ANALISIS FORMULASI TINDAKAN AWAL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG INTELIJEN DITINJAU BERDASARKAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
oleh
INNA WINDHATRIA
SkripsiSebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : Analisis Formulasi Tindakan Awal Dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen
Ditinjau Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Nama Mahasiswa : Inna Windhatria
No. Pokok Mahasiswa : 0852011111
Program Studi : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. Diah Gustiniati M, S.H.,M.H. NIP. 19600406 198903 1 003 NIP. 19620817 198703 2 003
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………
Sekretaris/ Anggota :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ………
Penguji Utama :Tri Andrisman, S.H., M.H ………
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, SH., MS. NIP. 196211091987031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang beragama Islam ini dilahirkan di Bandar
Lampung, pada tanggal 16 Oktober 1990. Penulis merupakan
anak ketiga dari empat bersaudara, yang merupakan buah cinta
kasih dari pasangan Bapak Hi. A. Darwin Ruslinur, S.E.
dengan Ibu Yulida.
Penulis mengenyam jenjang pendidikan di Taman Kanak-kanak Budhi Bakti
Persit yang diselesaikan pada tahun 1996, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Kartika
II-5 yang diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Kartika II-2
diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas Al-Azhar 3 Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk lebih
mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada
bagian Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada
tahun 2011 di Desa Pampangan, Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung
Motto
Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan
dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan limpahan
karuniaNya, akhirnya skripsi dengan judul ”Analisis Formulasi Tindakan
Awal Dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara Ditinjau
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)”
sampai juga ketepian. Diawal perjalanan tak terperikan banyak aral yang
melintang, jika menengok sejenak kebelakang betapa banyak tonggak dan duri
serta rintangan yang menghadang, rasa-rasanya skripsi ini tak sanggup penulis
selesaikan. Ternyata Yang Maha Kuasa berkehendak lain dan alhamdulillah, baru
sebatas inilah yang sanggup penulis berikan melalui akal pikiran dan hati nurani
sembari merenung atas ketidaksempurnaan. Ucapan terimakasih yang tak
terhingga penulis haturkan kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, SH., MS.. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H. selaku ketua bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku pembimbing I, yang telah
memberikan masukan, saran dan kritikan kepada penulis demi sempurnanya
3. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku pembimbing II, yang telah
memberikan masukan, saran dan kritikan kepada penulis demi sempurnanya
skripsi ini dan memberi semangat dan motifasi disaat penulis.
4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku pembahas I, yang telah memberikan
kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini.
5. Ibu Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku pembahas II, yang telah
memberikan kritikan-kritikan membangun demi sempurnanya skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. I Gede Abi Wiranata, S.H., M.H. selaku pembimbing
mahasiswa yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini
7. Dan untuk pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Almamater yang tercinta
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT selalu
melimpahkan ridho dan rahmatnya bagi kita semua. Amien.
Bandar Lampung, April 2012 Penulis
PERSEMBAHAN
Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, zat yang tiada
bandingnya yang telah menjadikan segala sesuatu yang sulit ini
menjadi mudah,
Dengan segala kerendahan hati
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Keluarga Kecilku yang berbahagia, ayahandaku Hi. A. Darwin
Ruslinur, S.E. dan ibundaku Yulida yang telah membesarkan dan
mendidikku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, yang selalu
berdo a disetiap waktu demi kesuksesanku, anakmu tersayang.
Kakak-kakakku yang telah membantuku dukungan baik moril
maupun meteril untuk adikmu tersayang
Adikku yang telah membuatku menjadi lebih dewasa, tegar, dan lebih
bijaksana dalam menjalani hidup,
Terimakasih atas dukungannya.
Sahabat-sahabatku yang telah mengisi hari-hariku melewati suka dan
duka bersama.
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah,SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan
penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana
sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan menuangkan
waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan
mendukung penulis selama penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan
kesabaran.
3. Bapak Prof. Dr. I Gede Ab Wiranata, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya
selama penulis menempuh masa studi.
4. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi,
mengarahkan, dan mendukung penulis selama penulisan skripsi dengan penuh
5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran,
masukan, dan kritik yang membangun kepada penulis.
6. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu,
saran, masukan, dan kritik yang membangun kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
banyak memberikan ilmu, khusunya ilmu hukum kepada penulis.
8. Ayahanda dan ibundaku tersayang, kupersembahkan karya kecil ini sebagai
tanda baktiku, terimakasih yang tiada terkira atas doa, dukungan baik moril
dan materil sebagai sebagian bentuk limpahan kasih sayang yang tak terkira
telah diberikan kepadaku sampai saat ini juga semua motivasi yang tiada
bosan-bosan diberikan untuk mengembalikan semua semangat-semangatku.
9. Kakakku Indah Windhania, S.sas. dan Intan Windhafia, S.E. yang dengan
kesetiaannya memberikan semangat, motivasi dan dukungan sehingga
melatihku untuk menjadi lebih dewasa serta doa yang tak pernah pudar.
10. Adikku, Innou Dhanu Muhammad, yang dengan selalu berusaha membuatku
dewasa dalam menjalani semua rintangan dan hambatan hidup sehingga
menjadikanku lebih sabar serta doa yang tak pernah pudar.
11. Yogie Irawan, terimakasih atas segalanya yang tidak akan terlupakan, serta
dukungan dan bantuannya selama ini.
