• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 03 SEJARAH KEB ALAM KERINCI 01 sistem pemukiman, kekerabatan dan sistem ekonomi tradisonal suku kerinci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab 03 SEJARAH KEB ALAM KERINCI 01 sistem pemukiman, kekerabatan dan sistem ekonomi tradisonal suku kerinci"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

39

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci

BAB III

Sistim Pemukiman

,

kekerabatan

dan

sistim Ekonomi Tradisional

Suku Kerinci

A.

Model kekerabatan Masyarakat Suku Kerinci

:

P

ada masa lampau masyarakat di alam Kerinci hidup secara menge­ lompok dan tinggal di pemukiman yang disebut “Duseung ” (Dusun). Sebuah dusun dihuni oleh masyarakat dari satu akar ke­ lompok keturunan (Geneologis) yang satu keturunan yang berdasarkan garis keturunan Matrilineal.

Didalam “Duseung” ( Dusun) terdapat beberapa “Laheik Jajou”/larik rumah panjang yang dibangun secara berdempetan yang dihubungkan dengan pintu dari satu rumah ke rumah yang lain. Setiap larik dibangun rumah khas Kerinci berupa rumah panjang, dan setiap larik memiliki

tetua suku, dan nama larik disesuaikan dengan nama suku yang menetap, dari kelompok larik terdapat beberapa “Tumbi”

(2)

40

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

Tumbi adalah sebuah kelompok kecil masyarakat di dalam larik, dalam satu keluarga kecil yang terdiri dari beberapa anggota keluarga kerabat dekat. Selanjutnya kelompok terpenting di antara tumbi tumbi yang ada disebut “Kalbu”, dalam kalbu terdapat pemangku adat yang mengatur jalannya kehidupan masyarakat dalam kalbu (diantara per­ auknya). Gabungan dari beberapa “Duseoung” (Dusun) dan kelompok masyarakat adat di sebut “Kemendapoan” yang dipimpin

“Mendapo”. Dalam realita kehidupan masyarakat, bila warganya menetap di luar dusunnya, namun secara adat / budaya mereka masih tetap sebagai warga luhah asalnya.

Bentuk asli territorial yang ditempati oleh sekumpulan orang disebut ”Neghoi” atau

”Duseung”. Neghoi telah mempunyai tatanan kemasyarakatan yang dipimpin kepala suku yang bergelar Depati atau Ninik mamak dalam bentuk republik kecil. Neghoi atau ” Negeri” berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti kota, perkotaan atau kerajaan.

Umumnya istilah dusun lebih populer di alam Kerinci, sedangkan dusun ada yang besar dan ada yang kecil, tergantung jumlah masyarakat yang menempati wilayah, seperti dusun Sungaipenuh lebih besar dari

dusun Bernik, dusun Koto Pudung Tanah Kampung lebih besar dari

dusun Koto Baru tanah Kampung,dusun Tanjung Tanah lebih besar dari dusun Ujung Pasir, akan tetapi sistim pemerintahan adatnya tetap sama yakni ”Seko Tigo Takah” pada ungkapan lama dikenal dengan

“berdiri rumah sekata Tengganai, berdiri luhak sekata Penghulu, berdiri alam sekato Rajo ”

Status dusun sebenarnya geografis saja, petunjuk atau lantak adanya suatu negeri, mendirikan dusun erat dengan faktor air yaitu dipinggir sungai atau danau, sedangkan yang dimaksud dengan negeri adalah

kesatuan geografis, yuridis, politik dan administrasi. Negeri adalah semacam desa/kelurahan yang berpemerintahan (dorps ­ republiek). Karena negeri menyangkut faktor manusia dan lingkungannya,, maka negeri dimasukan dalam kata ”seko“ (Pusaka) yakni negeri yang empat. negeri yang empat dimaksud adalah:

(3)

41

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci sungai yang ditempati sekelompok kecil orang.

2.. Koto ialah tempat awal pertamakali pemukiman masyarakat (orang), tempat pertama kali mencencang, mengurat men­ gukir, cikal bakal perkembangan masyarakat,dalam legenda Kerinci ialah tempat orang sakti bertitian teras bertangga batu.

3. Kampung,ialah tempat dimana orang sudah mempunyai kurung rapat (Kerapatan Adat), telah berundang berlembaga,berlubuk bertapian,adat diatas tumbuh lembago diatas tuang

4. Dusun ialah tempat pemukiman masyarakat banyak, berpuak puak, bersuku suku, dalam luhah ada kelebu dalam kelebu ada

perut. kehidupan masyarakat sudah teratur, mempunyai balai adat dan masjid,lengkap dengan kebesaran adat lama pusako usang, seko gelar boleh disandang, seko tanah boleh di ico( digarap)

Dusun pada hakekatnya telah mencerminkan negeri keseluruhan atau dusun merupakan sebutan lain dari dari ” Neghoi ” (negeri) dusun terdiri dari beberapa “Luhah”. Luhah terdiri dari beberapa

“perut” , sedangkan perut terdiri dari beberapa Kelebu dan kelebu mempunyai beberapa Tumbi atau Pintu. Pengertian antara ”perut”

dan “kelebu” dalam prakteknya agak kabur, pada umumnya “Kelebu” setingkat “ Perut”, perbedaannya terletak pada ico pakai setempat, perut menunjukan kelompok atau golongan, sedangkan kelebu menun­ jukan asal usul ninik mamak dari garis matrilineal.

