LAPORAN TAHUN I
PENELITIAN HIBAH BERSAING
PEMANFAATAN ABU TERBANG UNTUK
MENGURANGI LIMBAH TERBUANG PLTU DENGAN
TEKNOLOGI
HIGH VOLUME
FLY ASH
(
HVFA
)
CONCRETE
Tahun ke-1 dari rencana 3 tahun
Tim Peneliti
Ketua
: Mochamad Solikin (0617127201)
Anggota
: Budi Setiawan (0622056901)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
November, 2014
Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan Hibah Penelitian nomor:
iii | P a g e
Daftar Isi
HALAMAN PENGEHAHAN ... ii
Daftar Isi ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
Ringkasan ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan masalah ... 3
1.3. Tujuan penelitian ... 3
1.4. Manfaat khusus penelitian. ... 3
1.5. Keutamaan penelitian ... 4
1.6. Luaran penelitian. ... 4
II. TINJAUAN PUHTAKA ... 5
2.1. Pustaka yang relevan ... 5
2.2. Htudi pendahuluan ... 7
2.3. Fly ash/ abu terbang ... 8
2.4. Beton ... 10
2.5. Peta jalan penelitian (road map research) ... 12
III. TUJUAN DAM MANFAAT PENELITIAN ... 14
3.1. Tujuan penelitian ... 14
3.2. Manfaat khusus penelitian. ... 14
IV. METODE PENELITIAN ... 15
4.1. Pendahuluan ... 15
4.2. Uraian penelitian tahun pertama ... 16
4.3. Lokasi penelitian ... 18
4.4. Bahan penelitian ... 18
9. Air kapur ... 22
4.5. Peralatan penelitian ... 22
4.6. Pengujian agregat yang digunakan dalam penelitian ... 28
3.6.1. Pengujian Agregat Halus ... 28
3.6.2. Pengujian Agregat kasar ... 32
4.7. Pembuatan dan perawatan beton ... 34
iv | P a g e
4.9. Ringkasan standar penelitian ... 43
V. HAHIL PENELITIAN ... 44
4.1. Hasil analisa material ... 44
4.1.1. Hasil analisa semen portland ... 44
4.1.2. Hasil analisa fly ash... 44
4.1.3. Hasil analisa agregat halus ... 45
4.1.4. Hasil analisa agregat kasar ... 47
4.2. Hasil rancangan campuran beton ... 49
4.3. Hasil pengujian sifat mekanik beton ... 50
4.3.1. Pengujian Kuat tekan beton ... 50
4.3.2. Pengujian Kuat tarik belah beton ... 53
4.3.3. Pengujian Kuat lentur beton ... 55
4.4. Hasil pengujian durabilitas beton ... 57
4.4.1. Pengujian berat volume beton ... 57
4.4.2. Pengujian serapan air beton ... 58
4.4.3. Pengujian perendaman beton dengan air garam ... 60
4.4.4. Pengujian perendaman beton dengan larutan asam sulfat ... 61
VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ... 64
6.1 Data hasil penelitian tahun pertama ... 64
6.2 Rencana penelitian tahun kedua ... 64
VII. KEHIMPULAN DAN HARAN ... 65
7.1. Kesimpulan ... 65
7.2. Haran ... 66
DAFTAR PUHTAKA ... 68
Lampiran Peratalatan/prasarana yang diperlukan dalam penelitian ... 70
Lampiran Husunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan Pembagian Tugas ... 71
LAMPIRAN RANCANGAN CAMPURAN BETON ... 72
HAHIL PENGUJIAN FLY ASH ... 82
Lampiran publikasi Jurnal Internasional ... 93
v | P a g e
DAFTAR TABEL
Tabel II-1 Senyawa Kimia pada Fly ash ... 8
Tabel II-2 Kelebihan dan kekurangan beton ... 10
Tabel IV-1 Matrix benda uji penelitian tahun pertama ... 17
Tabel IV-2 Persen Butir Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 20 mm ... 32
Tabel IV-3 Gradasi agregat kasar (SNI 03-2834-2000) ... 33
Tabel IV-4. Nilai faktor k ... 34
Tabel IV-5 Nilai deviasi standar (S) (Wuryati, 2001) ... 34
Tabel IV-6 Penetapan nilai slump adukan beton ... 35
Tabel IV-7 Perkiraan kadar air bebas yang dibutuhkan untuk beberapa tingkat kemudahan pengerjaan beton ... 36
Tabel IV-8 Standart Penelitian ... 43
Tabel V-1 Hasil analisa fly ash ... 44
Tabel V-2 Hasil Pengujian Agregat Halus ... 45
Tabel V-3 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus ... 46
Tabel V-4 Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 47
Tabel V-5 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar ... 48
Tabel V-6 Rancangan campuran beton ... 50
Tabel V-7 Analisis Perhitungan Kuat Tekan Beton Normal ... 50
Tabel V-8 Analisis Perhitungan Kuat Tekan Beton yang Dicampur dengan Fly ash dari PLTU Jepara ... 50
Tabel V-9 Analisis Perhitungan Kuat Tekan Beton yang Dicampur dengan Fly ash yang berasal dari UD Sinar Mandiri Mojosongo ... 51
Tabel V-10 Analisis Perhitungan Kuat Tarik Belah Beton ... 53
Tabel V-11 Analisis Pengujian Kuat lentur Beton ... 55
Tabel V-12 Analisis Berat Isi Beton ... 57
Tabel V-13 Analisis Serapan Air Beton ... 58
vi | P a g e
DAFTAR GAMBAR
Gambar II-1 Perbedaan bentuk partikel fly ash dan slag ... 6
Gambar II-2 peta jalan penelitian... 13
Gambar IV-1Rencana tahapan penelitian ... 15
Gambar IV-2 Urutan kegiatan penelitian tahun I ... 16
Gambar IV-3 Semen Portland jenis PPC merk Semen Gresik ... 18
Gambar IV-4 Pasir untuk penelitian ... 19
Gambar IV-5 Kerikil ... 20
Gambar IV-6 Fly ash ... 21
Gambar IV-7 Asam Sulfat ... 21
Gambar IV-8 Garam ... 21
Gambar IV-9 Begisting/ cetakan beton ... 22
Gambar IV-10 Gelas ukur dalam penelitian ... 23
Gambar IV-11 Timbangan ... 23
Gambar IV-12 Ayakan ... 24
Gambar IV-13 Mesin penggetar ... 24
Gambar IV-14 Kerucut Abram’s... 25
Gambar IV-15 Oven ... 25
Gambar IV-16 Desicator ... 26
Gambar IV-17 Molen pengaduk beton ... 26
Gambar IV-18 Bak perendaman ... 27
Gambar IV-19 Hydraulic testing machine ... 27
Gambar IV-20 Cetok ... 28
Gambar IV-21 Gelas ukur ... 28
Gambar IV-22 Grafik untuk menentukan factor air semen ... 35
Gambar IV-23 Grafik untuk menentukan prosentase agregat halus (Wuryati, 2001)... 37
Gambar IV-24 Pencetakan benda uji ... 38
Gambar IV-25 Perawatan benda uji ... 38
Gambar IV-26 Uji kuat tekan pada kubus ... 40
Gambar IV-27 Uji kuat tarik pada silinder ... 40
Gambar IV-28 Uji kuat lentur pada balok ... 41
Gambar IV-29 Uji serapan air beton ... 43
Gambar V-1 Grafik hubungan antara ukuran ayakan dan presentase lolos komulatif ... 46
Gambar V-2 Ayakan dan pasir... 47
Gambar V-3 Ayakan dan pasir... 48
Gambar V-4 Grafik hubungan antara ukuran ayakan dan presentase lolos komulatif ... 49
Gambar V-5 Pengujian kuat tekan beton ... 52
Gambar V-6 Grafik hubungan rata-rata kuat tekan beton dengan umur beton ... 52
Gambar V-7 Diagram hasil rata-rata kuat tarik belah beton ... 54
Gambar V-8 Grafik hasil rata-rata kuat lentur beton ... 56
Gambar V-9 Pengujian kuat lentur beton ... 56
Gambar V-10 Diagram hasil rata-rata berat isi beton ... 58
vii | P a g e
Gambar V-12 Hubungan antara kuat tekan rata-rata dengan variasi bahan tambah fly ash pada
perendaman air garam ... 61 Gambar V-13 Hasil pengujian kuat tekan rata-rata beton pada perendaman air sulfat. ... 62 Gambar V-14 Hubungan antara kuat tekan rata-rata dengan variasi bahan tambah fly ash pada
viii | P a g e
Ringkasan
Penelitian tentang Peningkatan Pemakaian Abu Terbang untuk Mengurangi Limbah Terbuang PLTU dalam Pembuatan High volume Fly ash (HVFA) Concrete memiliki tujuan jangka panjang yaitu mengurangi permasalahan limbah batu bara dan mengurangi pencemaran emisi gas rumah kaca dengan menurunkan pemakaian semen dalam pembuatan beton. Selain itu penelitian ini akan bermanfaat meningkatkan durabilitas beton karena sifat abu terbang yang telah terbukti meningkatkan durabilitas beton.
