• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buta Warna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Buta Warna"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BUTA WARNA

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...1

DEFINISI...2

ANATOMI RETINA...2

FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN WARNA...6

ETIOLOGI...8

KLASIFIKASI...10

PEMERIKSAAN...13

(3)

BUTA WARNA

PENDAHULUAN

Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna pada manuasia adalah ketidakmampuan untuk membedakan persepsi beberapa warna atau semua warna, dimana orang normal mampu membedakannya (Daniel,2006). Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna sesungguhnya.

(4)

DEFINISI

Buta warna pada manusia adalah ketidakmampuan untuk membedakan persepsi beberapa warna atau semua warna, dimana orang normal mampu membedakannya (Daniel, 2006). Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya.

Buta warnamerupakan penyakit keturunan yang terekspresipada para pria, tetapi tidak pada wanita.Wanita secara genetis sebagai carrier.Istilah buta warnaatau color blind sebetulnya salah pengertiandikarenakan seorang penderita butawarna tidak buta terhadap seluruh warna, akanlebih tepat bila disebut gejala defisiensi dayamelihat warna tertentu saja atau color vision deficiency (CVD).

ANATOMI RETINA

Retina adalah lembaran jaringan saraf yang tipis dan semi transparan yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata (Vaughan, 2008). Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, yang mengandung sel-sel kerucut, yang berfungsi untuk penglihatan warna, dan sel-sel-sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan dalam gelap (Guyton, 2007).

(5)

Retina terdiri atas dua bagian. Bagian posterior bersifat fotosensitif; bagian anterior, yang tidak fotosensitif, menyusun lapisan dalam badan siliar dan bagian posterior iris (Junqueira, 2007).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: 1. Membran limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel batang dan kerucut

10.Epitel pigmen retina. Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya merupakan membran basalis epitel pigmen retina (Vaughan, 2008).

(6)

dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim lain karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serabut Henle) berjalan oblik dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di bagian tengah fovea, 4 mm lateral diskus optikus, terdapat foveola dengan diameter 0,25 mm dan merupakan bagian paling tipis dari retina, dan hanya mengandung fotoreseptor sel kerucut (Vaughan, 2008).

Sel batang dan kerucut, yang diberi nama sesuai bentuknya, adalah neuron yang terpolarisasi; pada satu kutub terdapat satu dendrit fotosensitif, dan pada kutub yang lain terdapat sinaps dengan sel lapisan bipolar. Sel batang dan kerucut dapat dibagi menjadi segmen luar dan segmen dalam, daerah inti, dan daerah sinaps (Junqueira, 2007). Fotokimiawi yang peka cahaya ditemukan pada segmen luar. Dalam sel batang terdapat rodopsin, dan dalam sel kerucut terdapat satu dari ketiga fotokimiawi “warna”, biasanya disebut pigmen warna sederhana, yang fungsinya hampir sama persis dengan rodopsin kecuali adanya perbedaan dalam kepekaan terhadap spektrum cahaya (Guyton, 2007).

(7)
(8)

FOTOKIMIAWI PENGLIHATAN WARNA

Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut.

(9)

fotopsin dalam sel kerucut-sedikit berbeda dengan skotopsin dalam sel batang. Bagian retinal semua pigmen visual yang ada dalam sel kerucut sama persis dengan sel batang. Berdasarkan hal tersebut, pigmen peka terhadap warna dari sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin(Guyton, 2007).

Pada sel kerucut, hanya satu dari tiga jenis pigmen warna yang berbeda, sehingga menyebabkan sel kerucut mempunyai kepekaan yang selektif terhadap berbagai warna seperti warna biru, hijau, dan merah. Masing-masing pigmen warna ini disebut pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang cahaya, berturut-turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang ini juga merupakan panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk setiap tipe sel kerucut, yang dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna (Guyton, 2007).

(10)

ETIOLOGI

Buta warna adalah kondisi yang seringkali diturunkan secara genetik, tetapi dapat juga didapat karena disebabkan oleh kerusakan pada mata, nervus, atau otak. Buta warna yang diturunkan secara genetik dibawa oleh kromosom X pada perempuan, dan diturunkan pada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu.

Buta warna karena yang diturunkan dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikroma si (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna.