12. Sahabat-sahabat terbaikku: Ingga, Farhan, Resti, Venny, Azis, Olive, Serti,
Ayu, Shella terima kasih atas persahabatan yang tidak terlupakan dan telah
mengisi hari-hariku melewati suka dan duka bersama.
13. Teman-teman seperjuanganku dalam menuntut ilmu : Eki, Tria, Dhora, Cut,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua cerita
serta pengalaman yang kita lalui bersama.
14. Teman-teman selama menjalankan KKN Anita, Nadia, Upik, Widia Dara,
Widia Emil, Pikha, Revan ,Nino terima kasih atas kebersamaannya selama 40
hari di desa Pampangan, Lampung Barat, semua suka cita dan pengalaman
yang tak terlupakan.
Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal
kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan
yang lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..
Bandar Lampung, 26 April 2012
Penulis
ABSTRAK
ANALISIS FORMULASI TINDAKAN AWAL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG INTELIJEN DITINJAU BERDASARKAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Oleh
INNA WINDHATRIA
Intelijen negara sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang merupakan lini terdepan mampu melakukan deteksi dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman keamanan negara. Sebagai bagian dari upaya menyusun Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara ini, Perancangan Undang-Undang Intelijen Negara ini tidak hanya atas dasar pertimbangan membentuk lembaga intelijen yang ideal, tetapi juga pertimbangan efisiensi, yaitu untuk membentuk pengaturan intelijen yang menyeluruh terhadap semua komponen intelijen dan tidak menimbulkan multitafsir. Kewenangan Intelijen yang begitu leluasa tentu tidak menutup kemungkinan akan menjadi suatu problematika baru dan bisa terjadi disharmonisasi undang-undang dan bahkan bisa terjadi pelangaran HAM oleh aparat intelijen seperti yang sering terjadi pada zaman orde baru. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah apakah yang menjadi dasar pertimbangan tindakan awal dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen ditinjau berdasarkan KUHAP, apakah ketentuan tindakan awal dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen telah sesuai dengan fungsi intelijen dan Bagaimanakah hubungan antara Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara dengan KUHAP, Undang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dari kepustakaan dengan jenis data yaitu data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Untuk menganalisis data menggunakan analisis kulaitatif.
Inna Windhatria
mengancam keamanan nasional dapat dicegah sedini mungkin, untuk hal ini diperlukan landasan hukum dan dasar hukum bagi intelijen negara, untuk melakukan upaya hukum yaitu tindakan represif. Sedangkan Ketentuan tindakan awal tidak sesuai dengan fungsi intelijen karena fungsi intelijen selaku penyelidikan, pengamanan dan penggalangan dan hubungan antara Rancangan Undang Intelijen Negara dengan KUHAP yaitu Rancangan Undang-undang akan mengatur sesorang yang diperiksa oleh BIN, jika memenuhi bukti permulaan, dapat digunakan untuk proses penegakkan hukum berdasarkan KUHAP, hubungan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dengan Rancangan Undang-Undang Intelijen ialah sesuatu yang berkaitan dengan intelijen merupakan pengecualian dari informasi yang diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Infomasi Publik, dan hubungan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan Rancangan Undang-Undang Intelijen ialah laporan intelijen dapat dipergunakan sebagai bukti permulaan untuk penyidikan selanjutnya, setelah memperoleh pengesahan dari Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
Pada akhir penulisan ini disarankan bahwa perlu adanya koordinasi yang tepat sasaran serta cepat tindakan antara intelijen negara dengan pihak kepolisian khususnya dalam melakukan upaya hukum berupa upaya paksa, baik penangkapan maupun penahanan dan perlu adanya kajian yang mendalam mengenai ketentuan tindakan awal untuk menghindari terjadinya tindakan sewenang-wenang dan pengabaian terhadap Hak Asasi Manusia.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cita-cita bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagaimana dimaksud
dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, senantiasa diwujudkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
2
Upaya mewujudkan cita-cita tersebut, integritas nasional, tegaknya kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan terciptanya stabilitas nasional yang
dinamis merupakan suatu persyaratan utama. Namun demikian sejalan dengan
perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri, proses globalisasi telah
mengakibatkan munculnya fenomena baru yang dapat berdampak positif yang
harus dihadapi bangsa Indonesia seperti demokratisasi, hak asasi manusia,
tuntutan supremasi hukum, transparansi, akuntabilitas, dan lain sebagainya.
Fenomena-fenomena tersebut juga dapat membawa dampak negatif seperti
kejahatan transnasional yang merugikan kehidupan bangsa dan negara yang pada
gilirannya dapat menimbulkan gangguan ataupun ancaman terhadap keamanan
nasional.
Perlu diwaspadai, bahwa spektrum potensi ancaman nasional tidak lagi bersifat
tradisional tetapi lebih banyak diwarnai ancaman non tradisional. Sumber
ancaman telah mengalami pergeseran makna, bukan hanya meliputi ancaman
internal dan/atau luar tetapi juga ancaman asimetris yang bersifat global tanpa
dapat dikategorikan sebagai ancaman dari luar atau dari dalam. Bentuk dan sifat
ancaman juga berubah menjadi multidimensional. Dengan demikian antisipasi
terhadap ancaman harus dilakukan secara lebih komprehensif baik dari aspek
sumber, sifat dan bentuk, kecenderungan maupun isinya yang sesuai dengan
dinamika kondisi lingkungan strategis.
