HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a
DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN
PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru)
YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Oleh:
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN
SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU
(Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR,
BANYUWANGI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
RINGKASAN
NURIASIH MARTHA CORRY MAWARNI NABABAN. Hubungan
Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru
(Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Dibimbing
oleh JONSON LUMBAN GAOL.
Perairan Selat Bali memiliki potensi besar dengan sumber daya perikanan, terutama perikanan lemuru. Basis utama pendaratan ikannya di TPI Muncar, Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dan faktor-faktor yang
menyebabkannya, serta menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar.
Data yang digunakan adalah citra satelit level 3 Aqua-MODIS komposit bulanan dengan resolusi spasial 9 km, yang didownload dari
www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data jumlah produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Periode penelitian dari Januari 2004 – Desember 2008. Sebagai data penunjang digunakan data angin yang didownload dari www.cdc.noaa.gov periode tahun 2004 - 2008. Pendugaan nilai konsentrasi klorofil-a dari Aqua-MODIS menggunakan algoritma OC3M dan hasilnya dianalisis secara temporal dan spasial. Analisis korelasi silang digunakan untuk menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru.
Kisaran konsentrasi klorofil-a selama periode penelitian di perairan Selat Bali antara 0,15 mg/m3 (Februari 2006) sampai 4,01 mg/m3 (November 2006). Secara temporal, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada Musim Timur (Juni-Agustus) yang disebabkan oleh terjadinya penaikan massa air (upwelling) dengan angin musim tenggara yang berhembus lebih kencang dan kering menuju barat laut perairan Selat Bali. Anomali positif konsentrasi klorofil-a terjadi pada tahun 2006. Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama. Secara spasial, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada bagian selatan perairan (berhubungan langsung dengan Samudera Hindia), serta pada bagian barat dan timur perairan (dekat daratan Pulau Jawa dan Pulau Bali).
Kisaran produksi ikan lemuru antara 152,6 ton (Januari 2005) hingga 27.730,6 ton (Februari 2007). Secara umum, peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Oktober. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi secara signifikan pada bulan November 2006 - Maret 2007. Pada periode yang sama, terjadi juga anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Hal ini menandakan adanya hubungan positif antara
konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Hasil analisis korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru menunjukkan adanya hubungan positif signifikan dengan interval 3 bulan.
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a
DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN
PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru)
YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinellalemuru) YANG
DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI. Nama : Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan
NRP : C64104075
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. NIP. 19660721 199103 1 009
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus: 13 Juli 2009
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bimbingan-Nya
sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinellalemuru) yang Didaratkan di TPI Muncar,
Banyuwangi” dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan banyak pengetahuan, bimbingan, arahan dan nasehat selama
proses penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. selaku penguji tamu dan Dr. Henry M.
Manik, S.Pi., M.T. selaku perwakilan dari Program Studi yang telah
memberikan kritik dan saran agar tulisan ini menjadi lebih baik.
3. Dinas Perikanan Cabang Muncar, Banyuwangi atas data produksi ikan
lemuru bulanan yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. NASA
yang telah memberikan secara gratis data konsentrasi klorofil bulanan dan
data angin bulanan untuk penelitian ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc. yang telah memberikan
bantuan dana selama penelitian. Juga kepada IPB yang sudah memberikan
beasiswa POM dan PPA selama penulis menyelesaikan studinya.
5. Kedua orang tua, kakak dan abang, serta keponakan-keponakan tercinta
atas doa, dukungan dan bantuan materi.
6. Bathara Chandra Tambunan, S.Pi. atas doa dan kasih sayang, semangat
dan dukungan, pengertian dan penghiburan selama pengerjaan skripsi ini.
7. Teman-teman ITK 41 yang telah banyak membantu dan mendukung
selama penelitian hingga penulisan skripsi selesai.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Fitoplankton dan Klorofil... 4
2.2 Teknologi Penginderaan Jauh Warna Laut (Ocean Color)... 8
2.3 Satelit Aqua MODIS ... 11
2.4 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) ... 14
2.4.1 Klasifikasi dan Ciri-ciri Umum Ikan Lemuru... 14
2.4.2 Penyebaran ... 16
2.4.3 Makanan... 17
2.4.4 Tingkah Laku ... 17
2.5 Lingkungan Perairan Selat Bali ... 18
3. BAHAN DAN METODE... 22
3.1 Waktu dan Lokasi penelitian... 22
3.2 Alat dan Data Penelitian ... 22
3.2.1 Data Penginderaan Jauh ... 23
3.2.2 Data Perikanan Lemuru... 24
3.2.3 Data Dipole Mode Index (DMI)... 24
3.2.4 Data Angin ... 24
3.3 Metode Pengolahan Data ... 24
3.3.1 Pemotongan Citra (Cropping)... 25
3.3.2 Visualisasi Data... 26
3.4 Analisis Data ... 27
3.4.1 Data Konsentrasi Klorofil-a ... 27
3.4.2 Data Produksi Ikan Lemuru ... 28
3.4.3 Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation) ... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29
4.1. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya... 29
4.2. Fluktuasi Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi ... 38
4.3. Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan .. 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN... 44
5.1. Kesimpulan ... 44
5.2. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA... 46
RIWAYAT HIDUP... 49
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS ... 12
2. Kisaran panjang gelombang kanal pada satelit aqua MODIS untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a... 12
3. Nama-nama lokal dari ikan lemuru berdasarkan panjang total... 15
4. Nama-nama umum baku, nama-nama lokal ikan lemuru Indonesia... 15
5. Titik-titik koordinat di perairan Selat Bali ... 26
6. Nilai DMI periode Januari 2004 – Desember 2008 ... 34
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Sinyal yang diterima sensor di perairan ... 9
2. Ikan lemuru (Sardinella lemuru)... 14
3. Potongan melintang suhu (°C) di dalam perairan Selat Bali pada bulan (a) Januari (barat) dan (b) Agustus (timur) ... 20
4. Lokasi penelitian ... 22
5. Diagram alir pengolahan dan análisis data penelitian... 27
6. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan selama lima tahun ... 29
7. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial; (a) waktu - lintang; (b) waktu - bujur ... 31
8. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata 5 tahun... 37
9. Pergerakan angin tiap bulan rata-rata 5 tahun... 38
10.Grafik fluktuasi bulanan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi selama lima tahun ... 39
11.Fluktuasi konsentrasi klorofil-a (a), produksi ikan lemuru (b) dan fluktuasi DMI (c) selama lima tahun ... 41
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a
DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN
PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru)
YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Oleh:
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN
SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU
(Sardinella lemuru) YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR,
BANYUWANGI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juli 2009
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
RINGKASAN
NURIASIH MARTHA CORRY MAWARNI NABABAN. Hubungan
Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru
(Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Dibimbing
oleh JONSON LUMBAN GAOL.
Perairan Selat Bali memiliki potensi besar dengan sumber daya perikanan, terutama perikanan lemuru. Basis utama pendaratan ikannya di TPI Muncar, Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dan faktor-faktor yang
menyebabkannya, serta menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar.
Data yang digunakan adalah citra satelit level 3 Aqua-MODIS komposit bulanan dengan resolusi spasial 9 km, yang didownload dari
www.oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data jumlah produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. Periode penelitian dari Januari 2004 – Desember 2008. Sebagai data penunjang digunakan data angin yang didownload dari www.cdc.noaa.gov periode tahun 2004 - 2008. Pendugaan nilai konsentrasi klorofil-a dari Aqua-MODIS menggunakan algoritma OC3M dan hasilnya dianalisis secara temporal dan spasial. Analisis korelasi silang digunakan untuk menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru.
