• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

Oleh:

SARI ROSMAWATI F14102049

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SARI ROSMAWATI F14102049

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SARI ROSMAWATI F14102049

Dilahirkan pada tanggal 9 April 1984 Di Bandung

Disetujui, Bogor, Februari 2009

Dr.Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr.Ir. Desrial, M.Eng

(4)

RINGKASAN

SARI ROSMAWATI. F14102049. Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air. Di bawah bimbingan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.

Oksigen yang terkandung dalam air disebut oksigen terlarut (Dissolved oxygen atau DO) jumlahnya dapat berkurang disebabkan oleh beberapa hal antara lain: respirasi hewan dan tumbuhan (seperti tanaman air dan alga), dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen, reduksi yang disebabkan oleh gas-gas lainnya di dalam air. Untuk itu perlu digunakan alat-alat aerasi untuk menghindari kekurangan oksigen dalam air. Tujuan dari aerator kincir adalah untuk memperluas kontak antara udara dan air yaitu saat air disemburkan ke udara dan untuk mempermudah udara masuk ke dalam air yaitu saat pedal bergerak masuk ke dalam air. Aerator kincir merupakan alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan nilai oksigen air sehingga lebih banyak oksigen yang terlarut dalam air.

Kincir air bekerja mengangkat air ke udara untuk disemburkan sehingga akan memperbesar luas permukaan kontak udara dan air (Prasetia, 2005). Kincir dengan bentuk yang tidak hidrodinamis dan tidak aerodinamis akan mempunyai tahanan yang besar. Dengan adanya tahanan yang bekerja pada kincir yang berputar akan menyebabkan turunnya kecepatan putar. Dengan demikian akan mengakibatkan beberapa kerugian, diantaranya turunnya efektifitas penggunaan daya, dengan daya listrik yang sama menghasilkan kecepatan yang lebih kecil. Hal ini akan memperpanjang waktu operasi sehingga pemakaian listrik menjadi lebih besar dan penggunaan jam kerja lebih panjang.

Pengembangan prototipe kincir pedal lengkung telah dilakukan uji fungsional terhadap kinerjanya menunjukkan bahwa konsumsi energi dapat diturunkan namun tetap menghasilkan aerasi yang efektif (Prasetia, 2005). Aerator tersebut terbukti mampu bekerja dengan baik, namun pada penelitian tersebut belum dilakukan pengujian mengenai pengaruh aerasi terhadap peningkatan oksigen terlarut dalam air yaitu uji lapang di kolam dengan beban ikan. Selain itu, sistem transmisi hasil penelitian tersebut dinilai masih belum memadai sehingga masih perlu dimodifikasi lagi sehingga kecepatan kincir dapat ditingkatkan. Dalam penelitian ini akan diuji kincir pedal lengkung (Radite 2006)yang telah dimodifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya (Radite 2003) yang telah ada sebagai satu pilihan alat aerasi sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat aerasi yang murah dan berkualitas.

(5)

Modifikasi sistem transmisi dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Pengujian lapang kincir aerator pedal lengkung dan pengujian diameter semburan dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), Sukabumi, Jawa Barat.

Hasil dari modifikasi transmisi diperoleh tiga kali reduksi kecepatan putar dengan menggunakan sistem transmisi rantai dan roda gigi yaitu 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm dari sebelumnya 83 rpm, 96 rpm dan 124 rpm. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran oksigen terlarut untuk menentukan waktu yang tepat untuk pengoperasian kincir secara optimal, didapatkan kadar oksigen kolam tertinggi sebesar 4.87 mg/L pada titik satu, 4.57 mg/L pada titik dua, 3.63 mg/L pada titik tiga dan 5.38 mg/L pada titik empat, pada waktu pengamatan berkisar antara pukul 14.00- 16.00. Untuk kadar oksigen terendah pada titik satu sebesar 0.63 mg/L, 0.84 mg/L pada titik dua, 0.89 mg/L pada titik tiga dan 0.95 mg/L pada titik empat, pada waktu pengamatan antara 04.00-06.00. Dari hasil tersebut maka ditentukan waktu pengoperasian kincir yaitu pada pukul 20.00-08.00.

Pada penelitian utama dengan menggunakan aerator tipe pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, kemiringan pedal 00 dan kecepatan putar 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm, dapat dihasilkan pengukuran maksimum oksigen terlarut yaitu dengan kecepatan putar 157 rpm dengan nilai 4.88 mg/L di permukaan kolam. Pengukuran minimum oksigen terlarut dengan kecepatan putar 117 rpm diperoleh nilai 2.84 mg/L di dasar kolam. Diameter semburan yang terbesar didapat pada perlakuan pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, posisi pedal datar dan kecepatan putar 157 rpm. Diameter semburan terkecil yaitu pada perlakuan pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, posisi pedal datar dan kecepatan putar 117 rpm.

Coverage area terbesar didapat pada perlakuan dengan kecepatan putar 157 rpm yaitu seluas 410801 cm2, sedangkan coverage area terkecil dihasilkan pada kecepatan putar 117 rpm yaitu seluas 30485 cm2. Konsumsi daya listrik terkecil yang dihasilkan adalah 560 watt dengan kecepatan putar 117 rpm, sedangkan konsumsi daya listrik terbesar dihasilkan dari kecepatan putar 157 rpm yaitu 622 watt.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai pengujian aerator dengan pengaruhnya terhadap kolam dengan beban ikan yang terdapat didalamnya.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian selama kurang lebih lima bulan, terhitung mulai bulan Agustus 2006 hingga Desember 2006. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari pihak-pihak yang senantiasa membantu penulis selama penelitian. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian, arahan dan nasehatnya selama penulis melakukan penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc., selaku dosen penguji atas segala kritik dan sarannya dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA., selaku dosen penguji atas segala kritik dan sarannya dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

4. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, atas segala bantuannya selama penelitian.

5. Bapak Abbas Mustofa atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

6. Ayah, ibu dan adik penulis atas do’a restu dan dukungan moral maupun materi selama penulis melakukan studi di IPB.

7. Yossi, Sanz, Karim dan Reza yang telah membantu penulis melakukan pengujian lapang di Sukabumi.

Bogor, Januari 2009

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL . ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Air ... 3

B. Suhu Air ... 3

C. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ... 5

D. Sistem Aerasi ... 7

E. Transfer Oksigen ... 12

F. Efisiensi ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 14

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

C. Metode Penelitian... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. Memodifikasi sistem transmisi ... 21

B. Pengukuran oksigen terlarut ... 23

C. Pengukuran daya listrik ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pengaruh kadar oksigen terlarut terhadap organisme air

yang ada di kolam (Boyd,1990) ……… 6

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Konsep latar belakang penelitian ... 2

Gambar 2. Desain kincir dengan efisiensi tertinggi (Boyd 1991) ... 11

Gambar 3. Kincir dengan bentuk pedal menyilang (Boyd 1991) ... 11

Gambar 4. Lokasi Peletakan Aerator (Boyd 1991)... 12

Gambar 5. Lokasi Peletakan Aerator yang tepat (Boyd 1991) ... 12

Gambar 6. Posisi penempatan kincir... 13

Gambar 7. Model kincir ... 14

Gambar 8. Model pedal lengkung... 14

Gambar 9. Model velg... 14

Gambar 10. Aerator (Prasetia, 2005) ... 17

Gambar 11. Modifikasi sistem transmisi ... 20

Gambar 12. Pengukuran kadar oksigen dengan tiga titik kedalaman ... 21

Gambar 13. Pembagian kolam menjadi empat bagian... 22

Gambar 14. Titik-titik pengukuran kadar oksigen pada kolam... 23

Gambar 15. Metode pengukuran lebar semburan ... 25

Gambar 16. Metode pengukuran coverage area dan persentase sebaran ... 26

Gambar 17. Hasil pre-test penelitian pendahuluan nilai kadar oksigen kolam ... 27

Gambar 18. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm ... 29

Gambar 19. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm ... 30

Gambar 20. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 31

(10)

Gambar 22. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan

kecepatan putar 138 rpm ... 32

Gambar 23. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 32

Gambar 24. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm ... 33

Gambar 25. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm ... 34

Gambar 26. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 34

Gambar 27. Distribusi oksigen di permukaan pada 117 rpm ... 36

Gambar 28. Distribusi oksigen di permukaan pada 138 rpm ... 37

Gambar 29. Distribusi oksigen di permukaan pada 157 rpm ... 38

Gambar 30. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 117 rpm... 39

Gambar 31. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 138 rpm... 40

Gambar 32. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 157 rpm... 41

Gambar 33. Distribusi oksigen pada kedalaman 80 cm di bawah permukaan air pada 117 rpm ... ... 42

(11)

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

Oleh:

SARI ROSMAWATI F14102049

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SARI ROSMAWATI F14102049

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(13)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SARI ROSMAWATI F14102049

Dilahirkan pada tanggal 9 April 1984 Di Bandung

Disetujui, Bogor, Februari 2009

Dr.Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr.Ir. Desrial, M.Eng

(14)

RINGKASAN

SARI ROSMAWATI. F14102049. Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air. Di bawah bimbingan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.

