• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rancangan Fasilitas Kerja Pada Operator Pembuatan Kuali Berdasarkan Pendekatan Ergonomi Di Ud Satria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Rancangan Fasilitas Kerja Pada Operator Pembuatan Kuali Berdasarkan Pendekatan Ergonomi Di Ud Satria"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA OPERATOR PEMBUATAN KUALI BERDASARKAN PENDEKATAN

ERGONOMI DI UD SATRIA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

AMI NURUL HIDAYATI 0 8 0 4 0 3 0 4 6

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan baik.

Tugas sarjana ini berjudul “Analisis Rancangan Fasilitas Kerja pada Operator Pembuatan Kuali Berdasarkan Pendekatan Ergonomi di UD Satria”. Penelitian ini dilakukan oleh penulis pada UKM yang bergerak dibidang industri pembuatan kuali di Jalan Brigjen Katamso Gang Satria No. 20, Medan.

Akhirnya, dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa penyusunan laporan tugas sarjana ini belum sempurna sehingga memerlukan perbaikan dan penyesuaian lebih lanjut. Untuk itu penulis mengharapkan kritik atau saran yang membangun dalam penyempurnaan laporan tugas sarjana ini.

Medan, Maret 2015

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya penulis telah menyelesaikan tugas sarjana ini. Penulis banyak mendapat bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, berupa do’a, materil, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan izin, dukungan, dan perhatian kepada penulis. 2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri USU

yang telah memberikan izin, dukungan, dan perhatian kepada penulis.

3. Bapak Ir. Sugiharto Pujangkoro, MM selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan yang sangat berharga.

4. Ibu Ir. Anizar, M.Kes. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan yang sangat berharga.

5. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc. selaku koordinator tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pengajuan judul tugas sarjana. 6. Ayahanda tercinta Abdul Hakim, Drs dan Ibu Siswanti, Dra, serta saudara

(4)

7. Seluruh teman – teman Teknik Industri khususnya stambuk 2008, Rea Cinthia, ST, Ayu Suci Wulandari, ST, Bang Sirmon P. Tarigan, ST, Kak Sri Wahyuni, ST, Patimah Harahap, ST, Ainul Sabrini, ST dan lain – lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

8. Teman – teman bimbingan Ibu Anizar, Benny, Andria, Agil, kak Dian, Kak Refi, dan Yuni yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis, sehingga mempermudah penulis menyelesaikan tugas sarjana ini. 9. Bapak Tiamsah Muhammad Kamil selaku pemilik UD Satria yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian di UD Satria dan para karyawan yang memberi dukungan dan informasi mengenai kondisi tempat usaha dan dalam hal pengambilan data.

10.Bang Nurmansyah, Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, dan Bang Ridho atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

(5)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

ABSTRAK ... xvii

(6)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3 Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1 Struktur Organisasi ... II-2 2.3.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-6

(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.7 Postur Kerja ... III-22 3.7.1 Sikap Kerja Duduk ... III-23 3.8 Pengukuran Denyut Jantung... III-26 3.8.1 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi ... III-27 3.8.2 Metode Penilaian Langsung ... III-29

(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... V-1 5.1.2 Elemen Kegiatan pada Kondid Aktual ... V-5 5.1.3 Denyut Nadi ... V-5 5.2 Pengolahan Data ... V-7

5.2.1 Keluhan Operator Berdasarkan Kuesioner SNQ pada

Stasiun Pemukulan Halus ... V-7 5.2.2 Penentuan Level Tindakan Postur Kerja dengan Metode

REBA ... V-13 5.2.3 Fisiologi ... V-15 5.2.3.1 Metode Penilaian Lansung ... V-15 5.2.3.2 Metode Penilaian Tidak Langsung ... V-18 5.3 Rancangan Usulan Fasilitas Kerja ... V-20

(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.3 Analisis Beban Kerja ... VI-3 6.3.1 Analisis Penilaian Secara Langsung ... VI-3 6.3.2 Analisis Penilaian Secara Tidak Langsung ... VI-3

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1 Kesimpulan... VII-1 7.2 Saran ... VII-2

(10)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Daftar Tenaga Kerja ... II-6 3.1 Penilaian Batang Tubuh (Trunk) ... III-17 3.2 Penilaian Leher (Neck) ... III-17 3.3 Penilaian Kaki (Legs) ... III-18 3.4 Penilaian Beban (Load) ... III-18 3.5 Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) ... III-19 3.6 Skor Lengan Bawah ... III-19 3.7 Skor Pergelangan Tangan... III-20 3.8 Coupling ... III-20 3.9 Skor Aktivitas ... III-20 3.10 Faktor Kenyamanan Kursi ... III-25 5.1 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali

Sebelum Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis ... V-1 5.2 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali

Setelah Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis ... V-2 5.3 Elemen Kegiatan Pekerja ... V-5 5.4 Denyut Nadi Operator 1 Sebelum dan Setelah Menggunakan

(11)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.5 Denyut Nadi Operator 2 Sebelum dan Setelah Menggunakan

Fasilitas Kerja Ergonomis ... V-6 5.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Postur Kerja Sebelum dan Setelah

Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis ... V-14 5.7 Konsumsi Energi Operator 1 Sebelum Menggunakan Fasilitas

Kerja Ergonomis ... V-16 5.8 Konsumsi Energi Operator 2 Sebelum Menggunakan Fasilitas

Kerja Ergonomis ... V-16 5.9 Konsumsi Energi Operator 1 Setelah Menggunakan Fasilitas

Kerja Ergonomis ... V-17 5.10 Konsumsi Energi Operator 2 Setelah Menggunakan Fasilitas

Kerja Ergonomis ... V-17 5.11 Rekapitulasi Perhitungan % CVL Operator Sebelum

Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis ... V-19 5.12 Rekapitulasi Perhitungan % CVL Operator Setelah

(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1 Kondisi Aktual saat Operator Melakukan Pemukulan Halus... I-2 2.1 Struktur Organisasi UD Satria... II-3 3.1 Postur Batang Tubuh (Trunk) ... III-16 3.2 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ... III-17 3.3 Postur Tubuh Bagian Leher (Legs) ... III-17 3.4 Ukuran Beban (Load) ... III-18 3.5 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm) ... III-18 3.6 Postur Lengan Bawah... III-19 3.7 Postur Pergelangan Tangan ... III-19 3.8 Peta Tubuh... III-21 4.1 Flow Chart Metodologi Penelitian ... IV-7 5.1 Histogram Keluhan Operator 1 Stasiun Pemukulan Halus Kuali

(13)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.6 Histogram Keluhan Operator 2 Stasiun Pemukulan Halus Kuali

(14)