Dusun dibangun atas beberapa rumah panggung yang disebut

(4)

42

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

Tanah bersudut empat itu sebenarnya adalah milik anak betino, kaum ibu atau pihak perempuan yang pengaturannya kuasa anak jantan. Oleh sebab itu status negeri atau dusun dusun di alam Kerinci adalah hak perempuan, hanya diatur secara adat oleh ninik mamak beserta depati dari pihak pria.

Ketika Lembah Kerinci telah mulai kering dan airnya berangsur surut, pemukiman masyarakat berpindah ke lokasi yang lebih rendah, menurut tuturan “Tembo”,kayulah berlareh, sungailah berbatang, tanahlah ber­ gabung, berkuak berbagi tanah disungkup jala lebar, terentak tembilang datuk depati Singarapi,terlaras tanah bata menjadi parit penggal negeri, menjadi larik yang berjajar, halaman yang bersepai lawang dikatup dua, kembali arah kembali keajun kepada masing masing ninik mamak

B.

Umouh Gdeang dan Tanoh Mandapea

Dusun merupakan tempat berdirinya “Umouh Gdeang” atau rumah gedang, rumah gedang ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat dan pengaruh sakral pada pandangan anak anak negeri di dusun.

Yang dimaksud rumah adat di alam Kerinci (Dpt.Rusdi Daud)

adalah rumah larik berbanjar, berbeda dengan “Umouh Gdeang”, larik adalah rumah panjang yang dibagi atas petak petak yang ditempati oleh satu keluarga batih (batih, terdiri dari suami ­Istri beserta anak anak mereka). Susunan keluarga batih ini menurut sistim perut, kelebu, tumbi atau pintu yang merupakan stelsel matrilineal. Jadi tidak benar ada pendapat yang mengatakan alam Kerinci mempergunakan sistim patrilateral, andaipun ada hal ini dikarenakan Ico pakai buatan yang menyimpang dari ketentuan adat asli. Salah satu bagian petak rumah yang tertua pada rumah larik dijadikan “Umouh Gdeang”, rumah ini berfungsi sebagai:

1. Tempat menyimpan benda benda budaya /benda pusaka ninik moyang seperti keris, tombak Tambo,Piagam,Cap Raja, dll 2. Tempat musyawarah ketua­ ketua kelebu atau perut yang

(5)

43

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci 3. Tempat penobatan anak jantan untuk menjadi Depati Ninik

mamak yang telah dipilih oleh anak negeri yang diadakan pada saat kenduri Sko

4. Tempat para Ninik mamak memutuskan hukum adat, jika timbul sesuatu masalah yang menyangkut undang Adat.

Petak ruang depan rumah adat dapat dihubungkan satu sama lainnya oleh sebuah pintu, sehingga satu larikan rumah dapat dipertemukan antara satu dengan yang lain. Biasanya pintu tersebut dibuka jika penduduk ingin melaksanakan musyawarah besar seperti Kenduri Sko. Kenduri Sko merupakan suatu peristiwa perhelatan terbesar menurut adat di alam Kerinci

Rumah larik bertingkat dua, rumah larik ini memiliki tiang kayu bersisi delapan kualitas bagus dan tahan, diameter besar, pada tiang tiang kayu terdapat ukiran flora semacam patma. Pada dinding dind­ ing papan tebal terdapat ukiran selampit simpai dengan beragam motif flora, para pemangku adat berpendapat tiang bersisi delapan itu mengandung makna “suku empat puyang delapan”, yakni asal usul suami istri ditarik silsilahnya keatas. Ada lagi pengertian, penantik mendah dari arah delapan penjuru mata angin, berkembang lapik berkembang tikar. Ukiran selampit simpai semacam jalinan spiral, spiral juga ditemukan pada alat alat rumah tangga seperti tabung aye kawo,

mundang, gantang, dll.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sungai Penuh. Manaf Rifin,S.Pd dan Budayawan Iskandar Zakaria mengemukakan di Kerinci tidak terdapat ukiran bermotifkan fauna, hal ini kemungkinan karena masuknya pengaruh ajaran agama Islam yang melarang membuat gam­ bar manusia dan fauna. Rumah rumah tua yang disebut rumah larik saat ini semakin tergusur dan musnah kalah bersaing dengan rumah rumah arsitektur modern yang lebih individualisme, rumah rumah tua di banyak desa hanya tersisa beberapa buah dalam kondisi tidak layak huni dan sebagian ditinggalkan penghuni

(6)

44

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

masa lalu menggunakan atap dari daun kemumu, daun puar atau ijuk. Keterangan mengenai balai bergonjong dua diungkap dalam Tambo Kerinci yang berbunyi: ”Di ateh tanah nan sebingkeh dibawah payung nan sekaki,tanah padat sendi kerajaan.ditegak balai nan beratap ijuk bagunjong due nan berdinding angin nan bertiang teras jelatang nan berpasak gading tunggal”.

