• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH AROMATERAPI PEPPERMINT TERHADAP PENURUNAN SKALA MUAL PADA PASIEN KEMOTERAPI DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH AROMATERAPI PEPPERMINT TERHADAP PENURUNAN SKALA MUAL PADA PASIEN KEMOTERAPI DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : DWI NOVI SUSANTI

20120320164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

SENOPATI BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : DWI NOVI SUSANTI

20120320164

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

iii NIM : 20120320164

Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 4 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah...

Dengan segala jerih payah serta dukungan dari orang-orang tercinta, akhirnya

terwujudlah sebuah karya tulis yang Insya Allah dapat memberikan manfaat

serta ilmu kepada para pembacanya.

Untuk Bapak, Umi, Adik, dan Suamiku tercinta:

Kupersembahkan karya ini untuk kalian

Terimakasih...

Apa yang telah kalian berikan selama ini melebihi apa yang pernah saya

inginkan

(5)

v

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Peppermint Terhadap Penurunan Skala Mual Pada Pasien Kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul”. Karya tulis ini diajukan sebagai syarat

untuk dapat menyelesaikan pendidikan Sarjana di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing peneliti. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ardi Pramono, Sp.An., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menyetujui peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Sri Sumaryani, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Mat.,HNC, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menyetuji peneliti untuk melakukan penelitian.

(6)

4. Resti Yulianti Sutrisno, M. Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam perbaikan karya tulis ini.

5. Seluruh staf di lingkup RSUD Panembahan Senopati Bantul.

6. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden penelitian.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan baik dalam hal penulisan maupun isi, untuk itu peneliti mohon maaf dan demi kebaikan proposal ini, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata, peneliti mengharapkan agar karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan terutama bagi Ilmu Keperawatan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Kemoterapi ... 10

a. Definisi Kemterapi ... 10

(8)

c. Toksisitas Kemoterapi ... 12

2. Mual pada Pasien Kemoterapi ... 13

a. Definisi Mual ... 13

b. Obat-obatan Kemoterapi yang Menyebabkan Mual ... 15

c. Patofisiologi CINV ... 16

d. Tipe CINV ... 17

e. Faktor Risiko CINV ... 18

f. Dampak CINV ... 18

g. Masalah Keperawatan CINV ... 19

h. Penatalaksaan CINV ... 20

i. Peran Perawat ... 24

j. Instrumen Mual ... 25

3. Aromaterapi Peppermint ... 27

a. Aromaterapi ... 27

b. Peppermint ... 31

c. Aromaterapi Peppermint Sebagai Penurun Mual ... 32

B.Kerangka Teori ... 34

C.Kerangka Konsep ... 35

D.Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel ... 36

(9)

2. Sampel ... 37

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

1. Variabel Penelitian ... 39

2. Definisi Operasional... 40

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Cara Pengumpulan Data ... 41

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 46

H. Pengolahan dan Analisa Data... 47

1. Pengolahan Data... 47

2. Analisa Data ... 48

I. Etika Penelitian ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 51

B. Hasil Penelitian ... 52

C. Pembahasan ... 57

D. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 NOC dan NIC CINV... 19

Tabel 2.2 Pedoman Terapi Farmakologi acute dan delayed CINV... 21

Tabel 3.1 Desain penelitian... 36

Tabel 3.2 Definisi Operasional... 40

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di RSUD Panembahan Senopati Bantul... 52

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Diagnosis Kanker, dan Siklus Kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul... 53

Tabel 4.3 Distribusi Mual Pada Pasien Kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul... 54

Tabel 4.4 Distribusi Skala Mual Sebelum Pemberian Aromaterapi Peppermint Pada Pasien Kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul... 54

Tabel 4.5 Distribusi Skala Mual Setelah Pemberian Aromaterapi Peppermint Pada Pasien Kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul... 55

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data... 56

(11)

xi

DAFTAR BAGAN

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Survey Pendahuluan dari PSIK FKIK UMY

Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan dari RSUD Panembahan Senopati Bantul

Lampiran 3 Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian dari FKIK UMY Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Bantul

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian dari RSUD Panembahan Senopati Bantul Lampiran 6 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 7 Pernyataan Menjadi Responden Lampiran 8 Data Demografi

Lampiran 9 Prosedur Pemberian Aromaterapi Peppermint

Lampiran 10 Lembar Evaluasi Pemberian Aromaterapi Peppermint Lampiran 11 Lembar Conten Validity Index (CVI)

(13)
(14)

xiii INTISARI

Latar belakang: Prevalensi kanker semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan untuk terapi kanker. Kemoterapi menjadi terapi modalitas kanker yang paling sering digunakan dan menjadi satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Kebanyakan pasien mengeluh mual sebagai efek samping kemoterapi. Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) dapat berdampak buruk pada kualitas hidup, keadaan fisik, serta dapat mengubah kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Kegagalan dalam penanganan CINV menggunakan obat antiemetik menyebabkan kebutuhan untuk melakukan terapi lain sebagai terapi komplementer dan alternatif dalam menangani masalah mual pada pasien kemoterapi.

Tujuan: Untuk menganalisis pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Metode: Jenis penelitian ini adalah pra-eksperimental dengan rancangan pra-paska tes dalam satu kelompok (one group pra-post test design). Sampel penelitian ini terdiri dari 15 responden dengan teknik purposive sampling. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Analisis data yang digunakan adalah paired t-test dengan nilai p = < 0,05.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skala mual sebelum pemberian aromaterapi peppermint adalah 7,3 dan rata-rata skala mual setelah pemberian aromaterapi peppermint adalah 3,7. Perbedaan rata-rata skala mual sebelum dan setelah pemberian aromaterapi peppermint sebesar 3,6 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05).

Kesimpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penurunan skala mual antara sebelum dan setelah pemberian aromaterapi peppermint pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

(15)

xiv ABSTRACT

Background: The prevalence of cancer increases year by year as well as the need of cancer therapy. Chemotherapy becomes the cancer modality therapy which is often used as the only option for an effective method. Mostly cancer patients are complaining about nausea as the side-effect of chemoterapy. Chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV) can be a bad impact for their quality of life, physical condition, and it can even change the patient’s obedience to the medication. The failure in handling CINV using antiemetic can cause the need for other therapy as a complementary and alternative therapy in handling CINV. Objective: To analyze the effect of peppermint aromatherapy on reduction of chemotherapy patient’s nausea scale in RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Methods: This research was pre-experiment with one group pra-post test design. The research sample consists of 15 respondents by purposive sampling technique. The measuring instrument in this research was Numeric Rating Scale (NRS). The data analysis used paired t-test with p value = < 0,05.

Results: The result showed that mean of the nausea scale before giving peppermint aromatherapy was 7,3 and after giving peppermint aromatherapy is 3,7. The difference of mean value was 3,6 with p value=0,000 (p<0,05).

Conclusion: There are significant effect of peppermint aromatherapy on reduction of chemotherapy patient’s nausea scale in RSUD Panembahan Senopati Bantul.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Prevalensi penyakit kanker semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut WHO(World Health Organization) (2015), berdasarkan data dari World Cancer Report 2014 diperkirakan bahwa ada 14 juta kasus baru kanker

dan 8,2 juta kematian akibat kanker yang muncul di tahun 2012. Hal ini diperkirakan akan terjadi peningkatan dari 14 juta menjadi 22 juta dalam 2 dekade yang akan datang. Berdasarkan data dari GLOBOCAN (Global Burden Cancer)tahun 2012 dalam IARC (The International Agency for

Research on Cancer) WHO (2013), kondisi ini diperkirakan akan meningkat

mencapai 19,3 juta kasus per tahun di tahun 2025.