Kisaran konsentrasi klorofil-a selama periode penelitian di perairan Selat Bali antara 0,15 mg/m3 (Februari 2006) sampai 4,01 mg/m3 (November 2006). Secara temporal, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada Musim Timur (Juni-Agustus) yang disebabkan oleh terjadinya penaikan massa air (upwelling) dengan angin musim tenggara yang berhembus lebih kencang dan kering menuju barat laut perairan Selat Bali. Anomali positif konsentrasi klorofil-a terjadi pada tahun 2006. Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama. Secara spasial, konsentrasi klorofil-a lebih tinggi pada bagian selatan perairan (berhubungan langsung dengan Samudera Hindia), serta pada bagian barat dan timur perairan (dekat daratan Pulau Jawa dan Pulau Bali).
Kisaran produksi ikan lemuru antara 152,6 ton (Januari 2005) hingga 27.730,6 ton (Februari 2007). Secara umum, peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi pada bulan Mei, Juli, Agustus dan Oktober. Peningkatan jumlah produksi ikan lemuru terjadi secara signifikan pada bulan November 2006 - Maret 2007. Pada periode yang sama, terjadi juga anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali. Hal ini menandakan adanya hubungan positif antara
konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Hasil analisis korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dengan produksi ikan lemuru menunjukkan adanya hubungan positif signifikan dengan interval 3 bulan.
HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a
DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN
PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru)
YANG DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan C64104075
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELAT BALI DENGAN PRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinellalemuru) YANG
DIDARATKAN DI TPI MUNCAR, BANYUWANGI. Nama : Nuriasih Martha Corry Mawarni Nababan
NRP : C64104075
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. NIP. 19660721 199103 1 009
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus: 13 Juli 2009
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bimbingan-Nya
sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinellalemuru) yang Didaratkan di TPI Muncar,
Banyuwangi” dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan banyak pengetahuan, bimbingan, arahan dan nasehat selama
proses penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc. selaku penguji tamu dan Dr. Henry M.
Manik, S.Pi., M.T. selaku perwakilan dari Program Studi yang telah
memberikan kritik dan saran agar tulisan ini menjadi lebih baik.
3. Dinas Perikanan Cabang Muncar, Banyuwangi atas data produksi ikan
lemuru bulanan yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi. NASA
yang telah memberikan secara gratis data konsentrasi klorofil bulanan dan
data angin bulanan untuk penelitian ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M.Sc. yang telah memberikan
bantuan dana selama penelitian. Juga kepada IPB yang sudah memberikan
beasiswa POM dan PPA selama penulis menyelesaikan studinya.
5. Kedua orang tua, kakak dan abang, serta keponakan-keponakan tercinta
atas doa, dukungan dan bantuan materi.
6. Bathara Chandra Tambunan, S.Pi. atas doa dan kasih sayang, semangat
dan dukungan, pengertian dan penghiburan selama pengerjaan skripsi ini.
7. Teman-teman ITK 41 yang telah banyak membantu dan mendukung
selama penelitian hingga penulisan skripsi selesai.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Fitoplankton dan Klorofil... 4
2.2 Teknologi Penginderaan Jauh Warna Laut (Ocean Color)... 8
2.3 Satelit Aqua MODIS ... 11
2.4 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) ... 14
2.4.1 Klasifikasi dan Ciri-ciri Umum Ikan Lemuru... 14
2.4.2 Penyebaran ... 16
2.4.3 Makanan... 17
2.4.4 Tingkah Laku ... 17
2.5 Lingkungan Perairan Selat Bali ... 18
3. BAHAN DAN METODE... 22
3.1 Waktu dan Lokasi penelitian... 22
3.2 Alat dan Data Penelitian ... 22
3.2.1 Data Penginderaan Jauh ... 23
3.2.2 Data Perikanan Lemuru... 24
3.2.3 Data Dipole Mode Index (DMI)... 24
3.2.4 Data Angin ... 24
3.3 Metode Pengolahan Data ... 24
3.3.1 Pemotongan Citra (Cropping)... 25
3.3.2 Visualisasi Data... 26
3.4 Analisis Data ... 27
3.4.1 Data Konsentrasi Klorofil-a ... 27
3.4.2 Data Produksi Ikan Lemuru ... 28
3.4.3 Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation) ... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29
4.1. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya... 29
4.2. Fluktuasi Produksi Ikan Lemuru yang Didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi ... 38
4.3. Hubungan antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan .. 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN... 44
5.1. Kesimpulan ... 44
5.2. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA... 46
RIWAYAT HIDUP... 49
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS ... 12
2. Kisaran panjang gelombang kanal pada satelit aqua MODIS untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a... 12
3. Nama-nama lokal dari ikan lemuru berdasarkan panjang total... 15
4. Nama-nama umum baku, nama-nama lokal ikan lemuru Indonesia... 15
5. Titik-titik koordinat di perairan Selat Bali ... 26
6. Nilai DMI periode Januari 2004 – Desember 2008 ... 34
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Sinyal yang diterima sensor di perairan ... 9
2. Ikan lemuru (Sardinella lemuru)... 14
3. Potongan melintang suhu (°C) di dalam perairan Selat Bali pada bulan (a) Januari (barat) dan (b) Agustus (timur) ... 20
4. Lokasi penelitian ... 22
5. Diagram alir pengolahan dan análisis data penelitian... 27
6. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan selama lima tahun ... 29
7. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial; (a) waktu - lintang; (b) waktu - bujur ... 31
8. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata 5 tahun... 37
9. Pergerakan angin tiap bulan rata-rata 5 tahun... 38
10.Grafik fluktuasi bulanan produksi ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar, Banyuwangi selama lima tahun ... 39
11.Fluktuasi konsentrasi klorofil-a (a), produksi ikan lemuru (b) dan fluktuasi DMI (c) selama lima tahun ... 41
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu wilayah perairan Indonesia yang sangat berpotensi akan
sumberdaya ikan adalah perairan Selat Bali. Selat Bali merupakan daerah
perairan yang relatif sempit (sekitar 960 mil2). Mulut bagian utara sekitar satu mil
dan merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan
mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam. Perairan
Selat Bali ini mempunyai kesuburan yang tinggi. Produktivitas tertinggi terjadi di
musim timur, dimana musim timur terjadi upwelling di bagian selatan Bali
(Nikyuluw, 2005).
Perairan Selat Bali yang tergolong sempit ini memiliki potensi maksimum
lestari 46.400 ton/tahun dengan basis utama Muncar, sangat potensial dengan
sumberdaya perikanan utamanya, yaitu lemuru. Lemuru memiliki potensi Jumlah
yang Boleh Ditangkap (Allowable Catch) agar berkelanjutan sebesar 80% dari
Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 25.256 ton/tahun, sementara hasil
produksi penangkapannya sebesar 57.435 ton/tahun sehingga pemanfaatannya
mencapai 125% dan dinyatakan sudah kelebihan tangkap (Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Banyuwangi, 2008).
Menurut Whitehead (1985), ikan lemuru tersebar di Lautan India bagian timur
yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali;
Australia sebelah barat, dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara
sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia,
selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan lemuru terdapat juga di sebelah
2
selatan Ternate dan Teluk Jakarta. Burhanuddin et al. (1984) dalam Merta (1992)
mengatakan bahwa ikan-ikan lemuru juga tertangkap dalam jumlah kecil di
perairan selatan Jawa Timur, seperti Grajagan, Puger.
Ikan lemuru adalah pemakan plankton, tetapi keterkaitan antara fitoplankton
dan ikan lemuru masih belum diketahui secara jelas karena data plankton yang
tersedia dari pengukuran langsung masih sangat terbatas (Lumban Gaol et al.,
2004). Namun, hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lumban Gaol et
al. (2004), menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi
klorofil-a di perairan Selat Bali dengan produksi ikan lemuru yang didaratkan di
Muncar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
klorofil-a akan diikuti oleh peningkatan produksi ikan lemuru. Dan pernyataan ini
diperkuat dengan adanya korelasi silang antara konsentrasi klorofil-a dan produksi
ikan lemuru, yang menunjukkan adanya hubungan positif signifikan dengan
interval 4 bulan sebagai waktu yang digunakan ikan lemuru untuk pertumbuhan
(Lumban Gaol et al., 2004).