ABSTRAK

Fasilitas kerja operator merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja dalam suatu sistem. Fasilitas kerja yang baik harus memperhatikan kenyamanan kerja operator yang menggunakannya. UD Satria merupakan industri usaha pandai besi yang menghasilkan kuali, tepatnya dilakukan pada stasiun pemukulan halus. Pekerja sering mengalami keluhan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh karena fasilitas kerja tidak sesuai dengan antropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh operator membungkuk serta kaki tertekuk. Tujuan penelitian untuk mendapatkan rancangan fasilitas kerja ergonomis bagi operator sehingga mengurangi keluhan rasa sakit pada operator. Hasil pengumpulan data dilakukan saat sebelum operator menggunakan fasilitas ergonomis dan setelah operator menggunakan fasilitas ergonomis. Hasil standard nordic questionnaire (SNQ) mengindikasikan bahwa pekerja berada di kategori sangat sakit di bagian leher bagian atas, bahu kanan, lengan atas kanan, pinggang, paha kanan, lutut kanan, betis kanan, yang menunjukkan postur kerja di stasiun pemukulan halus tidak ergonomis. Penilaian level tindakan postur kerja menggunakan metode rapid entire body assesment (REBA) menunjukan level risiko tinggi bernilai 11-12 artinya pekerja memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Rata-rata beban kerja dengan metode cardiovasculerload (CVL) 43% berada dalam kategori diperlukan perbaikan. Hasil penerapan fasilitas kerja ergonomis didapatkan bahwa terjadi penurunan tingkat keluhan rasa sakit yang dialami oleh operator, penilaian level tindakan postur kerja dengan REBA bernilai 3-5 artinya mungkin diperlukan tindakan dan beban kerja dengan metode CVL 19% termasuk dalam kategori ringan.

(15)

ABSTRAK

Fasilitas kerja operator merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja dalam suatu sistem. Fasilitas kerja yang baik harus memperhatikan kenyamanan kerja operator yang menggunakannya. UD Satria merupakan industri usaha pandai besi yang menghasilkan kuali, tepatnya dilakukan pada stasiun pemukulan halus. Pekerja sering mengalami keluhan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh karena fasilitas kerja tidak sesuai dengan antropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh operator membungkuk serta kaki tertekuk. Tujuan penelitian untuk mendapatkan rancangan fasilitas kerja ergonomis bagi operator sehingga mengurangi keluhan rasa sakit pada operator. Hasil pengumpulan data dilakukan saat sebelum operator menggunakan fasilitas ergonomis dan setelah operator menggunakan fasilitas ergonomis. Hasil standard nordic questionnaire (SNQ) mengindikasikan bahwa pekerja berada di kategori sangat sakit di bagian leher bagian atas, bahu kanan, lengan atas kanan, pinggang, paha kanan, lutut kanan, betis kanan, yang menunjukkan postur kerja di stasiun pemukulan halus tidak ergonomis. Penilaian level tindakan postur kerja menggunakan metode rapid entire body assesment (REBA) menunjukan level risiko tinggi bernilai 11-12 artinya pekerja memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Rata-rata beban kerja dengan metode cardiovasculerload (CVL) 43% berada dalam kategori diperlukan perbaikan. Hasil penerapan fasilitas kerja ergonomis didapatkan bahwa terjadi penurunan tingkat keluhan rasa sakit yang dialami oleh operator, penilaian level tindakan postur kerja dengan REBA bernilai 3-5 artinya mungkin diperlukan tindakan dan beban kerja dengan metode CVL 19% termasuk dalam kategori ringan.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Lingkungan kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam suatu pekerjaan. Lingkungan kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan, kepuasan, keselamatan dan kesehatan kerja tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kerja manusia. Perancangan stasiun kerja (redesign) harus memperhatikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja.

Fasilitas kerja yang digunakan oleh operator dalam menyelesaikan tugasnya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja dalam suatu sistem kerja. Fasilitas kerja yang baik harus memperhatikan kenyamanan bagi pekerja yang menggunakannya. Fasilitas kerja yang tidak sesuai dan sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan terjadinya masalah-masalah pada tubuh pekerja serta menurunnya produktivitas kerja.

(17)

Penelitian dilakukan pada stasiun pemukulan halus yang dilakukan oleh dua orang pekerja yang bekerja di atas kursi dengan ketinggian 20 cm dan velg diletakkan di atas lantai sebagai wadah pemukul. Ketinggian velg yang lebih rendah dari kursi mengakibatkan posisi tubuh operator membungkuk serta kaki kanan operator digunakan sebagai penyangga agar kuali tetap berada dalam wadah pemukul. Frekuensi pemukulan pada tahap pemukulan halus mencapai 100 hingga 110 kali pukulan per menit pada kuali berdiameter 55 cm dan produk yang dihasilkan ± 15 unit per hari. Kondisi aktual operator saat melakukan pemukulan halus dapat dilihat pada gambar 1.1

(18)

Kondisi nyata pada UD Satria menunjukkan bahwa terdapat beberapa masalah ergonomi yang perlu segera dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerja serta mengurangi masalah-masalah yang ada, yaitu fasilitas kerja yang tidak mendukung sehingga operator bekerja dalam kondisi membungkuk. Hasil perhitungan postur kerja dengan REBA didapatkan nilai 12 untuk bagian tubuh kanan dan 11 untuk bagian tubuh kiri, yang berarti level resiko sangat tinggi untuk bagian tubuh kanan dan kiri. Penelitian yang dilakukan berupa perbaikan postur kerja dengan penggunaan kursi kerja dan velg dengan ketinggian 44,92 cm dan 49,90 cm yang telah dirancang sebelumnya pada penelitian Sepri Benny (2014) sesuai dengan antropometri agar perbaikan yang dilakukan dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal dan tidak cepat lelah.

Fasilitas yang digunakan pekerja tidak ergonomis sehingga menyebabkan kondisi kerja membungkuk dan kaki yang tertekuk serta kerja otot atau kerja fisik mengangkat martil yang beratnya mencapai ½ kg, 1 kg, 1½ kg sampai dengan 2 kg dapat menimbulkan resiko terjadinya keluhan musculoskeletal. Keluhan yang sering dialami oleh operator adalah mengalami sakit pada leher bagian atas, punggung hingga sakit pada pergelangan kaki, serta kelelahan saat bekerja.

(19)

yang salah akan menyebabkan turunnya produktivitas dan timbulnya masalah-masalah pada tubuh pekerja. Perancangan fasilitas berdasarkan penerapan antropometri tubuh pekerja dilakukan pada meja dan kursi pada bagian pemotongan dan hasil dari pengujian terhadap fasilitas kerja adalah operator merasa nyaman pada bagian tubuh yang sebelum menggunakan fasilitas kerja ergonomis merasa tidak nyaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Endang (2011) pada industri mozaik di Yogyakarta, menunjukkan bahwa postur kerja tidak ergonomis saat melakukan pekerjaan dengan menggunakan bangku kayu pendek. Postur kerja duduk membungkuk dan kaki menekuk, hal ini menyebabkan terhambatnya sirkulasi darah pada kaki sehingga menyebabkan kelelahan serta sakit pada bagian tulang belakang. Perancangan fasilitas kerja ergonomis dilakukan untuk mengurangi keluhan dan kelelahan pekerja. Perancangan fasilitas kerja dilakukan berdasarkan dimensi tubuh pekerja yaitu berupa meja, kursi kerja, dan wadah lem yang ergonomis.

1.2 Rumusan Masalah

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mendapatkan rancangan fasilitas kerja ergonomis bagi operator pembuatan kuali sehingga mengurangi keluhan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh operator.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi keluhan rasa sakit (musculoskeletal disorders) operator dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire (SNQ) setelah menggunakan fasilitas kerja ergonomis.