Upaya peningkatan pemakaian abu terbang menggunakan teknologi High volume Fly ash (HVFA) Concrete dimana 50% bahan pengikat/ semen digantikan oleh abu terbang sehingga secara signifikan meningkatkan pemakaian abu terbang. Keunggulan HVFA concrete adalah, dalam pembuatan beton menggunakan cara yang identik dengan beton normal. Berdasarkan literatur HFVA concrete telah banyak dipakai dalam konstruksi bangunan dengan menggunakan abu terbang kelas F. Pada kenyataannya abu terbang yang ada di Indonesia sebagian besar adalah abu terbang kelas C. Oleh karenanya penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat mekanik HVFA concrete dengan memanfaatkan fly ash kelas C dan material lokal dalam produksinya.
Hasil penelitian menunjukkan, sifat mekanik High volume Fly ash Concrete lebih rendah dibandingkan sifat mekanik beton normal berdasarkan hasil pengujian kuat tekan, pengujian kuat tarik belah dan pengujian kuat lentur. Namun pemakaian high volume fly ash concrete menguntungkan dalam hal durabilitasnya berdasarkan pengujian serapan air, pengujian perendaman dalam larutan garam dan pengujian perendaman dalam larutan sulfat. Dengan demikian pemakaian fly ash kelas C dalam pembuatan HVFA concrete perlu perbaikan kandungan silika dalam fly ash dan perbaikan dalam rancangan campuran betonnya.
1 | P a g e
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Abu batu bara adalah produk sampingan terutama dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
bertenaga batu baramerupakan partikel yang sangat halus dengan diameter antara 1 – 150
mikron meter dan berbentuk butiran bulat (Siddique, 2004 ). Abu bata bara meskipun
merupakan produk sampingan namun memiliki kandungan silica (SiO2) yang tinggi sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pozzolan pengganti sebagian atau seluruhnya terhadap
bahan pengikat dalam pembuatan beton yaitu semen.
Penggantian sebagian semen dalam jumlah yang signifikan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi HVFA concrete. HVFA adalah beton dimana setidaknya 50% jumlah
semen sebagai bahan pengikat digantikan fly ash baik berupa kelas F fly ash maupun kelas C
fly ash (Malhotra and Mehta, 2005). Abu terbang kelas F adalah abu terbang yang memiliki
total kandungan silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan feri oksida (Fe2O3) lebih dari 70%,
Sedangkan abu terbang kelas C memiliki kandungan ketiga material antara 50% - 70%.
Meskipun penggantian semen mencapai 50%, namun beton yang memiliki tetap
memiliki kekuatan yang memenuhi persyaratan sebagai bahan konstruksi. Bahkan sifat
durabilitas HVFA concrete meningkat apabila dibandingkan beton normal, beton yang
menggunakan hanya semen sebagai bahan pengikat (Bilodeau and Malhotra, 2000).
Teknologi ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti dari canmet, dan telah dibuktikan
dengan dibangunnya beberapa bangunan yang memanfaatkan HVFA concrete namun
didominasi oleh abu terbang kelas F.
Pemanfaatan teknologi HVFA concrete akan menguntungkan dipandang dari sudut
lingkungan karena akan menurunkan emisi gas CO2 yang dihasilkan dari pemakaian semen
2 | P a g e
konstruksi memberikan kontribusi sekitar 7% produksi CO2, gas penyebab utama efek rumah
kaca dan pemanasan global (Malhotra, 1999). Sehingga pemakaian abu terbang akan
menguntungkan disebabkan oleh peningkatan pemakaian limbah PLTU, penurunan
pemakaian semen dan meningkatnya sifat propertis beton yang dihasilkan.
Pemakaian fly ash di dalam beton memiliki kekurangan yaitu, beton memerlukan
waktu yang lama dalam proses hidrasinya, sehingga sangat penting menjaga lingkungan
beton tersebut agar reaksi pozzolan dapat berlangsung dengan sempurna. Beton yang
mengandung abu terbang lebih sensitif terhadap perawatan beton yang kurang baik
dibandingkan beton normal. Sensitifitas perawatan beton meningkat dengan meningkatnya
kandungan abu terbang di dalam beton (Ramezanianpur and Malhotra, 1995).
Dari kajian pustaka diperoleh, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan lambatnya kuat perkembangan kuat tekan beton untuk high volume
fly ash concrete yaitu dengan pemakaian air kapur atau perawatan beton dengan pemanasan
(Elsageer et al., 2009, Solikin et al., 2011).
Indonesia adalah negara penting dalam produksi batu bara dunia, karena merupakan
pengekspor tebesar batu bara untuk keperluan pembangkit listrik (Wulandari, 2013). Di
Indonesia abu batu bara (abu terbang) yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu
bara (PLTU) semakin meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan meningkatnya produksi
listrik di Indonesia dan konversi pembangkit listrik berbahan minyak dan gas menjadi
berbahan bakar batu bara. Pada tahun 2000 produksi abu terbang mencapai 250.000 Ton
pertahun dan meningkat sebelas kali lipat pada tahun 2009 (Sufriady, 2010). Jenis abu
terbang di Indonesia 85% nya adalah low rank fly ash (lignite dan sub bituminous), dimana
jenis abu terbang ini akan menghasilkan abu terbang kelas C (Sule and Matasak, 2012,
3 | P a g e
Melihat potensi besar yang belum dimanfaatkan secara optimal dan manfaat nyata
yang bisa diperoleh dengan pemanfaatan abu terbang ini, maka proposal penelitian ini dibuat
untuk meninjau aspek perbaikan properties abu terbang kelas C agar optimal sebagai bahan
HVFAconcrete dengan teknik utama yaitu melengkapi bahan mineral yang diperlukan dalam
proses hidrasinya.
1.2. Perumusan masalah
Dari latar belakang yang disampaikan dapat dibuat perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa jauh perbedaan sifat properties abu terbang kelas C yang tersedia di pasar Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh pemakaian air kapur terhadap sifat properties HVFAconcrete? 3. Bagaimana pengaruh pemakaian air kapur terhadap sifat durabilitas HVFAconcrete?
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian tentang adalah yang terbagi menjadi 3 tahun penelitian, sedangkan tujuan penelitian pada tahun pertama adalah:
Memperoleh kesimpulan sifat properties beton yang dihasilkan dengan melihat pengaruh sumber fly ash yang tersedia sebagai material High volumefly ashconcrete untuk pembuatan beton mutu normal.
1.4. Manfaat khusus penelitian.
Selain tercapainya tujuan penelitian, terdapat pula manfaat khusus yang akan dicapai setelah dilakukannya penelitian yaitu:
1. Meningkatnya studi pemanfaatan fly ash dalam jumlah yang signifikan untuk pembuatan beton.
2. Memberikan informasi tentang potensi pemanfaatan limbah abu terbang yang masih sedikit termanfaatkan.
3. Mengurangi permasalahan limbah batu bara.
4 | P a g e
1.5. Keutamaan penelitian
Penelitian difokuskan pada penelitian fly ash kelas C, karena fly ash kelas C merupakan bagian terbesar dari fly ash yang ada di Indonesia. Sehingga pemanfaatan abu terbang dalam jumlah yang signifikan akan mengurasi permasalahan limbah pembakaran batu bara dan juga mengurangi pemakaian semen sebagai bahan pengikat beton.
