• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SUPERVISI KLINIS OLEH PENGAWAS SEKOLAH PADA GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA SMA NEGERI DI KOTA TAKENGEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI SUPERVISI KLINIS OLEH PENGAWAS SEKOLAH PADA GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA SMA NEGERI DI KOTA TAKENGEN."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SUPERVISI KLINIS OLEH PENGAWAS

SEKOLAH PADA GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA

SMA NEGERI DI KOTA TAKENGEN

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh:

RAFIQAH AWALYATUN NIM : 8136132071

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

RAFIQAH AWALYATUN. Implementasi Supervisi Klinis Oleh Pengawas Sekolah Pada Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Negeri Di Kota Takengen.

Pogram Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah terhadap guru mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen dalam (1) mengungkapkanlangkah-langkah pertemuan awal yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya, (2) mengungkapkan langkah-langkah observasi yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya, dan (3) mengungkapkan langkah-langkah pertemuan balikan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitiannya adalah fenomenologis yang menekankan pada fokus pengalaman subjektif manusia. Data implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah ini diperoleh melalui wawancara, observasi terus-terang, dan dokumentasi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 4 orang pengawas sekolah rumpun mata pelajaran MIPA dan 23 guru mata pelajaran Matematika di Kota Takengen. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa langkah pertemuan awal yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya belum tercapai, karena pengawas sekolah belum menganalisis pencapaian target keterampilan dan perhatian utama guru berdasarkan permasalahan guru yang muncul. Pada langkah observasi cara mengajar guru, pengawas sekolah masih menggunakan cara konvensional yakni hanya memantau dan menceklis instrumen supervisi. Ini artinya langkah observasi yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya juga belum tercapai. Langkah terakhir pada supervisi klinis yakni pertemuan balikan belum tercapai dengan baik karena masih menggunakan analisis permasalahan guru yang menyeluruh.

(6)

ii ABSTRACT

RAFIQAH AWALYATUN. Implementation of Clinical Supervision by Schools Supervisor to Mathematics Teachers of SMA in Takengen City. Graduate Program of the State University of Medan in 2013.

The aims of study were to determine the implementation of clinical supervision by school supervisors to mathematics teacher of senior high schools in Takengon City to (1) reveals the steps undertaken of initial meeting by school supervisor to teachers trained, (2) reveals the steps observations made of school supervisor to teacher trained, and (3) reveal reversal meetings conducted by school supervisor to teacher trained.

Methods of this study was a qualitative approach with the type of research was focused phenomenological emphasis on human subjective experience. Implementation data of clinical supervision by school supervisor was obtained through interviews, open observation, and documentation. As for the informants in this study were 4 school supervisor of MIPA’s subject cluster and 23 teachers of Mathematics in the Takengen City. Results of the study revealed that the step of initial meeting conducted by school supervisor to teacher teainedhas not been achieved, because the school supervisor has not analyzed the achievement of skills and the main concern of teachers based on appearing teacher issues. In the observation step, school supervisor still using conventional methods that only monitors and check supervision instruments. It was means that the step of observations made by school supervisor to teacher trained steps to teachers has not been reached. The final step in the clinical supervision was the reversal meeting has not been achieved well because they used a comprehensive analysis of teacher issue.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridho-NYA sehingga penulisan tesis dengan judul “Implementasi Supervisi Klinis oleh Pengawas Sekolah pada Guru Mata Pelajaran Matematika SMA Negeri Di Kota Takengen” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan

salam dan shalawat keharibaan junjungan Rasulullah SAW beserta para sahabat, keluarga dan kaum muslimin.

Tesis ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan berupa Beasiswa S2 Kepengawasan bagi penulis sehingga dapat menimba ilmu di Universitas Negeri Medan.

2. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd. Rektor Universitas Negeri Medan, dan Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, dan semua staf yang telah memberikan fasilitas belajar dan bantun untuk kelancaran studi selama penulis mengikuti perkuliahan di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

3. Dr. Ir. Darwin, M. Pd. Selaku Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan PPs Universitas Negeri Medan sekaligus sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan untuk dapat menyempurnakan tesis ini. 4. Prof. Dr. Paningkat Siburian, M. Pd. Selaku Sekretaris Program Studi

Administrasi Pendidikan PPs Universitas Negeri Medan sekaligus sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan untuk dapat menyempurnakan tesis ini.

(8)

v

6. Prof. Dr. Yusnadi, M.S. sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan untuk dapat menyempurnakan tesis ini.

7. Para Dosen yang telah memberikan ilmu dan nasehat selama penulis mengikuti perkuliahan di Program Studi AP. Kepengawasan.

8. Bapak Koorwasda Kabupaten Aceh Tengah yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Para pengawas sekolah SMA Negeri dan guru-guru di Kota Takengen yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

10. Ibunda Kasirah dan Ayahanda (Alm.) Syarifuddin AR serta seluruh keluarga besarku yang tak bosan-bosannya memberikan dukungan dan do’a dengan

segala sikap penuh pengertian dan kasih sayang.