Intelijen negara sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang merupakan
lini terdepan mampu melakukan deteksi dan peringatan dini terhadap berbagai
bentuk dan sifat ancaman baik yang potensi maupun aktual. Intelijen Negara
3
nasional yang memiliki kewenangan melakukan aktivitas Intelijen berdasarkan
Undang-Undang tentang Intelijen Negara. Metode kerja Intelijen Negara meliputi
kegiatan-kegiatan seperti mengintai, menyadap, memasuki dan menggeledah
bangunan, gedung, tanah pekarangan, dan kendaraan milik pribadi serta
menggeledah dan membuka barang-barang milik pribadi.
Penyelenggara intelijen negara terdiri atas Intelijen Tentara Nasional Indonesia,
Intelijen Kepolisian Republik Indonesia, Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia,
dan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Nonkementerian dan/atau
Pemerintahan Daerah. Adapun penyelenggaraan fungsi Intelijen negara
dikoordinasikan oleh Kepala lembaga koordinasi intelijen negara. Keberadaan
Intelijen negara tidak terlepas dari persoalan kerahasiaan informasi Intelijen.
Dalam Undang-Undang ini kerahasiaan informasi Intelijen ditentukan oleh masa
retensi informasi Intelijen. Masa retensi informasi Intelijen adalah 20 (dua puluh)
tahun dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Untuk menunjang aktivitas Intelijen diperlukan tindakan cepat. Lembaga
koordinasi intelijen negara memiliki wewenang khusus untuk melakukan
intersepsi komunikasi dan pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat untuk
membiayai terorisme. Dalam rangka penegakan akuntabilitas Intelijen negara
dilakukan pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
terhadap kebijakan, kegiatan, dan penggunaan anggaran. Jaminan perlindungan
hukum terhadap keseluruhan aktivitas Intelijen negara di dalam Undang-Undang
tentang Intelijen Negara menjadikan Intelijen Negara yang profesional di dalam
4
senantiasa mengedepankan asas akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban
kinerja Intelijen Negara kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Oleh
karena itu, diperlukan adanya Undang-Undang tentang Intelijen Negara dalam
upaya memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan tugas, fungsi, dan
kewenangan Intelijen negara, untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyimpangan terhadap undang-undang yang berakibat pada pengurangan
hak-hak sipil dari warga negara.
Kajian intelijen tentu membutuhkan payung hukum, sebagai Negara berdasar
hukum intelijen sangat sentralitas dalam menjaga keamanan dalam suatu Negara,
perkembaangan isu yang begitu cepat dan teroganisir yang mengancam keamanan
Negara tentu fungsi intelijen sangat dibutuhkan. Namun demikian sejarah
menunjukkan bahwa sebelum adanya reformasi banyak pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan penguasa terhadap masyarakat yang diduga mengancam kemanan
Negara, padahal fakta sesungguhnya mereka bukanlah pengancam keamanan
Negara, mengancam kedudukan penguasa Negara.
Intelijen merupakan produk yang dihasilkan dari pengumpulan, perangkaian,
evaluasi, analisis, integrasi, dan interpretasi dari seluruh informasi yang berhasil
di kumpulkan tentang keamanan nasional. Dengan kata lain, intelijen merupakan
sari dari pengetahuan yang diproduksi oleh manusia. Seorang agen intelijen
profesional mencoba mencoba membuat prediksi dengan menganalisis dan
menyintesis aliran informasi terkini, serta menyediakan para pembuat keputusan
dengan proyeksi latar belakang yang dapat dijadikan ukuran dari kebijakan dan
5
tindakan-tindakan alternatif yang dapat diambil oleh pengambil kebijakan dan
memberikan dasar bagi pilihan yang paling bijak.
Kemampuan untuk membuat keputusan yang didasarkan pada informasi yang
akurat dan terkini sudah semestinya menjadi concernpemerintah di negara mana
pun. Intelijen adalah fungsi inheren dari setiap negara, meskipun ada yang
dilaksanakan secara profesional dan ada juga yang tidak. Para pendiri negara telah
memahami dan menghargai fungsi-fungsi intelijen negara. Mereka pun tahu
bahwa intelijen rahasia, yang diatur dengan baik merupakan kapabilitas yang
sangat diperlukan negara. Meskipun pengumpulan informasi yang cukup pun
belum menjamin kebijakan yang tepat, kebijakan yang tidak didukung intelijen
tidak akan mencapai tujuannya.
Reformasi intelijen menempati posisi sentral dalam keseluruhan program kerja
reformasi sektor keamanan, termasuk Indonesia. Sentralitas tersebut ada pada
upaya memperbaharui persepsi keamanan nasional dan membangun kapabilitas
fundamental untuk menganalisis ancaman-ancaman terhadap visi keamanan
nasional sebagai langkah awal dari reformasi sektor keamanan. Negara dapat
membedakan apa yang menjadi ancaman yang legitimate dan tidak dengan
menganalisis apa yang menjadi ancaman yang harus dihadapi sektor keamanannya
dan memahami hubungan ancaman tersebut dengan kepentingan rakyat yang
lebih luas.
Selain itu, negara juga dapat menentukan pilihannya di antara tuntutan prioritas
yang harus dipenuhi, tidak hanya di sekitar sektor keamanan, tetapi juga di antara
6
kesehatan. Analisis ancaman keamanan nasional dan hubungannya dengan
kebutuhan masyarakat yang lebih luas dapat mencegah terbentuknya sektor
keamanan yang terlalu luas dan/atau intrusif. Agar kaji ulang masalah keamanan
nasional ini dapat diarahkan kepada perubahan dari sektor keamanan secara luas,
maka persepsi ancaman yang berlaku harus diperbaharui. Ini bukanlah hal yang
mudah, mengingat para pelaku pada sektor keamanan umumnya bertahan pada
persepsi ancaman yang sudah lama mereka pegang teguh.