”Tata Tertib di rumah Gdeang”

Saat berada di rumah Adat Rumah Gdeang (H.Qadri Depati Intan dan Dr.H. Nasrul Qadir) menurut adat lamo pusako usang, waris yang disambut, pesan atau cerita yang dipegang sejak dari nenek moyang hingga saat ini duduk di rumah adat (rumah Gdeang) memiliki aturan dan tata tertib yakni:

1. Duduk beradat, artinya duduk yang memiliki peraturan,sopan santun dan tata tertib.

2. Duduk bersila, tidak boleh duduk mencangkung dan mengunjur­ kan kaki saat acara adat berlangsung kecuali saat beristirahat 3. Bagi para Depati­depati duduk disebelah mudik,duduk bersan­

dar di bendum jati.

4. Ninik mamak duduk diruang sebelah tengah,dinding sebelah ke­ halaman menghadap kerumah dalam (dapur) untuk memudah­ kan memberi intruksi/perintah kepada hulubalang sehubungan dengan keperluan sidang

5. Hulubalang duduk diruang sebelah hilir,dekat pintu tangga,untuk memudahkan menerima intsruksi/perintah,dengan kondisi siap siaga dan waspada dan menjaga keamanan ketertiban dan me­ waspadai setiap ancaman dan ganguan dari dalam maupun dari luar.

(7)

45

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci

“Tata Tertib berbicara di rumah Gdeang”

Menurut Depati Intan tokoh adat “Tanah Sekudung Siulak”, para Depati dalam sidang/rapat adat boleh berbicara dengan mempermain­ kan telunjuknya keatas, kekanan dan kekiri, sebagai tanda raja duduk di kerajaannya, tegak tidak tersundak, melenggang tidak terpapas, di dalam wilayahnya Depati lah yang memegang Celak dan Piagam di atas, setiap tutur katanya membuahkan ”mas seemas”. Ninik mamak dalam berbicara tidak boleh mempermainkan telunjuknya ke atas, hanya boleh mempermainkan telunjuknya ke kiri ke kanan dan ke bawah, yakni menandakan dialah yang memegang celak piagam di bawah, me­ megang ajun arah, ukur dan jangko, kerat kudung tanah, yang mengirit empat tali dan menukun lantak, yang memegang uteh bateh, ke air bertanam batu, ke darat bertanam aur atau puding, setiap tutur katanya berbuahkan ”Mas sekundi”

Pemangku adalah anak timang depati, pengulas kato penyambung lidah, dia yang memegang “tando yang bertampin” atau mas yang bertindih serta membawanya ke muka sidang pengadilan adat, dan menyerahkan kepada penghulu penghulu untuk diadili, pemangku ber­ tungkatkan mas sekundi. Hulu balang tidak dibenarkan berbicara keras dimuka Depati Ninik mamak, atau menunggak perintah, sebab hulu balang adalah kaki tangan Ninik mamak dan Depati serta memegang keamanan/ketertiban umum.

Setiap Mendapo atau “Federasi ke Depatian” di alam Kerinci mempunyai Tanah Mendapo. Tanah Mendapo berfungsi sebagai tem­ pat membentuk “Karang Setio. Karang setio atau Karang buatan, bait kesetiaan kepada aturan yang telah disepakati. Tanah Mendapo mempunyai pengertian tempat atau balai pertemuan para Depati Ninik mamak dengan anak kemenakannya untuk membicarakan sesuatu ma­ salah yang prinsipil seperti upacara penobatan para pemangku adat, ninik mamak, perang.dll

Disamping tanah bersudut empat, tanah mendapo, ada lagi semacam status tanah yang disebut tanah hamparan, tanah hamparan ada 3 tempat di Alam Kerinci yakni:

(8)

46

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci 2. Hamparan besar tempatnya di Rawang

3. Hamparan Kadipan di Sanggaran Agung.

Hamparan di Hiang Tinggi sudah lama tidak berfungsi dan keduduk­ kannya diganti dengan Hamparan besar tanah Rawang setelah perubah­ an dari Balai Melintang Koto Keras. Hamparan tua timbul pada masa pemerintahan Sigindo sigindo dan Siak Langin (Siak Lengih) menguasai alam Kerinci. Hamparan Kadipan ialah batas perjalanan atau tepatan para raja raja dari Jambi yang naik ke alam Kerinci untuk mengadakan pertemuan dengan depati depati dan kepala kepala suku se alam Kerinci, disini raja masih didaulat dan diagungkan.

