• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perbandingan Kekuatan Portal Tanpa Dinding, Portal Dinding Batu Bata Dan Portal Dinding Hebel Akibat Beban Gravitasi Dan Beban Lateral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Perbandingan Kekuatan Portal Tanpa Dinding, Portal Dinding Batu Bata Dan Portal Dinding Hebel Akibat Beban Gravitasi Dan Beban Lateral"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PERBANDINGAN KEKUATAN PORTAL TANPA

DINDING, PORTAL DINDING BATU BATA DAN PORTAL

DINDING HEBEL AKIBAT BEBAN GRAVITASI

DAN BEBAN LATERAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

08 0404 109

MUTIARA SANI

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena berkat dan kasih Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Sang Pencipta yang telah memberikan penulis kesabaran, kesehatan dan kebijaksanaan karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Analisa Perbandingan Kekuatan Portal Tanpa Dinding, Portal

Dinding Batu Bata Dan Portal Dinding Hebel Akibat Beban Gravitasi Dan

Beban Lateral”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir.Sanci Barus, MT dan Ibu Rahmi Karolina, ST, MT selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang sangat berarti yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

(3)

6. Keluargaku tercinta, Bapak T.Sinulingga dan Ibu Ng.Tarigan, Bapak G.Sihite dan Ibu D.Silaban serta saudara-saudari tersayang abang Ayub Sugesti Sinulingga, Abang Junmiflin Sihite, Adek Tika Oktaria Tarigan, yang memberikan doa, dukungan, motivasi hidup, semangat dan nasehat kepada penulis.

7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

9. Buat teman-teman seperjuangan 2008, Arvan ( Birong ), mooy, boy, samfir, Hafiz dan teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya, juga adek – adek 2011 dan adek – adek 2012 yang selalu siap membantu kapan saja.

10.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya

dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2015 Penulis,

(4)

ABSTRAK

Gempa bumi menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda yang sangat besar, juga banyaknya bangunan yang mengalami keruntuhan sehingga memakan banyak korban. Hal ini disebabkan karena pada saat gempa terjadi, gedung akan mengalami defleksi yang mengakibatkan keruntuhan pada struktur. Karena gempa bumi mengakibatkan kerugian yang sangat besar, maka banyak dikembangkan analisis-analisis gempa terhadap struktur.

Penelitian ini menggunakan metode analisis perancangan yang difokuskan untuk mengetahui perbandingan kekuatan pada struktur beton portal tiga dimensi dengan dinding yang berbeda yaitu portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu desain struktur, analisis dan output. Yang termasuk dalam tahap desain struktur antara lain perhitungan geometri struktur, penentuan jenis beban dan pemodelan struktur tiga dimensi. Sedangkan tahap analisis antara lain analisis struktur tiga dimensi dengan memasukan analisis gempa dinamis pada SAP 2000 untuk mengetahui kekuatan struktur dengan dinding yang berbeda. Tahap yang terakhir yaitu tahap output yang didalamnya menunjukkan besarnya nilai deformasi terbesar pada struktur dengan dinding berbeda.

Dari hasil perhitungan menunjukan perbandingan deformasi portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel dengan kombinasi beban adalah 0,001005425 m: 0,000131038 m: 0,0000636583 m. Dan perbandingan deformasi portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel dengan beban gempa adalah 0,008366558 m: 0,0019958 m: 0,000641325 m.

Berdasarkan hasil analisis program SAP 2000 menunjukkan perubahan nilai gaya – gaya dalam dan deformasi pada gedung yang dipasang dinding hebel lebih kecil dibanding dinding batu bata dan portal tanpa dinding. Hal ini menunjukan bahwa gedung yang dipasang dinding hebel mempunyai kekuatan yang lebih baik daripada gedung yang dipasang dinding batu bata.

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

ABSTRAK...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...4

1.3. Batasan Masalah...4

1.4. Tujuan...4

1.5.Manfaat...5

1.6. Sistematika Penulisan...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gempa Bumi...7

2.1.1. Hiposentrum dan Episentrum...9

2.1.2. Hubungan Gempa dan Bangunan...10

2.2. Konsep Dasar Perencanaan Bangunan...14

2.2.1. Mutu Material...14

2.2.1.1. Mutu Beton...14

(6)

2.2.2. Pendimensian Elemen Struktur...19

2.2.2.1. Pelat Lantai dan Pelat Atap...19

2.2.2.2. Balok...21

2.2.2.3. Kolom...21

2.2.2.4. Dinding...22

2.2.2.4.1. Dinding Batu Bata...22

2.2.2.4.2.Dinding Celcon/Hebel...24

2.2.3. Jenis Beban...26

2.2.4. Penentuan Beban Angin...31

2.2.5. Kombinasi Pembebanan...32

2.2.6. Defleksi Lateral...32

2.3. Konsep Perencanaan Bangunan Tahan Gempa...33

2.3.1. Prinsip Dasar Perancangan...34

2.3.2. Sistem Struktur...35

2.3.3. Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan...37

2.3.4. Analisis Dinamik...40

2.3.5. Ketentuan Umum Bangunan Gedung dalam Pengaruh Gempa...42

2.3.5.1. Faktor Keutamaan...42

2.3.5.2. Faktor Reduksi Maksimum...45

2.3.5.3. Wilayah Gempa...45

2.3.5.4. Jenis Tanah Setempat...47

2.3.5.5. Faktor Respon Gempa...49

2.3.5.6. Kategori Desain Gempa...51

(7)

2.3.6. Gaya Lateral Ekivalen...54

2.3.6.1. Gaya Geser Akibat Gempa...54

2.3.6.2. Periode Fundamental...54

2.3.6.3. Distribusi Gaya Gempa...55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum...57

3.2. Kerangka Pikiran...57

3.3. Tahap Analisis...63

3.3.1. Studi Literatur...63

3.3.2. Pengumpulan Data...63

3.3.3. Perhitungan Beban...63

3.3.4. Analisis Respon Spektrum...64

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Portal Ruko...67

4.2. Konfigurasi Ruko...69

4.3. Spesifikasi Material...69

4.3.1. Mutu Beton...69

4.3.2. Mutu Tulangan...70

4.4. Data Elemen Struktur...70

4.4.1. Pelat Lantai dan Atap...70

4.4.1.1. Tebal Pelat Atap...70

(8)

4.4.2. Balok...73

4.4.3. Kolom...74

4.5. Pembebanan...75

4.5.1. Beban mati...75

4.5.2. Reduksi Beban Hidup...76

4.5.3. Perhitungan Beban Gravitasi...76

4.5.3.1. Sketsa Pembebanan Atap...76

4.5.3.2. Pembebanan Atap...78

4.5.3.3. Sketsa Pembebanan Lantai...78

4.5.3.4. Pembebanan Lantai...80

4.5.4. Perhitungan Beban Angin...80

4.5.4.1. Perhitungan Beban Angin Arah Memanjang...80

4.5.4.2. Perhitungan Beban Angin Arah Melintang...82

4.6. Gempa...86

4.6.1. Data Gempa...86

4.6.2. Faktor Reduksi Gempa...88

4.7. Perhitungan Dengan Program SAP 2000...88

4.8. Hasil Analisis Gaya – Gaya Dalam dan Deformasi...98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...143

5.2. Saran...145

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Benda Uji dan Kuat Tekan...15