Keengganan untuk berubah biasanya berasal dari tidak adanya kepercayaan
terhadap situasi yang berkembang, prejudis, inersia kelembagaan, dan keinginan
untuk mempertahankan porsi anggaran negara atau kesempatan untuk korupsi.
Ancaman baru biasanya juga tidak dipedulikan karena tidak cocok dengan
prakonsepsi yang sedang berlaku atau karena tidak sepenuhnya relevan dengan
kepentingan para pelaku sektor keamanan. Analisis ancaman ini diperlukan untuk
memperkuat proses reformasi sektor keamanan. Pada akhirnya, tujuan utama dari
reformasi pada sektor keamanan adalah untuk menciptakan institusi yang dapat
lepas dari inersia kelembagaan dan kepentingan-kepentingan pribadi atau
kelompok yang terselubung sehingga secara konstan dapat memberikan
pemutakhiran analisis ancaman terhadap visi nasional. Dengan demikian, sektor
keamanan dapat beradaptasi secara kontiniu dan bertahap terhadap perubahan
lingkungan, tanpa memerlukan program-program reformasi lebih lanjut. Lembaga
intelijen dapat memberikan materi yang dibutuhkan dalam analisis ancaman
tersebut. Lebih khusus lagi, lembaga intelijen dapat mengatasi sumber-sumber
7
intelijen memainkan peran penting dalam memperkuat proses reformasi, sehingga
menjadi bagian dari solusi, ketimbang masalah, dalam proses tersebut.
Bagaimanapun, sentralitas posisi intelijen dalam reformasi sektor keamanan
belum diimplementasikan sepenuhnya di Indonesia. Hal ini terlihat dari ketiadaan
Undang-Undang Intelijen Negara yang selayaknya menjadi acuan legal formal
dari seluruh lembaga intelijen. Lebih dari pertimbangan legal formal, absennya
Undang-Undang Intelijen Negara juga mengakibatkan kurangnya profesionalisme
lembaga intelijen dalam mencegah dan menangkal ancaman terhadap keamanan
nasional. Selain itu, ketiadaan regulasi telah membuat intelijen menjadi lembaga
yang tidak memiliki pertanggungjawaban dan lebih berperan sebagai pelayan bagi
rejim yang berkuasa. Undang-Undang Intelijen Negara yang memberi pengaturan
yang komprehensif akan menjadi panduan bagi pelaksanaan intelijen secara
efektif dan demokratik di Indonesia.
Karakter efektif maupun demokratik perlu dimiliki lembaga intelijen untuk
mencapai tujuan pembentukannya, yaitu melakukan pencegahan dan penangkalan
terhadap pendadakan-pendadakan strategis yang berpotensi menjadi ancaman
keamanan nasional, dan memberikan informasi yang terkini dan akurat bagi
pengambil keputusan di bidang keamanan nasional. Karakter efektif akan
menjamin pencapaian tujuan pembentukan intelijen di atas, sementara karakter
demokratik mencegah kooptasi intelijen oleh pemimpin negara, dan pelanggaran
prinsip demokrasi dan HAM, yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan
8
Perancangan Undang-Undang Intelijen Negara ini merupakan penjabaran terhadap
seluruh karakter intelijen yang efektif dan demokratik dalam bentuk
komponen-komponen Undang-Undang Intelijen Negara. Substansi pengaturan sebuah
regulasi intelijen negara harus secara komprehensif meliputi
komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mendukung pembentukan dinas-dinas intelijen
yang efektif dan ideal. Hal ini tidak hanya atas dasar pertimbangan membentuk
lembaga intelijen yang ideal, tetapi juga pertimbangan efisiensi, yaitu untuk
membentuk pengaturan intelijen yang menyeluruh terhadap semua komponen
intelijen dan tidak menimbulkan multitafsir.
Adanya rancangan undang-undang intelijen tentunya harus diwaspadai agar tidak
menimbulkan multitafsir dan memberikan peluang bagi intelijen untuk
kesempatan menimbulkan penyelewengan-penyelewangan. Beberapa pasal dalam
Rancangan undang-undang intelijen sangat membingungkan dan cenderung
menimbulkan pengertian yang multitafsir, sebagai contoh yaitu Pasal 31 yang
menetukan selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badang
Intelijenn Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan
aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran terkait.