(17)

atau IV yang diberikan kemoterapi sitostatika akan memberikan respon klinik yang komplit.

Obat-obatan kemoterapi dapat menimbulkan beberapa toksisitas atau efek samping bagi pasien. Menurut Saleh (2006), toksisitas umum yang biasa muncul yaitu mielosupresi (seperti anemia, leucopenia, trombositopenia), mual-muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia (kebotakan). Efek samping kemoterapi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah mual-muntah atau chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV), yaitu sekitar 70-80% pasien (Otto, 2005; Firmansyah, 2010). Menurut American Cancer Society (2013), dosis tinggi intravena (IV) Cisplatin dan Cyclophosphamide tanpa terapi antiemetik dapat menyebabakan mual-muntah pada >90% pasien, namun penggunaan Bleomysin atau Vincristin dapat menyebabkan mual-muntah pada <10% pasien yang tidak diberikan antiemetik. Bourdeanu, dkk. (2012) juga menyatakan bahwa sebanyak 80% dari pasien yang menerima kemoterapi Siklofosfamid berbasis Anthracycline, yaitu sebuah ragimen adjuvant (tambahan) yang umumnya diresepkan untuk kanker payudara, akan mengalami beberapa derajat mual dan muntah.

(18)

delayed nausea and vomiting, yaitu mual yang terjadi lebih dari 24 jam setelah

kemoterapi (American Cancer Society, 2013). Derajat mual yang diukur menggunakan Numeric Rating Scale, yaitu rentan skala 0-10 dengan angka 0 tidak mual dan angka 10 mual terburuk yang mungkin dirasakan (Voigt, dkk., 2011), didapatkan hasil yang berbeda-beda. Terdapat 30% pasien dengan skala 0, 20% skala 1-4, 10% skala 5-9, dan 40% skala 10.

Menurut Chan, dkk. (2015), Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV) adalah salah satu dari efek samping yang paling bermasalah

dari kemoterapi kanker dan sering berlangsung hingga 5 hari atau lebih setelah kemoterapi diberikan. CINV dapat berdampak buruk, baik pada kualitas hidup pasien maupun keadaan fisik mereka (Chan, dkk., 2015). Berdasarkan penelitian Perwitasari, dkk. (2012), 74,9% dari 179 pasien kanker dari Departemen Onkologi, RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, mengalami delayed nausea and vomiting selama 5 hari setelah kemoterapi dan hal ini

mengakibatkan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien. Dampak dari CINV juga dijelaskan oleh Bloechl-Daum, dkk. (2006), selain dapat berdampak pada masalah fisiologis dan kulitas hidup, juga dapat mengubah kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah intervensi untuk menangani mual-muntah pada pasien kemoterapi.

(19)

pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul hanya sebatas pemberian terapi farmakologi. Obat-obatan yang digunakan yaitu Ondansentron (per IV dan oral), Omeprazol (per IV dan oral), dan Ranitidin (per IV). Rute pemberian obat-obatan ini diberikan pada pre-kemoterapi untuk per IV dan post-kemoterapi untuk per oral. Pemberian obat-obatan tersebut ternyata tidak semua pasien merasakan manfaatnya. Sekitar 40% pasien dari 10 pasien kemoterapimasih merasakan mual ketika sudah diberikan obat anti mual (antiemetik). Hal ini sesuai dengan penelitian Perwitasari, dkk., (2012) bahwa 74,9% dari 179 pasien mengalami delayed nausea and vomiting selama 5 hari setelah kemoterapi meskipun menggunakan profilaksis antiemetik.

Selain terapi farmakologi, terdapat beberapa intervensi yang dapat digunakan sebagai terapi komplementer dan alternatif yang digunakan untuk mengurangi efek samping kemoterapi. Menurut Mustian, dkk. (2011), salah satu terapi yang dapat digunakan yaitu herbal supplement dalam bentuk aromaterapi yang telah banyak direkomendasikan untuk mengurangi CINV. Ginger,Cinnamon bark, peppermint, chamomile, fennel, dan rosewood merupakan bahan-bahan yang biasa digunakan karena memiliki aktivitas antiemetik, antispasmodik, dan meningkatkan kesehatan sistem digestif (pencernaan) (Lua, dkk., 2015; McKenna, dkk., 2011; Mustian, dkk., 2011).

(20)

Menurut Boehm, dkk. (2012), aromaterapi atau EO sangat aman digunakan oleh pasien kanker dengan minimal efek samping. Tayarani-Najaran, dkk. (2013) juga menjelaskan bahwa EO Peppermint merupakan pilihan perawatan terapeutik yang murah, aman, dan efektif untuk perawatan pasien CINV. Berdasarkan analisis menggunakan GC–MC (Gas Chromatography–Mass Spectrometry) dalam penelitian Tayarani-Najaran, dkk. (2013), EO

Peppermint (M. x piperita)mengandung 13 komponen dan terdapat 5

komponen utama yang dapat berfungsi sebagai antiemetik, yaitu Limonene (5,96%), Cis-Dihydrocarvone (19,19%), Pulegone (13,30%), Carvone

(42,53%), β-Caryphyllene (6,78%). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut di atas adalah

“Apakah ada pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala

mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul?” C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

(21)

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi: a. Karakteristik responden penelitian dari pasien kemoterapi di RSUD

Panembahan Senopati Bantul.

b. Karakteristik mual yang dialami oleh pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

c. Skala mual sebelum pemberian aromaterapi peppermintpada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

d. Skala mual setelah pemberian aromaterapi peppermintpada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

e. Pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Responden

Penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi tentang keefektifan penanganan mual dengan nonfarmakologi yaitu dengan menggunakan aromaterapi peppermint.

2. Bagi Ilmu Keperawatan

(22)

3. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu intervensi mandiri perawat dalam menangani masalah mual pasien kemoterapi.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman secara langsung dalam melakukan penelitian dan pengetahun baru tentang penanganan mual pasien kemoterapi.

5. Bagi Instansi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat dimasukkan dalam SOP (Standard Operational Procedure) sebagai terapi komplementer dalam penanganan mual pasien kemoterapi di Rumah Sakit.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, ada beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu:

1. Lua, P. L., & Zakaria, N. S. (2012) dengan judul A brief review of current scientific evidence involving aromatherapy use for nausea and

vomiting.Penelitian ini merupakan sebuah tinjauan singkat dari bukti

ilmiah saat ini yang melibatkan penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang ada yang berhubungan dengan pengaruh EO (Essential Oil) yang diberikan melalui inhalasi untuk mengatasi mual dan muntah.

(23)

inklusi meliputi percobaan dengan 328 responden menunjukkan inhalasi uap EO peppermint atau jahe tidak hanya menurunkan insiden dan keparahan mual dan muntah tetapi juga menurunkan penggunaan obat antiemetik dan akibatnya meningkatkan kepuasan pasien. Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu pada desain penelitian yang digunakan. Peneliti menggunakan desain penelitianpra-eksperimental sedangkan penelitian tersebut merupakan penelitian brief review atau tinjauan singkat.

2. Santosh, dkk. (2011) dengan judul Anxiolytic And Antiemetic Effects Of Aromatherapy In Cancer Patients On Anticancer Chemotherapy.

(24)

dilakukan, metode penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan satu kelompok tanpa kelompok kontrol,sedangkan instrumen penelitianmenggunakan EO sebagai aromaterapi dengan cara inhalasi secara langsung tanpa dilakukan pemijatan dengan jumlah sampel 15 pasresponden dan tempat penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Indonesia.

