UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
oleh:
MOH. KHAWARIZMIE ALIM F14101030
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh:
Moh. Khawarizmie Alim F14101030
Tanggal lulus:
Menyetujui,
Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh:
Moh. Khawarizmie Alim F14101030
2006
MOH. KHAWARIZMIE ALIM. F14101030. Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar. Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc dan Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom. 2006.
RINGKASAN
Tomat merupakan salah satu produk hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, produsen tomat harus menghasilkan produk tomat segar dan olahan dengan kualitas tinggi. Kualitas tomat yang baik sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen yang diterapkan. Salah satu proses dalam penanganan pasca panen yang paling kritis adalah proses sortasi. Proses sortasi yang dilakukan secara manual oleh manusia, menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik dan juga waktu yang relatif lama. Untuk meningkatkan keseragaman, akurasi dan waktu pemrosesan, proses sortasi dapat dilakukan dengan mesin. Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan salah satu jaringan saraf tiruan yang dapat diterapkan untuk proses klasifikasi dalam sistem sortasi. PNN memiliki tingkat akurasi klasifikasi yang cukup tinggi dan waktu pelatihan yang cukup singkat. Untuk meningkatkan waktu pemrosesan, komputasi paralel dapat diterapkan pada PNN untuk bagian prosesor sistem sortasi. Diharapkan, dengan penggabungan kedua teknologi tersebut, akan dapat dikembangkan teknologi sortasi yang akurat dan cepat.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji komputasi paralel pada algoritma PNN yang diterapkan pada proses klasifikasi mutu buah tomat. PNN digunakan untuk mengklasifikasikan tomat ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Agar mencapai akurasi yang tinggi, PNN memerlukan nilai parameter penghalus (σ) yang tepat. Pencarian nilai parameter penghalus tersebut dilakukan melalui Algoritma Genetik.
Percobaan dilakukan untuk membandingkan kinerja PNN yang dilakukan secara paralel pada dua buah komputer dan kinerja PNN yang dilakukan secara sekuensial pada satu komputer. Kriteria yang digunakan untuk uji analisis adalah akurasi klasifikasi PNN, waktu eksekusi total, peningkatan kecepatan, peningkatan akurasi, dan efisiensi. Percobaan dilakukan menggunakan program komputasi paralel dengan PNN hasil penelitian sebelumnya. Tomat yang digunakan adalah varietas Permata yang dikelompokkan menjadi tiga kelas dan masing-masing kelas diambil parameter bobot (gram), panjang (cm) dan lebar (cm). Proses pelatihan dilakukan dengan rasio antara jumlah data yang digunakan untuk pelatihan dan data yang digunakan sebagai contoh masukan (validasi) divariasikan sebanyak 9 mode. Masing-masing mode pelatihan dilakukan 10 kali pengulangan. Dengan dua macam populasi Algoritma Genetik yang digunakan, total percobaan yang dilakukan adalah 360 percobaan.
komputasi paralel, waktu total (waktu pelatihan dan waktu klasifikasi) rata-rata adalah 439.57 detik, lebih kecil daripada komputasi sekuensial yang rata-rata sebesar 548.66 detik. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan komputasi paralel yang rata-rata sebesar 128.857%. Dengan demikian, klasifikasi dengan komputasi paralel pada dua buah komputer lebih cepat sekitar 1.3 kali lipat dibandingkan dengan komputasi sekuensial. Dari hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan komputasi paralel pada proses klasifikasi tomat telah mempercepat waktu pemrosesan tanpa mengubah nilai akurasi klasifikasi secara signifikan. Namun penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi perlu diimbangi dengan pemilihan teknik/metode yang tepat pada bagian lainnya sehingga peningkatan kecepatan yang dihasilkan menjadi optimal.
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan di Tegal pada 27 September 1983 dari
keluarga Ali Mukson Mawardi dan Luthfiatun sebagai anak
kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tegal dan
kemudian melanjutkan masa studi di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan
Profesi HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Keteknikan Pertanian) pada masa
jabatan 2002/2003 termasuk di IT Center HIMATETA dan Teta’s English Club.
Selain itu penulis juga pernah berpartisipasi sebagai Asisten Mata Kuliah dan
Praktikum pada beberapa Mata Kuliah di Departemen Teknik Pertanian IPB
selama tahun 2003 s.d. 2005 untuk mata kuliah: Statika dan Dinamika,
Menggambar Teknik, Alat Mesin dan Budidaya Pertanian, Matematka Teknik,
Sistem Basis Data, dan Penerapan Komputer. Pada tahun 2005 penulis terpilih
sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Teknik Pertanian dan menjadi
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penelitian ini. Penelitian yang berjudul Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknik Pertanian. Di dalamnya meliputi komputasi paralel, algoritma
genetik, probabilistic neural network (PNN), dan klasifikasi mutu tomat.
Penulis menyadari bahwa semuanya tidak terlepas dari dukungan dan doa
restu berbagai pihak yang telah ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang setinggi-tingginya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc, selaku pembimbing akademik dan
pembimbing utama.
2. Bapak Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom, selaku pembimbing kedua, atas segala
bimbingan dan bantuannya.
3. Mas Teguh Pratama Januzir Sukin, atas bantuan teknis dan dukungan yang
sangat berarti pada awal pelaksanaan penelitian.
4. Kedua orang tua, kakak, dan adik-adik penulis, atas cinta kasih yang kuat
dalam keluarga
5. Eka Widianti, atas dukungan semangat dan motivasi yang selalu mengalir.
6. Teman-teman TEP ’38 dan TSIP ’38 yang selalu kompak, serta semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat mengembangkan
program komputasi paralel terutama dalam penerapannya pada berbagai proses
klasifikasi, khususnya klasifikasi mutu berbagai komoditas pertanian. Semoga
penelitian ini dapat memberikan sedikit pengetahuan dan pencerahan bagi kita
semua dalam mengembangkan pertanian Indonesia.
Bogor, Januari 2006
DAFTAR ISI
hal.
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Lampiran ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)... 4
1. Botani dan Sejarah Singkat ... 4
2. Budidaya dan Penanaman ... 4
3. Hama dan Penyakit ... 8
4. Manfaat dan Penggunaan ... 9
5. Penanganan Pasca Panen dan Standar Mutu ... 10
6. Teknologi Sortasi ... 14
B. Jaringan Saraf Tiruan ... 17
C. Pengklasifikasian Bayes ... 19
D. Penduga Kepekatan Parzen ... 19
E. Faktor Penghalus Sigma (σ) ... 21
F. Probabilistic Neural Network (PNN) ... 21
G. Algoritma Genetik ... 24
H. Rekombinasi ... 24
I. Mutasi ... 25
J. Seleksi ... 26
K. Pemrosesan Paralel ... 26
L. Peningkatan Kecepatan ... 27
M. Efisiensi Sistem Paralel ... 28
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29
B. Bahan dan Alat ... 29
C. Metode Penelitian ... 30
1. Pengambilan Data dan Pengukuran Sampel Tomat ... 30
2. Persiapan Percobaan ... 31
3. Penentuan Batasan-batasan Percobaan ... 31
4. Eksekusi Sistem ... 34
5. Analisis Data ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Analisis Statistika Deskriptif Komputasi Paralel ... 36
1. Akurasi Klasifikasi ... 36
2. Waktu Total ... 39
B. Pengaruh Mode Pelatihan ... 42
1. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ... 42
2. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Waktu Total ... 43
3. Penerapan Mode Pelatihan dalam Sistem Sortasi ... 44
C. Pengaruh Populasi Algoritma Genetik (AG) ... 45
1. Pengaruh Populasi AG terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ... 45
2. Pengaruh Populasi AG terhadap Waktu Total ... 48
D. Peningkatan Kecepatan dan Peningkatan Akurasi ... 49
E. Efisiensi Sistem Paralel ... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 55
Daftar Pustaka ... 56
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 g bahan ... 10
Tabel 2. Syarat mutu ekspor buah tomat (SNI: 01-3162-1992) ... 13
Tabel 3. Standar klasifikasi tomat Florida di Amerika Serikat (Florida Tomato Committee, 2005) ... 13
Tabel 4. Daftar istilah algoritma genetik ... 24
Tabel 5. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ... 29
Tabel 6. Hasil statistika deskriptif akurasi klasifikasi ... 36
Tabel 7. Hasil statistika deskriptif waktu total ... 39
Tabel 8. Perbandingan rasio data pelatihan, akurasi klasifikasi dan waktu total pada berbagai mode pelatihan untuk mode komputasi paralel .. 45
Tabel 9. Hasil perhitungan statistika komputasi sekuensial untuk populasi AG yang berbeda ... 47
Tabel 10. Hasil perhitungan statistika komputasi paralel untuk populasi AG yang berbeda ... 47
Tabel 11. Hasil statistika deskriptif peningkatan akurasi dan kecepatan ... 50
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
oleh:
MOH. KHAWARIZMIE ALIM F14101030
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh:
Moh. Khawarizmie Alim F14101030
Tanggal lulus:
Menyetujui,
Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen
UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh:
Moh. Khawarizmie Alim F14101030
2006
MOH. KHAWARIZMIE ALIM. F14101030. Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar. Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc dan Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom. 2006.