Rancangan undang-Undang Intelijen juga memberikan wewenang kepada
Intelijen untuk melakukan penangkapan dan penahanan yang merupakan tindakan
awal, hal ini bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana maka hal ini sedikit berseberangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh
9
Kewenangan Intelijen yang begitu leluasa tentu tidak menutup kemungkinan akan
menjadi suatu problematika baru dan bisa terjadi disharmonisasi undang-undang
dan bahkan bisa terjadi pelangaran HAM oleh aparat intelijen seperti yang sering
terjadi pada zaman orde baru dimana fungsi intelijen di salah artikan dan
melakukan segala sesuatunya berlindung dibawah lembaga intelijen dengan
maksud dan tujuan demi kepentingan Negara.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
“Analisis Formulasi Tindakan Awal Dalam RUU Intelijen Ditinjau Berdasarkan
KUHAP”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan tindakan Awal Dalam
Rancangan Undang-Undang Intelijen ditinjau berdasarkan KUHAP ?
b. Apakah ketentuan tindakan awal dalam Rancangan Undang-Undang
Intelijen telah sesuai dengan fungsi intelijen ?
c. Bagaimanakah hubungan antara Rancangan Undang-Undang Intelijen
Negara dengan KUHAP, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,
10
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang akan membahas permasalahan tersebut, penulis
membatasi tulisan ini sepanjang mengenai Rancangan Undang-Undang
Intelijen dan semua yang berkaitan dengan hukum acara dan undang-undang
nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan tindakan Awal Dalam Rancangan
Undang-Undang Intelijen ditinjau berdasarkan KUHAP.
b. Untuk mengetahui ketentuan tindakan awal dalam Rancangan
Undang-Undang Intelijen telah sesuai dengan fungsi intelijen atau tidak.
c. Untuk mengetahui hubungan antara Rancangan Undang-Undang Intelijen
Negara dengan KUHAP, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Kegunaan Penulisan
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, untuk memperluas dan memperdalam pemahaman penulis
formulasi rancangan undang-undang intelijen baik terhadap hak, kewajiban dan
11
b. Kegunaan Praktis
Secara Praktis, menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khusus
yang bergerak dalam bidang penyelenggara peradilan pidana dan kemasyarakatan
serta memberikan gambaran tentang formulasi rancangan undang-undang
intelijen, peranan, hak dan kewajiban serta fungsi intelijen yang sentral dalam
menjaga kestabilitasan nasional dan keutuhan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan serta kesadaran
hukum dari aparat penegak hukum, masyarakat ilmiah hukum, dan masyarakat
luas untuk melaksanakan cita-cita serta isi yang terkandung dalam undang-undang
untuk mewujudkan keamanan nasional.
D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.
(Soerjono Soekanto, 1986: 125).
Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara,
aturan, asas, keterangan, sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi landasan,
acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.
(Abdulkadir Muhammad, 2004: 77).
Kerangka teoritis yang akan penulis ajukan dalam membahas permasalahan dalam
penelitian adalah kerangka teoritis tentang teori kebijakan hukum dan penegakan
12
Menurut Jimly Asshidiqie (dikutip dalam Setya Wahyudi, 2011 : 9) secara teoritis
hukum dianggap relevan jika memenuhi beberapa ukuran yaitu relevansi yuridis,
relevansi sosiologis, reelevansi filosofis, relevansi teoritis dan relevansi
komparatif.
1. Relevansi yuridis yaitu kaedah hukum tersebut tidak bertentangan dengan
kaedah-kaedah konstitusi atau tidak bertentangan dengan norma hukum
yang lebih tinggi.
2. Relevansi sosiologis yaitu apabbila kaedah hukum itu tersebut benar-benar
diterima dan diakui oleh masyarakat;
3. Relevansi filosophis yaitu jika kaedahh hukum tersebut tidak bertentangan
dengan cita-cita hukum suatu masyarakat sebagai nilai positif tertinggi
dalam suatu masyarakat. Falsafah hidup bangsa Indonesia ukurannya
adalah falsafah Pancasila, yang merupakan sumber dari segala sumber
hukum dalam konteks berkehidupan berbangsa dan bernegara di
Indoensia.
4. Relevansi teoritis yaitu relevansi yang didasarkan perkembangan
teori-teori. Penagakan hukum yang berbasis HAM, tidak menyalah gunakan
wewenang, mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan bertindak
hati-hati dalam menegakkan hukum yaitu tidak melakukan pelanggaran
hukum dalam menegakkan hukum. Implementasi ini dapat diwujudkan
13
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
denungan istilah yang ingin atau akan diteliti. (Soerjono Soekanto,1986: 132).
Adapun pengertian dasar dari istilah-istilah yang akan digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah meliputi :
1. Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa untuk mengetahui
sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.
2. Formulasi adalah merumuskan atau menyusn dalam bentuk yang tepat.
3. Ancaman nasional adalah usaha yang dilakukan secara konsepsional melalui
berbagai segi kehidupan dan atau kejahatan transnasional, yang diperkirakan
dapat membahayakan tatanan serta kepentingan bangsa dan Negara. (Pasal 1
Rancangan Undang-Undang Intelijen).
4. Penyadapan adalah proses, cara, perbuatan mendengarkan atau merekam
informasi atau pembicaraan orang lain dengan sengaja , tanpa sepengetahuan
orangnya, dengan atau tanpa mempergunakan alat tapping dan bugging
termasuk bagian tindakan penyadapan. (Pasal 1 Rancangan Undang-Undang
Inetelijen)
5. Penyelidikan adalah semua usaha, pekerjaan, dan kegiatan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk memperoleh keterangan yang
berhubungan dengan ancaman nasional untuk dapat membuat perkiraan
mengenai masalah yang dihadapi, guna memungkinkan penentuan kebijakan
dengan mempertimbangkan resiko yang diperhitungkan. (Rancangan
14
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dan memahami skripsi ini secara keseluruhan,maka
sistematika penulisannya disusun sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Merupakan Bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan dan
ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan kerangka
konseptual, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan Bab tinjauan pustaka yang menguraikan mengenai pengertian
intelijen, hak dan kewenangan, fungsi intelijen.