11. Teman-teman Program Studi Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan Angkatan 2013.

12. Semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyusun tesis ini. akhir kata, penulis berharap tulisan ini dapat menambah wawasan dan dapat menambah sumbangan bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.

(9)

vi

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Konsep Dasar Supervisi Klinis ... 17

B. Kompetensi Menjadi Guru... 32

C. Pengawas Sekolah dalam Rumpun Mata Pelajaran/Mata Pelajaran... 33

D. Implementasi Program Supervisi Di Sekolah ... 35

E. Penelitian Relevan... 36

F. Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 42

B. Kehadiran Peneliti... 44

C. Lokasi Penelitian... 44

D. Jenis dan Sumber Data ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data... 46

F. Analisis Data ... 49

G. Pengecekan Keabshahan Data... 51

H. Tahap-Tahap Penelitian ... 54

BAB IV PAPARAN DATA dan HASIL PENELITIAN A. Paparan Data ... 56

(10)

vii

C. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, dan SARAN A. Simpulan ... 87

B. Implikasi ... 89

C. Saran ... 89

DAFTAR RUJUKAN ... 92

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Nilai Hasil Rata-Rata UN Tingkat SMA Provinsi Aceh

Menurut Jurusan, dan Peringkat Nasional dari Tahun

2007/2008 sampai dengan 2012/2013 ... 5

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan dan Waktu Penelitian ... 45

Tabel 3.2. Sumber Data ... 46

Tabel 3.3. Objek dan Aspek Observasi Penelitian ... 47

Tabel 3.4. Pengkodean ... 50

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1. Persentase Guru dan Kepala Sekolah Tersertifikasi

Menurut Jenjang Pendidikan Di Aceh Tengah ... 3

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 96

Lampiran 2 Transkrip Wawancara Pengawas Sekolah... 97

Lampiran 3 Transkrip Wawancara Guru ... 111

Lampiran 4 Lembar Dokumentasi ... 126

Lampiran 5 Panduan Observasi ... 127

Lampiran 6 Lembar Observasi ... 128

Lampiran 7 Catatan Lapangan ... 132

Lampiran 8 Dokumentasi Observasi ... 138

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peranan guru sangat besar dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan teknologi yang semakin maju. Tantangan tersebut menuntut guru untuk terus

mengembangkan kreativitasnya dalam hal mengajar baik yang berkaitan dengan metode, strategi, dan teknik dalam pembelajaran. Di samping mengembangkan

kompetensi profesional, guru juga dituntut untuk mengembangkan kompetensi pedagogik sehingga akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU no. 14

Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas cukup berat dalam mendidik dan mengajar

peserta didik. Bab IV pasal 8 UU no. 14 Tahun 2005 disebutkan juga bahwa

“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat

jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional”. Selanjutnya pasal 9 menyatakan: “Kualifikasi akademik

yang dimaksud dalam pasal 8 adalah diperoleh melalui pendidikan tinggi program

sarjana (S-1) atau program diploma empat (D-IV)”. Demikian juga pada pasal 10

ayat (1) menjelaskan bahwa: “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam

pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

(15)

2

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) rekapitulasi sementara, kompetensi guru di Indonesia masih sangat memprihatinkan, ini terlihat dari hasil nilai rata-rata yang diperoleh pada Uji Kompetensi Awal (UKA) tahun 2012 yaitu 42,45.

Adapun, hasil uji untuk guru yang sudah disertifikasi hanya mampu meraih nilai rata-rata 44,55. Jika dirinci lagi, maka diperoleh untuk SMA, nilai rata-rata

terendah UKG adalah guru mata pelajaran kimia, yaitu 37,9. Sementara itu, nilai rata-rata tertinggi guru SMA adalah guru mata pelajaran fisika, yaitu 58,70 (http://disdik.acehselatankab.go.id/disdik/index.php). Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kompetensi pedagogik atau metode pengajaran guru dan kompetensi profesional guru masih rendah, khususnya untuk guru rumpun mata

pelajaran.

Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program

(PECAPP) juga melaporkan tentang gambaran tingkat kompetensi guru di Aceh

sebagai berikut: (1) 68% guru di tingkat sekolah dasar belum memiliki kelayakan

mengajar, (2) jumlah guru terlatih masih minim yaitu 1,16% di tingkat SD,

sedangkan 6,36% di tingkat SMP dan 3,97% di tingkat SMA, (3) hasil uji

kompetensi awal guru tahun 2012 menempatkan Aceh pada peringkat ke-28

secara nasional dengan nilai rata–rata 36, (4) guru lulus sertifikasi rata-rata 20,9%

di tingkat SD, 29% di tingkat SMP dan 31% di SMA//SMK (http://www.belanja publikaceh.org/ pendidikan/kompetensi-guru-masih-lemah).

