• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA REPRODUKSI PADA INDUK BABI DI PT MAHARKATA

FARM SUKSES KABUPATEN KARO PROVINSI

SUMATERA UTARA

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(3)

ABSTRAK

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG. Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh SALUNDIK dan R IIS ARIFIANTINI.

Performa reproduksi harus membutuhkan perhatian khusus dari peternak, untuk memperoleh jumlah litter size. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinerja performa reproduksi induk babi. Sebanyak 60 ekor induk babi (40 ekor data sekunder dan 20 ekor data primer diambil secara acak sebagai sampel) PT Maharkata Farm Sukses. Performa reproduksi mengevaluasi umur kawin pertama, litter size dan selang beranak, paritas dan bobot lahir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan tidak berbeda nyata pada umur kawin pertama, jumlah litter size serta selang beranak dari bangsa landrace dan ersilangan landrace yorkshire. Umur kawin pertama adalah sebesar 237.44±33.82 dan 239.95±27.03 hari. Litter size antara 8.72±2.59 dan 7.89±2.37 ekor dari masing-masing anak babi. Selang beranak adalah 151.06±6.30 dan 157.68±20.14 hari. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah paritas dengan litter size serta litter size dengan bobot lahir.

Kata Kunci : performa reproduksi, litter size, umur kawin pertama, paritas, bobot lahir

ABSTRACT

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG. Sow Reproductive Performance at PT Maharkata Farm Sukses Karo Regency North Sumatera Province. Supervised by SALUNDIK and R IIS ARIFIANTINI.

Reproductive performance needs special attention from farmers, in order to increase litter size number. This research aim to study the reproductive performance of sows. Sixty sows (40 heads secondary and 20 heads were primer data randomly used as a sample) belong to PT Maharkata Farm Sukses. The reproductive performance evaluate were age at first mating, litter size and interval between birth (calving interval) parity and birth weight. The result showed that there were no significantly different on the age of the first mating, number of litter size as well as calving interval of landrace and yorkshire landrace cross breed. The age of first mating were between 237.44±33.82 and 239.95±27.03 days. The litter size between 8.72±2.59 and 7.89±2.37 piglet respectively. The calving interval were 151.06±6.30 and 157.68±20.14 days. The result was also found that there were no difference between number of parity with litter size as well as litter size with birth weight.

(4)

4

PERFORMA REPRODUKSI PADA INDUK BABI DI PT MAHARKATA

FARM SUKSES KABUPATEN KARO PROVINSI

SUMATERA UTARA

DANIEL PARAGUSTOMI MANURUNG

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Penelitian : Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara Nama Mahasiswa : Daniel Paragustomi Manurung

NIM : D14114013

Program Studi : Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui oleh

Dr Ir Salundik, MSi Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(6)

6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Performa Reproduksi pada Induk Babi di PT Maharkata Farm Sukses Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Skripsi merupakan salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2013.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Mama serta adik-adik yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material. Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran hingga skripsi ini selesai. Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi selaku dosen pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran hingga skripsi ini selesai dan juga dosen penguji sidang Ir Kukuh Budi Satoto, MSi yang telah memberi masukan dan perbaikannya. Jajaran PT Maharkata Farm Sukses yang telah memberikan bantuan tempat penelitan, tempat tinggal dan dukungannya. Serta seluruh rekan-rekan mahasiswa program Alih Jenis 2011 dan IPTP 47 atas persahabatan, kebersamaan selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014

(7)

DAFTAR ISI

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 3

Keadaan Temperatur ... 3

Manajemen Pemberian Pakan ... 4

Manajemen Perkandangan ... 4

Keadaan Khusus Peternakan ... 5

Manajemen Pengawinan ... 5

Hubungan Paritas dengan Litter size... 10

Hubungan Litter size dengan Bobot Lahir ... 10

Nilai Korelasi Paritas, Litter size dan Bobot Lahir ... 11

SIMPULAN ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

RIWAYAT HIDUP ... 14

DAFTAR TABEL

1 Rataan umur kawin pertama, litter size dan selang beranak 10 2 Hubungan paritas dengan litter size induk babi 10 3 Hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi 11 4 Nilai korelasi paritas, litter size dan bobot lahir 12