Oksigen yang terkandung dalam air disebut oksigen terlarut (Dissolved oxygen atau DO) jumlahnya dapat berkurang disebabkan oleh beberapa hal antara lain: respirasi hewan dan tumbuhan (seperti tanaman air dan alga), dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen, reduksi yang disebabkan oleh gas-gas lainnya di dalam air. Untuk itu perlu digunakan alat-alat aerasi untuk menghindari kekurangan oksigen dalam air. Tujuan dari aerator kincir adalah untuk memperluas kontak antara udara dan air yaitu saat air disemburkan ke udara dan untuk mempermudah udara masuk ke dalam air yaitu saat pedal bergerak masuk ke dalam air. Aerator kincir merupakan alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan nilai oksigen air sehingga lebih banyak oksigen yang terlarut dalam air.

Kincir air bekerja mengangkat air ke udara untuk disemburkan sehingga akan memperbesar luas permukaan kontak udara dan air (Prasetia, 2005). Kincir dengan bentuk yang tidak hidrodinamis dan tidak aerodinamis akan mempunyai tahanan yang besar. Dengan adanya tahanan yang bekerja pada kincir yang berputar akan menyebabkan turunnya kecepatan putar. Dengan demikian akan mengakibatkan beberapa kerugian, diantaranya turunnya efektifitas penggunaan daya, dengan daya listrik yang sama menghasilkan kecepatan yang lebih kecil. Hal ini akan memperpanjang waktu operasi sehingga pemakaian listrik menjadi lebih besar dan penggunaan jam kerja lebih panjang.

Pengembangan prototipe kincir pedal lengkung telah dilakukan uji fungsional terhadap kinerjanya menunjukkan bahwa konsumsi energi dapat diturunkan namun tetap menghasilkan aerasi yang efektif (Prasetia, 2005). Aerator tersebut terbukti mampu bekerja dengan baik, namun pada penelitian tersebut belum dilakukan pengujian mengenai pengaruh aerasi terhadap peningkatan oksigen terlarut dalam air yaitu uji lapang di kolam dengan beban ikan. Selain itu, sistem transmisi hasil penelitian tersebut dinilai masih belum memadai sehingga masih perlu dimodifikasi lagi sehingga kecepatan kincir dapat ditingkatkan. Dalam penelitian ini akan diuji kincir pedal lengkung (Radite 2006)yang telah dimodifikasi berdasarkan penelitian sebelumnya (Radite 2003) yang telah ada sebagai satu pilihan alat aerasi sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat aerasi yang murah dan berkualitas.

(15)

Modifikasi sistem transmisi dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Pengujian lapang kincir aerator pedal lengkung dan pengujian diameter semburan dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), Sukabumi, Jawa Barat.

Hasil dari modifikasi transmisi diperoleh tiga kali reduksi kecepatan putar dengan menggunakan sistem transmisi rantai dan roda gigi yaitu 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm dari sebelumnya 83 rpm, 96 rpm dan 124 rpm. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengukuran oksigen terlarut untuk menentukan waktu yang tepat untuk pengoperasian kincir secara optimal, didapatkan kadar oksigen kolam tertinggi sebesar 4.87 mg/L pada titik satu, 4.57 mg/L pada titik dua, 3.63 mg/L pada titik tiga dan 5.38 mg/L pada titik empat, pada waktu pengamatan berkisar antara pukul 14.00- 16.00. Untuk kadar oksigen terendah pada titik satu sebesar 0.63 mg/L, 0.84 mg/L pada titik dua, 0.89 mg/L pada titik tiga dan 0.95 mg/L pada titik empat, pada waktu pengamatan antara 04.00-06.00. Dari hasil tersebut maka ditentukan waktu pengoperasian kincir yaitu pada pukul 20.00-08.00.

Pada penelitian utama dengan menggunakan aerator tipe pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, kemiringan pedal 00 dan kecepatan putar 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm, dapat dihasilkan pengukuran maksimum oksigen terlarut yaitu dengan kecepatan putar 157 rpm dengan nilai 4.88 mg/L di permukaan kolam. Pengukuran minimum oksigen terlarut dengan kecepatan putar 117 rpm diperoleh nilai 2.84 mg/L di dasar kolam. Diameter semburan yang terbesar didapat pada perlakuan pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, posisi pedal datar dan kecepatan putar 157 rpm. Diameter semburan terkecil yaitu pada perlakuan pedal lengkung 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20, posisi pedal datar dan kecepatan putar 117 rpm.

Coverage area terbesar didapat pada perlakuan dengan kecepatan putar 157 rpm yaitu seluas 410801 cm2, sedangkan coverage area terkecil dihasilkan pada kecepatan putar 117 rpm yaitu seluas 30485 cm2. Konsumsi daya listrik terkecil yang dihasilkan adalah 560 watt dengan kecepatan putar 117 rpm, sedangkan konsumsi daya listrik terbesar dihasilkan dari kecepatan putar 157 rpm yaitu 622 watt.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Aerator Kincir Tipe Pedal Lengkung pada Peningkatan Kadar Oksigen Air. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai pengujian aerator dengan pengaruhnya terhadap kolam dengan beban ikan yang terdapat didalamnya.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian selama kurang lebih lima bulan, terhitung mulai bulan Agustus 2006 hingga Desember 2006. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari pihak-pihak yang senantiasa membantu penulis selama penelitian. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian, arahan dan nasehatnya selama penulis melakukan penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.Sc., selaku dosen penguji atas segala kritik dan sarannya dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA., selaku dosen penguji atas segala kritik dan sarannya dalam penyempurnaan penulisan skripsi.

4. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, atas segala bantuannya selama penelitian.

5. Bapak Abbas Mustofa atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

6. Ayah, ibu dan adik penulis atas do’a restu dan dukungan moral maupun materi selama penulis melakukan studi di IPB.

7. Yossi, Sanz, Karim dan Reza yang telah membantu penulis melakukan pengujian lapang di Sukabumi.

Bogor, Januari 2009

Penulis

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL . ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Air ... 3

B. Suhu Air ... 3

C. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ... 5

D. Sistem Aerasi ... 7

E. Transfer Oksigen ... 12

F. Efisiensi ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 14

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

C. Metode Penelitian... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. Memodifikasi sistem transmisi ... 21

B. Pengukuran oksigen terlarut ... 23

C. Pengukuran daya listrik ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pengaruh kadar oksigen terlarut terhadap organisme air

yang ada di kolam (Boyd,1990) ……… 6

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Konsep latar belakang penelitian ... 2

Gambar 2. Desain kincir dengan efisiensi tertinggi (Boyd 1991) ... 11

Gambar 3. Kincir dengan bentuk pedal menyilang (Boyd 1991) ... 11

Gambar 4. Lokasi Peletakan Aerator (Boyd 1991)... 12

Gambar 5. Lokasi Peletakan Aerator yang tepat (Boyd 1991) ... 12

Gambar 6. Posisi penempatan kincir... 13

Gambar 7. Model kincir ... 14

Gambar 8. Model pedal lengkung... 14

Gambar 9. Model velg... 14

Gambar 10. Aerator (Prasetia, 2005) ... 17

Gambar 11. Modifikasi sistem transmisi ... 20

Gambar 12. Pengukuran kadar oksigen dengan tiga titik kedalaman ... 21

Gambar 13. Pembagian kolam menjadi empat bagian... 22

Gambar 14. Titik-titik pengukuran kadar oksigen pada kolam... 23

Gambar 15. Metode pengukuran lebar semburan ... 25

Gambar 16. Metode pengukuran coverage area dan persentase sebaran ... 26

Gambar 17. Hasil pre-test penelitian pendahuluan nilai kadar oksigen kolam ... 27

Gambar 18. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm ... 29

Gambar 19. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm ... 30

Gambar 20. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 31

(20)

Gambar 22. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan

kecepatan putar 138 rpm ... 32

Gambar 23. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 32

Gambar 24. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm ... 33

Gambar 25. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm ... 34

Gambar 26. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan kincir air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm ... 34

Gambar 27. Distribusi oksigen di permukaan pada 117 rpm ... 36

Gambar 28. Distribusi oksigen di permukaan pada 138 rpm ... 37

Gambar 29. Distribusi oksigen di permukaan pada 157 rpm ... 38

Gambar 30. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 117 rpm... 39

Gambar 31. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 138 rpm... 40

Gambar 32. Distribusi oksigen pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air pada 157 rpm... 41