Akan tetapi bila masuk kehamparan besar tanah Rawang, raja duduk sama rendah tegak sama tinggi dengan para Depati depati se alam Kerinci, kedudukan hamparan besar tanah Rawang pada saat ini dapat kita identikkan sebagai gedung MPR/DPR/DPD Republik Indonesia.

Tanah Hamparan Besar adalah tempat pertemuan federasi uni ke depatian se alam Kerinci untuk membicarakan masalah masalah Kerinci keseluruhan,seperti transkripsi dengan kerajaan tetangga dan lain lain yang mengatas namakan Kerinci.

C.

Ciri ciri Dusun menurut Adat

Menurut adat suku Kerinci, ciri ciri adanya dusun mempunyai empat tanda yakni:

1. Berbalai, rumah pesusun untuk sidang adat,tempat kerapatan depati ninik mamak dan anak kemenakannya.

2. Bermesjid, surau atau mushala tempat pengajian peribadatan umum.

3. Bergelanggang, halaman tempat mengadakan keramaian per­ helatan anak anak negeri

4. Berlubuk,bertapian, pemandian umum yang terpisah antara laki laki dan wanita.

Selain tanah adat kurung kampong ”parit bersudut empat”, maka di luar batas parit bersudut empat terdapat pula “tanah ajun arah”

(9)

47

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci seperti pembelian, hibah dan sebagainya. ini dikategorikan dalam isti­ lah tembilang emas atau pun tembilang besi. Warga yang menempati tanah pembelian tadi mempunyai kewajiban, “mengisi cupak penuh gantang melilit” kepada kaum atau kelebu asal tanah pembelian­ nya. Mengisi cupak penuh gantang melilit berarti pekerjaan besar atau pekerjaan kecil di dalam kelebu ibu tanah, mereka ikut bertanggung jawab, mengingat dia telah menjadi anak kemenakan dari ninik mamak kelebu yang bersangkutan.

Di mana tembilang terhentak disitu tanaman tumbuh, dimana rant­ ing dipatah disana pula airnya diminum, adat orang diisi lembago-nyo dituang, kebukit samo samo didaki kelurah sama sama diturun,

terhampar sama kering, terendam sama basah, terasa gedang hendak melanda, terasa panjang hendak melilit, karena luhak itu berpenghulu alam itu berajo negeriberpagar adat tapian berpagar basa, alam Kerinci berpagar adat, mempunyai undang nan berpikul teliti nan bergaleh

D. Perkembangan orang Suku Kerinci masa kini

Ir.Herry Defrizal, Mukaramin ,MM (Bandung : 5:2012 ) dan Drs. Joni Mardizal, MM. kandidat Doktor Universitas Negeri Jakarta, (Jakar­ ta:2:6:2012) menyebutkan masyarakat suku Kerinci dari zaman dahulu dikenal sebagai suku/masyarakat perantau, mereka bahkan merantau dan menetap hingga ke negara tetangga dan membentuk kelompok pemukiman di berbagai daerah di nusantara. Di Propinsi Jambi, orang suku Kerinci menyebar hampir ke setiap sudut daerah hingga wilayah terpencil seperti di Air Liki, Serampas­SungaiTenang, Hitam Ulu, Sungai Manau,(Merangin) Rimbo Bujang, Muara Bungo, Kabupaten Tebo,­ Men­ dahara Ulu, Parit Culum, ( Tanjung Jabung Timur )Kasiro,Sekeladi,Bukit Bulan,Air Hitam,Pauh,Mandiangin (Sarolangun),meski berada di luar alam Kerinci namun keturunan masyarakat alam Kerinci masih meng­ gunakan sistim kekerabatan seperti di daerah asalnya Kerinci.

(10)

48

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

Utara, Desa Tanjung Pauh di Kabupaten Muara Jambi. Warga keturunan Kerinci juga banyak yang merantau ke Sumatera Barat, Riau,Sumatera Selatan, Bengkulu Jakarta, Bogor,Tanggerang, Bekasi, Jawa Barat dan beberapa kota lainnya di nusantara, beberapa orang lainnya memilih hidup menetap dan menikah dengan komunitas masyarakat lain di nusantara, beberapa diantaranya menikah dengan bangsa lain seperti dengan warga Amerika,Italia,Malaysia