DAFTAR GAMBAR

(8)

viii

3 Kandang induk bunting 5

4 Induk babi beranak 5

5 Kandang jantan 5

6 Pengambilan semen jantan 6

7 Pemotongan gigi 7

8 Pemotongan ekor 8

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Populasi ternak babi yang berada di Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan yang terdapat di setiap provinsi. Populasi ternak babi pada tahun 2011 jumlah ternak babi sebesar 7.524.787 ekor ini mengalami kenaikan jika dibandingkan pada tahun 2010 dengan jumlah sebesar 7.476.665 ekor. Tingkat konsumsi daging dari ternak sapi di Indonesia sebesar 0.417 kg kapita-1 tahun-1, ternak ayam sebesar 3.650 kg kapita-1 tahun-1, dan dari ternak babi sendiri pada tahun 2011 sebesar 0.261 kg kapita-1 tahun-1 dalam bentuk daging segar, mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2010 hanya sebesar 0.209 kg kapita-1 tahun-1 (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Kecilnya tingkat konsumsi daging babi karena hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat non muslim, adapun peningkatan tingkat konsumsi daging pada tahun 2011 akibat banyaknya permintaan akan pasokan daging dari ternak babi.

Beberapa alasan mengapa ternak babi dapat dijadikan salah satu penghasil daging karena mudah beradaptasi dengan lingkungan, pakan dapat tersedia di alam, kemampuan berkembang biak yang cepat, dapat beranak dua kali dalam setahun dan sekali beranak dapat menghasilkan jumlah anak yang banyak. Pardosi (2004), menyatakan hal yang penting mengenai ternak babi adalah jumlah anak yang dilahirkan per induk perkelahiran, bobot lahir, jumlah anak lepas sapih, dan bobot sapih anak. Perkawinan antar bangsa dan frekuensi beranak dari induk atau parity atau paritas sangat mempengaruhi hal tersebut.

Performa reproduksi merupakan salah satu yang harus dapat diperhatikan oleh peternak, dengan harapan dapat memperoleh jumlah anak atau litter size lebih banyak. Dari skala peternakan rakyat performa reproduksi merupakan kendala yang banyak terjadi, karena keterbatasan peternak dalam pengetahuan dan penanganan ternak yang baik dalam memperhatikan litter size.

Keberhasilan suatu peternakan babi dipengaruhi oleh faktor bangsa babi yang memiliki sifat mothering ability yang tinggi, kualitas pakan yang bermutu tinggi dan tata laksana atau manajemen pemeliharaan yang baik. Sifat mothering ability dibagi menjadi 2 yaitu rendah dan tinggi. Bangsa babi yang memiliki sifat mothering ability yang rendah adalah berkshire, duroc, hampshire dan poland china, sedangkan bangsa babi yang memiliki sifat mothering ability tinggi adalah landrace dan yorkshire. Peternakan babi skala perusahaan dapat memaksimalkan performa reproduksi ternak ini dengan manajemen yang baik maka dapat menghasilkan litter size yang tinggi. Salah satu ciri manajemen yang baik adalah dilakukan pencatatan (recording) yang baik. Recording dilakukan untuk memonitor peningkatan produktifitas ternak babi, agar dapat mengurangi kegagalan dan menjaga tingkat produktifitas yang tinggi pada ternak.

Tujuan Penelitian

(10)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer yang didapatkan dari data PT Maharkata Farm Sukses, Portibi Lama, Desa Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder dan data primer yang diambil meliputi umur kawin pertama, litter size, paritas, bobot lahir dan selang beranak dengan jumlah ternak babi yang diambil sebanyak 60 ekor babi.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2013 di Peternakan Babi PT Maharkata Farm Sukses, Portibi Lama, Desa Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Jarak lokasi peternakan dari Kecamatan ± 9 km, ke Kabupaten ± 42 km dan ke Ibukota Provinsi ± 117 km. Tempat penelitian terletak pada ketinggian 800 m dari permukaan laut.

Metode

Objek yang dipelajari dari penelitian ini adalah 60 ekor babi, berupa data sekunder perusahaan 40 ekor dan 20 ekor data primer secara acak pada saat penelitian berlangsung. Alat-alat yang digunakan pada penelitian lapang ini adalah alat tulis, Termohygrometer (Matsutek) pada Gambar 1a, meteran (RFF 5M/16FT), timbangan (Graduation kapasitas 10 kg) pada Gambar 1b dan kamera (Sony cyber-shot 14.1 MP).