RINGKASAN
Tomat merupakan salah satu produk hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, produsen tomat harus menghasilkan produk tomat segar dan olahan dengan kualitas tinggi. Kualitas tomat yang baik sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen yang diterapkan. Salah satu proses dalam penanganan pasca panen yang paling kritis adalah proses sortasi. Proses sortasi yang dilakukan secara manual oleh manusia, menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik dan juga waktu yang relatif lama. Untuk meningkatkan keseragaman, akurasi dan waktu pemrosesan, proses sortasi dapat dilakukan dengan mesin. Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan salah satu jaringan saraf tiruan yang dapat diterapkan untuk proses klasifikasi dalam sistem sortasi. PNN memiliki tingkat akurasi klasifikasi yang cukup tinggi dan waktu pelatihan yang cukup singkat. Untuk meningkatkan waktu pemrosesan, komputasi paralel dapat diterapkan pada PNN untuk bagian prosesor sistem sortasi. Diharapkan, dengan penggabungan kedua teknologi tersebut, akan dapat dikembangkan teknologi sortasi yang akurat dan cepat.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji komputasi paralel pada algoritma PNN yang diterapkan pada proses klasifikasi mutu buah tomat. PNN digunakan untuk mengklasifikasikan tomat ke dalam kelas-kelas yang sesuai. Agar mencapai akurasi yang tinggi, PNN memerlukan nilai parameter penghalus (σ) yang tepat. Pencarian nilai parameter penghalus tersebut dilakukan melalui Algoritma Genetik.
Percobaan dilakukan untuk membandingkan kinerja PNN yang dilakukan secara paralel pada dua buah komputer dan kinerja PNN yang dilakukan secara sekuensial pada satu komputer. Kriteria yang digunakan untuk uji analisis adalah akurasi klasifikasi PNN, waktu eksekusi total, peningkatan kecepatan, peningkatan akurasi, dan efisiensi. Percobaan dilakukan menggunakan program komputasi paralel dengan PNN hasil penelitian sebelumnya. Tomat yang digunakan adalah varietas Permata yang dikelompokkan menjadi tiga kelas dan masing-masing kelas diambil parameter bobot (gram), panjang (cm) dan lebar (cm). Proses pelatihan dilakukan dengan rasio antara jumlah data yang digunakan untuk pelatihan dan data yang digunakan sebagai contoh masukan (validasi) divariasikan sebanyak 9 mode. Masing-masing mode pelatihan dilakukan 10 kali pengulangan. Dengan dua macam populasi Algoritma Genetik yang digunakan, total percobaan yang dilakukan adalah 360 percobaan.
komputasi paralel, waktu total (waktu pelatihan dan waktu klasifikasi) rata-rata adalah 439.57 detik, lebih kecil daripada komputasi sekuensial yang rata-rata sebesar 548.66 detik. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan komputasi paralel yang rata-rata sebesar 128.857%. Dengan demikian, klasifikasi dengan komputasi paralel pada dua buah komputer lebih cepat sekitar 1.3 kali lipat dibandingkan dengan komputasi sekuensial. Dari hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan komputasi paralel pada proses klasifikasi tomat telah mempercepat waktu pemrosesan tanpa mengubah nilai akurasi klasifikasi secara signifikan. Namun penerapan komputasi paralel pada bagian prosesor dari sistem sortasi perlu diimbangi dengan pemilihan teknik/metode yang tepat pada bagian lainnya sehingga peningkatan kecepatan yang dihasilkan menjadi optimal.
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan di Tegal pada 27 September 1983 dari
keluarga Ali Mukson Mawardi dan Luthfiatun sebagai anak
kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tegal dan
kemudian melanjutkan masa studi di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan
Profesi HIMATETA (Himpunan Mahasiswa Keteknikan Pertanian) pada masa
jabatan 2002/2003 termasuk di IT Center HIMATETA dan Teta’s English Club.
Selain itu penulis juga pernah berpartisipasi sebagai Asisten Mata Kuliah dan
Praktikum pada beberapa Mata Kuliah di Departemen Teknik Pertanian IPB
selama tahun 2003 s.d. 2005 untuk mata kuliah: Statika dan Dinamika,
Menggambar Teknik, Alat Mesin dan Budidaya Pertanian, Matematka Teknik,
Sistem Basis Data, dan Penerapan Komputer. Pada tahun 2005 penulis terpilih
sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Teknik Pertanian dan menjadi
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penelitian ini. Penelitian yang berjudul Uji dan Aplikasi Komputasi Paralel pada Jaringan Syaraf Probabilistik (PNN) untuk Proses Klasifikasi Mutu Buah Tomat Segar ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknik Pertanian. Di dalamnya meliputi komputasi paralel, algoritma
genetik, probabilistic neural network (PNN), dan klasifikasi mutu tomat.
Penulis menyadari bahwa semuanya tidak terlepas dari dukungan dan doa
restu berbagai pihak yang telah ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat yang setinggi-tingginya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc, selaku pembimbing akademik dan
pembimbing utama.
2. Bapak Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom, selaku pembimbing kedua, atas segala
bimbingan dan bantuannya.
3. Mas Teguh Pratama Januzir Sukin, atas bantuan teknis dan dukungan yang
sangat berarti pada awal pelaksanaan penelitian.
4. Kedua orang tua, kakak, dan adik-adik penulis, atas cinta kasih yang kuat
dalam keluarga
5. Eka Widianti, atas dukungan semangat dan motivasi yang selalu mengalir.
6. Teman-teman TEP ’38 dan TSIP ’38 yang selalu kompak, serta semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat mengembangkan
program komputasi paralel terutama dalam penerapannya pada berbagai proses
klasifikasi, khususnya klasifikasi mutu berbagai komoditas pertanian. Semoga
penelitian ini dapat memberikan sedikit pengetahuan dan pencerahan bagi kita
semua dalam mengembangkan pertanian Indonesia.
Bogor, Januari 2006
DAFTAR ISI
hal.