3. Tayarani-Najaran, dkk. (2013) yang berjudul Antiemetic activity of volatile oil from Mentha spicata and Mentha × piperita in chemotherapy-induced

nausea and vomiting. Penelitian ini bertujuan untuk memastikan

keefektifan dari Mentha spicata dan Mentha x piperita dalam pencegahan CINV. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian randomized, double-blind clinical trial. Hasil menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang

(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Kemoterapi

a. Definisi Kemoterapi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi seluler. Susanti dan Tarigan (2010) juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika) yang diminum ataupun diinfuskan ke pembuluh darah.

Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang paling sering digunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastatis dan sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi utama, adjuvant (tambahan), dan neoadjuvant, yaitu kemoterapi adjuvant

yang diberikan pada saat pra-operasi atau pra-radiasi (Sukardja, 2000). Terapi adjuvant mengacu pada perawatan pasien kanker setelah operasi pengangkatan tumor (Johnson, dkk., 2014).

(26)

trofoblstik, leukemia limfosit akut anak, limfom Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker sel germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak, rabdomiosarkoma embrional, sarcoma Ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa. Kanker dengan jenis yang lain (misalnya kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma, dan lain-lain) walaupun tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi, namun lama survivalnya dapat diperpanjang (Desen, 2008; Johnson, dkk., 2014). Menurut Fasching, dkk. (2011), 52% pasien kanker payudara dengan HER2-positif yang menerima pengobatan anti-HER2 (Trastuzumab) dalam kemoterapi neoadjuvant mengalami PCR (Prognosis Complite Response). Menurut Rezkin (2009), diperkirakan sekitar 70% pasien

kanker ovarium stadium III atau IV yang diberikan kemoterapi sitostatika akan memberikan respon klinik yang komplit.

b. Obat-obatan Sitostatika

Menurut Desen (2008) dan Sukardja (2000), obat-obatan anti-kanker (sitostatika) yang umum digunakan di klinik yaitu:

(27)

3) Antimikrotubular: Onkovin/Vinkristin, Vinblastin, Vindesin, Navelbin, Taksol, Taksoter.

4) Inhibitor topoisomerase: Etoposid, Vumon, Topotekan, Irinotekan. 5) Antibiotic: Adriamisin, Epirubisin, Daunorubisin, Pirarubisin,

Bleomisin, Mitomisin-C, Aktinomisin D, Doksil.

6) Hormonal: Tamoksifen, Toremifen, Medroksi-progesteron, Megestrol, Flutamid, Aminoglutotimid, Lentaron, Letrozol, Anastrozol, Eksemestran, Goserelin, Lupron.

7) Target molecular: Gleevac, Mabthera, Herceptin, Iressa, Erbitux, Tarceva, Avastin.

c. Toksisitas Kemoterapi

(28)

kemoterapi. Menurut Saleh (2006), hal-hal yang mempengaruhi terjadinya efek samping dan toksisitas dari obat kemoterapi yaitu: jenis obat, dosis, jadwal pemberian obat, cara pemberian obat, dan faktor predisposisi.

Efek toksik kemoterapi terdiri dari beberapa toksik jangka pendek dan jangka panjang (Desen, 2008). Efek toksik jangka pendek meliputi: depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal (mual, muntah, ulserasi mukosa mulut, diare), trauma fungsi hati (infeksi virus hepatitis laten memburuk dan nekrosis hati akut), trauma fungsi ginjal (sistitis hemoragik, oliguria, uremia, nefropati asam urat, hiperurikemia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia), kardiotoksisitas, pulmotoksisitas (fibrosis kronis paru), neurotoksisitas (perineuritis), reaksi alergi (demam, syok, menggigil, syok nafilaktik, udem), efek toksik local (tromboflebitis), dan lainnya (alopesia, melanosis, sindroma tangan-kaki/ eritoderma palmar-plantar). Sedangkan efek jangka panjang meliputi: karsinogenisitas (meningkatkan peluang terjadinya tumor primer kedua), dan infertilitas. Menurut Saleh (2006), toksisitas umum yang diakibatkan oleh obat-obatan kemoterapi yaitu mielosupresi (seperti anemia, leucopenia, trombositopenia), mual muntah, ulserasi membran mukosa, dan alopesia (kebotakan).

2. Mual pada Pasien Kemoterapi a. Definisi Mual

(29)

Society, 2013). Hal ini juga dijelaskan oleh Glare, dkk., (2011) bahwa

muntah biasanya, tetapi tidak selalu, disebabkan oleh proses mual. Mual didefinisikan sebagai sebuah sensasi yang tidak enak di sekitaresofagus, di atas areagastrik (lambung), atau perut, dan biasa

dideskripsikan sebagai perasaan “sakit perut”. Muntah dapat dikatakan

sebagai “memuntahkan”, yaitu pengeluaran secara paksa dari isi perut

lewat mulut atau cavitas nasal (rongga hidung) (Garret, dkk., 2003 dalam Lua & Zakaria, 2010; Glare, dkk., 2011).

Mual dan muntah adalah 2 masalah efek samping kemoterapi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker (Otto, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare (2002), mual dan muntah adalah efek samping yang lebih sering terjadi pada kemoterapi dan dapat menetap hingga 24 jam setelah pemberian obat kemoterapi. Firmansyah (2010) menyatakan bahwa 70-80% pasien kemoterapi mengalami mual dan muntah. Sebanyak 80% dari pasien yang menerima kemoterapi berbasis Siklofosfamid dan Anthracycline akan mengalami beberapa derajat mual dan muntah (Bourdeanu, dkk., 2012). Sedangkan menurut American Cancer Society (2013), dosis tinggi IV (intravena) Cisplatin

(30)

b. Obat-obatan Kemoterapi yang Menyebabkan Mual

Banyak obat-obatan kemoterapi yang sering menimbulkan mual dengan derajat bervariasi, yaitu dosis tinggi DPP (Cisplatin), DTIC (Dacarbazine), HN2 (Mostar Nitrogen), Ara-C (Cytarabine), CTX (Siklofosfamid), dan BCNU (Karmustin) dapat menimbulkan mual dan muntah yang hebat (Desen, 2008). Menurut Basch, dkk., (2011) melalui systematic review, obat-obatan kemoterapi yang berisiko menyebabkan mual dan muntah dibagi ke dalam beberapa tingkatan, antara lain:

1) High risk, terdiri dari: Carmustin, Cisplatin, Cyclophosphamide

≥1.500 mg/m2

, Dacarbazin, Dactinomycin, Mechlorethamine, Streptozoticin.

2) Moderate risk, terdiri dari: Azacitidin, Alemtuzumab, Bendamustine, Carboplatin, Clofarabine, Cyclophosphamide <1.500 mg/m2, Cytarabine >1.000 Mg/M2, Daunorubici, Doxorubicin, Epirubicin, Idarubicin, Ifosfamide, Irinotecan, Oxaliplatin.