Gambar 1 Termohygrometer (a) dan timbangan (b)

Pencatatan temperatur dan kelembaban dilakukan dalam 1 minggu dengan pada saat penelitian berlangsung menggunakan termohygrometer yang

(11)

terdapat di dalam kandang. Pengambilan data dilakukan pagi pada pukul 08.00 WIB, siang pada pukul 14.00 WIB dan sore pada pukul 16.00 WIB.

Analisis Data

Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji T, dan korelasi. Analisis deskriptif ini menggunakan data sekunder dan primer dari perusahaan yang mendukung objek yang diteliti. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan keadaan umum lokasi penelitian, keadaan temperatur dalam kandang, manajemen pemberian pakan, manajemen perkandangan dan informasi mengenai performa reproduksi induk babi.

Uji T digunakan untuk membandingkan antara bangsa yang dilihat dari umur kawin pertama, litter size dan selang beranak pada penelitian ini. Analisis korelasi digunakan sebagai penarikan hubungan yang terjadi antara hubungan paritas dengan litter size anak babi dan hubungan antara bobot lahir dengan litter size anak babi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Populasi ternak yang dimiliki perusahaan pada saat penelitian adalah sebanyak 12.469 ekor. Populasi tersebut terdiri dari 429 ekor calon induk, 1.170 ekor induk bunting, 251 ekor induk melahirkan, 47 ekor pejantan dan 28 ekor calon pejantan, 2.125 ekor anak babi fase pre-starter, 3.398 ekor anak babi fase starter, 4.360 ekor anak babi grower dan 661 ekor babi fase finisher. Bangsa yang dipelihara di perusahaan adalah landrace, yorkshire, dan pietrain dengan betina yang dipakai sebagai induk diambil dari bangsa landrace dan yorkshire sedangkan pejantan yang digunakan adalah pejantan dari bangsa landrace, yorkshire, duroc dan petrain.

Keadaan Temperatur

Selama penelitian berlangsung, rataan temperatur pada pagi, siang dan sore hari adalah 20.3 oC, 27.8 oC dan 26.6 oC, sedangkan kelembaban pada pagi, siang dan sore hari adalah 56.8%, 44.3% dan 46.8% (Gambar 2). Temperatur yang ideal menurut Sihombing (2006), berkisar antara 20-26 oC dengan kelembaban dalam kandang 30%-70%.

(12)

4

Gambar 2 Keadaan temperatur selama penelitian

Manajemen Pemberian Pakan

Pemberian pakan di perusahaan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul 15.30 WIB. Pemberian pakan diberikan kepada babi yang bunting, induk babi yang berada di kandang beranak sampai disapih dan untuk pejantan. Babi bunting diberikan pakan pada pagi dan sore hari sebanyak 2.5 kg, induk babi yang berada di kandang sampai disapih diberikan pakan pada pagi dan sore sebanyak 5.5 kg dan pemberian untuk pejantan diberikan sebanyak 5 kg. Pemberian pakan babi bunting diberi lebih sedikit daripada babi tidak bunting bertujuan untuk mengatasi kesulitan dalam proses melahirkan yang dapat mengakibat induk terlalu gemuk dan dapat mengurangi perolehan jumlah anak babi yang diharapkan, sedangkan peningkatan pemberian pakan dapat diberikan pada akhir periode kebuntingan dengan tujuan menjamin pertumbuhan fetus yang baik sehingga meningkatkan produksi susu dan memperbaiki kondisi tubuh induk pasca melahirkan.

Pakan tambahan pada anak babi umur 10 hari diberikan 1/3 dari pakan induk yang bertujuan dalam peningkatan pertumbuhan bobot badan anak babi pada saat disapih (Sihombing 2006), dengan pemberian sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat yang terdiri dari jagung, dedak, bungkil kedele, bungkil kelapa, garam, minyak goreng, indomie, gandum digunakan pada saat apabila jagung tidak tersedia, tepung batu, Dl-Methionin, calvimix, lysine, sulfadiazine, trimethopin dan lyncospectine. Pemberian pakan untuk induk bunting dan induk beranak tidak diberikan penambahan mie instan di dalam pakan, sedangkan untuk anak periode starter, grower dan finisher diberikan penambahan indomie pada pakan. Adapun harapan penambahan indomie dalam pakan adalah sebagai penambahan protein yang kurang di dalam nutrisi pakan.