(11)

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wa ve)yang menyandi pigmen hijau (Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011).

Sementara, buta warna yang didapat, dapat terjadi pada :

1. Trauma. Kecelakaan atau pukulan yang menyebabkan kerusakan pada mata dapat menyebabkan buta warna.

2. Obat. Beberapa antibiotik (obat-obat anti TBC),barbiturat, obat-obat hipertensi.

3. Toksin industri. Bahan-bahan kimia dengan kadar tinggi dapat menyebabkan buta warna, seperti karbon monoksida, karbon disulfida.

4. Umur. Pada umur di atas 60 tahun dapat terjadi perubahan dalam kapasitas pengelihatan warna.

(12)

KLASIFIKASI

Anomalous trichromacy

Anoma lous trichroma cy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa dan merupakan defisit penglihatan warna yang sering dijumpai.Anomalous trichroma cy terdiri dari protanomaly (1% laki-laki dan 0.01% wanita), penderita kurang sensitive terhadap warna merah,deuteranomaly (lebih umum pada 6% laki-laki, 0.4% wanita) penderita lemah terhadap warna hijau, warna hijau tua diasumsikan sebagai warna hitam, dan tritanomaly (kejadiannya jarang pada laki-laki dan wanita). Padaanoma lous trichromacy, penderitamemiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut.Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal. Kelainan yang paling sering ditemukan adalah:

a. Trichroma t a noma ly, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spektrum merah. Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

b. Deutronoma ly, disebabkan oleh kelainan bentuk middle-wavelenght (green) pigment dimana ditemukan cacat pada pigmen hijau sehingga diperlukan lebih banyak pigmen hijau.

(13)

Dichromacy

Dichroma cy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi.Akibat dari disfungsi salah satu pigmen pada sel kerucut, seseorang yang menderita dichromacyakan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:

a. Prota nopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia , penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Nuetral point berada pada panjang gelombang 492nm (titik dimana penderita tidak bisa membedakan warna ini dengan warna putih). Penderita hanya melihat satu warna yang mendekati warna kuning. Oranye yang merupakan gabungan warna primer merah dan kuning hanya terlihat kuning oleh penderita. Warna merah dibingungkan dengan warna hitam atau abu-abu tua. Bunga warna merah muda yang merupakan kombinasi warna merah dan biru, terlihat hanya berwarna biru oleh penderita, demikian halnya dengan warna sekunder lain seperti ungu yang merupakan gabungan warna primer merah dan biru, hanya terlihat biru oleh penderita dan lampu lalu lintas yang berwarna merah dilihat padam oleh penderita, dan warna biru-hijau terlihat abu-abu oleh penderita. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah-hijau.

(14)

penglihatan warna ini, intensitas cahayanya tidak mengalami perubahan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).

c. Trita nopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shor t-wa velength cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Trita nopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichroma cy yang sangat jarang dijumpai(kurang dari 1% laki-laki) (Shah et a l, 2013).

Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang).Pada monokromat kerucut, penderita hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya tajam penglihatannya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif. Terdapat dua bentuk monokromatisme, walaupun penderitanya tidak memiliki diskriminasi warna sama sekali dengan kata lain hanya mampu membedakan tingkat kecerahan, akantetapi adalah dua entitas yang berbeda, yaitu:

a. Rod monochroma cy (Monokromatisme batang) atau disebut juga suatu a kroma topsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.

(15)

PEMERIKSAAN

Tes buta warna adalah suatu tes yangdigunakan untuk mengetahui apakah seseorangmengalami buta warna atau tidak.Hasil dari tesbuta warna ada tiga macam yaitu buta warna total,buta warna sebagian (parsial) dan normal.Hasiltes buta warna sangat penting, terutama untukmelanjutkan pendidikan dan bekerja di bidang-bidangtertentu seperti teknik elektro, teknik informatika, desain danlain-lain.Salah satu metode tes buta warna yaitu uji Ishihara.Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek pengelihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008).Menurut Guyton (2007) Metode Ishihara adalah suatu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik.Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

(16)

Ishihara 38 Plate

Pla te 1  Semua akan melihat angka 12

Pla te 2  Normal : angka 8

 Defisiensi merah-hijau : angka 3

Pla te 3  Normal : angka 6

 Defisiensi merah-hijau : angka 5

Pla te 4

 Normal : angka 29

(17)