Gambar 33. Distribusi oksigen pada kedalaman 80 cm di bawah permukaan air pada 117 rpm ... ... 42

(21)

Gambar 34. Distribusi oksigen pada kedalaman 80 cm di bawah permukaan air pada 138 rpm ... 43 Gambar 35. Distribusi oksigen pada kedalaman 80 cm di bawah permukaan

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Pre-test pengukuran pertama (5 Desember 2006) ... 53 Lampiran 2. Hasil Pre-test pengukuran kedua (6 Desember 2006) ... 54 Lampiran 3. Hasil Pre-test pengukuran ketiga (7 Desember 2006) ... 55 Lampiran 4. Hasil pengamatan kadar oksigen (mg/L) dalam air

pada permukaan kolam ... 56 Lampiran 5. Hasil pengamatan kadar oksigen (mg/L) dalam air

pada kedalaman 40 cm di bawah permukaan air

kolam ... 57 Lampiran 6. Hasil pengamatan kadar oksigen (mg/L) dalam

air pada kedalaman 80 cm di bawah permukaan

air kolam ... 58 Lampiran 7. Besarnya tegangan dan arus pada kecepatan putar 117

rpm dan kecepatan putar 138 rpm... 59 Lampiran 8. Besarnya tegangan dan arus pada kecepatan putar

157 rpm ... 60 Lampiran 9. Nilai coverage area dan volume area pada kecepatan

putar 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm ... 61

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makhluk hidup memerlukan oksigen dalam proses respirasi. Oksigen tidak hanya terkandung dalam udara namun juga terlarut dalam air. Komposisi oksigen di udara adalah 20.95%, sementara ikan sebagai salah satu makhluk hidup yang hidup di air dan bernafas dalam air pada tekanan 1 atm hanya mengandung 0.0008 % oksigen atau 8 ppm. Ikan dan udang dapat berkembang dan hidup dengan tingkat kadar oksigen yang kurang dari 8 ppm, namun bila kadar oksigen dalam air hanya mencapai setengahnya, maka mereka akan mengalami stress, terkena penyakit dan bahkan tidak dapat bertahan hidup.

Oksigen yang terkandung dalam air disebut oksigen terlarut (Dissolved oxygen atau DO). Jumlah oksigen dalam air dapat berkurang disebabkan oleh beberapa hal seperti: respirasi hewan dan tumbuhan (seperti tanaman air dan alga), dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen, reduksi yang disebabkan oleh gas-gas lainnya di dalam air. Di dalam suatu ekosistem/kolam, perubahan oksigen terlarut terjadi secara dinamis dan faktor utama yang mempengaruhinya adalah jumlah fitoplankton. Perubahan fitoplankton berkaitan dengan jumlah ikan yang ada.

Akibat dari aktifitas pada suatu ekosistem tersebut maka perlu digunakan alat-alat aerasi untuk menghindari kurangnya oksigen dalam air. Tujuan dari alat aerasi adalah untuk mempermudah oksigen masuk ke dalam air sehingga kandungan oksigen tetap tinggi. Boyd (1982) diacu dalam Prasetia (2005) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kontak udara dengan air adalah dengan peralatan mekanis yang dapat mengaduk udara dengan air. Aerator merupakan alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan nilai oksigen dalam permukaan air sehingga lebih banyak oksigen yang masuk dalam air.

Alat-alat aerasi yang ada terdiri dari diffuser, venturi, pompa bawah permukaan, pompa dan semburan, aspirator dan kincir. Dari beberapa jenis yang ada kincir merupakan alat aerasi yang paling baik dari segi efisiensi dan harga.

(24)

Kincir dengan bentuk yang tidak hidrodinamis dan tidak aerodinamis akan mempunyai tahanan yang besar. Dengan adanya tahanan yang bekerja pada kincir yang berputar akan menyebabkan turunnya kecepatan putar. Dengan demikian akan mengakibatkan beberapa kerugian yang dialami kincir, diantaranya dengan daya listrik yang sama menghasilkan kecepatan yang lebih kecil. Hal ini akan memperpanjang waktu operasi sehingga pemakaian listrik menjadi lebih besar dan penggunaan jam kerja lebih panjang.

Pada penelitian sebelumnya (Prasetia, 2005), untuk pengembangan kincir pedal lengkung telah dilakukan uji fungsional terhadap kinerja aerator kincir tipe pedal lengkung yang dapat menurunkan konsumsi energi namun tetap menghasilkan aerasi yang efektif. Aerator tersebut terbukti mampu bekerja dengan baik. Namun pada penelitian tersebut belum dilakukan pengujian mengenai pengaruh aerasi terhadap peningkatan oksigen terlarut dalam air yaitu uji lapang di kolam dengan beban ikan. Selain itu, sistem transmisi hasil penelitian tersebut dinilai masih belum memadai sehingga masih perlu dimodifikasi lagi sehingga kecepatan kincir dapat ditingkatkan.

Dalam penelitian ini akan diuji kincir pedal lengkung (Radite 2006) yang dikembangkan dari hasil penelitian sebelumnya (Radite, 2003) sebagai satu pilihan alat aerasi. Hasilnya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat aerasi yang murah dan berkualitas.

Gambar 1. Konsep latar belakang penelitian

(25)

B. Tujuan Penelitian

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Air

Air adalah cairan yang tidak mempunyai warna, rasa dan bau. Air merupakan komposisi kimia yang dilambangkan dengan H2O, yang menandakan gabungan antara dua molekul hidrogen dan satu molekul oksigen. Secara kimia, air yang benar-benar murni jarang sekali ditemukan karena komposisi air yang begitu universal memungkinkan adanya kontaminasi terhadap air tersebut.

Kualitas air ditentukan oleh banyak faktor, antara lain faktor biologi, fisik dan kimia (Boyd, 1982). Dalam budidaya ikan, kualitas air didefinisikan sebagai kesesuaian air sebagai tempat hidup dan berkembang biak ikan dan biasanya hanya sedikit faktor yang sangat mempengaruhi. Kualitas air yang baik dalam suatu kolam akan meningkatkan produksi dan perkembangan ikan.

Air murni mengandung gas, ion-ion inorganik dan bahan-bahan organik di dalam larutan dan bahan partikulat di dalam suatu substansi (Boyd, 1982). Gas-gas seperti nitrogen, oksigen dan karbondioksida mempunyai jumlah yang melimpah dalam air murni, tetapi bahan-bahan seperti amonia yang tidak diionisasikan, hidrogen sulfida dan metan dapat mencapai jumlah yang cukup tinggi dalam kondisi tertentu.

B. Suhu Air

Menurut Royce (1972) diacu dalam Sinaga (2004) suhu air sangat mempengaruhi kehidupan dari makhluk hidup akuatik. Tumbuh-tumbuhan dan kebanyakan dari hewan air hidup pada suhu yang sama. Setiap tumbuhan atau hewan beradaptasi pada suhu normal dari suatu musim dan sangat dirugikan oleh suhu air yang tidak normal.

Suhu air yang optimal untuk suatu makhluk hidup dilihat dari berbagai macam faktor lingkungan yang ada. Suhu air yang optimal dengan kadar oksigen terlarut dan kadar garam tertentu pada suatu tempat tertentu dapat berbeda dengan tempat yang lain meskipun dengan tingkat kadar oksigen dan kadar garam yang sama (Landau, 1992).

(27)

Suhu optimal yang aktual didasarkan pada jumlah dari reaksi internal (kebanyakan enzymatik) yang ada. Sementara enzim-enzim yang berbeda mempunyai tingkat efisiensi yang maksimal pada suhu yang berbeda, maka suhu yang optimal untuk organisme yang ada adalah suhu yang memungkinkan sebagian besar reaksi yang ada berjalan mendekati maksimum (Landau, 1992).

Ketika suhu berkurang di bawah suhu yang optimal, maka pertumbuhan hewan akan berkurang karena tingkat reaksi metabolisme tubuh berkurang. Penurunan suhu yang terlalu cepat akan berakibat fatal pada makhluk hidup air, walaupun terdapat banyak makhluk hidup yang bisa beradaptasi. Demikian juga dengan kenaikan suhu secara mendadak juga bisa berakibat fatal. Hal ini dikarenakan kenaikan suhu akan memacu penurunan kadar oksigen terlarut (DO) yang ada dan menaikkan kadar oksigen yang dibutuhkan oleh organisme kolam (BOD) karena meningkatnya metabolisme organisme yang ada di kolam. Suhu yang tinggi juga dapat mengakibatkan thermal death karena struktur enzim-enzim yang menopang kehidupan telah berubah dan tidak dapat lagi memenuhi reaksi yang diperlukan (Landau, 1992).

