengan area yang luas menyebabkan kerusakan dan gangguan tersebar luas yang mempengaruhi masyarakat dan bisnis sepanjang seluruh kota besar. Dampaknya kepada kerusakan struktural.

Sumber: Jonathan Parkinson (2003), email: Parkinson

2.3.1 Dampak Fisik

(44)

Dampak dari banjir ini yang paling menderita adalah masyarakat miskin atau yang berada di daerah kumuh. Sifat alami peristiwa penggenangan berhubungan dengan konteks phisik dan mempengaruhi masyarakat. Walaupun banjir sering dihubungkan dengan peristiwa besar-besaran dengan konsekwensi celaka, ada juga banjir lebih sering berhubungan dengan faktor pada suatu tingkatan lokal, yang dapat menyebabkan permasalahan banyak orang dilingkungan yang berkenaan dengan kota.

2.3.2 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Banjir dan genangan air mempunyai suatu dampak penting pada kelaziman penyakit, dan penggenangan itu mengganggu kesehatan dan mengakibatkan penyakit

(45)

epidemics. Air dari limbah rumah tangga sangat perlu diperhatikan dan berkaitan dengan kota serta penjagaan kesehatan karena dapat menimbulkan penyebaran pathogens di sekitar masyarakat (Gambar 2.11). Sumur wc tergenang dan saluran air yang alirannya tidak jalan mengakibatkan lokasi nyamuk aedes, yang memancarkan penyakit seperti demam berdarah. Nyamuk nyamuk anopheles yang menimbulkan penyakit malaria, adalah juga suatu resiko di dalam wilayah perkotaan.

(46)

Mereka hanya mempunyai sumber daya minim yang tersedia untuk membangun kembali dan mereka biasanya sangat membutuhkan bantuan eksternal untuk memulihkan keadaan mereka dari banjir yang mereka alami. Mata pencarian mereka terganggu berhubungan dengan genangan yang menimpa tempat tinggal mereka dan material konstruksi tidak langsung tersedia untuk digunakan membangun rumah. Konsekwensi peristiwa banjir dapat membinasakan komunitas ini.

2.3.3 Keikutsertaan dan Pengaturan Kelembagaan di dalam Urban storm water

Unsur kunci untuk implementasi yang sukses dari program manajemen

stormwater adalah suatu pendekatan inclusive, yang mempromosikan keikutsertaan

(47)

Sumber: Sunarno dan Royat, 2004

Gambar 2.12: Pengembangan Model Kelembagaan menjadi Model Kelembagaan Baru (Studi kasus tingkat koordinasi pengelolaan banjir perkotaan)

(48)

BAB III

DATA KOTA PEMATANGSIANTAR

3.1 Umum

Manajemen drainase perkotaan tidak bisa hanya berdasar pada satu kepentingan sarana maupun prasarana tertentu, tetapi harus direncanakan secara terintegrasi dan komperehensif terhadap sarana dan prasarana lain yang didasarkan pada rencana tata ruang wilayah kota. Agar drainase yang telah direncanakan tersebut dapat berfungsi optimal, maka diperlukan sistim pengelolaan drainase yang efisien dan efektif dengan tujuan memperkecil biaya operasional dan memperpanjang usia konstruksi (live time). Untuk itu diperlukan data-data eksisting dari dinas terkait dalam operasional dan pemeliharaan drainase kota, agar dapat dievaluasi hal-hal yang menunjang best practice dalam manajemen drainase kota.

3.2 Kondisi Eksisting Kota Pematangsiantar

3.2.1 Letak Geografis dan Administratif

(49)

Tabel 3.1: Luas dan proporsi luas wilayah kecamatan Kota Pematangsiantar

No Kecamatan Luas areal

( Ha )

Secara administratif Kota Pematangsiantar berbatasan/diintari oleh desa–desa di kabupaten Simalungun seperti:

• Sebelah Timur berbatasan dengan desa Karang Sari, Rambung merah dan Merihat baris, kabupaten Simalungun

• Sebelah Barat berbatasan dengan desa Talun kondot, Nagoti simpang Pane dan Siborna, kabupaten Simalungun

• Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Marihat baris, Silampuyang dan Bah Sampuran, kabupaten Simalungun

(50)
(51)

3.2.2 Topografi

Topografi kota Pematangsiantar bervariasi antara datar hingga bergelombang. Daerah bergelombang sampai berbukit disebelah utara dan barat, sementara di daerah selatan dan timur merupakan daerah landai dengan kemiringan lahan antara 0% sampai 15%. Kondisi demikian akan memberikan kemudahan dalam pengembangan jaringan drainase, sebab dengan tingkat kemiringan yang bergelombang pengaliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi lebih mudah.