Tabel 2.2. Konversi Kuat Tekan fc’ ke Kuat Tekan K...15

Tabel 2.3. Konversi Kuat Tekan K ke Kuat Tekan fc’...16

Tabel 2.4. Jenis dan Kelas Baja Tulangan...18

Tabel 2.5. Lendutan Izin Maksimum...20

Tabel 2.6. Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah...21

Tabel 2.7. Beban Hidup pada Lantai Gedung...27

Tabel 2.8. Berat Sendiri Bahan Bangunan...29

Tabel 2.9. Berat Sendiri Komponen Gedung...30

Tabel 2.10. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Struktur Lainnya untuk Beban Gempa...43

Tabel 2.11. Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan...44

Tabel 2.12. Klasifikasi Sistem Struktur, Sistem Pemikul Beban Gempa, R, ΩO, Cd Tabel 2.13. Klasifikasi Tanah...48

...45

Tabel 2.14. Koefisien Situs Fa Tabel 2.15. Koefisien Situs F ...49

V Tabel 2.16. Kategori Desain Gempa Berdasarkan Parameter Respon ...49

(10)

Tabel 2.17. Kategori Desain Gempa Berdasarkan Parameter Respon

Percepatan pada Periode 1 Detik...52

Tabel 2.18. Kategori Desain Gempa dan Resiko Kegempaan...52

Tabel 2.19. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct

Tabel 2.20. Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung...55 dan

x...55

Tabel 4.1. Konfigurasi Ruko...69

Tabel 4.2. Dimensi Kolom...75

Tabel 4.3. Gaya – Gaya Dalam dan Deformasi Terbesar dengan Kombinasi

Beban...121

Tabel 4.4. Gaya – Gaya Dalam dan Deformasi Terbesar dengan Beban

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Lempeng Tektonik Indonesia...7

Gambar 2.2. Batas Divergen...8

Gambar 2.3. Batas Konvergen...8

Gambar 2.4. Batas Transform...9

Gambar 2.5. Hiposentrum dan Episentrum...10

Gambar 2.6. Kestabilan Struktur Portal...13

Gambar 2.7. Defleksi Lateral...32

Gambar 2.8. Sistem Struktur Penahan Gempa...37

Gambar 2.9. Peta Respon Spektra Percepatan 0,2 Detik (SS) di batuan dasar (SB Gambar 2.10. Peta Respon Spektra Percepatan 1 Detik (S ) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 Tahun ...46

S dasar (S ) di batuan B Gambar 2.11. Spektrum Respon Desain...51

(12)

Gambar 3.1. Ruko Tiga Lantai...58

Gambar 3.2. Tampak Depan Ruko Tiga Lantai...59

Gambar 3.3. Denah Portal Ruko Tiga Lantai...60

Gambar 3.4. Portal A – A Ruko Tiga Lantai...61

Gambar 3.5. Portal 1 – 1 Ruko Tiga Lantai...62

Gambar 3.6. Diagram Alir Pembuatan Respon Spektrum...65

Gambar 3.7. Diagram Alir Metedologi Penelitian...66

Gambar 4.1. Portal Ruko...67

Gambar 4.2. Portal A – A yang Ditinjau...68

Gambar 4.3. Sketsa Pembebanan Balok Atap...76

Gambar 4.4. Sketsa Pembebanan Balok Atap Arah Memanjang...77

Gambar 4.5. Sketsa Pembebanan Balok Atap Arah Melintang...77

Gambar 4.6. Sketsa Pembebanan Balok Lantai...78

Gambar 4.7. Sketsa Pembebanan Balok Lantai Arah Memanjang...79

Gambar 4.8. Sketsa Pembebanan Balok Lantai Arah Melintang...79

Gambar 4.9. Sketsa Pembebanan angin Arah Memanjang...80

Gambar 4.10. Sketsa Pembebanan angin Arah Melintang...82

(13)

Gambar 4.12. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Tanpa Dinding...99

Gambar 4.13. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Tanpa Dinding...100

Gambar 4.14. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...100

Gambar 4.15. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...101

Gambar 4.16. Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Tanpa Dinding...101

Gambar 4.17. Bidang Lintang Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Tanpa Dinding...102

Gambar 4.18. Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...102

Gambar 4.19. Bidang Lintang Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...103

Gambar 4.20. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Balok

(14)

Gambar 4.21. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Tanpa Dinding...104

Gambar 4.22. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...104

Gambar 4.23. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Tanpa Dinding...105

Gambar 4.24. Deformasi Arah X Akibat Kombinasi Beban pada Portal

Tanpa Dinding...105

Gambar 4.25. Deformasi Arah Y Akibat Kombinasi Beban pada Portal

Tanpa Dinding...106

Gambar 4.26. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Dinding Batu Bata...107

Gambar 4.27. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Batu Bata...107

Gambar 4.28. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...108

Gambar 4.29. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...108

(15)

Portal Dinding Batu Bata...109

Gambar 4.31. Bidang Lintang Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Batu Bata...109

Gambar 4.32. Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...110

Gambar 4.33. Bidang Lintang Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...110

Gambar 4.34. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Dinding Batu Bata...111

Gambar 4.35. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Batu Bata...111

Gambar 4.36. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...112

Gambar 4.37. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Dinding Batu Bata...112

Gambar 4.38. Deformasi Arah X Akibat Kombinasi Beban pada Portal

(16)

Gambar 4.39. Deformasi Arah Y Akibat Kombinasi Beban pada Portal

Dinding Batu Bata...113

Gambar 4.40. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Dinding Hebel...114

Gambar 4.41. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Hebel...115

Gambar 4.42. Bidang Momen Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Hebel...115

Gambar 4.43. Bidang Momen Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Dinding Hebel...116

Gambar 4.44. Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Dinding Hebel...116

Gambar 4.45. Bidang Lintang Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Hebel...117

Gambar 4.46. Bidang Lintang Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Hebel...117

(17)

Portal Dinding Hebel...118

Gambar 4.48. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Balok

Portal Dinding Hebel...118

Gambar 4.49. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Balok

Portal Dinding Hebel...119

Gambar 4.50. Bidang Normal Akibat Kombinasi Beban pada Kolom

Portal Dinding Hebel...119

Gambar 4.51. Bidang Normal Akibat Beban Gempa pada Kolom

Portal Dinding Hebel...120

Gambar 4.52. Deformasi Arah X Akibat Kombinasi Beban pada Portal

Dinding Hebel...120

Gambar 4.53. Deformasi Arah Y Akibat Kombinasi Beban pada Portal

(18)

ABSTRAK

Gempa bumi menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda yang sangat besar, juga banyaknya bangunan yang mengalami keruntuhan sehingga memakan banyak korban. Hal ini disebabkan karena pada saat gempa terjadi, gedung akan mengalami defleksi yang mengakibatkan keruntuhan pada struktur. Karena gempa bumi mengakibatkan kerugian yang sangat besar, maka banyak dikembangkan analisis-analisis gempa terhadap struktur.

Penelitian ini menggunakan metode analisis perancangan yang difokuskan untuk mengetahui perbandingan kekuatan pada struktur beton portal tiga dimensi dengan dinding yang berbeda yaitu portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu desain struktur, analisis dan output. Yang termasuk dalam tahap desain struktur antara lain perhitungan geometri struktur, penentuan jenis beban dan pemodelan struktur tiga dimensi. Sedangkan tahap analisis antara lain analisis struktur tiga dimensi dengan memasukan analisis gempa dinamis pada SAP 2000 untuk mengetahui kekuatan struktur dengan dinding yang berbeda. Tahap yang terakhir yaitu tahap output yang didalamnya menunjukkan besarnya nilai deformasi terbesar pada struktur dengan dinding berbeda.