2. Menilai postur kerja dengan metode Rapid Entire Body Assesment setelah penerapan fasilitas kerja ergonomis.

3. Mengidentifikasi beban kerja operator dengan melakukan perhitungan denyut nadi menggunakan automatic blood pressure monitor.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian adalah :

1. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dengan membandingkan teori-teori ilmiah yang ada dengan permasalahan yang ada di perusahaan khususnya penilaian sistem kerja, beban kerja serta aplikasinya di lapangan.

(21)

1.5 Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pekerja yang diteliti hanya dilakukan pada stasiun pemukulan halus kuali

berdiameter 55 cm.

2. Penelitian tidak membahas biaya dan bahan.

3. Pemecahan masalah dibatasi pada penerapan fasilitas kerja ergonomis sesuai dengan antropometri tubuh operator dan membandingkan antara kondisi aktual dengan kondisi setelah diberikan fasilitas kerja ergonomis.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses produksi dan prosedur kerja tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

2. Operator yang diamati bekerja dalam keadaan normal.

3. Instrumen pengukuran yang digunakan berada dalam kondisi yang baik dan bekerja sesuai fungsinya.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(22)

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Pada bab II ini menjelaskan secara singkat sejarah perusahaan, struktur organisasi dan manajemen, proses produksi, serta mesin dan peralatan yang digunakan dalam menunjang proses produksi

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab III ini berisi tentang teori-teori yang digunakan dan mendukung penelitian yang dilakukan. Teori-teori tersebut adalah teori ergonomi, bidang kajian ergonomi dan antropometri.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab IV ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian, rancangan penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, metode dan instrumen penelitian.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab V ini berisi data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data sehingga dapat membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Pada bab VI ini berisi analisis hasil dan pembahasan yang memuat hasil-hasil pengolahan data. Selain itu juga memberikan perbandingan kondisi kerja yang ada dengan kondisi kerja yang diusulkan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

(23)
(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

UD Satria merupakan industri kecil yang bernaung dalam usaha pandai besi. Usaha yang didirikan oleh Bapak Sudirman pada mulanya hanya memproduksi kuali. Seiring berjalannya waktu dan permintaan pelanggan kini UD Satria dapat menghasilkan produk kuali, linggis dan pahat.

UD Satria telah berdiri sudah 16 tahun lamanya dan kini diteruskan oleh cucunya yang bernama Ameng. Bapak Ameng merupakan cucu pemilik usaha ini yang pernah bekerja dalam pembuatan kuali. Kualitas kuali yang baik dan cara kerja pembuatan kuali yang benar sangat dikuasai oleh Bapak Ameng. Usaha ini sudah dikelolanya dari tahun 2006 meskipun hanya mengandalkan 8 orang pekerja sebagai operator pembuatan kuali, Pak Ameng masih dapat meneruskan usahanya sampai saat ini.

2.2 Ruang Lingkup Bidang Usaha

(25)

cm. UD Satria dapat menghasilkan produk kuali yang berdiameter 55 cm sebanyak 15 unit per hari.

Sistem pemesanan dilakukan berdasarkan jumlah pesanan yang ditetapkan oleh pelanggan. Pemesanan biasanya berasal dari restoran-restoran atau rumah makan di sekitar kota Medan. Kuali yang sudah dipesan akan ditetapkan kapan jadwal barang akan diambil oleh pemesan karena di usaha ini tidak memiliki pendistribusian untuk menggantarkan barang ke pelanggan.

2.3 Organisasi dan Manajemen

Organisasi pada dasarnya merupakan tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi dapat pula didefenisikan sebagai struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

2.3.1 Struktur Organisasi Perusahaan

(26)

maupun operasional akan diambil sendiri oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha semacam ini adalah bagaimana perusahaan dapat terus dijalankan dan tetap ada permintaan di pasar. Struktur organisasi UD Satria dapat dilihat pada Gambar 2.1

Pemilik

Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD Satria

2.3.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab pada UD Satria dibagi menurut fungsi yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun tugas dan tanggung jawab setiap bagian dalam perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin

Pimpinan tertinggi dalam perusahaan ini adalah pemilik UD Satria yang memiliki keseluruhan modal selama proses produksi berlangsung. Pemilik bertanggung jawab untuk memberikan upah dan memperhatikan kesejahteraan operator yang bekerja

Adapun tugas pemilik adalah sebagai berikut:

a. Bertugas mengawasi jalannya proses produksi dan kinerja dari operator. b. Merencanakan, mengarahkan, menganalisa dan mengevaluasi serta

menilai kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada perusahaan.

(27)

c. Bertugas mengawasi kebijaksanaan dan tindakan setiap tenaga kerja dan menjalin hubungan baik.

2. Operator pemotongan.

Tenaga kerja stasiun pemotongan memiliki tanggung jawab atas semua hal yang berkaitan dengan plat besi sebelum dilakukan pemukulan atau pencetakan.

Adapun tugas tenaga kerja pada stasiun pemotongan adalah sebagai berikut: a. Menggukur dimensi diameter kuali dan menggambarkan pola ke dalam

plat besi.

b. Memotong plat besi yang telah dibesi pola.

c. Meratakan pinggiran plat besi dengan menggunakan gunting besi. 3. Operator pemukulan kasar

Tenaga kerja stasiun pemukulan kasar memiliki tanggung jawab atas plat besi yang telah dipotong untuk dipukul hingga mencapai kedalaman kuali yang diinginkan.

Adapun tugas tenaga kerja pada stasiun pemukulan kasar adalah sebagai berikut:

a. Memukul plat besi hingga cekung dengan memakan waktu lebih kurang 15 menit per kuali.

(28)

4. Operator pemukulan halus

Tenaga kerja stasiun pemukulan memiliki tanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan penghalusan permukaan kuali agar lebih rata.

Adapun tugas tenaga kerja pada stasiun pemukualan halus adalah sebagai berikut:

a. Menggambil kuali yang telah dipukul pada stasiun pemukulan kasar dan diletakkan di velg.

b. Memukul kuali dengan menggunakan martil kayu berukuran 1/2 kg hingga 2 kg bertujuan untuk mendapatkan permukaan kuali yang halus dan merata.

c. Meletakan kuali yang telah dipukul ditempat penyimpanan. 5. Operator penggerindaan

Tenaga kerja stasiun pengeringan memiliki tanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan penghalusan pinggiran kuali

Adapun tugas tenaga kerja pada stasiun penggerindaan adalah sebagai berikut:

a. Mengambil kuali ditempat penyimpanan. b. Menyiapkan mesin gerinda.

c. Mengghidupkan mesin gerinda.

d. Menggerinda bagian pinggiran kuali agar lebih halus. 6. Operator pembuatan kuping kuali

(29)

Adapun tugas tenaga kerja pada stasiun pembuatan kuping kuali adalah sebagai berikut:

a. Mengambil besi yang telah dipotong dengan panjang 8 cm. b. Menyiapkan tempat pembakaran.

c. Memanaskan besi di tempat pembakaran.

d. Memukul besi dengan menggunakan martil besi pada bagian tepi besi. 7. Operator pemasangan kuping kuali

Tugas tenaga kerja pada stasiun pemasangan kuping kuali adalah memasang kuping (besi yang telah dipukul) di kuali dengan menggunakan las listrik. Stasiun ini merupakan tahap akhir dari proses pembuatan kuali.

