• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Studi : Perjanjian Waralaba Antara PT. Indomarco Prismatama Dengan CV. E. Makmur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Studi : Perjanjian Waralaba Antara PT. Indomarco Prismatama Dengan CV. E. Makmur"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA STUDI : PERJANJIAN WARALABA ANTARA

PT. INDOMARCO PRISMATAMA DENGAN CV. E. MAKMUR

TESIS

Oleh

M.S. FERONI PUTRA 087011160 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA STUDI : PERJANJIAN WARALABA ANTARA

PT. INDOMARCO PRISMATAMA DENGAN CV. E. MAKMUR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

M.S. FERONI PUTRA 087011160 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN WARALABA STUDI :

PERJANJIAN WARALABA ANTARA PT. INDOMARCO PRISMATAMA DENGAN CV. MAKMUR

Nama Mahasiswa : M. S. Feroni Putra Nomor Pokok : 087011160

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum

(5)

ABSTRAK

Perkembangan usaha waralaba yang demikian pesat ini dapat terjadi karena dengan sistem waralaba pada umumnya kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru, akan tetapi usaha waralaba ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelebihan yang akan dihadapi oleh para pihak khususnya dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah mengenai bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur, bagaimana hambatan yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan Perjanjian Waralaba Indomaret antara- PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makniur dan bagaimana proses penyelesaian sengketa para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatarna dengan CV. B Makmur.

Metode peneiltian yang digunakan adalah metode pendekatan undangan (statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif maksudnya bahwa penelitian ini dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka atau data sekunder yang kemudian dihubungkan dengan keterangan-keterangan yang diperoleh secara langsung dari narasumber tersebut. Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta data primer berupa hasil wawancara langsung dengan narasumber. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan dibantu dengan penelitian lapangan. dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Data yang diperoleh dan hasil penelitian dikelompokkan menurut permasalahan dan selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif sehiagga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.

(6)

dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam perjanjian waralaba sedangkan perlindungan hukurn terhadap penerima waralaba adalah terlindungi akan haknya atas kewajiban-kewajiban pemberi waralaba antara lain pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan. Perjanian waralaba selalu terdapat hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, yang mana terdapatnya ketidakseimbangan kedudukan antara para pihak di dalam perjanjian waralaba seperti terbatasnya ruang gerak penerima waralaba dalam pemberian masukan dalam pengembangan bisnis waralaba tersebut. Akan tetapi ini merupakan resiko kerja dan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan oleh penerima waralaba. Penyelesaian sengketa dalam bisnis dapat dilakukan dengan jalur litigasi/pengadilan dan jalur non litigasi/alternatif penyelesaian di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa dalam bisnis waralaba adalah dengan cara musyawarah/kekeluargaan dan apabila tidak terdapat mufakat maka penyelesaian sengketa diselesaikan dengan jalur arbitrase.

(7)

ABSTRACT

The rapid franchising business development occurs because the franchising system in general has more probable success compared to the self-performed business with a new trade mark, yet this franchising business agreement of Indomaret between PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur. The research question to be answered in this study were that were the rights what were the constraints faced by PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur in this agreement, and how did PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur Solve the dispute they faced.

This analytical descriptive and juridical normative study employed the statute approach to study the regulation of legislation related to the central theme of research. All existing symptoms and facts found were described and analyzed through documentation study. The secondary data were obtained from primary, secondary and tertiary legal materials and the primary data were obtained through direct interviews with resource persons. The data obtained were grouped based on the existing problems and then were qualitatively analyzed and deductively concluded.

The result of this study showed that after the franchising agreement were made both parties would get legal protection. The rights and responsibilities of the franchising business provider were protected and the royalty and fee of the franchising business receiver were paid according to what agreed in the agreement and the rights and responsibilities of the franchising business receiver were also protected. The franchising business receiver continuously received assistance in trainings, operational guidance management, marketing, research and development strategis. The constraints always faced during the implementation were there was no balance position between both parties such as the limited movement of the franchising business receiver in terms of providing inputs for the development of the franchising business. Yet, this is the work risk and consequence that cannot be avoided by the franchising business reciver. The settlement of dispute in this kind of business could be done through litigation process/court of law and non-litigation process/out of court settlement. This settlement usually used in franchising business was through deliberation and if it failed the case was settled through the process of arbitrary.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dan penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu. DTM&H., MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis;

5. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis; 6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., dan Ibu Dr. T. Keizerina,

(9)

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Seluruh Staf Pegawai Administrasi (Ibu Fatimah, Kak Sari, Kak Winda, Kak Lisa, Kak Afni, Bang Izal, dan Bang Aldi) Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku para pihak yang selalu membantu selama penulis menyelesaikan urusan besar dan urusan kecil yang berhubungan dengan perkuliahan.

9. Papa Drs. Yursal Roni dan Mama Dra. Ellia Makmur, selaku orang tua terbaik yang selalu sabar, tulus, ikhlas, dan tabah dalam segala hal dari dulu, sekarang, esok, dan seterusnya menjadi bagian terindah dalam hidup penulis;

10.Muhammad Fernandi, selaku adik tunggal yang selalu menjadi bagian terpenting bagi penulis

11.Keluarga Besar Makmur yang selalu memberi nasehat, arahan dalam menjalani hidup bagi penulis.