Dari hasil perhitungan menunjukan perbandingan deformasi portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel dengan kombinasi beban adalah 0,001005425 m: 0,000131038 m: 0,0000636583 m. Dan perbandingan deformasi portal tanpa dinding, portal dinding batu bata dan portal dinding hebel dengan beban gempa adalah 0,008366558 m: 0,0019958 m: 0,000641325 m.

Berdasarkan hasil analisis program SAP 2000 menunjukkan perubahan nilai gaya – gaya dalam dan deformasi pada gedung yang dipasang dinding hebel lebih kecil dibanding dinding batu bata dan portal tanpa dinding. Hal ini menunjukan bahwa gedung yang dipasang dinding hebel mempunyai kekuatan yang lebih baik daripada gedung yang dipasang dinding batu bata.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah yang disebabkan oleh aktivitas tektonik, vulkanis, peristiwa longsor bebatuan, dan ledakan dari bahan peledak. Dari semua penyebab tersebut, gempa bumi yang disebabkan oleh peristiwa tektonik menyebabkan kerusakan dan kerugian yang paling besar.

Pulau Sumatera berada di batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Hal ini menyebabkan Pulau Sumatera dipenuhi oleh jejeran gunung berapi dan sering sekali terjadi gempa bumi yang juga disertai tsunami.

Pada tahun 2005 terjadi gempa bumi di sumatera utara pada pukul 23.09

mencatat 8,2) dan getarannya terasa hingga sekitar 1.000 km jauhnya. Dengan kekuatan sebesar 8,7 SR, gempa ini merupaka dunia sejak ta

(20)

kekuatan di bawah 5 SR. Gempa kecil sempat mengakibatkan terjadinya di beberapa tempat, dengan ketinggian tidak lebih dari 40 sentimeter.

Dampak yang terjadi karena gempa ini diantaranya di gempa bumi yang terjadi menyebabkan banyak bangunan yang rusak, gempa juga mengakibatkan puluhan warga terluka. Pasca gempa bumi sedikitnya tujuh rumah di hubungan pendek arus listrik saat pemadaman listrik secara mendadak. Sedikitnya 12 warga Sinabang, Kabupaten Simeulue dilaporkan mengalami luka berat dan ringan akibat gempa berkekuatan 7,2 pada Skala Richter (SR). Tercatat 145 rumah mengalami kerusakan ringan akibat gempa, dua unit bangunan sekolah rusak berat, dua lainnya rusak ringan. Satu kantor rusak ringan, satu jembatan rusak ringan, satu dermaga rusak ringan, lima perahu hancur, jalan aspal sebagian amblas, dan parit sepanjang 16 meter rusak. Semua terjadi

Dan gempa bumi Sumatera Utara pada 2011 terjadi di 30 km sebelah tenggara 07:08 WIB sebanyak 17 kali dengan kekuatan antara 3 hingga 4 skala richter. Gempa bumi ini mengakibatkan lebih dari 400 rumah penduduk rusak berat. Setidaknya 130 orang mengalami luka ringan akibat gempa berkekuatan 5,5 pada Skala Richter (SR). Tercatat 400 rumah rusak berat, 11 sekolah hancur dengan kerusakan terparah terjadi di SMA Negeri 1 Pahae Jae serta dua unit

Gempa bumi menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda yang sangat besar, juga banyaknya bangunan yang mengalami keruntuhan sehingga memakan banyak korban. Hal ini disebabkan karena pada saat gempa terjadi, gedung akan mengalami defleksi dan apabila defleksi ini melebihi syarat aman yang telah ditetapkan oleh peraturan yang ada maka gedung akan mengalami keruntuhan. Karena gempa bumi mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi bangunan, maka banyak dikembangkan analisis-analisis gempa terhadap struktur.

bangunan di sekolah tersebut hancur dan rata dengan tanah dan yang lainnya rusak parah.

(21)

sangat tinggi, tidak beraturan, bertingkat banyak serta bangunan-bangunan yang memerlukan ketelitian yang sangat besar digunakan perencanaan analisis dinamik, yang terdiri dari analisis ragam respon spektrum dan analisis respon dinamik riwayat waktu. Analisis dinamis riwayat waktu dan analisis dinamis respon spektrum dapat memberikan pembagian gaya geser tingkat yang lebih tepat sepanjang tinggi gedung dibanding analisis statik.

Desain struktur bangunan merupakan perencanaan bangunan yang melalui berbagai tahapan perhitungan dengan mempertimbangkan berbagai variabelnya sehingga ketika gempa besar terjadi angka kematian akibat struktur yang roboh menjadi minimum. Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa elemen dari sebuah struktur harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menahan gaya-gaya lateral (beban gempa) yang terjadi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pemasangan jenis dinding yang mampu menambah kekakuan pada struktur.

2. Perbesaran dimensi kolom dan balok.

3. Penambahan pengakuan lateral (bracing) pada elemen struktur portal.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan kekuatan struktur bangunan dengan dinding yang berbeda akibat pembebanan lateral dengan bantuan program SAP 2000. Struktur bangunan yang dipakai pada penelitian ini adalah sama kecuali jenis dindingnya. Variasi struktur bangunan berdasarkan jenis dinding yang dipakai adalah:

• Struktur tanpa dinding

(22)

1. 2. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini difokuskan pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Perbandingan kekuatan struktur bangunan tanpa dinding, struktur bangunan dengan dinding batu bata, dan struktur bangunan dengan dinding hebel akibat kombinasi beban yang terbesar.

2. Perbandingan kekuatan struktur bangunan tanpa dinding, struktur bangunan dengan dinding batu bata, dan struktur bangunan dengan dinding hebel akibat beban gempa dengan analisis respon spektrum.

1. 3. BATASAN MASALAH

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Struktur yang digunakan adalah struktur beton 3 tingkat.

2. Desain struktur berdasarkan tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002).

3. Analisa gaya gempa berdasarkan SNI 03-1726-2012 dengan peta gempa terbaru (Peta Hazard Gempa Indonesia 2010).

4. Analisis struktur ditinjau menggunakan bantuan software SAP 2000. 5. Sistem struktur yang direncanakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen

Khusus.

6. Jenis dinding yang akan digunakan adalah dinding batu bata dan dinding hebel.

7. Penelitian ini tidak meninjau aspek ekonomis dan keindahan gedung.

1. 4. TUJUAN PENELITIAN

(23)

1. 5. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat bagi penulis adalah:

• Memberikan pemahaman terhadap desain struktur beton dalam portal

tiga dimensi.

• Memberikan pemahaman terhadap perhitungan pembebanan gravitasi (beban mati dan beban hidup) dan pembebanan lateral (beban angin dan beban gempa) khususnya dalam desain struktur portal 3 dimensi. • Memberikan pemahaman terhadap penggunaan software SAP 2000

khususnya dalam desain struktur beton portal 3 dimensi dan analisis respon spektrum.

• Memberikan informasi tentang bagaimana perubahan kekuatan portal pada variasi pemasangan dinding.

• Memberikan pemahaman tentang analisis gempa dinamik.

2. Manfaat bagi perguruan tinggi, hasil tugas akhir ini adalah wujud penerapan ilmu pengetahuan dan pengembangan struktur guna kemanfaatan dalam masyarakat sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3. Manfaat bagi masyarakat, hasil tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam mendesain struktur bangunan tahan gempa terutama untuk wilayah kota medan.