3) Low risk, terdiri dari: Fluorouracil, Bortezomid, Cabazitaxel,

Catumaxomab, Cytarabine ≤1.000 mg/m2

(31)

4) Minimal risk, terdiri dari: 2-Chlorodeoxyadenosine, Bevacizumab, Bleomycin, Busulfan, Cetuximab, Fludarabine, Pralatrexate, Rituximab, Vinblastine, Vincistrine, Vinorelbine.

c. Patofisiologi Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV) Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kejadian mual dan muntah yaitu dopamine, serotonin, substansi P, acetylcholine, histamine, endorphin, dan GABA (Malamakal, 2015; Mustian, dkk., 2011). Menurut Mustian, dkk. (2011), senyawa yang paling banyak dipelajari terkait dengan mual dan muntah yang diakibatkan oleh kemoterapi atau Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting(CINV) adalah serotonin (5-HT) yang diproduksi oleh sel

enterochromaffin, yaitu suatu jenis sel yang unik yang tersebar di seluruh epitel usus. Serotonin (5-HT) akan meningkat setelah terpapar agen kemoterapi, sehingga pada tingkat tertinggi akan dilepaskan dari permukaan basal ke lamina propia. 5-HT yang berikatan dengan reseptor-reseptor yang serumpun dengan 5-HT3, yang terletak di terminal saraf vagus, bertindak sebagai neurotransmitter yang mengubah sinyal ke otak belakang, sehingga memicu respon motorik mual dan muntah.

(32)

Enterochromaffin (EC) didistribusikan ke seluruh dinding GI untuk melepaskan sinyal-sinyal saraf melalui pelepasan neurotransmiter, yaitu serotonin (5-HT), substansial P (SP), dopamin (D2), monoamin (M), dan histamine (H1). Neurotransmiter ini kemudian mengaktifkan serabut aferen saraf vagus dengan mengikat reseptor-reseptor (5-HT3, NK-1, dan lain-lain) yang kemudian menstimuli kompleks dorsal saraf vagus yang terdiri dari pusat emetik/muntah (VC), Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), dan Nucleus Tractus Solitarius (NTS). Kemudian

sensori tersebut diintegrasikan dan mengakibatkan aktivasi respon muntah.

d. Tipe Chemotherapy Induced Nausea ad Vomitig (CINV)

Menurut American Cancer Society (2013), CINV dapat berupa: 1) Acute Nausea and Vomiting

Biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah kemoterapi diberikan, akan berakhir dalam 24 jam, dan sering terjadi sekitar 5-6 jam setelah kemoterapi.

2) Delayed nausea and vomiting

Mulai terjadi lebih dari 24 jam setelah kemoterapi, biasanya muncul 48-72 jam setelah kemoterapi dan berakhir 6-7 hari

3) Anticipatory nausea and vomiting

(33)

e. Faktor risiko Chemotherapy Induced Nause and Vomiting (CINV) Menurut Sekine, dkk. (2013) melalui studi prospektif analisis, faktor risiko yang berhubungan dengan beberapa derajad mual pada fase akut (acute CINV) adalah jenis kelamin (perempuan), usia (<55 tahun), konsumsi alkohol, serta kemoterapi berbasis Cisplatin dan AC/EC (Anthracycline and Cyclophosphamide-combination), sedangkan pada fase tertunda (delayed CINV) hanya jenis kelamin (perempuan), konsumsi alkohol, dan kemoterapi berbasis Cisplatin. f. Dampak Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)

Menurut Chan, dkk. (2015), Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV) adalah salah satu dari efek samping yang paling

(34)

kemoterapi meskipun menggunakan profilaksis antiemetik dan hal ini mengakibatkan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien yang diukur menggunakan European Organization for Research and Treatment for Cancer of Quality of Life Questionnaire

(EORTC QLQ-30) versi Indonesia dan Short Form-36 (SF-36). g. Masalah Keperawatan CINV

Menurut NANDA International 2012-2014, masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang mengalami CINV yaitu mual berhubungan dengan gangguan biokimia (toksisitas kemoterapi) dan toksin (metabolit abnormal akibat kanker) dengan batasan karakteristik meliputi: keengganan terhadap makanan, sensai muntah, peningkatan saliva, melaporkan mual, dan rasa asam di dalam mulut.

Tabel 2.1

NOC dan NIC CINV (NOC & NIC team, 2008)

NOC NIC

Symptom Severity (2103) Chemotherapy Management (2240)

Definisi:

Tingkat perubahan-perubahan yang dianggap merugikan dalam fungsi fisik, emosi, dan sosial.

Definisi:

(35)

NOC NIC

Symptom Severity (2103) Chemotherapy Management (2240)

kemoterapi.

4. Ajarkan kepada pasien teknik relaksasi dan imagery secara tepat untuk diguakan sebelum, selama, dan setelah perawatan.

5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan antiemetik untuk mual dan muntah.

h. Penatalaksanaan CINV

Penatalaksanaan CINV dapat dilakukan dengan tindakan farmakologi dan non-farmakalogi.

1) Farmakologi

(36)

Menurut Basch, dkk., (2011), pedoman pemberian antiemetik untuk CINV terbaru yang direkomendasikan oleh American Society of Clinical Oncology adalah sebagai berikut.

a) Highly emetogenic agents: kombinasi NK-1 receptor antagonist (hari ke 1–3 untuk aprepitan; hanya hari ke-1untuk fosaprepitant), 5HT3 receptor antagonist (hanya hari ke-1), dan dexamethasone (hari ke 1–3 atau 1–4).

b) Moderately emetogenic agents: kombinasi palonosetron (hanya hari ke-1) dan dexamethasone (hari ke 1–3).

c) Low emetogenic agents: dosis tunggal 8 mg dexamethasone sebelum kemoterapi.

Sedangkan menurut Mustian, dkk., (2011) dan Janelsins, dkk., (2013), pedoman dalam pemberian terapi farmakologi yang direkomendasikan untuk acute dan delayed CINV dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Pedoman Terapi Farmakologi acute dan delayed CINV (Mustian, dkk., 2011; Janelsins, dkk., 2013)

Acute Nausea and Vomiting

Emetic risk Antiemetik yang direkomendasikan

High 5HT3 (Serotonin Receptor

Antagonist)+ DEX (Dexamethasone) + NK-1 (Neurokin-1 Receptor Antagonist) atau APR (Aprepitant) Moderate-AC (anthrocycline +

Cyclophosphamide)

5HT3 + DEX + NK-1 atau APR

Moderate selain AC PALO (Palonosetron) + DEX

Low DEX atau 5HT3 atau DRA

(Dopamine Receptor Antgonist) Minimal Sesuai kebutuhan atau tidak rutin

(37)

Emetic risk Antiemetik yang direkomendasikan

High DEX + NK-1 atau (APR)

Moderate-AC (anthrocycline + Cyclophosphamide)

NK-1 (APR)

Moderate selain AC DEX

Low Sesuai kebutuhan atau tidak rutin Minimal Sesuai kebutuhan atau tidak rutin

Obat antiemetik juga menimbulkan beberapa efek samping. Menurut Fonte, dkk. (2015), 73% pasien yang menerima Olanzapine, yaitu reseptor neurotransmitter antagonis multiple yang terdiri dari dopaminergik pada reseptor D1, D2, D3, D4 di otak, serotonin pada 5-HT2a, 5-HT2c, 5-HT3, reseptor 5-HT6, cathecolamines pada reseptor alpha1 adrenergic, acetylcholine pada reseptor muscarinic, and histamine pada reseptor H1, melaporkan mengantuk dan kelelahan. Hasil ini berbeda dengan efek samping yang dialami oleh pasien dengan masalah kesehatan mental yang menerima olanzapine setiap hari selama bertahun-tahun, terjadi peningkatan berat badan, peningkatan glukosa darah dan kolesterol, kelelahan, reaksi ekstrapiramidal seperti akatisia, gagal jantung kongesti, pneumonia, dyspnea, inkontinensia urin, dan efek dermatologi. Pada akhirnya, pasien tampak depresi, euphoria, delusi, reaksi manic, reaksi skizofrenia, gejala obsesif kompulsif dan usaha untuk bunuh diri.