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Lampiran ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)... 4
1. Botani dan Sejarah Singkat ... 4
2. Budidaya dan Penanaman ... 4
3. Hama dan Penyakit ... 8
4. Manfaat dan Penggunaan ... 9
5. Penanganan Pasca Panen dan Standar Mutu ... 10
6. Teknologi Sortasi ... 14
B. Jaringan Saraf Tiruan ... 17
C. Pengklasifikasian Bayes ... 19
D. Penduga Kepekatan Parzen ... 19
E. Faktor Penghalus Sigma (σ) ... 21
F. Probabilistic Neural Network (PNN) ... 21
G. Algoritma Genetik ... 24
H. Rekombinasi ... 24
I. Mutasi ... 25
J. Seleksi ... 26
K. Pemrosesan Paralel ... 26
L. Peningkatan Kecepatan ... 27
M. Efisiensi Sistem Paralel ... 28
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29
B. Bahan dan Alat ... 29
C. Metode Penelitian ... 30
1. Pengambilan Data dan Pengukuran Sampel Tomat ... 30
2. Persiapan Percobaan ... 31
3. Penentuan Batasan-batasan Percobaan ... 31
4. Eksekusi Sistem ... 34
5. Analisis Data ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Analisis Statistika Deskriptif Komputasi Paralel ... 36
1. Akurasi Klasifikasi ... 36
2. Waktu Total ... 39
B. Pengaruh Mode Pelatihan ... 42
1. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ... 42
2. Pengaruh Mode Pelatihan terhadap Waktu Total ... 43
3. Penerapan Mode Pelatihan dalam Sistem Sortasi ... 44
C. Pengaruh Populasi Algoritma Genetik (AG) ... 45
1. Pengaruh Populasi AG terhadap Akurasi Klasifikasi PNN ... 45
2. Pengaruh Populasi AG terhadap Waktu Total ... 48
D. Peningkatan Kecepatan dan Peningkatan Akurasi ... 49
E. Efisiensi Sistem Paralel ... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 55
Daftar Pustaka ... 56
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 g bahan ... 10
Tabel 2. Syarat mutu ekspor buah tomat (SNI: 01-3162-1992) ... 13
Tabel 3. Standar klasifikasi tomat Florida di Amerika Serikat (Florida Tomato Committee, 2005) ... 13
Tabel 4. Daftar istilah algoritma genetik ... 24
Tabel 5. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ... 29
Tabel 6. Hasil statistika deskriptif akurasi klasifikasi ... 36
Tabel 7. Hasil statistika deskriptif waktu total ... 39
Tabel 8. Perbandingan rasio data pelatihan, akurasi klasifikasi dan waktu total pada berbagai mode pelatihan untuk mode komputasi paralel .. 45
Tabel 9. Hasil perhitungan statistika komputasi sekuensial untuk populasi AG yang berbeda ... 47
Tabel 10. Hasil perhitungan statistika komputasi paralel untuk populasi AG yang berbeda ... 47
Tabel 11. Hasil statistika deskriptif peningkatan akurasi dan kecepatan ... 50
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Keragaman bentuk, ukuran, dan warna tomat ... 6
Gambar 2. Beberapa varietas tomat di dunia dan Indonesia ... 7
Gambar 3. Perubahan warna tingkat kematangan tomat ... 12
Gambar 4. Sortasi manual dengan conveyor di usaha skala kecil ... 14
Gambar 5. Sortasi untuk pengemasan dengan mesin skala menengah ... 15
Gambar 6. Sortasi untuk tomat olahan dengan mesin skala besar ... 15
Gambar 7. Sistem sortasi dan bagian-bagiannya ... 16
Gambar 8. Bagan model sederhana jaringan saraf tiruan (JST)... 17
Gambar 9. Bagan model aktivasi sinyal jaringan saraf tiruan (JST)... 18
Gambar 10. Bagan model jaringan saraf tiruan Probabilistic Neural Network ... 22
Gambar 11. Bagan model sederhana proses rekombinasi satu titik ... 24
Gambar 12. Bagan model sederhana proses rekombinasi dua titik ... 25
Gambar 13. Bagan model sederhana proses mutasi satu titik ... 25
Gambar 14. Bagan model sederhana proses mutasi dua titik ... 26
Gambar 15. Sampel tomat varietas Permata kelas A, kelas B, dan kelas C ... 30
Gambar 16. Pengukuran panjang dan lebar tomat ... 30
Gambar 17. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 1 ... 33
Gambar 18. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 2 ... 33
Gambar 19. Diagram plot kotak akurasi klasifikasi PNN ... 37
Gambar 20. Histogram akurasi klasifikasi komputasi sekuensial dan paralel ... 38
Gambar 21. Diagram plot kotak waktu total ... 40
Gambar 22. Histogram waktu total komputasi sekuensial dan paralel ... 41
Gambar 23. Grafik pengaruh mode pelatihan terhadap akurasi klasifikasi untuk (a) populasi AG 500 individu dan (b) populasi AG 1000 individu ... 42
Gambar 25. Grafik pengaruh populasi AG terhadap akurasi klasifikasi
untuk mode pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3,
(d) mode 4, (e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8,
(i) mode 9 ... 46
Gambar 26. Grafik pengaruh populasi AG terhadap waktu total untuk mode
pelatihan: (a) mode 1, (b) mode 2, (c) mode 3, (d) mode 4,
(e) mode 5, (f) mode 6, (g) mode 7, (h) mode 8, (i) mode 9 ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Data Pengukuran Sampel Tomat Permata ... 58
Lampiran 2. Data Hasil Percobaan Populasi AG 500 individu ... 59
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu produk hortikultura yang bernilai
ekonomi tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Pada tahun 2003, produksi
tomat dunia mencapai 112.31 juta ton dengan volume ekspor dunia mencapai
4.3 juta ton yang bernilai 3.4 milyar US$ (Departemen Pertanian Filipina,
2003). Total ekspor Indonesia pada tahun yang sama mencapai 27.5 ribu ton
yang berarti pangsa pasar tomat Indonesia di dunia adalah sekitar 0.64%.
Pasar tomat di dunia akan terus meningkat dan menguntungkan seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang pesat dan meningkatnya industri pengolahan
pangan di seluruh dunia. Selain dalam bentuk tomat segar, tomat juga
dikonsumsi dalam berbagai macam bentuk olahan seperti pasta, saus, jus, sari
buah dan lain sebagainya.
Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, produsen tomat harus
menghasilkan produk tomat dengan kualitas tinggi. Kualitas tomat yang baik
sangat ditentukan oleh penanganan pasca panen yang diterapkan. Salah satu
proses dalam penanganan pasca panen yang paling kritis adalah proses sortasi.
Proses sortasi selalu ada dan diperlukan pada penanganan pasca panen tomat,
baik untuk produk segar maupun produk tomat olahan. Dalam konteks
perdagangan bebas dan industrialisasi, di mana produksi dan pengolahan
tomat telah dilakukan dalam skala industri besar, maka diperlukan proses
sortasi yang akurat dan cepat. Proses sortasi yang dilakukan secara manual
oleh manusia, menghasilkan produk dengan keragaman kurang baik dan juga
waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan antara lain karena keragaman
visual manusia, aspek ergonomika yaitu kelelahan manusia, dan perbedaan
persepsi tentang mutu dari produk yang dihasilkan.
Perkembangan teknologi dan komputasi yang pesat telah mendorong
upaya mengintegrasikan berbagai bidang kegiatan manusia dengan
menggunakan komputer, termasuk kegiatan pertanian. Proses sortasi produk
pertanian termasuk tomat telah dilakukan dengan bantuan mesin mulai dengan
Di Indonesia, pengembangan teknologi untuk proses sortasi telah
dilakukan dengan menerapkan berbagai metode, seperti penerapan logika
fuzzy, neuro-fuzzy, aplikasi NIR (Near Infra Red), pengolahan citra digital, jaringan saraf tiruan, dan metode kecerdasan buatan lainnya. Pengembangan
berbagai teknologi dan metode tersebut akan terus berlanjut untuk
menghasilkan sistem sortasi otomatik dengan akurasi yang tinggi dan waktu
yang singkat. Hingga saat ini, usaha mencapai akurasi tinggi dan waktu yang
singkat difokuskan dengan pengembangan metode klasifikasi atau algoritma
klasifikasi pada satu prosesor.
Salah satu ide pengembangan teknik sortasi untuk meningkatkan
kecepatan proses adalah dengan penerapan komputasi paralel. Komputasi
paralel pada dasarnya adalah usaha membagi tugas yang cukup kompleks
kepada banyak prosesor sehingga waktu yang digunakan akan semakin cepat.
Penerapan komputasi paralel sangat cocok untuk masalah komputasi yang
rumit atau dibatasi oleh waktu yang singkat, termasuk masalah sortasi produk
pertanian. Seperti diketahui, semakin cepat proses pasca panen produk
pertanian maka makin baik kualitas produk tersebut.