III. METODE PENELITIAN
Merupakan Bab yang berisi uraian mengenai pendekatan masalah, sumber dan
jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengolahan dan pengumpulan
data, serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berupa hasil penelitian dan pembahasan yang terbagi dalam sub bab mengenai
bagaimana formulasi tindakan awal dalam dalam Rancangan Undang-Undang
intelijen, apa alasan formulasi tindakan awal dalam dalam Rancangan
Undang-Undang intelijen, bagaimana kewenangannya dibanding dengan aparat penegak
hukum yang lain. Pemaparan hasil wawancara dengan beberapa aparat penegak
15
V. PENUTUP
Pada akhir penulisan skripsi dan pembahasan skripsi ini sebagai penutup dan
dikemukakan kesimpulan-kesimpulan mengenai hal-hal yang telah diuraikan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Intelijen
Intelijen dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan langsung dari
Intelligence dalam bahasa Inggris yang berarti kemampuan berpikir/analisa
manusia. Mudahnya kita lihat saja test IQ (Intelligence Quotient), itulah makna
dasar dari Intelijen. Intelijen atau Intelligence berarti juga seni mencari,
mengumpulkan dan mengolah informasi strategis yang diperlukan sebuah negara
tentang negara “musuh”. Dari definisi ini berkembang istilah counterintelligence
yang merupakan lawan kata dari intelligence. Intelijen juga merujuk pada
organisasi yang melakukan seni pencarian, pengumpulan dan pengolahan
informasi tersebut di atas. Dengan definisi ini intelijen juga mencakup
orang-orang yang berada di dalam organisasi intelijen termasuk sistem operasi dan
analisanya.
USA, Russia (sejak era Uni Soviet) adalah dua negara yang mengembangkan
intelligence mengarah pada sebuah field science baru. Keberadaan sejumlah
Akademi di Russia, bahkan Sekolah Tinggi sampai Graduate School di USA
(bersepesialisasi di bidang intelijen) merupakan langkah-langkah gradual menuju
penciptaan field science of intelligence.Sementara di sebagian besar negara
17
seni yang dirahasiakan dan hanya diajarkan pada calon-calon agen intelijen
selama beberapa tahun.
B. Hakikat Keberadaan Organisasi Intelijen
Keberadaan organisasi intelijen tidak semata-mata hanya untuk kepentingan
pemerintah atau elit politik yang berkuasa. Hal ini merupakan kekeliruan persepsi
yang sangat membahayakan bagi nama baik sebuah organisasi intelijen. Dalam
kasus kebijakan represif negara junta militer, otoriter, rejim komunis dan revolusi
sejenisnya, memang terjadi penyimpangan fungsi intelijen yang hakikatnya
ditujukan untuk menghadapi ancaman dari luar negara menjadi alat represi bagi
pemerintah.
Teknik, mekanisme kerja, sistem analisa dan produk yang dihasilkan organisasi
intelijen di manapun di dunia adalah sejenis, yaitu berupa hasil olah analisa
berdasarkan data-data yang akurat dan tepat serta disampaikan secepat mungkin
kepada para pengambil keputusan dalam sebuah negara. Tidak ada yang misterius,
aneh ataupun luar biasa dalam organisasi intelijen. Secara historis dan alamiah,
organisasi intelijen memiliki ciri tertentu yang telah diketahui masyarakat luas,
yaitu prinsip kerahasiaan. Ciri utama inilah yang kemudian menimbulkan
tanda-tanya bagi masyarakat. Selanjutnya timbul pula praduga-praduga yang belum
tentu benar sehingga mitologi intelijen menjadi semakin kabur dalam
bayang-bayang cerita atau kisah nyata, cerita fiksi dan fakta terjadinya peristiwa yang sulit
18
Definisi tugas pokok intelijen di seluruh dunia cukup jelas, yaitu pada umumnya
bertugas mengumpulkan intelijen (informasi) dan melakukan operasi tertutup
(kegiatan rahasia) di luar negeri. Intisari dua kegiatan utama tersebut adalah
mengidentifikasi dan mencegah ancaman terhadap negara dan warga negara serta
untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan negara.
Sementara itu, apa yang dimaksud dengan kegiatan intelijen di dalam negeri
adalah kontra-intelijen (kontra-spionase), yaitu kegiatan rahasia yang ditujukan
untuk mendeteksi kegiatan intelijen negara asing di dalam wilayah teritorial
negara kita. Dalam perkembangannya kegiatan kontra-intelijen lebih ditujukan
untuk menangkal kegiatan terorisme internasional maupun kejahatan
trans-nasional.
Tidak ada istilah meng-inteli warga negara yang “kontra” pemerintah. Model ini
hanya ada dan muncul di negara-negara blok komunis, junta militer dan negara
otoriter dengan tujuan melanggengkan kekuasaan. Sementara di negara
demokrasi, transparansi dan persaingan politik yang sehat dalam koridor hukum
sewajibnya diterima sebagai aturan main dan intelijen harus “bersih” dari soal
dukung-mendukung kekuatan politik yang bersaing di dalam negeri. Sangat mirip
dengan peranan militer dalam negara demokrasi.