Manajemen Perkandangan

Sistem perkandangan untuk babi bunting berupa kandang individu dengan bentuk baterai dengan ukuran 1.81 x 0.57 x 1.06 m beralaskan lantai (Gambar 3). Babi yang akan beranak disiapkan pada kandang khusus (farrowing crate)dengan ukuran 2.80 x 2.10 x 1.00 m dan tempat anak dengan ukuran 1.40 x 0.47 x 0.50 m dengan pemanas atau brooder menggunakan lampu pijar 50 watt dan berbentuk box yang beralaskan besi serta diberikan tempat pakan atau self feeder (Gambar 4)

(13)

Gambar 3 Kandang induk bunting Gambar 4 Induk babi beranak

Babi jantan dipelihara dalam kandang individu dengan ukuran 3.31 x 1.86 x 1.07 m dengan beralaskan lantai (Gambar 5). Keseluruhan kandang dilengkapi dengan tempat minum yang dibuat persegi panjang dan berbentuk nipple.

Gambar 5 Kandang jantan

Keadaan Khusus Peternakan

Manajemen Pengawinan

Peternakan babi PT Maharkata Farm Sukses menerapkan sistem pengawinan dengan metode inseminasi buatan (IB), pengawinan dilakukan pada pagi hari pada pukul 08.00 dan sore hari pada pukul 15.30 WIB bersamaan dengan pemberian pakan. Frekuensi pengawinan dilakukan sebanyak tiga kali pada periode berahi, hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah sel telur yang akan dibuahi. Sebenarnya frekuensi pengawinan dengan IB cukup dilakukan dua kali dengan selang 16 sampai 24 jam (Ardana dan Putra 2008) akan diperoleh hasil yang baik. Untuk meningkatkan keberhasilan pengawinan dapat dilakukan pada hari pertama berahi dan 24 jam kemudian (Sihombing 2006).

(14)

6

Koleksi semen babi dilakukan dengan teknik massage (pemijatan) pada bagian penis. Babi jantan dibiarkan mendekati dan menaiki dummy sow, babi jantan yang sudah terlatih akan menaiki dummy sow tersebut. Pada saat babi jantan telah menaiki dummy sow selanjutnya kolektor semen menarik penis keluar dan memijatnya dengan tekanan tertentu (dibutuhkan pegalaman). Penis yang sudah keluar dari preputium dibilas menggunakan aquades untuk membersihkan kotoran atau bulu-bulu yang melekat pada penis (Gambar 6).

Babi mempunyai karakteristik semen yang berbeda dengan ternak lainnya, dengan volume yang sangat banyak dan konsentrasi sperma yang rendah. Di dalam semen babi juga terkandung gel (gelatin) sehingga untuk mencegah gel tersebut bercampur dengan semen pada gelas ukur penampung semen diberi kain kasa. Volume semen dari pejantan biasanya antara 200 sampai 300 cc. Segera setelah koleksi semen dievaluasi di bawah mikroskop untuk melihat pergerakannya. Jika sperma menunjukkan kualitas yang baik maka dilakukan dengan mengencerkan semen yang mengandung glukosa dengan merek dagang MIII (Minitub®). Pejantan yang diambil semennya harus dalam kondisi yang sehat dan untuk menjaga kesehatannya setelah dikoleksi semennya, pejantan tersebut diberi vitamin dengan dosis 7 cc.

Gambar 6 Pengambilan semen jantan

Seperti pada babi jantan, babi betina yang akan diinseminasi juga harus dalam kondisi sehat, sebab induk menyusui dalam pemeliharaan dan pemberian pakannya kurang baik akan cepat menjadi kurus, apalagi bila jumlah anaknya cukup banyak (Asih 2003). Untuk menerapkan pengawinan dengan inseminasi buatan, peternak atau perusahaan harus menguasai fisiologi reproduksi betina, termasuk diantaranya pengamatan siklus birahi. Siklus birahi umumnya terbagi atas empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Sihombing 2006). Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu fase pertumbuhan folikel de Graaf yang dipengaruhi oleh Follicle-Stimulating Hormone (FSH), folikel de Graaf tersebut menghasilkan sejumlah estradiol. Fase ini akan terjadi selama 3-4 hari. Setelah proestrus akan diikuti oleh estrus yang berlangsung selama 2-3 hari, pada periode ini betina reseptif terhadap pejantan. Periode ini lebih singkat pada babi dara jika dibandingkan dengan babi induk. Pada periode estrus ini terjadi pelepasan telur yang dinamakan ovulasi selama 6 sampai 12 jam. Kejadian ovulasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, pubertas dan umur induk.