Laporan Dinas Pendidikan Aceh Tengah juga menyebutkan bahwa capaian

guru dan kepala sekolah yang tersertifikasi tahun 2012 adalah sebagai berikut: (1) tingkat SD/MI 21%, (2) tingkat SMP 34%, (3) tingkat MTs 49%, (4) tingkat SMA

(16)

3

kesenjangan tingkat kompetensi guru dan kepala sekolah yang terjadi antarsatuan pendidikan di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2012. Lebih jelasnya, dapat di lihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Persentase guru dan kepala sekolah tersertifikasi menurut jenjang pendidikan di Aceh Tengah, 2012 (Sumber: Dinas Pendidikan Aceh, 2012)

Imron (2012:4—5) juga menambahkan kenyataan yang terjadi di lapangan yakni: (1) seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sering berubah, (2)

seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sarat beban, (3) seringnya guru mengeluh mengajar guru yang tidak menarik, dan (4) masih belum dapat

dijaminnya mutu pendidikan sebagaimana yang dikehendaki.

Kompetensi pedagogik berhubungan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan pusat perhatian pada peserta didik, mulai dari

penguasaan karakteristik peserta didik, prinsip pembelajaran, pengembangan penilaian, pemanfaatan penilaian dan melakukan tindakan refleksi sebagai

evaluasi diri untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun, kompetensi profesional berkaitan dengan pengetahuan guru secara profesional, mulai dari penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan; penguasaan standar

(17)

4

kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu; sampai dengan pemanfaatan teknologi sebagai pengembangan diri.

Segala upaya telah dilakukan pemerintah dalam mempersiapkan guru

untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan kompetensi guru untuk melakukan

pengawasan dan pembinaan guru. Pengawasan dan pembinaan tersebut diantaranya dilakukan oleh pengawas sekolah berupa supervisi akademik. Supervisi memiliki arti upaya yang diberikan kepada guru dalam melaksanakan

tugas profesionalnya, sehingga guru mampu membantu peserta didik dalam belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Supervisi menjadi fokus utama dalam pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki dan membina proses pembelajaran guru sehingga menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Supervisi merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dalam upaya peningkatan baik mutu pembelajaran dan mutu penyelenggaraan sekolah. Sehingga tujuan dari supervisi itu adalah untuk memberikan layanan dan bantuan dalam meningkatkan kualitas mengajar guru di

kelas yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Layanan dan bantuan yang diberikan tersebut tidak saja untuk memperbaiki kemampuan

mengajar guru namun juga mengembangkan potensi kualitas guru itu sendiri. Arif (2008:167) dalam penelitiannya menjelaskan tentang beberapa persoalan yang cukup urgen untuk dijadikan alasan, mengapa supervisi diperlukan

dalam proses pendidikan.

(18)

5

dengan keadaan nyata di lapangan. Kedua, pengembangan profesi guru senantiasa merupakan upaya terus-menerus dari suatu organisasi profesi keguruan. Guru memerlukan peningkatan karir, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga, tuntutan pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kerberadaan manusia. Pendidikan pada hakekatnya adalah menjadikan manusia sebagai individu yang beriman dan bertaqwa kepada al-Khâliq, beretika, berakhlakul karimah, berbudaya, berilmu pengetahuan, dan mempunyai kecakapan serta keterampilan. Keempat, tuntutan agama. Agama pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia yang dilahirkan ke alam dunia. Agama dipandang sebagai fitrah manusia. Kelima, tuntutan sosiologis dan kultural. Pada aspek ini, manusia dipandang sebagai individu yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk bermasyarakat, manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial dan tanggungjawab kebudayaan.

Harian Atjehpos mengungkapkan hasil nilai rata-rata UN tingkat SMA Provinsi Aceh menurut jurusan, dan peringkat nasional dari tahun 2007/2008

sampai 2012/2013 berdasarkan laporan BSNP Kemendiknas pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Hasil Nilai Rata-rata UN Tingkat SMA Provinsi Aceh Menurut Jurusan, dan Peringkat Nasional dari Tahun

2007/2008 sampai 2012/2013

1 2007/2008 6,83 7,48 26 6,02 7,08 31

2 2008/2009 7,65 7,61 13 6,74 7,05 20

3 2009/2010 7,71 7,81 13 7,12 7,18 15

4 2010/2011 7,75 8,11 21 7,19 7,65 24

5 2011/2012 7,98 7,86 11 7,53 7,45 14

6 2012/2013 6,46 6,64 33 5,49 6,07 33

Sumber : BSNP Kemendiknas (Dinas Pendidikan Aceh)

Berdasarkan tabel tersebut, secara rata-rata dalam lima tahun tersebut

tingkat kelulusan siswa SMA baik jurusan IPA maupun IPS sebesar 89,62%, sedangkan rata-rata kelulusan secara nasional sebesar 96,90%, dengan rata-rata

(19)