Penelitian ini akan membahas metode pemanfaatan abu terbang dalam jumlah yang signifikan khususnya untu kelas C dengan memperbaiki sifat properties abu terbang maupun memperbaiki proses hidrasi bahan pengikat sehingga dihasilkan beton dengan sifat mekanis yang sebanding dengan beton normal dan memiliki sifat durabilitas yang lebih baik.
1.6. Luaran penelitian.
Luaran yang akan diperoleh setelah selesainya penelitian pada tahun I adalah:
5 | P a g e
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pustaka yang relevan
Semen yang ditemukan oleh Joseph Aspadin pada tahun 1824 adalah bahan pengikat komposit beton yang merupakan bahan utama dalam industri konstruksi (Oficemen, 2011). Data menunjukkan peningkatan yang tajam pemakaian semen dalam kurun waktu 4 dasawarsa terakhir hingga mencapai 21 milyar ton pertahun dewasa ini (Mehta, 1986, Mehta, 2004, Mehta and Meryman, 2009).
Peningkatan jumlah pemakaian semen yang sangat besar menunjukkan bahwa beton merupakan bahan utama konstruksi bangunan. Disamping keuntungan yang diperoleh terdapat kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian beton sebagai bahan konstruksi ditinjau dari sisi lingkungan. Kerugian yang ditimbulkan adalah, dengan peningkatan jumlah pemakaian beton, jumlah emisi gas CO2 ke atmosfer juga meningkat (Flower and Sanjayan,
2007). Hal ini disebabkan setiap satu ton semen yang dipakai untuk membuat beton akan memproduksi sebanyak 0,99 ton gas karbon dioxide (CO2) (Humphreys and Mahasenan,
2002). Peningkatan emisi gas CO2 keatmosfer meningkatkan masalah efek rumah kaca dan
menjadi penyebab peningkatan pemanasan global. Menurut Malhotra (1999), pemakaian semen dalam industri konstruksi secara global menyumbang 7% dari jumlah emisi gas CO2
yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
6 | P a g e
Fly ash Slag
Gambar II-1 Perbedaan bentuk partikel fly ash dan slag
Salah satu teknologi pemanfaatan abu terbang yang mengurangi secara signifikan pemakaian semen dalam pembuatan beton dan menggunakan cara produksi yang identik dengan pembuatan beton normal adalah high volume fly ash concrete (HVFA). HVFA adalah beton dimana setidaknya 50% jumlah semen sebagai bahan pengikat digantikan fly ash baik berupa kelas F fly ash maupun kelas C fly ash (Malhotra and Mehta, 2005). Meskipun pemakaian fly ash akan menurunkan kekuatan awal beton, namun dengan masih berlangsungnya reaksi pozzolanic maka kekuatan beton beton akan meningkat dalam jangka waktu yang lama (Bilodeau and Malhotra, 2000, Nawy, 1996).
Pemanfaatan abu terbang yang memiliki kandungan silika (SiO2) yang tinggi
memberikan kontribusi positif terhadap proses hidrasi semen, karena Silika akan mengikat Ca(OH)2 untuk membentuk C-S-H gel yang membantu meningkatkan kekuatan beton.
Seperti diketahui Ca(OH)2 adalah produk hidrasi semen yang memiliki sifat mudah larut
dalam air dan memiliki kekuatan yang rendah (Oner et al., 2005). Dalam kenyataan pemakaian teknologi HVFA concrete lebih banyak memanfaatkan abu terbang kelas F (Malhotra and Mehta, 2005). Hal ini disebabkan, abu terbang kelas F memiliki kadar silika (SiO2) yang lebih tinggi dibandingkan abu terbang kelas C (ASTM C 618-03, 2003).
7 | P a g e
Pemakaian fly ash di dalam beton memiliki kekurangan yaitu, beton memerlukan waktu yang lama dalam proses hidrasinya, sehingga sangat penting menjaga lingkungan beton tersebut agar reaksi pozzolan dapat berlangsung dengan sempurna. Beton yang mengandung abu terbang lebih sensitif terhadap perawatan beton yang kurang baik dibandingkan beton normal. Sensitifitas perawatan beton meningkat dengan meningkatnya kandungan abu terbang di dalam beton (Ramezanianpur and Malhotra, 1995).
2.2. Studi pendahuluan
Dalam upaya memperbaiki kelemahan pemakaian abu terbang di dalam beton apalagi dalam jumlah yang cukup besar atau high volume fly ash (HVFA) concrete, maka telah dilakukan beberapa penelitian seperti:
a. Penambahan bahan yang kaya akan kandungan silika dapat meningkatkan reaksi pozzolan abu terbang .
b. Peningkatan kehalusan abu terbang sangat membantu meningkatkan kecepatan reaksi pozzolan di dalam abu terbang (Copeland et al., 2001, Xu, 1997).
c. Penelitian tentang perawatan beton dalam jangka yang panjang akan menghasilkan kekuatan beton yang setara dengan beton normal setelh perawatan selama 91 hari (Hansen, 1990, Sivasundaram et al., 1990).
d. Perawatan dengan meningkatkan suhu lingkungan menjadi 500C dapat mempercepat perkembangan kuat tekan HVFA concrete sehingga setara dengan beton normal pada umur 28 hari (Elsageer et al., 2009).
e. Pemakaian air kapur sebagai air pencampur HVFA mortar dapat mempercepat perkembangan kuat tekan mortar dimana akan setara dengan mortar semen setelah 28 hari bahkan lebih tinggi setelah 56 hari (Solikin et al., 2011).
Ada beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain : 1. Alex Kurniawandy, Zulfikar Djauhari, Elpin Tua Napitu
Alex Kurniawandy, Zulfikar Djauhari, Elpin Tua Napitu (2011) dalam jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Abu Terbang terhadap Karakteristik Mekanik Beton Mutu Tinggi”. Tujuan penelitian adalah melakukan kajian
dengan variasi komposisi campuran abu terbang terhadap karakteristik mekanik beton mutu tinggi dengan parameter tinjauan adalah modulus elastis, nilai susut, kuat tekan dan kuat tarik belah. Melakukan kajian visualisasi antara beton yang mengandung fly ash dan beton normal dengan menggunakan Scanning Electronic Microscope (SEM).
8 | P a g e
P. Kumar Mehta (2004) dalam jurnal yang berjudul “ High Performance High volume Fly ash Concrete for Sustainable Development”. volume tinggi fly ash sistem beton membahas isu yang keberlanjutan dan memungkinkan industri konstruksi beton untuk menjadi lebih berkelanjutan . Tinjauan singkat disajikan dari teori dan praktek dengan konstruksi campuran beton yang mengandung lebih dari 50 % fly ash oleh massa semen pada material. Mekanisme dibahas dimana penggabungan volume tinggi fly ash pada beton mengurangi kebutuhan air, meningkatkan workability, meminimalkan retak akibat susut termal dan pengeringan , dan meningkatkan daya tahan untuk Penguatan korosi, serangan sulfat, dan ekspansi alkali - silika . Untuk negara-negara seperti China dan India, teknologi ini dapat memainkan peran penting dalam memenuhi besar permintaan untuk infrastruktur secara berkelanjutan.
3. Inderpreet Kaur
Inderpreet Kaur (2005) dalam thesis yang berjudul “ Mechanical Properties of high volume Fly ash (HVFA) Concrete Subjected to Elevated Temperature up to 120°C”. Tujuan dari penelitian ini digunakan menentukan karakteristik mekanik antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur dan modulus elastisitas yang menggunakan campuran fly ash
yang bervariasi antara 30%, 40%, dan 50% pada fly ash dengan suhu kamar yang berbeda antara 80°C, 100°C, dan 120°C.
Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian yang sebelumnya adalah berbeda pada pengaruh perbedaan sumber fly ash dan cara pengujian pada berat volume dan serapan air beton serta tidak memperhatikan suhu kamar pada fly ash.
2.3. Fly ash/ abu terbang
Fly ash (abu terbang) adalah bagian dari sisa pembakaran batu bara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap dan industri yang berbentuk partikel halus dan bersifat pozzoland, berarti abu terbang tersebut dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar (24°C-27°C) dengan adanya media air membentuk senyawa yang sifatnya mengikat. Pada pembakaran abu batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap terbentuk 2 jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel yang terbawa gas buang disebut fly ash
(abu terbang) sedangkan abu yang tertinggi dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut abu dasar. (Tjokrodimulyo, 1996) dalam (Suarnita, 2011).