(15)

Metestrus adalah periode setelah ovulasi atau setelah fase estrus, corpus luteum terbentuk dalam setiap folikel yang pecah pada waktu 6-8 hari. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron suatu hormon yang menghambat produksi FSH dan perkembangan folikel yang dihasilkan oleh corpus luteum. Selama fase metestrus, biasanya babi betina akan menolak pejantan dan terjadi ovulasi. Diestrus adalah periode akhir dan terlama siklus birahi, dan akan masuk periode siklus estrus berikutnya.

Manajemen Partus

Induk babi yang akan beranak dipindahkan ke dalam kandang beranak sekitar 1-2 minggu sebelum melahirkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelahiran di kandang individu yang kondisi tempat kurang steril. Tujuan lainnya adalah untuk menghindari terjadinya stress sebelum melahirkan yaitu cekaman akibat perubahan dari lingkungan yang baru. Tanda-tanda yang terjadi pada babi yang akan melahirkan adalah gelisah, nafsu makan menurun, vulva merah dan bengkak serta mengeluarkan cairan lendir dan air susu dapat keluar apabila puting ditekan. Induk-induk yang sudah terlambat waktu beranaknya maka dilakukan penyuntikan lytalyse dengan dosis 2 cc disuntik di bagian vulva dan oxitocin dengan dosis 4 cc secara intramuscular pada bagian bawah telinga, dengan tujuan agar mempercepat proses kelahiran dan juga membantu induk yang mengalami kesulitan beranak.

Penanganan awal yang dilakukan pada anak babi setelah lahir adalah dengan pembersihan lendir pada badan dengan menaburkan bubuk mistar pada seluruh badan kemudian memasukkan ke dalam box sementara. Pemotongan tali pusar dilakukan segera setelah anak babi dilahirkan dan memberikan penyuntikan iron dextran dan sulfa dengan dosis 0.5 cc dan 1 cc. Anak babi langsung didekatkan dengan induk agar dapat memperoleh air susu. Anak babi yang baru lahir memerlukan temperatur yang hangat sekitar 35 oC. Pemanasan digunakan untuk mencegah kedinginan dan menurunkan mortalitas anak babi yang baru lahir. Untuk menghindari luka pada puting induk saat menyusu dan luka akibat perkelahian antar anak, maka dilakukan pemotongan gigi (Gambar 7) selain pemotongan gigi, juga dilakukan pemotongan ekor (Gambar 8) hal ini dilakukan untuk mencegah anak babi menggigit ekor anak babi lain yang dapat menyebabkan pendarahan serta untuk menjaga kesehatan dan kebersihan.

(16)

8

Gambar 8 Pemotongan ekor

Anak babi jantan yang tidak digunakan sebagai calon pejantan dapat dilakukan kastrasi, kastrasi tersebut dilakukan pada anak umur 9 hari hal ini sesuai pendapat Sihombing (2006), agar kastrasi pada anak babi sebaiknya dilakukan sebelum umur 10 hari. Untuk mencegah terjangkit penyakit hog cholera dilakukan vaksinasi pada anak babi umur 14 hari. Vaksin diberikan dengan dosis 2 cc, disuntikan intramuskuler di bawah telinga atau pada bagian tengah leher.

Mortalitas

Tingkat kematian anak babi baru lahir sangatlah beragam, penyebab matinya anak babi dapat terjadi pada saat lahir 47%, keadaan anak babi lemah 12%, tertindih atau terjepit oleh induk babi 12% dan penyakit 6 %. Menurut Sihombing (2006), penyebab kematian terbesar pada anak babi baru lahir adalah kelaparan, tertindih, lemas lahir, genetik, penyakit. Persentase mortalitas anak baru lahir pada saat penelitian sebesar 3.01%.

Mortalitas prasapih dapat terjadi akibat kedinginan, lemas serta sulit mendapatkan air susu dari induk sehingga anak mati. Mortalitas anak babi prasapih terjadi pada saat penelitian disebabkan oleh tertindih induk, penyakit dan lingkungan. Adapun persentase mortalitas anak babi prasapih sebesar 11.38%.