Pla te 5

 Normal : angka 57

 Defisiensi merah-hijau : angka 35

Pla te 6  Normal : angka 5

 Defisiensi merah-hijau : angka 2

Pla te 7  Normal : angka 3

 Defisiensi merah-hijau : angka 5

Pla te 8

 Normal : angka 15

(18)

Pla te 9

 Normal : angka 74

 Defisiensi merah-hijau : angka 21

Pla te 10

 Normal : angka 2

(19)

Pla te 13

 Normal : angka 45

(20)

Pla te 17

 Normal : angka 73

 Defisiensi merah-hijau : kebanyakan orang buta warna tidak melihat apa-apa atau tidak dapat melihat angka dengan jelas

Pla te 18

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

 Defisiensi merah-hijau : angka 5

Pla te 19

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

 Defisiensi merah-hijau : angka 2

Pla te 20

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

(21)

Pla te 21

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

 Defisiensi merah-hijau : angka 73

Pla te 22

 Normal : angka 26

 Protanopia atau protanomaly : angka 6 atau angka 6 dan samar-samar angka 2

 Deuteranopia atau deuteranomaly : angka 2 atau angka 2 dan samar-samar angka 6

Pla te 23

 Normal : angka 42

 Protanopia atau protanomaly : angka 2 atau angka 2 dan samar-samar angka 4

 Deuteranopia atau deuteranomaly : angka 4 atau angka 4 dan samar-samar angka 2

Pla te 24

 Normal : angka 35

 Protanopia atau protanomaly : angka 5 atau angka 5 dan samar-samar angka 3

(22)

Pla te 25

 Normal : angka 96

 Protanopia atau protanomaly : angka 6 atau angka 6 dan samar-samar angka 9

 Deuteranopia atau deuteranomaly : angka 9 atau angka 9 dan samar-samar angka 6

Pla te 26

 Normal : titik merah dan ungu

 Protanopia atau protanomaly : hanya garis ungu

 Deuteranopia atau deuteranomaly : hanya garis merah

Pla te 27

 Normal : titik merah dan ungu

 Protanopia atau protanomaly : hanya garis ungu

 Deuteranopia atau deuteranomaly : hanya garis merah

Pla te 28

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

(23)

Pla te 29

 Normal : tidak melihat angka apa-apa

 Defisiensi merah-hijau : garis

Pla te 30

 Normal : garis biru-hijau

 Defisiensi merah-hijau : tidak melihat gambar apa-apa

Pla te 31

 Normal : garis biru-hijau

 Defisiensi merah-hijau : tidak melihat gambar apa-apa

Pla te 32

 Normal : garis oranye

(24)

Pla te 33

 Normal : garis oranye

 Defisiensi merah-hijau : tidak melihat gambar apa-apa atau melihat garis yang salah

Pla te 34

 Normal : garis biru-hijau dan kuning-hijau

 Defisiensi merah-hijau : hanya garis merah-hijau dan violet

Pla te 35

 Normal : garis biru-hijau dan kuning-hijau

 Defisiensi merah-hijau : hanya garis biru-hijau dan violet

Pla te 36

 Normal : garis violet dan oranye

(25)

Pla te 37

 Normal : garis violet dan oranye

 Defisiensi merah-hijau : hanya garis biru-hijau dan violet

Pla te 38  Semuanya melihat garis yang sama

Pengambilan Kesimpulan Tes Buta Warna

Nomor Kesimpulan Tes Pengambilan Kesimpulan

1. Buta Warna Total a. Jika plate 1 sampai plate 11 hanya terlihat angka pada plate 1

2. Buta Warna Parsial a. Jika plate 1 benar, plate 2 sampai pla te 16 ada salah lebih dari 3 atau b. Jika plate 1 benar, plate 22 sampai

pla te 25 jawaban hanya benar pada salah satu plate atau

c. Jika plate 1 benar,plate 18 sampai pla te 21 terlihat angka

3. Normal a. Jika plate 1 sampai plate 17 benar, atau plate 1 harus benar dan lebih dari 13 plate dijawab benar

(26)

Buku Ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi red-green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong protanomaly, prota noma ly, deuteranopia atau strong deuteranomaly, dan deuteranomaly. Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna kongenital, untuk mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan makula, trauma kranial) perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Vaughan, 2008).