Suhu air juga mengontrol kerapatan air dan menentukan keseluruhan struktur suhu air itu sendiri. Suhu juga mengubah kelarutan dan secara fisiologis berpengaruh terhadap benda padat dan gas-gas yang ada sehingga akibatnya terhadap hewan harus juga dipertimbangkan (Royce, 1972).

(28)

C. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air dan dinyatakan dalam mg/L. Kelarutan oksigen merupakan faktor kritis budidaya ikan secara intensif. Tingkat keberhasilan atau kegagalan usaha budidaya sering dipengaruhi oleh kemampuan petani untuk mengatasi masalah kurangnya oksigen terlarut (Boyd, 1982).

Atmosfir mengandung 20.95 % oksigen. Pada tekanan atmosfir standard (760 mm Hg), tekanan oksigen di udara sebesar 159.2 mmHg (Boyd 1998). Tekanan oksigen dalam udara akan membawa oksigen ke dalam air sehingga tekanan oksigen dalam air sama dengan tekanan oksigen yang ada dalam udara. Ketika tekanan oksigen dalam air dan udara sama, proses penangkapan oksigen dari udara ke air berhenti dan kadar oksigen terlarut yang ada mencapai titik keseimbangan atau titik jenuh (Boyd 1998).

Konsentrasi oksigen terlarut pada keadaan jenuh juga akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Konsentrasi oksigen terlarut pada titik jenuh juga akan berkurang seiring dengan naiknya kadar garam air, tetapi akibat yang ditimbulkan tidak melebihi batas kadar garam yang ada pada air tawar. Pada tingkat kadar garam yang tinggi, air akan menyimpan oksigen terlarut sangat sedikit bila dibandingkan dengan air dengan tingkat kadar garam yang lebih rendah (Boyd 1998).

Konsentrasi oksigen terlarut pada titik jenuhnya akan berkurang seiring dengan berkurangnya tekanan atmosfir yang ada. Tekanan pada titik tertentu di air dipengaruhi oleh kedalaman titik tersebut di bawah permukaan laut. Tekanan air di atas titik tersebut disebut tekanan hidrostatik dan tekanan total pada titik itu yaitu tekanan hidrostatik ditambah dengan tekanan atmosfir. Kelarutan oksigen terlarut pada titik jenuhnya pada suatu titik merupakan fungsi total dari tekanan total tersebut, sehingga kenaikan kedalaman air akan menaikkan kelarutan oksigen terlarut pada titik jenuh tersebut (Boyd and Tucker, 1998).

Tanaman yang tumbuh dalam kolam akan menghasilkan oksigen pada saat fotosintesis dan selama siang hari tanaman tersebut akan menghasilkan oksigen dengan cepat sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan naik hingga mencapai titik jenuhnya. Pernafasan oleh organisme yang ada dalam kolam dapat

(29)

menurunkan tingkat oksigen terlarut yang ada, pengurangan ini terjadi biasanya pada saat malam hari.

Ketika kadar oksigen yang ada dalam air di bawah titik jenuhnya ada pergerakan molekul-molekul oksigen dari udara ke air. Ketika mencapai titik jenuhnya, jumlah molekul-molekul oksigen yang masuk ke air akan sama dengan jumlah yang keluar sehingga tidak terjadi pergerakan molekul. Pergerakan molekul oksigen dari air ke udara akan terjadi ketika kadar oksigen terlarut dalam air mencapai titik jenuh yang maksimal.

Pengaruh tingkat oksigen terlarut pada makhluk hidup air dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Pengaruh kadar oksigen terlarut terhadap organisme air yang ada di kolam (Boyd, 1990)

Konsentrasi oksigen terlarut Akibat yang ditimbulkan

Kurang dari 1 atau 2 mg/L Dapat sangat mematikan bila terjadi lebih dari beberapa jam

2-5 mg/L Pertumbuhan akan lambat jika terjadi secara terus menerus

5 mg/liter- 8 mg/L (titik jenuh) Kondisi terbaik untuk pertumbuhan yang baik

Di atas titik jenuh> (8 mg/liter) Bisa berbahaya jika kondisi ini terus ada dan melebihi kapasitas kolam yang ada. Secara normal tidak ada masalah

Daya kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu dan salinitas, semakin tinggi suhu air dan salinitas maka semakin rendah oksigen dalam air (Mintardjo dkk, 1985). Selain itu menurut Cole (1979) dan Wetzel (1975) kelarutan oksigen dalam air juga dipengaruhi oleh tekanan udara. Tekanan udara dan salinitas yang tinggi akan menurunkan kelarutan oksigen di udara. Maka peningkatan tekanan udara akan meningkatkan kelarutan oksigen dalam air.

(30)

turbulensi dari kontak air-udara. Turbulensi dari kontak air-udara akan efektif meningkatkan luas area kontak air dengan udara. Pelarutan oksigen ke dalam air hampir seluruhnya berkaitan dengan sirkulasi, pola arus dan turbulensi.

Jumlah oksigen maksimum yang dapat terlarut dalam air pada kondisi lingkungan disebut konsentrasi oksigen terlarut jenuh (Stickney, 1973). Jika konsentrasi oksigen terlarut di bawah tingkat jenuh maka oksigen dari atmosfer akan larut ke dalam air, sedangkan jika konsentrasi melebihi tingkat jenuh maka oksigen akan lepas ke udara. Makin besar selisih konsentrasi oksigen di udara dan di air akan mempercepat proses kelarutan atau pelepasan oksigen. Transfer oksigen dari atau ke air terjadi antara lapisan permukaan air dan atmosfer (Hepher dan Pruginin, 1981).

D. Sistem Aerasi

Aerasi adalah penambahan udara ke dalam air sehingga kadar oksigen dalam air menjadi cukup dengan bantuan alat aerasi/aerator. Aerator adalah alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan oksigen yang masuk dalam air (Boyd, 1982). Fungsi aerator antara lain:

1. Menambah oksigen secara langsung ke dalam air.

2. Mensirkulasikan atau mencampur lapisan atas air/permukaan air dengan dasar air untuk memastikan bahwa kandungan oksigen yang ada dalam air benar-benar merata.

3. Memindahkan air yang telah teraerasi dengan cepat ke area sekelilingnya sehingga air yang belum teraerasi dapat teraerasi.

4. Dengan lapisan sedimen organik di dalam kolam, akan menciptakan permukaan yang teroksigenisasi sehingga gas-gas dan cairan beracun seperti hidrogen sulfida dan amonia tidak dapat memasuki air.

5. Sirkulasi akan mendorong berbagai macam gas berbahaya dan nitrogen berlebih dan karbondioksida untuk lepas ke atmosfer.

Menurut Boyd (1990) ada dua teknik dasar dalam aerasi air kolam; yang pertama udara dimasukkan ke dalam air dengan cara dideburkan (Splasher aerators) dan yang kedua gelembung udara dilepaskan ke dalam air (Bubbler aerators). Splasher aerators mencakup pompa vertikal, pompa sprayer dan kincir aerator. Bubbler aerators terdiri dari diffuser dan aspirator pompa. Aerator

(31)

biasanya digerakkan oleh motor listrik. Ketika tenaga listrik tidak tersedia, aerator dapat digerakkan dengan menggunakan tenaga PTO (Power Take Off) dari traktor atau dengan menggunakan mesin diesel.

Wheaton (1977) membagi alat aerasi dalam empat tipe dasar yaitu gravitasi, permukaan, diffuser dan turbin. Selain itu terdapat pula beberapa jenis yang merupakan gabungan dari tipe dasar. Aerasi sistem gravitasi bekerja dengan prinsip air terjun atau air yang dijatuhkan untuk meningkatkan interaksi antara udara-air sehingga konsentrasi oksigen dalam air meningkat. Semakin tinggi air tersebut dijatuhkan maka konsentrasi oksigennya akan semakin tinggi. Contoh dari sistem ini adalah air terjun.

Aerasi permukaan adalah peralatan aerasi yang bekerja dengan cara memecah atau mengaduk permukaan air sehingga interaksi air-udara meningkat yang selanjutnya akan memperbesar laju pelarutan oksigen dalam air. Semakin besar pengadukan atau air yang terpecah maka konsentrasi oksigen akan semakin tinggi. Contoh dari aerasi permukaan adalah kincir air (Wheaton, 1977).

Aerasi sistem diffuser bekerja dengan prinsip memasukkan udara atau oksigen ke dalam air dalam bentuk gelembung-gelembung udara dan oksigen dipindahkan dari gelembung-gelembung udara ke air secara difusi dari lapisan tipis gelembung. Gelembung udara yang naik ke atas permukaan air menyebabkan sirkulasi air dan memperbaharui luas permukaan air yang berhubungan langsung dengan udara. Sistem ini biasa digunakan di akuarium. Contoh dari sistem ini adalah blower (Wheaton, 1977).

