Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh :
NUR ALIYAH
NIM 107011001949
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARAF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan penokohan novel Cinta Suci Zahrana, untuk mendeskripsikan dan menjelaskan kejiwaan tokoh novel Cinta Suci Zahrana, untuk menjelaskan konflik kejiwaan, menjelaskan nilai pendidikan akhlak, bentuk penelitian ini menggunakan strategi
content analysis. Kegiatan yang dilakukan adalah membaca, mencermati, menafsirkan dan menganalisis novel Cinta Suci Zahrana. Metode analisis dokumen dilaksanakan untuk menganalisis dokumen berupa data-data dalam novel dan buku-buku yang relevan dengan penelitian untuk menggali data. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu penokohan digambarkan secara jelas melalui cerita atau dialog yang dilakukan antar tokoh. Novel Cinta Suci Zahrana sarat akan nilai pendidikan yang terdiri dari nilai pendidikan agama yang menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhannya, nilai moral yang mengatur baik buruknya perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama, nilai pendidikan sosial yang menunjukan rasa peduli antar manusia satu dengan yang lainnya dan nilai nilai pendidikan yang menunjukan kebiasaan dan cara pandang masyarakat.
vii
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy” ini merupakan tugas akhir
yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari sumbangsih berbagai pihak yang
telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D beserta para pembantu dekan dan
segenap jajarannya.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon,
M.Ag, yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau
berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI, beserta
pengadministrasi jurusan, Bapak Faza Amri, S.Th.I.
3. Marhamah Shaleh Lc, M.A. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Dosen pembimbing skripsi penulis, Ibu Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D dan Dr.
Sapiudin Shidiq, M. Ag yang telah sabar dalam memberi saran dan arahan dalam penulisan skripsi.
5. Dosen penasehat Akademik, Nur’aini Ahmad, Dra. M.Hum. yang selalu
memberikan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa Pendidikan Agama
Islam.
6. Seluruh Dosen yang mengajar di Pendidikan Agama Islam
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Romli dan Ibu Muniroh yang telah merawat,
mendidik, dan mendukung penulis dengan kasih sayang tulus sepanjang masa.
8. Teman-teman mahasiswa PAI, angkatan 2007, khususnya kelas E.
9. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu, penulis
viii
Jakarta, 24 Juli 2014
Penulis,
ix
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI………..ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI……….iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI……… v
ABSTRAK……….vi
KATA PENGANTAR………..vii
DAFTAR ISI………..xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 6
C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Tinjauan Pustaka ... 10
BAB II KAJIAN TEORI A.Konsep Pendidikan Akhlak ... 12
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 12
2. Dasar Pendidikan Akhlak ... 15
3. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 18
4. Metode Pendidikan Akhlak ... 19
B.Konsep Novel ... 20
1. Pengertian Novel ... 20
x
2. Tema ... 31
3. Alur ... 31
4. Penokohan ... 31
5. Latar ... 36
6. Sudut Pandang ... 39
B.Tinjauan Eksternal ... 39
1. Biografi Pengarang ... 39
BAB IV ANALISIS NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA 1. Akhlak Manusia Terhadap Allah ... 43
a. Taat Beribadah ... 44
b. Berbaik Sangka Kepada Allah ... 46
c. Berdzikir ... 47
d. Berdo’a ... 48
e. Bersabar ... 49
f. Bersyukur ... 51
g. Tawakal ... 51
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia ... 52
a. Berbakti Kepada Orangtua ... 52
b. Rendah Hati ... 54
c. Dermawan ... 54
d. Memuliakan Tamu... 55
e. Bertanggung Jawab ... 55
xi
j. Iktiar ... 58
k. Malu ... 58
3. Akhlak Terhadap Lingkungan ... 59
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 60
B.Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang
penting, karena akhlak merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk
manusia dengan makhluk lainnya, baik manusia sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Manusia yang tanpa akhlak maka
akan hilang derajat kemanusiaannya, kemudian jika suatu negara
yangmasing-masing manusianya sudah tidak berakhlak, maka kehidupan bangsa dan
masyarakat menjadi rusak.
Untuk mencapai akhlak yang baik, manusia bisa mencapainya melalui
dua cara. M. Yatimin Abdullah menjabarkannya sebagai berikut.
Pertama, melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrahnya yang sempurna, akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para nabi dan rasul Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh manusia biasa, yaitu dengan belajar terus menerus berlatih.1
Dari pernyataan di atas dapat terlihat bahwa salah satu cara untuk
mencapai akhlak yang baik adalah melalui pendidikan.
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.”
Dari definisi di atas tampak bahwa pendidikan akhlak merupakan bagian
integral dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Sehingga sama penting
dan tidak dipisahkan dengan aspek-aspek lainnya seperti spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan.
Pendidikan akhlak dalam ajaran agama Islam merupakan kaidah untuk
mengerjakan perbuatan baik dan buruk yang tertera dalam Al-Qur’an dan
hadits.Sesungguhnya sejalan dengan semangat ajaran Al-Qur’an dan hadits
yang amat menekankan kepada perbaikan mental spiritual, moral, dan akhlak
manusia.
Fazlur Rachman mengatakan “bahwa inti dari ajaran al-qur’an adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah SAW pada intinya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia.2
Nabi Muhammad Saw merupakan manusia utama yang menjadi teladan
akhlak yang ideal bagi umat Islam. Firman Allah Swt:
2“ Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33:21).3
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan pula firman Allah SWT:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar (Muhammad) berbudi pekerti
yang agung”.(Q.S. Al-Qalam:4).