Fly ash (abu terbang) dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ASTM C618-03) sebagai berikut:
9 | P a g e
Senyawa Kimia Kelas
N F C
Oksida Silika (SiO2) + Oksida Alumina (Al2O3) +
Oksida Besi (Fe2O3), minimum %
70 70 50
Trioksida Sulfur (SO3), maksimum % 4 5 5
Kadar air, maksimum % 3 3 3
Kehilangan panas, maksimum % 10 6 6
1.Keunggulan Penggunaan Fly ash (Abu Terbang)
Penggunaan fly ash (abu terbang) dalam campuran beton memiliki berbagai keunggulan antar lain (Nugraha,Antoni, 2007:106) :
a. Pada beton segar
1) Kehalusan dan bentuk partikel fly ash (abu terbang) yang bulat dapat meningkatkan workability.
2) Mengurangi terjadinya kelecakan.
b. Pada beton keras
1) Konstribusi peningkatan kuat tekan beton pada umur setelah 52 hari. 2) Meningkatkan durabilitas beton.
3) Meningkatkan kepadatan (density) beton. 4) Mengurangi terjadinya penyusutan beton.
2.Kelemahan Penggunaan Fly ash (Abu Terbang)
Kelemahan penggunaan fly ash (abu terbang) adalah (Suarnita, 2011:5) :
a. Pemakaian abu terbang kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi karena proses pengerasan dan penambahan kekuatan betonnya agak lambat yang disebabkan karena terjadi reaksi pozzoland. b. Pengendalian mutu harus sering dilakukan karena mutu fly ash (abu terbang) sangat
tergantung pada proses (suhu pembakarannya) serta jenis batu baranya.
3.Sifat-Sifat Fly ash (Abu Terbang)
Sifat-sifat abu terbang antara lain (Suarnita, 2011:3) : a. Warna
Abu terbang berwarna abu-abu, bervariasi dari abu-abu muda sampai abu-abu tua. Makin muda warnanya sifat pozzolannya makin baik. Warna hitam yang sering timbul disebabkan karena adanya karbon yang dapat mempengaruhi mutu abu terbang.
b. Komposisi
Unsur pokok abu terbang adalah silikon dioksida SiO2 (30%-60%), aluminium
10 | P a g e
(bervariasi hingga 30%). Kalsium oksida Cao (1%-7%) dan sejumlah kecil magnesium oksida MgO dan sulfur trioksida SO3.
c. Sifat Pozzolan
Sifat pozzolan adalah sifat bahan yang dalam keadaan halus dapat bereaksi dengan kapur padam aktif dan air pada suhu kamar (24°C-27°C) membentuk senyawa yang padat tidak larut dalam air.
d. Kepadatan (density)
Kepadatan abu terbang bervariasi, tergantung pada besar butir dan hilang pijarnya. Biasanya berkisar antara 2.43 gr/cc sampai 3 gr/cc. Luas permukaan spesifik rata-rata 225 m2/kg – 300 m2/kg. Ukuran butiran yang kecil kadang-kadang terselip dalam butiran yang besar yang mempunyai fraksi lebih besar dari 300 µm.
e. Hilang pijar
Hilang pijar menentukan sifat pozzolan abu terbang. Apabila hilang pijar 10% - 20% berat kadar oksida kurang sehingga daya ikatnya kurang yang berarti sifat pozzolannya kurang.
2.4. Beton
Beton adalah suatu campuran antar semen, agregat kasar, agregat halus dan air yang di campur menjadi satu dan biasanya ditambah dengan zat aditif seperti fly ash (abu terbang) yang digunakan untuk mengikat dan mengisi rongga-rongga pada agregrat kasar dan agregat halus.
II.3.1. Kelebihan dan Kekurangan Beton
Tabel II-2 Kelebihan dan kekurangan beton
Kelebihan Kekurangan
• Dapat dibuat dengan mudah • Mampu memikul beban yang
berat
• Tahan terhadap temperature
yang tinggi
• Biaya pemeliharaan yang
kecil
• Bentuk yang telah dibuat sulit
diubah
• Berat
• Daya pantul suara yang besar • Tegangan tarik rendah
Sumber: (Mulyono 2004:4-5)
II.3.2. Sifat-sifat beton
11 | P a g e
b. Awet (durable)
c. Tidak banyak mengalami penyusutan (shrinkage) d. Tidak retak-retak (crack)
e. Tidak timbul karang beton (honeycombing) f. Tidak menjadi lapuk (efflorescence) g. Tidak pecah-pecah (Spaling)
h. Permukaan halus tahan terhadap pengausan (abrasion)
II.3.3. Parameter-parameter yang paling memenuhi kekuatan beton
a. Kualitas semen
b. Proporsi semen terhadap campuran c. Kekuatan dan kebersihan agregat
d. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat e. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton f. Penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton g. Perawatan beton
h. Kandungan klorida tidak melebihi 015 % dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos (Nawy, 1985) dalam (Mulyono,2004).
II.3.4. Kinerja beton
Ada 3 kinerja beton yang dibutuhkan dalam pembuatan beton antara lain (Mulyono, 2004:6) :
1. Harus memenuhi kriteria konstruksi adalah dapat dengan mudah dikerjakan dan dibentuk serta mempunyai nilai ekonomis.
2. Kekuatan tekan.
3. Durabilitas (keawetan).
II.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton
a. Semen
12 | P a g e
Bahan utama pembentuk semen Portland adalah kapur (CaO), silika (SiO3), alumina
(Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol
komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi (Mulyono, 2004:27). b. Agregat
Kandungan dalam suatu agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi. Komposisi agregat tersebut berkisar 60%-70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, agregat ini pun menjadi penting. Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batas ukuran agregat halus dan ukuran kasar yaitu 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,8 mm (4,75mm). Sedangkan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,8 mm (4,75 mm). Agregat yang biasanya dibuat dalam suatu campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40mm (Mulyono, 2004:65). c. Air
Air diperlukan dalam pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurun kualitas beton. Air yang berlebihan dalam suatu campuran beton akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton. (Mulyono, 2004:51).
2.5. Peta jalan penelitian (road map research)
13 | P a g e
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
High volumefly ashconcrete (HVFA concrete)
Application of HVFAconcrete Geopolymer concrete and its application Recommendation for utilization of fly ash in Indonesia
Precast concrete Foamed concrete
Materials of research
- Fly ash from 3 different sources
- Three levels of strength of concrete
- Two addition materials i.e : o Lime water for class F fly ash o High silica material and lime
water for class C Fly ash
- Fly ash from 3 different sources
- Three levels of strength of concrete
- Two addition materials i.e :
o First alkali liquid for class F fly ash o Second alkali liquid for class C Fly ash
Included Application
Test of HVFA concrete
- Properties of fresh concrete
- Mechanical properties of the concrete
- Durability properties of the concrete
- Bonding test / structural test
- Shrinkage and creep test
- Leaching test
Test method
- Properties of fresh concrete
- Mechanical properties of the concrete
- Durability properties of the concrete
- Bonding test / structural test
- Shrinkage and creep test
- Leaching test
Test method
- Properties of fresh concrete
- Mechanical properties of the concrete
- Durability properties of the concrete
- Bonding test / structural test
- Shrinkage and creep test
14 | P a g e
III.
TUJUAN DAM MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian tentang adalah yang terbagi menjadi 3 tahun penelitian,
sedangkan tujuan penelitian pada tahun pertama adalah:
Memperoleh kesimpulan sifat properties beton yang dihasilkan dengan melihat
pengaruh sumber fly ash yang tersedia sebagai material High volume fly ash
concrete untuk pembuatan beton mutu normal.
3.2. Manfaat khusus penelitian.
Selain tercapainya tujuan penelitian, terdapat pula manfaat khusus yang akan dicapai
setelah dilakukannya penelitian yaitu:
5. Meningkatnya studi pemanfaatan fly ash dalam jumlah yang signifikan untuk
pembuatan beton.
6. Memberikan informasi tentang potensi pemanfaatan limbah abu terbang yang
masih sedikit termanfaatkan.