1. 6. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang dibahas pada tugas akhir ini yaitu sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

(24)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang defenisi dan klasifikasi gempa, konsep dasar perencanaan bangunan dan konsep perencanaan bangunan tahan gempa.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang mekanisme pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari tahap studi literatur, pengumpulan data, pendesainan struktur, perhitungan beban dan analisis respon spektrum.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa dan hasilnya yaitu hasil perbandingan kekuatan pada struktur tanpa dinding, struktur dengan dinding batu bata dan struktur dengan dinding hebel pengaruh beban lateral dan beban gravitasi.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. GEMPA BUMI

Negara Indonesia merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik seperti terlihat pada gambar 2.1. Pulau Sumatera berada di batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis Batas antara kedua lempeng ini adalah konvergen, dimana lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Selain itu di Indonesia bagian timur bertemu tiga lempeng sekaligus, yaitu lempeng Filipina, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-Australia. Berdasarkan hal ini, tidak diherankan bahwa Negara Indonesia terutama Pulau Sumatera dipenuhi oleh jejeran gunung berapi yang terbentuk akibat gerakan konvergen lempeng tektonik dan sering sekali terjadi gempa bumi yang juga disertai tsunami.

Gambar 2. 1. Peta Lempeng Tektonik Indonesia

(26)

Getaran ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur cenderung mempunyai gaya untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.

Secara umum, gempa bumi merupakan getaran yang terjadi pada permukaan tanah yang dapat disebabkan oleh aktivitas tektonik, vulkanis, peristiwa longsor bebatuan, dan ledakan dari bahan peledak. Dari semua penyebab di atas, gempa bumi yang disebabkan oleh peristiwa tektonik merupakan penyebab utama kerusakan struktur.

Pergerakan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis berdasarkan arah pergerakan, yaitu divergen, konvergen, dan transform.

1. Batas Divergen

Gambar 2.2. Batas Divergen

Batas divergen terjadi pada tektonik yang bergerak saling menjauh seperti terlihat pada gambar 2.2. Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, sehingga membentuk batas divergen.

Pematang Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen

(27)

Batas konvergen terjadi apabila dua lempeng tektonik saling bertabrakan, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another) seperti terlihat pada gambar 2.3.

Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (sub-duction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa, terbentuknya pematang gunung api (volcanic ridge) dan parit samudra (oceanic trencehes) seperti halnya di pulau sumatera.

3. Batas Transform

Gambar 2.4. Batas Transform

Batas transform terjadi jika dua lempeng tektonik bergerak saling berpapasan, yaitu bergerak sejajar tetapi berlawanan arah. Keduanya tidak saling bertabrakan maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan bentuk (transform fault).

Batas transform umumnya berada di dasar laut, namun ada juga yang berada di daratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas di Kalifornia, USA. Sesar ini merupakan pertemuan antara lempeng Amerika Utara yang bergerak ke arah tenggara, dengan lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.

2.1.1. Hiposentrum dan Episentrum

(28)

api atau tanah roboh yang menjadi penyebab gempa maka hiposentrumnya berbentuk titik.

Dari hiposentrum, gelombang primer dan sekunder dirambatkan ke segala arah, yakni ke atas, ke samping maupun ke bawah. Persebaran hiposentrum gempa di bumi seletak dengan pertemuan dua lempeng kerak bumi, terutama di tempat penujaman dan pemekaran dasar samudera yang disebut dengan episentrum. Hubungan episentrum dan hiposentrum dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Hiposentrum dan Episentrum

2.1.2. Hubungan Gempa dan Bangunan

Beban gempa yang akan ditanggung oleh struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan dengan tepat sebelumnya, maka dalam tahap perencanaan, seorang perencana dituntut untuk dapat memahami perancangan struktur tahan gempa dalam mendesain bangunan. Menurut Mc. Cormak (1995), hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan bangunan yang memadai untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya terutama lantai atas. Sebab semakin tinggi banguna, defleksi lateral yang terjadi juga semakin besar pada lantai atas.

(29)

a. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil.

b. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural.

c. Diperbolehkan terjadinya kerusakan sruktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan bangunan runtuh.

Menurut SNI-1726-2002 pasal 1.3 tujuan dilakukannya tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung ialah agar struktur gedung yang ketahanan gempanya direncanakan menurut standar dapat berfungsi :

a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat gempa yang kuat.

b. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang sehingga masih dapat diperbaiki.

c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi gempa ringan sampai sedang.

d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.

Menurut applied technology council (ATC) – 40, kriteria-kriteria struktur tahan gempa adalah sebagai berikut :

a. Immediate Occupancy (IO)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural sehingga dapat langsung dipakai.

b. Life Safety (LS)

Struktur gedung harus mampu menahan gempa sedang tanpa kerusakan struktur, walaupun ada kerusakan pada elemen non struktur.

c. Collapse Pervention (CP)

(30)

Menurut Daniel L. Schodek (1999), apabila dikenakan beban pada struktur stabil, struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang lebih kecil dibandingkan struktur yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pada struktur yang stabil terdapat kekuatan dan kestabilan dalam menahan beban.

Stabilitas merupakan hal sulit di dalam perencanaan struktur karena merupakan gabungan dari elemen-elemen. Untuk memperjelas mengenai stabilitas struktur akan diilustrasikan dalam gambar 2.6.

(a) Susunan kolom dan balok (b) Ketidakstabilan terhadap beban horizontal

(31)

(d) setiap metode yang dipakai untuk menjamin kestabilan pada struktur harus dipasang secara simetris. Apabila tidak, dapat terjadi efek torsional pada struktur.

Gambar 2.6. Kestabilan Struktur Portal

Pada gambar 2.6a, struktur stabil karena struktur belum mendapatkan gaya dari luar. Apabila suatu struktur dikenakan gaya horizontal maka akan terjadi deformasi seperti yang terlihat pada gambar 2.6b. Hal ini disebabkan karena struktur tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menahan gaya horizontal dan struktur tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula saat beban horizontal dihilangkan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya simpangan horizontal yang berlebihan pada struktur yang dapat menyebabkan keruntuhan.

Menurut Daniel L. Schodek (1999), terdapat beberapa cara untuk menjamin kestabilan struktur seperti pada gambar 2.6(c). Cara pertama dengan menambahkan elemen struktur diagonal pada struktur, sehingga struktur tidak mengalami deformasi menjadi jajaran genjang seperti pada Gambar 2.6(b). Hal ini disebabkan karena dengan menambahkan elemen struktur diagonal, gaya-gaya yang dikenakan pada sturktur akan disebarkan keseluruh bagian termasuk ke elemen diagonal. Gaya-gaya yang diterima masing-masing sturktur akan berkurang sehingga simpangan yang dihasilkan lebih kecil.

(32)

deformasi akibat beban horizontal dan simpangan horizontal yang dihasilkan akan lebih kecil.

Cara ketiga adalah dengan mengubah hubungan antara elemen struktur sedemikian rupa sehingga terbentuk perubahan sudut untuk suatu kondisi pembebanan tertentu. Hal ini dengan membuat titik hubung kaku diantara elemen struktur. Sebagai contoh, meja adalah struktur stabil karena adanya titik hubung kaku diantara setiap kaki meja dengan permukaan meja yang menjamin hubungan sudut konstan diantara elemen tersebut, sehingga struktur manjadi lebih kaku. Dalam menentukan letak bresing maupun dinding geser hendaknya simetris. Hal ini untuk menghindari efek torsional seperti digambarkan pada gambar 2.6d.

2. 2. KONSEP DASAR PERENCANAAN BANGUNAN

2.2.1. Mutu Material

2.2.1.1. Mutu Beton

Beton adalah bagian dari konstruksi yang dibuat dari campuran beberapa material, sehingga mutunya akan sangat tergantung pada kondisi material pembentuk beton dan proses pembuatannya. Untuk mendapatkan mutu yang optimal maka bahan dan proses pelaksanaannya harus dikendalikan.