Di dalam hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Ahmad
dijelaskan sebagai berikut:
“Bahwasanya Aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan akhlak.”
Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak merupakan
pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh dan berimbang.
Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu adalah bentuk kepribadian
yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar (bawaan)
dan faktor ajar (lingkungan), dengan berpedoman kepada nilai-nilai
keislaman.4
Pendidikan juga merupakan bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik
agar setelah menerima bimbingan dan asuhan tersebut, para peserta didik
mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama.Lebih dari
itu, peserta didik juga menjadikan ajaran agama tersebut sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia
maupun akhirat.5
Akan tetapi, jika diamati kenyataan pendidikan dewasa ini, tampak
adanya gejala-gejala yang menunjukan rendahnya kualitas akhlak para peserta
3
Departemen Agama republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005), h.420.
4
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo persada, 2002, h. 201-202.
5
didik, dapat dilihat dari contoh berikut ini, tawuran antar pelajar, seks bebas
para remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang di dalam usia sekolah.
Masalah di atas tentu memerlukan solusi. Dalam hal ini, suatu tindakan
perlu ditempuh agar dapat menjaga individu kepada terjaminnya akhlak
generasi penerus harapan bangsa serta dapat menciptakan dan sekaligus
memelihara ketentraman dan kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat.
Mengingat pentingnya pendidikan akhlak untuk terciptanya lingkungan
yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai
tersebut.
Selain Al-Qur’an dan hadits yang merupakan acuan utama dalam
pendidikan akhlak terpuji, karya sastra juga dapat dijadikan rujukan,
mengingat di dalam karya sastra sering termuat pesan atau amanat untuk
berbuat baik.
Membaca karya sastra memungkinkan seseorang mendapatkan masukan
tentang manusia atau masyarakat dan menimbulkan pikiran dan motivasi
untuk berbuat sesuatu bagi manusia atau masyarakat itu; dalam diri manusia
sebagai pribadi dan anggota masyarakat timbul kepedulian terhadap apa yang
dihadapi masyarakat.
Imam al-ghazali, sebagaimana dikutip oleh Zainuddin, dkk.Berpendapat
bahwa kesusastraan termasuk ke dalam salah satu faktor lingkungan
pendidikan. Karya sastra berupa buku-buku yang berisi cerita yang baik, benar
dan mulia akan membawa pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam
pembentukan watak perilaku dan kepribadian anak.6
Salah satu bentuk karya sastra yang berkembang pesat di Indonesia
adalah novel. Jakob Sumardjo menyatakan bahwa novel merupakan bentuk
karya sastra yang paling banyak dibaca daripada bentuk yang lain, semisal
puisi.7
6
Zainuddin, dkk.,Seluk-beluk Pendidikan dari al-ghazali, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), Cet. I, h. 93
7
Novel merupakan salah satu bentuk dari prosa fiksi, mempunyai arti
sebuah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian kehidupan
seseorang bersama orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak
dan sifat setiap pelaku.
Novel dibangun atas dua unsur pembentukannya, yaitu unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik.Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya
sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut adalah
peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, sudut pandang penceritaan, gaya
bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya
sastra, yang secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan atau sistem
organisasi karya sastra.Unsur-unsur tersebut misalnya, pendidikan, psikologi,
politik, ekonomi dan sosial.8
Salah satu novel yang cukup populer di tengah masyarakat adalah novel
berjudul Cinta suci Zahrana.Novel ini ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy,
seorang sarjana lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir yang lahir pada
tanggal 30 September 1976 di Semarang.Ia dikenal secara nasional sebagai
dai, novelis, penyair, penerjemah, dosen dan baru-baru ini sebagai sutradara.
Sebelum menulis novel Cinta Suci Zahrana, Habiburrahman El Shirazy
telah dikenal lewat sejumlah karyanya yang fenomenal dan laris terjual di
pasaran, seperti novel Ayat Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, Ketika
Cinta Bertasbih, Dalam Mihrab Cinta, dan kumpulan kisah Di Atas Sajadah
Cinta. Bahkan novel Ayat Ayat Cinta, ketika Cinta Bertasbih, Dalam Mihrab
Cinta, dan Cinta Suci Zahrana kemudian difilmkan dan mendapat apresiasi
positif dari masyarakat.
Dalam kapasitasnya sebagai penulis, Habiburrahman El Shirazy berhasil
meraih beberapa penghargaan, di antaranya: Pena Award Tahun 2005, The
Most Favorite Book and Writer tahun 2005, IBF Award tahun 2006.
Pada tahun 2007 silam, Habiburrahman El Shirazy dipilih oleh harian
umum Republika sebagai salah satu Tokoh Perubahan Indonesia Tahun 2007
8
dengan predikat “The Sound of Moral”. Dari penghargaan ini, dapat dilihat
bahwa Habiburrahman El Shirazy dan karyanya dinilai telah membawa
pengaruh positif dalam gerakan perbaikan moral di Indonesia.
Dalam Novel Cinta Suci zahrana, Habiburrahman El
Shirazy,mengungkapkan sedikit isi novel terbarunya yang menceritakan
seorang gadis bernama Zahrana.Tokoh Zahrana terlalu memprioritaskan
urusan prestasi dan karier hingga lupa untuk menikah.Sosok Zahrana dalam
novel terbarunya ini merupakan wanita yang memiliki prestasi
cemerlang.Bahkan sampai mendapatkan banyak piagam penghargaan dari
dalam dan luar negeri. Namun saat mempersembahkan kepada orang tuanya,
justru yang diinginkan oleh ayah dan ibunya adalah seorang cucu yang artinya
adalah sebuah keluarga yang diwujudkan dari sebuah pernikahan. Ia berupaya
menyampaikan berbagai pesan akhlak kepada para pembaca.