Salah satu metode/algoritma yang handal dan banyak digunakan untuk
klasifikasi adalah Probabilistic Neural Network (PNN). Keunggulan yang dimiliki PNN adalah tingkat keakuratan yang cukup tinggi dan waktu
pelatihannya yang cukup singkat. Untuk meningkatkan kinerjanya, PNN dapat
dikombinasikan dengan algoritma genetik dan komputasi paralel. Berdasarkan
penelitian Sukin (2004), komputasi paralel bisa dijadikan salah satu alternatif
solusi terbaik bagi pemecahan masalah komputasional kompleks dengan
waktu pemrosesan yang lebih cepat. Jadi, penerapan komputasi paralel akan
semakin mempercepat proses sortasi produk pertanian, di mana dengan
algoritma yang sama dapat diperoleh waktu yang lebih singkat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji kinerja program komputasi
paralel dengan jaringan saraf probabilistik (PNN) hasil penelitian Sukin
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Membandingkan akurasi klasifikasi dan waktu yang dibutuhkan antara
proses klasifikasi dengan komputasi sekuensial dan proses klasifikasi
dengan komputasi paralel.
2. Mengetahui besarnya peningkatan kecepatan dan peningkatan akurasi
yang mungkin terjadi pada proses klasifikasi dengan komputasi paralel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) 1. Botani dan Sejarah Singkat
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di pedesaan terutama di
dataran tinggi. Nenek moyang tomat berasal dari wilayah tropis Amerika
Latin yaitu di sekitar Ekuador, Peru dan bagian utara Chili, kemudian
menyebar ke Meksiko dan Amerika Utara. Diduga nama “tomatl” berasal
dari bahasa Nahuatl Meksiko (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Tanaman
tomat mulai masuk ke benua Asia pada abad ke-16. Tahun 1811 tanaman
tomat telah tersebar ke daerah pegunungan di Indonesia, dibawa oleh
pedagang-pedagang dari Spanyol.
Klasifikasi tomat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill
2. Budidaya dan Penanaman
Tanaman tomat dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah dengan
kondisi drainase baik, banyak mengandung humus dan gembur. Sifat
tanah yang cocok untuk tomat adalah tanah dengan pH 5.5-6.5. Suhu yang
sesuai untuk pertumbuhan dan pembungaan tanaman tomat adalah 20-30
°C pada siang hari dan 10-20° C pada malam hari. Sedangkan suhu untuk
pembentukan buah yang baik adalah antara 18-24° C. Pada suhu di bawah
15° C dan di atas 30° C pembentukan buah berlangsung buruk (Rubatzky
dan Yamaguchi, 1997). Untuk pertumbuhannya tomat memerlukan sinar
memanjang (etiolasi) dan lemah. Tetapi bila sinar matahari terlalu terik dapat meningkatkan transpirasi dan memperbanyak buah dan bunga yang
gugur.
Tomat termasuk tanaman tahunan (perenial) yang berumur
pendek. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dan tingginya dapat
mencapai 2 meter. Pola pertumbuhan dapat bervariasi dari tegak hingga
merayap, pada spesies tertentu memiliki batang menjalar (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997). Menurut Jaya (1997) daerah perakaran tomat dapat
mencapai 1.5 meter sedang ujung akarnya dapat mencapai kedalaman 0.5
meter pada kondisi lingkungan optimum.
Batang tomat pada waktu masih muda berbentuk bulat dan
teksturnya lunak, sedangkan setelah tua batangnya menjadi bersudut dan
bertekstur keras berkayu sehingga mudah patah. Warna batang hijau dan
permukaannya ditutupi bulu-bulu halus. Daun tomat termasuk daun
majemuk dengan jumlah daun antara 5-7 helai. Bentuk daun oval,
bergerigi, dan bercelah menyirip dengan ukuran panjang sekitar 15-30 cm
dengan lebar 10-25 cm.
Bunga tomat bersifat hermaprodit dengan lima helai kelopak
berwarna hijau dan lima helai mahkota berwarna kuning. Buahnya
termasuk buah berdaging bertipe berry. Umumnya bentuk buah tomat adalah bulat, bulat pipih dan oval. Selama proses pematangan warna buah
berubah dari hijau menjadi kuning. Apabila sudah matang benar,
warnanya menjadi merah. Pada beberapa varietas, warna tomat juga ada
yang kuning. Warna kuning disebabkan oleh karotenoid sedangkan warna
merah disebabkan oleh pigmentasi likopen. Ukuran buah bervariasi, dari
yang berdiameter 2 cm sampai dengan 15 cm. Bermacam bentuk, ukuran,
dan warna tomat dapat dilihat pada Gambar 1. Tomat memiliki beberapa
varietas. Varietas yang terkenal di dunia antara lain tomat beef, tomat
roma, tomat florida, dan tomat cherry. Di Indonesia, varietas tomat yang
banyak ditanam oleh petani adalah varietas hibrida, di antaranya adalah
varietas intan, ratna, berlian, mutiara, arthaloka, moneymaker dan
(a)
(b) (c)
Gambar 1. Keragaman bentuk, ukuran, dan warna tomat.1
1 Sumber gambar:
(a) All Info About [www. california.allinfoabout.com]; (b) Edna Bay, Alaska USA [http://pegak.mystarband.net];
a. Tomat Beef b. Tomat Roma
c. Tomat Plum d. Tomat California
e. Tomat hibrida Indonesia: Mirah, Opal, dan Zamrud
f. Tomat Florida varietas Florida 47 dan Florida 91
Gambar 2. Beberapa varietas tomat di dunia dan Indonesia.2
2 Sumber gambar: (a) Ornamental Edibles; (b) dan (c) Hormel Foods; (d) California Tomato
3. Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang mempengaruhi
jumlah dan kualitas produksi tanaman. Hama dan penyakit tanaman tomat
menyerang mulai dari pembibitan sampai pasca panen. Hama dan
penyakit yang termasuk penting pada tomat karena kerugian yang
ditimbulkannya antara lain:
a. Hama
- Lalat buah semangka (Dacus cucurbitae)
Lalat ini menyebabkan buah menjadi kecil dan berwana kuning. Di
dalam buah terdapat terowongan-terowongan yang dibuat oleh larva
karena larva memakan daging buah. Kadang-kadang lalat ini sampai
menyerang batang. Batang yang terserang menjadi bisul.
- Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus)
Gejala tanaman yang diserang tungau merah yaitu daun tua
berbercak kuning, kemudian bercak meluas dan seluruh daun
menjadi kuning, lalu warnanya berubah menjadi merah karat. Pada
akhirnya daun mengering dan gugur.
- Thrips
Thrips menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan tanaman.
Hama ini dapat menebarkan virus yang menyebabkan bercak pada
daun. Daun yang terserang berubah warna menjadi kuning, lalu
coklat, mengerut, mengeriting dan akhirnya menjadi layu.
b. Penyakit
- Layu Fusarium
Penyakit Layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Tanaman yang diserang mulai dari yang masih muda sampai yang telah dewasa. Tanaman yang terserang kelihatan layu
dan kemudian mati. Serangan pada tanaman yang masih muda
menyebabkan tanaman kerdil.
- Bercak daun (early blight)
kemudian bergeser makin ke atas. Pada daun tampak bercak-bercak
cokelat tua sampai hampir hitam dan bentuknya bulat dengan
lingkaran-lingkaran yang konsentris. Daun yang terserang, tepinya
jadi bergerigi dan pecah tidak teratur. Ketika bercak mengering daun
pun gugur. Pada kondisi lain daun bisa menggulung atau
mengeriting.
- Busuk basah
Penyebab penyakit busuk basah yaitu bakteri Erwinia carotovora (L.R.Jones) Hollander atau disebut juga Bacillus caratovorus. Penyakit ini menyerang daun, batang dan buah, menimbulkan
bercak berwarna cokelat tua kehitaman dan kelihatan basah. Apabila
yang diserang batang tomat, maka tanaman akan roboh. Bila
keadaan memungkinkan, penyakit akan cepat menjalar ke seluruh
tubuh tanaman.