2.3.3 Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan agar usaha ini berjalan dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Daftar Tenaga Kerja

No Uraian Jumlah Tenaga kerja

1 Pemilik 1 orang

2 Operator Stasiun Pemotongan 1 orang 3 Operator Stasiun Pemukulan Kasar 2 orang 4 Operator Stasiun Pemukulan Halus 2 orang 5 Operator Stasiun Penggerindaan 1 orang 6 Operator Stasiun Pembuatan Kuping

Kuali 1 orang

7 Operator Stasiun Pemasangan Kuping

Kuali 1 orang

Jumlah 9 orang

Sumber : UD Satria

(30)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Ergonomi

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum), sehingga ergonomi dapat di defenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan juga dengan optimisasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan dimana saja manusia berada.1

Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya; penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja, platform, kursi, pegangan alat kerja, control and display, pintu, dan lain-lain.

1

Nurmianto, Eko, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, edisi kedua, Guna Widya, Surabaya,

(31)

juga dapat berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena semakin banyaknya pekerjaan yang berkaitan erat dengan komputer.

Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya: desaian suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit statation). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan serta upaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya resiko kesehatan akibat metoda kerja yang kurang tepat.

Penyelidikan terhadap manusia, lingkungan, mesin, peralatan dan bahan baku serta interaksi yang terjadi di dalamnya, perlu pemahaman. Untuk dapat menghasilkan rancangan sistem kerja yang baik perlu dikenal sifat, kemampuan, fisik dan keterbatasan yang dimiliki manusia. Dalam sistem kerja, manusia berperan sentral yaitu sebagai perencana, perancang, pelaksana, pengendali, dan pengevaluasi sistem kerja agar diperoleh hasil kerja yang baik. Oleh karena itu terdapat istilah Human Control Design yang mana berarti manusia sebagai pusat atau tolak ukur untuk melakukan rancangan.

(32)

pekerjaannya. Secara umum kriteria pengukuran aktivitas dapat dibagi dalam dua kelas, yaitu:

1. Kriteria fisiologi

Kriteria ini merupakan kegiatan manusia yang ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang akurat berdasarkan kriteria ini agak sulit karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan, temperatur badan dan sebagainya.

2. Kriteria Operasional

Kriteria ini melibatjan teknik-teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil-hasil yang bisa dilakukan tubuh atau anggota-anggota tubuh pada saat melaksanakan gerakan-gerakannya.

Secara umum gerakan-gerakan yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk-bentuk range (rentang) gerakan, pengukuran aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian. 2

Desain kerja adalah ilmu pengetahuan yang baru berhubungan dengan menyesuaikan pekerjaan, tempat kerja, dan lingkungan kerja terhadap manusia. Ilmu ini dikenal di Amerika dengan sebutan human factor, sedangkan dikenal 3.2 Perancangan Secara Ergonomi

2

Sutalaksana, I.Z. dkk. Teknik Tata Cara. Laboratorium Tata cara Kerja dan Ergonomi

(33)

secara internasional dengan sebutan ergonomi. Kata ergonomi berasal dari kata Yunani yang artinya kerja (erg) dan ilmu (nomos). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat manusia, kemampuan manusia dan keterbatasannya untuk merancang suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien (Niebel, 2003).

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (redesain). Aktivitas rancang ini dapat berupa perangkat keras (seperti perkakas kerja, bangku kerja, dan lain-lain), rancangan lingkungan kerja, desain pekerjaan, dan desain perangkat lunak (pekerjaan yang berkaitan erat dengan komputer). Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah penting adalah untuk desain dan evaluasi produk. Produk tersebut harus dapat dengan mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan bahaya/risiko dalam penggunaannya (Nurmianto, 2004).

(34)

perubahan kebutuhan manusia dan berlandaskan pada alat yang telah tersedia dulunya, perbaikan rancangan dilakukan bahkan juga diciptakan rancangan baru. 3

1. Menentukan tinggi permukaan pekerjaan sesuai dengan tinggi siku.

Redesain peralatan kerja secara ergonomi adalah upaya pemecahan masalah desain peralatan kerja dengan mengimplementasikan aspek-aspek ergonomi. Redesain peralatan kerja secara ergonomis mutlak dilakukan, mengingat pemanfaatan suatu alat kerja pada hakekatnya bertujuan untuk membantu kemampuan, keterbatasan dan kebolehan manusia, sehingga dapat tercapai kinerja yang lebih optimal dalam artian tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas semata, tetapi tercipta peralatan kerja yang manusiawi karena tidak menimbulkan keluhan kerja. Oleh karena itu, kekeliruan desain peralatan kerja yang terlanjur digunakan masyarakat perlu didesain ulang atau redesain secara ergonomi (Arimbawa, 2010).

3.3 Prinsip Perancangan Tempat Kerja

Tujuan perancangan tempat kerja, perkakas kerja, dan lingkungan kerja yang sesuai dengan manusia adalah agar meningkatkan produksi dan efisiensi proses operasi serta mengurangi tingkat kecelakaan kerja pada operator manusia. Prinsip perancangan tempat kerja yang dikemukakan Niebel (2003) antara lain:

2. Menyesuaikan tinggi permukaan pekerjaan berdasarkan tugas yang dikerjakan.

3

(35)

3. Menyediakan kursi yang nyaman untuk operator yang bekerja dalam posisi duduk.

4. Melengkapi fungsi penyesuaian pada kursi. 5. Meningkatkan fleksibilitas postur tubuh.

6. Menyediakan alas anti lelah bagi operator yang bekerja dalam posisi berdiri. 7. Memposisikan semua peralatan dan material yang diperlukan dalam urutan

yang terbaik.

8. Menggunakan gravitasi untuk proses transportasi sehingga dapat mengurangi waktu menjangkau dan membawa.

9. Menyusun perkakas, alat control dan komponen lainnya secara optimal untuk meminimisasi gerakan. 4

3.4 Work Muskuloskeletal Disorders (WMSDs)

Pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal bisa dilihat dari berbagai bentuk yang berbeda. Adapun karakteristik WMSDs yaitu: 1. WMSDs dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan

Meskipun mekanisme terjadinya tidak bisa dijelaskan secara detail, umumnya cedera ini diakibatkan jika bekerja secara berlebihan, sehingga bagian tubuh tidak mampu untuk memulihkannya. WMSDs terjadi karena tubuh melakukan aktivitas berulang-ulang dan dipaksa untuk menanggung beban kerja yang tidak bisa ditolerir.

4

Benjamin W. Niebel dan Andris Freivalds, Methods, Standards, and Work Design (New York:

(36)

2. Perkembangan WMSDs secara bertahap

WMSDs berkembang secara bertahap dan terkadang tidak memiliki gejala yang jelas, hanya saat itu tiba-tiba muncul dan berkembang dengan cepat. Misalnya, mula-mula pekerja merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, lama-lama memburuk dan mengakibatkan pekerja berhenti bekerja.