Maka untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel
tersebut, dalam skripsi ini penulis akan membahasnya dengan judul: “Nilai -Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Banyaknya kemerosotan akhlak yang terjadi di tengah masyarakat, mulai
dari kalangan generasi muda hingga tua.
2. Banyaknya peserta didik yang terlibat narkotika, tawuran antar pelajar,
dikarenakan kurangnya pemahaman mereka tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak terpuji.
3. Pentingnya upaya pendidikan akhlak terpuji melalui media yang mampu
menarik minat peserta didik, antara lain melalui bahan bacaan seperti
C.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Agar permasalahan tidak melebar, maka penelitian ini hanya dibatasi pada
nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Cinta Suci Zahrana karya
Habiburrahman El Shirazy.Yang dimaksud akhlak dalam penelitian ini adalah
keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar
telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah
dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.9 Jika perbuatan tersebut
melahirkan perbuatan yang baik, maka dalam Islam perbuatan tersebut disebut
dengan akhlak terpuji, sedangkan jika yang timbul dari peristiwa tersebut
perilaku tercela, maka dalam Islam perbuatan tersebut disebut dengan akhlak
tercela. Adapun yang dimaksud akhlak dalam skripsi ini adalah akhlak terpuji.
2. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
“Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Cinta Suci Zahrana
karya Habiburrahman El Shirazy”.
D.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
skripsi ini adalah untuk:Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel
Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy.
Sedangkan kegunaan penelitian ini yaitu :
1. Kegunaan bagi penulis adalah untuk memperkaya wawasan keilmuan,
khususnya dalam bidang pendidikan akhlak.
9
2. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan rujukan dalam mengembangkan pendidikan akhlak di Indonesia.
3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan Islam.
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research) dengan mengacu pada buku-buku, artikel, dan
dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam.
2. Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer
Data primer merupakan literatur yang membahas secara langsung
objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu novel Cinta Suci Zahrana
karya Habiburrahman El Shirazy.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat
untuk membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku atau
sumber-sumber dari penulis lain yang berbicara tentang pendidikan , akhlak dan
teori fiksi.
3. Tekhnik pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu suatu cara
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya.10
4. Tekhnik Analisis Data
a. Metode Analisis Isi (Content Analysis)
Yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami,
dan menangkap isi karya satra. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud
adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya
sastranya. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang
bermutu adalah karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif
kepada para pembacanya.11
b. Metode Deskriptif
Yaitu suatu cara yang digunakan untuk membahas objek penelitian
secara apa adanya berdasarkan data-data yang diperoleh.12Adapun
tekhnik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif. Dengan analisis kualitatif akan diperoleh gambaran
sistematik mengenai isi suatu dokumen.Dokumen tersebut diteliti isinya
kemudian diklasifikasikan menurut kriteria atau pola tertentu.Yang
hendak dicapai dalam analisis ini adalah menjelaskan pokok-pokok
penting dalam sebuah manuskrip atau dokumen.
5. Tekhnik Penulisan
Tekhnik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian: Suatu pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), Cet, VIII, h.231.
11
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: medpress, 2008), h. 160.
12
F.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti lainnya atau para ahli.Dengan adanya tinjauan pustaka ini penelitian
seseorang dapat diketahui keasliannya.
Setelah penulis melakukan tinjauan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, penulis tidak menemukan kesamaan judul skripsi dengan yang penulis
kaji.Adapun yang penulis temukan hanya beberapa judul yang hampir sama.
Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti mencontek
hasil karya orang lain, penulis perlu mempertegas perbedaan di antara
masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1. “Analisis Isi Pesan Dakwah pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya
Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Siti Maryam,
mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2009. Penelitiannya dibatasi pada analisis isi pesan
dakwah yang meliputi akidah, akhlak dan syariah.
Persamaan penelitian Siti Maryam dengan penelitian ini terletak
pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Habiburrahman
El Shirazy. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan
objek kajian. Penelitian Siti Maryam mengkaji aspek pesan dakwah dan
menggunakan objek kajian novel Dalam Mihrab Cinta, sedangkan dalam
penelitian ini penulis mengkaji aspek pendidikan akhlak dan
menggunakan objek kajian novel Cinta Suci Zahrana.
2. “Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya
Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Hena Khaerunnisa,
mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2011. Penelitiannya dibatasi pada kajian nilai moral dalam novel Ketika
Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Hena mengungkapkan
optimis, toleransi, santun, memelihara lisan, sabar, tanggung jawab,
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Konsep Pendidikan Akhlak
1.
Pengertian Pendidikan Akhlak
Istilah pendidikan berasal dari kata dasar “didik”, yang artinya “memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran”.13
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.14
Sedangkan arti pendidikan menurut istilah yang dikemukakan oleh para
ahli pendidikan beraneka ragam. Di antaranya sebagai berikut:
Menurut Marimba sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir pendidikan adalah“Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama”15
13
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Edisi IV, h. 425.
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2010), Cet. I, h. 2-3.
15
Ahmad Tafsir, Imu pendidikan dalam Perspektif Islam,h 24
Sementara itu, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan sebagai
“pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”. Dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh
diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain
(guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Jelasnya pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal.16
Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikutip
oleh Abuddin nata berpendapat bahwa :
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk kesalamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.17
M. Ngalim Purwanto mendefinisikan pendidikan sebagai “segala usaha
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.” Atau lebih jelas lagi, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang
dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar
berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.18
Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pendidikan adalah suatu proses atau usaha dari manusia dewasa yang telah
sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan
menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi
muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan
tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri
kemanusiaannya.