Reproduksi Babi

Umur Kawin Pertama

Peningkatan nilai reproduksi pada induk babi dapat diambil dari umur kawin pertama, dengan capaian umur dan bobot badan yang sesuai harapan yang ditetapkan oleh perusahaan. Normalnya ternak babi dara kawin pada umur 220 hari saat bobot badan mencapai 114 kg (Sihombing 2006). Menurut Tantasuparuk et al. (2004), umur kawin pertama pada bangsa landrace adalah 244 hari dengan bobot badan 138 kg sedangkan untuk yorkshire adalah 249 hari dengan bobot

(17)

badan 136 kg. Pada peternakan babi tempat penelitian dilakukan, umur kawin pertama pada bangsa landrace dan persilangan landrace dengan yorkshire tidak berbeda (P>0.05). Umur kawin pertama landrace adalah 237.44±33.82 hari dan persilangan landrace yorkshire adalah 239.95±27.03 hari (Tabel 1). Umur kawin pertama kedua bangsa babi tersebut lebih lambat dibandingkan umur kawin pertama menurut Sihombing (2006), hal ini disebabkan olehdewasa kelamin yang terlambat, calon induk yang kurang baik dan bobot badan kurang.

Kawin pertama yang lambat pada perusahaan ini, terjadi akibat pemilihan calon induk yang salah, babi dara belum menunjukkan dewasa kelamin. Untuk mempercepat umur kawin pertama dapat dilakukan perbaikan manajemen pakan terutama pada babi dara pra pubertas. Untuk memperoleh performa reproduksi yang maksimal, ransum harus mengandung cukup energi, protein, vitamin dan mineral (Sihombing 2006). Hasil rataan dari umur kawin pertama dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil analisis perbandingan dengan uji T pada parameter umur kawin pertama pada bangsa landrace dan persilangan landrace yorkshire pada taraf (P>0.05) menunjukkan tidak berbeda nyata, karena nilai uji T pada umur kawin pertama sebesar 0.78.

Litter size

Menurut Tantasuparuk et al. (2004), faktor manajemen dan lingkungan kandang dapat menentukan jumlah litter size, karena pada daerah beriklim tropis ukuran litter size akan rendah bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang. Litter size merupakan efek dari hasil fertilitas induk dengan pejantan serta sistem manajemen kontrol yang baik pada perkawinan dan saat pemeliharaan. Lawlor dan Lynch (2007), menyatakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi ukuran litter size adalah genetika, manajemen, panjang laktasi, distribusi paritas, penyakit, tingkat stresss dan kesuburan babi.

Litter size pada sekelahiran adalah 6-12 ekor anak babi (Sihombing 2006), sedangkan litter size bangsa landrace dan yorkshire minimal 10 ekor (SNI 2013). Pada penelitian ini, rataan litter size bangsa landrace dan persilangan landrace yorkshire adalah 8.72±2.59 ekor dan 7.89±2.37 ekor (Tabel 1). Pada taraf (P>0.05) dari perbandingan parameter litter size menunjukkan tidak berbeda nyata antara litter size terhadap bangsa babi, dengan nilai uji T adalah 0.26.

Selang Beranak

Selang beranak atau calving interval merupakan selang masa laktasi ditambah masa kering atau periode kosong ditambah masa kebuntingan ternak. Panjang pendeknya selang beranak merupakan gambaran dari fertilitas ternak. Selang beranak yang pendek dapat menyebabkan jumlah anak yang dilahirkan pada periode produktif menjadi lebih banyak, selang beranak pada skala industri adalah 150-181 hari (Tapolaga 2011).

(18)

10

kedua bangsa babi masuk pada periode yang produktif. Hasil rataan dari selang beranak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan umur kawin pertama, litter size dan selang beranak Parameter Landrace Persilangan

Landrace x Yorkshire Umur Kawin Pertama (hari) 237.44 ±33.82 239.95±27.03 Litter size (ekor) 8.72 ± 2.59 7.89± 2.37 Selang Beranak (hari) 151.06 ± 6.30 157.68±20.14

Hubungan Paritas dengan Litter size

Penelitian ini litter size meningkat dari paritas pertama sampai paritas delapan. Tabel 2 memperlihatkan peningkatan jumlah litter size dari paritas pertama (7.95±2.41) ke paritas kedua (8.73±2.21) dan seterusnya. Hal ini terjadi karena pada paritas pertama induk masih dara sehingga jumlah telur yang diovulasikan masih sedikit dan kemampuan induk mengandung masih sedikit. Pada paritas berikutnya induk sudah mampu menghasilkan anak babi yang lebih banyak.