3. WMSDs harus selalu dicegah

Fakta bahwa WMSDs berkembang secara bertahap memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya dapat diantisipasi sejak berkembang karena cedera ini tidak seperti kecelakaan, yang terjadi secara tak terduga dan tiba-tiba. Tindakan dapat diambil karena proses berkembangnya sangat lama. Jika bekerja dengan beban yang berlebihan dihentikan dalam suatu waktu, tubuh akan pulih dan penyakit dapat hilang tanpa meninggalkan jejak. Pemulihan secara lengkap bisa terjadi, dan pencegahan dapat dianggap lebih efektif jika terjadi diawal kegiatan. Sedangkan kerugiannya karena jika tidak disadari, tubuh terbiasa dengan rasa sakit, yang bisa menyalahkan usia atau penyebab lain. Ini menjadi suatu kondisi normal dan perasaan tentang ketidaknyamanan akan hilang. Hal ini memungkinkan resiko semakin memburuk, dan pemulihan lengkap menjadi hal mustahil.

4. Penyebab-penyebab WMSDs

(37)

cedera muskuloskeletal, bahkan pada tingkat pengulangan yang sangat rendah. Sebaliknya, jika bekerja dilakukan dengan postur yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan jika diulang ribuan kali setiap hari.

3.4.1 Faktor dan Risiko WMSDs

Faktor dan risiko WMSDs selalu berhubungan dengan usaha (gaya) dan postur. Kedua faktor ini berkontribusi sama dengan terjadinya WMSDs dan juga berpengaruh satu sama lain. Misalnya, postur yang dibentuk tubuh tergantung dari berapa besar usaha yang dilakukan tubuh. Sebaliknya, usaha yang besar dan kecil secara signifikan dapat mengubah postur seorang pekerja. Resiko WMSDs secara langsung adalah munculnya masalah kesehatan, yang dapat bertindak sebagai pemicu munculnya masalah. Efek yang disebabkan oleh faktor WMSDs tergantung pada beberapa kondisi, termasuk pekerja itu sendiri, sifat individu dan sejarah kerja. Hal ini tidak selalu mudah untuk mengenali sebuah faktor WMSDs.

Beberapa Kategori dari faktor dan resiko WMSDs, yaitu : 1. Postur yang kaku

(38)

misal jika tangan ditekuk atau diperpanjang. Rasa sakit yang disebabkan oleh WMSDs tergantung pada seberapa jauh usaha tubuh melakukan pekerjaannya, lama durasi, dan frekuensinya.

2. Usaha dan kekuatan otot

Bahasa sehari-hari menyebutkan bahwa kekuatan diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini berguna untuk menjelaskan perbedaan antara kekuatan dan usaha. Ketika berbicara mengenai kekuatan, maksudnya adalah kekuatan yang dihasilkan oleh sebuah sistem pada lingkungan eksternal yang dapat diukur. Misalnya dibutuhkan kekuatan untuk memindahkan kotak 20 kg, kekuatan yang dibutuhkan ini tergantung pada individu, posturnya, dan banyak faktor lainnya. Penerapan kekuatan memerlukan usaha yang harus sesuai dengan keadaan. Usaha ini lebih seperti biaya yang harus dibayar tubuh untuk mengerahkan kekuatan.

3. Bekerja statis

(39)

4. Pengulangan

Pekerjaan dianggap berulang jika siklus terjadinya kurang dari 30 detik atau disebut tindakan pengulangan jika melakukan hal yang sama selama setengah waktu dari waktu kerja. Anggapan pengulangan diatas bukanlah referensi mutlak dikarenakan fakta menyatakan bahwa siklus terjadinya kurang dari 30 detik tidaklah berbahaya. Akan tetapi, pengulangan itu sendiri merupakan faktor WMSDs yang menciptakan efek ganda. Bekerja dengan posisi tetap yang tidak berubah dari waktu ke waktu, erat kaitannya dengan pengulangan. Fitur lingkungan tertentu dapat berkontribusi untuk resiko WMSDs seperti paparan dingin, getaran, dampak dan tekanan mekanis.

5. Faktor organisasi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi memiliki efek yang kompleks pada resiko WMSDs. Organisasi kerja sebagian besar menentukan intensitas resiko kerja seperti postur, usaha dan pengulangan. Akibatnya, jadwal kerja, bekerja sendiri atau dalam sebuah tim, pengawasan dan keadaan pekerja adalah parameter yang dapat mempengaruhi resiko WMSDs. Efek organisasi pada resiko WMSDs merupakan fakta bahwa organisasi menentukan kondisi kerja untuk melaksanakan tugas tertentu. Kecepatan kerja, iklim kerja dan kualitas hubungan interpersonal juga dapat mempengaruhi resiko WMSDs atau stress kerja.

6. Beban kerja dan kecepatan kerja

(40)

umumnya dikaitkan dengan beban kerja yang sangat berat. Selain itu, ketika pekerja berhubungan dengan mesin, pekerja biasanya tidak dapat menyesuaikan kecepatan kerja ketika bekerja setiap hari. Hal ini diakui bahwa kecepatan pekerja dikendalikan oleh faktor eksternal yang tidak hanya satu. Selain faktor resiko yang sering hadir ketika kecepatan kerja dipaksakan, seperti beban kerja berat, tingkat pengulangan tinggi dan tekanan psikologis yang kuat, pekerja harus memiliki sedikit kelonggaran. Namun, kurangnya kontrol yang dimiliki pekerja atas pekerjaan memiliki dampak signifikan pada ketegangan yang dirasakan dan dianggap sebagai faktor utama terjadinya WMSDs.

7. Jadwal kerja

(41)

8. Perubahan teknologi

Sangat sulit untuk memprediksi semua konsekuensi dari pilihan teknologi yang ada pada saat ini. Teknologi baru kadang-kadang membuat masalah baru mengenai beban muskuloskeletal. Beberapa orang telah mengantisipasi bahwa tugas akan berubah dan masalah-masalah baru akan muncul jika adanya perubahan teknologi. Oleh karena itu, sangat penting untuk tetap waspada berkaitan dengan dampak dari teknologi baru. Setiap kali ada perubahan besar dalam metode produksi, dampak yang mungkin terjadi pada proses kerja harus dianalisis.

9. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial dapat menjadi sumber utama motivasi, tetapi juga sumber keprihatinan dan stres. Dalam lingkungan sosial, pekerja bisa merasakan ketidaknyamanan atau sakit dan mengeluh, walaupun mereka mungkin cenderung untuk menunggu sampai menit terakhir untuk melaporkan masalah muskuloskeletal sehingga konsekuensi semakin lebih serius. Lingkungan yang menumbuhkan ekspresi dan komunikasi akan menguntungkan karena bisa bertukar informasi tentang keahlian pekerja dalam pelaksanaan proses perbaikan terus-menerus.