Dewasa ini ribuan warga Kerinci banyak yang menetap dan menjadi penduduk tetap di Negara jiran Malaysia, mereka yang menetap seba­ hagian adalah tenaga kerja dan penduduk tetap Semenanjung Malaysia itu bermukim di daerah Ulu Langat­ Negara bahagian Selangor. Sayuti Hamzah 50 Tahun, warga Kerinci asal desa Seleman Kecamatan Danau Kerinci yang merantau dan bermukim di Syah Alam – Selangor Malaysia, kepada Penulis (8­ 9 /4 ­2012) mengemukakan pada tahun 1939 jum­ lah warga Kerinci yang merantau ke Malaysia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada akhir abad ke XIX dan awal abad ke XX ( 1900 – 1905 ) merupakan gelombang migrasi terbesar orang suku Kerinci ke Malaysia, pada saat itu beberapa warga Kerinci sudah banyak yang menetap di ”Kelang”, pada tahun­tahun berikutnya terutama sejak tahun 1939 penduduk asal Kerinci mulaimenempat

i

beberapa kawasan perkebunan di sekitar Hulu Langat, Kuala Kubu, Kemensyah, Huluyam, awalnya mereka dengan bantuan dan hubungan baik dengan penduduk penduduk lokal setempatmembuka lahan lahan perkebunan karet,corakkehidupan dan faktor kesamaan ras dan budaya ‘Melayu”

(11)

49

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci Kerajaan Malaysia, anak anak Malaysia keturunan Kerinci maupun anak anak TKI yang lahir di Malaysia ketika pulang ke kampung tanah kelahiran nenek moyang mereka menggunakan 3 bahasa, yakni Bahasa Melayu dialek Malaysia, Bahasa Inggeris dan Bahasa Kerinci .

Pada saat ini di negara Malaysia banyak migran asal Kerinci yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mereka sebagian besar bekerja pada sektor Informal, diantaranya bekerja pada perusahaan/ (Pabrik) Kilang, Supermarket, Jasa service dan beberapa diantaranya menjadi pekerja rumah tangga .jika dibandingkan dengan pendapatan di negeri sendiri, pendapatan para pekerja terutama untuk jasa informal relatif lebih baik, rata rata pendapatan paling rendah (minimal) para pekerja sektor informal (TKI )sebesar 600 Ringgit ­ 700 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp.2.500.000 – Rp.3.500.000 / bulan. Dan jika mereka pandai berhemat mereka bisa menabung rata rata Rp.1,500.000 / bulan setelah dikeluarkan biaya kebutuhan hidup.

Diantara warga Malaysia keturunan suku Kerinci dan para Tenaga Kerja Indonesia yang bernasib baik dapat hidup berkecukupan, khu­ sus untuk TKI mereka dapat menabung dan mengirimkan sisa hasil pendapatan untuk mendirikan bangunan rumah permanen dan biaya pendidikan bagi putra putri dan keluarga yang tinggal di tanah kelahiran Kerinci. Di Malaysia ini hanya orang malas yang hidup terlantar, dan jika ingin mendapatkan pendapatan lebih baik Malaysia lebih membutuhkan tenaga terampil, jika tidak memiliki ketrampilan pekerja dapat bekerja serabutan, di negara Malaysia apapun perkerjaan ada, kuncinya mau kerja keras dan tidak memilih milih pekerjaan, namun tentunya harus yang halal.

(12)

50

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

Malaysia ada yang berasal dari keturunan Kerinci yang secara sudah turun temurun menetap di Malaysia. Keturunan generasi ke­3 sampai dengan keturunan generasi ke­5 warga Malaysia asal Kerinci secara periodik pada saat liburan melakukan kunjungan “Melancong” ke Kerinci untuk berwisata sambil menjenguk kampung halaman asal nenek moyang mereka. Gelombang migrasi orang Kerinci ke Semenanjung Malaysia sudah di mulai sejak kurun waktu tahun 1900­1915, saat ini (Sayuti Hamzah) diperkirakan tidak kurang dari 180.000 jiwa warga Malaysia keturunan Kerinci dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI­TKW) menetap diberbagai kawasan pemukiman di Semenanjung Malaysia.

Penduduk Malaysia keturunan suku Kerinci dan para tenaga kerja Indonesia asal suku Kerinci sesuai dengan kebiasaannya hidup dan ber­ mukim secara mengelompok, Kelompok keluarga Kerinci yang men­ diami satu kawasan biasanya berasal dari dusun dusun asli Kerinci yang mereka tinggalkan, sebagai contoh, Sayuti Hamzah mengemukakan, warga Kerinci asal Dusun Seleman Kecamatan Danau Kerinci menetap di kawasan Kuala Kubu Baru dan Hulu Langat, orang Dusun Tanjung Tanah bermukim di kawasan Kampung Kerinci dan Kampung Pasir, orang dusun Jujun dan orang dusun Pulau Tengah menetap di kawasan Pansun dan Hululangat Ujung.

Orang Dusun Lempur Danau dan Dusun Semerap menetap di ka­ wasan pemukiman Sungai Pencala,Orang Kerinci Mudik terutama orang Dusun Sungai Abu, Sungai Tutung, Sekungkung dan sekitarnya umumnya menetap di kawasan pemukiman Sungai Tekali,Orang Dusun Sanggaran Agung, Pendung Talang Genting Kecamatan Danau Kerinci,­ Temiai Ke­ camatan Batang Merangin, dan sekitarnya menetap dikawasan Gombak ujung, warga dari dusun dusun lainnya asal alam Kerinci sebagian lain bermukim secara terpencar di kawasan Sabak Bernam, Tanjung Malim, Perak, Pahang, Huluyam,Kelang,Selangor.