Jika semua bahan pembentuk beton merupakan material dengan kualitas dan komposisi yang baik, maka hal lain yang mempengaruhi mutu beton adalah kadar airnya. Beton dengan kadar air yang rendah akan menghasilkan mutu beton yang lebih tinggi namun akan sulit dalam proses pengecorannya (work ability rendah), sedangkan beton dengan kadar air yang tinggi akan menghasilkan beton dengan mutu yang lebih rendah tetapi lebih mudah dalam proses pengecorannya (work ability tinggi).

(33)

Mutu beton K adalah kuat tekan karakteristik beton kg/cm2

Kuat tekan karakteristik ialah kuat tekan dimana dari sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kuat tekan beton senantiasa ialah kuat tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15 (+0,06) cm pada umur 28 hari.

dengan benda uji kubus sisi 15 cm.

Sedangkan fc’ adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam Mpa), didapat berdasarkan hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Penentuan nilai fc’ boleh juga didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang didapat dari hasil uji tekan benda uji kubus bersisi 15 cm. Dalam hal ini fc’ didapat dari perhitungan konversi berikut ini:

Fc’=(0,76+0,2 log fck/15) fck, (2.1) Dimana : fck = kuat tekan beton (dalam MPa), didapat dari benda uji

kubus bersisi 15 cm.

Perbandingan benda uji dengan kuat tekan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tabel Perbandingan Benda Uji Dan Kuat Tekan

Benda Uji Perbandingan Kuat Tekan

Kubus 15 x 15 x 15 1,00

kubus 20 x 20 x 20 0,95

silinder θ15 x 30 0,83

Sumber : PBI 1971

Untuk mempermudah dalam pendesainan, tabel 2.2 dan tabel 2.3 merupakan konversi kuat tekan fc’ ke kuat tekan K dan sebaliknya.

Tabel 2.2. Tabel Konversi Kuat Tekan fc’ ke Kuat Tekan K

Mutu Beton K = fc'/0,083 Mpa kg/cm2

fc' 5,00 K 60,24

fc' 10,00 K 120,48

(34)

fc' 15,00 K 180,72

fc' 16,00 K 192,77

fc' 20,00 K 240,96

fc' 22,50 K 271,08

fc' 25,00 K 301,20

fc' 30,00 K 361,45

fc' 35,00 K 421,69

fc' 40,00 K 481,93

Tabel 2.3. Tabel Konversi Kuat Tekan K ke Kuat Tekan fc’

Mutu Beton fc' = K*0,083 Kg/cm2 Mpa

K 100 fc' 8,30

K 125 fc' 10,38

K 150 fc' 12,45

K 175 fc' 14,53

K 200 fc' 16,60

K 225 fc' 18,68

K 250 fc' 20,75

K 275 fc' 22,83

K 300 fc' 24,90

K 325 fc' 26,98

K 350 fc' 29,05

Dalam menentukan mutu beton ini diperlukan ketelitian karena jika salah dalam mengkonversikan, maka mutu beton yang terpasang pada struktur akan berbeda dengan mutu beton rencana. Jika mutu beton yang terpasang dilapangan lebih rendah dari yang direncanakan, maka ada dua pilihan :

1. Dengan terpaksa struktur harus dibongkar dan dikerjakan ulang (rework). 2. Dilakukan analisis pada kekuatan strukturnya dan dapat diperkuat dengan

(35)

Untuk beton dengan berat isi antara 1500 kg/m3 sampai 2500 kg/m3

E

, nilai modulus elastis beton :

c = 0,043 wc√fc

Dimana : E

’ (2.2)

c

w

= modulus elastisitas beton tekan (MPa)

c = berat isi beton (kg/m3

f

)

c’ = kuat tekan beton (MPa).

Sedangkan untuk beton normal dengan berat isi ± 2300 kg/m3

E

, nilai modulus elastis beton dapat dihitung dengan rumus :

c = 4700√fc

Dimana : E

’ (2.3)

c

F

= modulus elastis beton tekan (MPa)

c’ = kuat tekan beton (MPa)

2.2.1.2. Mutu Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang lebih erat akan bertugas untuk menahan gaya tarik yang akan timbul di dalam sistem.

Agar baja tulangan dapat melekat lebih erat dengan beton maka selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Pola permukaan yang dikasarkan atau pola sirip sangat beragam tergantung pada mesin giling atau cetak yang dimiliki oleh produsen, asal masih dalam batas-batas spesifikasi teknik yang diperkenankan oleh standar. Baja tulangan polos (BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya.

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dengan perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan

modulus elastis (ES). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui

(36)

luluh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya.

Modulus elastis baja tulangan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastis dimana antara mutu baja yang satu dengan lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI-T-15-1991-03 menetapkan bahwa elastisitas baja adalah 200000 MPa, sedangkan modulus elastis untuk tendon prategang harus dibuktikan dan ditentukan melalui pengujian atau dipasok oleh pabrik produsen. Umumnya untuk tendon prategang nilai modulusnya lebih rendah, sesuai dengan penetapan ASTM A416 biasanya dipakai nilai 186000 MPa.

[image:36.595.144.481.358.682.2]

Menurut SII 0136-80, dilakukan pengelompokan baja tulangan untuk beton bertulang seperti tertera pada tabel 2.4 berikut,

Tabel 2.4. Jenis dan Kelas Baja Tulangan

JENIS KELAS SIMBOL

BATAS ULIR MINIMUM N/mm2 (kgf/mm2)

KUAT TARIK MINIMUM N/mm2 (kgf/mm2)

Polos

1 BJTP 24 235 382

(24) (39)

2 BJTP 30 294 480

(30) (49)

Defor-masi

1 BJTD 24 235 382

(24) (39)

2 BJTD 30 294 480

(30) (49)

3 BJTD 35 343 490

(35) (50)

4 BJTD 40 392 559

(40) (57)

5 BJTD 50 490 61

(50) (63)

(37)

2.2.2. Pendimensian Elemen Struktur

2.2.2.1. Pelat Lantai dan Pelat Atap

Pelat adalah struktur kaku pembentuk permukaan. Pelat biasanya digunakan secara horizontal dan memikul beban sebagai lentur, meneruskannya ke tumpuan. Pelat yang tidak direncanakan dengan baik bisa mengakibatkan lendutan dan getaran saat ada beban yang bekerja pada plat tersebut. Struktur pelat biasanya terbuat dari beton bertulang atau pelat baja. Dalam penelitian ini, struktur pelat yang ditinjau adalah pelat beton bertulang.

Dalam perencanaan pelat diperlukan data-data mutu beton (fc’), sisi bentang terpanjang (ly), sisi bentang terpendek (lx), dan tegangan leleh baja tulangan (fy). Langkah-langkah perencanaan pelat sebagai berikut:

• Menentukan syarat-syarat batas dan bentang pelat.

�= ��

�� (2.4)

• Menentukan kekakuan pelat (berdasarkan SNI-03-2847-2002 pasal

15.3.6).