6

Indonesia. Walaupun tingkat kelulusan siswa SMA di provinsi Aceh dari tahun ke tahun terus membaik, namun pada tahun pelajaran 2010/2011 turun sebesar 1,71%, dan pada tahun 2011/2012 mengalami kenaikan hanya sebesar 0,19%,

dengan tingkat kelulusan sebesar 99,39%. Pada tahun 2012/2013 tingkat kelulusan SMA gabungan IPA dan IPS Provinsi Aceh mengalami penurunan

sebesar 6,02% dengan tingkat kelulusan sebesar 93,37%, sedangkan secara nasional tingkat kelulusan sebesar 99,02%. Pada tahun pelajaran 2013/2014 tingkat kelulusan SMA IPA dan IPS Provinsi Aceh naik menjadi 96,89%, tetapi

masih di bawah rata-rata nasional yaitu sebesar 99,52%. Imron (2012:5) juga mengemukakan bahwa:

...rendahnya nilai murni siswa SMA/SMK, banyaknya lulusan SMA/SMK yang tidak dapat bekerja sesuai bidangnya, senjangnya kesempatan kerja yang tersedia dengan angkatan kerja yang ada, merupakan persoalan yang bersentuhan dengan kualitas pendidikan.Berdasarkan fakta ini maka guru-guru perlu di supervisi terus-menerus kemampuan profesionalnya.

Namun, sikap guru terhadap supervisi masih memiliki persepsi yang kurang tepat. Persepsi tersebut terlihat dari banyaknya guru yang memahami supervisi sebagai suatu pengawasan (inspeksi). Hal ini menurut Sahertian (2008:

35) akan mengakibatkan rasa tidak puas guru dalam pelaksanaan supervisi sehingga muncul dua sikap yang tampak dalam kinerja guru yaitu (1) acuh tak

acuh, dan (2) menantang (agresif). Padahal istilah inspeksi dan supervisi memiliki makna dan kawasan manajemen yang berbeda. Inspeksi memiliki esensi membangun kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan kelembangaan

yang mengikat. Adapun, supervisi memiliki esensi kepatuhan profesional dalam arti seseorang yang menjalankan tugasnya didasarkan atas teori, konsep, prinsip,

(20)

7

Maka, melalui supervisi diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa bantuan dan binaan terhadap guru dalam proses pembelajaran dan mengevaluasi guru dalam capaian kompetensi dasar mengajar. Pelaksanaan supervisi agar

efektif dilakukan oleh pengawas, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: sering dan sistematis, konsisten, fokus pada keterampilan mengajar,berkaitan dengan

pelatihan dan pengembangan tujuan, diarahkan untuk memberikan akurat, tepat waktu, pertemuan balikan kinerja harus objektif dan relevan, diagnosis dan preskriptif, serta memiliki tujuan yang berorientasi.

Beberapa pemahaman guru tentang supervisi adalah bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah (1) diidentikkan dengan evaluasi,

sehingga guru merasa tertekan karena merupakan rutinitas bagi pengawas sekolah, (2) supervisi dilakukan untuk mencari kesalahan guru, akibatnya guru merasa takut jika pengawas sekolah datang, (3) supervisi yang dilakukan pengawas hanya

sekedar memeriksa perangkat pembelajaran dan menganjurkan guru agar menyiapkan peraangkat pembelajaran tanpa melakukan pembinaan terhadap guru, (4) pertemuan balikan yang diberikan kepada guru hanya bersifat pengarahan

yang mengedepankan kekuasaan, (5) bagi guru yang berbeda dengan disiplin ilmu yang diampu pengawas sekolah hanya sekedar memeriksa kelengkapan dokumen

perangkat pembelajaran saja, dan (6) keluhan guru tidak pernah dihiraukan ataupun tidak dilakukan suatu pendekatan sehingga permasalahan yang dihadapi guru tidak terselesaikan.

Pengawas sekolah berdasarkan Peraturan Pemerintah no 74 tahun 2008 adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah.

(21)

8

sekolah adalah tercapainya mutu pendidikan di sekolah binaannya. Pengawasan manajerial dan pengawasan akademik merupakan wujud yang dilakukan pengawas sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kepengawaasan

manajerial dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sekolah yang meliputi perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan

kompetensi sumber daya manusia (SDM) kependidikan dan sumber daya lainnya. Kepengawasan akademik dilakukan untuk membantu dan membina guru dalam upaya perbaikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Masih menurut Sudjana

(2012:29) mengatakan bahwa tidak berlebihan jika menempatkan pengawas sekolah sebagai penjamin mutu pendidikan pada sekolah binaannya.

Kenyataannya pengawas sekolah belum dapat menjalankan tugas pokok dan kewajibannya. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, diantaranya penelitian Ruswandi (2011) menemukan bahwa:

Intensitas kedatangan pengawas sekolah untuk memberikan pembinaan akademik masih kurang karena kehadiran pengawas sekolah dalam satu bulan paling banyak hanya 3 kali. Sehingga pemberian layanan bantuan dan bimbingan akademik pengawas sekolah kurang representatif. Kemudian ketika pengawas sekolah datang ke sekolah, pengawas jarang sekali melakukan kunjungan kelas untuk memberi bantuan dan bimbingan akademik tetapi lebih banyak duduk di kantor atau ruang kepala sekolah untuk membahas persoalan administrasi sekolah. Selain itu, ketika pengawas sekolah melaksanakan kunjungan supervisi akademik ke kelas, masih ada guru-guru yang berperilaku kaku dan takut terhadap atasan, sehingga guru tidak berani berinisiatif dan berinovasi dalam mengelola pembelajarannya.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Agung dan Yufridawati (2013: 29) yakni kenyataan di lapangan kerapkali menunjukkan seorang guru yang

menghadapi kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran, bersikap pasif dan kurang menunjukkan upaya untuk mengatasinya. Salah satu cara yang mungkin di