12.Dina Khairunisa (Wanitaku) selaku penggemar rahasia dan seseorang yang special, yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini dengan hal-hal indah selama menjadi bagian hidup penulis;

13.Bertus, Bares, Danto, Buse, dan Botter, selaku teman terbaik yang terus mengingatkan penulis untuk terus mengejar mimpi, impian, dan cita-cita;

14.Bang Berland, Bang Nipam, Bang Poel, Bang Jack, Mbak Mel, Mas Warono, Mela, Mbak Astrid, Agnes, Cecen, Tonpur, Wanda, Adi, Fredy, Geo, Hendra, Bram, beserta Anak-anak CBR Central Club Kebayoran Lama dan Cicera, sebagai teman-teman yang selalu memberi dukungan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;

(10)

16.Novan, Jesica, Wagirin, Bang Effendi selaku Komisi Pembanding Kolokium dan Seminar Hasil yang telah bekerja sama dengan penulis demi penyempurnaan penulisan tesis ini;

17.Rekan-rekan sejawat / sekelas (Babe, Bang Afrizal, Bang Efendi, Kak Rina, Kak Nova), terima kasih pemah menjadi bagian terbaik dalam hidup penulis selama penulis menyelesaikan studi sejak dulu, sekarang, dan selamanya;

18.Rekan-rekan satu angkatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan moral maupun material kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan baik dan segi penulisan maupun substansi yang masih jauh dari kesempumaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi penyempumaan penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Januari 2011 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : M. S. Feroni Putra

Tgl.Lahir : 15 Februari 1985

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Alamat : Jl. Marelan Raya No. 115 Kel. Tanah 600 Medan Marelan

II. KELUARGA

Nama Ayah : Drs. Yursal Roni

Nama Ibu : Dra. Ellya Makmur, MM Nama Adik : M. S. Fernandy

III. PENDIDIKAN

TK PIUS SUMBAR (1989-1991) SD PIUS SUMBAR (1991-1997) SMP FIDELIS SUMBAR (1997-2000) SMU N 02 SUMBAR (2000-2003)

(12)

DAFTAR ISI

H a l a m a n

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 13

G. Metode Penelitian ... 23

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA ... 27

A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba ... 27

B. Bentuk dan Isi Perjanjian Waralaba ... 37

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba ... 43

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Indomaret Antara PT Indomarco Prismatama Dengan CV. E Makmur ... 57

BAB III HAMBATAN PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA ... 69

(13)

Indomaret Antara PT Indomarco Prismatama

Dengan CV. E Makmur ... 75

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DAN MASALAH ATAU HAMBATAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA ... 83

A. Penyelesaian Sengketa Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba ... 83

B. Penyelesaian Sengketa Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba ... 95

C. Penyelesaian Hambatan atau Masalah Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Indomaret Antara PT Indomarco Prismatama Dengan CV. E Makmur ... 102

D. Pelaksanaan Penyelesaian Hambatan atau Masalah Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Indomaret Antara PT Indomarco Prismatama Dengan CV. E Makmur ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

(14)

ABSTRAK

Perkembangan usaha waralaba yang demikian pesat ini dapat terjadi karena dengan sistem waralaba pada umumnya kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru, akan tetapi usaha waralaba ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelebihan yang akan dihadapi oleh para pihak khususnya dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah mengenai bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur, bagaimana hambatan yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan Perjanjian Waralaba Indomaret antara- PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makniur dan bagaimana proses penyelesaian sengketa para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatarna dengan CV. B Makmur.

Metode peneiltian yang digunakan adalah metode pendekatan undangan (statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif maksudnya bahwa penelitian ini dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka atau data sekunder yang kemudian dihubungkan dengan keterangan-keterangan yang diperoleh secara langsung dari narasumber tersebut. Jenis data yang digunakan terdiri dari data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta data primer berupa hasil wawancara langsung dengan narasumber. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan dibantu dengan penelitian lapangan. dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Data yang diperoleh dan hasil penelitian dikelompokkan menurut permasalahan dan selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif sehiagga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.

(15)

dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam perjanjian waralaba sedangkan perlindungan hukurn terhadap penerima waralaba adalah terlindungi akan haknya atas kewajiban-kewajiban pemberi waralaba antara lain pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan. Perjanian waralaba selalu terdapat hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, yang mana terdapatnya ketidakseimbangan kedudukan antara para pihak di dalam perjanjian waralaba seperti terbatasnya ruang gerak penerima waralaba dalam pemberian masukan dalam pengembangan bisnis waralaba tersebut. Akan tetapi ini merupakan resiko kerja dan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan oleh penerima waralaba. Penyelesaian sengketa dalam bisnis dapat dilakukan dengan jalur litigasi/pengadilan dan jalur non litigasi/alternatif penyelesaian di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa dalam bisnis waralaba adalah dengan cara musyawarah/kekeluargaan dan apabila tidak terdapat mufakat maka penyelesaian sengketa diselesaikan dengan jalur arbitrase.

(16)

ABSTRACT

The rapid franchising business development occurs because the franchising system in general has more probable success compared to the self-performed business with a new trade mark, yet this franchising business agreement of Indomaret between PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur. The research question to be answered in this study were that were the rights what were the constraints faced by PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur in this agreement, and how did PT. Indomarco Prismatama and CV. E. Makmur Solve the dispute they faced.

This analytical descriptive and juridical normative study employed the statute approach to study the regulation of legislation related to the central theme of research. All existing symptoms and facts found were described and analyzed through documentation study. The secondary data were obtained from primary, secondary and tertiary legal materials and the primary data were obtained through direct interviews with resource persons. The data obtained were grouped based on the existing problems and then were qualitatively analyzed and deductively concluded.