(13)

51

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci Khusus untuk warga suku Kerinci yang menetap dan bekerja sebagai Tenaga Kerja mereka mendapat tempat di tengah tengah komunitas masyarakat asli warga Malaysia, kesamaan budaya dan perilaku tenaga kerja Indonesia asal Kerinci yang cukup kompak dan harmonis dapat diterima oleh masyarakat Malaysia, sangat jarang terjadi tindakan buruk terhadap masyarakat Kerinci, bahkan beberapa warga Malaysia sering mengunjungi Kerinci dan membantu warga Kerinci yang mendapatkan kesulitan ekonomi, hubungan orang suku Kerinci di Malaysia dengan masyarakat asli Malaysia sejak puluhan tahun berjalan harmonis.

E.

Jenderal H.A.Thalib Putra Kerinci pertama menjadi

Duta Besar di Malaysia”

Untuk pertama kalinya sejak Indonesia Merdeka (Depati.Drs.Joni Mardizal,MM,Jakarta ) hanya satu orang putra terbaik alam Kerinci yang pernah diangkat Presiden RI menjadi Duta Besar Negara sahabat, putra terbaik itu adalah Mayor Jenderal H. A. Thalib. Sebelum diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia tahun 1968, situasi pelik politik Indonesia, khususnya dalam masalah hubungan Diplomatik Indo­ nesia­Malaysia, selama lebih kurang lima tahun ( 1963­1968 ) hubungan Diplomatik antara Indonesia ­ Malaysia terputus akibat Konfrontasi (sengketa) politik antara kedua Negara bertetangga itu

(14)

52

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci Duta Besar RI di Malaysia.

Melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang, Menteri Luar Negeri H.Adam Malik bertanya kepada Alamsyah Ratu Prawira Negara

yang saat itu menjabat Menteri Kemakmuran, Menteri Kemakmuran yang berikutnya bertanya kepada Buya HAMKA, seorang tokoh kharismatik dan Ulama Besar dari Minangkabau. Buya HAMKA tokoh yang dicintai dan disegani umat itu menjawab bahwa Jenderal.H.A.Thalib paling cocok. Maka kemudian Alamsyah Ratu Perwira Negara, yang juga banyak tahu perjuangan dan sepak terjang Jenderal H.A.Thalib mengi­ yakan dan menyatakan setuju. Persetujuan tersebut dilayangkan kepada Menteri Luar Negeri H. Adam Malik yang juga menyetujuinya. Ketiga tokoh tokoh nasional saat itu sependapat bahwa Jenderal H.A.Thalib lebih cocok dengan “Selera“ Malaysia, karena Jenderal H.A.Thalib pu­ tra Pulau Sumatera asal suku Kerinci Propinsi Jambi yang berasal dari Dusun Sungai Penuh Kota Sungai Penuh merupakan tokoh yang disegani sejak masa perjuangan dan pernah menjadi Atase Militer untuk India dan Burna di New Delhi (1954 – 1958), dilain pihak sejak awal abad ke XIX di Malaysia sudah banyak orang Kerinci yang hidup menetap, diantaranya telah menjadi warga Negara Malaysia yang pada masa itu sudah banyak orang Kerinci yang pergi ke “KELANG“. Kelang adalah sebuah pelabuhan di Malaysia, yang sejak lama dijadikan orang Kerinci hidup menetap di Malaysia. Awalnya sebagian besar orang Kerinci ke Kelang sebagai batu loncatan untuk menunaikan ibadah Haji ke Mekah, karena umumnya perantauan asal Kerinci pada saat itu membuka kebun karet sebagai bekal kelak berangkat menunaikan ibadah Haji, setelah memiliki dana yang cukup mereka berangkat mengarungi Samuderaluas menuju tanah suci Mekah unruk menunaikan ibadah Haji..

Setelah selesai menunaikan ibadah haji dengan waktu yang cukup lama, akhirnya mereka kembali pulang. Namun, karena sebagian besar sudah memiliki mata pencarian tetap dan telah berumah tangga dengan warga asli Malaysia, maka akhirnya mereka memilih hidup menetap sebagai penduduk Kelang ( Malaya) dan hanya sebagian kecil yang pulang ke alam Kerinci..

(15)

53

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci pada tahun 1903­1906 terjadi pertempuran besar di alam Kerinci dengan pusat pertempuran paling lama di ”Pulau Tengah” dan daerah

Lolo ­ Lempur (Kecamatan Gunung Raya ) pada pertempuran itu walau Kerinci terpaksa kalah namun pejuang alam Kerinci berhasil melakukan perlawanan dan berhasil menewaskan ratusan serdadu Belanda.