4. Manfaat dan Penggunaan
Tomat merupakan komoditi multiguna. Menurut Rubatzky dan
Yamaguchi (1997), penggunaan tomat berkaitan dengan rasanya yang
masam dan aromanya yang khas serta fungsinya sebagai sumber
provitamin A dan vitamin C. Kandungan gizi pada tomat secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 1.
Duriat (1997) mengatakan bahwa tomat berfungsi sebagai sayuran,
bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan
pengawet makanan sampai pada bahan kosmetika dan obat-obatan. Buah
tomat juga dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan
penyakit sariawan, gusi dan rabun ayam. Selain itu tomat mengandung
karoten yang berfungsi sebagai pembentuk provitamin A dan likopen yang
mampu mencegah kanker, terutama kanker prostat pada pria.
Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, tomat juga banyak
dimanfaatkan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan
bervariasi dalam bentuk saus tomat, pasta, puree, sup tomat, jus tomat dan sebagainya.
Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 g bahan
Kandungan Gizi
Sumber: - Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dan
- Food and Nutrition Research Center – Hand Book No. 1 Manila (1964) dalam Larasati (2003)
5. Penanganan Pasca Panen dan Standar Mutu
Penanganan pasca panen merupakan kegiatan terakhir pada suatu
proses budidaya tanaman. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
memperkecil respirasi, memperkecil transpirasi, mencegah infeksi atau
luka, memelihara estetika dan memperoleh harga jual yang tinggi
(Yayasan Bunga Nusantara dan Ditjen Pertanian Tanaman Pangan dan
produk hingga sampai ke tangan konsumen. Secara umum tomat
dimanfaatkan sebagai buah segar dan produk olahan. Penanganan pasca
panen untuk kedua jenis tersebut relatif sama mulai dari panen,
pembersihan/pencucian dan sortasi. Untuk produk tomat segar, setelah
tahap sortasi, dilakukan tahap pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan
untuk produk tomat olahan, setelah tahap sortasi, dilakukan proses
pengolahan seperti pencincangan, perebusan, dan kemudian tahap
pengemasan dan penyimpanan.
Pemanenan tomat dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 75
Hari Setelah Tanam, tergantung varietasnya atau tergantung pada tujuan
pemasaran dan waktu pengangkutan. Tingkat kematangan buah pada saat
panen mempengaruhi mutu buah. Mutu yang baik diperoleh jika buah
dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Panen buah tomat yang
belum matang akan menghasilkan mutu yang jelek. Sebaliknya penundaan
waktu panen yang terlalu lama dapat menyebabkan tomat mudah busuk.
Tingkat kematangan tomat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase masak
hijau, fase pecah warna dan fase matang (Trisnawati dan Setiawan, 2002).
Fase masak hijau ditandai dengan ujung buah tomat yang sudah mulai
berwarna kuning gading. Pada fase pecah warna, ujung buah tomat
menjadi berwarna merah jambu atau kemerah-merahan. Pada fase matang,
sebagian besar permukaan buah sudah berwarna merah jambu atau merah.
Di negara maju, standar tingkat kematangan tomat dibuat lebih spesifik
menjadi enam fase, yang meliputi: Green, Breakers, Turning, Pink, Light Red, dan Red. Ilustrasi berbagai tingkat kematangan tomat dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengelompokkan mutu tomat dilakukan tergantung jenis tomat
dan standar masing-masing negara. Selain menggunakan tingkat
kematangan, mutu tomat juga dikelompokkan berdasarkan ukuran fisik
Gambar 3. Perubahan warna tingkat kematangan tomat.3
Contoh pengelompokkan tomat berdasarkan berat adalah tomat
varietas Arthaloka yang paling banyak ditanam oleh petani di Indonesia,
dikelompokkan dalam 3 kelas mutu, yaitu mutu A dengan berat buah di
atas 150 g, mutu B antara 100-150 g dan mutu C di bawah 100 g.
Berdasarkan Standar Industri Indonesia, tomat untuk tujuan ekspor dibagi
3 Sumber gambar: Florida Fruit & Vegetables Association
menjadi dua jenis mutu yaitu mutu I dan mutu II. Secara khusus, SNI
tidak menyebutkan pengelompokkan tomat berdasarkan ukuran atau bobot
tertentu melainkan lebih ditekankan pada keseragaman produk tomat
untuk diekspor. Syarat mutu ekspor buah tomat secara lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu ekspor buah tomat (SNI: 01-3162-1992)
Karakteristik Syarat mutu
Mutu I Mutu II
Kesamaan sifat
varietas Seragam Seragam
Tingkat ketuaan
Tua tapi tidak terlalu matang, tidak terlalu lunak
Tua tapi tidak terlalu matang, tidak terlalu lunak
Ukuran Seragam Seragam
Kotoran Tidak ada Tidak ada
Kerusakan
maksimum (%) 5 10
Busuk
maksimum(%) 1 1
Di negara maju, pengelompokkan tomat terutama didasarkan pada
ukuran diameter. Hal ini disebabkan jenis tomat yang diproduksi adalah
yang berbentuk bulat dan tidak pipih. Untuk jenis tomat yang lonjong
seperti tomat roma atau tomat plum, parameter pengelompokkan ditambah
dengan ukuran panjang yang menunjukkan jarak antara pangkal hingga
ujung tomat. Contoh pengelompokkan berdasarkan ukuran adalah standar
mutu untuk tomat Florida di Amerika yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar klasifikasi tomat Florida di Amerika Serikat (Florida Tomato Committee, 2005)
Ukuran Kelas Diameter minimum (inchi) Diameter maksimum (inchi)
6 x 7 2932 21932
6 x 6 21732 22932
6 x 5 22532 -
Pengelompokkan berdasarkan warna dilakukan untuk
keseragaman produk dan pengelompokkannya sesuai dengan tingkat
6. Teknologi Sortasi
Proses sortasi merupakan salah satu bagian dalam penanganan pasca
panen yang selalu diperlukan baik untuk produk tomat segar maupun
produk tomat olahan. Teknologi sortasi telah berkembang cukup pesat
sejak dimulainya pengembangan pertanian skala industri.
a. Sortasi dengan tenaga manusia
Proses sortasi dengan tenaga manusia merupakan tahap awal dalam
perkembangan teknologi sortasi. Untuk skala usaha kecil, proses
sortasi masih dapat dilakukan oleh manusia secara penuh. Di
Indonesia, proses sortasi semacam ini masih banyak dilakukan
mengingat skala usaha yang relatif kecil dan ketersediaan tenaga kerja.
b. Sortasi manual dengan mesin conveyor
Pada skala usaha yang lebih besar, bantuan mesin mulai diterapkan
dalam proses sortasi dalam bentuk conveyor namun proses seleksi masih dilakukan oleh manusia. Teknologi semacam ini dapat dijumpai
baik untuk tomat segar di packing house maupun untuk tomat olahan di pabrik. Ilustrasi teknologi ini pada Gambar 4.
Gambar 4. Sortasi manual dengan conveyor di usaha skala kecil.4
c. Sortasi dengan mesin skala kecil dan sedang
Meningkatnya jumlah produksi dan berkurangnya tenaga kerja
melatarbelakangi penerapan sortasi otomatik dengan menggunakan
mesin berukuran kecil atau sedang. Contoh penerapan teknologi ini
adalah di negara Malaysia untuk sortasi buah tomat segar. Mesin yang
digunakan adalah mesin sortasi berdasar berat dan warna buatan
Belanda. Ilustrasi mengenai teknologi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
4 Sumber gambar: American Farmer
Gambar 5. Sortasi untuk pengemasan dengan mesin skala menengah.5
d. Sortasi dengan mesin skala besar
Pada usaha dengan skala yang sangat besar, keberadaan mesin dalam
proses sortasi sangat penting dan diperlukan. Kemampuan mesin juga
ditingkatkan untuk mengimbangi jumlah bahan yang akan disortasi
dan batasan waktu yang singkat. Contoh penerapan komputerisasi
proses sortasi adalah perusahaan pembuat produk tomat olahan
Morning Star di California, Amerika Serikat. Ilustrasi proses sortasi
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sortasi untuk tomat olahan dengan mesin skala besar.6
Kegiatan penghitungan dan sortasi merupakan kegiatan yang paling
dominan dalam proses agroindustri. Instrumen yang digunakan perlu
memiliki akurasi yang baik, obyektif, baku, dan cepat (Seminar, 2000).