Aerasi sistem turbin terdiri dari sebuah propeller (baling-baling) yang terendam air yang diaerasi. Prinsip kerjanya yaitu propeller berputar sehingga terjadi sirkulasi dalam air dan menyebabkan efek aerasi pada permukaan air. Pelarutan oksigen pada aerator turbin dipengaruhi oleh laju sirkulasi, karakteristik air dan defisit oksigen dalam air (Wheaton, 1977).

Menurut Chris Bird and Cassels (1996) dalam Adnan (2003) tipe-tipe mekanisme kerja aerator dapat dibagi menjadi empat buah, yaitu:

1. Diffuser (diffused air)

(32)

dengan cara bergantung pada lama waktu kontak antara air dan gelembung udara yang dihasilkan. Semakin lama waktu kontak dengan air maka jumlah oksigen yang masuk ke air semakin banyak. Efisiensi aerator ini tergantung dari ukuran gelembung-gelembung udara, semakin baik gelembung udara yang dihasilkan maka semakin baik efisiensi yang dihasilkan, dan cara peletakan aerator. Aerator dapat tergantung di udara atau dibiarkan bebas di air.

2. Pompa bawah permukaan (submersible pumps)

Penggunaan aerator tipe ini yaitu dengan cara meletakkannya di dekat dasar kolam dan meletakkan saluran pengeluarannya dekat ke permukaan air. Aerator tipe ini sangat bergantung pada ukuran dari pompa tersebut. Pompa ini akan mengalirkan dan mencampur udara dengan air, namun efeknya hanya untuk area tertentu. Aerator ini tidak banyak menambah jumlah oksigen terlarut secara langsung ke dalam air kecuali melalui difusi dengan cara mengeluarkan air yang mempunyai kualitas oksigen rendah ke atas permukaan.

3. Propeller Aspirator

Aerator jenis ini sangat baik untuk mensirkulasi udara di dalam kolam, tetapi aerator tipe ini didesain untuk kolam dengan kedalaman yang lebih. Aerator tipe ini lebih baik digunakan di bendungan untuk meningkatkan produksi walaupun terkadang masih terhambat oleh dana yang mahal.

4. Aerator tipe kincir (Paddle wheel)

Aerator tipe kincir merupakan aerator yang banyak digunakan dan telah terbukti paling efisien. Ada beberapa keuntungan tipe kincir dibandingkan dengan jenis aerator lain, yaitu:

a. Mekanisme aerasi sangat efektif, menyemprotkan air ke udara sekaligus juga memasukkan udara ke dalam air.

b. Fungsi sirkulasi paling baik, menghasilkan aerasi yang merata c. Konstruksinya sederhana namun handal

d. Pemeliharaan mudah e. Biaya operasi rendah

(33)

Selain beberapa keuntungan diatas, aerator tipe kincir tidak seperti sistem aerator yang lain yang harus dioperasikan 24 jam penuh untuk mendapatkan hasil yang sama. Beberapa tes menunjukkan bahwa kincir air hanya memerlukan waktu operasi maksimum selama 1 jam ( 20-30 menit biasanya cukup), dengan frekuensi pengoperasian tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan malam hari.

Berdasarkan sumber tenaganya, kincir air dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:

1. Menggunakan sumber tenaga traktor/PTO 2. Menggunakan sumber tenaga motor diesel 3. Menggunakan sumber tenaga listrik

Kincir dengan desain yang baik umumnya mempunyai diameter kincir sebesar kurang lebih 90 cm dengan sudut triangular sebesar 1350 (Gambar 1). Kedalaman kincir berkisar 10-15 cm dan kecepatan berkisar 80-90 rpm, sedangkan tenaga ideal yang dibutuhkan sebesar 2-10 kW. Variasi kincir yang ada tidak terlalu banyak, sebagian menggunakan kincir dengan bentuk menyilang (Gambar 2).

Gambar 2. Desain kincir dengan efisiensi tertinggi (Boyd 1991).

(34)

Penempatan aerator di kolam dapat dilakukan dimana saja, tapi berdasarkan hasil penelitian tempat terbaik untuk meletakkan aerator yaitu di titik tengah sisi terpanjang kolam dan menghadap ke arah sisi terpanjang kolam. Hal ini akan menyebabkan air akan dapat tersikulasi dengan baik dan merata ke seluruh area sehingga kadar oksigen yang ada dalam air mencukupi. Penempatan aerator yang tidak baik akan menyebabkan kolam tidak teraerasi secara merata sehingga kadar oksigen air hanya terkonsentrasi pada suatu area saja.

Gambar 4. Lokasi peletakan aerator (Boyd 1991).

Gambar 5. Lokasi peletakan aerator yang tepat (Boyd 1991).

Salinitas mempunyai efek yang sedikit terhadap efisiensi transfer oksigen pada aerator, namun air dengan kadar garam yang tinggi akan dapat menyebabkan korosi. Untuk menghindari ini aerator sebaiknya menggunakan stainlees steel sebagai bahan pembuat, walaupun dengan biaya yang lebih mahal. Alternatif lain yaitu dengan menggunakan konstruksi mild steel dan dengan menggunakan prosedur galvanisasi konstruksi tersebut ditutupi oleh lapisan yang anti karat.

(35)

Setelah pemakaian selama enam bulan konstruksi tadi dapat dicat dengan menggunakan cat epoxy yang akan melindungi alat dari karat lebih lama lagi. Ada juga yang menggunakan cat coal-tar epoxy untuk memperlambat korosi. Selain itu beberapa pabrik di Asia seperti di Taiwan menggunakan bahan plastik sebagai bahan pembuat kincir dan setelah diuji terbukti menghasilkan kinerja yang baik.

Gambar 6. Posisi penempatan kincir

Beberapa posisi penempatan kincir yang terlihat pada Gambar 6. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sinaga (2004) dapat menghasilkan posisi kincir yang efektif yaitu posisi 2 dan posisi 4.

E. Model kincir yang digunakan

(36)

Ф

r

β R

ψ

permukaan air R0

Gambar 7. Skema perancangan lengkung pedal (Mohsenin 1978).

Persamaan-persamaan model kelengkungan pedal yang digunakan adalah sebagai berikut :

r = R0 e β / tan Ф ... (9)

β = -tan Ф ln (cos( )) ... (10) = cos-1 ( e – β max / tan Ф) ... (11)

βmax = ln (rmax / R0) tan Ф ... (12) Keterangan : r = vektor jari-jari atau jarak titik pusat ke permukaan air

yang menyentuh kurva (cm)

R0 = jari-jari dasar atau jarak titik pusat ke permukaan air (cm)

Ф = sudut antara garis singgung kurva (pedal) dengan perpanjangan vektor jari-jari (radian)

= sudut antara garis hubung titik pusat dan permukaan air yang menyentuh kurva dengan garis vertikal (radian)

ψ = sudut antara garis singgung kurva dengan garis horisontal (radian)

Kurva kelengkungan pedal seperti di atas akan mempunyai sudut Ф yang sama pada saat pedal berada pada kuadran IV (270°≤ sudut ≤360°), baik pedal

(37)

dengan lengkung 25°, 35°, ataupun 45°. Besarnya lengkung yang beragam tersebut ternyata mempengaruhi kebutuhan daya, diameter semburan, persentase sebaran, coverage area dan coverage volume.

Model perancangan kelengkungan pedal seperti tersebut di atas, diharapkan mampu memberikan hasil aerasi (diameter semburan, persentase sebaran, coverage area dan coverage volume) yang baik, kebutuhan daya yang kecil, serta mempunyai tahanan yang kecil baik didalam air maupun di udara. Dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan percobaan yang sebelumnya (Setiawan dan Adnan 2003).

a. Lengkung 25° b. Lengkung 35° c. Lengkung 45° Gambar 8. Plat sirip.

Model kincir yang digunakan yaitu model kincir pedal lengkung hasil penelitian sebelumnya (Prasetia, 2005). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetia (2005) dilaporkan bahwa efek aerasi yang terbaik dan didapat pada desain pedal dengan kelengkungan 450, jumlah lubang pada pedal adalah 20 dan posisi pedal datar.