Secara umum, nelayan tradisional melakukan pencarian lokasi kelompok ikan
terlebih dulu sebelum melakukan operasi penangkapan. Umumnya nelayan
mencari lokasi perairan yang subur. Salah satu indikator perairan yang subur
adalah adanya kandungan fitoplankton yang tinggi. Kelimpahan fitoplankton
dapat diestimasi oleh teknologi penginderaan jauh berupa citra satelit yang dapat
mendeteksi kandungan klorofil dalam fitoplankton. Dengan demikian, teknologi
penginderaan jauh warna laut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memprediksi
produksi ikan lemuru dengan memperhatikan interval waktu (lag time) bagi
3
Penginderaan klorofil-a terhadap fitoplankton didasarkan pada kenyataan
bahwa semua fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna hijau yang ada
pada setiap tumbuhan. Klorofil-a cenderung menyerap warna biru dan merah, dan
memantulkan warna hijau. Spektrum cahaya yang dipantulkan oleh klorofil-a ini
dapat diindera oleh sensor satelit. Hasil penginderaan dapat menunjukkan sebaran
biomassa fitoplankton yang dijabarkan dalam satuan klorofil (mg/m3). Besarnya
konsentrasi klorofil-a dalam suatu perairan dapat dijadikan suatu indikator dalam
menentukan tingkat kesuburan perairan. Keuntungan penggunaan satelit untuk
penginderaan klorofil-a adalah pengamatan satelit dapat dilakukan dalam cakupan
wilayah yang sangat luas dalam waktu yang bersamaan.
Salah satu satelit yang mengindera fitoplankton di laut atau informasi tentang
variasi warna perairan adalah satelit Aqua MODIS yang baru diluncurkan pada
tanggal 4 Mei 2002 (Maccherone, 2005). Satelit ini memiliki orbit
sun-synchronous, dimana pergerakannya dapat bersifat mendekati kutub (nearpolar)
maupun melewati kutub (polar orbital). Satelit Aqua MODIS melintasi bumi dari
selatan ke utara pada sore hari pada waktu 13.30 waktu lokal (Maccherone, 2005).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) menganalisis variasi temporal dan spasial konsentrasi klorofil-a di perairan
Selat Bali dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
2) menganalisis hubungan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dengan
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fitoplankton dan Klorofil
Fitoplankton merupakan produsen utama dalam sistem mata rantai di laut.
Tumbuhan laut ini bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu
melakukan fotosintesis, oleh karena itu tanpa adanya tumbuhan planktonik yang
berukuran renik ini tidak mungkin adanya kehidupan di laut (Nybakken, 1992).
Fitoplankton merupakan organisme yang menjadi dasar atau awal dari mata rantai
makanan. Organisme ini dimakan oleh zooplankton dan kemudian akan dimangsa
oleh ikan atau predator lainnya, dengan demikian informasi tentang komposisi
atau biomassa fitoplankton (klorofil) sangat penting sebagai dasar untuk
menggambarkan aliran energi dari jaring makanan di perairan.
Klorofil di dalam tumbuhan berbentuk 4 macam yaitu a, b, c dan d (Devlin,
1975 dalam Nontji, 2002). Klorofil-a merupakan salah satu pigmen fotosintesis
yang paling penting bagi tumbuhan yang ada di perairan dan pigmen yang paling
umum terdapat pada fitoplankton sehingga hasil pengukuran kandungan klorofil-a
sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan.
Pendugaan biomassa fitoplankton juga bisa dilakukan dengan penginderaan jauh
karena adanya sifat penyerapan cahaya oleh klorofil. Sifat penyerapan cahaya
oleh klorofil ini membuat Eugel (1983) dalam Tassan dan d’Alcala (1993)
berpendapat bahwa sensor penginderaan jauh tidak dapat mengukur secara
langsung konsentrasi klorofil, namun konsentrasi klorofil dapat ditentukan dengan
menggunakan algoritma yang telah dikembangkan oleh beberapa ilmuwan tentang
hubungannya reflektansi spektral dan konsentrasi klorofil pada perairan.
5
Kemampuan fitoplankton untuk membentuk zat anorganik menjadi zat
organik membuat fitoplankton sebagai produsen primer yang merupakan pangkal
rantai makanan dan dasar pendukung kehidupan seluruh biota lainnya (Nontji,
2002).
Keberadaan fitoplankton di laut sangat tergantung pada kondisi lingkungan
dari perairan tersebut seperti cahaya matahari, suhu, nutrien dan fenomena
oseanografi (upwelling) dan beberapa faktor oseanografi lainnya.
a) Cahaya matahari
Cahaya matahari mutlak diperlukan untuk reaksi fotosintesis. Menurut
Nontji (2006), cahaya matahari yang jatuh ke permukaan laut sebenarnya
berupa radiasi gelombang elektromagnetik yang mempunyai spektrum lebar,
dengan panjang gelombang berkisar 300 – 2500 nm (1 nano meter = 10-9 m),
atau mencakup spektrum dari sinar ultraviolet hingga sinar infra merah.
Tetapi yang ditangkap oleh klorofil fitoplankton di laut hanyalah radiasi dalam
spektrum dengan panjang gelombang antara 400 – 720 nm, yang disebut
Photosynthetically Active Radiation (PAR).
b) Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung,
maupun tak langsung. Pengaruh langsung karena reaksi kimia enzimatik yang
berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Peningkatan suhu
sampai batas tertentu akan menaikkan laju fotosintesis. Sedangkan pengaruh
tak langsung adalah karena suhu akan menentukan struktur hidrologis suatu
6
Fitoplankton dapat berkembang secara optimal pada kisaran suhu
minimum 25°C (Riley, 1975 dalam Nontji, 2002), tepatnya pada kisaran suhu
20 - 30°C (Ray dan Rao, 1964 dalam Nontji 2002). Perairan Indonesia
memiliki suhu permukaan laut berkisar 28 - 31°C, sedangkan di tempat yang
terjadinya upwelling bisa turun hingga 25°C. Di perairan Selat Bali kisaran
suhu tidak lebih dari 27°C pada saat upwelling di kedalaman 0 - 50 meter,
sedangkan dalam kondisi normal suhu bisa mencapai 31°C (Merta, 1992).
c) Nutrien
Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya.
Beberapa unsur ini dibutuhkan dalam jumlah relatif besar dan disebut hara
makro (macro-nutrient) misalnya C (karbon), H (hydrogen), O (oksigen), N
(nitrogen), P (fosfor), Si (silikon), S (sulfur), Mg (magnesium), K (kalium)
dan Ca (kalsium). Selain itu, diperlukan juga hara mikro (micro-nutrient)
untuk pertumbuhan alga fitoplankton. Hara mikro ini berupa unsur-unsur
kelumit (trace element) yang diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil
seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), Zn (seng), B (boron), Mo
(molibdenum), V (vanadium) dan Co (kobal) (Nontji, 2006). Menurut
Nybakken (1992), konsentrasi klorofil-a diperairan pantai dan pesisir lebih
tinggi disebabkan karena adanya pasokan suplai nutrien melalui run-off sungai
dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas
pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung.
Namun, sering ditemui juga konsentrasi klorofil-a tinggi walaupun jauh dari
daratan. Penyebab utamanya adalah terjadinya fenomena penaikan massa air
7
d) Fenomena Upwelling
Upwelling adalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan
permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin,
salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya naik ke permukaan (Nontji, 2002).
Biasanya di daerah upwelling selalu diikuti dengan tingginya produktivitas
plankton.
Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan
(Birowo dan Arief, 1983 dalam Nikyuluw, 2005). Dalam proses upwelling ini
terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara
dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut
merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan. Karena
perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan
perairan, maka proses upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya
produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya
populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al., 1988 dalam Nikyuluw,
2005).