Apa yang sering disebut sebagai intelijen tingkat instansi dan intelijen polisi lebih
mengarah pada spesifikasi sasaran operasi, dan mereka tidak melakukan operasi
intelijen seperti hakikatnya intelijen. Apa yang mereka lakukan adalah
penyelidikan dan penyidikan atas suatu pelanggaran hukum. Adapun teknik dan
19
Intelijen militer bisa dianggap sebagai saudara kandung intelijen sipil. Tujuan,
motivasi dan hakikat operasinya bisa dikatakan sama. Hanya saja cakupan ruang
operasinya yang sedikit berbeda, bahkan seringkali terjadi operasi gabungan
sesuai dengan kemampuan dan bidang masing-masing. Perbedaan hanya sedikit
dalam tujuan operasi taktis (jangka pendek), sekedar contoh misalnya saja signal
intelligence (SIGINT) sangat vital bagi intelijen militer karena terkait dengan
pendeteksian mobilisasi militer asing yang menjadi pihak lawan (oposisi).
Sementara itu, SIGINT bagi intelijen sipil lebih bermanfaat dalam mengamankan
operasi tertutup di negara lawan dengan melakukan coding informasi yang rumit
dan sulit dipecahkan lawan.
Meskipun dinamakan Organisasi Intelijen Sipil, organisasi intelijen yang baik
tidak bisa hanya berwarna sipil karena pentingnya sentuhan militer. Hakikatnya
merupakan gabungan antara kemampuan militer (tempur) atau combatants dan
petugas intelijen (intelligence officers). Dengan kata lain, meskipun seorang
anggota intelijen berlatar belakang militer dia juga punya kemampuan seluwes
orang sipil. Sebaliknya petugas intelijen sipil wajib mempunyai kemampuan
militer yang cukup. Mereka semua wajib untuk loyal dan bersumpah setia demi
keselamatan rakyat dan negara. Intelktual, bakat, dedikasi dan keberanian adalah
20
C. Badan Intelijen Negara
Kedudukan
a. Badan Intelijen Negara yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut
BIN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
b. BIN dipimpin oleh seorang Kepala.
Tugas
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 34 tahun 2010 tentang Badang Intelijen
Negara menyatakan BIN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang intelijen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BIN
menyelenggarakan fungsi :
a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang intelijen;
b) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang intelijen;
c) Pengaturan dan pengkoordinasian sistem intelijen pengamanan pimpinan nasional;
d) Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi intelijen dalam dan luar negeri;
e) Pengolahan, penyusunan, dan penyampaian produk intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan;
21
g) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan dan keuangan, kepegawaian, perlengkapan, hukum, organisasi dan tata laksana serta rumah tangga di lingkungan BIN; dan
h) Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas BIN.
D. Wewenang Penyidik, Penangkapan dan Penahanan Berdasarkan KUHAP.
1. Peran Polri Selaku Penyidik
Penyidik adalah:
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Berdasarkan Pasal 7 KUHAP, penyidik
mempunyai wewenang sebagaimanna telah diatur dalam Undang-Undang.
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
a) menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
22
i) mengadakan penghentian penyidikan;
j) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi
dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
2. Penangkapan
Wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya, bersumber
atas wewenang yang diberikan undang-undang tersebut penyidik berhak
mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, asal hal itu masih berpijak dan
berdasar hukum, wewenang pengurangan kebebasan itu harus dihubungkan
dengan landasan prinsip hukum yang menjamin terpeliharanya harkat dan
martabat seseorang serta tetap berpedoman pada landasan orientasi
keseimbangan antara perlindungan kepentingan tersangka pada satu pihak, dan
kepentingan masyarakat serta penegakan hukum pada pihak lain.
Bermacam tindakan dan wewenang yang diberikan undang-undang kepada
penyidik dalam rangka pembatasan kebebasan dan hak asasi seseorang. Mulai dari
bentuk penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan. Pada Pasal 1 butir
20 dijelaskan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penangkapan
23
guna kepentingan penyidikan atu penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang datur dalam undang-undang. (M. Yahya Harahap.2006 : 157).
Berdasarkan Pasal 16 KUHAP menyatakan :
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang
melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang
melakukan penangkapan.
Pasal 17 menentukan Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Sedangka dalam Pasal 18 menentukan :
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dulakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Pasal 19 mengatur mengenai penangkapan yaitu :
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
24
3. Penahanan
Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur undang-undang. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1 angka 21 ini
KUHAP ini, maka penahanan pada prinsipnya adalah pembatasan kebebasan
bergerak seseorang yang merupakan pelanggaran HAM yang seharusnya
dihormati dan dilindungi negara. Oleh karena itu penahanan yang dilakukan
terhadap atau terdakwa oleh pejabat yang berwenang dibatasi oleh hak-hak
tersangka atau terdakwa dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan
secara limitatif sesui ketentuan-ketentuan dalam KUHAP. (Hari Sasangka 2003 :
39-40)
Pasal 20 menentukan :
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Pasal 21 menentukan :
25
(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
(4) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambhan Lembaran Negara Nomor 3086).
E. Prosedur Penahanan
1. Dengan Surat Perintah Penahanan Atau Surat Penetapan
Dalam ketentuan ini terdapat perbedaan sebutan. Kalau penyidik atau penuntut
umum melakukan penahanan maka penahanan berbentuk surat peintah penahanan,
danapabila penahanan itu dilakukan oleh hakim maka penahanan tersebut
berbentuk surat penetapan. Surat perintah penahanan penetapan penahanan harus
memuat hal-hal sebagai beriktu :
a. Identitas lengkap tersangka atau terdakwa
26
c. Uraian singkat kejahatan yang dituduhkan
d. Menyebutkan dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk memberi
kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.