Diantara penduduk dan Pejuang Kerinci yang tidak mau menyerah kalah mereka menyelamatkan diri ke Malaysia dengan satu tekad tetap melanjutkan perjuangan dari Negeri orang dan berusaha untuk mencari dana untuk membantu para keluarga dan pejuang yang berada di alam Kerinci. Bagi orang semenanjung Malaya saat itu merasakan bahwa orang suku Kerinci itu merupakan saudara serumpun bahkan banyak diantara mereka yang satu keturunan dan nenek moyang yang sama dengan orang suku Kerinci.

Kamis 11 April 1968 Putra terbaik Indonesia asal suku Kerinci Propinsi Jambi, Jenderal H.A. Thalib dilantik oleh Presiden Republik Indonesia Suharto di Istana Negara Jakarta­ sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Malaysia. Bersamaan waktu itu Presiden RI juga melantik

Sudjatmoko sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat. Dalam Konferensi pers pertamanya setelah dilantik menjadi Duta Besar RI di Malaysia, Jenderal H.A.Thalib menyatakan Bahwa tugas utamanya sebagai Duta Besar RI di Malaysia ialah memulihkan hubungan antara kedua negara yang berasal dari bangsa serumpun itu dengan sebaik baiknya. Diharapkan dalam waktu singkat hubungan baik kedua bangsa serumpun itu segera dapat diwujudkan sehingga kembali hidup rukun dan damai, cinta mencintai. Hal yang demikian tentu hanya dapat dilak­ sanakan dengan niat yang ikhlas dan jujur tanpa pura pura atau penuh kepentingan ideologi kelompok sebagaimana praktek praktek di zaman Orde lama yang menyebabkan renggangnya hubungan kedua Negara.

(16)

54

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci

pemimpin dari bangsa serumpun dan berkat hubungan diplomatik yang harmonis yang dilakukan oleh Jenderal.H.A.Thalib, tanpa saluran resmi perjanjian Internasional, “Pintu hati“ kedua bangsa serumpun terbuka semakin lebar, tidak ada lagi prasangka­prasangka buruk, yang ada hanya bagaimana mengukuhkan tali yang telah ada berabad abad terjalin melalui hubungan ras yaitu ras Melayu.

Ketika masa jabatan Jenderal.H.A.Thalib berakhir, masyarakat Ma­ laysia banyak yang sedih, bahkan pemerintah Malaysia minta agar masa kerja Jenderal. H.A.Thalib di perpanjang satu tahun lagi, tetapi saat itu tidak dikabulkan oleh Pemerintah RI. Saat melepaskan keberangkatan jenderal H.A.Thalib ke Indonesia, banyak warga Malaysia yang menunggu di sepanjang jalan hanya unyuk sekedar bersalaman sebagai tanda hor­ mat terhadap jasa dan pengabdian tulus yang dipersembahkannya.

Sebagai Duta Besar, Jenderal.H.A.Thalib telah behasil menjalin dan meningkatkan kembali hubungan baik antara Indonesia dengan Malaysia, ia juga telah berhasil menyatukan rumpun Melayu yang terpecah akibat konfrontasi pada masa berkuasanya ORLA. Dan sebagai penghormatan serta penghargaan pemerintah Malaysia terhadap jasa dan pengabdian Jenderal H.A.Thalib, maka beliau diangkat sebagai warga kehormatan dengan gelar ”Tan Sri”, sebuah gelar kehormatan Kenegaraan Malaysia dan istri beliau Nurdjanah juga mendapat Gelar “Puan Sri”. Penobatan dilakukan di Istana Negara Kerajaan Malaysia pada bulan Juli 1972, dan dari negara bahagian Pahang, Jenderal.H.A.Thalib dan istrinya juga mendapat kehormatan yakni ”Datuk” dan “Datin”.

(17)

55

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci yang tinggi terhadap sesama keturunan suku Kerinci.

Mengelompok dalam pemukiman sesuai dengan asal dusun mereka masing­masing di Kerinci, maka mereka membuat semacam wadah organisasi sosial berupa kelompok pengajian dan yasinan, jika ada musibah kematian atau kegiatan pernikahan warga Kerinci di kelompok masing masing, akan datang saling membantu. Rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama warga Kerinci cukup tinggi, mereka juga tidak segan segan membantu warga Kerinci yang baru pertama kali datang ke Malaysia hingga mereka mendapatkan pekerjaan.

E.