16
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 26-27.
17
Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), Cet. II, h. 11.
18
Selanjutnya pengertian akhlak, ditinjau dari segi bahasa pengertian
akhlak diambil dari bahasa arab Khuluqun yang berarti perangai, tingkah
laku,adat atau tabi’at.19
Adapun akhlak menurut istilah dapat dilihat menurut pendapat para pakar
sebagai berikut
Ibn Maskawaih secara singkat mendefinisikan akhlak sebagai:
ي ر ا رْ ف رْيغ ْنم ا اعْفأ ى إ ا يعاد سّْ اح
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.20
Menurut Imam al-Ghazali, akhlak ialah:
“Sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan
terpuji, baik dari segi akal syara‟, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan
jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut
akhlak yang buruk.” 21
Menurut Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa akhlak adalah : “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak
ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan
sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak”22
.
Sedangkan menurut M. Abdullah Diroz mengemukakan definisi akhlak
sebagai berikut :
“Akhlak adalah suatu kesatuan dalam kehendak yang mantap, kekuatan
dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).23
19
Muhammad Alim,. Pendidikan Agama Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdikarya, 2006), h 151
20
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka Setia,2010), h. 13
21
Ibid, h. 13
22
Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 13
23
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia
dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua
syarat, yaitu:
a. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.24
Jika diperhatikan dengan seksama ketiga definisi menurut para pakar di
atas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya,
bahkan berdekatan artinya satu sama lain, ketiga definisi di atas saling
melengkapi. Yakni suatu sikap yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak
dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Dari definisi pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian pendidikan akhlak ialah usaha sadar yang dilakukan oleh
pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada peserta didik sehingga
terbentuk manusia yang taat kepada Allah.
2.
Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar secara bahasa berarti “fundamen, pokok atau pangkal suatu
pendapat (ajaran, aturan), atau asas”.25 Lebih lanjut dikatakan bahwa dasar
adalah “landasan berdirinya sesuatu yang berfungsi memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai”.26
Adapun yg menjadi dasar akhlak dalam Islam adalah Al-qur’an dan
sunnah.
24
Ibid, h. 14.
25
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia…,
h. 318.
26
a. Al-Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an artinya bacaan. Kata dasarnya qara-a,
yang artinya membaca. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, akan tetapi
isinya harus diamalkan. Oleh karena itu Al-Qur’an dinamakan kitab yang
ditetapkan atau diwajibkan untuk dilaksanakan. Adapun pengertian
Al-Qur’an dari segi istilah, para ahli memberikan definisi sebagai berikut:
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan cara berangsur angsur dimulai di Mekkah
dan disudahi di Madinah menggunakan lafal bahasa arab dan
maknanya yang benar, sebagai petunjuk-petunjuk bagi manusia.27
Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi manusia yang ingin
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, kitab suci Al-Qur’an tidak
pernah membisu untuk menjawab setiap permasalahan hidup manusia .
Namun pertimbangan dan petunjuk Al-qur’an baru bisa ditangkap jika
manusia secara bijak dan cermat dapat mengenal sifat sifat yang
dikandungnya dengan metode yang tepat.
Di antara ayat Al-Quran yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah
seperti ayat di bawah ini:
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat
yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang
27
demikian itu termasuk perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”28
(Q.S. Luqmân/31: 17-18)
Isi kandungan Al-Qur’an, pada garis besarnya mengandung pokok-pokok
ajaran sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip akidah (keimanan), seperti iman kepada Allah,
malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha dan qadar.
2. Prinsip-prinsip syariah yakni hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan makhluk lainnya atau alam sekitarnya.
3. Janji dan ancaman.
4. Ilmu pengetahuan.
5. Sejarah atau kisah masa lalu.
b. Sunnah
Dasar pendidikan akhlak berikutnya adalah sunnah. Menurut bahasa,
sunnah berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau buruk masih bersifat umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah berarti “segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi atau kepada seorang sahabat atau seorang setelahnya (tâbi‟în), baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan
sifat”.29
Sebagai contoh kewajiban melaksanakan ibadah shalat dalam surat
Al-baqarah ayat 43 Allah berfirman:
“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku”.
28
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya…, h. 412.
29
Rasulullah SAW bersabda “ Islam itu ialah engkau beribadah
kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah”. (HR.Bukhari dan Muslim).
Sunnah berfungsi memperjelas atau merinci (menafsirkan) apa yang telah digariskan dalam Al-Qur’an. Untuk itu hanya ada satu jalan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan mendapatkan kecintaan-Nya. Yaitu mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan berjalan di atas sunnah beliau, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 31 :
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta
pendidikan akhlak terpuji sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Saw. harus diteladani agar manusia dapat hidup sesuai dengan
tuntunan syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
umat manusia itu sendiri. Sesungguhnya Rasulullah Saw adalah contoh
serta teladan sempurna bagi umat manusia yang mengajarkan serta
menanamkan nilai-nilai akhlak terpuji kepada umatnya.
3.
Tujuan Pendidikan Akhlak
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah
tentu mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat
perhatian dalam melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna
mencegah terjadinya penyimpangan dalam kegiatan.