The result of this study showed that after the franchising agreement were made both parties would get legal protection. The rights and responsibilities of the franchising business provider were protected and the royalty and fee of the franchising business receiver were paid according to what agreed in the agreement and the rights and responsibilities of the franchising business receiver were also protected. The franchising business receiver continuously received assistance in trainings, operational guidance management, marketing, research and development strategis. The constraints always faced during the implementation were there was no balance position between both parties such as the limited movement of the franchising business receiver in terms of providing inputs for the development of the franchising business. Yet, this is the work risk and consequence that cannot be avoided by the franchising business reciver. The settlement of dispute in this kind of business could be done through litigation process/court of law and non-litigation process/out of court settlement. This settlement usually used in franchising business was through deliberation and if it failed the case was settled through the process of arbitrary.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha di Indonesia, terdapat perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam berbagai bentuk bidang perdagangan, diantaranya adalah bisnis waralaba. Perkembangan tersebut seiring dengan pendapat S. Tamer Cabusgil yang menyatakan bahwa pada masa lalu bisnis internasional hanya dalam bentuk

export-import dan penanaman modal. Kini transaksi menjadi beraneka ragam dan rumit, seperti kontrak pembuatan barang, turnkey project alih teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas finansial, waralaba dan lain-lain.1

Bisnis waralaba yang berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1800-an dan diperkenalkan unuk pertama kalinya oleh Issac Singer pencipta mesin jahit merek Singer, dapat menyebar ke Indonesia maupun negara-negara lain di dunia seperti Kanada, Cina, Jepang, Mexico, Eropa adalah sebagai konsekuensi dari era globalisasi. Menurut Euginia Liliawati Muljono pengertian waralaba adalah persetujuan hukum atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba) yang diatur dalam suatu aturan tertentu.2

1

Erman Rajagukguk, Masalah-masalah Hukum Bisnis Menyongsong Abad XXI: Reformasi

Hukum Di Indonesia dan Peranan Para Manajer, Makalah Pada Kuliah Perdana Program Magister Manajemen Pascasarjana USU, Medan, 4 September 1999, halaman 1.

2

Euginia Liliawati Muljono, Peraturan Perundang-undangan Waralaba (Franchise),

(18)

Perkembangan usaha waralaba yang demikian pesat ini dapat terjadi karena dengan sistem waralaba pada umumnya kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru. Melalui bisnis waralaba orang dapat langsung berusaha di bidang bisnis tertentu yang merek, paten atau sistem bisnisnya sudah sangat popular di dunia misalnya Kentucky Fried Chicken (KFC).

Tahun 2010 merupakan momen yang akan menjadi peluang besar bagi para

franchisor di Indonesia. Pasalnya pameran waralaba di penghujung tahun 2009 pada November silam mendapat sambutan yang meriah. Terbukti meningkatnya jumlah pengunjung pameran yang ingin berbisnis dengan sistem waralaba. Perkembangan positif ini tentu semakin membakar optimisme banyak pelaku di industri ini pada tahun 2010. Tidak hanya itu, tren kewirausahaan juga dirasakan mengalami lonjakan. Hal ini tampak makin bertumbuhnya pelatihan entrepreneur bagi para purna karya,

entrepreneur pemula maupun mahasiswa. Bahkan diberbagai kampus sudah banyak dibangun entrepreneur center. Ini menunjukan bahwa tren ini akan semakin memberikan angin segar bagi industri waralaba. Terlebih waralaba dijadikan sebagai salah satu bahan dalam pembekalan entrepreneurship. Bagi para calon pengusaha pemula, waralaba menjadi pilihan bisnis yang menarik di tahun 2010. Pasalnya, calon pengusaha pemula tidak memulai bisnis dari nol lagi. Melalui pola waralaba,

setidaknya calon pengusaha pemula mengantongi berbagai keunggulan, baik dari sisi

brand, sistem, support, sharing experience, promosi nasional dan lainnya. Dengan berbagai keunggulan diatas tentunya, tingkat resiko kegagalan dalam membangun bisnis dapat ditekan. Terlebih ledakan informasi mengenai bisnis waralaba semakin terasa dan mudah diakses dimana-mana, baik lewat majalah, pameran waralaba,

(19)

edukasi terhadap bisnis waralaba diyakini tahun 2010 juga akan diwarnai makin menjamurnya merek-merek baru di bisnis ini.3

Adapun waralaba yang diprediksi akan dipilih oleh para calon penerima waralaba antara lain:4

1. Waralaba yang bisa membuat sukses penerima waralaba. Calon penerima waralabaakan lebih pandai dalam memilih bisnis waralaba. Oleh karena itu calon penerima waralaba akan melakukan investigasi terhadap outlet berjalan, apakah menguntungkan atau tidak. Waralaba yang terbukti mampu memberikan keuntungan bagi penerima waralaba akan menjadi bidikan bagi penerima waralaba lain. Waralaba yang ditinggalkan adalah bisnis waralaba yang banyak mengalami penutupan gerai dan mengecewakan penerima waralaba.

2. Waralaba “franchisor operator”. Banyak orang yang ingin memiliki bisnis waralaba tapi tidak memiliki waktu dan mereka tidak mau melepaskan pekerjaannya sebelum bisnisnya berjalan dengan baik. Banyak sekali peminat di kategori ini waralaba yang menggunakan franchisor operator juga akan di bidik oleh calon penerima waralaba.

3. Waralaba baru yang memiliki prospek baik. Munculnya waralaba baru prospektif selalu ditunggu oleh para investor bisnis waralaba, bahkan mereka melihat yang belum jenuh menjadikan daya tarik tersendiri. Tentunya bagi pendatang baru harus membuktikan bahwa bisnisnya sudah proven dan layak waralaba. Tentu

3

Tri Raharjo, Tren Franchise 2010, Majalah Info Franchise Indonesia,

http://www.SalamFranchise.com, diakses tanggal 31 Desember 2009, jam 13.00 WIB.

4

(20)

bagi calon penerima waralaba harus ekstra hati-hati dalam memilih waralaba baru ini.

4. Low investment yang sustainable. Waralaba/business opportunity yang relatif rendah nilai investasi masih menjadi bidikan calon penerima waralaba, namun yang perlu di catat jangan memilih produk dengan model musiman. Jangan sampai bisnis hanya bertahan dalam hitungan bulan, pilihlah bisnis yang memiliki tingkat lifecycle produk yang panjang.

Keempat aspek diatas akan mempengaruhi perkembangan waralaba di Indonesia pada tahun 2010.