2) Non-farmakologi

(38)

terinduksi kemoterapi (Chemoterapy Induced Nausea and Vomiting). Berdasarkan artikel ilmiah yang ditulis oleh Mustian,

dkk. (2011), terapi non-farmakologi yang dapat digunakan meliputi:

a) Herbal supplement

Menurut Mustian, dkk. (2011), banyak herbal supplement dalam bentuk tea (minuman) atau aromaterapi yang

telah direkomendasikan untuk mengurangi CINV. Ginger,Cinnamon bark, peppermint, chamomile, fennel, dan rosewood merupakan bahan-bahan yang biasa digunakan

(Mustian, dkk., 2011; Lua, dkk., 2015; McKenna, dkk., 2011). Bahan-bahan tersebut memiliki aktivitas antispasmodik dan meningkatkan kesehatan sistem digestif (pencernaan) (Essential Science Publishing, 2007 dalam Muatian, dkk., 2011).

b) Akupuntur

(39)

efektif dalam pencegahan delayed CINV dan dapat dijadikan sebagai pilihan terapi CINV tanpa efek samping.

c) Biopsychobehavioral

Terapi ini meliputi progressive muscle relaxation, guided imagery, hypnosis, dan exercise. Intervensi biopsychobehavioral lebih bermanfaat jika diimplementasikan

dalam pencegahan dan dimulai sebelum siklus pertama kemoterapi atau sebelum onset pertama gejala CINV (Redd, 1994; Marrow, 1993 dalam Mustian, dkk., 2011).

i. Peran Perawat

Peran perawat secara umum dijelaskan dalam Standar Kompetensi Perawat Indonesia yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang bekerjasama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Indonesia (AIPDiKI) (2012) adalah sebagai care providerataucare giver (pemberi pelayanan atau asuhan), community leader (pemimpin komunitas), educator (pendidik),

manager (pengelola), dan researcher (peneliti). Melalui perannya

sebagai researcher, perawat dapat melakukan penelitian sederhana keperawatan dengan cara mencari jawaban terhadap fenomena klien dan menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan Evidence Based Nursing Practice (EBNP). EBNP yang dihasilkan

(40)

perannya sebagai care providerataucare giver, yaitu menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendektan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan holistik berlandaskan aspek etik dan legal.

j. Instrumen Mual

Menurut Rhodes dan Daniel (2001, dalam Oktaviani 2013), instrumen yang digunakan untuk mengukur mual muntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya yaitu: Numerik rating scale (NRS), Duke Descriptive Scale (DDS), Visual Analog Scale (VAS), Index Nausea vomiting and Retching (INVR), Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis.

a. Numeric rating scale (NRS)

(41)

Nausea and Vomiting) pada pasien bedah elektif payudara dengan

0 = tidak PONV dan 10 = kejadian PONV yang terburuk.

NRS juga digunakan di dalam Edmonton Symptom Assessment System (ESAS), yaitu alat atau instrumen pengkajian

yang valid dan reliabel untuk membantu dalam melakukan pengkajian 9 gejala (nyeri, kelelahan, mual, depresi, kecemasan, mengantuk, nafsu makan, kesejahteraan, dan sesak napas) yang dialami oleh pasien kanker, yang masing-masing gejala tersebut dinilai dari 0 – 10 dengan 0 berarti tidak ada gejala dan 10 keparahan yang mungkin terburuk (Cancer Care Ontario, 2005).Instrumen NRS yang terdapat di dalam ESAS tersebut merupakan instrumen yang akan digunakan oleh peneliti untuk menilai skala mual pada pasien kemoterapi dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan 11 poin NRS (0 = tidak mual sampai 10 = mual yang paling buruk).

b. Duke Descriptive Scale (DDS)

Instrument ini memuat data mual dan muntahdengan frekuensi, keparahan dan kombinasi aktifitas. Tipe dari kuesioner ini adalah skala check list. Kelemahan kuesioner adalah informasi yang terbatas (Rhodes & Daniel, 2001 dalam Oktaviani, 2013).

c. Visual Analog Scale (VAS)

(42)

gejala. Instrumen ini instrumen yang simple dan paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.

d. Index Nausea Vomiting and Retching (INVR)

Index Nausea Vomiting and Retching yang dipopulerkan oleh Rhodes digunakan untuk mengukur mual, muntah dan retching dengan skala Likert yaitu 0-4. Instrumen INVR merupakan instrumen yang digunakan dalam penelitian Apriany (2010).

e. Marrow Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis

Instrumen ini dilengkapi dengan data awal, intensitas, keparahan, dan durasi dari mual dan muntah(Rhodes dan Daniel, 2001 dalam Oktaviani, 2013).

3. Aromaterapi Peppermint a. Aromaterapi

(43)

kesehatan fisik dan mental, kualitas hidup, dan sebagai bentuk pengobatan komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative Medicine(CAM).

Efek aromaterapi inhaler (aromastik) terhadap kecemasan, mual, dan gangguan tidur pada 160 pasien dalam setting acute center caredi UK menunjukkan 77% dari semua pasien melaporkan satu atau

lebih manfaat dari aromastik tersebut. Pada pasien cemas, 65% melaporkan merasa lebih santai dan 51% merasa setress kurang. 47% dari pasien mual mengatakan mual teratasi dan 55% dari pasien yang mengalami gangguan tidur mengalami peningkatan kualitas tidur (Stringer & Donald, 2010). Aromaterapi juga dapat menurunkan kejadian, keparahan, dan frekuensi CINV pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di Negara Karala, India (Santosh, dkk., 2011).

Menurut Mayden (2012), aromaterapi dapat diaplikasikan dalam beberapa metode, antara lain:

1) Topikal: Metode ini biasanya diaplikasikan dalam bentuk pijat, salep, emulsi, dan gel.

2) Inhalasi: metode yang biasanya digunakan meliputi diffuser, lampu aroma, semprot ruangan, uap, atau inhalasi langsung dari minyak esensial.

(44)

4) Kompres: pengenceran EO dan diaplikasikan ke kain bersih atau kain flannel dalam keadaan dingin atau panas dan biasanya pengompresan dilakukan selama 1 – 3 jam.

Sedangkan menurut Buckle (2014), aplikasi aromaterapi melalui inhalasi dapat secara langsung atau direct (untuk satu pasien) atau tidak langsung atau indirect (untuk ruangan).

1) Direct inhalation (no steam)

Penggunaan aromaterapi tanpa uap (steam) yaitu dengan menggunakan beberapa cara di bawah ini.

a) Aromasticks: dengan cara meneteskan 15 – 20 tetes EO ke dalam wick (sumbu) dan masukkan wick ke dalam inhaler. b) Aromapatches: dengan cara menggunakan patch yang dapat

berisi 1 jenis EO atau campuran yang diaplikasikan ke kulit pasien.

c) Bola kapas (cotton ball): dengan cara menambahkan 1 – 5 tetes EO pada bola kapas dan menghirupnya selama 5 – 10 menit kemudian diulangi sesuai kebutuhan.

2) Direct inhalation with steam

(45)

3) Indirect Inhalation

Aplikasi aromaterapi dalam bentuk room fresheners, burners, fans, humidifier, diffuser, nebulizer, spritzer sprays, aromastones.

Melalui inhalasi, molekul-molekul volatile EO yang melewati reseptor olfaktori di hidung mengenali karakteristik molekuler tersebut dan mengirimkan sinyal ke otak melalui saraf olfaktori. Selain itu, beberapa unsur pokok dari molekul tersebut masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru dan berpengaruh secara langsung terhadap saraf-saraf di otak setelah melewati barier darah di otak (Geiger, 2005 dalam Lua & Zakaria, 2012).

Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi dari sistem olfaktorius (penghidu). Salah satu faktor yang berpengaruh adalah usia. Larsson, dkk. (2000 dalam Mullol, dkk., 2012) menjelaskan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan kelemahan kemampuan untuk mendeteksi atau mengidentifikasi bau-bauan. Menurut penelitian Mullol, dkk., (2012), yang melakukan identifikasi terhadap prevalensi gangguan penghidu (anosmia) terhadap 75 responden menunjukkan bahwa paling banyak berusia 60

– 69 tahun (22,7%).Pengaruh usia terhadap fungsi penghidu juga

(46)

Berdasarkan sistematic reviewoleh Boehm, dkk. (2012), dalam aspek keamanan aromaterapi atau EO dapat digunakan dengan aman oleh pasien kanker. Tes terhadap keamanan EO telah menunjukkan efek samping yang minimal. Beberapa EO (misal: camphora oil) dapat menyebabkan iritasi lokal, seperti dermatitis kontak, akibat kontak yang terlalu lama dengan EO ketika mendapatkanaromaterapi pijat. Hal ini juga dijelaskan dalam brief review tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua dan Zakaria (2012), hanya beberapa kasus reaksi alergi yang didokumentasikan dalam literatur dan dilaporkan hanya ada 1 kasus reaksi alergi dengan minyak esensial Athemis nobilis (chamomile).

b. Peppermint

Peppermint yang memiliki nama latin Mintha piperita

diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Lamiales, famili Lamiaceae, genus Mentha, dan spesies Mentha arvensis (Sastrohamidjojo, 2004). Genus Mentha di Indonesia terdapat 2 jenis spesies yaitu Mentha arvensis dan Mentha piperita(peppermint) (Pribadi, 2010 dalam Toepak, dkk., 2013). Genus mentha yang digunakan sebagai penghasil minyak mint adalah minyak cornmintyang dihasilkan dari tanaman M. arvensis, minyak

peppermint dihasilkan dari tanaman M. piperita, dan minyak spearmint

(47)

Berdasarkan analisis menggunakan GC–MC (Gas Chromatography–Mass Spectrometry) dalam penelitian

Tayarani-Najaran, dkk. (2013), essential oil (EO) Peppermint (M. x piperita)mengandung 14 komponen yang terdiri dari Limonene

(5,96%), Menthone (1,12%), Borneol (0,68%), Terpinen-4-ol (0,99%), cis-Dihydrocarvone (19,19%), trans-Dihydrocarvone (1,06%),

Pulegone (13,30%), Carvone (42,53%), Piperitone (1,52%), α

-Terpinenyl Acetate (3,45%), β-Carvyl Acetate (1,06%), β-Bourbonene

(1,46%), β-Caryophyllene (6,78%), α-Humulene (0,88%). Berdasarkan

evaluasi lebih lanjut, terdapat 5 komponen utama yang dapat berfungsi sebagai antiemetik, yaitu Limonene (5,96%), cis-Dihydrocarvone

(19,19%), Pulegone (13,30%), Carvone (42,53%), β-Caryphyllene

(6,78%).

c. Aromaterapi peppermint sebagai penurun mual

Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa aromaterapi peppermint efektif untuk menurunkan mual. Hasil penelitian

Tayarani-Najaran, dkk. (2013) menunjukkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan dalam intensitas dan angka kejadian mual dan muntah akibat kemoterapi dalam 24 jam pertama dengan M. spicata dan M. x piperita pada kedua kelompok perawatan dibandingkan kelompok

(48)

menurun secara signifikan (p < 0,001) setelah diberikan EO campuran antara ginger, spearmint, peppermint, dan cardamom.

Sebuah tinjauan singkat(brief review) tentang penggunaan aromaterapi untuk mual dan muntah oleh Lua dan Zakaria (2012) menunjukkan bahwa dari 5 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang mencakup percobaan dengan 328 responden, didapatkan hasil bahwa inhalasi uap minyak esensial (Essential Oil/EO) peppermint tidak hanya mengurangi insiden dan keparahan mual dan muntah, tetapi juga mengurangi penggunaan obat antiemetik dan sebagai akibat peningkatan kepuasan pasien. Kesimpulan dari hasil tersebut bahwa pengguaan aromaterapi minyak esensial (Essential Oil/EO) peppermintmemiliki potensial keuntungan dalam mengurangi mual

(49)

B. Kerangka Teori

Keterangan: Diteliti Tidak diteliti

Kemoterapi

Aromaterapi peppermint sebagai penurun mual Penatalaksanaan mual muntah akibat kemoterapi (CINV):

1. Farmakologi  obat-obatan antiemetik 2. Non-farmakologi

a. Herbal suplement b. Akupuntur

c. Biopsychobehavioral

aromaterapi peppermint Toksisitas kemoterapi:

1. Mielosupresi (anemia, leucopenia, trombositopenia) 2.

3. Ulserasi membran mukosa 4. Alopesia

Mual muntah

(50)

C. Kerangka Konsep

Bagan 2.2Kerangka Konsep

Keterangan: Diteliti Tidak diteliti D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H1: Ada pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

H0: Tidak ada pengaruh aromaterapi peppermint terhadap penurunan skala mual pada pasien kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Pasien kemoterapi

yang mengalami mual

Diberikan aromaterapi peppermint

Faktor yang mempengaruhi:

Usia (<55 tahun), jenis kelamin (perempuan), konsumsi alkohol, kemoterapi berbasis Cisplatin dan AC/EC

Menurunkan skala mual

(51)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra-eksperimentaldengan rancangan pra-paskates dalam satu kelompok (one group pra-post test design). Desain penelitian ini untuk mengungkapkan

hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek(Nursalam, 2013).Kelompok subjek pada penelitian ini dilakukan pengukuran skala mualterlebih dahulu sebelum diberikan intervensi aromaterapi peppermintkemudian dilakukan pengukuran skala mual lagi setelah intervensi

Tabel 3.1

Desain penelitian (Nursalam, 2013)

Subjek Pra-tes Intervensi Paska-tes

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan:

K : subjek (pasien kemoterapi yang mengalami mual)

O : Observasi pengukuran skala mual sebelum dilakukan intervensi I : Intervensi (pemberian aromaterapi peppermint)

OI : Observasi pengukuran skala mual setelah dilakukan intervensi

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(52)

dalam penelitian ini adalahsemua pasien kemoterapi di RSUDPanembahan Senopati Bantul yang berjumlah 150 pasien dalam 1 minggu pada bulan Juni 2015(Sumber: Kepala Ruang dan Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2015). Sedangkan pada bulan Juni 2016, terjadi penurunan jumlah populasi menjadi 47 pasienyang terhitung dari tanggal 1

– 30 Juni 2016. Hal ini disebabkan karena dokter spesialis yang menjadi

penanggungjawab pindah tugas ke rumah sakit lain sehingga sebagian pasien memutuskan untuk tidak melanjutkan siklus kemoterapisampai selesai (Sumber: Kepala Ruang dan Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2016).

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui teknik sampling (Saryono, 2011). Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan caranon probability sampling jenis purposive sampling, yaitu suatu teknik

(53)

Sampel dalam penelitian ini memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien dewasa (usia 18-60 tahun) (Hurlock, 2002). 2) Pasien kemoterapi yang mengalami mual.

3) Pasien yang tidak memiliki riwayat alergi pernapasan. 4) Pasien kooperatif dan bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien yang tidak menyukai aroma peppermint.