Pada dasarnya tujuan pendidikan akhlak adalah agar setiap muslim
berbudi pekerti , bertingkah laku, berperangai, atau beradat istiadat yang baik
shalat bertujuan untuk mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan
tercela, zakat untuk menyucikan harta dan membantu sesama, puasa mendidik
diri untuk untuk menahan diri dari berbagai syahwat, haji untuk memunculkan
tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama.30
Rumusan yang sederhana namun cukup mengena ditawarkan oleh Zakiah
Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk
karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Zakiah berpendapat bahwa
dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan
pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman tersebut pada perilaku,
ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti
keimanan dalam perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran dan karena
Allah semata.31
Dalam hal ini, Zakiah menekankan bahwa akhlak adalah implementasi
dari iman. Tujuan pendidikan akhlak dengan demikian adalah untuk membuat
peserta didik mampu mengimplementasikan keimanan dengan baik.
4.
Metode Pendidikan Akhlak
Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat
pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu pembinaan. Menurut aliran ini
akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini
akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada
kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata
hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan
seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, atau dengan kata lain
tanpa perlu dibentuk (ġair muktasabah).
Selanjutnya pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.
Kelompok yang mendukung pendapat kedua ini umumnya berasal dari
30
Rosihon Anwar,. Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h, 25.
31
ulama Islam yang cenderung pada akhlak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina, dan
al-Ghazali termasuk di antara kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah
hasil usaha (muktasabah).32
Imam al-Gazali, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, misalnya
mengatakan bahwa:
ْ سر اق ام ابْيدْأ ا ظعا مْا اياصا ْا طب ريغ ا بْق ا ا ْخأْا ناكْ
ْم قا ْخأ اْ ّّح م س هْي ع ه ا ى ص ها
.
“Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadis
Nabi yang mengatakan „perbaikilah akhlak kamu sekalian‟”.33
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada banyak usaha yang
dilakukan oleh manusia untuk membentuk akhlak yang terpuji.
Bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan
akhlak semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan
dilatih.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara
yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud”.34
B.
Konsep Novel
1.
Pengertian Novel
Secara Etimologi kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata
novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa
inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang
datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya.35
32
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), Cet. IX, h. 156.
33
Ibid, h. 157.
34
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h.
1022.
35
Dilihat secara epistimologi, banyak satrawan yang memberikan batasan
dalam mendefinisikan novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan
berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka gunakan juga berbeda.
Definisi-definisi tersebut antara lain :
Novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang
sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya, novel di anggap
bersinonim dengan fiksi. Sebutan novel dalam bahasa inggris dan inilah yang
kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella. Secara
harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet, yang
berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, namun juga tidak terlalu pendek.36
Burhan Nurgiyantoro membagi novel menjadi dua, yaitu:37
a. Novel Serius
Novel serius merupakan novel yang memerlukan daya konsentrasi yang
tinggi dan kemauan jika ingin memahaminya. Novel ini merupakan makna
satra yang sebenarnya. Pengalaman hidup yang ditampilkan dalam novel
ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan. Novel
serius ini selain memberikan hiburan, juga memberikan pengalaman yang
berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak untuk meresapi dan
merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang
dikemukakan.
b. Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan
masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman. Novel ini hanya
bersifat sementara , cepat ketinggalan zaman dan tidak memaksa orang
36
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 10
37
untuk membacanya, biasanya cepat dilupakan oleh orang, apalagi dengan
munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.
Novel populer lebih mengejar selera pembaca, untuk itu novel ini tidak
menceritakan sesuatu yang bersifat serius, sebab hal itu dapat mengurangi
selera pembacanya.
2.
Unsur-Unsur Novel
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang
bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai unsur-unsur yang
saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat.
Unsur-unsur pembangun sebuah novel dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang
sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan membicarakan novel atau
karya sastra pada umumnya.38
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang secara faktual akan
dijumpai oleh pembaca saat membaca karya sastra. Kepaduan antarunsur
intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.39
Unsur intrinsik dalam novel terdiri dari: tema, alur, penokohan, latar,
dan sudut pandang.
1) Tema
Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel.
Gagasan dasar umum inilahyang tentunya telah ditentukan sebelumnya
oleh pengarangyang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema
dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna yang
mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagai
38
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 23.
39
sebuah kesatuan yang padu. 40
Berbagai unsur fiksi seperti alur,
penokohan, sudut pandang, latar, dan lain-lain akan berkaitan dan
bersinergi mendukung eksistensi tema.
Dalam sebuah cerita, tema jarang diungkapkan secara eksplisit,
tetapi menjiwai keseluruhan cerita. Adakalanya memang dapat
ditemukan sebuah kalimat, alinea, atau percakapan yang mencerminkan
tema secara keseluruhan. Namun, walaupun demikian, tema harus
ditemukan lewat pembacaan mendalam dan pemahaman yang kritis dari
pembaca.
2) Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah
cerita. Atau lebih jelasnya, alur merupakan peristiwa-peristiwa yang
disusun satu per satu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat
dari awal sampai akhir cerita.41
Dari pengertian tersebut terlihat bahwa tiap peristiwa tidak berdiri
sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa
yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya
peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut berakhir.
3) Penokohan
Penokohan merupakan unsur penting dalam karya fiksi. Dalam
kajian karya fiksi, sering digunakan istilah-istilah seperti tokoh dan
penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara
bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah
tersebut sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang sama, atau
paling tidak serupa. Namun dalam skripsi ini penulis tidak akan terlalu
membahas perbedaan tersebut secara fokus, sebab inti kajian skripsi ini
bukan terletak pada masalah tersebut.