3.4.2 Penanganan WMSDs

(42)

komponen utama meliputi aspek-aspek kerja individu, teknis, organisasi kerja, karakteristik pekerjaan dan lingkungan fisik dan sosial. Jantung dari sistem ini adalah individu atau pekerja, dengan fiturnya berupa fisik atau psikologis berupa interaksi antara pekerja dengan sifat-sifat tertentu, dan komponen-komponen berupa proses kerja. Teknologi dan metode kerja yang digunakan harus sesuai dengan pengetahuan pekerja. Pengaruh organisasi juga memiliki dampak langsung pada individu, stasiun kerja dan kondisi kerja. Organisasi menentukan tingkat partisipasi pekerja, sifat interaksi dengan rekan kerja, jenis pengawasan dan pengendalian di stasiun keja. Karakteristik pekerjaan berpengaruh terhadap individu dan proses kerja, seperti tingkat presisi yang diperlukan, fisik dan mental sebagai persyaratan kerja. Misalnya saja individu bekerja dengan menggunakan tinggi meja kerja yang sama. Penanganan WMSDs yang disetujui para ahli yaitu dengan melakukan pendekatan yang komprehensif tergantung kepada tempat kerja. Dengan cara itu penanganan bisa difokuskan pada masalah utama sehingga resiko bisa ditangani secara keseluruhan. 5

Suatu cara dalam ergonomi untuk mengetahui adanya keluhan muskuloskeletal adalah dengan mengukur lokasi dan intensitas keluhan WMSDs yang didata dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire yang dimodifikasi dengan empat skala Likert. Selain menggunakan Standard Nordic Questionnaire, keluhan muskuloskeletal juga dapat diketahui dengan RULA 3.4.3 Metode Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

5

Tarwaka (et.al.). 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas.

(43)

(Rapid Upper Limb Assessment). RULA adalah suatu alat ukur untuk mengetahui biomekanik dan beban yang diterima oleh keseluruhan tubuh. RULAdikhususkan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal daerah leher, badan, anggota gerak atas, dan sangat sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan RULA mengindikasikan tingkat intervensi yang diperlukan untuk mengurangi adanya resiko keluhan muskuloskeletal. Metode pengukuran keluhan muskuloskeletal dengan RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dilakukan dengan mengadakan pengamatan mengenai gerakan badan pekerja saat beraktivitas, mulai dari gerak anggota badan atas, lengan atas sampai kaki pekerja (Arimbawa, 2011).

3.5 Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan otot. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti Gambar 3.8 maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

(44)

dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain.6

3.6 REBA (Rapid Entire Body Assesment)7

1. Grup A, terdiri atas:

REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau pegangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat risiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil.

Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup, yaitu:

a. Batang tubuh (trunk) c. Pergelangan tangan (wrist)

6

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., Andersson, G.,

Jorgensen, K, Standardised Nordic Questionnaores (Applied Ergonomics, 1987).

7

Stanton, Naville, Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods, (New York: CRC

(45)

Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban atau kekuatan dan coupling.

REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dalam sebuah pekerjaan:

1. Keseluruhan bagian badan digunakan.

2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3. Melakukan sebuah pembebanan seperti: mengangkat benda baik secara rutin ataupun sesekali.

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA. 1. Grup A, terdiri dari :

a. Batang tubuh (trunk)

(46)

Tabel 3.1 Penilaian Batang Tubuh (Trunk)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk 0 - 200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 20 - 600 3

>600 4

b. Leher (neck)

Gambar 3.2 Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) Tabel 3.2 Penilaian Leher (Neck)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0 - 200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200- ekstensi 2

c. Kaki (legs)

(47)

Tabel 3.3 Penilaian Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang (berjalan/duduk)

1 +1 jika lutut antara 30-600 +2 jika lutut >600 Bertumpu pada satu kaki lurus 2

b. Beban (load)

Gambar 3.4 Ukuran Beban (Load)

Tabel 3.4 Penilaian Beban (Load)

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5 - 10 kg 1

>10 kg 2

2. Grup B, terdiri dari:

a. Lengan atas (upper arm)

(48)

Tabel 3.5 Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan

>200 (ke belakang) atau 20 - 450 2

45 - 900 3

>900 4

b. Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.6. Postur Lengan Bawah

Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60 - 1000 1

<600 atau >1000 2

c. Pergelangan tangan (wrist)

(49)

Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah >150 (ke atas dan bawah) 2

d. Coupling

Tabel 3.8. Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun

mungkin

Tidak dapat diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.9. Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1

(50)

Gambar 3.8 Peta Tubuh Keterangan:

0. leher bagian atas 5. punggung

1. leher bagian bawah 6. Lengan atas kanan

2. bahu kiri 7. pinggang

3. bahu kanan 8. bokong

4. lengan atas kiri 9. pantat

10. siku kiri 19. paha kanan

(51)

12. lengan bawah kiri 21. lutut kanan 13. lengan bawah kanan 22. betis kiri 14. pergelangan tangan kiri 23. betis kanan

15. pergelangan tangan kanan 24. pergelangan kaki kiri

16. tangan kiri 25. pergelangan kaki kanan

17. tangan kanan 26. Kaki kiri

18. paha kiri 27. Kaki kanan

3.7 Postur Kerja

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisis keefektifan dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh pekerja sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan-keluhan pada bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

(52)

Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur bekerja secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cedera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja (Tarwaka dkk. 2004).

Akan tetapi, postur duduk yang benar masih menjadi perdebatan yang terus-menerus dilakukan oleh ahli ergonomi yang profesional. Beberapa orang mengatakan bahwa pada saat duduk penempatan siku dan lutut harus membentuk sudut 900. Sebagian lagi mengatakan bahwa penempatan siku dan lutut yang bervariasi lebih baik selama penggunanya tidak membungkuk. Akan tetapi, semua ahli ergonomi sepakat bahwa postur tubuh yang baik selama duduk dan yang nyaman jika tidak ada tekanan pada bokong, lengan dan otot pengguna serta kaki pengguna berada di lantai. Lebih baik lagi jika duduk dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan postur yang tetap (Openshaw, et al. 2006). 8

Sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Sikap tubuh merupakan faktor resiko ditempat kerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat 3.7.1 Sikap Kerja Duduk

8

Eko Nurmianto. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Surabaya: Guna Widya. h.

(53)

duduk dan meja kerja. Posisi duduk pada otot rangka dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan dengan sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Nurmianto (1998) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140 % bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190 % apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis).