�� = ������ > 1,00 (2.5)

dimana : αm

E

= rasio kekakuan pelat

cb

I

= modulus elastisitas balok

b

I

= inersia balok

p = inersia pelat

• Menentukan tebal pelat (berdasarkan SNI-03-2847-2002 pasal 11.5.3.3). Tebal pelat minimum yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan berikut :

a. Untuk αm

b. Untuk 0,2 < α

≤ 0,2 ; tebal minimum pelat tanpa penebalan adalah 120

mm dan tebal minimum pelat dengan penebalan adalah 100 mm.

m

ℎ= ����0,8+

�� 1500�

36+5� (�− 0,2) (2.6)

≤ 2,0 ; ketebalan pelat minimum harus memenuhi

(38)

c. Untuk αm

ℎ= ����0,8+

�� 1500�

36+9� (2.7)

> 0,2 ; ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

[image:38.595.115.545.255.591.2]

• Melakukan checking terhadap lendutan yang diizinkan (berdasarkan SNI-03-2847-2002 pasal 11.5.3) terlihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Lendutan Izin Maksimum

Jenis Komponen Struktur Lendutan yang

diperhitungkan Batas Lendutan

Atap datar yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar

Lendutan seketika akibat beban hidup (L)

�� 180

Lantai yang tidak menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar

Lendutan seketika akibat beban hidup (L)

� 360

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar

Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah pemasangan komponen nonstruktural (jumlah dari lendutan jangka panjang, akibat semua beban tetap yang bekerja, dan lendutan seketika, akibat

penambahan beban hidup)c

480

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin tidak akan rusak oleh lendutan yang besar

240

a. Batasan ini tidak dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan penggenangan air. Kemungkinan penggenangan air harus diperiksa dengan melakukan perhitungan lendutan, termasuk perhitungan lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dalam mempertimbangkan pengaruh jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi konstruksi dan keandalan sistem drainase. b. Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap

komponen yang ditumpu atau yang disatukan telah dilakukan.

c. Besarnya nilai lendutan ini harus ditentukan berdasarkan data teknis yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen struktur yang ditinjau.

(39)

struktur. batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada.

Sumber : SNI 03-2847-2002 Pasal 11.5.3.

2.2.2.2. Balok

Struktur terdiri dari elemen kaku horizontal (balok) yang diletakkan diatas elemen struktur kaku vertikal (kolom). Balok atau elemen kaku horizontal sering disebut sebagai elemen lentur yaitu memikul beban yang bekerja secara transversal dari panjangnya dan menstransfer beban tersebut ke kolom vertikal yang menumpunya.

Perhitungan dimensi awal balok dihitung berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.2, seperti terlihat pada tabel 2.6 :

Tabel 2.6. Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah

Komponen Struktur

Tebal Minimum (h) Dua Tumpuan

Sederhana

Satu Ujung Menerus

Kedua Ujung

Menerus kantilever Komponen yang tidak menahan atau disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Pelat masif

satu arah ℓ/20 ℓ/24 ℓ/28 ℓ/10

Balok atau pelat rusuk satu arah

ℓ/16 ℓ/18,5 ℓ/21 ℓ/8

Sumber : SNI 03 2847 2002 Pasal 11.5.2.

2.2.2.3. Kolom

(40)

dari suatu struktur, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur.

Menurut SK SNI T-15-1991-03, kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tiga kali dimensi lateral terkecil. Selain itu, kolom juga berfungsi sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.

Perhitungan dimensi awal kolom dihitung berdasarkan SK SNI 03-2847-2002, dengan persamaan berikut :

ϕPn(max) = 0,80 ϕ[ 0,85 fc’ (Ag – Ast) + fyAst ] (2.8)

dimana : ϕPn(max)

A

= Beban aksial maksimum

g

A

= Luas penampang kolom

st = 1,5% x Ag

2.2.2.4. Dinding

Dinding adalah bagian bangunan yang sangat penting perannya bagi suatu konstruksi bangunan. Dinding membentuk dan melindungi isi bangunan baik dari segi konstruksi maupun penampilan artistik dari bangunan.

2.2.2.4.1. Dinding Batu Bata

(41)

Spesifikasi batu merah :

• Berat jenis kering (ρ) : 1500 kg/m3 • Berat jenis normal (ρ) : 2000 kg/m3

• Kuat tekan : 2,5 – 25 N/mm² (SII-0021,1978) • Konduktifitas termis : 0,380 W/mK

• Tebal spesi : 20 – 30 mm • Ketahanan terhadap api : 2 jam

• Jumlah per luasan per 1 m2 : 70 - 72 buah dengan construction waste

Kelebihan Bata Merah :

• Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang. • Ukurannya yang kecil memudahkan untuk pengangkutan. • Mudah untuk membentuk bidang kecil.

• Murah harganya.

• Mudah mendapatkannya.

• Perekatnya tidak perlu yang khusus.

• Tahan Panas, sehingga dapat menjadi perlindungan terhadap api.

Kekurangan Bata Merah :

• Sulit untuk membuat pasangan bata yang rapi.

• Menyerap panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim dingin, sehingga suhu ruangan tidak dapat dikondisikan atau tidak stabil. • Siarnya besar-besar cenderung boros dalam penggunaan material

perekatnya.

• Kualitas yang kurang beragam dan juga ukuran yang jarang sama membuat waste-nya dapat lebih banyak.

• Karena sulit mendapatkan pasangan yang cukup rapi, maka dibutuhkan

(42)

• Bata merah menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur

bangunan.

2.2.2.4.2. Dinding Celcon/Hebel

Hebel adalah material yang menyerupai beton dan memiliki sifat kuat, tahan air dan api, awet (durable) yang dibuat di pabrik menggunakan mesin. Bata ini cukup ringan, halus dan memiliki tingkat kerataan permukaan yang baik. Bata ringan diciptakan dengan tujuan memperingan beban strukur dari sebuah bangunan konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta meminimalisasi sisa material yang terjadi pada saat proses pemasangan dinding berlangsung.

Memiliki panjang 60 cm, tinggi 20-40 cm dan tebal 75, 100, 125, 150, 175, 200 cm. Adonannya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.

Spesifikasi Hebel (Bata Ringan) : • Berat jenis kering : 520 kg/m3 • Berat jenis normal : 650 kg/m3 • Kuat tekan : > 4,0 N/mm2

• Konduktifitas termis : 0,14 W/mK • Tebal spesi : 3 mm

• Ketahanan terhadap api : 4 jam

(43)

Kelebihan Hebel (Bata Ringan) :

• Memiliki ukuran dan kualitas yang seragam sehingga dapat menghasilkan

dinding yang rapi.

• Tidak memerlukan siar yang tebal sehingga menghemat penggunaan

perekat.

• Lebih ringan dari pada bata biasa sehingga memperkecil beban struktur. • Pengangkutannya lebih mudah dilakukan.

• Pelaksanaannya lebih cepat daripada pemakaian bata biasa.

• Tidak diperlukan plesteran yang tebal, umumnya ditentukan hanya 2,5 cm

saja.

• Kedap air, sehingga kecil kemungkinan terjadinya rembesan air. • Mempunyai kekedapan suara yang baik.

• Kuat tekan yang tinggi.

• Mempunyai ketahanan yang baik terhadap gempa bumi.

Kekurangan Hebel (Bata Ringan) :

• Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran tanggung, membuang sisa

cukup banyak.

• Perekatnya khusus. Umumnya adalah semen instan, yang saat ini sudah

tersedia di lapangan.

• Diperlukan keahlian khusus untuk memasangnya, karena jika tidak

dampaknya sangat kelihatan.

• Jika terkena air, maka untuk menjadi benar-benar kering dibutuhkan waktu

yang lebih lama dari bata biasa.

• Kalau dipaksakan diplester sebelum kering maka akan timbul bercak kuning pada plesterannya.

• Harga relatif lebih mahal daripada bata merah.