(38)

Gambar 10. Model pedal lengkung Gambar 11. Model Velg

F. Memodifikasi sistem transmisi

Sistem transmisi yang sudah ada dimodifikasi sehingga dihasilkan kecepatan putar yang diinginkan yaitu 120 rpm, 140 rpm dan 160 rpm. Dengan mengatur pola susunan sproket dengan mengubah jumlah roda gigi yang digunakan pada penelitian sebelumnya (Prasetia, 2005). Roda gigi yang tersedia dimulai dari motor listrik dari 1440 rpm (roda gigi ukuran 16) menjadi 480 rpm (roda gigi ukuran 48), lalu dari 480 rpm (roda gigi ukuran 16) menjadi 160 rpm (roda gigi ukuran 48), dan dari 160 rpm (roda gigi ukuran 14) menjadi 83 rpm (roda gigi ukuran 28) atau 96 rpm (roda gigi ukuran 24) atau 124 rpm (roda gigi ukuran 18).

G. Transfer Oksigen

Laju perubahan konsentrasi oksigen menurut Wheaton (1977) diacu dalam Adnan (2003) dipengaruhi oleh luas permukaan kontak air dan udara, perbedaan konsentrasi oksigen, koefisien lapisan film dan turbulensi. Secara matematis adalah sebagai berikut:

) )(

(A Cs C KL

dt dC

= ... (1)

Keterangan :

dC/dt = laju perubahan konsentrasi oksigen (mg/jam) KL = koefisien pelarutan oksigen (cm/jam)

A = luas area kontak air-udara (cm2) Cs = konsentrasi oksigen jenuh (mg/L)

C = konsentrasi oksigen pada suatu waktu (mg/L)

(39)

Nilai KL yakni koefisien pelarutan oksigen, sangat sulit ditentukan. Boyd (1982) menyajikan persamaan berikut untuk nilai KL:

1

(KLA)T = koefisien pelarutan oksigen (L/jam) Cs = konsentrasi oksigen jenuh (mg/L)

C1 = konsentrasi oksigen pada 20% jenuh (mg/L) C2 = konsentrasi oksigen pada 80% jenuh (mg/L) t1 = waktu saat konsentrasi oksigen 20% (menit) t2 = waktu saat konsentrasi oksigen 80% (menit) T = suhu air (200C)

Menurut Ridwan (2001) dalam Prasetia (2005), penambahan luas permukaan kontak udara dan air akan menambah laju pelarutan oksigen dalam air. Hal ini dibuktikan dengan menambahkan saringan pada aerator tipe gravitasi model corong untuk memperluas permukaan kontak udara dan air menghasilkan nilai DO yang lebih tinggi daripada corong tanpa saringan.

Menurut Wheaton (1977) dan Popel (1974) dalam Adnan (2003), pelarutan oksigen ke dalam air melalui tiga fase perubahan yaitu gas oksigen dari udara menuju permukaan film, kemudian berdifusi melalui permukaan film dan terakhir bergerak ke dalam massa air.

H. Efisiensi

Menurut Soderberg (1982) yang diacu dalam Sinaga (2004), nilai efisiensi dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan alat aerasi untuk melarutkan oksigen. Jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam air selama waktu tertentu dan pada tingkat energi tertentu dinyatakan dengan satuan kg O2/kW-jam, digunakan oleh pabrik aerator sebagai ukuran dari standard efisiensi aerasi (SAE).

(40)

berkisar antara 1.5 sampai 1.8 kg O2/kW-jam. Menurut Riyanto (1989) nilai efisiensi mekanis untuk kincir air adalah 2.31343 kg O2/kW-jam dan untuk aire-O2 adalah 1.990 kg aire-O2/kW-jam, sedangkan standard efisiensi aerasi oksigen untuk kincir air adalah 1.7538 kg O2/kW-jam dan untuk aire-O2 sebesar 1.4923 kg O2/kW-jam.

(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Modifikasi sistem transmisi dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Pengujian lapang kincir aerator pedal lengkung dan pengujian diameter semburan ini dilakukan di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT), Sukabumi, Jawa barat. Waktu penelitian adalah dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2006. Pelaksanaan penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan penelitian di lapang dan penulisan laporan.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu satu buah kincir hasil penelitian sebelumnya (Prasetia, 2005).

Gambar 12. Aerator (Prasetia, 2005) Spesifikasi kincir adalah sebagai berikut :

1. Berat total (kincir dan rangka) 48 kg. 2. Diameter lubang pedal 16 mm. 3. Jumlah pedal 8 buah.

4. Diameter kincir 60.

5. Rangka pengujian berukuran 400 mm x 400 mm x 710 mm.

(42)

Bahan modifikasi terdiri dari:

a. Bearing sebagai bantalan poros. b. Besi poros ukuran 1 inchi.

c. Baud dan mur untuk merangkai dan mengunci satu bagian dengan bagian lainnya.

d. Roda gigi dan rantai untuk mentransmisikan atau menyalurkan tenaga sekaligus mereduksi kecepatan putaran dari motor listrik.

e. Spi sebagai pengunci kincir dan roda gigi ke poros.

Gambar 13. Digital Clamp meter (Krisbow RE266)

Alat instrumentasi yang digunakan pada saat pengujian, adalah : a. Digital Clamp meter (Krisbow RE266)

Clamp meter digunakan untuk mengukur tegangan dan arus listrik yang dikonsumsi baik dalam kondisi tanpa beban maupun dengan beban.

Gambar 14. Digital Tachometer (Yokogawa TM-300)

(43)

b. Digital Tach

putaran motor baik tanpa beban

c. ot A400)

bil gambar semburan air yang

Gamb 0A)

d. Dissolved O

untuk mengukur kadar oksigen di

C. Metode Penelitian

C.1. Memodifikasi sistem transmisi

akan adalah rantai dan roda gigi. Sistem ini dipili

ometer (Yokogawa TM-300) Tachometer digunakan untuk mengukur maupun setelah diberikan beban.

Digital Camera (Canon Power Sh

Digital Camera digunakan untuk mengam

dihasilkan oleh aerator serta untuk memperlihatkan semburan air yang dihasilkan.

ar 15. Dissolved Oxygen meter (TOA DO-2 xygen meter (TOA DO-20A)

DO (dissolved oxygen) meter digunakan dalam kolam.

Sistem transmisi yang digun

(44)

(Prasetia, 2005), sistem transmisi ini terdapat tiga kali reduksi kecepatan putar dari motor listrik yaitu 83 rpm, 96 rpm dan 124 rpm.

Dikarenakan kecepatan putar tersebut kurang efektif dalam menyebarkan air ke ud

nkan adalah 157 rpm

75

.286 = 9.16 h:

B. diinginkan adalah 138 rpm R

75

x 1.5 = 10.69 ah:

ara maka dilakukan modifikasi yaitu dengan mengubah jumlah gigi sproket pada pereduksian kedua yang sebelumnya berukuran 48 menjadi 38. Sehingga dihasilkan penurunan kecepatan putar dari motor 1440 rpm (roda gigi ukuran 16) menjadi 480 rpm (roda gigi ukuran 48), selanjutnya dari 480 rpm (roda gigi ukuran 16) menjadi 220 rpm (roda gigi ukuran 38), dan dari 220 rpm (roda gigi ukuran 14) menjadi 117 rpm (roda gigi ukuran 24) atau 138 rpm (roda gigi ukuran 21) atau 157 rpm (roda gigi ukuran 18) dengan penggantian sproket pada poros akhir. Dengan perhitungan sebagai berikut :

A. Kecepatan putar maksimal yang diingi

Rasio yang digunakan adalah 1440 : 157 = 9.17 Transmisi 1 48 : 16 = 3

Transmisi 2 38 : 16 = 2.3 Transmisi 3 18 : 14 = 1.286 Rasio total dihasilkan = 3 x 2.375 x 1

Perhitungan nilai kecepatan putar maksimal adala 1440 rpm : 9.16 = 157.2 rpm

Kecepatan putar sedang yang

asio yang digunakan adalah 1440 : 138 = 10.43 Transmisi 1 48 : 16 = 3

Transmisi 2 38 : 16 = 2.3 Transmisi 3 21 : 14 = 1.5 Rasio total dihasilkan = 3 x 2.375

Perhitungan nilai kecepatan putar maksimal adal 1440 rpm : 10.69 = 134.7 rpm

(45)

C. diinginkan adalah 117 rpm R

75

.714 = 12.21 :

odifik nsmisi

mbahan oksigen ke dalam air lam mengagitasi permukaan air, dimana bulkan maka akan semakin besar proses lalui proses difusi.

penelitian ini adalah perbedaan putaran kincir, yaitu 120 Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga kali

aran kincir ini berlaku untuk pengukuran buran dan besarnya daya yang dihasilkan.