(22)

9

sekolah, tetapi hal ini tidak atau jarang terjadi. Pengawas sekolah kurang menunjukkan sikap proaktif untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi guru dan memberikan bantuan serta bimbingan pembelajaran yang diperlukan oleh guru.

Kekurang harmonisan dan sinergitas hubungan kerja jelas menjadi salah satu faktor yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi pencapaian hasil

pendidikan.

Supervisi klinis merupakan salah satu model pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan pengawas sekolah sebagai upaya untuk membantu guru

dalam memperbaiki proses pembelajaran secara sistematik. Praktik supervisi klinis didasari oleh dua asumsi. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas yang

sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah dalam mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran.

Kedua, guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan daripada cara yang otoriter (Sergiovanni dan Starratt, 1987:4). Pada mulanya, supervisi klinis dirancang sebagai salah satu

model atau pendekatan dalam melakukan supervisi akademik terhadap calon guru yang sedang berpraktik mengajar. Supervisi ini penekanannya pada klinis yang

diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka (face to face) antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktik.

Proses supervisi klinis ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu (1)pertemuan

awal, (2) observasi mengajar, dan (3) pertemuan balikan. Tahapan-tahapan tersebut

(23)

10

ketiga pokok dalam supervisi klinis adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan mengajar guru di kelas dan di luar kelas

Penerapan supervisi klinis menurut Sagala (2012b:196) dapat menjamin kualitas pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten. Sergiovanni, yang

dikutip oleh Lovell dan Wiles (1983:171) menyebutkan kerangka acuan pelaksanaan supervisi klinis perlu menyediakan satu kesempatan guru untuk (1) menguji, mendiskusikan, dan menjelaskan lengkap program-program

pembelajaran, (2) menerima pertemuan balikan yang objektif pada program-program yang dilatih, (3) menguji hubungan antara perilaku nyata dan yang

diantisipasi di kelas, (4) menguji hubungan antara konsekuensi yang diinginkan dan konsekuensi nyata dari perilaku supervisor dan guru, (5) menguji hubungan antara program disertai asumsi-asumsi, teori-teori dan riset tentang pengajaran

yang efektif, dan (6) mengembangkan, mengimplementasikan, dan menerima dukungan tentang perubahan-perubahan yang sesuai dengan program-program

pendidikan yang praktis.

Beberapa faktor yang mendorong perlunya dikembangkan supervisi klinis. Faktor-faktor tersebut, adalah:

a. Dalam kenyataannya yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan evaluasi guru-guru saja. Di akhir semester guru-guru mengisi skala penilaian yang diisi

oleh peserta didik mengenai bagaimana cara mengajar guru.

b. Pusat pelaksanaan supervisi ialah supervisor, tidak berpusat pada apa yang dibutuhkan guru, baik kebutuhan profesional sehingga guru-guru tidak merasa

(24)

11

c. Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru) aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sangat sukar untuk mendeskripsikan tingkah laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan karena

diagnosisnya tidak mendalam, tapi sangat bersifat umum dan abstrak.

d. Pertemuan balikan yang diperoleh dari hasil pendekatan sifatnya arahan,

petunjuk, intruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat di permukaan.

e. Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga guru-guru

melihat konsep dirinya.

f. Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia

sadar akan kemampuan dirinya dan timbul motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri. Praktik-praktik supervisi yang tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam pemberian supervisi kepada

guru-guru ( Sahertian, 2008:37—38).

Optimalisasi supervisi klinis pada guru harus dilakukan untuk mencari terobosan improvisasi pelaksanaan pembelajaran di samping dalam upaya

menghindari kejenuhan rutinitas yang cenderung jalan di tempat sehingga tidak ada perbaikan dan perubahan yang terjadi dalam pembelajaran peserta didik

sebagai output proses pendidikan. Selain itu, supervisi klinis berupaya “membantu guru” dengan terlebih dahulu menjalin hubungan yang akrab sebagai syarat

keberhasilan dalam pelaksanaan supervisi yang belum dilakukan oleh para

pengawas.

Namun, hasil wawancara informal dengan pengawas sekolah Kabupaten

(25)

12

guru-guru yang meminta bimbingan klinis kepada mereka sehubungan dengan pelaksanaan tugas pembelajaran, seperti pemanfaatan metode, pemahaman terhadap materi, dan sebagainya. Selain itu, Kelompok Kerja Guru

(KKG)/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang diharapkan sebagai wadah bagi guru untuk usaha meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan

keterampilan guru kerapkali belum cukup digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru.