Upwelling yang berskala kecil seperti umumnya terdapat di perairan
Indonesia berkaitan erat dengan sistem arus yang ada. Penelitian upwelling
telah dilakukan di berbagai perairan Indonesia, beberapa daerah upwelling
telah diketahui dan dibuktikan dengan pasti, tetapi di beberapa daerah lain
masih merupakan dugaan yang perlu dikaji lebih lanjut. Upwelling di perairan
Indonesia dijumpai di Laut Arafura, selatan Jawa, Selat Makassar, Selat Bali,
8
di perairan Indonesia dan sekitarnya ada yang berskala besar seperti di selatan
Jawa dan ada yang berskala kecil seperti di Selat Makassar dan Selat Bali
(Birowo, 1979 dalam Nikyuluw, 2005).
2.2. Teknologi Penginderaan Jauh Warna Laut (Ocean Color) Teknologi penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau
fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Keunggulan data penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan dalam survey
pemetaan wilayah laut, yaitu dapat merekam kondisi laut pada wilayah dengan
cakupan sempit maupun luas secara bersamaan (sinoptik); pendataan dapat
dilakukan secara periodik dan memiliki deret waktu (time series) tanpa
membedakan medan yang mudah atau sulit; merekam apa adanya sehingga dapat
berguna untuk berbagai keperluan dan dapat digunakan oleh berbagai lapisan
pengguna data dan bersifat dokumentatif. Namun, keunggulan ini juga harus
disertai dengan adanya data rujukan dalam penerapan penginderaan jauh. Data
rujukan ini diperoleh dari hasil pengukuran yang dikumpulkan dan pengamatan
atas objek, daerah atau fenomena yang dapat diperoleh dari berbagai sumber.
Tujuan menggunakan data rujukan ini yaitu membantu dalam menganalisis dan
menginterpretasi data penginderaan jauh, mengkalibrasi sensor, dan untuk
menguji informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh (Lillesand dan
9
Robinson (1985) membagi perairan menjadi dua kelompok berdasarkan sifat
optisnya, yaitu perairan kasus satu dan perairan kasus dua. Perairan kasus satu
adalah perairan yang sifat optisnya didominasi oleh fitoplankton. Perairan ini
biasanya ditemukan di perairan lepas pantai yang tidak dipengaruhi zona perairan
dangkal dan sungai. Untuk perairan kasus dua lebih banyak didominasi oleh
sedimen tersuspensi (suspended sediment) dan substansi kuning (yellow
substances).
Sensor pada satelit menerima pantulan radiasi sinar matahari dari permukaan
dan kolom perairan. Pada sistem penginderaan jauh warna air laut terjadi transfer
radiasi dalam sistem sinar matahari – perairan – sensor satelit yang digambarkan
pada Gambar 1.
Sumber: Robinson (1985)
Gambar 1. Sinyal yang diterima sensor di perairan
Gambar 1 diatas mengilustrasikan variasi dari kemungkinan gelombang
10
a. adalah gelombang cahaya yang terangkat dari bawah permukaan laut dan
terjadi refraksi di permukaan menuju ke arah sensor.
b. hanya bentuk proporsi dari a. bersama-sama memberikan kontribusi pada Lw.
c. adalah gelombang dari Lw yang dihamburkan oleh atmosfer diluar lapang
pandang sensor.
d. adalah gelombang yang berasal dari matahari yang direfleksikan secara
langsung di permukaan laut menuju lapang pandang sensor.
e. adalah gelombang yang berhamburan di atmosfer sebelum direfleksikan di
permukaan ke sensor. Bersama-sama d. memberikan kontribusi pada Lr.
f. adalah gelombang dari Lr yang berhamburan di luar lapang pandang sensor.
g. adalah gelombang yang berasal dari Lr yang sampai ke sensor.
h. adalah gelombang yang berasal dari matahari melewati lapang pandang sensor
dan dihamburkan oleh atmosfer terhadap dirinya sendiri.
i. adalah gelombang yang dhamburkan oleh atmosfer terhadap sensor setelah
sebelumnya dihamburkan secara atmosferik.
j. adalah gelombang yang telah muncul dari perairan diluar IFOV dan kemudian
dihamburkan ketika menuju ke sensor. Gelombang ini tidak mempengaruhi
Lw, yang artinya kecerahan dari sebagian area laut.
k. adalah gelombang yang dihamburkan oleh atmosfer terhadap sensor, yang
sudah direfleksikan dari permukaan laut diluar IFOV dan juga tidak
mempengaruhi Lr. Bersama-sama dengan h., i. dan j. memberikan pengaruh
11
Dengan demikian, jika Ls adalah jumlah radiasi yang diterima sensor, maka:
Ls = Lp + TLw + TLr……...………(1)
dimana: Ls = radiasi yang diterima oleh sensor satelit
T = transmisivitas atmosfer
Lr = radiasi dari permukaan laut
Lw = radiasi dari kolom perairan
2.3. Satelit Aqua MODIS
MODIS (MODerate-resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan suatu
instrumen pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). MODIS pertama
kali diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 dibawa oleh satelit Terra yang
spesifikasinya lebih ke daratan. Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan MODIS
yang dibawa oleh satelit Aqua yang spesifikasinya ke lautan (Maccherone, 2005).
Satelit Terra melintasi bumi dari arah utara ke selatan (descending) pada pagi hari
(10.30 waktu lokal), sedangkan satelit Aqua melintasi bumi dari selatan ke utara
(ascending) pada sore hari (13.30 waktu lokal). Kedua satelit dapat merekam
seluruh permukaan bumi dalam periode satu sampai dua hari (Maccherone, 2005).
Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS dapat dilihat pada Tabel 1.
Satelit Aqua adalah suatu satelit ilmu pengetahuan tentang bumi milik
National Aeronatics and Space Administration (NASA), mempunyai misi
mengumpulkan informasi tentang siklus air di bumi, termasuk penguapan dari
samudera, uap air dari atmosfer, awan, presipitasi, kelembapan tanah, es yang ada
di laut, es yang ada di darat, serta salju yang menutupi daratan. Variabel yang
12
fitoplankton dan bahan organik terlarut di lautan, serta suhu udara, daratan dan air
[image:32.595.106.518.160.331.2](Graham, 2005).
Tabel 1. Spesifikasi teknik satelit Aqua MODIS (Maccherone, 2005)
Orbit 705 km; 13.30 P.M., ascending node, sun-synchronous, near polar, sirkular
Rataan pantauan 20,3 rpm, cross track
Luas liputan 2330 km (cross track) dengan lintang 10° lintasan pada nadir Berat 228,7 kg
Tenaga (power) 168,5 W (single orbit average) Kuantisasi 12 bit
Resolusi spasial
250 m (kanal 1-2) 500 m (kanal 3-7) 1000 m (kanal 8-36) Desain umur 6 tahun
Sumber : Maccherone, 2005
Data citra yang merupakan produk MODIS untuk perairan mencakup tiga hal
yakni warna perairan, suhu permukaan laut dan produksi primer perairan melalui
pendeteksian kandungan klorofil. Seluruh produk tersebut sangat berguna untuk
membantu penelitian mengenai sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut
termasuk siklus karbon di perairan. Kisaran panjang gelombang yang umum
[image:32.595.118.511.587.741.2]digunakan untuk mengukur kandungan klorofil-a dalam perairan disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran panjang gelombang kanal pada satelit aqua MODIS untuk pengukuran konsentrasi klorofil-a
Penggunaan band Band Panjang Gelombang (nm)
8 405 – 420
9 438 – 448
10 483 – 493
11 526 – 536
12 546 – 556
13 662 – 672
14 673 – 683
15 743 – 753
16 862 – 877
Warna Laut/ Fitoplankton/
Biogeokimia
32 11770 – 12270
13
Ada beberapa produk Aqua MODIS dengan berbagai sumber. Salah satu
produk Aqua MODIS adalah citra level 3. Citra MODIS level 3 terdiri dari data
suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a dan data parameter lainnya yang dapat
digunakan oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, termasuk oseanografi dan
biologi. Citra MODIS level 3 merupakan produk data yang sudah diproses. Citra
tersebut sudah dikoreksi atmosferik, yang dilakukan untuk menghilangkan
hamburan cahaya yang sangat tinggi yang disebabkan oleh komponen atmosfer.