7. Mengurangi permasalahan limbah batu bara.
8. Memperbaiki kualitas lingkungan dengan mengurangi secara signifikan pemakaian
15 | P a g e
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Pendahuluan
Tahapan penelitian yang dilakukan selama tiga tahun ditunjukkan dalam tahapan
penelitian berikut ini:
2014 2015 2016
High volume fly ash concrete (HVFA concrete) Application of HVFA concrete Normal Strength concrete High strength concrete Self compacting concrete (SCC) Materials of research
- Fly ash class C from 3 different sources
- Three levels of strength of concrete
- Two addition materials i.e :
oHigh silica material oLime water as hydration water
Materials of research
- Fly ash class C from reliable sources
- Three levels of fly ash contents
- Two addition materials i.e :
oHigh silica material oLime water as hydration water
Materials for research
- Fly ash from reliable sources
- Three levels of fly ash contents
- Three levels of strength of concrete
- Two addition materials, same as in HVFA concrete
Test of HVFA concrete
- Chemical content of fly ash
- Properties of fresh concrete
- Mechanical properties of the concrete
Test of HVFA concrete
- Durability properties of the concrete
- Bonding test / structural test
- Shrinkage test
- Microstructure analysis
Test method
- Properties of fresh concrete
- Mechanical properties of the concrete
- Durability properties of the concrete
- Bonding test / structural test
- Shrinkage test Gambar IV-1Rencana tahapan penelitian
Tahapan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini (Gambar 3.1) adalah
rencana penelitian jangka pendek penelitian (3 tahun) yang merupakan bagian dari rencana
penelitian jangka panjang sebagaimana digambarkan dalam peta jalan penelitian (Gambar
2.1). Tahapan penelitian jangka pendek terdiri dari 2 tema penelitian yaitu penelitian
tentang High volume Fly ash (HVFA) Concrete dan penelitian tentang aplikasi HVFA
concrete. Penelitian tentang HVFA concrete dimaksudkan untuk melakukan analisis
rancangan campuran HVFA concrete untuk memproduksi beton dengan kuat tekan mutu
normal pada tahun I dan memproduksi beton mutu tinggi pada tahun II. Sedangkan
penelitian tentang aplikasi HVFA concrete dilaksanakan dengan memanfaatkan HVFA
concrete dalam pembuatan self compacting concrete.
Secara urutan, penelitian pertama dilakukan terlebih dahulu sebagai studi awal untuk
memperoleh kesimpulan sifat properties HVFA concrete. Setelah diperoleh properties
16 | P a g e
dalam pembuatan teknologi beton yang lain yaitu self compacting concrete (SCC). Kedua
penelitian dilakukan secara simultan, dalam pengertian pada 3 tahun masa penelitian,
penelitian dilakukan secara menerus dan data yang diperoleh akan saling melengkapi agar
diperoleh data penelitian yang lengkap sehingga dapat ditulis dalam sebuah jurnal yang
bereputasi International.
4.2. Uraian penelitian tahun pertama
Gambar IV-2 Urutan kegiatan penelitian tahun I
A. Persiapan bahan penelitian
1. Fly ash yang digunakan berasal dari 3 sumber yang berbeda yaitu dari PLTU
Jepara, PLTU mini, dan fly ash yang beredar di pasaran untuk memperoleh data
properties fly ash yang beredar di masyarakat.
2. Untuk memperkaya kandungan silika dalam fly ash digunakan bahan silica
fume dan abu sekam padi.
3. Air yang digunakan mencampur beton berupa air kapur, agar mempercepat
reaksi hidrasi semen.
B. Rancangan campuran beton
1. Metode rancangan campuran yang digunakan adalah metode DOE
(Departemen of Environment)
2. Mutu beton yang dipakai ada 3 buah yaitu fc’ = 15 MPa, fc’ = 25 MPa, dan fc’ = 35 MPa.
17 | P a g e
Perawatan yang digunakan adalah dengan perendaman dalam air hingga berumur 56
hari.
D. Pengujian
1. Pengujian kandungan kimia dilakukan terhadap fly ash, silica fume dan abu
sekam padi.
2. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kuat tekan
beton (3, 7, 14, 21, 28, 56, 91 hari).
3. Pengujian splitting test, lentur beton, modulus elastisitas, berat volume dan
kadar air dilakukan pada umur 28, 56 dan 91 hari.
E. Analisis
Analisis dilakukan untuk mengetahui sifat properties beton berdasarkan data-data
pengujian dengan Microsoft excel. Selain itu digunakan software Minitab memperoleh
faktor yang paling berpengaruh dalam hasil pengujian.
F. Kesimpulan
Dari rangkaian penelitian tahun pertama akan diperoleh kesimpulan seberapa potensi
pemakaian fly ash di Indonesia untuk pembuatan high volumefly ashconcrete.
Tabel IV-1 Matrix benda uji penelitian tahun pertama
No Nama pengujian Uraian pengujian Benda uji Jumlah
benda uji 1. Uji fly ash, silica
fume dan abu sekam padi
Mencari kandungan kimia serbuk @ 1 kg
2. Slump test Pengujian workability beton segar Beton segar 3 unit 3. Kuat tekan Pengujian perkembangan kuat tekan
beton sesuai mutu dan umur
Silinder dia. 100 mm; tinggi 200 mm
105 buah
4. Kuat lentur Pengujian kekuatan lentur Balok 100 x 100 x 350 mm
27 buah
5. Tensile test Pengujian kuat tarik beton dengan uji belah silinder
Pengujian berat volume dan kadar air beton yang dihasilkan
Silinder dia. 100 mm; tinggi 200 mm
18 | P a g e
4.3. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di beberapa tempat sesuai keperluannya, yaitu:
- Pembuatan dan pengujian beton, akan dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Fak.
Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memiliki peralatan yang
memadai untuk pembuatan beton dan pengujiannya.
- Pengujian kandungan kimia fly ash dilakukan di laboratorium Baristand Surabaya.
- Pengujian microstructure dilakukan di Laboratorium Lemigas Jakarta
4.4. Bahan penelitian
Bahan penelitian dipilih dari bahan-bahan yang ada di sekitar Surakarta dengan alasan
kemudahan mendapatkan material dan agar pembuatan benda uji sesuai kondisi
lingkungan. Uraian bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Air
Air dalam penelitian ini diperlukan sebagai campuran pembuatan beton dan perawatan
(curing) benda uji beton dengan cara perendaman. Air yang digunakan berasal dari
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Semen portland
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland jenis I merk Gresik
dalam kemasan 40 kg. Secara visual menunjukan semen dalam keadaan yang baik,
kemasan tertutup rapat dan butir-butir semen tidak mengalami penggumpalan,
sehingga semen layak untuk digunakan.
Gambar IV-3 Semen Portland jenis PPC merk Semen Gresik
19 | P a g e
Agregat halus atau pasir adalah agregat yang memenuhi persyaratan ukuran butir
yaitu lolos ayakan 4.75 mm (ASTM C33, 1982 dalam Mulyono , 2004). Agregat
yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari took bahan bangunan setempat
yang dipilih secara visual berkualitas baik. Agregat halus yang digunakan harus
memenuhi persyaratan yaitu:
1) Kandungan zat organik pada agregat halus harus masuk standart warna antara
no 1-3 jika tidak masuk dalam warna standart no 1-3 maka agregat halus
tidak bisa digunakan dalam campuran beton.
2) Kandungan kadar lumpur dalam agregat halus maksimal 5 %.
3) Berat jenuh kering permukaan (saturated surface dry) pada agregat halus
antara 2.5-2.7.
4) Penyerapan air dalam agregat halus maksimal 5 %.
5) Modulus halus butir antara 1.5-3.8.
Pasir yang digunakan sebagai bahan campuran beton yaitu dalam kondisi SSD
(Saturated Surface Dry) atau jenuh kering muka, dengan tujuan pasir tidak akan
menyerap air yang diperlukan dalam reaksi hidrasi semen.
Gambar IV-4 Pasir untuk penelitian
4. Agregat kasar
Agregat kasar atau kerikil yang digunakan berasal dari penggilingan batu pecah
CV. Jabal Rahma, Ngijo Kulon, Tasikmadu, Karanganyar.. Pemilihan bahan yang
berasal dari tempat pemecahan batu dan bukan berasal dari took dimaksudkan agar
diperoleh kualitas agregat kasar yang baik. Sebagaimana pasir. batu pecah yang
akan digunakan dibuat dalam kondisi SSD (Saturated Surface Dry) atau jenuh
kering muka, dengan tujuan kerikil tidak akan menyerap air yang diperlukan dalam
reaksi hidrasi semen. Adapun syarat-syarat agregat kasar yang harus dipenuhi
20 | P a g e
1) Berat jenuh kering permukaan (saturated surface dry) pada agregat kasar
antara 2.5-2.7.