(21)

Berkembangnya usaha waralaba dan akan masih banyak lagi yang masuk ke Indonesia serta perkembangan waralaba lokal, tergantung pada situasi dan kondisi perekonomian Indonesia yang cukup kondusif untuk terciptanya usaha, maka sistem waralaba merupakan prospek usaha yang cerah di masa mendatang. Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia di tahun 1970-an5 mulai dikenal adanya usaha-usaha yang berasal dari luar negeri tidak hanya berupa lisensi saja, tetapi mencakup juga sistem pemasarannya. Maka pada dekade 1980-an mulai masuk ke Indonesia jenis waralaba yang merupakan paket usaha yang bergerak di bidang makanan siap saji (fast food), binatu (laundry and dry clean), cuci cetak foto, salon, fotokopi, persewaan vcd dan lain-lain.

Pada tahun 1990,6 melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik, politik yang stabil dan keamanan yang terjamin, para investor dari luar negeri mulai melirik Indonesia dan di sini, waralaba asing mulai booming di pasar Indonesia . Pada tahun 1992, di Indonesia terdapat 29 usaha waralaba yang berasal dari luar negeri dan 6 waralaba lokal, dan secara keseluruhan, di Indonesia tersebar sekitar 300 outlet. Pada tahun 1997, jumlah pemberi waralaba meningkat hingga 265 waralaba, di mana terdapat 235 waralaba internasional dan 30 waralaba lokal dan jumlah keseluruhan outlet adalah 2000. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter di Indonesia. Pada saat ini, diikuti oleh krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada

5

Frincheesing, http://www.referenceforbusiness.com/encyclopedia/For-Gol/Franchising.html, diakses tanggal 05 Januari 2010, jam 15.00 WIB.

6

(22)

tahun 1998 yang mengakibatkan jatuhnya industri waralaba di Indonesia. Banyak pemberi waralaba asing yang meninggalkan Indonesia dan hampir sekitar 500 outlet

yang tutup oleh karena kondisi yang tidak mendukung ini. Pada saat itu, jumlah waralabadari luar negeri yang beroperasi di Indonesia menurun dari 230 hingga 170-180 waralaba. Tetapi justru pada saat ini, waralaba lokal mulai memadati pasar waralaba Indonesia dari 30 meningkat hingga 85 merek produk yang berkembang. Hingga saat ini, waralaba lokal berkembang hingga 360 merek produk, di mana terdapat 9000 outlet, baik sebagai penerima waralabaataupun company owned.

Menurut Sugiyanto Wibawa,7 konsultan retail marketing, terdapat 2 (dua) faktor yang mendorong para investor dalam berinvestasi di dunia waralaba. Pertama, jumlah mall dan retail space yang meningkat dari 75.900 m² menjadi 1.78 juta m² di tahun 2004 dan 2.82 juta m² di tahun 2006. Agen properti mempromosikan space di

mall sebagai salah satu investasi yang menguntungkan. Kedua, tarif/bunga deposito yang perlahan-lahan menurun. Hal ini mendorong para investor untuk melihat kesempatan investasi lainnya yang lebih prospektif dan menguntungkan serta dengan resiko yang lebih kecil.

Bentuk waralaba yang ada sekarang ini pada dasarnya merupakan bentuk penyempurnaan dan/atau pengembangan dari bentuk waralaba terdahulu. Menurut

7 Direktori Franchise Nasional dan Intenasional dan Master Franchise,

(23)

Stuart D. Brown,8 terdapat dua bentuk waralaba. Waralaba generasi pertama adalah lisensi merek dagang dan perjanjian distribusi, dimana penerima waralaba memperoleh hak untuk mendistribusikan atau menjual produk dari produsen atau pemasok. Hal ini muncul pada abad ke-18. Saat ini, bidang yang menggunakan waralaba jenis pertama itu adalah pompa bensin, dimana pemegang waralaba berkonsentrasi pada satu jalur produk. Waralabagenerasi kedua adalah waralabayang ada pada saat ini, yaitu format bisnis waralaba. Dalam bentuk ini terdapat hubungan berlanjut, yaitu hubungan kontrak antara pemilik waralaba dan pemegang waralaba.

Ini merupakan suatu metode baku dalam melakukan bisnis dengan citra (image) yang melekat pada barang dan jasa. Dalam hal ini, penerima waralaba menyediakan paket yang mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya, prosedur operasional, penyediaan produk, manajemen, cara promosi dan jaringan penjualan. Penerima waralaba pada umumnya membayar sejumlah uang kepada pemberi waralaba, yang berupa penyediaan dana untuk menyiapkan outlet beserta desain interior, membeli bahan baku produksi, membeli peralatan yang diperlukan dan membayar royalti.

Pemberi waralaba yang sudah mengembangkan produk atau format bisnis yang berhasil dengan mewaralabakan, memperoleh cara untuk melipatgandakan konsep bisnisnya di banyak lokasi geografis tanpa menginvestasikan modal, waktu dan usaha untuk mendirikan outlet milik perusahaannya sendiri. Penerima waralabalah yang mempertaruhkan uangnya. Meskipun pada awalnya pemberi

8

Alan West, Perdagangan Eceran, (Jakarta: PT Pustakaan Binaman Pressindo, 1992),

(24)

waralaba menerima biaya awal yang kecil dari penerima waralaba, namun pada akhirnya ia mendapatkan hasil yang cukup dari royalti yang berlanjut ditambah lagi hasil dari pembelian pasokan atau produk yang dilakukan penerima waralaba secara terus menerus.