Secara garis besar, teknologi sortasi terutama dengan penerapan mesin
sortasi paling tidak memerlukan tiga bagian utama yaitu bagian instrumen
pengindra, bagian prosesor, dan bagian aktuator. Instrumen pengindera
diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur parameter yang berhubungan
dengan objek bio dan lingkungannya pada waktu dan lokasi yang spesifik.
Keluaran dari bagian instrumen pengindra menjadi masukan bagi bagian
prosesor. Bagian prosesor melakukan pengolahan dan manipulasi data
secara cepat, akurat, dan obyektif; menghasilkan keputusan atau
rekomendasi bagi objek bio yang disortasi. Sedangkan aktuator adalah
perangkat keras yang digunakan untuk mengaktualisasikan rekomendasi
atau keputusan yang dihasilkan oleh bagian prosesor. Gambar 7
menunjukkan ilustrasi sistem sortasi dan bagian-bagiannya.
Pengembangan teknologi sortasi dapat dilakukan dengan
mengembangkan bagian-bagian yang menyusunnya. Bagian instrumen
pengindra berkembang dengan penggunaan dan pemilihan teknologi
sensor yang dapat mengidentifikasi parameter objek dengan tepat dan
cepat. Bagian prosesor berkembang dengan penerapan berbagai teknik
atau metode termasuk metode numerik yang dapat melakukan klasifikasi
secara cepat, akurat, dan obyektif. Sedangkan bagian aktuator
dikembangkan dengan merancang mekanisme perangkat keras sehingga
mampu memindahkan objek dengan cepat tanpa merusak objek tersebut.
Gambar 7. Sistem sortasi dan bagian-bagiannya.
B. Jaringan Saraf Tiruan
Menurut Fu (1994), Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan suatu
sistem pemrosesan informasi digital yang memiliki karakteristik-karakteristik
seperti jaringan saraf pada makhluk hidup. Gambar 8 berikut ini menunjukkan
model sederhana JST.
Gambar 8. Bagan model sederhana jaringan saraf tiruan (JST).
Pada dasarnya, pemrosesan informasi pada JST mengacu pada
pemrosesan informasi yang terjadi pada sel-sel saraf biologis, yaitu dengan
pemancaran sinyal elektro kimia melalui serabut-serabut saraf (neuron). Pada
jaringan saraf biologis, apabila suatu neuron mendapatkan suatu sinyal elektro
kimia yang melebihi suatu ambang tertentu, maka neuron tersebut akan
meneruskan sinyal tersebut kepada neuron yang lain melalui sinapsis. Dan
begitu pula sebaliknya, apabila sinyal yang diterima neuron tidak mencapai
ambang tersebut maka sinyal tidak akan diteruskan kepada neuron-neuron
yang lain.
. . .
. . .
Lapisan Masukan
Lapisan Tersembunyi
Lapisan Keluaran
Pada JST, setiap neuron menerima input (x) dari setiap neuron lain yang dikalikan dengan suatu nilai pembobotan (w) yang sesuai. Total penjumlahan akumulatif dari himpunan input terboboti dinamakan dengan
level aktivasi. Level aktivasi inilah yang akan menentukan kemungkinan
apakah suatu neuron dapat meneruskan sinyal ataukah tidak kepada
neuron-neuron yang lain. Model aktivasi sinyal JST ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Bagan model aktivasi sinyal jaringan saraf tiruan (JST).
∑
Sebelum dapat digunakan, JST harus diberikan pelatihan terlebih
dahulu. Pelatihan ini diperlukan untuk menemukan nilai pembobotan yang
tepat bagi JST agar keluarannya menjadi benar.
Pola pelatihan yang diterapkan bagi JST ada dua macam, yaitu
C. Pengklasifikasian Bayes
Menurut Rish (2004), pengklasifikasian Bayes merupakan suatu
metode klasifikasi yang menggunakan suatu fungsi diskriminan pada peluang
posterior kelas. Fungsi klasifikasi yang digunakan oleh kelas i dapat dinotasikan dengan:
Pengklasifikasian Bayes banyak digunakan pada PNN. Dengan
menggunakan metode Bayes, klasifikasi dapat dilakukan seoptimal mungkin
dengan cara meminimalisir nilai kerugian yang terjadi bila terjadi kesalahan
klasifikasi. Pada kasus di mana terdapat dua kelas, untuk mengklasifikasikan
input x agar masuk ke dalam kelas A, maka harus dipenuhi syarat: )
h : Kemungkinan contoh terambil dari kelas A
B
h : Kemungkinan contoh terambil dari kelas B
A
c : Biaya yang dikorbankan bila terjadi kesalahan klasifikasi input A
B
c : Biaya yang dikorbankan bila terjadi kesalahan klasifikasi input B
A
f : Fungsi kepekatan A
B
f : Fungsi kepekatan B
Apabila syarat persamaan di atas tidak terpenuhi, maka input x dimasukkan ke dalam kelas B.
D. Penduga Kepekatan Parzen
Menurut Fu (1994), Fungsi kepekatan yang digunakan untuk PNN
Fungsi Parzen merupakan suatu prosedur non parametrik yang mensintesis
penduga Probability Density Function (PDF) Gauss. Fungsi Parzen akan memberikan keputusan klasifikasi setelah menghitung PDF untuk setiap kelas
melalui pola pelatihan yang ada.
Pada fungsi Parzen terdapat fungsi pembobot yang disebut dengan
fungsi Kernel (K(x)). Fungsi Parzen untuk data multivariat dapat dinotasikan dengan:
Sedangkan fungsi Kernel yang digunakan adalah fungsi Gauss
dinotasikan dengan:
Maka kita mendapatkan fungsi kepekatan untuk kelas A sebagai
NA : Jumlah pola pelatihan kelas A
N : Jumlah pola pelatihan seluruh kelas σ : Faktor penghalus
E. Faktor Penghalus Sigma (σ)
Menurut Lee, D.X, et.al. (2004), σ merupakan suatu nilai parameter yang berguna untuk menghaluskan fungsi kernel. Secara tidak langsung nilai σ berperan pula dalam menentukan ketepatan klasifikasi PNN. Nilai σ tidak dapat ditentukan secara langsung, akan tetapi bisa didapatkan melalui metode
statistik maupun dari hasil coba-coba. Pada penelitian ini, nilai σ didapatkan melalui Algoritma Genetik.
F. Probabilistic Neural Network (PNN)
Menurut Patterson (1996), PNN merupakan JST yang menggunakan
teorema probabilitas klasik seperti pengklasifikasian Bayes dan penduga
kepekatan Parzen. Proses yang dilakukan oleh PNN dapat berlangsung lebih
cepat bila dibandingkan dengan JST Back Propagation. Hal ini terjadi disebabkan PNN hanya membutuhkan satu kali iterasi pelatihan bila
dibandingkan dengan JST Back Propagation yang membutuhkan beberapa kali iterasi dalam proses pelatihannya.
Walaupun demikian, keakuratan dari klasifikasi PNN sangat
ditentukan oleh nilai σ dan pola pelatihan yang diberikan. Bila nilai σ yang diterapkan pada PNN tepat, maka akurasi klasifikasi akan mendekati atau
mencapai 100 %. Bila nilai σ yang diterapkan tidak tepat maka akurasi klasifikasi PNN akan berkurang.
Demikian pula dengan pola pelatihan PNN. Apabila pola pelatihan
dan data masukan pada satu kelas yang sama sangat berbeda jauh nilainya,
maka PNN akan mengekstrapolasi data masukan tersebut. Hal inilah yang
nantinya akan mengakibatkan akurasi klasifikasi PNN turun cukup drastis.
Gambar 10 menunjukkan arsitektur Jaringan Saraf Tiruan PNN
Gambar 10. Bagan model jaringan saraf tiruan Probabilistic Neural Network.
PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu:
1. Lapisan Masukan
Berfungsi untuk menampung data masukan untuk PNN. Sebelum
dilakukan pengolahan oleh PNN, setiap vektor masukan yang masuk harus
2. Lapisan Pola
Berfungsi untuk menampung pola pelatihan dari setiap kelas.
⎟⎟
X : Vektor Data masukan berdimensi n Wki : Pola pelatihan ke-i dari kelas K
σ : Parameter penghalus
3. Lapisan Penjumlahan
Berfungsi untuk menampung hasil penjumlahan setiap kelas pada lapisan
pola
X : Vektor Data masukan berdimensi n Wki : Pola pelatihan ke-i dari kelas K
σ : Parameter penghalus; NK : Banyak pola pelatihan kelas K
4. Lapisan Keluaran
Berfungsi untuk menentukan keputusan klasifikasi.
⎪
X : Vektor Data masukan berdimensi n Wki : Pola pelatihan ke-i dari kelas K
Wlj : Pola pelatihan ke-i dari kelas L
σ : Parameter penghalus
NK : Banyak pola pelatihan kelas K
G. Algoritma Genetik
Menurut Michalewicz (1995), algoritma genetik adalah suatu teknik
proses komputasi yang pada dasarnya meniru teori evolusi alamiah. Pada
algoritma ini, terdapat proses-proses utama yang menjadi prinsip utama dalam
evolusi, yaitu kawin silang (recombination) dan mutasi (mutation). Algoritma ini menggunakan sistem seleksi alamiah (natural selection) terhadap individu baru yang muncul dari evolusi individu sebelumnya. Diharapkan individu
solusi yang terseleksi merupakan individu solusi yang lebih baik bila
dibandingkan dengan individu solusi yang lainnya. Istilah-istilah alam yang
berkaitan dengan algoritma genetik selengkapnya pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar istilah algoritma genetik
No. Alam Komputer
1. Individu Solusi dari permasalahan 2. Populasi Gugus solusi 3. Kecocokan (fitness) Kualitas dari solusi 4. Kromosom Untaian gen
5. Gen Variabel permasalahan berupa digit biner
6. Lokus Posisi gen pada kromosom
7. Alel Gen yang memiliki lokus yang sepadan 8. Rekombinasi dan
Mutasi
Operator pencarian (operator genetik)
H. Rekombinasi
Menurut Tandriarto (2002), rekombinasi adalah proses materi genetik
dengan menggabungkan dua individu leluhur untuk mendapatkan satu atau
lebih keturunan. Penggambaran rekombinasi satu titik pada lokus ke-3
ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Bagan model sederhana proses rekombinasi satu titik. 1 0 1 1 0
Tetua Rekombinasi satu
titik
Pada individu A dan Individu B terjadi rekombinasi dari lokus ke-3
sampai lokus terakhir. Masing-masing fragmen kromosom kemudian saling
bertukar posisi sehingga terbentuk dua individu baru C dan D. Sedangkan
penggambaran rekombinasi dua titik pada lokus ke-3 sampai lokus ke-4
ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Bagan model sederhana proses rekombinasi dua titik.
Pada Individu A dan B terjadi rekombinasi dari lokus 3 sampai
ke-4 dan tiap fragmen kromosom kemudian saling bertukar posisi sehingga
terbentuk dua individu baru C dan D.
Pada penelitian ini, operator rekombinasi Algoritma Genetik yang
digunakan adalah rekombinasi satu titik.
I. Mutasi
Menurut Tandriarto (2002), mutasi adalah proses materi genetik
dengan pengubahan alel, membalik urutan lokus, atau mengacak urutan lokus
individu leluhur sehingga terbentuk individu baru. Operator mutasi yang
sering digunakan dalam Algoritma Genetik adalah mutasi pembalikan dengan
operator satu titik dan operator dua titik. Ilustrasi mutasi pembalikan satu titik
pada lokus ke-2 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Bagan model sederhana proses mutasi satu titik.
1 0 1 1 0
Tetua Rekombinasi dua
titik
Pada Gambar 13 tampak bahwa Individu A mengalami mutasi pada
lokus ke-2. Gen pada lokus yang bermutasi ini mengalami pembalikkan gen
dari 0 menjadi 1 sehingga terbentuk individu baru yaitu Individu B.
Penggambaran mutasi pembalikan dua titik pada lokus ke-2 dan lokus
ke-3 dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Bagan model sederhana proses mutasi dua titik.
Individu A pada Gambar 14 mengalami mutasi pada lokus ke-2 dan
ke-3. Gen pada lokus ke-2 mengalami pembalikan dari 0 menjadi 1 sedangkan
gen pada lokus ke-3 mengalami pembalikan dari 1 menjadi 0 sehingga
terbentuk Individu B.
Operator mutasi Algoritma Genetik yang digunakan pada penelitian
ini adalah mutasi satu titik.
J. Seleksi
Menurut Tandriarto dalam Sukin (2004), seleksi merupakan proses
penyaringan individu-individu dari populasi yang ada berdasarkan nilai
ketahanan hidupnya (fitness) secara alamiah.
Semakin tinggi nilai fitness-nya maka peluang individu tersebut untuk bertahan hidup dan membentuk regenerasi individu baru semakin besar.
Sedangkan individu yang memiliki nilai ketahanan hidup kecil secara alamiah
akan tersisih dan punah sehingga tidak mungkin membentuk generasi baru.
K. Pemrosesan Paralel
Menurut Pacifico, et.al. (1998), Pemrosesan Paralel adalah penggunaan banyak prosesor yang saling bekerja sama satu sama lain untuk
mencari suatu solusi tunggal dari suatu permasalahan. Pemrosesan paralel
dapat digunakan untuk beberapa keperluan, di antaranya adalah untuk
1 0 1 1 0
A B 1 1 0 1 0
mempercepat waktu eksekusi dan mendistribusikan pencarian solusi dari
permasalahan yang sangat kompleks.
L. Peningkatan Kecepatan
Dalam konteks komputasi paralel, peningkatan kecepatan
menunjukkan seberapa cepat proses komputasi paralel dibandingkan dengan
komputasi sekuensial. Pada dasarnya, peningkatan kecepatan (Speed Up) dirumuskan sebagai
Tp T Sp= 1
dengan
Sp : Peningkatan kecepatan
T1 : Waktu eksekusi dari algoritma sekuensial
Tp : Waktu eksekusi dari algoritma paralel
P : Jumlah prosesor yang terlibat dalam komputasi paralel
Menurut Hukum Amdahl (1967), peningkatan dari pemrosesan paralel
tidak hanya bergantung pada banyaknya prosesor yang digunakan, akan tetapi
lebih dipengaruhi oleh fraksi rasio antara intruksi sekuensial dengan
keseluruhan intruksi pada suatu program.
F
SpeedUp : Peningkatan kecepatan
F : Fraksi rasio intruksi sekuensial terhadap keseluruhan intruksi 1-F : Fraksi rasio intruksi paralel terhadap keseluruhan intruksi Isek : Intruksi Sekuensial
Ipar : Intruksi Paralel
N : Banyaknya prosesor
Hukum Amdahl menunjukkan bahwa peningkatan kinerja dari
menjadi 1000 buah). Jadi nilai F pada program komputasi harus terus
diperkecil untuk meningkatkan kecepatan pemrosesan paralel.
Bila hanya diketahui waktu pemrosesan intruksi paralel dan waktu
pemrosesan intruksi sekuensial saja, maka perumusan SpeedUp menjadi:
N T T
T T SpeedUp
par sek
par sek
+ + =
dengan
SpeedUp : Peningkatan kecepatan
Tpar : Waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi
perintah paralel
Tsek : Waktu yang dibutuhkan sebuah prosesor untuk mengeksekusi
perintah sekuensial N : Banyaknya prosesor
M.Efisiensi Sistem Paralel
Efisiensi adalah rasio antara Speed Up dengan banyaknya prosesor.