Komponen yang dikoreksi yaitu hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol.
Selain itu, citra MODIS level 3 digunakan untuk data klimatologi dan data ozon
yang merupakan data lingkungan untuk mempertajam hasil keluaran citra
(Meliani, 2006).
Menurut McClain dan Feldman (2004) dalam Meliani (2006), algoritma yang
digunakan sebagai standar dalam pengolahan citra Aqua MODIS untuk
mendapatkan data klorofil-a di perairan secara global adalah algoritma Ocean
Chlorophyll 3-band algorithm MODIS (OC3M). Algoritma ini menggunakan
nilai tertinggi dari rasio kanal 443 nm dan 488 nm terhadap 551 nm dengan
persamaan sebagai berikut (O’Reilly et al., 2000):
………(2)
……….………(3)
dimana: Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3)
R = Rasio reflektansi
14
2.4. Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)
2.4.1. Klasifikasi dan Ciri-ciri Umum Ikan Lemuru
Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah Sardinella
longiceps yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada Sardinella
longiceps, nama lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga Sardinella,
yaitu Sardinella lemuru, Sardinella sirm, Sardinella leiogastes dan Sardinella
aurita (Burhanuddin et al., 1984 dalam Faradisa, 2005). Namun, Whitehead
(1985) menuliskan dalam FAO Species Catalogue spesies ikan lemuru yang
tertangkap di Selat Bali dan sekitarnya bukanlah Sardinella longiceps melainkan
Sardinella lemuru Bleeker 1853 (Gambar 2).
[image:34.595.138.488.361.498.2]Sumber: http://www.fishbase.org/ (2009)
Gambar 2. Ikan lemuru (Sardinella lemuru)
Nama Inggris dari S. lemuru Bleeker 1985 yang diberikan FAO adalah Bali
Sardinella, dan nama-nama ikan lemuru di beberapa negara atau tempat dikenal
dengan sebutan lemuru (Indonesia), Hwang tseih (Hongkong) dan Hwang sha-tin
(Taiwan) (Whitehead, 1985). Ikan lemuru dalam penelitian ini menggunakan
sebutan Oily sardine (Lumban Gaol et al., 2004).
Nelayan-nelayan setempat juga memberikan nama yang berbeda-beda sesuai
15
ada pada Tabel 3. Pada Tabel 4. Soerjodinoto (1960) dalam Merta (1992)
[image:35.595.112.520.160.258.2]menyebutkan beberapa nama lokal ikan lemuru di beberapa wilayah di Indonesia.
Tabel 3.Nama-nama lokal dari ikan lemuru berdasarkan panjang total
Panjang Total (cm) Nama lokal Lokasi
< 11 Sempenit Penpen
Muncar
Kedonganan dan Bali 11 – 15 Protolan Muncar dan Bali 15 – 18 Lemuru Muncar dan Bali > 18 Lemuru Kucing-kucingan Muncar dan Bali Sumber : Merta (1992)
Tabel 4. Nama-nama umum baku, nama-nama lokal ikan lemuru Indonesia
Daerah Nama Umum Baku Nama Lokal Tempat Jawa Lemuru Sempenit lemuru
Protolan Lemuru
Lemuru Kucing Tembang mata kucing Tembang moncong
Muncar
Jabar
Madura Lemuru Seroi
Bali Lemuru Kucingan Sul-sel Tembang monco
Bete lelaki
Makassar Bugis
Seram Tula soan Wahai
Ambon Malaka
Mapikal Maa pirale
Hitu Luhu
Saparua Sardinya Haria
[image:35.595.115.517.294.533.2]16
Taksonomi menurut Bleeker (1985) dalam http://www.calacademy.org/
research/ichthyology/catalog/ adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Osteichthyes
Class : Actinopterygii
Subclass : Neopterygii
Infraclass : Teleostei
Superorder : Clupeomorpha
Order : Clupeiformes
Suborder : Clupeoidei
Family : Clupeidae
Subfamily : Clupeinae
Genus : Sardinella
Species : Sardinella lemuru Bleeker 1853-Bali sardinella
2.4.2. Penyebaran
Menurut Whitehead (1985), ikan lemuru tersebar di Lautan India bagian timur
yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali;
Australia sebelah barat, dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara
sampai Filipina, Hong Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain
di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan lemuru terdapat juga di sebelah selatan
Ternate dan Teluk Jakarta. Burhanuddin et al. (1984) dalam Merta (1992)
mengatakan bahwa ikan-ikan lemuru juga tertangkap dalam jumlah kecil di
17
2.4.3. Makanan
Penelitian yang dilakukan Burhanuddin dan Praseno (1982) dalam Merta
(1992) menunjukkan bahwa lemuru adalah pemakan zoo dan fitoplankton yang
masing-masing berkisar antara 90,52 – 95,54% dan 4,46 – 9,48%. Kopepoda dan
dekapoda merupakan komponen zooplankton yang tertinggi yang masing-masing
menduduki tempat pertama dan kedua (53,76 – 55,00% dan 6,50 – 9,45%).
2.4.4. Tingkah Laku
Di Selat Bali, ikan lemuru adalah ikan musiman karena muncul pada
musim-musim tertentu saja. Menurut Merta (1992), produksi lemuru umumnya mulai
meningkat pada bulan Oktober dan puncaknya pada bulan Desember dan Januari,
kemudian bulan Februari menurun lagi. Menurut Dwiponggo (1972) dalam Merta
(1992), ikan-ikan lemuru yang tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan
memijah pada bulan-bulan Juni – Juli. Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh
dari pantai Selat Bali, ditandai dengan tertangkapnya ikan sempenit oleh
bagan-bagan tancap di Teluk Pangpang pada bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok
ikan lemuru yang memijah pada bulan Oktober sampai November. Menurut
Soerjodinoto (1960) dalam Merta (1992), ikan lemuru cenderung datang ke pantai
untuk bertelur karena salinitasnya rendah. Menurut Whitehead (1985)
kemungkinan ikan lemuru di Selat Bali memijah pada akhir musim hujan setiap
tahun.
Ikan lemuru adalah ikan pelagis kecil yang hidup secara bergerombol dalam
jumlah yang begitu besar. Ikan ini cenderung berada di permukaan laut pada
malam hari untuk mencari makan dan berada di kolom perairan tertentu pada
18
2.5. Lingkungan Perairan Selat Bali
Perairan Selat Bali di sebelah barat dibatasi oleh daratan Pulau Jawa,
sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh daratan Pulau Bali. Selat Bali
merupakan daerah perairan yang relatif sempit (sekitar 960 mil2) (Nikyuluw,
2005). Mulut bagian utara sekitar satu mil dan merupakan perairan yang dangkal
(kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut bagian selatan sekitar 28 mil dan
merupakan perairan yang dalam yang berhubungan langsung dengan Samudera
Hindia. Dengan keadaan seperti ini, maka perairan Selat Bali lebih banyak
dipengaruhi oleh sifat perairan Samudera Hindia dibandingkan oleh perairan Laut
Jawa (Burhanuddin dan Praseno, 1982 dalam Wudianto, 2001), sehingga
perubahan yang dialami Samudera Hindia akan dialami juga oleh perairan Selat
Bali, terutama di bagian selatan perairan Selat Bali.