Sikap kerja duduk berhubungan dengan kursi. Kegunaan kursi adalah untuk menstabilkan postur tubuh berupa:

1. Nyaman selama periode waktu 2. Memuaskan secara fisiologis

3. Tepat digunakan untuk tugas atau kegiatan yang bersangkutan.

(54)

Tabel 3.10 Faktor Kenyamanan Kursi

Karakteristik Kursi Karakteristik Pengguna Karakteristik Tugas

Dimensi kursi Dimensi tubuh Durasi

Sudut kursi Penyakit tubuh Kebutuhan penglihatan

Profil kursi Sirkulasi Kebutuhan pisik

Material Persepsi Kebutuhan Mental

Sumber : Handbook Bodyspace Antropometry, Ergonomics and the Design of Work (Pheasant,

2003)

Kursi yang cocok untuk pengguna dipengaruhi oleh faktor antropometri. Kesesuaian antara dimensi kursi dan pengguna diperlukan untuk kenyamanan, tetapi itu saja tidak cukup. Kursi yang nyaman dalam jangka panjang secara fisiologis akan memuaskan. Peristiwa ketidaknyamanan terjadi sangat sulit untuk dilihat, akan tetapi secara fisiologis istilah ini dianggap sebagai tanda-tanda peringatan akan terjadinya kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan tubuh terjadi karena ketidaksesuaian postur tubuh saat duduk. Ketika duduk di kursi yang relatif tinggi, maka lutut dan sudut antara paha dan batang tubuh akan membentuk sudut masing-masing 900. Perancangan kursi bertujuan untuk mendukung tulang belakang berada pada posisi netral tanpa perlu usaha otot. Jika sikap kerja duduk yang dilakukan menggunakan meja, berikut rekomendasi tinggi meja kerja dengan beberapa kategori kerja sebagai berikut:

1. Tugas yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, tinggi meja kerja yaitu 50-100 mm dibawah tinggi siku

2. Tugas seperti menulis, tinggi meja kerja yaitu 50-100 mm diatas tinggi siku. 3. Tugas berat seperti melibatkan tekanan pekerja, tinggi meja kerja yaitu

(55)

4. Tugas panel control, tinggi meja kerja yaitu berada diantara tinggi siku dan tinggi bahu.

3.8 Pengukuran Denyut Jantung

Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot. Begitu juga untuk konsumsi energi dapat juga untuk menganalisa pembebanan otot statis dan dinamis.

Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk mengetahui beban kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain adalah :

1. Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan.

2. Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.

3. Menggunakan ECG (Electrocardiograph), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.

Muller (1962) memberikan beberapa definisi sebagai berikut :

1. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.

(56)

3. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisish antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat.

4. Denyut jantung selama istirahat total (recovery cost or recovery cost) adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya. 5. Denyut kerja total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level).9

80% − < 100% = Diperlukan tindakan segera

3.8.1 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi

Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasakan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maskimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair = %CVL) yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :

%CVL = 100 x (Denyut Nadi Kerja−Denyut Nadi Istirahat) Denyut Nadi Maksimum−Denyut Nadi Istirahat

Di mana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari perhitungan % CVL kemudian akan dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :

< 30% = Tidak terjadi kelelahan 30% − < 60% = Diperlukan perbaikan 60% − < 80% = Kerja dalam waktu singkat

9

(57)

>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ked an dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh. Sistem ini menjamin kelangsungan hidup organisme, didukung oleh metabolism setiap sel dalam tubuh dan mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh.

Selain cara tersebut di atas, Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat diestimasi dengan menggunakan denyut nadi pemulihan (hearth rate recover) atau dikenal dengan metode ‘Brouha’. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan aktivitas kegiatan selama bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, ke dua, dan ke tiga. P1, P2, P3 adalah rata-rata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika P1 − P3 ≥ 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal. 2. Jika rata-rata P1 tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak

berlebihan.

3. Jika P1– P3 < 10, dan jika P3 > 90 perlu redesign pekerjaan.

(58)

variabel bebas (tasks, organisasi kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban tugas tambahan.

3.8.2 Metode Penilaian Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk dikonsumsi. Metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dandiperlukan peralatan yang mahal. Berikut adalah kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme.

Penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kuadratis sebagai berikut:

Y = 1.80411 - 0.0229038x + 4.71711 x 10-4X2 Dimana:

E = Energi (Kkal/menit)

X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)

Klasifikasi beban kerja berdasarkan nilai konsumsi energi (Y) dengan konversi satuan ke dalam Kkal per jam, yaitu sebagai berikut:

(59)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UD Satria yang beralamat di Jalan Brigjen Katamso Gang Satria No. 20, Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga bulan Pebruari 2015 untuk mengetahui kondisi perusahaan dan permasalahan yang terjadi di perusahaan tersebut.

4.2 Jenis Penelitian10

Objek penelitian yang diamati adalah dua operator di stasiun pemukulan halus dengan melihat prosedur kerja operator dan kemudian melakukan perbaikan

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan (Action research) karena merupakan salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang “dicoba sambil jalan” dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. penelitian tindakan adalah penelitian mengenai hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran, dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan.

4.3 Objek Penelitian

10

(60)

dengan memberikan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh operator.

4.4 Kerangka Berpikir

Fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan antropometri tubuh operator menyebabkan postur kerja tidak alamiah sehingga menimbulkan keluhan rasa sakit pada beberapa bagian tubuh operator. Penerapan fasilitas kerja ergonomis dilakukan untuk mengurangi rasa sakit pada operator.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel- variabel independen dan dependent dalam konsep penelitian. Pada penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Standard Nordic Questionare (SNQ)

Digunakan untuk mengetahui keluhan rasa sakit yang dialami operator saat bekerja.

2. Automatic Blood Pressure Monitor Model HEM-7111

Digunakan untuk mengetahui beban kerja operator di stasiun pemukulan halus dengan menghitung denyut nadi operator.

3. Kamera Digital

(61)

4. Goniometer

Mengukur sudut yang dibentuk tubuh operator 5. Fasilitas Kerja Ergonomis

Digunakan untuk penelitian terhadap perbandingan antara kondisi nyata dan kondisi aktual.

4.6 Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut:

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan, wawancara atau eksperimen, yang meliputi:

a. Data risiko kerja dengan melakukan penyebaran Standard Nordic Questionaire (SNQ). Data ini berisi kategori keluhan berdasarkan sangat sakit, sakit, agak sakit dan tidak sakit yang diberi bobot untuk masing-masing kategorinya, dimana sangat sakit diberi bobot 4, sakit diberi bobot 3, agak sakit diberi bobot 2 dan tidak sakit diberi bobot 1.

b. Data denyut nadi operator. 2. Data Sekunder

(62)

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire merupakan kuisioner untuk menentukan bagian tubuh yang mengalami risiko kelelahan otot statis operator. Pada kuisioner berisikan penilaian-penilaian yang harus diisi oleh responden. Penilaian tersebut untuk mengetahui tidak sakit, agak sakit, sakit dan sangat sakit yang dirasakan oleh responden. Masing-masing penilaian tersebut akan diberi bobot dimana untuk penilaian tidak sakit adalah 0, agak sakit adalah 1, sakit adalah 2 dan sangat sakit adalah 3. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai sangat sakit (resiko gangguan muskuloskeletal).Kuisioner SNQ diberikan kepada operator stasiun pemukulan halus (kuali berdiameter 55 cm).

2. Denyut Nadi Operator

(63)

3. Postur Kerja

Postur kerja adalah posisi tubuh operator saat sedang melakukan operatoran. Pengamatan postur kerja aktual didapatkan melalui pengamatan lansung dilapangan dan melalui dokumentasi berupa foto maupun video dan dibantu dengan menggunakan alat goniometer untuk menentukan sudut yang dibentuk oleh operator. Postur kerja yang diamati adalah postur seluruh tubuh saat melakukan pekerjaan.

4.8 Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Pengukuran beban kerja berdasarkan denyut nadi operator.

Setelah data denyut nadi operator diperoleh yaitu data denyut nadi sebelum bekerja dan sesudah bekerja maka akan dihitung beban kerja fisiologis untuk mengetahui klasifikasi beban kerja dari operator. Pengukuran beban kerja berdasarkan denyut nadi kerja dilakukan dengan menggunakan metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.