N SpeedUp Efficiency=
dengan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu di Laboratorium Biologi
SMU N 1 Tegal, dan Wisma Deboy, Komplek Balumbang Jaya No 8,
Darmaga, Bogor. Waktu penelitian adalah selama empat bulan yaitu dari
bulan Juni sampai September 2005.
B. Bahan dan Alat
Dalam penelitian ini digunakan bahan utama berupa buah tomat segar
varietas Permata yang diperoleh dari Kelompok Tani Desa Sumbaga,
Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Buah tomat dikelompokkan menjadi
tiga kelas mutu A, B, dan C. Pengelompokkan buah tomat dilakukan secara
langsung oleh petani dan pedagang setempat berdasarkan kebiasaan di daerah
tersebut dan dilakukan secara manual melihat kemulusan dan ukuran tomat.
Untuk kepentingan penelitian, masing-masing kelas mutu diambil sampel
sebanyak 50 buah, sehingga total sampel yang diperoleh adalah sebanyak 150
sampel, terdiri atas 50 sampel mutu A, 50 sampel mutu B dan 50 sampel mutu
C. Gambar 15 adalah contoh tomat Permata dari ketiga kelas.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jangka sorong,
neraca Ohauss, dan dua buah komputer yang terhubung secara paralel melalui
kartu jaringan. Spesifikasi kedua komputer dapat dilihat pada Tabel 5. Untuk
kabel penghubung dua komputer digunakan kabel UTP (Unshielded Twisted Pair) dengan konektor RJ-45 dan panjang 2 meter. Sistem Operasi yang digunakan adalah Windows XP Professional dan program komputasi paralel
yang digunakan adalah program komputer hasil penelitian Sukin (2004).
Tabel 5. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian
Komponen Komputer 1 Komputer 2
Prosesor AMD Duron 1.8 GHz AMD Athlon 1.75 GHz
Memori (RAM) 256 Mb 128 Mb
lebar panjang Gambar 15. Sampel tomat varietas Permata kelas A, kelas B, dan kelas C.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan dan metode sebagai berikut:
1. Pengambilan Data dan Pengukuran Sampel Tomat
Dalam penelitian ini akan digunakan tiga parameter sebagai parameter
mutu buah tomat, yaitu parameter bobot, panjang, dan lebar. Pemilihan
tiga parameter tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada
tingkat petani buah tomat segar di Indonesia terutama di Jawa Tengah,
parameter mutu yang digunakan adalah ukuran fisik dan bobot buah
tomat. Pertimbangan lainnya adalah ketiga parameter mutu yang dipilih
tersebut relatif mudah diperoleh dan dapat dilakukan pengukuran secara
sederhana sehingga akan menyederhanakan penelitian. Seluruh sampel
kemudian diukur parameter bobot, panjang, dan lebarnya. Pengukuran
bobot dilakukan dengan menggunakan neraca Ohauss, sedangkan panjang
dan lebar tomat diukur dengan menggunakan jangka sorong seperti
ditunjukkan Gambar 16. Pengukuran dilakukan terhadap seluruh sampel
yaitu 50 sampel tiap kelas, sehingga secara keseluruhan terdapat 150 set
data yang tiap set data terdiri atas bobot (gram), panjang (cm) dan lebar
(cm). Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Persiapan Percobaan
Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan persiapan eksekusi sistem
dengan melakukan pengaturan (setting-up) perangkat keras yang dibutuhkan. Dua buah komputer dihubungkan dengan kabel jaringan
sepanjang 2 meter. Penggabungan dua komputer dilakukan secara
langsung tanpa menggunakan concentrator seperti hub/switch. Hal tersebut dilakukan untuk menyederhanakan penelitian dengan tetap
mematuhi prinsip komputasi paralel, di mana lebih dari satu komputer
bekerja bersama-sama untuk menjalankan satu tugas. Proses pemasangan
jaringan dilakukan melalui program antar muka bawaan Microsoft
Windows XP, New Connection Wizard. Setelah kedua komputer
terhubung, selanjutnya disiapkan program komputasi paralel. Program
tersebut terdiri atas program Utama dan program Antar Muka yang harus
ada pada kedua komputer. Program Utama membutuhkan library MPI sehingga pada setiap komputer terlebih dahulu diinstall dan dijalankan
software MPICH.
3. Penentuan Batasan-Batasan Percobaan
Sebelum eksekusi sistem dilakukan, perlu ditentukan batasan-batasan
yang diperlukan dalam program. Batasan-batasan tersebut yaitu:
a. Mode komputasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mode
komputasi sekuensial dan mode komputasi paralel mode vektor baris.
Pemilihan mode vektor baris untuk komputasi paralel dilakukan secara
bebas, sesuai dengan hasil penelitian Sukin (2004) yang menyebutkan
bahwa dalam pengembangan sistem komputasi paralel dapat
menggunakan metode pelemparan data mode baris maupun mode
kolom secara bebas. Sedangkan mode komputasi sekuensial
diperlukan untuk membandingkan kinerja proses klasifikasi tomat
yang dilakukan secara paralel.
b. Nilai peluang mutasi AG adalah 0.6 dan Nilai peluang rekombinasi
AG adalah 0.35. Banyaknya generasi yang dibangkitkan setiap
parameter ini selalu konstan untuk setiap percobaan dan perulangan.
Nilai-nilai parameter tersebut sama seperti pada penelitian Sukin
(2004).
c. Proses pelatihan (training) dilakukan dengan 9 mode pelatihan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, mode pelatihan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi PNN. Mode
pelatihan menunjukkan rasio jumlah data pelatihan dan jumlah data
contoh masukan yang digunakan untuk validasi sistem, terdiri dari:
1) 15 data (10%) pelatihan dengan 135 data (90%) contoh masukan.
2) 30 data (20%) pelatihan dengan 120 data (80%) contoh masukan.
3) 45 data (30%) pelatihan dengan 105 data (70%) contoh masukan.
4) 60 data (40%) pelatihan dengan 90 data (60%) contoh masukan.
5) 75 data (50%) pelatihan dengan 75 data (50%) contoh masukan.
6) 90 data (60%) pelatihan dengan 60 data (40%) contoh masukan.
7) 105 data (70%) pelatihan dengan 45 data (30%) contoh masukan.
8) 120 data (80%) pelatihan dengan 30 data (20%) contoh masukan.
9) 135 data (90%) pelatihan dengan 15 data (10%) contoh masukan.
d. Untuk setiap mode pelatihan, dilakukan 10 kali pengulangan dengan
pola pengambilan data secara teratur setiap lima paket data. Ilustrasi
pengambilan data untuk mode pelatihan 1 (10% data pelatihan) dapat
dilihat pada Gambar 17. Sedangkan ilustrasi pengambilan data Untuk
mode pelatihan 2 (20% data pelatihan) dapat dilihat pada Gambar 18.
Pengulangan dilakukan untuk memastikan proses pelatihan meliputi
seluruh data dan hasil yang didapatkan akan cukup mewakili keadaan
sebenarnya.
e. Selain mode pelatihan, faktor yang mempengaruhi akurasi klasifikasi
adalah Populasi individu Algoritma Genetik yang dilibatkan. Dalam
penelitian ini digunakan dua Populasi AG:
1) 500 individu
2) 1000 individu
Penelitian sebelumnya menunjukkan kecenderungan bahwa akurasi
karena waktu yang dibutuhkan akan makin lama, maka perlu dipilih
populasi AG lain sebagai pembanding populasi AG 1000 individu,
sehingga dipilih populasi AG 500 individu. Secara teori, akurasi
klasifikasi akan makin tinggi pada populasi AG yang lebih tinggi
namun waktu yang dibutuhkan akan makin lama.
Gambar 17. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 1 (10% data pelatihan).
Gambar 18. Ilustrasi pengambilan data untuk mode pelatihan 2 (20% data pelatihan).
Kelas A Kelas B Kelas C
bobot pjng lebar bobot pjng lebar bobot pjng lebar
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
dst
. . . .
Kelas A Kelas B Kelas C
bobot pjng lebar bobot pjng lebar bobot pjng lebar
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
dst