2) Pasien yang mengalami acuteataudelayed CINV yang tidak memberikan nomor telepon.

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus uji hipotesis 2 mean berpasangan sebagai berikut (Ariawan, 1998).

n =δ

2 Z

1−α/2+ Z1−β 2

μ1−μ2 2

Keterangan:

n : jumlah perkiraan sampel

δ : standar deviasi

Z1-α/2 : derajat kemaknaan Z1-β : kekuatan uji

(µ1-µ2) : perbedaan rata-rata kedua kelompok

(54)

yang dilakukan oleh Syarif (2009) dalam Apriyani (2010) dengan standar deviasi 8,68 dan perbedaan rata-rata 6,2.

n = 8,62

2 1,96 + 0,84 2

6,2 2 = 15,36 = 15

Berdasarkan perhitungan sampel di atas, sampel minimal yang diperlukan sebanyak 15 responden. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi drop out, diperlukan penambahan jumlah sampel sebanyak 10% sehingga

sampel yang diperlukan sebanyak 17 responden (Apriyani, 2010). Setelah dilakukan pengambilan sampel, jumlah sampel awal yang didapatkan sebanyak 17 responden.Namun, karena ada 2 responden yang mengalami drop out akibat 1 responden meninggal dan 1 responden sudah tidak

mengalami mual lagi, sehingga jumlah sampel menjadi 15 responden. Peneliti mengambil jumlah sampel minimal tersebut karena telah terjadi penurunan jumlah populasi.

C. Lokasidan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang terletak di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo, Trirenggo, Bantul, D.I. Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 – Juni 2016. D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

(55)

a. Variabel bebas (Independent), merupakan stimulus atau intervensi yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aromaterapi peppermint.

b. Variabel terikat (dependent), adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel terikat pada penelitian ini adalah skala mual pada pasien kemoterapi.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013).

Tabel 3.2 Definisi Operasional

(56)

No Variabel Definisi operasional

Hasil ukur Alat ukur Skala

ingin muntahke dalam rentang nilai 0 – 10.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan:aromaterapi peppermint dalam bentuk EO; lembar data demografi yang berisi data karakterisik responden seperti:nomor rekam medis, nama,usia, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, diagnosis kanker, siklus kemoterapi saat ini, jenis obat kemoterapi, riwayat mual (meliputi: waktu mual, frekuensi mual, dan obat anti mual yang digunakan); dan lembar evaluasi pemberian aromaterapi peppermint yang berisi tanggal dan jam mual, skala mual sebelum pemberian aromaterapi peppermint dan skala mual setelah pemberian aromaterapi peppermint yang diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS), dan check list prosedur pemberian aromaterapi peppermint dengan menggunakan skala Guttman dan pengkategorian nilai, yaitu ya = 2 dan tidak = <2.

F. Cara Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan

a. Meminta ijin penelitian ke Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

b. Meminta ijin penelitian ke BAPPEDA Bantul.

(57)

d. Melakukan studi pendahuluan.

e. Melakukan uji etik penelitian ke Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

2. Tahap pelaksanaan

a. Proses pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi.

Dalam proses ini, peneliti setiap hari datang ke bangsal kemoterapi RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kemudian peneliti mengecek jumlah pasien yang menjalani kemoterapi pada hari itu. Setelah itu, peneliti mendatangi pasien satu per satu, memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, setamenanyakan berapa usia pasien, apakah pasien mengalami mual atau tidak, kapan mual mulai muncul (sebelum kemoterapi, 5 – 6 jam setelah kemoterapi, atau 48 – 72 jam setelah kemoterapi), dan ada riwayat alergi pernapasan atau tidak.Untuk pasien yang berusia 18 – 60 tahun, mengalami mual, dan tidak memiliki alergi pernapasan maka secara langsung dimasukkan sebagai responden penelitian. Pada proses ini, terdapat 2 responden yang mengalami eksklusi karena responden tidak memberikan nomor telepon dengan alasan tidak memiliki handphone dan tidak membawa handphone sehingga lupa nomor teleponnya.

b. Memberikan penjelasan tentang prosedur penelitian.

(58)

dirasakan dan untuk sementara waktu tidak minum obat anti mual jenis apapun terlebih dahulu. Kemudian responden mulai menggunakan minyak aromaterapi peppermint yang diteteskan ke bola kapas sebanyak 3 tetes lalu responden diminta menghirupnya selama 5 menit. Setelah 5 menit, responden diminta untuk melakukan pengukuran skala mual lagi. setelah itu, pasien dipersilahkan untuk minum obat anti mual jika mual yang dirasakan tidak berkurang. Responden juga diminta untuk mengisi lembar evaluasi pemberian aromaterapi peppermint. Selain itu, peneliti juga memberikan nomor telepon yang dapat dihubungi untuk digunakan oleh responden jika responden ingin mengajukan pertanyaan.

c. Informed consent

Pada proses ini, peneliti meminta pasien yang bersedia menjadi responden untuk menandatangani lembar pernyataan menjadi responden.

d. Pengumpulan data primer

Pada proses pengumpulan data primer, responden diminta untuk melengkapibeberapa data pada lembar data demografi. Karena sebagian besar responden meminta peniliti untuk mengisi sendiri, sehingga peneliti melakukan proses ini dengan wawancara.

e. Melakukan pre-test, intervensi, dan post-test

(59)

1) Responden yang mengalami mual di rumah sakit (anticipatory CINV), proses pre-test dilakukan secara langsung pada saat itu juga dengan bertanya kepada responden skala mual yang dirasakan saat itu kemudian peneliti langsung melakukan intervensi dengan memberikan bola kapas yang sudah diberi munyak aromaterapi untuk dihirup selama 5 menit, setelah itu peneliti melakukan post-test dengan menanyakan kembali skala mual yang dirasakan.

2) Responden yang mengalami mual di rumah (acute dan delayed CINV), peneliti memberikan 1 paket instrumen penelitian yang berisi 1 botol minyak aromaterapi pepermint (isi 15 ml), 1 buah bola kapas, dan 1 lembar evalusi pemberian minyak aromaterapi peppermint untuk dibawa pulang. Peneliti kemudian menelepon

(60)

Bagan 3.1 Alur Pengumpulan Data

Ijin penelitian ke PSIK FKIK UMY, BAPPEDA Bantul, dan RSUD Panembahan Senopati Bantul

Pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi

Studi pendahuluan

Uji etik penelitian ke Komisi Etika Penelitian FKIK UMY

Penjelasan prosedur penelitian dan informed consent

Pengumpulan dan pengecekan kelengkapan data

Pre-test, intervensi, dan post-test

Dilakukan pre-test, intervensi, dan

post-test secara langsung pada saat itu juga

Responden yang mengalami mual di rumah sakit (anticipatory CINV)

Pengumpulan data primer

Responden yang mengalami mual di rumah (acute dan delayed CINV)

Responden diberi 1 paket instrumen penelitian untuk dibawa pulang

Pre-test, intervensi, dan post-test

dilakukan melalui telepon

(61)

G.Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Menurut Arikunto (2013), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sedangkan Reliabilitas menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga (Arikunto, 2013).