Kecepatan putar minimal yang

asio yang digunakan adalah 1440 : 117 = 12.31 Transmisi 1 48 : 16 = 3

Transmisi 2 38 : 16 = 2.3 Transmisi 3 24 : 14 = 1.714 Rasio total dihasilkan = 3 x 2.375 x 1

Perhitungan nilai kecepatan putar maksimal adalah 1440 rpm : 12.21 = 117.9 rpm

Gambar 16. M asi sistem tra Menurut Wheaton (1977) Proses pena

tergantung juga pada kekuatan aerator da semakin kuat agitasi yang ditim pemindahan oksigen terjadi me

C.2. Perlakuan dalam penelitian perbedaan putaran kincir Perlakuan dalam

rpm, 140 rpm dan 160 rpm.

(46)

C.3. Pengukuran oksigen terlarut

Pengukuran Ok yaitu penelitian

penda

pada lampiran 10.

Gambar 17. Pengukuran kadar oksigen dengan tiga titik kedalaman sigen terlarut dibagi menjadi 2 tahap,

huluan dan penelitian utama. Kedalaman air kolam 120 cm. Pengukuran kadar oksigen terlarut dilakukan dengan tiga titik kedalaman yaitu permukaan (0 cm), tengah (40 cm) dan dasar (80 cm). Satu titik pengukuran merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan. Skema pengukuran disajikan

Permukaan

Tengah

Dasar

Titik 1

40 cm

80 cm

Titik 2

120cm

4 3

Titik 3

2 1

agian kolam

Gambar 18. Pemb menjadi empat bagian

(47)

C.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal kolam sehingga didapatkan gambaran umum tentang kondisi oksigen terlarut sepanjang hari (24 jam), dan didapatkan waktu yang tepat untuk pengoperasian kincir. Untuk kepentingan pengukuran tersebut, kolam dibagi menjadi empat titik pengukuran dan setiap titik diukur setiap satu jam sekali selama 24 jam tanpa pengoperasian kincir. Pengamatan ini dilakukan selama tiga hari. Pada kolam berdimensi 20 m x 15 m dengan kedalaman air 1.2 m.

C.3.2. Penelitian utama

Pada penelitian utama data hasil penelitian pendahuluan didapatkan waktu pengoperasian kincir. Kolam dibagi menjadi 12 titik pengukuran (Gambar 19)

dan setiap titik d edalaman

tersebut ditentukan berdasarkan kedalaman kolam tersebut, yaitu permukaan kolam

Gambar 19. Titik-titik pengukuran kadar oksigen pada kolam ibagi lagi menjadi tiga titik kedalaman. Tiga titik k

, tengah kolam dan dasar kolam. Penempatan aerator pada saat pengukuran yaitu pada posisi di sisi terpanjang kolam dan menghadap ke arah sisi terpanjang kolam.

20 m

15 m

7

1 6

5

4 3 2

12 11 10 9

(48)

Selain untuk mengukur kadar oksigen dalam kolam, adapun pengukuran yang dilakukan adalah distribusi nilai oksigen terlarut di dalam kolam, diameter semburan air, coverage area dan coverage volume. Distribusi nilai oksigen terlaru di dalam kolam dilihat untuk menentukan apakah kolam sudah teraerasi dengan baik atau tidak. Tujuan dari pengamatan ini adalah menentukan tingkat penyebaran/distribusi oksigen yang dihasilkan kincir. Hasil dari pengamatan ini berupa kontur. Dengan menggunakan hasil pengukuran kadar oksigen pada pengamatan utama dengan pengoperasian aerator diolah menggunakan komputer dengan program surfer.

Pengukuran diameter semburan, lebar semburan, persentase sebaran air, coverage area dan coverage volume dilakukan dengan mengambil gambar pada

saat kincir b igital

terseb t

eroperasi dengan menggunakan kamera digital. Gambar d ut kemudian diolah menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel dan AutoCAD.

Diameter semburan adalah besarnya lingkaran semburan yang dapat dihasilkan kincir. Pengolahan gambar dengan program Microsoft Excel dilakukan untuk mendapatkan diameter semburan air yaitu dengan membuat lingkaran pada gambar dengan pusat lingkaran poros kincir. Setelah diketahui ukurannya kemudian dibandingkan dengan benda pembanding yang telah diketahui ukuran pada gambar dan ukuran sebenarnya (persamaan 3).

Dny =

g

P

Keterangan : D

ny

P

... (3)

panjang benda acuan pada gambar digital (cm)

g x

D

ny = diameter semburan air sesungguhnya (cm) Dg = diameter semburan air pada gambar digital (cm) Pny = panjang benda acuan sesungguhnya (cm)

Pg =

Lebar semburan didapatkan dengan mengambil gambar semburan dari samping alat. Untuk mendapatkan lebar semburan air dibuat bujur sangkar dengan lebar sesuai lebar semburan air pada gambar, kemudian dibandingkan dengan benda pembanding yang telah diketahui ukuran sebenarnya (persamaan 4).

(49)

Lny =

Gambar 20. Metode pengukuran lebar semburan.

g ny g

P P x L

... (4)

Keterangan : ny =

g = lebar semburan air pada gambar digital (cm) ny = panjang benda acuan sesungguhnya (cm) g = panjang benda acuan pada gambar digital (cm)

Penentuan persentase sebaran air di udara berdasarkan banyak sedikitnya jumlah butiran air yang berada di atas permukaan air yang terdapat pada gambar digital. Persentase sebaran air dihitung berdasarkan perbandingan coverage area terhadap luas lingkaran yang berada di atas air pada diameter semburan tersebut.

Coverage area atau luas penutupan merupakan luas daerah di atas er tersebut.

Penentuan besarnya cove al

menggunakan program AutoCAD. Luas daerah penutupan air di udara dibatasi

u massprop”. Hasil

luasan yang ditamp pembanding

yang telah dike i

Coverage volume ea dengan

lebar semburan air. Pengukuran ini digunakan untuk menentukan volume kontak L lebar semburan air sesungguhnya (cm)

L P P

permukaan air yang tertutupi oleh butiran-butiran air pada diamet

rage area dilakukan dengan mengolah gambar digit

dengan polyline, kem dian diberikan perintah (command) “ ilkan tersebut dibandingkan dengan luas benda tahu luas pada gambar dan ukuran sebenarnya.

merupakan hasil perkalian antara coverage ar

(50)

Batasan butiran air terjauh

Gambar 21. Metode pengukuran coverage area dan persentase sebaran

CAny =

g ny g xLP

CA

... (5) LP

Keterangan : CA

CA 2)

LP 2

LPg = luas benda pembanding pada gambar digita

C.4. Pengukuran daya listrik

Pengukuran daya dilakukan dengan menggunakan clamp meter. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui konsumsi daya listrik rata-rata selama operasi aerator. Salah satu kabel pada motor listrik dimasukkan kedalam alat, sehingga diperoleh besarnya kuat arus yang masuk ke motor penggerak. Untuk m

tester ke dalam a

tegangan, arus, dan efisiensi Untuk pengukuran daya pada motor satu fase

P = ... (6)

Keterangan : P d V te

I = arus pada saat operasi (ampere) a (0.8)

ny = coverage area sesungguhnya (cm2) g = coverage area pada gambar digital (inchi ny = luas benda pembanding sesungguhnya (cm )

l (inchi2)

engukur besarnya tegangan dilakukan dengan memasukkan kedua jarum lubang stop kontak listrik. Daya adalah hasil perkalian antar

digunakan persamaan (6) (Boyd 1991).

V × I × ... = aya yang masuk ke motor penggerak (watt) = gangan pada saat operasi (volt)

= faktor day

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Oksigen Terlarut

A.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan waktu yang tepat untuk pengoperasian kincir secara optimal. Berdasarkan dari hasil pengukuran di lapangan, didapatkan kadar oksigen kolam tertinggi sebesar 4.87 mg/L pada titik satu, 4.57 mg/L pada titik dua, 3.63 mg/L pada titik tiga dan 5.38 mg/L pada titik empat. Waktu pengamatan berkisar sekitar antara pukul 14.00- 16.00. Sementara untuk kadar oksigen terendah pada titik satu sebesar 0.63 mg/L, 0.84 mg/L pada titik dua, 0.89 mg/L pada titik tiga dan 0.95 pada titik empat. Waktu pengamatan berkisar antara 04.00-06.00.

Gambar 22. Hasil pre-test penelitian pendahuluan nilai kadar oksigen kolam

(52)

dan nilai konsentrasi oksigen terlarut dibawah 3 mg/L sekitar pukul 20.00 sampai pukul 10.00. Dari hasil tersebut maka ditentukan waktu pengoperasian kincir yaitu pada pukul 20.00-10.00. Data terperinci disajikan pada Lampiran 1.