3.2.3 Iklim

Kota Pematangsiantar terletak di dalam kabupaten Simalungun dengan ketinggian 400 sampai dengan 500 m diatas permukaan laut. Sehingga iklim di kota Pematangsiantar menunjukkan iklim sedang dengan suhu maksimal rata rata 34,4ºC dan minimal rata rata 19,9ºC pada tahun 2003. Selama tahun 2003 kelembaban udara rata rata 84,30%, sedangkan kelembaban tertinggi pada bulan Januari mencapai 86,68%. Curah hujan rata rata 256 mm, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September yaitu mencapai 537 mm.

3.2.4 Kependudukan

(52)

Pematangsiantar masih terkonsentrasi pada pusat kota (Kecamatan Siantar utara) dan terjarang di Kecamatan Siantar marihat. Penduduk kota Pematangsiantar adalah mayoritas suku batak (simalungun, toba, karo dan mandailing) disamping suku lain yang menyebar di setiap kecamatan. Jumlah penduduk usia produktif di kota Pematangsiantar mencapai 28,61% dari 17,643 orang angkatan kerja. Data mengenai pola pergerakan penduduk kota Pematangsiantar baik internal (di lingkungan kota Pematangsiantar) maupun eksternal (keluar dari kota menuju lokasi lain) belum diperoleh secara rinci. Namun berdasarkan rencana tata ruang wilayah Sumatera Utara terlihat bahwa penduduk kota Pematangsiantar melakukan migrasi keluar dari kota Pematangsiantar dan beorientasi ke kota Medan sebagai ibukota propinsi, baik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau pendidikan yang lebih baik, bekerja, rekreasi maupun untuk kegiatan lain.

3.2.5 Air Bersih

(53)

dalam dengan cara pengaliran gravitasi dan pompanisasi. Dengan menggunakan data perkembangan penduduk berdasarkan pendistribusian maka dapat diperkirakan berapa volume kebutuhan air bersih. Ketersediaan air bersih dimanfaatkan juga bagi keperluan rumah tangga dan kebutuhan non rumah tangga, perdagangan/komersil, perkantoran dan sarana sosial lainnya.

3.2.6 Sampah/Limbah

Masalah sampah/limbah merupakan masalah yang sangat kompleks dan dapat mengakibatkan masalah wabah penyakit kalau tidak ditangani dengan benar. Sampah/limbah adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Sampah dapat dibagi menjadi beberapa golongan antara lain:

1. Human Excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia meliputi tinja ( faces), air seni ( urine).

2. Seewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga Contoh: bekas air cucian pakaian yang masih mengandung larutan deterjen

3. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga

(54)

dan terjadinya banjir pada daerah tersebut. Kesadaran penduduk kota Pematangsiantar mengenai masalah sampah masih kurang, ini dapat kita lihat di beberapa wilayah. Ini merupakan suatu sikap yang kurang baik dari penduduk kita yaitu kurangnya kesadaran akan kebersihan. Kondisi yang sama juga terjadi pada kecamatan Siantar barat, kecamatan Siantar selatan, kecamatan Siantar utara. Untuk penanganan sampah/limbah perlu mendapat penanganan yang serius. Diharapkan kerja sama antara pihak pemerintah kota dengan masyarakat setempat.

3.2.7 Kondisi Drainase Kota Pematangsiantar

(55)

3.2.7.1 Data Primer

Deskripsi studi dan hasil survey langsung ke lapangan, kota Pematangsiantar sudah memiliki sistem drainase yang baik yang dibangun pada zaman Belanda dahulu, antara lain di Jalan Dr. Wahidin saluran dengan riol berdiameter kira-kira 1 m lebih dan bak kontrol dari besi yang membuang air ke sungai Bah bolon dibangun pada tahun 1918, Jalan Merdeka, Jalan Sutomo, Pajak Horas (ada spoleading namun tidak difungsikan dengan baik). Dalam hal ini sebenarnya sistem drainase yang ada bukan hanya untuk mengalirkan air hujan atau hanya menampung air limbah dari pemukiman ataupun kawasan industri saja, tetapi sistim yang ada juga berfungsi sebagai sarana untuk penggelontoran kota (sediment transportation). Tetapi sekarang sistim ini kurang berfungsi sebagaimana mestinya disebabkan oleh daya tampung saluran, kemiringan dasar saluran, penyempitan saluran dimana saluran ditutup oleh masyarakat dengan mendirikan kios, endapan atau timbunan sampah dalam saluran, juga bangunan penunjang drainase yang ada seperti gorong-gorong tersumbat, jalan masuk air dari jalan ke drainase (street inlet) tidak lancar, bangunan pintu air kurang dirawat, dan bangunan penunjang lainnya, data ini diperoleh dari melakukan observasi visual lapangan. data primer (terlampir).