Istilah penokohan lebih luas cakupannya daripada tokoh. Sebab ia
sekaligus mencakup masalah siapa tokoh dalam cerita, bagaimana
40
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 70.
41
perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada
pembaca. Masalah penokohan sekaligus menyaran pada teknik
perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita utuh.42
4) Latar
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya berhadapan
pula dengan sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni
serta permasalahannya. Namun, tentu saja, hal itu kurang lengkap sebab
tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya itu memerlukan ruang
lingkup, tempat dan waktu, sebagaimana kehidupan manusia di dunia
nyata.
Robert Stanton mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.43
Latar atau yang sering disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran
pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa di mana peristiwa-peristiwa itu diceritakan.44
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini
penting untuk menunjukkan kesan realistis kepada pembaca,
menciptakan suasana tertentu yang seolah sungguh-sungguh ada dan
terjadi. Pembaca, dengan demikian, merasa dipermudah untuk
“mengoperasikan” daya imajinasinya.
Burhan Nurgiyantoro membagi latar yang terdapat dalam karya fiksi
ke dalam tiga kategori, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.45
Latar tempat adalah latar yang menyaran pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang
dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, inisial
42
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 166.
43
Robert Stanton, Teori Fiksi…, h. 35.
44Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 216.
45
tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang
bernama adalah tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata.
Sedangkan latar waktu Latar waktu berkaitan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Adapun latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia bisa berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara
berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong dalam latar spiritual.
Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.
5) Sudut Pandang
Menurut M.H. Abrams, seperti dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro,
“sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa
yang membentuk karya fiksi kepada pembaca”.46
Sudut pandang merupakan tempat atau posisi pencerita terhadap
kisah yang dikarangnya, apakah ia berada di dalam cerita atau di luar
cerita. Dengan kata lain, pengarang bebas menentukan apakah dirinya
ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang
berdiri di luar cerita.
Secara garis besar, sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu persona pertama (gaya “aku”) dan persona ketiga (gaya “dia”).47
Pada sudut pandang yang menggunakan persona pertama (gaya
“aku”), pengarang ikut terlibat dalam cerita. Pengarang masuk ke dalam
46
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 248.
47
cerita menjadi si “aku” yaitu tokoh yang mengisahkan kesadaran dirinya
sendiri, serta segala peristiwa atau tindakan yang diketahui, didengar,
dilihat, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain, kepada
pembaca. Pembaca hanya menerima apa yang diceritakan oleh tokoh
“aku”. Sebagai konsekuensinya, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas apa yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku”
tersebut.
Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan lagi ke dalam dua
golongan berdasarkan peran dan kedudukan tokoh “aku” dalam cerita. Yaitu “aku” sebagai tokoh utama jika ia menduduki peran utama atau menjadi tokoh utama protagonis, dan “aku” sebagai tokoh tambahan jika
ia hanya menduduki peran tambahan, menjadi tokoh tambahan
protagonis, atau berlaku sebagai saksi.
Adapun pada sudut pandang persona ketiga (gaya “dia”), pengarang
menjadi seseorang yang berada di luar cerita. Pengarang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia,
mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh utama, terus-menerus
disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti. Hal ini akan
memudahkan pembaca dalam mengenali siapa tokoh yang diceritakan
atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi ke dalam dua
golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang
terhadap bahan ceritanya. Yaitu sudut pandang “dia” mahatahu jika
pengarang mengetahui segala hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan,
termasuk motivasi yang melatarbelakanginya, dan sudut pandang “dia”
sebagai pengamat jika pengarang hanya menceritakan secara apa adanya
dan tidak sampai mengetahui detil-detil yang khas.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra,
karya sastra.48
Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak
ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena
itu, unsur ekstrinsik sebuah novel harus tetap dipandang sebagai sesuatu
yang penting. Pemahaman terhadap unsur ekstrinsik suatu karya akan
membantu dalam hal pemahaman makna karya itu mengingat bahwa karya
sastra tidak muncul dari kekosongan budaya.
Bagian yang termasuk dalam unsur ekstrinsik yaitu keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan
pandangan hidup, serta biografi pengarang. Unsur ekstrinsik berikutnya
adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang (yang mencakup proses
kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam
karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial
juga akan berpengaruh terhadap karyanya. Serta unsur ekstrinsik yang lain,
seperti pandangan hidup suatu bangsa dan sebagainya.49
48
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 23.
49
BAB III
TINJAUAN NOVEL
CINTA SUCI ZAHRANA
A.
Tinjauan Internal
1.
Sinopsis
Mengisahkan seorang dosen perempuan berprestasi, bernama Dewi
Zahrana biasa dipanggil Zahrana atau Rana. Dia dosen arsitektur di
Universitas Mangunkarsa, Semarang.
Zahrana seorang perempuan ambisius di bidang prestasi dan kademik.
Prestasi demi prestasi ia raih. Tulisannya tersebar di sejumlah jurnal kaliber
Internasional dan mendapatkan apresiasi yang sangat luas dari pakar arsitektur
dunia. Prestasinya tidak hanya mengangkat martabat keluarga, tetapi juga
mengangkat martabat bangsa dan negara.
Namun semua jerih payah dan prestasi membanggakan tersebut
sedikitpun tidak membuat kedua orang tuanya bangga, terutama sang ayah.
Ayah Zahrana, pak Munajat, yang sedang sakit jantung, menyampaikan bahwa
ia tidak lagi membutuhkan sederetan piagam penghargaan internasioanal dari
anak semata wayangnya. Yang mereka inginkan ialah, melihat Zahrana
bersanding di pelaminan dan dapat segera menimang cucu.