Sebagai pranata sosial dalam kehidupan ekonomi, munculnya waralaba telah menimbulkan permasalahan di bidang hukum. Hal ini sebagai akibat dari adanya hubungan-hubungan dalam sistem waralaba yang dibangun atas dasar hubungan perjanjian, yang dikenal dengan perjanjian waralaba. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Setiap pemberi waralaba pada umumnya mempunyai suatu standar perjanjian yang ditawarkan kepada para penerima waralaba untuk dapat disepakati, dimana bentuk perjanjian yang telah dibuat oleh pemberi waralaba ini disusun oleh para ahli hukum sehingga substansinya sebagian besar menguntungkan pemberi waralaba atau setidaknya tidak merugikan serta dapat melindungi pemberi waralaba. Disini diperlukan adanya asas keadilan dan keseimbangan hukum dalam upaya memberikan jaminan perlindungan kepada masing-masing pihak.

Negara Amerika Serikat telah mendapat pengaturan tersendiri. Ledakan atau

booming perdagangan dengan sistem pemberi waralaba yang terjadi pada dekade 1950-an dan 1960-an9 merupakan faktor penggerak bagi usaha penciptaan peraturan

9

Sejarah FTC Rule, http: //www.aw-drivein.com/About_Us.cfm, http://

www.google.com/search?ie=UTF-8&oe=UTF

(25)

perundang-undangan. Namun sampai pada tahun 1970, di Amerika Serikat secara faktual belum terdapat pengaturan yang secara khusus mengatur masalah waralaba ini. Selama belum terdapat pengaturan khusus tersebut, hukum yang digunakan pada saat itu diadopsi dari ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam “Anti Trust Law”

dan “The Lanham Trademark Act”. Baru kemudian pada tahun 197110 terdapat suatu peraturan yang secara khusus mengatur mengenai masalah franchise, namun hanya peraturan yang dibentuk oleh negara bagian California. Peraturan tersebut adalah

“The California Franchise Registration and Disclosure Act”. Ketentuan hukum yang dibentuk oleh negara bagian California ini selanjutnya diadopsi oleh beberapa negara bagian Amerika Serikat lainnya. Kemudian pada bulan Oktober 1979,11 pemerintah federal mengundangkan suatu ketentuan hukum yang mengatur masalah waralaba yang disebut “The Federal Trade Commision’s Franchise Rule (FTC Rule)”.

Ketentuan ini mengatur tentang “Disclosure Requirements and Prohibitions Concerning Franchising and Business Opportinity Ventures”.

Indonesia belum terdapat Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai masalah perdagangan dengan sistem waralaba. Selama ini praktek yang dilakukan didasarkan pada kesepakatan tertulis dalam bentuk kontrak kerjasama. Kontrak kerjasama yang diadakan oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba didasarkan pada asas kebebasan berkontrak seperti tertuang pada Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang berbunyi : “Semua persetujuan

10

Ibid.

11

(26)

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Walaupun di Indonesia belum terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang waralaba, akan tetapi pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.

B. Perumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian12 yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang akan diidentifikasi tersebut.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

12

Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,

(27)

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

3. Bagaimana proses penyelesaian sengketa dan masalah atau hambatan para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa dan masalah atau hambatan para pihak dalam perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

(28)

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya ilmu pengetahuan hukum yang menyangkut perjanjian waralaba.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi kepada masyarakat terutama kalangan dunia usaha, praktisi tentang perjanjian waralaba dan sebagai masukan kepada pemberi waralaba dan kepada penerima waralaba untuk lebih mengetahui dan mendalami hak dan kewajiban masing-masing di dalam perjanjian kerja. E. Keaslian Penelitian

(29)

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Sehubungan kaitan pembangunan ekonomi, Sunaryati Hartono13 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi tersebut sangat memerlukan sarana dan prasarana hukum agar benar-benar dapat mencapai tujuan sesuai dengan yang direncanakan. Sangat penting untuk menjaga keseimbangan, keserasian dan keselarasan untuk berbagai kepentingan dalam masyarakat dengan selalu menjaga keseimbangan dan keserasian antara berbagai pihak tersebut, maka dinamika kegiatan ekonomi nasional dapat diarahkan kepada keinginan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Untuk mencapai hal-hal tersebut hukum diharapkan harus berubah lebih dahulu melalui pembangunan hukum yang mencakup: (1) membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, (2) membuat sesuatu yang menjadi lebih baik dan lebih modern, (3) meniadakan sistem yang lama karena tidak diperlukan lagi dan tidak cocok lagi dengan sistem yang baru.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem yang mana dalam gagasan sistem dalam ilmu tersebar luas karena hampir menguasai konteks berfikir ilmuwan dalam segala bidang. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka digunakanlah teori sistem ini, yang mana sistem mempunyai tujuan,14 mempunyai batas yang memisahkan antara hak dan kewajiban,

13

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:

Alumni, 1991), halaman 30.

14

(30)

mempunyai batas tetapi bersifat terbuka. Sistem juga saling berhubungan dan saling bergantung baik intern maupun ekstern dan sistem melakukan proses transformasi, memiliki mekanisme kontrol dengan pemanfaatan umpan balik, juga memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri di dalam suatu proses atau kegiatan yang ada.

Pengertian waralaba yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, menyebutkan bahwa waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Berdasarkan rumusan yang diberikan tersebut dapat diuraikan konsep hal-hal sebagai berikut:15

a. Waralaba merupakan suatu perikatan.

Rumusan tersebut menyatakan bahwa sebagai suatu perikatan, waralaba tunduk pada ketentuan umum mengenai perikatan yang diatur dalam KUH Perdata. b. Waralaba melibatkan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas

kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha.

Adapun yang dimaksud dengan hak atas kekayaan intelektual meliputi antara lain merek, nama dagang, logo, desain, hak cipta, rahasia dagang dan paten, dan yang

15

(31)

dimaksud dengan penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dan pemiliknya. Ketentuan ini membawa akibat bahwa sampai pada derajat tertentu, waralaba tidak berbeda dengan lisensi (Hak atas Kekayaan Intelektual), khususnya yang berhubungan dengan waralaba nama dagang dan merek dagang baik untuk produk berupa barang dan atau jasa terentu. Ini berarti secara tidak langsung Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba juga mengakui adanya dua bentuk waralaba, yaitu pertama, waralaba dalam bentuk lisensi merek dagang atau produk; kedua, waralaba sebagai suatu format bisnis. c. Waralaba diberikan dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau

penjualan barang dan atau jasa.