3.2.7.2 Data Sekunder

(56)

a. Data lokasi genangan di kota Pematangsiantar direview dari laporan titik lokasi genangan yang dicatat dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Pematangsiantar.

b. Data curah hujan direview dari data curah hujan maksimum yang terjadi selama kurun waktu tertentu yang dibutuhkan, yang diperoleh dari hasil pencatatan Badan Pusat statistik.

c. Data Manajemen drainase kota Pematangsiantar (Gambar 3.2) d. Data Drainase primer, sekunder dan tertier kota Pematangsiantar

(Gambar 3.4a, 3.4b dan Gambar 3.5a dan 3.5b)

e. Data tencana tata ruang Kota Pematangsiantar (Gambar 3.6)

(57)
(58)

3.2.8 Pembagian Sistim Drainase

Pada sistem drainase kota Pematangsiantar yang menjadi Major drain sistem adalah: 1) Sungai Bah bolon, sebagai saluran utama untuk penampungan air dalam menghindari genangan atau banjir di daerah Selatan kota Pematangsiantar dan daerah pelayanan meliputi kecamatan Siantar Marihat, kecamatan Siantar Selatan dan sebahagian wilayah kecamatan Siantar Timur 2) Sungai Bah kaehan, sebagai saluran utama untuk penampungan air dalam menghindari genangan atau banjir di daerah Utara Kota Pematangsiantar dan daerah pelayanan meliputi kecamatan Siantar Timur dan sebahagian wilayah kecamatan Siantar Utara 3) Sungai Bah kapul, sebagai saluran utama untuk penampungan air dalam menghindari genangan atau banjir di daerah Utara Kota Pematangsiantar dan daerah pelayanan meliputi kecamatan Siantar Utara dan sebahagian wilayah kecamatan Siantar Barat. Sedangkan Sungai Bah Sigulang–gulang direncanakan sebagai saluran utama penampungan air untuk menghindari genangan atau banjir didaerah Barat kota Pematangsiantar. Sistim mayor biasanya meliputi saluran drainase primer dan sekunder. Sedangkan yang menjadi

(59)

Gambar 3.3: Pembagian Watersheds Kota Pematangsiantar

Keterangan:

(60)

3.2.8.1 Drainase Primer

Sebagai drainase primer kota Pematangsiantar adalah sungai Bah bolon. Di samping sungai Bah Bolon ada lagi sungai Bah biak, Bah Kapul, Sungai Bah Kaehan (Gambar 3.4a dan 3.4b). Kondisi sungai sungai ini terutama sungai Bah bolon yang terbentang dari Barat ke Timur kota Pematangsiantar memiliki lebar kurang lebih 31 meter dan dalam 6 meter yang sanggup menampung air dari seluruh saluran dan paling dominan sebagai saluran pembuang. Demikian juga kota Pematangsiantar memiliki sistem penggelontoran (spoleading) yang berfungsi membersihkan saluran dan terbagi dalam dua bagian yakni 1) Untuk spoleading kawasan Cornel Simanjuntak air diambil dari sungai Bah biak dimana air dibendung terlebih dulu untuk irigasi persawahan lalu dilanjutkan untuk spoleading pada kawasan Siantar Selatan; 2) Untuk spoleading Rajawali air diambil dari sungai Bah kadang untuk kawasan Siantar Barat, Siantar Utara, dan Siantar Timur.