Sistim ekonomi tradisional rakyat suku Kerinci

Total luas alam Kerinci yang meliputi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh seluas lebih kurang 4.200 Km2, berada di wilayah paling barat Propinsi Jambi, dataran tinggi yang terdapat di dalam wilayah alam Kerinci bentuknya hampir menyerupai kuali, sehingga letak pemuki­ man serta tempat mata pencarian berada di tengah tengah bukit serta pegunungan. Gunung serta bukit yang melingkungi bumi alam Kerinci antara lain gunung Kerinci (dengan ketinggian 3.805.M.dpl) merupakan gunung berapi tertinggi dan paling aktif di Pulau Sumatera, gunung Patah Tiga, gunung Kunyit dan gunung Raya (dengan ketinggian 2.542/M.Dpl.),

sedangkan bukitnya antara lain bukit Gajah, bukit Tiong, bukit Siru, bukit tapan, bukit Sitinjau, dll.

Ir.H.Nandang Muzardi, MM, Ngabi menyebutkan Dataran tinggi dan lembah lembah yang berada di alam Kerinci merupakan daerah yang sangat subur dan memiliki hutan belantara yang lebat dan dihuni beragam flora dan fauna langka seperti Gajah, Harimau, Rusa, Kijang,

(18)

56

Sistim Pemukiman, Kekerabatan, Ekonomi Suku Kerinci di sawah, yakni membajak lahan persawahan.

Secara geografis keadaan alam pemukiman suku Kerinci berupa dataran tinggi, dengan ketinggian antara 900­1.500 meter Dpl dengan curah hujan rata rata berkisar 3.000 – 4.000 meter kubik pertahun dengan suhu maksimum 28 Derajat Celcius. Letak pemukiman pen­ duduk berada di bawah lereng gunung dan di atas areal persawahan, se­ hingga secara keseluruhan daerah pemukiman orang Kerinci bentuknya hampir menyerupai kuali yang dikelilingi oleh bukit bukit dan gunung gunung, kondisi dan kontur lahan pemukiman alam Kerinci memiliki kesamaan dengan kota Bandung ibukota Propinsi Jawa Barat.

Diantara suku­suku asli yang ada di Propinsi Jambi, (Ir.H.Nandang Muzardi,MM :Kerinci 4:4:2012) suku Kerinci memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih banyak, dibandingkan dengan Kabupaten lain selain Kota Jambi, masyarakat suku Kerinci memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi pula. Pada dekade tahun 1970­an hingga menjelang akhir tahun 1990­an jumlah warga suku Kerinci yang berhasil meraih gelar sarjana lebih banyak dibandingkan dengan penduduk suku suku asli lainnya di Jambi, bahkan puluhan putra terbaik alam Kerinci mampu meraih puncak pendidikan dan jabatan tinggi baik yang berkarir di bidang pendidikan, dunia usaha, PNS, Politisi, maupun Militer. Dian­ taranya tercatat Mayor Jenderal.H.A.Thalib (Mantan Duta Besar RI di Malaysia) Laksamana H.Syofyan Huri,SH.( Perwira Tinggi TNI Angka­ tan Laut ), Letnan Jenderal H.Chalid Karim Leo (Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.), Prof.Dr.H.Yakub Isman (Mantan Rektor IKIP Padang), Prof.Dr.H.Havid Ardy (Mantan Dekan Fakultas Kedokteran UNAND), Prof.Dr.H.Amir Hakim Usman (Mantan Guru Besar IKIP dan UNAND Padang), Dr.H.Abu Hasan,MA (Pengusaha dan Mantan Politisi), H.Herman Muchtar,SE (Pengusaha Ketua PHRI Jawa Barat),

Letkol Fahmi Muchtar, Dr.H.Husaini Ardy, H.Husaini Kadir,SH dan puluhan ilmuawan dan pengusaha muda yang tersebar pada sejumlah Lembaga Pendidikan dan Dunia Usaha.

(19)

57

Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci Kerinci yang elok dan permai serta tanahnya yang subur memberikan peluang besar masyarakatnya untuk bergerak di sektor pertanian, bentuk usaha pertanian dimaksud dapat dibagi atas jenis usaha ber­ sawah, berladang dan berkebun, lebih dari 85% dari total penduduk alam Kerinci bergerak di bidang pertanian (bersawah) mata pencarian lain adalah berladang dengan menanam Kopi, Casiavera, Cengkeh dan Tembakau, disamping itu masyarakat juga mengusahakan lahan­lahan dengan menanam palawijaya seperti kentang, tomat, sayur mayur, kacang kacangan, dll.

Untuk dapat menghasilkan produksi khususnya bercocok tanam padi, masyarakat petani menggunakan alat berupa:

A. Cangkul, mempunyai bentuk huruf L dengan ukuran 1 meter, yang terdiri dari tangkai dan cangkul itu sendiri.

B. Bajak , digerakkan dengan menggunakan alat bantu ternak sapi atau kerbau

C. Wadah, merupakan alat produksi untuk menyimpan, menim­ bun, dan memuat hasil padi, macam macam alat bantu produksi itu adalah Patting, Jangki, Ambung, Anai anai,Kincir padi,Umbir,

Niru, Rumah Bilik.

Referensi

Dokumen terkait