Gordon (2008), menyatakan bahwa litter size dipengaruhi oleh umur induk, bangsa dan paritas. Milligan et al. (2002), menyatakan bahwa paritas memberikan pengaruh besar dan menunjukkan tingginya variasi rata-rata hidup anak babi paritas pertama dan berikutnya. Menurut Lawlor dan Lynch (2007), kelahiran pertama ke kelahiran kedua ukuran litter akan meningkat, ketiga dan keempat jumlah anak cenderung meningkat dan akan mencapai puncak, kemudian stabil sampai kelahiran yang ketujuh dan akan menurun selanjutnya.

Penyebab terjadinya penurunan adalah induk babi mengovulasi lebih banyak ovum daripada babi dara (Sihombing 2006). Kapasitas induk untuk menampung fetus yang dikandung berbanding lurus dengan jumlah anak yang dilahirkan. Hasil hubungan paritas dengan litter size dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hubungan paritas dengan litter size induk babi Paritas ke- Jumlah Litter size (ekor) rataan±SD

1 55 7.95±2.41

Hubungan Litter size dengan Bobot Lahir

(19)

lahir sangat bervariasi, sesuai dengan pernyataan Sihombing (2006) rataan bobot lahir anak babi antara 1.09 sampai 1.77 kg. Menurut Clowes et al. (2007) berdasarkan litter size babi dibagi menjadi tiga katagori, katagori litter size sedikit (5-12 ekor), litter size sedang dengan jumlah anak 13-15 ekor dan yang dengan jumlah anak yang banyak lebih dari 16 ekor termasuk didalamnya anak babi yang mati telah mengalami mumifikasi. Berdasarkan Clowe et al. (2007), babi yang ada dipeternakan ini digolongkan pada litter size kecil dan sedang karena hanya menghasilkan anak maksimal 13 ekor.

Foxcroft et al. (2006), menyatakan terdapat 2 faktor utama yang mengakibatkan kemungkinan atau kejadian bobot lahir rendah yaitu kapasitas rahim dan nutrisi rahim yang kurang. Bobot lahir anak babi sangat beragam untuk setiap kelahiran, induk babi dapat menghasilkan anak 6-12 ekor perkelahiran. Jumlah anak sekelahiran yang sedikit akan meningkatkan bobot lahir dan sebaliknya jumlah anak babi yang banyak maka akan menurunkan bobot lahirnya (Gordon 2008). Menurut Tantasuparuk et al. (2005), litter size ditentukan oleh tingkat ovulasi, tingkat fertilitas dan tingkat kelangsungan hidup fetus. Hasil hubungan litter size dengan bobot lahir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi Jumlah Induk

(ekor) Litter size Bobot Lahir Anak (kg)

2 3 1.63±0.37

Nilai Korelasi Paritas, Litter size dan Bobot Lahir

Secara deskriptif jumlah anak babi meningkat seiring dengan bertambahnya paritas induk, peningkatan jumlah anak terlihat dari paritas pertama sampat paritas kedelapan, kemudian menurun pada paritas berikutnya (Tabel 2). Penurunan tersebut terjadi salah satunya akibat jumlah ovulasi dari induk yang semakin menurun. Secara statistik hubungan antara paritas dengan litter size menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0.112 (P-Value 0.402) dengan koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa paritas hanya mempengaruhi litter size sebesar 1.3%, sedangkan 98.7% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Hasil ini berbeda dengan laporan dengan Babot et al. (2003), bahwa litter size pada paritas pertama berkorelasi positif dengan umur kawin pertama walaupun pada paritas selanjutnya tidak menunjukkan hasil yang sama.

(20)

12

korelasi sebesar r = 0.026 (P-Value 0.847). Menurut Wahyuningsih et al. (2012), bobot lahir lebih dipengaruhi oleh faktor induk yaitu kapasitas uterus dan kemampuan induk memelihara anak setelah lahir.

Hasil analisis korelasi hubungan litter size dengan bobot lahir anak babi diperoleh nilai koefisien korelasi negatif sebesar -0.197 (Tabel 4), yang dapat diartikan bahwa setiap peningkatan litter size maka bobot lahir anak babi akan menurun (P-Value 0.070). Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat keeratan yang rendah antara litter size dengan bobot lahir anak babi.