3.2.8.2 Drainase Sekunder

(61)

meluap ke jalan dan menyebabkan banjir. Drainase sekunder kota Pematangsiantar 136,40 km dengan kondisi 60% rusak. (sumber: Pematangsiantar dalam angka tahun 2003)

3.2.8.3 Drainase Tersier

(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

3.2.9 Jembatan dan Gorong-gorong

Gorong–gorong adalah saluran tertutup yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya yang biasanya terbuat dari beton atau baja dan bentuk penampang melintang gorong–gorong ada yang bulat juga persegi. Pada kota Pematangsiantar dari zaman Belanda sudah dibangun gorong–gorong dari besi baja cukup kokoh dan sampai saat ini masih berfungsi, yaitu disekitar jalan Sutomo juga jalan Sudirman melalui Adam Malik yang langsung membuang air ke Sungai Bahbolon. Drainase sekunder di kota Pematangsiantar disertai gorong-gorong untuk membawa air dari sungai melewati bawah jalan dan membawa air dari parit sisi jalan yang satu ke sisi jalan lain. Namun culvert ini tidak lagi berfungsi optimal karena saluran sekunder sepanjang badan penuh sampah dan sedimen; contoh di jalan Ahmad Yani, jalan Merdeka. Jembatan di Kota Pematangsiantar pada umumnya terletak pada jalan yang melintang dengan Sungai Bahbolon merupakan drainase primer yang terbentang dari Barat ke Timur Kota Pematangsiantar.

Perbedaan jembatan dan gorong–gorong adalah gorong–gorong diletakkan dibawah perkerasan jalan, sedangkan dek jembatan merupakan bagian perkerasan. Biasanya jembatan mempunyai bentang yang lebih panjang dari gorong–gorong.

3.2.10 Drainase Jalan

(67)

tidak adanya pengelolaan yang baik dari perencana dan pelaksana dalam pemeliharaan drainase pada jalan tersebut. Dalam pelaksanaan pekerjaan jalan hal yang paling terpenting untuk diperhatikan dalam pembangunan jalan tersebut adalah masalah drainasenya namun hal ini selalu dianggap tidak begitu penting dan kurang menjadi perhatian pelaksana sehingga dalam kurun waktu yang tidak lama jalan kropos akibat genangan air yang merupakan musuh bagi aspal. Pada kota Pematangsiantar masih ada kita jumpai elevasi dari drainase lebih tinggi dari jalan jadi air dipermukaan jalan mengalir bukan ke drainase tapi karena keadaan topografi yang membantu air mengalir serta sungai–sungai yang cukup besar menampung debit air. Juga masih terdapatnya jalan yang tidak ada drainase dan mengakibatkan jalan cepat kropos serta kerusakan jalan sangat parah.

3.2.11 Air Buangan Kamar mandi dengan Drainase

Air buangan dari penduduk di kota Pematangsiantar yang mengalir ke drainase tertier demikian juga dari kawasan perumahan dan selanjutnya mengalir ke saluran sekunder. Untuk daerah kawasan perumahan, rumah penduduk di kota dalam hal air buangan sudah memakai pipa (wastewater) namun masih ada juga yang masih mempergunakan riol diameter 25 cm bahkan ada juga yang masih membuang limbah langsung ke drainase primer bagi penduduk yang tinggal di sekitar sungai.

(68)

keperluan kolam kolam ikan yang mengakibatkan pencucian drainase terganggu ditambah lagi dengan sampah sampah yang banyak terdapat di saluran sehingga air yang bersumber dari Sungai Bah kadang ini terganggu (kecepatan aliran tidak lagi deras) dalam fungsinya guna membersihkan saluran tersebut sampai pajak Horas.

3.2.12 RUTR ( Rencana Umum Tata Ruang)

Hubungan antara tata ruang kota dengan sistim drainase kota sangat berkaitan erat (Gambar 3.6), akibat tidak terkontrolnya pengendalian tata ruang oleh lembaga terkait, menyebabkan terjadinya banjir, yang selanjutnya menjadi permasalahan banjir. Untuk mengatasi banjir yang terjadi menurut Kodoatie dan Sjarief (2005) perlu dilakukan pengelolaan secara struktur dan non-struktur yang dominannya pada negara-negara maju adalah melaksanakan metode non-struktur yang pada umumnya melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan (Grigg, 2003). Perubahan tata ruang yang tidak dibarengi dengan penyesuaian sistim drainase akan mengakibatkan limpasan air hujan atau banjir. Instansi tataruang harus tetap dilibatkan didalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pematokan lokasi dilapangan.