2) Penyerapan air dalam agregat kasar maksimal 3 %.
3) Modulus halus butir antara 5-8.
Gambar IV-5 Kerikil
5. Fly ash
Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 2 sumber yang berbeda, yaitu:
a. Fly ash yang berasal dari PLTU, dimana diharapkan fly ash ini telah
memebuhi standar sebagai mineral admixture di dalam beton. Dalam hal ini
fly ash berasala dari PLTU Jepara.
b. Fly ash yang dibeli di pasaran, pemakaian fly ash yang dibeli di pasaran
dimaksudkan sebagai kontrol apakah fly ash tersebut telah memenuhi
standar mutu fly ash sebagai mineral admixture dalam pembuatan beton.
Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fly ash dari
PLTU Jepara dan fly ash yang berasal dari UD Sinar Mandiri Mojosongo.
Perbedaan sumber Fly ash yang digunakan dimaksudkan untuk membandingkan
kandungan mineral kedua jenis fly ash dan pengaruhnya terhadap sifat properties
21 | P a g e
Fly ash yang berasal UD Sinar Mandiri Mojosono Fly ash dari PLTU Jepara
Gambar IV-6 Fly ash
6. Asam sulfat
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut
dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat memiliki sifat yang korosif. Larutan
asam sulfat digunakan untuk perendaman beton. Dengan cara menambahkan asam
sulfat ke dalam air sesuai dengan konsentrasi yang direncanakan.
Gambar IV-7 Asam Sulfat
7. Garam
Garam (NaCl) digunakan sebagai larutan untuk perendaman beton. Garam yang
digunakan adalah garam kristal.
Gambar IV-8 Garam
8. Begisting
Begisting untuk penelitian ini dibuat dari multiplex ketebalan 1 cm dengan diperkuat
kayu sebagai rangkanya. Begisting tersebut dimaksudkan sebagai bahan pencetak
kubus beton dan balok beton untuk uji lentur, Gambar begisting yang disiapkan untuk
22 | P a g e
Gambar IV-9 Begisting/ cetakan beton
9. Air kapur
Air kapur merupakan suatu campuran antara air dan senyawa kimia tak berwarna
atau berupa bubuk putih CaO. Penggunaan air kapur pada beton bertujuan untuk
meningkatkan mutu beton. Pembuatan air kapur seperti yang dilakukan Febrian Deni
Bastian pada penelitian “PKM-P Pengaruh Penambahan Air Kapur dalam Campuran
Beton Terhadap Kuat Tekan Beton” dengan langkah-langkah pembuatan air kapur 10%
dari volume air sebagai berikut:
a. Kapur yang telah direndam ± 24 jam, disaring dengan saringan 0,355 mm. Setelah itu
dibiarkan selama ± 24 jam, kapur akan mengendap dan air yang ada di atas permukaan
diambil dan endapan kapurnya dibuang
b. Campurkan air kapur dengan perbandingan volume, kira-kira 7 air : 1 kapur
c. Aduklah larutan air kapur sampai merata
4.5. Peralatan penelitian
Sebagian besar peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini tersedia di
Laboratorium Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air pada waktu pemeriksaan
kandungan lumpur, pemeriksaan bahan organik dan untuk mengukur air pada saat
23 | P a g e
Gambar IV-10 Gelas ukur dalam penelitian
3. Timbangan
Timbangan diperlukan untuk menimbang bahan-bahan untuk melakukan pengujian bahan,
membuat campuran mortar, dan melakukan pengujian dinding panel beton berlubang yang
dihasilkan.
Gambar IV-11 Timbangan
24 | P a g e
Ayakan yang dipakai dalam penelitian adalah ayakan yang berbentuk lingkaran dengan
ukuran 38 mm, 19 mm, 9.5 mm, 4.8 mm, 2.4 mm, 1.2 mm, 0.60 mm, 0.30 mm, 0.15
mm dan pan untuk agregat kasar. Sedangkan ayakan untuk agregat halus 9.5 mm, 4.75
mm, 2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.3 mm, 0.15 mm.
Gambar IV-12 Ayakan
5. Mesin penggetar ayakan
Mesin ini digunakan sebagai alat penggetar dan sebagai tempat dudukan ayakan yang
bisa digunakan untuk uji gradasi agregat halaus maupun kasar.
Gambar IV-13 Mesin penggetar
6. Kerucut abrams
Kerucut Abrams, berupa kerucut terpancung yang sangat bermafaat untuk
pengujian slump test. kerucut Abram’s berbentuk kerucut terpancung dengan
diameter atas 10cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 30 cm Ayakan
25 | P a g e
Gambar IV-14 Kerucut Abram’s
7. Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan bahan atau benda uji dalam pengujian bahan
seperti, kadar air dan serapan air pasir serta serapan air beton.
26 | P a g e 8. Desicator
Alat ini digunakan untuk mendinginkan atau menyimpan agregat setelah dioven
agar kembali pada suhu ruang. Selain itu desicator digunakan dalam proses vacuum
dan penjenuhan benda uji.
Gambar IV-16 Desicator
10. Mollen
Mollen adalah alat diperlukan untuk mengaduk bahan-bahan pembuat mortar agar
diperoleh campuran yang homogen dan kualitas beton yang relative sama. Molen
yang digunakan memiliki kapasitas 0,3 m3.
Gambar IV-17 Molen pengaduk beton
27 | P a g e
Bak ini diisi air digunakan sebagai tempat perawatan beton sesuai dengan umur yang
direncanakan.
Gambar IV-18 Bak perendaman
12.Hidrolis testing Machine
Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton, kuat tarik belah beton dan kuat
lentur beton.
Gambar IV-19 Hydraulic testing machine
13.Alat bantu
Untuk kemudahan dan kelancaran dalam suatu penelitian maka perlu alat-alat yang
mendukung dalam pembuatan benda uji. Alat-alat yang digunakan antara lain :
a. Cetok semen
digunakan untuk memindahkan bahan material dan memasukkan campuran
28 | P a g e
Gambar IV-20 Cetok
b. Gelas ukur
digunakan untuk meneliti kandungan zat organik dan kandungan lumpur agregat
halus.
Gambar IV-21 Gelas ukur
c. Ember
digunakan sebagai tempat air, sebagai tempat bahan material, dan sebagai tempat
sisa adukan beton.
d. Cangkul
digunakan untuk mengaduk campuran beton.
4.6. Pengujian agregat yang digunakan dalam penelitian
3.6.1. Pengujian Agregat Halus
a. Pengujian kandungan Zat Organik Agregat Halus
Sesuai yang disyaratkan pada SNI 03-2816-1992 kandungan organik pada
pasir tidak boleh melebihi batas yang ditentukan. Setelah ditambah dengan larutan
29 | P a g e
kotoran organik. Perubahan warna tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat
standart yang bernama Hellige Tester.
Langkah pengujian kandungan zat organik pada agregat halus dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
1) Keringkan pasir ke dalam oven atau kering terbuka diudara dengan lolos ayakan
No. 4 dengan berat minimal 500 gr dan diamkan selama 24 jam.
2) Masukkan pasir kedalam gelas ukur sampai mencapai garis skala 130 ml.
3) Tambahkan larutan NaOH 3 % + air lalu dikocok samapi volume mencapai 200
ml.
4) Pasir yang dicampur dengan larutan NaOH 3 % kemudian dikocok
sekuat-kuatnya lalu didiamkan selama 24 jam.
5) Amati perubahan warnanya.
6) Jika warna larutan gelap dan melebihi warna standart no. 3 maka kemungkinan
mengandung bahan organik yang tidak diizinkan dalam campuran beton.
b. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Pasir dengan kualitas yang baik pasti akan mempunyai kualitas beton yang baik
dan sebaliknya pasir yang digunakan itu mengandung lumpur maka akan
menghasilkan beton dengan kualitas beton yang rendah. Apabila pasir mempunyai
kadar lumpur > 5 % akan mengurangi kualitas beton yang dihasilkan. Jika kadar
lumpur lebih dari > 5 % maka agregat halus harus dicuci.