Zahrana didera konflik batin yang hebat. Zahrana tersadar, dan ia
memang sudah sangat berumur dan harus segera menikah. Teman-teman
seumurannya sudah menikah dan memiliki anak. Zahrana memutuskan untuk
segera menemukan orang yang bisa menjadi pendampingnya. Ia sempat
menyesal kenapa dulu-dulu ia sering menolak lamaran lelaki dengan alasan
masih ingin belajar, mengejar karir akademik.
Zahrana menghadapi masalah pelik, ketika seorang lelaki setengah baya
bernama H. Sukarman, M.Sc. dekan Fakultas Tekhnik dan Arsitektur
Universitas Mangunkarsa Semarang, yang tak lain adalah atasan Zahrana
sendiri, datang untuk menyuntingnya.
Pak Karman berstatus duda, genit dan suka main perempuan. Ternyata
tak mudah bagi Zahrana menolak lamarannya itu, meski dengan segala alasan
keburukan yang dimiliki Pak Karman. Terlebih lagi jika kedua orangtua
Zahrana diberi janji akan dihajikan oleh Pak Karman bila pernikahan itu jadi
dilangsungkan.
Tetapi Zahrana bersikap tegas. Meskipun ia sudah dianggap perawan tua,
tidak berarti asal menikah. Cacat moral Pak Karman membuatnya menolak
lamaran atasannya itu. Penolakan lamaran itu ternyata berbuntutu panjang.
Sampai Zahrana harus mengundurkan diri dari dosen di Universitas tersebut.
Sedangkan Pak Karman terus melontarkan teror sms kepada Zahrana.
Penolakan Zahrana dan keluarnya Zahrana dari Universitas Mangunkarsa
membuat sakit pak Munajat semakin parah. Zahrana mengisi harinya dengan
mengajar di sebuah STM milik Pesantern Al Fath, mengajar les privat dan
memberikan bimbingan skripsi pada mahasiswa yang memerlukannya.
Seorang mahasiswa yang ia bimbing bernama Hasan. Tugas akhir Hasan
memang di bawah bimbingannya. Namun setelah ia keluar dari kampus, tugas
pembimbingan diambil alih oleh Bu Merlin pembantu Dekan di Universitas
Mangunkarsa. Tetapi Bu Merlin memberi ruang bagi Hasan jika mau
berkonsultasi pada Zahrana. Apa yang sudah disarankan Zahrana selalu
konsultasi dan meminjam referensi pada Zahrana. Zahrana pun merasa senang
dengan kedatangan mereka, ia merasa mereka seperti adiknya sendiri.
Dalam masa itu teror dari pak Karman terus berlangsung. Sementara
orang-orang yang melamar Zahrana silih berganti tetapi Zahrana merasa tidak
pas. Salah satunya adalah Pak Didik dosen mata kuliah struktur beton di
kampus tempat Zahrana mengajar, pak Didik meminta Zahrana sebagai istri
keduanya, kemudian ada dua orang lagi yang maju, orang yang pertama
dibawa oleh teman ayahnya. Seorang satpam di sebuah Bank BUMN, ia tidak
lagi melihat status , satpam atau apapun tidak jadi masalah. Ia tidak sreg
karena satpam tersebut tidak bisa membaca Al-Qur’an sama sekali, shalat juga
tidak pernah lengkap, ia hanya membayangkan akan jadi apa anak-anaknya
kelak jika ayahnya sama sekali tidak bisa mengenal Al-Qur’an dalam bahasa
dia, buta Al-Qur’an.
Orang yang kedua yang maju ingin melamarnya dibawa oleh temannya
sendiri, Wati. Seorang pemilik bengkel sepeda motor. Duda beranak tiga.
Status duda dengan berapa anak juga sebenarnya tidak masalah baginya. Ia
tidak mungkin cocok dengan duda itu, karena ia telah kawin cerai sebanyak
tiga kali dalam waktu tiga tahun. Tiga anak itu adalah hasil kawin cerainya
dengan tiga perempuan berbeda. Ia tidak mau jadi korban yang keempat.
Akhirnya ia tolak juga pemilik bengkel tersebut.
Sampai suatu hari, Lina teman Zahrana mengajak Zahrana untuk
meminta bantuan pada Kyai Amir Shadiq, pengasuh pesantren. Oleh sang kyai
Zahrana dijodohkan dengan pemuda penjual kerupuk yang shalih bernama
Rahmad. Zahrana menerima Rahmad walaupun latar belakang pendidikannya
jauh lebih rendah dari Zahrana. Tetapi saat akad nikah sudah di depan mata,
Rahmad meninggal secara tragis, tertabrak kereta api.
Zahrana, sosok perempuan yang tegar itu, rubuh. Apalagi kematian calon
suami Zahrana disusul dengan kematian Pak Munajat, ayah Zahrana. Kejadian
itu semua membuat jiwa Zahrana terguncang, sampai ia harus di rawat di
Meskipun di umur yang sudah tua yakni 34 tahun, Zahrana tidak perduli,
yang terpenting baginya adalah impiannya untuk menikah dengan suami yang
dapat dijadikan imam bagi rumah tangganya. Hal ini dilakukan karena
Zahrana ingin rumah tangganya bahagia dan memiliki anak-anak yang
saleh-salehah.