3.2.13 Land Use (Tata guna lahan)

(69)
(70)
(71)

3.2.14 Penggelontoran Kota

(72)

Gambar 3.7: Peta Sistem Penggelontoran Drainase Kota Pematangsiantar

S

P

O

E

L

E

A

D

IN

G Lokasi

(73)

3.3 Hidrologi

3.3.1 Data curah hujan

Curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan pemanfaatan air, dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam satuan milimeter ( Soemarto, 1995)

(74)

Tabel 3.2: Curah hujan harian maksimum dengan cara Gumbel

Rata-rata curah hujan harian maksimum adalah:

(75)

3.3.2 Kriteria Perhitungan Debit Banjir

Menghitung debit banjir rencana tergantung pada data yang tersedia (Soemarto, 1995). Asumsi dasar yang ada selama ini adalah bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala ulang hujan. Debit rencana untuk daerah perkotaan umumnya dikehendaki pembuangan air yang secepatnya, agar jangan ada genangan air/banjir pada daerah perkotaan tersebut. Untuk memenuhi tujuan ini saluran-saluran harus disesuaikan dengan debit rancangan.

Faktor-faktor yang menentukan sampai berapa tinggi genangan air yang diperbolehkan agar tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat perkotaan adalah :

a. berapa luas daerah yang akan digenangi b. berapa lama waktu penggenangan

(76)

Tabel 3.3: Koefisien Limpasan (Run-Off)

No Tata Guna Lahan Koef. Run off

1 Daerah Komersial / Perdagangan 0,75 – 0,95

2 Daerah Industrti 0,50 – 0,90

3 Daerah Pemukiman dengan kepadatan:

• Rendah, < 20 rumah / ha 0,25 – 0,40

• Sedang, 20 – 40 rumah / ha 0,40 – 0,60

• Tinggi, > 40 rumah / ha 0,60 – 0,75

4 Daerah Pertanian 0,45 – 0,55

5 Daerah Perkebunan 0,20 – 0,30

6 Daerah kosong, datar dan kemiringan

• Kemiringan < 20 % 0,10 – 0,50

• Kemiringan = 2 % – 7 % 0,10 – 0,15 Sumber : Haryono, (1999)

3.3.3 Kriteria perhitungan hidrolika

(77)

Tabel 3.4: Debit pada daerah aliran kota Pematangsiantar

No. Luas (ha) Debit m3/det) Debit m3/det) Debit m3/det) Nama Kelurahan

5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun

KECAMATAN SIANTAR TIMUR

1 46.00 41.089 48.973 58.935 Kel. Asahan

2 23.00 20.544 24.487 29.467 Kel. Merdeka

3 25.50 22.777 27.148 32.670 Kel. Pardomuan

4 42.00 37.516 44.715 53.809 Kel.Pahlawan

5 91.00 61.286 96.883 116.587 Kel.Tomuan

6 37.50 33.496 39.924 48.043 Kel.Kebun Sayur

7 187.00 167.040 199.09 239.583 Kel.Siopat Huta

KECAMATAN SIANTAR BARAT

1 68.00 60.741 72.396 87.120 Kel. Bantan

2 36.00 32.257 38.326 46.122 Kel. Banjar

3 42.00 43.769 44.715 53.089 Kel. Simarito

4 37.50 33.496 39.924 48.043 Kel. Timbanggalung

5 38.50 34.390 40.989 49.326 Kel. Proklamasi

6 25.00 22.330 26.616 32.029 Kel. Dwikora

7 36.00 32.157 38.326 46.122 Kel. Reladan

8 37.50 33.496 39.924 48.043 Kel.Sipinggol-pinggol

KECAMATAN SIANTAR UTARA

1 117.00 104.512 124.561 149.899 Kel. Bane

2 58.00 51.808 61.749 74.308 Kel. Sigulang-gulang

3 45.00 40.197 47.908 57.652 Kel. Kahaen

4 51.00 45.556 54.297 65.340 Kel.Sudadame

5 32.00 28.684 34.068 41.001 Kel.Martoba

6 25.00 22.330 26.616 32.029 Kel. Baru

7 37.00 33.049 39.391 47.403 Kel. Melayu

KECAMATAN SIANTAR SELATAN

1 26.50 23.671 28.212 33.951 Kel. Simalungun

2 33.50 29.923 35.665 42.919 Kel. Karo

3 28.00 25.011 29.809 35.872 Kel. Toba

4 37.50 33.496 39.924 48.043 Kel. Kristen

5 49.50 44.215 52.699 63.418 Kel. Martimbang

(78)

3.3.4 Disain Dimensi Drainase

Dalam menentukan dimensi sistim drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu sistim jaringan drainase serta debit banjir dipakai sebagai dasar analisis perhitungan penampang drainase (data perhitungan terlampir)