• Agak susah mendapatkannya. Hanya toko material besar yang menjual

(44)

2.2.3. Jenis Beban

Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan struktur masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi :

a. Beban Lateral, yang terdiri atas :

1) Beban Gempa

Besarnya simpangan horizontal (drift) bergantung pada kemampuan bangunan dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila bangunan memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka bangunan akan mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan dengan bangunan yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. BerdasarkanSNI 03-1729-2002 pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur bangunan baja, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%.

2) Beban Angin

(45)

b. Beban Gravitasi, yang terdiri atas :

1) Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu bangunan dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan dan dapat diganti selama masa hidup gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap.

Besarnya beban hidup pada suatu bangunan dapat berubah-ubah, tergantung pada fungsi bangunan tersebut seperti terlihat pada tabel 2.7. Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada struktur, sehingga harus dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap aman. Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot partisi yang dapat dipindahkan, lemari besi, buku, lemari arsip, perlengkapan mekanis dan sebagainya.

Pada suatu bangunan bertingkat, kemungkinan semua lantai tingkat akan dibebani secara penuh oleh beban hidup adalah kecil, demikian juga kecil kemungkinannya suatu struktur bangunan menahan beban maksimum akibat pengaruh angin atau gempa yang bekerja secara bersamaan. Desain bangunan dengan meninjau beban-beban maksimum yang mungkin bekerja secara bersamaan tidak ekonomis sehingga pedoman-pedoman pembebanan mengizinkan untuk melakukan reduksi terhadap beban hidup yang dipakai. Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada fungsi bangunan.

Tabel 2.7. Beban hidup pada Lantai Gedung

No Lantai Gedung Beban Satuan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang

(46)

2.

Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik atau bengkel.

125 Kg/m²

3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba,

restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit. 250 Kg/m²

4. Lantai ruang olahraga. 400 Kg/m²

5. Lantai dansa. 500 Kg/m²

6.

Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari yang disebut dalam no 1 s/d 5, mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap.

400 Kg/m²

7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak

tetap atau untuk penonton berdiri 500 Kg/m² 8. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam no 3. 300 Kg/m²

9. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam no 4,5,6 dan 7. 500 Kg/m²

10. lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no

3,4,5,6 dan 7. 250 Kg/m²

11.

Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat, dan ruang mesin harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum.

400 Kg/m²

12.

Lantai gedung parkir bertingkat :

→ Untuk lantai bawah 800 Kg/m²

→ Untuk lantai tingkat lainnya 400 Kg/m² 13.

Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai yang berbatasan dengan minimum.

300 Kg/m² Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia 1983 Pasal 3.3.

2). Beban Mati

(47)

dimana dapat berupa lantai (ubin/keramik), peralatan mekanikal elektrikal, langit-langit, dan sebagainya. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen. Berat satuan (unit weight) material secara empiris dapat dilihat pada tabel 2.8 dan 2.9.

Tabel 2.8. Berat Sendiri Bahan Bangunan

No Bahan Bangunan Beban Satuan

1. Baja 7850 kg/m³

2. Batu Alam 2600 kg/m³

3. Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1500 kg/m³

4. Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m³

5. Batu pecah 1450 kg/m³

6. Besi tuang 7250 kg/m³

7. Beton (¹) 2200 kg/m³

8. Beton bertulang (²) 2400 kg/m³

9. Kayu (kelas 1) (³) 1000 kg/m³

10. kerikil, Koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) 1650 kg/m³

11. Pasangan bata merah 1700 kg/m³

12. Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m³

13. Pasangan batu cetak 2200 kg/m³

14. pasangan batu karang 1450 kg/m³

15. Pasir (kering udara sampai lembab) 1600 kg/m³

16. Pasir (jenuh air) 1800 kg/m³

17. Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850 kg/m³ 18. Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1700 kg/m³ 19. Tanah, lempung dan lanau (basah) 2000 kg/m³

20. Timah hitam (timbel) 1140 kg/m³

Catatan :

1) Nilai ini tidak berlaku untuk beton pengisi.

2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan sendiri.

3) Nilai ini adalah nilai rata-rata; untuk jenis-jenis kayu tertentu lihat NI 5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

(48)

Tabel 2.9. Berat Sendiri Komponen Gedung

No Komponen gedung Beban Satuan

1.

Adukan, per cm tebal :

→ Dari semen 21 kg/m²

→ Dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m² 2. Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah,

per cm tebal 14 kg/m²

3.

Dinding pasangan bata merah :

→Satu batu 450 kg/m²

→Setengah batu 250 kg/m²

4.

Dinding pasangan batako :

→ Berlubang :

● Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m² ● Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m²

→ Tanpa lubang :

● Tebal dinding 15 cm 300 kg/m²

● Tebal dinding 10 cm 200 kg/m²

5.

Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terpadu dari :

→ Semen asbes (eternity dan bahan lain sejenis),

dengan tebal maksimum 4 mm. 11 kg/m²

→ Kaca, dengan tebal 3-4 mm. 10 kg/m² 6.

Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. Minimum 0,80 m.

40 kg/m²

7. Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso

per m² bidang atap. 50 kg/m²

8. Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per

m² bidang atap. 40 kg/m²

9. Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa

gording. 10 kg/m²

10. Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso

(49)

2.2.4. Penentuan Beban Angin

Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (desakan) dan tekanan negatif (isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2

1) Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m

dan ditentukan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia 1983 Pasal 4.2 sebagai berikut :

2

2) Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m

, kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (2), (3), dan (4).

2

3) Untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain tertentu dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat (1) dan (2), tekanan tiup (P) harus dihitung dengan Persamaan 2.1:

, kecuali yang ditentukan dalam ayat (3) dan (4).

�= �2

16 ��� �� �2 (2.9)

dengan P dalam kg/m2

4) Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg/m

dan V adalah kecepatan angin dalam m/det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang.

2

5) Apabila dapat di jamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung-gedung lain, hutan-hutan pelindung atau penghalang-penghalang lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayat (1) s/d (4) dapat dikalikan dengan koifisien reduksi sebesar 0,5.

(50)

2.2.5. Kombinasi Pembebanan

Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.2, kombinasi beban yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :

a. U = 1,4 D

b. U = 1,2 D + 1,6 L

c. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W d. U = 0,9 D ± 1,6 W

Dimana :

U = Kuat perlu D = Beban mati L = Beban hidup W = Beban angin

2.2.6. Defleksi Lateral

Besarnya simpangan horizontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu kinerja batas layan struktur dan kinerja batas ultimit. Menurut Mc.Cormac (1981), simpangan struktur dapat dinyatakan dalam bentuk DriftIndeks seperti pada Gambar 2.7 dibawah ini.

(51)

Drift Indeks dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2 : Drift Indeks

=

� (2.10)

Dimana :

Δ = Besar defleksi maksimum yang terjadi (m) H = Ketinggian struktur portal (m)

Besarnya drift Indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang dikenakan pada bangunan. Berdasarkan AISC 2005, besarnya drift indeks berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016. Kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002.

2. 3. KONSEP PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

Bangunan tahan gempa adalah bangunan atau struktur yang tahan terhadap gaya gempa. Dalam perencanan bangunan tahan gempa, bangunan yang didesain harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Dibawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun dengan probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus dapat berespon elastik tanpa mengalami kerusakan, baik pada elemen struktural (balok, kolom, dan pondasi) maupun elemen non struktural (dinding, platfond dan lain-lain).

b. Dibawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang 50-100 tahun) struktur bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok dimuka kolom, yang diistilahkan dengan sendi plastis. Struktur pada tahap ini disebut tahap First Yield yang merupakan parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik (tidak rusak) dan kondisi plastik (rusak) tetapi tidak roboh atau disingkat sebagai kondisi batas antara beban gempa ringan dan gempa kuat.