(32)

dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba tidak diatur.

Sistem waralaba di Indonesia diterapkan setidaknya menjadi empat jenis yakni: waralaba dengan sistem business format, waralaba bagi keuntungan, waralaba kerjasama investasi dan waralaba merek dagang.16 Penerapan ini sangat dinamis, dimana penggunaannya sangat bergantung terutama pada jenis usaha dan area.

Kriteria status usaha dapat berubah menjadi waralaba setidaknya harus memenuhi berbagai persyaratan khusus yakni unik, tidak mudah ditiru, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan tipe usaha sejenisnya sehingga konsumen akan selalu mencari produk atau jasa tersebut (repeated order). Mempunyai proven track record atau mempunyai konsep usaha yang telah terbukti berhasil, yang dapat dilihat dari neraca keuangan, citra perusahaan serta produk/jasa yang terjamin. Terwaralaba pun harus pula dituangkan dalam kerangka kerja yang dikenal sebagai Standard Operational Procedure (SOP).

SOP dapat dikatakan jiwa dari kehidupan waralaba. Tanpa SOP yang jelas, mudah dimengerti dan diaplikasikan, kesuksesan waralaba akan sulit tercapai. SOP akan memuat secara detail pedoman pengoperasian suatu usaha, mulai dari suplai bahan baku, manajerial, pelatihan sumber daya manusia, keuangan, marketing dan promosi, sampai pada riset pengembangan usaha. Setiap detail akan dibukukan menjadi manual-manual sesuai dengan segmennya masing-masing. Faktor-faktor

16

Yohanes Heidy Purnama, Epidemi Tren Konsep Bisnis Waralaba,

(33)

yang menjadi persyaratan suatu waralaba seperti yang tersebut diatas umum disebut dengan istilah franchisibility. Oleh karena standarisasi yang cukup tinggi, memberikan keuntungan bagi masyarakat yang ingin membeli waralaba. Banyak peluang bisnis (Business Opportunity-BO) yang mengklaim diri sebagai waralaba, padahal tidak memenuhi persyaratan untuk layak disebut waralaba.

(34)

Risiko bisnis kegagalan waralaba jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsep bisnis lain seperti multi level marketing (MLM), distributor, direct sales business (penjualan langsung) dan berbagai konsep bisnis lain. Risiko kegagalan pemberi waralaba adalah 5%-15%, sedangkan pada bisnis biasa berada di angka lebih dari 65%. Para pengusaha yang telah mantap menjalankan bisnisnya mendapat keuntungan dengan mengkonversi usahanya menjadi waralaba. Walaupun mendapat tambahan tuntutan untuk mempertinggi kualitas bisnis mereka, dampak yang di dapat lebih dari sekedar setara dalam hal membangun image dan brand produk atau jasa mereka.

Biaya pembelian atau penyewaan tempat usaha secara otomatis bukan lagi menjadi tanggung jawab pemberi waralaba. Sebagai contoh suatu toko roti yang sudah terkenal di daerah Makasar akan memerlukan ratusan juta rupiah, bahkan pada kisaran milyaran jika si pemilik ingin membuka 10 cabang di berbagai kota di Indonesia, sedangkan mungkin hanya butuh dana yang tidak besar jika usaha tersebut telah siap diwaralabakan ke berbagai kota. Dalam hitungan bulan berbagai outletnya telah dibangun dan citra produk makin dikenal masyarakat.

(35)

pertumbuhan waralaba lokal, berbagai media bisnis telah banyak mengangkat waralaba sebagai suatu segmen liputan khusus, bahkan sekarang telah terdapat majalah yang hanya khusus mengupas seluk-beluk waralaba secara spesifik.

Perjanjian waralaba termasuk dalam suatu perjanjian yang lazimnya dibuat secara tertulis. Suatu perjanjian adalah peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.17 Hukum perjanjian mengandung hal yang lebih sempit, yakni hanya mengatur tentang ikatan hukum yang berasal dari kesepakatan para pihak. Munir Fuady menyebutkan bahwa perjanjian pada umumnya diartikan mencakup hal-hal tertulis maupun tidak tertulis, sedang istilah kontrak dimaksudkan untuk perjanjian tertulis.18

Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat unsur yaitu sepakat mereka yang mengikat dirinya; kecakapan unruk membuat suatu perikatan; suatu hal terentu; dan suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua mengenai subjeknya atau pihak-pihak yang menentukan dalam perjanjian sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat objektif karena mengenai objek dari suatu perjanjian. Jika syarat objektif tidak terpenuhi maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum, sehingga dianggap dari awal tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Namun dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk

17

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), halaman 1.

18

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: PT Citra

(36)

meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak pernah cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.

Pada dunia bisnis pola hubungan antara para pelakunya senantiasa berorientasi pada dalil-dalil efisiensi, maka dalam merealisasikan hubungannya pun senantiasa dicari bentuk atau model hubungan yang praktis ataupun mampu memenuhi kebutuhan mereka. Sehubungan dengan itu dibutuhkan kerangka yang mampu membingkai dan mewadahi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam berinteraksi, yaitu yang dituangkan ke dalam bentuk perjanjian atau kontrak. Pada dasarnya dalam kontrak inilah para pelaku bisnis menuangkan maksud dan tujuan interaksi diantara mereka.

Perkembangan model kontrak yang tercipta diantara para pihak demikian beragam. Salah satu model kontrak yang berkembang seiring dengan kebutuhan pelaku bisnis modern adalah model kontrak standar/kontrak baku, melalui kontrak standar ini para pihak tinggal mengisi beberapa hal yang mereka sepakati.