Langkah – langkah pengujiannya antara lain :
1)Menyediakan pasir 500 gram.
2)Menimbang berat cawan.
3)Memasukkan pasir ke dalam cawan lalu di masukkan kedalam oven selama ± 24
jam dengan suhu 100°C.
4)Menimbang pasir kering dan cawan dari oven.
5)Memasukkan pasir kering oven ke dalam cawan.
6)Memasukkan air kedalam cawan yang sudah ada pasirnya
7)Pasir dicuci berulang-ulangan sampai bersih (usahakan pasir tidak ikut terbuang).
8)Kemudian pasir dikeringkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 100°C.
9)Mengeluarkan pasir dari oven dan didiamkan sampai dingin.
10)Menimbang pasir yang sudah dikeringkan.
11)Menganalisis data.
30 | P a g e
Berat cawan + pasir kering oven (B)
Berat cawan + pasir yang telah dicuci lalu di oven (C)
Berat pasir kering (D) = B – A
Kandungan lumpur dalam pasir = ( ) 100 %
c. Pengujian Berat Jenis (Spesific Gravity) Agregat Halus
Sesuai dengan SNI 1970:2008 berat jenis (Spesific Gravity) adalah
perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu material terhadap berat air
dengan volume yang sama pada temperatur yang ditentukan. cara uji ini digunakan
untuk menentukan berat jenis curah kering dan berat jenis semu, berat jenis curah
(jenuh kering permukaan), dan penyerapan air.
Langkah – langkah pengujian berat jenis (spesific gravity) agregat halus :
1) Membuat pasir dalam berat jenis jenuh kering permukaan (Saturated Surface Dry)
dengan cara :
a) Mengambil pasir (dianggap kondisi lapangan SSD) dimasukkan ke dalam
corong kerucut hingga penuh dan bertahap sebanyak 3 lapis.
b) Menumbuk permukaan lapisan dengan tongkat sebanyak 15 pukulan, jatuhkan
5 cm di atas permukaan pasir.
c) Mengangkat corong kerucut perlahan-lahan dengan arah vertikal dan mencatat
penurunan dengan penggaris siku – siku.
d) Pasir mencapai SSD jika pasir turun dari puncak kerucut sampai kira-kira
separuh tinggi kerucut. Penurunan pasir tidak boleh turun setengah tinggi
kerucut.
2) Menyiapkan pasir sebanyak 500 grm dalam kondisi jenuh kering permukaan dan
picnometer yang telah ditimbang beratnya .
3) Tambahkan air sampai kira-kira 90 % kapasitas picnometer.
4) Putar dan goncangkan picnometer dengan tangan untuk menghilangkan
gelembung udara yang terdapat dalam air.
5) Diamkan picnometer yang telah berisi air dan pasir selama 24 jam.
6) Menimbang berat total picnometer, benda uji dan air.
7) Mengeluarkan pasir kemudian pasir dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam
31 | P a g e
8) Kemudian pasir yang kering dari oven didiamkan pada temperatur ruangan
sekitar 1±0.5 jam dan timbang beratnya.
9) Timbanglah berat picnometer pada saat terisi air saja sampai batas pembacaan
yang ditentukan.
10) Dari data yang diperoleh, lalu dianalisis berat jenis (specific gravity)
Berat jenis curah (JKP/SSD) =
( )
Berat jenis semu =
( )
Berat jenis curah kering =
( )
Penyerapan air = 100 %
A = berat benda uji kering oven (gram)
B = berat picnometer +air (gram)
C = berat picnometer + air + pasir (gram)
D = benda uji berat jenis kering permukaan (gram)
d. Pengujian Gradasi agregat Halus
Tujuan dilakukan pengujian ini untuk mengetahui mutu agregat yang akan
digunakan dalam bahan campuran beton sehingga didapatkan agregat halus yang
memenuhi persyaratan fisis untuk bahan campuran beton.
Langkah agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1) Menyiapkan agregat halus (pasir) sebanyak 3000 gram
2) Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling
bawah), hingga ayakan 9.5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut
diletakkan pada mesin penggetar.
3) Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat
susunan ayakan tersebut.
4) Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit.
5) Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat
halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan.
6) Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan rumus :
Modulus halus butir =
Keterangan :
32 | P a g e
Tabel IV-2 Persen Butir Lewat Ayakan (%) untuk Agregat dengan Butir Maksimum 20 mm
Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Ayakan (mm) I II III IV
10 100 100 100 100
4.8 90 - 100 90 - 100 90 - 100 95 - 100
2.4 60 - 95 75 - 100 85 - 100 95 - 100
1.2 30 -70 55 - 90 75 - 100 90 - 100
0.6 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 -100
0.3 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50
0.15 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15
(Sumber : Tri Mulyono, 2004)
Keterangan : Daerah Gradasi I = Pasir kasar Daerah Gradasi II = Pasir Agak Kasar Daerah Gradasi III = Pasir Halus Daerah Gradasi IV = Pasir Agak halus
3.6.2. Pengujian Agregat kasar
a. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity) Agregat Kasar
Berat jenis merupakan suatu variabel yang sangat penting untuk suatu campuran
adukan beton, sehingga dapat dihitung volume dari agregat kasar yang
diperlukan. Pengujian ini menggunakan kerikil maksimal 20 mm atau lolos
ayakan 4.75 mm (No.4). Pada pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat
jenis (berat jenis curah kering), berat jenuh permukaan (saturated surface dry),
berat semu (apparent specific gravity), penyerapan (absorsi).
Langkah-langkah pengujian berat jenis pada agregat kasar sebagai berikut :
1) Menimbang dan mengambil kerikil 1000 gram
2) Lalu kerikil dicuci untuk menghilangkan kotoran
3) Keringkan kerikil dalam oven dengan temperature 110°C selama 24 jam
4) Ambil kerikil didalam oven kemudian didinginkan selama 1 atau 2 jam dalam
suhu ruangan
5) Kerikil direndam dalam air dengan temperature ruangan selama 24 jam
6) Setelah 24 jam, kerikil ditimbang dalam keadaan masih terendam air
7) Kemudian kerikil di lap dengan kain lap dan ditimbang dalam keadaan jenuh
permukaan kering (SSD)
33 | P a g e
9) Ambil kerikil dalam oven kemudian didinginkan ke dalam temperatur
ruangan selama 1 atau 3 jam lalu ditimbang
10) Menganalisis data hasil pengujian :
A = berat kerikil kering dioven (gram)
B = berat kerikil kondisi jenuh kering permukaan (SSD) (gram)
C = berat kerikil di dalam air (gram)
Berat jenis (berat jenis curah kering) =
Berat jenuh kering permukaan (berat jenis curah) =
Berat jenis semu =
Penyerapan air = 100%
b. Pengujian Gradasi Agregat Campuran
Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui susunan gradasi yang digunakan
dalam suatu campuran beton.
Langkah – langkah pengujian gradasi pada agregat kasar sebagai berikut :
1) Menyiapkan agregat campuran yang sudah di oven selama 24 jam dengan
temperature 110°C sebanyak 1500 gram.
2)Menyiapkan satu set ayakan dan disusun secara berurutan melai dari pan, 0.15,
0.30, 0.60, 1.18, 2.36, 4.75, 9.5, 19, 38 lalu ayakan diletakkan di mesin
penggetar.
3) Menuangkan agregat di dalam ayakan dan menutup dengan rapat-rapat susunan
ayakan tersebut dan diletakkan di mesin penggetar.
4) Menghidupkan mesin pengetar selama ± 5 menit.
5) Setelah ± 5 menit matikan mesin, kemudian menimbang dan mencatat berat
agregat kasar yang tertinggal di masing-masing pan.
6) Menghitung modulus kehalusan :
Modulus halus butir =
Keterangan :
n = jumlah dari presentase komulatif tertinggal
Tabel IV-3 Gradasi agregat kasar (SNI 03-2834-2000)
Ukuran ayakan (mm)
Persen butir yang lewat ayakan (%)
40 mm 20 mm
40 95-100 100
34 | P a g e
9,5 10-35 25-95
4,75 0-5 0-10
4.7. Pembuatan dan perawatan beton
1. Pembuatan rancangan campuran beton
Setelah bahan-bahan untuk pembuatan beton tersedia, dilakukan perhitungan rancangan
campuran beton sesuai mutu yang dikehendaki. Metode rancangan campuran yang
dipakai adalah metode DOE (Departement of Environment) yang kemudian dipakai di
Indonesia dan dimuat dalam buku standard SK.SNI.T-15-1990-03 dengan judul “Tata
Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal”.