Mi (2012), pengawas sekolah, dalam hasil penelitiannya menyebutkan

bahwa pelaksanaan supervisi klinis yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal. Ada

beberapa hambatan yang dialami kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi klinis yaitu: (a) berasal dari guru, pada saat akan melaksanakan supervisi masih ada guru yang enggan untuk disupervisi, meskipun sudah terjadwal. Selain itu,

seringnya guru dipanggil untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan baik di tingkat provinsi maupun nasional; dan (b) berasal dari kepala sekolah, seringnya rapat yang diadakan Dinas Pendidikan secara mendadak. Adanya pertemuan

Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Adanya penataran dan pelatihan baik di tingkat provinsi maupun nasional. Banyaknya sosialisasi atau MoU

tentang penambahan ruang belajar maupun pemberian sarana lainnya yang diadakan baik di tingkat provinsi maupun nasional.

Paparan di atas baru sebatas pemahaman yang bersumber dari pengamatan

(26)

13

untuk mengkaji masalah melalui penelitian ilmiah yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang

implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah pada guru mata pelajaran matematka dalam meningkatkan keterampilan mengajar di SMA Negeri di Kota

Takengen. Alasan pentingnya penelitian ini dilakukan adalah (1) belum maksimalnya supervisi yang diberikan pada guru dan (2) belum maksimalnya refleksi guru terhadap proses pembelajaran yang berakhir pada hasil pembelajaran

siswa yang dilakukan oleh pengawas sekolah, padahal banyak para peneliti mengungkapkan bahwa supervisi klinis efektif dalam meningkatkan proses

pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, bahwa terdapat beberapa faktor untuk mengembangkan supervisi klinis. Jadi, secara umum dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: (1) masih belum maksimalnya

supervisi klinis yang dilakukan pengawas sekolah kepada guru binaannya, (2) implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah belum sesuai dengan

(27)

14

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini berkaitan dengan implementasi supervisi klinis yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah dalam Rumpun/ Mata Pelajaran MIPA pada

guru mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah pada guru

mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen?”

Selanjutnya rumusan masalah tesebut dijabarkan dalam pertanyaan

penelitian berikut ini:

1. Bagaimanakah langkah-langkah pertemuan awal yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya?

2. Bagaimanakah langkah-langkah observasi cara mengajar guru yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya?

3. Bagaimanakah langkah-langkah pertemuan balikan yang dilakukan

pengawas sekolah terhadap guru binaannya?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui implementasi supervisi klinis oleh pengawas sekolah terhadap guru

mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen dalam:

1. Mengungkapkan langkah-langkah pertemuan awal yang dilakukan

(28)

15

2. Mengungkapkan langkah-langkah observasi yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya.

3. Mengungkapkan langkah-langkah pertemuan balikan yang dilakukan

pengawas sekolah terhadap guru binaannya

F. Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam (1) memperkaya khazanah mengenai supervisi klinis yang dilakukan oleh pengawas

sekolah; (2) menganalisis proses supervisi klinis yang dilakukan oleh pengawas sekolah pada sekolah binaannya; (3) mendeskripsikan upaya Pengawas Sekolah

yang dapat diterapkan untuk menyukseskan tujuan pendidikan nasional. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak: 1. Pengawas sekolah dalam Rumpun Mata Pelajaran: sebagai pertemuan balikan

terhadap pengembangan supervisi pengawas sekolah khususnya yang berkaitan dengan supervisi klinis, sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh komponen sekolah.

2. Guru: dapat meningkatkan kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik serta mengevaluasi diri dalam proses pembelajaran melalui supervisi klinis

yang dilakukan oleh pengawas sekolah.

3. Kepala sekolah: sebagai bahan masukan dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada guru sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu

(29)

16

4. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tengah: dapat mengambil kebijakan dalam melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap tugas pengawas sekolah dalam melaksanakan supervisi klinis.

5. Peneliti selanjutnya: sebagai bahan acuan penelitian dalam mengamati dan memberikan masukan yang berkaitan dengan usaha sadar untuk memperbaiki

(30)

87 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan melalui observasi terus-terang, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi terhadap implementasi supervisi klinis yang dilakukan oleh pengawas sekolah pada guru mata pelajaran

matematika SMA Negeri di Kota Takengen diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Langkah-langkah pada pertemuan awal yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya meliputi penciptaan suasana yang akrab dan terbuka, pengidentifikasian aspek-aspek yang dikembangkan guru dalam

pengajaran, penerjemahan perhatian guru ke dalam tingkah laku yang diamati, pengidentifikasian prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru,

cara membantu guru dalam memperbaiki tujuannya sendiri dan penetapan waktu observasi sudah dilaksanakan dengan baik oleh pengawas sekolah. Namun pada penyeleksian instrumen observasi yang digunakan pengawas

sekolah dalam supervisi klinis, pengawas sekolah menggunakan instrumen supervisi proses pembelajaran. Sehingga apa yang dibutuhkan guru untuk

meningkatkan kompetensinya belum tercapai, karena pengawas sekolah tidak fokus pada perhatian utama guru dan masalah utama guru. Selain itu pengawas sekolah juga belum pernah melakukan bagaimana cara

(31)

88

menjadi hasil penilaian akhir dari kemajuan guru yang di supervisi kliniskan.