Wyrtki (1962) dalam Wudianto (2001) menyatakan bahwa pada musim timur
terjadi upwelling di sepanjang pantai selatan Jawa sampai Sumbawa. Upwelling
ini terjadi akibat bertiupnya angin muson tenggara yang menyusuri pantai selatan
Jawa-Bali. Kemudian, akibat adanya pengaruh gaya Coriolis transpor air di
lapisan permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di pesisir
Jawa-Bali ini diisi oleh massa air dari lapisan dibawahnya. Adanya upwelling ini
terlihat cukup kuat di perairan sebelah selatan Selat Bali pada saat musim timur
(Fakultas Perikanan IPB, 1997 dalam Wudianto, 2001).
Upwelling mengakibatkan terjadinya peningkatan kandungan fitoplankton.
Wyrtki (1961) menyebutkan bahwa daerah dimana terjadinya upwelling umumnya
memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
19
lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat hubungannya dengan
tingkat kesuburan perairan, maka proses air naik selalu dihubungkan dengan
meningkatnya produktivitas primer suatu perairan. Meningkatnya produktivitas
primer di perairan akan selalu diikuti oleh peningkatan populasi ikan di perairan
tersebut. Ilahude (1975) dalam Nikyuluw (2005) menyatakan bahwa konsentrasi
nitrat tinggi terjadi pada paparan Bali saat musim timur. Zat hara seperti nitrat
dan fosfat sangat penting bagi perkembangan fitoplankton. Subani dan Sudrajat
(1981) dalam Nikyuluw (2005) mengatakan bahwa konsentrasi plankton di
perairan Paparan Bali lebih tinggi dibandingkan dengan perairan di bagian tengah
selat dan Paparan Jawa.
Proses upwelling yang terjadi di perairan Selat Bali dibuktikan oleh Wudianto
(2001). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses upwelling ternyata tidak
hanya terjadi di luar selat, tetapi terjadi juga di dalam perairan Selat Bali.
Kejadian ini terlihat cukup jelas dari hasil potongan melintang (kedalaman) arah
utara selatan terhadap suhu perairan (Gambar 3). Upwelling pada bulan Agustus
(Musim Timur) terlihat cukup jelas dimana suhu perairan isoterm 28,5°C terlihat
bergerak ke atas mencapai kedalaman lebih dari 25 m di perairan sebelah utara
(stasiun 15). Fenomena upwelling ini diperkuat dengan adanya kelimpahan
fitoplankton yang tinggi pada musim ini, yaitu sebesar 35.500 sel/m3 di perairan
Selat Bali (Wudianto, 2001). Hal inilah yang menyebabkan fenomena upwelling
20
[image:40.595.125.503.83.314.2]Sumber: Wudianto (2001)
Gambar 3. Potongan melintang suhu (°C) di dalam perairan Selat Bali pada bulan (a) Januari (barat) dan (b) Agustus (timur)
Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin
muson bertiup ke arah tertentu pada satu periode, sedangkan pada periode lainnya
berlainan, yaitu angin muson barat pada bulan Desember-Februari, sedangkan
angin muson timur pada bulan Juni hingga Agustus. Pada bulan Maret-Mei dan
September - November disebut sebagai musim peralihan (pancaroba). Pada
musim peralihan, angin bertiup tidak menentu. Perbedaan musim terjadi karena
ada perbedaan dua pusat tekanan di atas daratan Benua Asia dan Australia,
sehingga angin berhembus dari daratan yang memiliki tekanan yang lebih tinggi
(Nontji, 2002). Disamping angin, faktor cuaca yang lain seperti curah hujan dan penguapan juga mempunyai pengaruh penting terhadap keadaan perairan Selat
Bali, khususnya terhadap perubahan salinitas permukaan.
Selat Bali sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di Samudera
Hindia. Perubahan yang terjadi selain penaikan massa air, adalah pengaruh
Stasiun Stasiun
Kedal
ama
n (m
)
Kedal
ama
n (m
)
21
fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM). IODM merupakan suatu pola
variabilitas di Samudera Hindia, dimana Suhu Permukaan Laut (SPL) yang lebih
rendah dari biasanya ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang
lebih hangat terdapat di sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh
anomali angin dan presipitasi (Saji et al., 1999). Tahun-tahun IODM antara lain
1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997.
IODM ada dua yaitu IODM positif dan IODM negatif. Pada saat IODM
positif, angin zonal yang bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya
lebih tinggi daripada saat IODM negatif. Sistem IODM dan anomali angin zonal
tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Saji dan Yamagata, 2001 dalam
Farita, 2006). Murtugudde et al. (1999) juga menyatakan bahwa IODM positif
mempengaruhi produktivitas primer dengan cara mengubah pola penaikan massa
air (upwelling) tahunan. Fenomena IODM positif lainnya terjadi pada tahun 1961,
1967, 1972, 1994 dan 1997 (Saji et al., 1999).
Saji et al. (1999) menambahkan bahwa fenomena IODM dapat diidentifikasi
dengan menggunakan Dipole Mode Index (DMI). DMI menggambarkan
perbedaan anomali SPL antara bagian barat tropis Samudera Hindia (50°BT -
70°BT, 10°LS - 10°LU) dengan bagian tenggara tropis Samudera Hindia (90°BT -
110°BT, 10°LS – ekuator). DMI memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi
dalam mengidentifikasi IODM (70%). Nilai DMI ekstrim positif merupakan
3.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai April 2009.
Pengambilan data produksi lemuru dilakukan pada tanggal 12 – 13 Maret 2009.
Data produksi lemuru diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar,
Banyuwangi. Lokasi penelitian untuk sebaran konsentrasi klorofil-a adalah
wilayah penangkapan ikan di perairan Selat Bali yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer ITK, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
114 BT
114.4 BT
114.8 BT
115.2 BT
-8.8 LS
-8.6 LS
-8.4 LS
-8.2 LS
Muncar
Pulau Bali
Pulau Jawa
Samudera Hindia
-8.2 LS
-8.4 LS
-8.6 LS
-8.8 LS
[image:42.595.120.503.357.602.2]114 BT 114.4 BT 114.8 BT 115.2 BT
Gambar 4. Lokasi penelitian
3.2. Alat dan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa seperangkat komputer yang
dilengkapi dengan perangkat lunak berikut:
23
1. Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007.
2. WinRAR 3.40 untuk mengekstrak citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi
klorofil-a bulanan.
3. SeaDAS 5.2 (dengan sistem operasi Linux Ubuntu 7.1) untuk mendapatkan
nilai konsentrasi klorofil-a dalam bentuk ASCII dari citra Aqua MODIS level
3 konsentrasi klorofil-a bulanan.
4. Surfer 8.0 untuk menampilkan sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial
dan pergerakan angin muson dan perubahan musim.
5. Ocean Data View (ODV) versi 4.0 untuk menampilkan sebaran konsentrasi
klorofil-a secara temporal terhadap lintang dan bujur (spasial).
6. SPSS 13.0 untuk mengetahui hubungan korelasi silang antara konsentrasi
klorofil-a dan produksi ikan lemuru secara time series.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
penginderaan jauh dan data perikanan lemuru. Bahan penunjang sebagai
tambahan adalah data Dipole Mode Index (DMI) dan data angin bulanan.
3.2.1. Data Penginderaan Jauh
Data penginderaan jauh yang digunakan adalah citra Aqua MODIS level 3
konsentrasi klorofil-a komposit bulanan dengan resolusi spasialnya 9 km. Citra
Aqua MODIS level 3 ini di-download dari situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/
dengan periode Januari 2004 – Desember 2008 dan hasilnya berupa data digital
compressed dengan format Hierarchical Data Format (HDF).
Citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a komposit bulanan
merupakan data yang sudah diolah, yang sudah terkoreksi secara radiometrik dan
24
daratan, garis pantai dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a fitoplankton perairan.
Pendugaan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma OC3M
secara otomatis.