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, S., Mulia, T. & Sidik, M., 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna Otoma tis. Jurnal Ilmiah Elite Elektro 3(1):15-22.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional.

Botts, P., 2010.Color Blindness.School of Earth and Environment.

Daniel, 2006.Color Blind Essentials.

Dargahi, H., Einollahi, N. & Dashti, N., 2009. Color Blindness Defect and Medica l La bora tory Technologists: Unnoticed Problems a nd the Ca re for Screening.ActaMedicaIranica 48(3): 172-177.

Deeb, S.S., & Motulsky, A.G., 2011. Red-Green Color Vision Defects.

Gupta, A., Laxmi, G., Nittala, M.G. &Raman, R., 2011. Structural and Functional Correla tes in Color Vision Deficiency. Eye (25): 909-917.

Gupta, M., Gupta, B.P., Chauhan, A & Bhardwaj, A., 2009. Ocular Morbidity Preva lence a mong School Children in Shimla , Hima cha l, North India. Indian J Ophthalmol 57(2): 133-138.

Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007.Buku Ajar FisiologiKedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC.

Handayani, E., 2011. GambaranPengetahuanMahasiswa/iStambuk 2008-2010 FK USU mengena iButa Wa rna. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Heidary, F. &Gharebaghi, R., 2013.A Modified Pseudoisochromatic Ishihara Colour Vision Test Ba sed on Ea stern Ara bic Numera ls. MEHDI Ophthalmol 2(3): 83-85.

Ilyas, S., 2008. Ilmu Penyakit Mata . Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

(28)

10.Jakarta: EGC.

Kolb, H., 2012. Simple Anatomy of the Retina .Moran Eye Institue, University of

Utah School of Medicine, Salt Lake City.

Niroula, D.R. & Saha, C.G., 2010. The Incidence of Color Blindness among Some School Children of Pokha ra , Western Nepa l. Nepal Med Coll J 12(1): 48-50. Randolph, S.A., 2013. Color Vision Deficiency. Workplace Health Saf 61(6): 280. Shah, A., Hussain, R., Fareed, M. &Afzal, M., 2013. Prevalence of Red-Green

Color Vision Defects a mong Muslim Ma les a nd Fema les of Ma nipur, India. Iranian J Publ Health 42(1): 16-24.

Simunovic, M.P., 2010. Color Vision Deficiency. Eye (24): 747-755

Situmorang, A.M., 2010. PrevalensiButa WarnapadaSiswa -Siswi SMA di

Keca ma ta n Meda n Helvetia. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Vaughan, G.D. & Asbury, T., 2008.General Ophthalmology.17th Edition. USA:

McGraw-Hill Companies.

Widianingsih, R., Kridalaksana, A.H. & Hakim, A.R., 2010. Aplikasi Tes Buta Wa rna denga n Metode Ishiha ra Berba sis Komputer. Jurnal Informatika Mulawarman (5): 36-41.

(29)
(30)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pakar diagnosa buta warna mampu mendiagnosa buta warna secara valid kepada masyarakat umum dengan sensitivitas yang

Dengan adanya aplikasi tes buta warna ini akan membantu masyarakat mendeteksi penyakit buta warna ini dan dapat berkonsultasi pada dokter ahli... ii Universtitas

Perancangan aplikasi tes buta warna dengan metode Ishihara berbasis komputer bertujuan untuk kegiatan tes buta warna yang menghasilkan kesimpulan : mata normal, buta warna

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat aplikasi untuk memprediksi jumlah anak yang berisiko menderita buta warna menurun yang diturunkan dari gen induk dalam

Pengujian secara keseluruhan dilakukan untuk melihat proses keseluruhan sistem pada alat pendeteksi warna untuk penderita buta warna berbasis mikrokontroller mulai

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat aplikasi untuk memprediksi jumlah anak yang berisiko menderita buta warna menurun yang diturunkan dari gen induk dalam satu

Buta warna merupakan kelainan genetik atau bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat aplikasi untuk memprediksi jumlah anak yang berisiko menderita buta warna menurun yang diturunkan dari gen induk dalam