2. Langkah-langkah observasi cara mengajar guru yang dilakukan pengawas

sekolah tehadap guru binaannya yang muncul cekliss and timeline coding dan wide-lens techniques. Catatan tentang perilaku siswa dan guru kepada

guru tidak digambarkan oleh pengawas sekolah. Sehingga guru tidak dapat mengetahui kelemahan-kelemahan yang muncul dalam proses pembelajaran. Sedangkan teknik dalam observasi yakni selective verbatim

dan rekaman observational berupa a seating chart tidak muncul. Artinya langkah observasi cara mengajar guru yang dilakukan pengawas sekolah

belum sesuai, masih konvensional.

3. Pada langkah terakhir yakni langkah pertemuan balikan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru binaannya telah dilaksanakan. Namun

jika melihat aspek-aspek pada pertemuan balikan implementasi langkah terakhir belum tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan target utama keterampilan dan perhatian utama guru belum fokus pada

kebutuhan/permasalahan yang dihadapi guru untuk ditemukan solusinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, implementasi supervisi klinis yang

dilakukan oleh pengawas sekolah pada guru mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen dinyatakan belum tercapai. Akibatnya supervisi klinis

(32)

89

B. Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas berkenaan dengan belum tercapainya implementasi supervisi klinis yang dilakukan oleh pengawas sekolah pada guru

mata pelajaran matematika SMA Negeri di Kota Takengen maka perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:

1. Merancang rencana kegiatan akademik (RKA) berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru.

2. Merancang dan menyiapkan instrumen supervisi klinis yang sesuai

dengan kebutuhan guru di lapangan.

3. Mengintensifkan pelatihan supervisi khususnya supervisi klinis kepada

pengawas sekolah sehingga pengawas sekolah benar-benar terlatih dan memahami prosedur dalam supervisi klinis.

C. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian ini, dapat diberikan

beberapa saran, yaitu:

1. Diharapkan kepada Kepala Dinas Pendidikan agar dapat memberikan dukungan serius terhadap kinerja pengawas sekolah dalam mensukseskan

implementasi supervisi klinis. Dukungan tersebut antara lain:

a. Memberikan kepercayaan kepada pengawas sekolah sebagai salah satu

penyelenggara pendidikan yang turut bertanggungjawab dalam memperbaiki kualitas pendidikan.

b. Melakukan rekrutmen pengawas sekolah berdasarkan uji kompetensi dan

(33)

90

c. Meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pengawas sekolah dalam melaksanakan tupoksinya seperti menyediakan alat perekam data untuk melaksanakan supervisi khususnya supervisi klinis.

d. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap laporan kepengawasan yang dibuat secara berkala.

e. Memberikan kesempatan kepada pengawas sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2. Diharapkan kepada pengawas sekolah sebaiknya dalam melaksanakan

supervisi melakukan analisis pada permasalahan dan perhatian utama guru. Peneliti merekomendasikan kepada pengawas sekolah sebagai bahan

pertimbangan sebelum mengimplementasikan supervisi klinis sebagai berikut:

a. Aktif bersama para guru dalam kegiatan MGMP sehingga pengawas

sekolah dapat menemukan permasalahan yang banyak muncul di sekolah-sekolah pada guru binaannya dan mencarikan solusinya bersama-sama. Mengingat masih ada juga guru yang kurang mau menceritakan

permasalahan yang dihadapinya. Dalam MGMP guru dan pengawas sekolah akan saling mendiskusikan bagaimana pemecahan permasalahan

yang baik.

b. Tukar menukar pengalaman. Berbagi pengalaman pengawas sekolah ketika menjadi guru dalam mengatasi berbagai masalah yang muncul pada

(34)

91

(35)

92

DAFTAR RUJUKAN

Abiddin, Norhasni Zainal. 2008. Exploring Clinical Supervision to Facilitate the Creative Process of Supervision. The Journal of International social Research, vol 1/3 Spring: 13-33.

A.M, Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Agung, Iskandar & Yufridawati. 2013. Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan sinergis: Antara Guru, Kepala Sekolah, dan pengawas. Jakarta: Bestari Buana Murni.

Amani, Luh. et al. 2013. Implementasi Supervisi Klinis dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Guru Mengelola Proses Pembelajaran Pada Guru SD Se-gugus VII Kecamatan Sawan. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar. Vol. 3.

Arif, Saiful. 2008. Implementasi supervisi Klinis Dalam Pendidikan Agama Islam. Tadris. Vol. 3 No 2. hlm. 166-182.

Baltaci-Goktalay, Sehnaz, et al. 2014. Redefining A Teacher Education Program: Clinical Supervision Model and Uludagkdm. International Journal on New Trends in Education and Their Implications. Vol. 5 (2). p. 1-11.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.