3.3.5 Rekapitulasi Biaya

Setelah perencanaan dimensi saluran juga dilakukan rencana anggaran biaya perawatan/perbaikan saluran primer, sekunder dan tertier. Rencana anggaran biaya saluran lihat pada Tabel 3.5 di bawah ini:

Tabel 3.5: Rekapitulasi biaya perawatan/ perbaikan drainase primer

Rekapitulasi RAB Drainase

Biaya per M1 Saluran Drainase Primer

Item Kuantitas Sat

Harga satuan (Rp)

Jumlah harga (Rp)

Galian 1,74 M3 35.750,00 62.205,00

Bekesting 2,76 M2 75.000,00 207.000,00

Beton + bt

kali 0,564 M3 755.000,00 425.820,00

695.025,00

Perawatan dan perbaikan

(79)

Tabel 3.6: Rekapitulasi biaya perawatan/perbaikan drainase sekunder Rekapitulasi RAB Drainase

Biaya per M1 Saluran Drainase Sekunder

Item Kuantitas Sat

Tabel 3.7: Rekapitulasi biaya perawatan/perbaikan drainase tertier Rekapitulasi RAB Drainase

Biaya per M1 Saluran Drainase Tertier

Item Kuantitas Sat

Harga satuan

(80)

3.4 Analisa Penyebab Banjir

3.4.1 Umum

(81)

Gambar 3.8 : Bagan alir curah hujan serta hubungannya dengan drainase

3.4.2 Faktor Penyebab Banjir di Kota Pematangsiantar

Pada Kota Pematangsiantar yang pertumbuhan penduduknya yang tidak merata dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan dan pertumbuhan ini menyebar di 6 (enam) kecamatan. Dengan pertumbuhan penduduk yang tidak merata di kota Pematangsiantar ini sangat berdampak kepada kapasitas dari saluran drainase

Secara umum terjadinya genangan disebabkan oleh: Hujan

Pemeliharaan Detailed Engineering

Design

Drainase

Evaluasi Berfungsi Optimal ?

Sampah Sedimen

Operasional

tdk tdk

ya ya

(82)

a. Tidak berfungsinya saluran-saluran drainase dengan semestinya, disebabkan banyaknya sedimentasi, sampah yang terdapat di dalam saluran terbuka maupun saluran tertutup (Gambar 3.9)

Gambar 3.9: Kondisi saluran yang penuh sampah/ sedimen

b. Kerusakan atau ketidaksempurnaan dari konstruksi saluran dan bangunan pelengkap. Yang paling banyak ditemui adalah kurangnya inlet drainase dari saluran-saluran tertutup yang ada di sisi jalan (Gambar 3.10)

Gambar 3.10: Gambar inlet saluran tertutup

(83)

Gambar 3.11: Dimensi saluran yang kurang tepat

d. Perencanaan fasilitas kota yang tidak teratur, seperti pemasangan pipa-pipa air minum, pemasangan kabel-kabel listrik maupun telkom(Gambar 3.12)

Gambar 3.12: Penenempatan fasilitas kota yang tidak teratur e. Penempatan gorong-gorong yang kurang tepat sehingga mengganggu

jalannya aliran air terutama pada arah melintang (Gambar 3.13)

(84)

f. Operasional dan pemeliharaan yang kurang optimal

g. Kebijakan Pemerintah atas dukungannya dalam pengembangan dan implementasi perencanaan drainase

h. Partisipasi masyarakat agar perduli dengan menjaga dan dan memelihara kebersihan drainase

3.4.3 Letak atau Lokasi Areal yang Tergenang ( Gambar terlampir)

Dari hasil survei di lapangan maka diperoleh beberapa data lokasi genangan : 1. Banjir pada badan jalan persimpangan jalan Sibolga dan jalan Pane, akibat

parit tidak mampu lagi menampung air hujan (Foto 1)

2. Drainase tersier dari kawasan penduduk di jalan Gereja tidak mampu menampung air hujan sehingga mengakibatkan banjir (Foto 2)

3. Banjir pada jalan akibat saluran tidak mampu lagi menampung air hujan dipersimpangan jalan Sibolga dengan jalan Laguboti (Foto 3)

4. Bak-bak kontrol perlu di fungsikan lagi seperti di jalan Bahagia (Foto 4) 5. Pada persimpangan jalan Persatuan dan Pergaulan daerah terminal saluran

tersier tidak mampu lagi menampung air hujan sehingga meluap ke badan jalan maka perlu ditinjau dimensi saluran sesuai kebutuhan (Foto 5)