2. Penilaian postur kerja dengan metode REBA.

(64)

(neck), dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur kerja kanan dan kiri lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelanggan tangan (wrist).

4.9 Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap beban kerja fisiologis dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Analisis terhadap postur kerja aktual dan postur kerja setelah menggunakan rancangan fasilitas ergonomis. Analisis terhadap fasilitas aktual dan penerapan rancangan fasilitas kerja ergonomis.

4.10 Kesimpulan dan Saran

(65)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 Pengumpulan Data

5.1.1 Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh tenaga kerja selama melaksanakan aktivitas pemukulan halus. Pengumpulan data SNQ diberikan kepada dua tenaga kerja stasiun pemukulan halus sebelum dan setelah menggunakan fasilitas kerja ergonomis. Hasil rekapitulasi data SNQ dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali Sebelum Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis

No. Dimensi Tingkat Keluhan

Operator 1 Operator 2

(66)

Tabel 5.1 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali Sebelum Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis (Lanjutan)

No. Dimensi Tingkat Keluhan

Operator 1 Operator 2

18 2 1

Tabel 5.2 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali Setelah Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis

No. Dimensi Tingkat Keluhan

Operator 1 Operator 2

(67)

Tabel 5.2 Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemukulan Halus Kuali Setelah Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis (Lanjutan)

No. Dimensi Tingkat Keluhan

Operator 1 Operator 2

20 1 1

Sumber : Pengumpulan Data

(68)

14 = Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 = Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 = Sakit pada tangan kiri

17 = Sakit pada tangan kanan 18 = Sakit pada paha kiri 19 = Sakit pada paha kanan 20 = Sakit pada lutut kiri 21 = Sakit pada lutut kanan 22 = Sakit pada betis kiri 23 = Sakit pada betis kanan

24 = Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 = Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 = Sakit pada kaki kiri

27 = Sakit pada kaki kanan

Penilaian berdasarkan kuisioner SNQ untuk pembobotan masing-masing kategori berikut:

(69)

5.1.2 Elemen Kegiatan pada Kondisi Aktual

Elemen kegiatan pemukulan kuali ditunjukkan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Elemen Kegiatan Pekerja

No Elemen Kegiatan Gambar

1.

Memukul kuali Sebelum Menggunakan

Fasilitas Kerja Ergonomis

Sumber: Pengumpulan Data

5.1.3 Denyut Nadi

(70)

Tabel 5.4 Denyut Nadi Operator 1 Sebelum dan Setelah Menggunakan

5.2 Pengolahan Data

5.2.1 Keluhan Operator Berdasarkan Kuesioner SNQ pada Stasiun Pemukulan Halus

(71)

tangan kanan, lutut kanan, pergelangan kaki kanan, serta kaki kanan. Keluhan yang dirasakan oleh operator sebelum dan setelah menggunakan fasilitas kerja ergonomis dapat dilihat dalam histogram pada gambar 5.1

Sumber : Pengolahan Data

Gambar 5.1 Histogram Keluhan Operator 1 Stasiun Pemukulan Halus Kuali Sebelum dan Setelah Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis

Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa terdapat keluhan musculoskletal disorders pada operator di stasiun pemukulan halus sehingga diperlukan perancangan terhadap fasilitas kerja yang digunakan. Operator diberikan fasilitas kerja ergonomis yang telah dirancang berdasarkan antropometri operator serta diberikan kuesioner SNQ kembali untuk melihat perbedaan antara keluhan rasa sakit sebelum menggunakan dan setelah menggunkan fasilitas kerja ergonomis. Spesifikasi keluhan rasa sakit sebelum menggunakan fasilitas kerja ergonomis pada operator dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3

0 1 2 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627

(72)
(73)

Gambar 5.3 Identifikasi Keluhan Operator 2

Hasil yang diperoleh dari Kuesioner SNQ kepada operator yang telah diberikan fasilitas ergonomis adalah operator 1 dan operator 2 mengalami penurunan tingkat keluhan selama melakukan aktivitas pemukulan halus.

(74)

Spesifikasi keluhan rasa sakit setelah menggunakan fasilitas kerja ergonomis pada operator dapat dilihat pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5 Penurunan keluhan yang dirasakan oleh operator 2 setelah menggunakan fasilitas kerja ergonomis dapat dilihat dalam histogram pada Gambar 5.6

Gambar 5.4 Identifikasi Keluhan Operator 1

(75)
(76)

Sumber : Pengolahan Data

Gambar 5.6 Histogram Keluhan Operator 2 Stasiun Pemukulan Halus Kuali Sebelum dan Setelah Menggunakan Fasilitas Kerja Ergonomis

0 1 2 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627

T

ingk

at

K

e

luhan

Dimensi Tubuh

Sebelum Menggunakan Fasilitas Ergonomis

(77)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Tingkat Keluhan

(78)

6.2 Analisis Postur Kerja

Hasil penilaian postur kerja dilakukan terhadap operator pemukulan halus dengan fasilitas kerja berupa kursi dengan tinggi 44,92 cm dan tinggi velg yang digunakan sebagai wadah pemukulan yang berfungsi sebagai tempat pemukulan kuali hingga kuali memiliki permukaan yang halus dan rata adalah 49,90 cm. Penilaian postur kerja dilakukan dengan menggunakan metode REBA dengan melihat simulasi sikap kerja yang dapat dilihat pada gambar 6.1.

Hasil penilaian postur kerja dengan metode REBA pada bagian kanan mendapatkan skor 5 yang menunjukkan bahwa level resiko sedang dengan level tindakan 2 yang berarti diperlukan tindakan dan pada bagian kiri mendapatkan skor 3 yang menunjukkan bahwa level resiko kecil dengan level tindakan 1 yang berarti mungkin diperlukan tindakan.

Gambar

TABEL
GAMBAR
Gambar 1.1 Kondisi Aktual Saat Operator Melakukan Pemukulan Halus
Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD Satria
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pertumbuhan

(Penggulungan/ rolling ) Sederhanakan fungsi Boolean yang bersesuaian dengan Peta Karnaugh di bawah ini... Contoh 5.15 : (Kelompok berlebihan) Sederhanakan fungsi Boolean yang

menunjukkan bahwa sebagian besar bidan memiliki perilaku yang baik sebanyak 27 orang (81.8%) dan sisanya sebanyak 6 bidan (18.2%) memiliki perilaku yang cukup dalam

Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi terima kasih banyak untuk semua ilmu terutama dosen Jurusan Agroteknologi atas didikan dan pengalaman yg

[r]

Dengan demikian berdasarkan penelitian tindakan dan obsevasi yang telah dilakukan terbukti bahwa kegiatan finger painting dapat mengembangkan motorik halus anak

Sebagai bahasa penanda, logo biasanya ditampilkan berupa sesuatu yang mencerminkan citra tertentu yang sengaja dibangun oleh suatu lembaga atau perusahaan.. Apabila suatu

Mata Pelajaran : 220 Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Lokasi Ujian : SMP NEGERI 1 GUNUNG SARI Tanggal Ujian : 2015-12-15,