Metode rancangan campuran beton yang digunakan dapat diuraikan sbb:
a. Penentuan target kuat tekan rata-rata
Target kuat tekan yang ditetapkan adalah untuk umur beton 28 hari, sesuai
kebutuhan perencanaan struktur dan kondisi lingkungan.
Mengingat dalam pelaksanaan pencampuran beton sulit diperoleh hasil yang
seragam, maka nilai kuat tekan harus ditambah nilai tertentu, sebagai angka
keamanan, sehingga diperoleh nilai kuat tekan rata-rata. Rumus yang dipakai:
fcr’ = fc’ + k.S
dengan fcr’ : target kuat tekan rata-rata
fc’ : target kuat tekan
k : faktor yang disesuaikan sesuai % cacat yang diijinkan
S : deviasi standar
Tabel IV-4. Nilai faktor k
% cacat 10% 5% 2,5% 1%
k 1,28 1,64 1,96 2,33
Keterangan: di Indonesia prosentase cacat yang diterima sebesar 5%
Tabel IV-5 Nilai deviasi standar (S) (Wuryati, 2001)
Tingkat pengendalian mutu Pekerjaan S (Mpa) Memuaskan Sehingga kuat tekan rencana beton dapat diperoleh dengan rumus:
35 | P a g e
b. Pemilihan faktor air semen
Pemilihan faktor air semen dapat ditetapkan berdasarkan grafik pada Gambar 3.1:
hubungan kuat tekan rata-rata (fcr’), tipe semen yang digunakan dan umur beton.
Gambar IV-22 Grafik untuk menentukan factor air semen
c. Penentuan tinggi slump rencana
Penentuan tinggi slump dilakukan dengan pertimbangan: pelaksanaan pembuatan,
cara mengangkut (alat yang digunakan), penuangan (cetakan), pemadatan maupun
jenis strukturnya. Contoh ketetapan nilai slump:
36 | P a g e
Jenis struktur Nilai slump (cm)
Maksimum Minimum
- Dinding, pelat fondasi dan struktur di bawah tanah
- Pelat, balok, kolom dan dinding - Pengerasan jalan Sumber: Tabel III.9. “Teknologi Beton” (Wuryati, 2001)
d. Penentuan ukuran butir agregat
Ukuran agregat maksimum tidak boleh melebihi ketentuan-ketentuan berikut:
a). Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang sampai dari cetakan
b). Sepertiga dari tebal pelat
c). Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-
berkas tulangan
e. Penentuan kadar air bebas
Penentuan kadar air bebas menggunakan ketentuan berikut:
a). Agregat tak dipecah dan agregat dipecah digunakan nilai-nilai pada Tabel 3.6.
b). Agregat campuran (tak dipecah dan dipecah) dihitung dengan rumus berikut:
k
dengan Wh : perkiraan kebutuhan air untuk agregat halus (Tabel 3.6)
Wk : perkiraan kebutuhan air untuk agregat kasar (Tabel 3.6)
Tabel IV-7 Perkiraan kadar air bebas yang dibutuhkan untuk beberapa tingkat kemudahan pengerjaan beton
SLUMP (mm) 0-10 10-30 30-60 60-100
Ukuran besar butir
agregat maksimum Jenis Agregat (kg/ m 3
Untuk suhu diatas 20o C, setiap kenaikan 5o C harus ditambah air 5 liter per m3 adukan beton.
2. Kondisi permukaan
37 | P a g e
(sumber: Tabel 6. SK SNI T-15-1990-03)
f. Penentuan berat semen yang diperlukan
Penentuan berat semen yang diperlukan dengan cara membagi kadar air bebas yang
telah dihitung, dengan nilai faktor air semen.
g. Penentuan prosentase agregat halus
Untuk menentukan prosentase agregat halus yang digunakan terhadap keseluruhan
agregat, dapat menggunakan bantuan Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar IV-23 Grafik untuk menentukan prosentase agregat halus (Wuryati, 2001)
h. Penentuan berat jenis relatif agregat
Berat jenis relatif agregat ditentukan sebagai berikut:
a). Diperoleh dari data pengujian agregat atau bila tidak tersedia, dapat dipakai
nilai berikut:- Agregat tak dipecah = 2,6 g/ cm3
- Agregat dipecah = 2,7 g/ cm3
b). Berat jenis agregat gabungan dapat dihitung sebgai berikut:
Bj Ag = (% pasir x Bj. pasir) + (% keriikil x Bj. kerikil)
i. Penentuan proporsi campuran beton
Proporsi campuran beton (terdiri dari: semen, air, pasir dan kerikil) harus dihitung
dalam kg/ m3 adukan.
38 | P a g e
2. Pembuatan beton
Pada pembuatan beton maka pada saat pencampuran harus diperhatikan agar beton yang
dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan. Serta komposisi suatu campuran juga
harus memenuhi syarat supaya dapat menghasilkan suatu beton dengan kualitas
karakteristik mekanik beton yang baik. Adapun cara pembutan adukan beton
prosedurnya sesuai dengan SNI 03-2493-1991.
Gambar IV-24 Pencetakan benda uji
3. Perawatan Beton
Perawatan beton digunakan untuk mendapatkan kekuatan beton dengan mutu tinggi dan
digunakan untuk memperbaiki mutu keawetan suatu beton, kedap terhadap air,
ketahanan terhadap keausan dan stabilitas dimensi struktur. Adapun Perawatan beton
dilakukan sesuai dengan SNI 03-2493-1991.
Gambar IV-25 Perawatan benda uji
4. Pembuatan larutan perendaman beton
Pada pengujian durabilitas beton, maka benda uji yang telah berumur 28 hari
direndam dalam dua larutan yaitu air garam dan larutan asam sulfat. Adapun cara
pembuatan larutannya adalah sebagai berikut.
a. Larutan air garam 3%
- Menyiapkan air dan garam sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini menggunakan
perbadingan 1 liter air : 30 gram garam (garam yang digunakan adalah garam
39 | P a g e
- Campurkan garam ke dalam air hingga garam larut.
b. Larutan asam sulfat 10%
- Menyiapkan air dan asam sulfat sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini
menggunakan perbadingan 1 liter air : 100 ml asam sulfat.
- Campurkan asam sulfat ke dalam air hingga asam sulfat larut (pada saat
pencampuran hendaknya memakai sarung tangan kimia karena asam sufat
termasuk zat yang berbahaya apabila terkena kulit).
4.8. Pengujian karakteristik mekanik beton.
1. Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton itu dilakukan pada beton sesuai umur perawatan yang
direncanakan. Pengujian ini dilakukan dengan alat Hidrolis Testing Machine sehingga
didapatkan nilai beban maksimum, yaitu pada saat beton menjadi hancur saat menerima
beban ( P). Pengujiannya seperti pada gambar dan sesuai dengan SNI 03-1974-1990.
Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :
f’c = A
P
……… (1)
Keterangan :
f’c = kuat tekan beton yang didapat dari benda uji (MPa)
P = beban maksimum (kN)
40 | P a g e
Gambar IV-26 Uji kuat tekan pada kubus
2. Pengujian Kuat Tarik Belah Beton
Benda uji yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi
30 cm sebnyak 9 buah benda uji. Pengujiannya pada umur 56 hari. Pemberian beban
dilakukan secara menerus tanpa sentakan dengan kecepatan pembebanan antara 0.7
hingga 1.4 Mpa per menit sampai benda uji hancur. Jika menggunakan benda uji
berbentuk silinder denga ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm maka kecepatan
pembebanan berkisar 50 sampai 100 KN per menit. Adapun prosedur pengujiannya
seperti pada gambar dan sesuai dengan SNI 03-2491-2002.
Besarnya kuat tarik belah beton dapat dihitung dengan rumus :
fct = LD
2P
……… (2)
Keterangan :
fct = kuat tarik belah (MPa)
P = beban uji maksimum (N)
L = panjang benda uji (mm)
D = diameter benda uji (mm)
Gambar IV-27 Uji kuat tarik pada silinder
3. Pengujian Kuat Lentur pada Balok Uji 15 cm
15 cm
15 cm P
P