Tabel 4 Nilai korelasi paritas, litter size dan bobot lahir

Paritas Litter size Bobot Lahir

Paritas - 0.112

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa performa reproduksi ternak babi pada PT Maharkata Farm Sukses berdasarkan umur kawin pertama, litter size dan selang beranak sudah baik. Jumlah paritas tidak mempengaruhi litter size dan litter size tidak mempengaruhi bobot lahir.

SARAN

Untuk mempercepat umur pertama kawin, dapat dilakukan dengan meningkatkan manajemen terutama pakan pada babi dara pra pubertas.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana IB, Putra DKH. 2008. Manajemen reprodukasi, produksi dan penyakit. denpasar (ID): Udayana University Pr.

Asih RS. 2003. Produksi ternak babi. Laporan teaching grant. Mataram (ID): Departemen Pendidikan Nasional Universitas Mataram.

Babot D, Chavez ER, Noguera JL. 2003. The effect of age at the first mating and herd size on the lifetime productivity of sows. Anim Res. 52 (2003) 49-64. Belstra BA. 2003. Parity associated changes in reproductive performance:

(21)

http://www.ncsu.edu/project/swine xtension/swinereports/2003/belstra.html

Clowe E, Gamroth A, Young M, Duggan M, Patience J, Goonewardene L. 2007. Litter size and parity affect sow performance. Advance in Pork Production. Vol 18 Tersedia pada http://www. banffpork.ca/proc/2007pdf/ A3 - Clowes.pdf [20 Desember 2013]

[Dirjen]Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012. Jakarta (ID): CV. Alnindra Dunia Perkasa.

Foxcroft GR, Dixon WT, Novak S, Putman CT, Town SC, Vinsky MDA. 2006. The biological basis for prenatal programming of postnatal performance in pigs. J. Anim Sci. 84 (E. Suppl.): E105-E112.

Proceedings of National Swine Improvement Federation Annual Meeting, Nashville, Tunisia (TN).

Hughes PE, Varley MA. 2003. Lifetime performance of the sow. Dalam : J. Wiseman, M. A. Varley, B. Kemp (Editor). England (GB): The Cromwell Pr, Trowbridge.

Lawlor PG, Lynch PB. 2007. A review of factors influencing litter size in irish sows. J. Irish Vet. 60 (6) : 359-366.

Milligan BN, Fraser D, Kramer DL. 2002. Within-litter birth weight variation in the domestic pig and its relation to pre-weaning survival, weight gain, and variation in weaning weights. Liv Prod Scie. 76 : 181-191.

Pardosi U. 2004. Pengaruh perkawinan antara tiga bangsa babi terhadap prestasi anak dari lahir sampai dengan sapih di PT. Mabarindo Sumbul Multifarm [Tesis]. Semarang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Sihombing DTH. 2006. Ilmu ternak babi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

University Pr.

Tantasuparuk W, Techakumphu M, Dornin S. 2005. Relationships between ovulation rate and litter size in purebred Landrace and Yorkshire gilts. Ther 63: 1142-1148.

Tapolaga PR, Tapolaga D, Neagu I, Iancu AI, Paraschivescu MTH, Chisa E. 2011. Researches concerning swine artificial insemination economic efficiency in a private production unit. Vol. 55 Tersedia pada http://www.uaiasi.ro/revita_zoo/ro/documente/Pdf_Vol_55/P.R_Tapaloaga [20 Desember 2013]

(22)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada tanggal 31 Juli 1990. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak P Manurung dengan Ibu L Br Simarmata.

Tahun 1996 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Sint Santo Yoseph Tigabinaga dan pindah sekolah pada tahun 1998 ke Sekolah Dasar Sint Santo Yoseph Kabanjahe dan lulus pada tahun 2002. Melanjutkan kembali ke jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Kabanjahe, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) 2 Kabanjahe, Kabupaten Karo dan lulus pada tahun 2008.

Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada Program Keahlian Teknologi dan Manjemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 dan diterima melalui jalur Undengan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2011 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan diploma dan memperoleh gelar Ahli Madya Peternakan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknolgi Peternakan melalui Program Alih Jenis Pendidikan IPB yang diselenggarakan Fakultas Peternakan IPB. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis berpartisipasi sebagai asisten praktikum. Penulis juga aktif di Persekutuan Oikumene Protestan dan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan IPB.

Gambar

Gambar 1 Termohygrometer (a) dan timbangan (b)
Gambar  2  Keadaan temperatur selama penelitian
Gambar  3  Kandang induk bunting
Gambar   7 Pemotongan gigi
+4

Referensi

Dokumen terkait