Instrumen kuesioner NRS (Numeric Rating Scale) telah banyak digunakan sebagai instrumen untuk mengukur keparahan mual. Sebuah tinjauan pustaka(literature review) tentang instrumen-instrumen untuk pengukuran mual, muntah dan retching menyebutkan bahwa NRS yang terdapat di dalam ESAS (Edmoton Symptom Assessment Scale) telah teruji

validitas dan reliabilitas dengan nilai koefisien α = 0,79 melalui uji Alpha

Cronbach (Chang, dkk., 2000 dalam Wood, dkk., 2011). Berdasarkan

Notoatmodjo (2010), suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai

Alpha Cronbach ≥ 0,6. Sedangkan menurut Richardson dan Jones (2009),

ESAS telah teruji validitas dengan menggunakan face dan content validitydengan hasil bahwa NRS mudah diterima oleh pasien dan efisien

dalam penentuan skor.

(62)

tersebut terlihat mengukur apa yang ingin diukur (Nirmala & Edison, 2011; Fitzpatrick & Kazer, 2011). Peneliti menggunakan 3 orang pakar yaitu 2 pakar di bidang onkologi dan 1 pakar di bidang keperawatan holistik untuk memberikan penilain pada setiap item dengan menggunakan skala likert (1=tidak relevan, 2=cukup relevan, 3=relevan, 4=sangat relevan) (Polite & Beck, 2012). Skor CVI diperoleh dengan menggunakan rumus hasil skor per-item yang diberikan oleh para ahli dibagi dengan skor tertinggi, kemudian hasil dari pembagian tersebut dijumlahkan dan dibagi 3 (Wulantri, 2014). Menurut penelitian Chien dan Chang (2009 dalam Polite & Beck, 2012), skor CVI memiliki rentang skor 0,86 – 1,00.

Berdasarkan uji CVI ini, tidak ada item yang tidak relevan sehingga tidak ada item yang dibuang, hanya ada beberapa item yang mengalami perubahan susunan kata tanpa merubah makna dari soal tersebut. Skor dari uji CVI ini adalah 0,92 untuk prosedur pemberian aromaterapi peppermint dan 0,97 untuk lembar evaluasi pemberian aromaterapi peppermint. Hal ini dapat disimpulkan bahwa prosedur pemberian aromaterapi peppermint dan lembar evaluasi pemberian aromaterapi peppermint sudah valid.

H. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

(63)

a. Editing

Pada proses ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data.

b. Tabulasi

Pada proses ini, peneliti memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam master table atau database komputer berdasarkan kriteria yang telah ada.

c. Pengolahan

Pada proses ini, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan program statistik..

2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Pada analisis univariat, peneliti menggunakan analisis secara statistik deskriptif untuk mengetahui distribusi data pada karakteristik responden (meliputi: usia, jenis kelamin, diagnosis kanker, dan siklus kemoterapi), karakteristik mual (meliputi: anticipatory, acute, delayed), skala mual sebelum pemberian aromaterapi peppermint, dan

skala mual setelah pemberian aromaterapi peppermint. Untuk variabel usia, skala mual sebelum dan setelah pemberian aromaterapai peppermint, hasil analisis disajikan dalam sebuah tabel frekuensi

(64)

b. Analisis bivariat

Analisis bivariatdalam penelitian ini menggunakanuji t berpasangan (paired t-test) untuk mengetahui perbedaan skala mual sebelum dan

setelah pemberian aromaterapi peppermint. Analisis tersebut digunakan karena data telah terdistribusi normalmelaluiuji normalitas data menggunakan Shapiro-wilk dengan nilai p>0,05 karena sampel dalam penelitian ini merupakan sampel kecil (≤50) (Dahlan, 2013). I. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan Surat Keterangan Kelayakan Etika Penelitian dari Komisi Etika Penelitian FKIK UMY Nomor: 036/EP-FKIK-UMY/II/2016 pada tanggal 2 Februari 2016.Peneliti menggunakan beberapa prinsip dalam pertimbangan etik (Nursalam, 2013).

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan: penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek. Subjek hanya dilakukan intervensi pemberian aromaterapi untuk membantu menurunkan skala mual akibat kemoterapi.

b. Bebas dari eksploitasi: Penelitian ini dapat memberikan keuntungan bagi subjek karena subjek dapat mengetahui cara penanganan mual akibat kemoterapi sehingga subjek terhindar dari hal-hal yang tidak menguntungkan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

(65)

Peneliti tidak pernah memaksa pasien untuk bersedia menjadi responden penelitian. Dari semua pasien kemoterapi yang masuk kriteria inklusi, semua telah bersedia secara sukarela untuk menjadi responden penelitian.

b. Informed consent:

Peneliti sebelumnya telah menjelaskan prosedur penelitian yang dilakukan kepada pasien yang masuk kriteria inklusi. Kemudian peneliti memberikan lembar pernyataan menjadi responden untuk ditandatangani oleh pasien. Sehingga, pasien secara sukarela menandatangani informed consent tersebut.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment): Pada penelitian ini, semua responden mendapatkan intervensi berupa minyak aromaterapi peppermint. Untuk menjaga hak tersebut dari pasien lain yang tidak menjadi responden penelitian, maka peneliti memberikan intervensi yang sama kepada pasien yang penasaran dan ingin mencoba intervensi tersebut.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right privacy):

(66)

51 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum RSUD Panembahan Senopati Bantul

Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul merupakan pendukung penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Direktur yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. RSUD Panembahan Senopati Bantul beralamatkan di Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Trirenggo, Bantul(Anonim, 2016).

Bangsal Nusa Indah merupakan bangsal khusus untuk pelayanan kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berada dibawah koordinasi Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul(Anonim, 2016). Unit kemoterapi ini buka setiap hari jam 07.00 – 21.00. Namun, jadwal pasien yang menjalani kemoterapi dilakukan setiap hari senin – jum’at dari 07.00 – 13.00 yang dimulai dengan pendaftaran pasien terlebih dahulu.Diperkirakan jumlah pasien yang menjalani kemoterapisetiap harinya hanya berjumlah 5 – 10 pasien. Dibandingkan dengan tahun 2015, jumlah pasien saat initelah mengalami penurunan secara drastis. Pada tahun 2015, rata-rata pasien yang menjalani kemoterapi di RSUD Panembahan Senopati Bantul dapat mencapai 20 pasien setiap harinya.

Gambar

Tabel 2.1 NOC dan NIC CINV.................................................................
Tabel 2.1 NOC dan NIC CINV (NOC & NIC team, 2008)
Tabel 2.2 Pedoman Terapi Farmakologi acute dan delayed
Tabel 3.1 Desain penelitian (Nursalam, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI PEPPERMINT (Mentha piperita) SECARA INHALASI TERHADAP SKALA. DISMENORE PRIMER PADA SISWA SMA NEGERI 10 SIJUNJUNG

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi peppermint ( Mentha piperita ) secara inhalasi terhadap skala

Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan mual sebelum dan sesudah di berikan aromaterapi Peppermint, berdasarkan hasil yang didapat selama 5 hari yang

Berdasarkan hasil penelitian Sebelum dilakukan pemberian aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post section caesarea pasien nyeri

Setelah dilakukan penelitian terhadap 30 responden dengan judul Pengaruh Pemberian Aromatherapi Jahe Terhadap Penurunan Mual dan Muntah Pada Pasien Kanker yang

Penelitian yang dilakukan oleh Rosalinna 2019 didapatkan rata-rata penurunan mual muntah sebelum diberikan aromaterapi 11.30 dan setelah diberikan intervensi 6.07 dan penelitian yang

Pengaruh Aromaterapi Blend Essential Minyak Lavender Terhadap Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Sectio Caesarea di RSUD Pringsewu 2016.. Manajemen Kebianan

Analisis Pengaruh Aromaterapi Peppermint terhadap Tingkat Nausea pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea dengan Anestesi Spinal Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari uji Wilcoxon