Terlihat pada kolam tanpa kincir air tibanya saat ambang kritis oksigen berlangsung lebih cepat. Hal ini menurut Boyd (1981), terjadi karena oksigen dalam tambak hanya dihasilkan pada siang hari melalui proses fotosintesa dan difusi. Setelah matahari tenggelam proses fotosintesa berhenti namun proses respirasi oleh plankton, beban ikan yang ada dalam kolam tersebut serta dekomposisi bahan organik terus berlangsung sehingga dengan cepat terjadi pengurangan oksigen pada kolam ikan.

Selain itu penurunan kadar oksigen juga dapat terjadi disebabkan oleh faktor-faktor luar yang ada. Menurut Boyd (1990) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar oksigen air kolam, antara lain:

1. Faktor fisik, mencakup cuaca, tekanan udara, iklim dan suhu

2. Faktor kimia, mencakup salinitas, pH dan zat-zat kimia yang ada dalam kolam

3. Tumbuhan air yang ada dalam kolam, termasuk alga dan ganggang 4. Organisme yang ada di kolam.

Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap waktu pengoperasian yaitu adanya peralihan musim dari musim kemarau ke musim penghujan yang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Ada beberapa ikan sebagai salah satu contoh organisme kolam yang tidak bisa langsung mengambil oksigen dari udara, sehingga dampak fisik yang terjadi pada saat penelitian pendahuluan berlangsung, lebih dari 10-15 ikan/hari yang mati akibat kekurangan oksigen dalam kolam tersebut, terutama ikan-ikan kecil yang berukuran 3-5 cm.

A.2. Penelitian utama

Setelah didapat waktu pengoperasian kincir yaitu pada pukul 20.00-08.00, maka selanjutnya kincir dapat diujicoba untuk mengetahui kemampuan kincir dalam meningkatkan kadar oksigen di kolam. Pengujian dilakukan dengan tiga perlakuan perbedaan putaran kincir yaitu 117 rpm, 138 rpm dan 157 rpm dan tiga

(53)

titik kedalaman. Pada kolam ikan berukuran 15m x20m dan kedalaman air 120 cm dengan beban sekitar lebih dari 1000 ekor ikan. Disajikan dalam grafik dibawah ini Gambar 18-26 dan terperinci pada Lampiran 4-6. Pengukuran pada penelitian utama ini dengan melakukan pengukuran 12 titik dan tiga titik kedalaman. Posisi 12 titik ini berdasarkan pada Gambar 19.

Gambar 23. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air di permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm.

Pada Gambar 23 terlihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut maksimum sebesar 4.67 mg/L pada titik 2 di permukaan pada pukul 20.00, dan oksigen terendah setelah memakai kincir air yaitu pada titik 4 pada pukul 23.00 yaitu sebesar 3.01 mg/L. Dengan batasan kondisi ambang kritis oksigen yaitu 3 mg/L untuk kolam pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm dapat menghasilkan bahwa keadaan oksigen pada kolam tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik daripada saat tanpa menggunakan kincir air.

(54)

Gambar 24. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm.

Gambar 25. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm.

Pada gambar 25, pengukuran maksimum oksigen yang terlarut dengan kecepatan putar 157 rpm yaitu sebesar 4.88 mg/L pada titik 12 di permukaan kolam pada pukul 23.00, dan oksigen terendah yaitu pada titik 3 pukul 2.00 yaitu

(55)

sebesar 3.04 mg/L. Hal ini menunjukkan hasil yang lebih maksimal dibandingkan kedua kecepatan putar yang lebih rendah yaitu 117 rpm dan 138 rpm yang terjadi pada pengukuran permukaan kolam. Hal ini terjadi karena proses turbulensi akan sangat berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin kuat turbulensi yang diakibatkan putaran kincir air maka akan lebih besar dan cepat proses difusi oksigen yang terjadi.

Gambar 26. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm.

(56)

Gambar 27. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 138 rpm.

Gambar 28. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada kedalaman 40 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm.

Pada Gambar 28, pengukuran maksimum oksigen yang terlarut dengan kecepatan putar 157 rpm yaitu sebesar 4.63 mg/L pada titik 6 di tengah kolam pada pukul 23.00, dan oksigen terendah yaitu pada titik 4 pada pukul 23.00 yaitu sebesar 3.03 mg/L. Pada pengukuran di titik tengah ini, memiliki kadar oksigen yang lebih rendah daripada pengukuran pada permukaan kolam. Hal ini

(57)

disebabkan juga karena faktor kontak udara dengan air pada tengah kolam itu tidak secara langsung, sehingga untuk meningkatnya kadar oksigen di tengah kolam ini untuk meningkatkan kadar oksigen kolam dengan proses pencampuran oksigen antara permukaan dan tengah kolam.

Gambar 29. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 117 rpm.

(58)

Pada Gambar 29 terlihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut maksimum sebesar 4.21 mg/L pada titik 2 pada dasar kolam pada pukul 20.00, dan oksigen terendah setelah memakai kincir air yaitu pada titik 4 pada pukul 5.00 yaitu sebesar 2.84 mg/L. Pada Gambar 30, pengukuran maksimum oksigen yang terlarut dengan kecepatan putar 138 rpm yaitu sebesar 4.37 mg/L pada titik 2 di dasar kolam pada pukul 20.00, dan oksigen terendah yaitu pada titik 5 pada pukul 23.00 yaitu sebesar 2.97 mg/L.

Gambar 31. Grafik kadar oksigen terlarut pada kolam dengan Kincir Air pada kedalaman 80 cm dari permukaan kolam dengan kecepatan putar 157 rpm.

Pada Gambar 31, pengukuran maksimum oksigen yang terlarut dengan kecepatan putar 157 rpm yaitu sebesar 4.68 mg/L pada titik 9 di dasar kolam pada pukul 20.00, dan oksigen terendah yaitu pada titik 4 pada pukul 05.00 yaitu sebesar 3 mg/L. Pada pengukuran dasar kolam ini ada beberapa pengukuran menghasilkan nilai di bawah ambang kritis yaitu di bawah nilai 3 mg/L. Hal ini disebabkan bagian dasar kolam terlalu jauh kontak dengan udara, dan hanya bisa melakukan kontak langsung dengan bagian tengah kolam. Pada saat kondisi nilai kadar oksigen di kolam tersebut menurun dengan beberapa organisme kolam yang membutuhkan respirasi, maka terlihat sifat fisik ikan yang mulai mencari oksigen di permukaan kolam. Tetapi, ikan yang mati pada saat kincir air diaktifkan lebih sedikit, 1-2 ikan/hari bahkan hampir tidak ada yang mati.

(59)

Dengan batasan kondisi ambang kritis oksigen yaitu 3 mg/L pada kolam dengan kincir air ternyata terdapat beberapa titik yang merupakan titik terendah pada pengukuran seperti pada titik 4, posisi di dasar kolam pada kecepatan putar 117 rpm terjadi pada pukul 23.00 dan 05.00. Hal ini lebih baik daripada saat tidak menggunakan kincir air, kondisi di bawah ambang kritis terjadi pada pukul 20.00 sampai 10.00 pagi. Ini menunjukkan pemakaian kincir air pada kolam dengan beban ikan tersebut sangat berpengaruh nyata.

A.2.1. Distribusi oksigen dalam permukaan kolam

Pada penelitian sebelumnya (Sinaga, 2004), penempatan aerator di kolam akan menentukan tingkat sirkulasi oksigen yang ada di kolam. penempatan aerator yang paling tepat yaitu pada posisi 2 dan 4. Posisi 2 yaitu posisi dimana aerator dipasang pada titik tengah kolam dan menghadap ke arah sisi terpanjang kolam, sedangkan posisi 4 yaitu posisi dimana posisi aerator ditempatkan di sisi terpanjang kolam dan menghadap ke arah sisi terpanjang kolam. Hal ini bertujuan agar air tersikulasi dengan merata.

Hal yang sulit dilakukan di kolam ikan percobaan ini yaitu dengan menggunakan posisi 2 yaitu posisi aerator berada tepat di tengah kolam. Hal ini dikarenakan dasar kolam ikan yang menjadi lahan penelitian tersebut telah di semen permanen. Faktor ini akan mengakibatkan ketidak seimbangan alat aerator pada saat pengoperasian karena adanya tekanan putaran terhadap air dan kaki penopang alat aerator yang kaku dan hanya menempel saja pada dasar kolam sehingga kemungkinan besar alat aerator akan terbalik. Oleh karena itu, posisi yang diambil untuk pengukuran ini yaitu posisi 4 seperti yang telah terlihat pada Gambar 6.

Gambar

Gambar 4. Lokasi peletakan aerator (Boyd 1991).
Gambar 7. Skema perancangan lengkung pedal (Mohsenin 1978).
Gambar 8.  Plat sirip.
Gambar 11. Model Velg
+7

Referensi

Dokumen terkait