6. Pintu-pintu spoleading perlu perawatan dan difungsikan dengan sebaik- baiknya, karena ada beberapa pintu yang sudah tidak berfungsi karena rusak (Foto 6)

(85)

8. Banjir di jalan Wahidin akibat drainase yang tidak mampu lagi menampung air (Foto 8)

3.4.4 Tinggi Genangan dan Lamanya Genangan

Dari hasil wawancara dengan penduduk daerah setempat bahwasanya setelah hujan berhenti permukaan jalan tergenang air setinggi 30 sampai dengan 40 cm selama 30 sampai dengan 60 menit, dan rata rata genangan sudah menutupi trotoar. Kondisi genangan yang paling rawan adalah sekitar pajak Horas yaitu jalan Wahidin, jalan Merdeka dan jalan Ade irma

3.5 Pengelolaan Drainase Kota Pematangsiantar

3.5.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi tercantum pada: Peraturan daerah Kota Pematangsiantar no:2 tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja dinas daerah Kota Pematangsiantar (terlampir), dalam Bab III Pasal 3 berisi:

1). Dinas Pekerjaan Umum merupakan unsur pelaksana Pemerintah daerah, yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada kepala daerah (Walikota) melalui sekretaris daerah (Sekda).

2). Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah daerah dalam bidang pekerjaan umum.

(86)

Perumusan kebijakan teknis dibidang pemukiman dan prasarana wilayah Kota Pematangsiantar;

Pemberian perijinan dan pelaksanaan umum;

Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dan cabang dinas dibidang permukiman dan prasarana wilayah Kota Pematangsiantar;

Pengelolaan urusan ketatausahaan dinas.

3.5.2 Disain Detil

(87)

3.5.3 Pembangunan

Kondisi fisik Kota Pematangsiantar yang cukup baik seharusnya ditindak lanjuti dengan layout yang benar dalam pembangunan Drainase yang memerlukan design yang benar benar sesuai dengan wilayah atau lokasi bersangkutan agar dapat dengan segera membuang limpasan air hujan atau genangan, namun pada kenyataan pembangunan Drainase pada kota Pematangsiantar hanya membangun fisik drainase tanpa memperhitungkan keadaan lokasi, air yang datang, kemiringan saluran, air buang kemana, elevasi dari jalan dan daerah sekitar. Demikian juga lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dengan komponen infrastruktur lainnya sehingga sering dijumpai Pipa air bersih (PDAM) memotong saluran pada penampang basahnya, penggalian saluran drainase dengan tak disengaja merusak prasarana yang telah terlebih dulu tertanam dalam tanah. Pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yang mengakibatkan persoalan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Keterlibatan masyarakat secara aktif juga sangat perlu dalam proses pembangunan fisik maupun non fisik dalam segala kebijakan publik, sejak awal munculnya ide pembangunan infrastruktur sampai dengan pengoperasian atau proses pembangunan yang melibatkan masyarakat sejak awal, sehingga hasilnya diterima oleh masyarakat.

(88)

3.5.4 Penanganan Banjir

Masalah penanganan banjir di Kota Pematangsiantar ini masih terfokus kepada penanganan masalah perbaikan/peningkatan dimensi tampang saluran saja, tetapi permasalahan drainase ada pada pemeliharaaan dari drainase dan koordinasi antara pemerintah kota dalam masalah tugas dan tanggung jawab dalam operasi dan pemeliharaan. Demikian juga masih ada daerah yang belum mempunyai drainase, untuk itu perlu penanganan alur sungai (in stream) dalam pembuatan drainase pada daerah dimaksud.

3.5.5 Operasi dan Pemeliharaan

(89)

tersebut. Demikian juga setiap tahun ada anggaran rutin untuk operasi dan pemeliharaan drainase ini, dalam APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) sumber dana dari DAU (Dana Alokasi Umum) dan ADB LOAN (Asia Development Bank Loan).

Pada seksi Pemeliharaan Drainase pada Sub Dinas Pemeliharaan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berlatar belakang sarjana teknik sipil. Dari hasil wawancara dengan Kepala Seksi operasi dan pemeliharaan, bahwa pembangunan dan peningkatan drainase kota Pematangsiantar adalah tanggung jawab dari Dinas Pekerjaan Umum dan mengangkat sedimen atau sampah yang di sisi saluran adalah tanggung jawab Dinas Kebersihan.