(37)

menawar dengan alternatif kemungkinan besar akan menerima konsekuensi kehilangan apa yang dibutuhkan.

Waralaba sebagai suatu perjanjian antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba merupakan perikatan antara dua subjek hukum. Pemberi waralaba dapat merupakan badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan atau menggunakan kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang diberi pemberi waralaba. Perjanjian waralaba dapat dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan sosial dan ekonomi dan dalam rangka pengembangan usaha kecil dan menengah, sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah.

2. Konsepsional

Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan.19

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka

19

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

(38)

konsep merupakan defnisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang lain menentukan adanya hubungan empiris.20

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka diberikanlah pengertian-pengertian dalam rangka menyamakan persepsi yang diuraikan sebagai berikut dibawah ini.

Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha melalui bentuk usaha yang memiliki ciri khas usaha tersendiri dalam kegiatan memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang bergerak dalam bidang usaha atau bisnis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba, si penerima waralaba wajib mematuhi dan mengikuti semua aturan dan ketentuan yang ditentukan oleh si pemberi waralaba dalam menjalankan bidang usaha atau bisnis yang dimiliki oleh si pemberi waralaba melalui suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.

Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.

20

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka

(39)

Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.

Perjanjian Waralaba adalah perjanjian yang diselenggarakan secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan semua gejala dan fakta yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan.21

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Bersifat normatif dikarenakan penelitian ini mempelajari data sekuder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk mengatur perjanjian waralaba. Penelitian ini mempelajari data yang diperoleh langsung dari bahan pustaka atau data sekunder yang kemudian dihubungkan dengan keterangan-keterangan yang diperoleh secara langsung dari informan-informan tersebut (pihak pertama/ PT.Indomarco Prismatama BM Indomaret Suyanto Warsono, Manager Area

21

(40)

Indomaret Windi Yatmiko) dan (Pihak kedua / CV.E.Makmur Dirut Edison Makmur).

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian.

2. Jenis Data a. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari beberapa bahan hokum seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan perundang-undangan, bacaan-bacaan buku literatur dan sumber-sumber bacaan lain yang ada relevansinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba pada umumnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan pada khususnya.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, artikel, opini hukum dari para kalangan ahli hukum dan jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan topik penelitian.

(41)

hukum, ensiklopedia dan lain-lain. Seperti data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari perjanjian waralaba Indomaret antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah/jurnal hukum, koran, artikel online di halaman internet atau sumber lainnya dan melalui penelitian lapangan yakni upaya untuk memperoleh data langsung dari kedua belah pihak antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur guna melengkapi penelitian ini di dalam pengumpulan data.

Alat Pengumpulan Data : a. Studi Dokumen

Studi dokumen yakni mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek telaahan penelitian ini.

b. Wawancara

(42)

waralaba (Direktur CV. E Makmur) agar mendapatkan informasi secara keseluruhan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

4. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.22

Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokkan menurut permasalahan dan selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif dimaksudkan bahwa analisis tidak tergantung dari jumlah data berdasarkan angka-angka melainkan data yang dianalisis menurut norma-norma hukum tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.

22

Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(43)

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (PP Waralaba) yang saat ini menjadi dasar hukum bagi usaha waralaba di Indonesia tidak memberikan pengertian perjanjian waralaba. Maka untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian waralaba akan dilakukan dengan memberi pengertian apa yang dimaksud dengan perjanjian kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan waralaba.

Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh karena itu sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan ini memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam satu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak menerima prestasi tersebut, dan masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih.

(44)

yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang bertimbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi). Oleh karena itu waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba, keduanya memiliki kewajiban untuk prestasi tertentu.

Van Dunne23 menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Definisi ini telah memuat perbuatan hukum meliputi pra kontraktual, tahap kontraktual dan pos kontraktual. Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal24 mengatakan bahwa, kontrak atau perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. Pendapat ini selain mengkaji definisi kontrak, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak.

Black’s Law Dictionary mengatakan bahwa, perjanjian atau kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang menimbulkan kewajiban untuk

23

Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2007), halaman 8.

24

(45)

melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu.25 Menurut Abdul Rasyid Saliman, perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu.26 Pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan berkewajiban untuk menaati dan melakukannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum, dengan demikian perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian perjanjian atau kontrak diatas maka perjanjian atau kontrak adalah hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.

Sehubungan dengan berwirausaha dengan membeli bisnis yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah diIndonesiakan menjadi waralaba. Waralaba berasal dari kata wara artinya lebih dan laba artinya untung. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa.

25

IG Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), halaman 11.

26

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Kencana, 2006),

(46)

Pengertian waralaba menurut doktrin sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharnoko27 bahwa waralaba pada dasarnya adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen.

PP Waralaba dalam Pasal 1 menyebutkan waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa waralaba merupakan salah satu bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang disebut pemberi waralaba memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut penerima waralaba untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh pemberi waralaba yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh penerima waralaba. Pemberian hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perjanjian waralaba adalah suatu bentuk persetujuan tentang hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh pemberi waralaba dimana subyek hukum yang satu berhak atas

27

(47)

prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.

Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain. Hal ini dikarenakan perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh pemberi waralababagi para penerima waralabanya. Dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban penerima waralaba dan pemberi waralaba, misalnya hak teritorial yang dimiliki penerima waralaba, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh penerima waralaba kepada pemberi waralaba, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketentuan lain yang mengatur hubungan antara penerima waralabadengan pemberi waralaba.