Kekuatan niatnya membuahkan hasil yang ia harapkan. Ia akhirnya
menikah dengan mahasiswanya yang bernama Hasan, Hasan terkenal dengan
watak yang seperti ia harapkan. Setelah dinikahi Hasan, akhirnya ia
melanjutkan studinya di China dengan biaya beasiswa yang dijanjikan salah
seorang guru besar di Universitas Fudan. Akhirnya kebahagiaan yang dialami
oleh Zahrana karena impiannya tercapai yakni menikah dengan suami yang
memiliki akhlak mulia dan dapat melanjutkan kuliah s3.50
2.
Tema
Tema pokok dari novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El
Shirazy ini dapat ditemukan melalui judulnya yakni kesucian cinta Zahrana
yang dapat digambarkan melalui perjuangan seorang wanita dalam memilih
pasangan hidup sesuai dengan idamannya, yakni yang cerdas, saleh, tampan
dan dapat dijadikan imam bagi rumah tangganya demi kebahagiaan dalam
hidup berumah tangga.
3.
Alur
Dalam novel Cinta Suci Zahrana ini, alur penulisannya adalah maju
mundur. Pada bagian awal novel ini menceritakan tentang penghargaan yang
diraih Zahrana, selanjutnya pembaca di ajak untuk kembali ke masa lalu
Zahrana tentang sekolah dan penghargaan-penghargaan yang telah diraih
Zahrana, cerita selanjutnya berkisah tentang jalan cerita Zahrana dalam
menemukan jodohnya.
4.
Penokohan
Tokoh yang berperan dalam novel Cinta Suci Zahrana karya
Habiburrahman El Shirazy adalah :
50
a. Dewi Zahrana
Zahrana adalah orang yang pintar dan sering mendapatkan
penghargaan atas prestasi yang diraihnya. Dia sangat mementingkan
kuliah yang pada akhirnya membuat dia menunda-nunda untuk menikah,
hingga usia 34 tahun, terkadang egois dan mengabaikan keinginan orang
tuanya, terlihat pada kutipan berikut ini : “ Ayah dan ibunya menyarankan
untuk menikah dan menawari seorang lurah yang berniat melamarnya,
namun itu bertepatan dengan ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan
S2 di ITB. Ia tidak memilih untuk menikah karena ia beralasan kalau
menikah konsentrasinya bisa terganggu.”
b. Sukarman
Pak Karman adalah orang amoral suka bermain dengan wanita
lain,pendendam, kejam dan gelar yang disandangnya hanya sebagai
pemanis.Seperti pada ucapannya ketika Zahrana menolak lamarannya.
Berikut ini adalah kutipan novel Cinta Suci Zahrana yang
menggambarkan tokoh Sukarman.
“Kau benar-benar ingin mengajak bermain api denganku Zahrana.
Baik tunggu pembalasanku. Kau akan tahu akibatnya
Mempermainkan seorang Insinyur Haji Sukarman, MSc. Tunggu
saja. Akan kubuat kau menangis siang dan malam dan merasakan
penyesalan yang tiada berkesudahan.”51
c. Bapak Munajat
Ia adalah ayahnya Zahrana, wataknya agak keras, tegas
namunpenuh penyayang. Wataknya yang tegas dapat kita lihat pada
kutipan: “Alhamdulillah. Ikut senang. tapi lebih senang seandainya
diwisuda hafal Al-Quran.”52
51
Habiburrahman El Shirazy, Cinta Suci Zahrana, h. 214
52
Pak Munajat juga seorang yang religius, terlihat pada kutipan:
“Kamu kan tahu Nduk, Bapak mu itu kalau sudah denger suara Azan ya
urusannya langsung ke Musolla” 53 d. Ibu Nuriyah
Bu Nuriyah adalah ibu Zahrana, ia sangat lemah lembut dantidak
tegaan. Dan Selalu mengabulkan keinginan Zahrana terlihat pada ketika
Zahrana ingin masuk SMA negeri.
“Ia tidak membantah ayah dan ibunya saat itu, ia hanya
purapurasakit. Dan anehnya ia benar-benar bisa demam sampaiberhari-hari. Akhirnya ibunya iba. Ibunya mengajak bicaradari hati ke hati dan ia mengutarakan bahwa keinginanterbesarnya adalah masuk SMA terbaik di kota Semarangbukan ke pesantren. Ibunya lalu bicara pada ayahnya,“Daripada nanti di pesantren malah sakit-sakitan terus,
yabiarlah dia melanjutkan ke SMA.” Akhirnya ia diijinkanmasuk
SMA. Ia tahu ayahnya sangat kecewa.”54
e. Bu Merlin
Orang yang sangat dihormati Zahrana karena Bu Merlinlahyang
membantu memasukan Zahrana ke universitas Mangunkarsa. BuMerlin
juga dipercaya untuk menyampaikan pesan dari Pak Karmanuntuk
melamar zahrana.
f. Lina
Lina adalah sahabat dekat Zahrana sejak SMA, di dalam
noveldijelaskan bahwa Lina itu seorang sahabat yang baik, hal ini
dijelaskandalam kutipan berikut: “Yang meneduhkan di kala gelisah,
dekat di kala susah,mengobati di kala sakit, dan mesra di kala
bahagia”.sosok Lina yang sangat menyayangi sahabatnya.”
Dengan melihat dialog antara Lina dan Rana pada halaman 102
sampai 109 dan di halaman 164 sampai 168 kita akan lebih mengenal
sosok Lina yang sangat menyayangi sahabatnya.
53
Ibid, h. 114
54
g. Hasan
Mahasiswa yang skripsinya dibimbing Zahrana namun Hasan
tertarik dengan Bu Zahr