3.6 Pendanaan Drainase Kota Pematangsiantar

3.6.1 Anggaran Drainase Kota Pematangsiantar

(90)

Anggaran untuk pekerjaan drainase kota Pematangsiantar tercantum dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara melalui Dana Alokasi umum, Dana alokasi Khusus dan ADB (Asean development Bank) Loan.

3.6.2 Alokasi Anggaran Biaya Operasional Drainase

Dalam setiap tahunnya sesuai dengan usulan yang telah dibuat, di kucurkan dana dari pemerintah melaluli APBD (anggaran pendapatan belanja daerah) untuk peningkatan drainase. Dana peningkatan ini didistribusikan untuk tahapan kegiatan kegiatan mulai dari studi kelayakan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi serta operasi dan pemeliharaan.

Dari alokasi dana untuk pelaksanaan konstruksi sehingga dapat diketahui berapa panjang saluran yang mampu dibangun dengan biaya perawatan/perbaikan per M´ saluran drainase. Untuk operasi dan pemeliharaan disediakan dana sebesar 4% dari anggaran yang tersedia untuk pekerjaan drainase.

Sesuai dengan kemampuan dana untuk pelaksanaan dan operasional/ perawatan drainase kota Pematangsiantar ini harus ditinjau kembali kondisi eksisting dari drainase sekunder yang rusak dan drainase tertier yang rusak agar disesuaikan dengan kemampuan dana yang tersedia.

(91)

BAB IV

ANALISA PENGELOLAAN DRAINASE

dan

PERUMUSAN BEST MANAGEMENT PRACTISE (BMP)

4.1 Umum

Perumusan Best Management Practise untuk pengelolaan drainase seyogianya mencakup aspek teknik, aspek regulasi, aspek organisasi dan aspek ekonomi. Untuk mencapai BMP kita harus menentukan base line terlebih dahulu (Robert. J. Reinold, 1998) yaitu: 1) Penentuan batas batas drainase dalam hal ini major sistim dan minor sistim; 2) Pendokumentasian drainase mana saja yang mengakibatkan banjir; 3) Uraian kondisi eksisting bagaimana pengoperasian drainase dan pemeliharan serta struktur organisasi; 4) Evaluasi pengoperasian dan pemeliharaan drainase kota serta struktur organisasinya; 5) Analisis untuk pemecahan masalah dan BMP sistim Drainase Kota.

(92)

diformulasikan. Selanjutnya BMP ini menjadi umpan balik bagi proses yang ada dalam rangka perbaikan sistim secara terus menerus.

Gambar 4.1: Proses pengelolaan drainase perkotaan Start

Kondisi eksisting

fisik

Manaje ment eksisting

Data sekunder

Evaluasi Alternatif Solusi

Selection Process

BMP

(Best Management

Gambar

Gambar 2.5: Profil dari saluran pembuang (Steel and McGhee, 1979; Gupta,
Gambar 2.6: Proses pembangunan infrastruktur yang kurang melibatkan      masyarakat  (Suripin, 2004)
Gambar 2.10 : Kemacetan akibat banjir melanda jalan tol di Tangerang-Merak, Jakarta 6 Februari 2007
Gambar 2.11: Daerah rawan banjir serta kehidupan masyarakat kumuh di Jakarta. Genangan air menyebabkan tempat untuk nyamuk berkembang biak
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Luas permukaan penutupan, yaiu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap lapangan parker dan perkerasan- perkerasan lain.. Karakteristik

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kepemilikan rumah, lama perkawinan, pendidikan kepala rumah tangga, sumberdaya ekonomi rumah tangga dan jumlah anggota rumah

Pada saat air jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi) maka air itu akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran-saluran atau

22 Tahun 2009 menyatakan ; “ Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan

Dalam sistem ini, tekanan udara positif mengalir dari zona internal bertekanan tinggi ke airlock dan dari airlock ke area grade tekanan rendah.. Ini mencegah masuknya debu

Dalam konteks ini, tercakup juga tindakan serangan terhadap orang lain, serta menggambarkan orang yang melakukan perubahan sebagai tidak mampu dan malas, tidak jujur,

Air sungai berasal dari mata air dan air hujan yang mengalir pada..

Ketika melalui atmosfer, radiasi matahari akan mengalami proses refleksi dan absorbsi akibat adanya awan, debu, uap air, dan molekul udara sehingga jumlah yang benar-