(48)

digabungkan dengan kegiatan usaha lainnya (milik penerima waralaba). Ini berarti pemberian waralaba menuntut eksklusifitas dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya noncompetition clause bagi penerima waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian waralabanya berakhir. Jadi dalam hal ini jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk menggunakan suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba termasuk didalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang. Pengertian waralaba (yang umum) ini dibedakan dari waralaba nama dagang yang memang mengkhususkan diri pada perizinan penggunaan nama dagang dalam rangka pemberian izin untuk melakukan penjualan produk pemberi dalam suatu batas wilayah tertentu dalam suatu pasar yang bersifat non-kompetitif. Makna yang terakhir ini menyatakan bahwa pemberian waralaba nama dagang seringkali terikat dengan kewajiban untuk memenuhi persyaratan penentuan harga yang telah ditetapkan dan digariskan oleh pemberi waralaba.

(49)

untuk suatu jangka waktu tertentu, menjalankan usaha, termasuk menjual atau memperdagangkan produk-produk dalam bentuk barang dan jasa, dengan memanfaatkan atau mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual, dengan imbalan dalam bentuk pembayaran royalty, sebagaimana diatur dalam perjanjian waralaba tersebut.

Pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk:28

1. Merek, baik yang meliputi merek dagang maupun merek jasa ataupun indikasi asal (indication of origin) tertentu; dan

2. Suatu bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan lain sebagainya yang bersifat khas yang terkait dengan dan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap output atau produk yang dihasilkan dan selanjutnya dijual, diserahkan atau diperdagangkan dengan mempergunakan merek dagang, merek jasa atau indikasi asal tersebut diatas, yang dinamakan dengan rahasia dagang.

Kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut di atas selalu dan senantiasa terdapat unsur pembeda antara waralaba yang satu dengan waralaba yang lainnya. Unsur pembeda tersebut terletak dalam sifat, bentuk dan jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diwaralabakan.

28

Gunawan Widjaja, Franchise Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:

(50)

Pemberian lisensi merek sudah dengan tegas menyebutkan bahwa merek yang dilisensikan adalah merek yang harus mempunyai perbedaan dengan merek-merek lainnya yang telah terdaftar dan karenanya memperoleh perlindungan hukum. Merek-merek yang tidak terdaftar, selama belum dilakukan pendaftaran oleh pihak lain masih dapat dipergunakan secara bebas, namun dengan batasan bahwa segera setelah merek-merek tersebut telah didaftarkan, maka tidak ada hak lagi bagi pihak lain untuk mempergunakan merek tersebut selain pemilik terdaftar dan mereka yang memperoleh hak lebih lanjut.

Selanjutnya dalam konteks pemberian hak penggunaan rahasia dagang, maka rahasia dagang tersebut haruslah merupakan sesuatu yang unik, yang berbeda dari bentuk-bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan hal-hal yang bersifat khas lainnya, serta memiliki nilai jual secara komersial. Rahasia dagang yang tidak memiliki keunikan tertentu yang dapat dibedakan dari hal-hal sejenisnya atau hanya terdiri dari serangkaian proses dari informasi yang telah tersedia untuk umum dan dapat diselenggarakan, dilaksanakan oleh setiap orang tanpa perlu bantuan atau bimbingan khusus jelas bukanlah rahasia dagang.

(51)

Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusian barang.

Pandangan bahwa dalam waralaba juga terkait dengan pemberian lisensi Hak Kekayaan Intelektual dalam bentuk merek dan rahasia dagang, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kedua Hak Kekayaan Intelektual tersebut, termasuk pemberian lisensinya sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan dan memberikan kepastian dalam berusaha tidak hanya bagi pemberi waralaba melainkan juga penerima waralaba.

Perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam KUH Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena di dalam KUH Perdata ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebasan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata).

(52)

waralabanya mungkin saja menghasilkan output yang dari waktu ke waktu dapat berbeda dengan harapan pemberi waralaba. Homogenitas dalam seluruh rangkaian produksi, mulai dari bahan baku, bahan pembantu, sarana, prasarana dan bentuk-bentuk masukan (input) lainnya, proses, prosedur, keahlian sumber daya manusia yang sepadan hingga hasil akhir (output) berupa produk barang dan atau jasa yang memberikan rasa kepuasan, kenikmatan dan hasil yang sepadan, merupakan sasaran utama dari suatu pemberian waralaba.

Pada prinsipnya penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja dalam pembukaan kantor cabang segala sesuatu didanai dan dikerjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan perluasan usaha tersebut didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan penerima waralaba atas resiko dan tanggung jawabnya sendiri dalam bentuk usaha sendiri, namun sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjuk pemberi waralaba.

(53)

B. Bentuk dan Isi Perjanjian Waralaba 1. Bentuk Perjanjian Waralaba

Bentuk perjanjian/kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.29 Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.

Sehubungan dengan bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba, menentukan bahwa wara

Referensi

Dokumen terkait

Untuk intervensi yang dilakukan hanya memfokuskan pada tindakan keperawatan yaitu penurunan suhu tubuh dimana tujuan ini sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

Proto byl do procesu dolování asocia ních pravidel p idán parametr "CheckFreqSubSets", pomocí kterého se p epíná, jestli má být p ed samotným otestováním množiny na

Dalam melaksanakan aktivitasnya untuk mencapai suatu tujuan perusahaan menghadapi banyak permasalahan, baik yang berasal dari luar perusahaan (faktor ekstern) maupun yang berasal

Faktor-faktor yang mempengaruhi tertundanya pelaksanaan hukuman mati menurut Agus tiyanto adalah terkait dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini pengajuan PK,

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsi di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu- waktu merosotnya persediaan air

Apakah petugas loket menuliskan register pendaftaran dengan lengkap dan merekap register setiap akhir pelayanan5. Apakah diruang loket terpasang SPO dengan lengkap dan mudah

Tujuan dari cafe Ludos adalah sebagai tempat untuk bersantai yang fun dan nyaman dalam berinteraksi sosial, sehingga dapat meningkatkan performa otak dalam meningkatkan

PIHAK PERTAMA wajib melindungi, melepaskan, membela, mengganti rugi dan membebaskan PIHAK KEDUA dan para pekerjanya, termasuk tanggung jawab atas biaya