(52)

harus dapat diterima tapi tanpa kerusakan struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-temapt tertentu sehingga mudah diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.

2.3.1. Prinsip Dasar Perancangan

Prinsip-prinsip dasar perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan bangunan tahan gempa yaitu :

1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah dimana struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.

2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur perlu diperhatikan. Dalam pendetailan penulangan dan sambungan-sambungan, unsur-unsur struktur bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan struktur secara menyeluruh.

3. Konsistensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistem struktur yang dilaksanakan harus terjaga.

4. Materi beton yang digunakan haruslah memiliki daya tahan yang tinggi dilingkungannya.

5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus terikat dengan kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap sistem struktur.

6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam tahapan konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai dengan kaidah yang berlaku.

(53)

2.3.2. Sistem Struktur

Stabilitas atau kemampuan suatu bangunan untuk menahan gaya lateral yang disebabkan oleh angin dan gempa adalah hal yang terpenting dalam mendesain bangunan karena gaya lateral mempengaruhi elemen-elemen vertikal dan horizontal bangunan. Beban angin berkaitan pada pendesainan ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa berkaitan pada pendesainan massa bangunan.

Jika bangunan tinggi tidak didesain mampu bertahan terhadap gaya-gaya lateral, maka akan timbul tegangan yang sangat tinggi serta getaran dan goyangan ke samping ketika gaya-gaya lateral terjadi. Akibatnya tidak hanya mengakibatkan ketidaknyamanan pada penghuninya, namun juga menimbulkan kerusakan parah pada bangunan.

Jenis sistem struktur dasar yang ditetapkan dalam peraturan perencanaan gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002) ada 4 jenis sistem, yaitu :

1. Sistem Dinding Penumpu

Dinding penumpu sering juga disebut sebagai dinding geser. Dinding geser membentang pada keseluruhan jarak vertikal antar lantai. Jika dinding ditempatkan secara hati-hati dan simetris dalam perencanaannya, dinding geser sangat efisien dalam menahan beban vertikal maupun lateral dan tidak mengganggu persyaratan arsitektural. Dinding geser ini memikul hampir seluruh beban lateral, beban gravitasi juga ditahan dinding ini sebagai dinding struktural.

2. Sistem Rangka Gedung

Pada sistem ini terdapat rangka ruang lengkap yang memikul beban-beban gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktural. Walaupun dinding struktural direncanakan memikul seluruh beban gempa, balok dan kolom harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral dinding struktural oleh beban gempa rencana, mengingat rangka tersebut di tiap lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai-lantai.

(54)

beban gravitasi bila terkena deformasi lateral yang disebabkan oleh beban gempa rencana. Dalam pasal 23.9 telah ditentukan bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non struktur pemikul beban lateral.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Rangka pemikul Momen terdiri dari komponen (subsistem) horizontal berupa balok dan komponen (subsistem) vertikal berupa kolom yang dihubungkan secara kaku. Kekakuan portal tergantung pada dimensi balok dan kolom, serta proposional terhadap jarak lantai ke lantai dan jarak kolom ke kolom. Menurut tabel 3 SNI 03-1726-2002 tercantum 3 jenis Sistem rangka Pemikul Momen yaitu

a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

4. Sistem Ganda (Dual Sistem)

Tipe sistem struktur ini memiliki 3 ciri dasar, yaitu :

a. Rangka ruang lengkap berupa sistem rangka pemikul momen yang penting berfungsi memikul beban gravitasi.

b. Pemikul beban lateral dilakukan oleh dinding struktural dan sistem rangka pemikul momen dimana yang tersebut terakhir ini harus secara tersendiri sanggup memikul sedikitnya 25 % dari beban dasar geser nominal.

c. Dinding struktural dan sistem rangka pemikul momen direncanakan untuk menahan beban dasar geser nominal (V) secara proposional berdasarkan kekakuan relatifnya.

(55)

Untuk lebih jelas mengenai keempat sistem diatas dapat dilihat pada gambar 2.8. selain keempat sistem struktur diatas, dalam SNI 03-1726-2002 juga mengenalkan 3 sistem struktur lain yaitu :

a. Sistem struktur gedunf kolom kantilever (sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral) b. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka

c. Kelompok (subsistem) tunggal adalah kelompok (subsistem) struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan.

Gambar 2.8. Sistem Struktur Penahan Gempa

2.3.3. Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan

Kekuatan bangunan harus seragam dan menerus. bangunan yang seragam dan menerus diperoleh dengan cara sebagai berikut :

a. Beban-beban gravitasi didukung oleh balok dan kolom secara merata. b. Semua kolom dan dinding geser menerus dari lantai teratas sampai

(56)

c. Tampang balok dan kolom tidak berubah secara mendadak dan ukuran kedua sisi kolom tidak terlalu berbeda jauh.

d. Sumbu balok dan kolom saling berpotongan.

e. Bagian - bagian bangunan merupakan bangunan statik tak tentu dan satu kesatuan monolit.

Keteraturan konfigurasi gedung akan sangat mempengaruhi kinerja gedung sewaktu kena gempa rencana. Bangunan dibedakan dalam dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak beraturan berdasarkan konfigurasi denah dan elevasi bangunan.

Pada SNI 03-1726-2002 pasal 4 mengatur 9 tipe bangunan gedung yang beraturan. Gedung ditetapkan sebagai gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Tinggi gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m.

b. Denah gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah gedung dalam arah tonjolan tersebut.

c. Denah gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah gedung dalam arah sisi coakan tersebut. d. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan

beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah gedung secara keseluruhan.

e. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% ukuran terbesar denah gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.

(57)

kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar-tingkat.

g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% berat lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.

Gambar

Tabel 2.4. Jenis dan Kelas Baja Tulangan
Tabel 2.5. Lendutan Izin Maksimum
Gambar 3. 1. Ruko Tiga Lantai
Gambar 3. 2. Tampak Depan Ruko Tiga Lantai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, penelitian ini terbatas pada pembebanan gempa terhadap jenis bangunan bertingkat rendah ( low-rise ) khususnya struktur dengan dinding batu bata ( unreinforce

Analisa Biaya dan Waktu Pelaksanan Penggunaan Dinding Batu Bata dan Lightweight Structure (Studi Kasus : Rusunawa Unej); Deddy Candra Prahara , 081903103031; 2013;

Analisa Biaya dan Waktu Pelaksanan Penggunaan Dinding Batu Bata dan Lightweight Structure (Studi Kasus : Rusunawa Unej); Deddy Candra Prahara , 081903103031; 2013;

Pada periode yang sama, pengujian dilakukan oleh Thomas (1953) dan Wood (1958) dan hasil tes menunjukkan bahwa dinding pengisi yang terbuat dari bahan yang lemah dapat

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan bentuk model mikro dan model makro pada analisis dinding pasangan batu bata terhadap

Penelitian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kekakuan dan kekuatan dinding dengan melakukan eksperimen kuat tekan dari beberapa tipe batu bata yang diambil benda

Pengaruh Ketebalan Dinding Penahan Batu Bata Interlock Kemiringan 1:1 Terhadap Beban Vertikal.Tugas Akhir, Program D3 Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan Jurusan Teknik

Analisa Biaya dan Waktu Pelaksanan Penggunaan Dinding Batu Bata dan Lightweight Structure (Studi Kasus : Rusunawa Unej); Deddy Candra Prahara , 081903103031; 2013;