2. Tembusan Harus Diberikan Kepada Keluarga
Pemberian tembusan surat perintah penahanan atau lanjutan penahanan meupun
penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh hakim wajib disampaikan kepada
keluarga orang yang ditahan. Hal ini dimaksudkan disamping memberi kepastian
kepada keluarga, juga sebagai usaha kontrol dari pihak keluarga untuk menilai
apakah tindakan penahanan sah atau tidak. Pihak keluarga diberi hak oleh
undang-undang untuk meminta kepada Praperadilan memeriksa dah atau tidaknya
V. P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Dasar pertimbangan tindakan awal dalam Rancangan Undang-Undang
Intelijen Birokrasi dalam melakukan upaya hukum yaitu upaya paksa
dianggap terlalu rumit sehingga diharapkan intelijen dapat melakukan upaya
tindakan awal sedini mungkin sebelum pelaku yang diduga melakukan tindak
pidana yang dapat mengancam keamanan nasional dapat dicegah sedini
mungkin, untuk hal ini diperlukan landasan hukum dan dasar hukum bagi
intelijen negara untuk melakukan upaya hukum yaitu tindakan represif.
2. Ketentuan tindakan awal tidak sesuai dengan fungsi intelijen karena fungsi
intelijen selaku penyelidikan, pengamanan dan penggalangan. Mencari
informasi ,menggali dan menganilisis berbagai kemungkinan ancaman,
informasi dan ancaman tersebut diberikan kepada polisi untuk mengambil
tindakan terhadap intelijen tersebut, sebelum polisi mengambil tindakan,
pelaku pengancaman atau seseorang yang diduga kuat berdasarkan
pengamatan dan telah diteliti oleh anggota intelijen dan telah diberitahukan
informasi mengenai orang tersebut tentu yang mengambil langkah represif
49
3. Hubungan antara Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara dengan
KUHAP. Di dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara akan
mengatur sesorang yang diperiksa oleh BIN, jika memenuhi bukti permulaan,
dapat digunakan untuk proses penegakkan hukum berdasarkan KUHAP.
Hubungan antara Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara dengan
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ialah sesuatu yang berkaitan
dengan intelijen merupakan pengecualian dari informasi yang diatur dalam
Undang-Undang Keterbukaan Infomasi Publik, sedangkan hubungan antara
Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara dengan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ialah laporan intelijen dapat
dipergunakan sebagai bukti permulaan untuk penyidikan selanjutnya, setelah
memperoleh pengesahan dari Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
B. Saran
Selanjutnya disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlu adanya koordinasi yang tepat sasaran serta cepat tindakan antara
intelijen negara dengan pihak kepolisian khususnya dalam melakukan upaya
hukum berupa upaya paksa, baik penangkapan maupun penahanan.
2. Perlu adanya kajian yang mendalam mengenai ketentuan tindakan awal untuk
menghindari terjadinya tindakan sewenang-wenang dan pengabaian terhadap
ANALISIS FORMULASI TINDAKAN AWAL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG INTELIJEN DITINJAU BERDASARKAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) (Skripsi)
Oleh
INNA WINDHATRIA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN MOTTO
SANWACANA DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... .. 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... .. 9
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 10
D. Kerangka Teori dan Konseptual... 11
E. Sistematika Penulisan ... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Intelijen ... 16
B. Hakikat Keberadaan Organisasi Intelijen ... 17
C. Badan Intelijen Negara (BIN) ... 20
D. Wewenang Penyidik, Penangkapan, Penahanan Berdasarkan KUHAP... 21
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ... 27
B. Sumber dan Jenis... 28
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………... 29
D. Analisis Data ... 30
IV. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Responden ... 31
B. Sejarah Badan Intelijen Negara ... 31
C. Dasar Pertimbangan Formulasi Tindakan Awal Dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen Ditinjau Berdasarkan KUHAP…………..…...………38
D. Kesesuain Tindakan Awal Dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen Ditinjau Berdasarkan KUHAP………...…44 E. Hubungan Antara Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara Dengan KUHAP, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme………..………...47
V. PENUTUP A. Kesimpulan………..………48
B. Saran……….49
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Conboy, Ken. 2007.Intel Menguak Tabir dunia Intelijen Indonesia.Jakarta. Pustaka Primatama.
Harahap, M. Yahya. 2006.Permasalahan, Pembahasan dan penerapapn KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika.
Sasangka, Hari. 2005. Hukum Acara Pidana dalam teori dan Praktek. Bandung. Citra Aditia.
Muladi.1995.Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang. Badan Penerbit UNDIP.
Soekanto, Soerjono.1986.Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta. UI Press.
Abdul Kadir Muhammad. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.
Sunggono, Bambang. 1996.Metodologi Penelitian Hukum.Jakarta. Raja Grasindo.
Singarimbun, Masri Dan Sofian Efendi. 1989.Metodologi Penelitian Survey. Jakarta. LP3ES.
Universitas Lampung.2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung. Unila Press
Chaerudin, Banjar. 1991.Memori Jenderal Yoga. Jakarta : Bina Rena Prawaira.
Friedman, Lawrance. 2011.Sistem Hukum.Jakarta : Kompas Gramedia Harahap.
Lubis, Mochtar. 2002.Kilas Balik Sejarah. Jakarta : Rhineka.
Meliala, Adrianus. 2008. A.Y Nasution dalam Lintas Sejarah. Jakarta : Tiga Serangkai.
Rancangan Undang-Undang Intelijen
Penelusuran Web