3.2.2. Data Perikanan Lemuru
Data perikanan lemuru berupa data produksi bulanan ikan lemuru hasil dari
jumlah produksi ikan lemuru yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Muncar, Banyuwangi. Periode produksi bulanan ikan lemuru dari Januari 2004 –
Desember 2008.
3.2.3. Data Dipole Mode Index (DMI)
Data Dipole Mode Index (DMI) bulanan periode Januari 2004 – Desember
2008 diperoleh dari situs http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/ milik
JAMSTEC. Perhitungan DMI dilakukan oleh JAMSTEC dengan menggunakan
metode rekonstruksi SPL IGOSS.
3.2.4. Data Angin
Data angin yang digunakan adalah data angin tahunan yang diperoleh secara
dengan acra men-download dari situs http://www.cdc.noaa.gov/. Data angin hasil
download berupa file berekstensi *.nc yang berisi bujur lintang dan kecepatan
angin (u dan v). Periode data angin dari tahun 2004 hingga 2008.
3.3. Metode Pengolahan Data
Data penelitian yang akan diolah adalah data penginderaan jauh. Proses
pengolahan data penginderaan jauh dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
25
3.3.1. Pemotongan Citra (Cropping)
Citra Aqua MODIS level 3 konsentrasi klorofil-a bulanan diekstrak terlebih
dulu menggunakan WinRAR 3.40 agar dapat diproses lebih lanjut. Kemudian,
citra ini dipotong wilayahnya (cropping) dengan menggunakan perangkat lunak
SeaDAS 5.2. Wilayah yang dipotong antara 114°BT - 115°20’BT dan 8°LS -
9°LS, yang merupakan wilayah perairan Selat Bali. Hasil keluaran (output) yang
diinginkan berupa data ASCII (*.asc) yang didalamnya terdiri dari variabel bujur,
lintang dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a.
Data ASCII ini selanjutnya diproses pada Microsoft Excel 2007, yaitu
melakukan kontrol data. Kontrol data yang dimaksud adalah menentukan
titik-titik koordinat yang diketahui hanya ada di perairan Selat Bali dan menghilangkan
nilai ASCII awan (biasanya bernilai 64). Nilai yang tersisa hanya nilai ASCII
yang berada pada perairan Selat Bali dan bebas awan. Titik-titik koordinat
perairan Selat Bali ditunjukkan oleh Tabel 5. Untuk selanjutnya, nilai estimasi
konsentrasi klorofil-a bulanan yang digunakan adalah nilai yang berasal dari 29
26
Tabel 5. Titik-titik koordinat di perairan Selat Bali
No. BT LS No. BT LS 1. 114,457 8,269 16. 114,79 8,5 2. 114,457 8,346 17. 114,79 8,577 3. 114,457 8,423 18. 114,79 8,654 4. 114,457 8,5 19 114,79 8,731 5. 114,54 8,423 20. 114,873 8,5 6. 114,54 8,5 21. 114,873 8,577 7. 114,54 8,577 22. 114,873 8,654 8. 114,623 8,5 23. 114,873 8,731 9. 114,623 8,577 24. 114,956 8,577 10. 114,623 8,654 25. 114,956 8,654 11. 114,623 8,731 26. 114,956 8,731 12. 114,707 8,5 27. 115,039 8,654 13. 114,707 8,577 28. 115,039 8,731 14. 114,707 8,654 29. 115,122 8,731 15. 114,707 8,731
3.3.2. Visualisasi Data
Nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan yang sudah mengalami kontrol
data tadi kemudian divisualisasikan ke dalam beberapa bentuk. Visualisasi
pertama ditampilkan dalam bentuk grafik time series dengan menggunakan
Microsoft Excel 2007. Secara spasial, nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan
ini divisualisasikan dengan menggunakan Surfer 8.0 dan ditampilkan dengan data
angin bulanan. Nilai estimasi konsentrasi klorofil-a bulanan juga divisualisasikan
secara temporal terhadap lintang dan bujur (spasial) dengan menggunakan ODV
27
Gambar 5. Diagram alir pengolahan dan analisis data penelitian
3.4. Analisis Data
3.4.1. Data Konsentrasi Klorofil-a
Konsentrasi klorofil-a dianalisis secara temporal dan spasial. Grafik time
series bulanan konsentrasi klorofil-a digunakan untuk mengintepretasikan
fluktuasi klorofil-a secara temporal berdasarkan nilai tertinggi dan terendah, serta
peningkatan dan penurunannya. Kemudian, grafik ini ditampilkan bersamaan
dengan DMI agar diketahui pengaruh IODM pada fluktuasi konsentrasi klorofil-a.
Analisis spasial konsentrasi klorofil-a berdasarkan penggabungan tiap-tiap bulan
yang sama sehingga diketahui pola sebaran konsentrasi klorofil-a dengan melihat Data penginderaan jauh Data perikanan
[image:47.595.113.512.81.442.2]Data produksi bulanan ikan lemuru yang didaratkan di TPI Muncar
Grafik produksi bulanan ikan lemuru selama 5
tahun
Korelogram hubungan konsentrasi klorofil-a dan
produksi ikan lemuru Analisis data time series
dengan menggunakan metode korelasi silang
(crosscorellation) Download citra satelit Aqua MODIS level 3,
spatial range 9 km, temporal range Monthly di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov
Pengolahan data di perangkat lunak SeaDAS 5.2 untuk pemotongan wilayah
(cropping) dan keluaran (output) *.asc (nilai ASCII)
Mulai
Analisis sebaran konsentrasi klorofil-a
secara spasial dan temporal
Grafik konsentrasi klorofil bulanan
selama 5 tahun
28
degradasi warna pada citra. Kemudian, sebaran konsentrasi klorofil-a
dihubungkan dengan perubahan pola angin. Analisis secara temporal dan spasial
disajikan dalam gambar sebaran konsentrasi klorofil-a berdasarkan waktu
terhadap wilayah perairan (bujur dan lintang) sepanjang periode penelitian. Hal
ini dilakukan agar mengetahui secara temporal sekaligus spasial peningkatan dan
penurunan konsentrasi klorofil-a, serta fenomena yang terjadi selama periode
penelitian.
3.4.2. Data Produksi Ikan Lemuru
Analisis produksi ikan lemuru menggunakan grafik time series dan
diinterpretasikan berdasarkan jumlah tertinggi dan terendah produksi bulanan ikan
lemuru, serta peningkatan produksi ikan lemuru secara umum.
3.4.3. Analisis Korelasi Silang (Crosscorellation)
Crosscorellation digunakan untuk melihat hubungan antara konsentrasi
klorofil-a terhadap produksi ikan lemuru. Persamaan korelasi silang adalah
sebagai berikut (Chatfield, 1984 dalam Hosniyanto, 2003):
……….(4)
dimana: r = Koefisien korelasi
Xi = Indikator klorofil-a
Yi = Variabel ikan lemuru
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi Konsentrasi Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya
Fluktuasi rata-rata bulanan konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada
periode Januari 2004 sampai Desember 2008 tertera pada Gambar 6. Pada bulan
Mei 2008 tidak ada data karena terjadi kerusakan dalam sistem basis data NASA
sehingga tidak bisa diproses lebih lanjut. Kisaran konsentrasi klorofil-a di
perairan Selat Bali selama lima tahun antara 0, 15 mg/m3 (Februari 2006) hingga
[image:49.595.114.511.349.506.2]4,01 mg/m3 (November 2006).
Gambar 6. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan selama lima tahun
Konsentrasi klorofil-a umumnya mulai meningkat pada bulan April hingga
mencapai puncaknya pada bulan yang berbeda setiap tahunnya. Puncak-puncak
konsentrasi klorofil-a terjadi pada bulan Agustus (2004) sebesar 2,20 mg/m3,
bulan Mei (2005) sebesar 1,13 mg/m3, bulan November (2006) sebesar 4,01
mg/m3, bulan Oktober (2007) sebesar 2,14 mg/m3 dan bulan Juni (2008) sebesar
1,05 mg/m3. Puncak konsentrasi klorofil-a terjadi di Musim Timur, kecuali tahun
2006 dan 2007 yang puncak konsentrasi klorofil-a terjadi di Musim Barat.
30
Gambar 7 merupakan sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan
spasial (lintang dan bujur). Sebaran konsentrasi klorofil-a mengalami
peningkatan dari utara sampai ke selatan perairan Selat Bali, sehingga di
sepanjang tahun konsentrasi klorofil-a di selatan perairan lebih tinggi
dibandingkan bagian utaranya. Sebaran konsentrasi klorofil-a juga tinggi pada
bagian barat dan timur perairan, atau perairan yang dekat dengan daratan Pulau
Jawa dan Pulau Bali. Letak geografis perairan Selat Bali pada bagian barat dan
timur berbatasan langsung dengan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Pulau-pulau ini
memiliki sungai yang bermuara langsung ke selat. Menurut Nybakken (1992),
konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir lebih tinggi disebabkan oleh
adanya suplai nutrien melalui run-off (masukan) sungai dari daratan. Kemudian,
pada bagian utara dan selatan perairan Selat Bali berbatasan dengan Laut Jawa
dan Samudera Hindia. Mulut bagian utara perairan Selat Bali sekitar satu mil dan
merupakan perairan yang dangkal (kedalaman sekitar 50 meter), sedangkan mulut
bagian selatan sekitar 28 mil dan merupakan perairan yang dalam yang
berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Dengan keadaan seperti ini
maka perairan Selat Bali lebih banyak dipengaruhi oleh sifat perairan Samudera
Hindia dibandingkan oleh Laut Jawa (Burhanuddin dan Praseno, 1982 dalam
Wudianto, 2001). Perubahan yang dialami Selat Bali akan sama dengan
perubahan yang dialami Samudera Hindia, dimana pada saat Musim Timur terjadi
proses penaikan massa air yang kaya akan unsur hara. Wyrtki (1962) dalam
Wudianto (2001) juga menyebutkan pada Musim Timur terjadi proses penaikan
31
(a)
[image:51.595.114.514.83.652.2](b)
Gambar 7. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara temporal dan spasial; (a) waktu-lintang; (b) waktu-bujur
32
Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali pada tahun 2004 dan
2005 memiliki kemiripan, yaitu peningkatan nilai konsentrasi klorofil-a pada awal
tahun hingga mencapai puncaknya di pertengahan tahun, dan kembali menurun di
akhir tahun. Pola yang seperti ini dipengaruhi oleh angin musim. Musim Barat
yang terjadi pada bulan Desember – Februari (awal dan akhir tahun) berhembus
angin dari barat laut menuju tenggara dan membawa curah hujan yang tinggi
(Wyrtki, 1961). Curah hujan yang tinggi mengurangi konsentrasi klorofil-a
sehingga pada musim ini konsentrasi klorofil-a rendah. Musim Timur yang
terjadi pada bulan Juni – Agustus (pertengahan tahun) berhembus angin yang
lebih kencang dan kering dari tenggara menuju barat laut (Wyrtki, 1961). Angin
Musim Timur yang lebih kencang dan kering ini menyusuri pantai selatan Jawa
dan Bali, kemudian akibat adanya pengaruh gaya Coriolis transpor air di lapisan
permukaan dibelokkan ke tengah laut sehingga kekosongan air di perairan pesisir
Jawa dan Bali diisi oleh massa air dari lapisan dibawahnya. Dan terjadilah
penaikan massa air. Adanya penaikan massa air terlihat cukup kuat di perairan
sebelah selatan Bali (Fakultas Perikanan IPB, 1997 dalam Wudianto, 2001).
Menurut Arinardi (1989) dalam Nikyuluw (2005), penaikan massa air
mengakibatkan peningkatan kandungan fitoplankton. Daerah dimana terjadinya
penaikan massa air umumnya memiliki zat hara yang lebih tinggi dibandingkan
daerah sekitarnya. Tingginya kandungan zat hara akan merangsang pertumbuhan
fitoplankton di lapisan permukaan. Perkembangan fitoplankton sangat erat
hubungannya dengan tingkat kesuburan perairan, maka proses penaikan massa air
33
Tahun 2006 terjadi anomali positif konsentrasi klorofil-a. Peningkatan
konsentrasi klorofil-a dimulai dari bulan April hingga mencapai puncaknya pada
bulan November, dan peningkatannya terjadi signifikan (lebih dari 2 mg/m3).
Setelah mencapai puncaknya, konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan secara
signifikan juga (lebih dari 1 mg/m3) pada bulan Desember 2006 hingga Januari
2007. Anomali konsentrasi klorofil-a ini terjadi pada awal memasuki Musim
Barat. Secara temporal dan spasial, anomali konsentrasi klorofil-a terlihat jelas
peningkatannya di sebelah selatan perairan Selat Bali terutama pada wilayah
8,6°LS - 8,7°LS, serta di sebelah barat dan timur perairan Selat Bali terutama
pada wilayah 114,6° – 114,7°BT dan 114,9° – 115°BT. Anomali ini
menyebabkan pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 2006 mengalami
perubahan dari tahun sebelumnya. Tahun 2006, nilai konsentrasi klorofil-a terus
mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya di akhir tahun. Perubahan
ini mempengaruhi pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun selanjutnya, yaitu
tahun 2007 dan 2008. Sepanjang tahun 2007 konsentrasi klorofil-a cenderung
mengalami penurunan, namun nilainya masih tergolong tinggi. Nilai konsentrasi
klorofil-a kembali normal pada tahun 2008, namun pola sebarannya masih
terpengaruh anomali positif tahun 2006. Peristiwa peningkatan konsentrasi
klorofil-a secara signifikan pernah terjadi juga pada tahun 1997 dan konsentrasi
klorofil-a mencapai puncaknya pada bulan Oktober. Penyimpangan seperti ini
disebabkan oleh fenomena IODM positif yang mempengaruhi kondisi oseanografi
di perairan timur Samudera Hindia, termasuk Selat Bali. Terjadinya anomali
positif konsentrasi klorofil-a di perairan selatan Jawa berhubungan dengan
34
Penaikan massa air yang terjadi pada Musim Timur (Juni - September) tahun 1997
terlihat lebih intensif dan lebih lama.
Fenomena IODM positif penyebab terjadinya anomali positif konsentrasi
klorofil-a ini dapat ditentukan dengan nilai Dipole Mode Index (DMI). Nilai DMI
yang ekstrim positif atau ekstrim negatif merupakan indikasi terjadinya fenomena
IODM (Saji et al., 1999). Data DMI dengan periode Januari 2004 – Desember
2008 merupakan data DMI bulanan dan disajikan pada Tabel 6. Pada tabel
terlihat bahwa nilai DMI pada periode September – November 2006 menunjukkan
nilai ekstrim positif (1,56 – 1,64). Pada periode yang sama konsentrasi klorofil-a
mengalami anomali positif konsentrasi klorofil-a yang puncaknya terjadi pada
[image:54.595.114.485.406.652.2]bulan November 2006.
Tabel 6. Nilai DMI periode Januari 2004 – Desember 2008
Dipole Mode Index (DMI) Bulan
35
Gambar 8 merupakan hasil analisis citra secara spasial berupa sebaran
konsentrasi klorofil-a bulanan. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a di perairan
Selat Bali mulai tinggi pada bulan April (Musim Peralihan I) dan mencapai
maksimum pada bulan Agustus di paparan Jawa hingga November di paparan
Jawa (akhir Musim Timur hingga Musim Peralihan II). Dan pada bulan
Desember (awal Musim Barat), konsentrasi klorofil-a melemah hingga bulan
Maret (awal Musim Peralihan I). Pola sebaran konsentrasi klorofil-a bulanan ini
memiliki pola