Glatthorn, Allan A. 1984. Differentiated Supervision. North Washington Street. Alexandria: ASCD.

Glickman, Carl D. Gordon, P. Stephen & Jovita M. Ross-Gordon. 2010. Supervision and Instructional Leadership. Eighth Edition. Boston: Pearson Education,Inc.

Gursoy, Esim. et al. 2013. Clinical Supervision Model to Improve Supervisory Skills of Cooperating Teachers and University Supervisors during Teaching Practice. Hacettepe Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi (H. U. Journal of Education),Özel Sayı (1), 191-203.

Http://Disdik.Acehselatankab.Go.Id/Disdik/Index.Php?Pilih=News&Mod=Yes& Aksi=Lihat&Id=225diakses 15 Februari 2015.

(36)

93

Http://Www.Belanjapublikaceh.Org/Pendidikan/Kompetensi-Guru-Masih-Lemah/ #.Vqcefyzi7vcdiakses 15 Februari 2015.

Http://Atjehpos.Co/M/Read/2192/Tujuh-Tahun-Hasil-Un-Dibawah-Rata-Rata-Nasionaldiakses 15 Februari 2015.

Ibara, E.C. 2013. Exploring clinical supervision as instrument for effective teacher supervision. Africa Education Review. 10:2. 238-252.

Imron, Ali. 2012. Supervisi Pembelajran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Joshi, Manmohan. 2013. Supervisory Skills. Download free books at bookboon.com.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Supervisi Pembelajaran Dan Manajerial Pada Kurikulum 2013. Jakarta.

Kipngetich, Kirui E. J & Osman, Ahmed. 2012. Use of Clinical Supervision Cycle in the Assessment of Teacher Trainees in Physical Education in Kenya: A Study of Teacher Colleges in Rift-Valley Zone. Journal of Education and Practice. Vol 3, No. 9. p 160-166.

Lovell, John T & Kimbal, Wiles. 1983. Supervision for Better School. New Jersey: Prentice-Hall.

Lyncolyn, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.

Marzano, Robert J, Tony, Frontier, & David, Livingston. 2011. Effective Supervision: Supporting The Art And Science of Teaching. Virginia USA: ASCD.

Mi, Lili Ng Chui. 2012. Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dalam Mengelola Pembelajaran Pada SMA Negeri 2 Sambas. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan. Hlm. 711-723.

Miles, B. Mathew & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.

(37)

94

Nasution, S. 1988. Metodologi Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Neagley,Ross L & Evans, N. Dean. 1980. Handbook for Effective Supervision of Instruction. New Jersey: Prentice-all.

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian; Skripsi, Tesis, disertasi & Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.

Okorji, P.N dan Ogbo, R.N. 2013. Effects of Modified Clinical Supervision on Teacher Instructional Performance. Journal of Emerging trends in educational research and Policy Studies (JETERAP). 4 (6): 901-905.

Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta. Ruswandi, Agus. 2011. Pengaruh Supervisi Akademik Oleh Pengawas Sekolah

Terhadap Kinerja Guru Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Di Propinsi Lampung. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Program Studi Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Sagala, Syaiful. 2012a. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

____________.2012b. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sahertian, Piet A. 2008. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan SDM. Jakarta: Rineka Cipta.

Sergiovanni, T.J. & Starratt, Robert J. 1987. Emerging Patterns of Supervision: Human Perspective . New York: Mc Graw Hill Book Company.

Sergiovanni, T.J. 1982. Supervision of Teaching. Washington: ASCD

Sudjana, Nana. 2012a. Supervisi Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya Bagi Pengawas Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.

_____________ 2012b. Pengawas & Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, Peran & Tanggung Jawab Pengawas Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

(38)

95

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Cetakan Kedelapan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Usman, Moh. Uzer. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Veloo, Arsaythamby. et al. 2013. The effects of clinical supervision on the teaching performance of secondary school teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences 93. (online). p. 35-39. (www.sciencedirect.com)

diakses 10 februari 2015.

Gambar

Tabel 1.1. Nilai Hasil Rata-Rata UN Tingkat SMA Provinsi AcehMenurut Jurusan, dan Peringkat Nasional dari Tahun
Gambar 1.1. Persentase Guru dan Kepala Sekolah TersertifikasiMenurut Jenjang Pendidikan Di Aceh Tengah...........................
Gambar 1.1 Persentase guru dan kepala sekolah tersertifikasimenurut jenjang pendidikan di Aceh Tengah, 2012
Tabel 1.1 Hasil Nilai Rata-rata UN Tingkat SMA Provinsi AcehMenurut Jurusan, dan Peringkat Nasional dari Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Karya ini berjudul “Estetika dan Atavisme Pantun dalam Puisi Indonesia Modern dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengajaran Sastra di SMA” yang mengangkat

The objectives of our study were: (i) to quantify the biomass fuel and charcoal produced during a typical slash-and-burn event in a temperate deciduous forest, (ii) to

Objektif kajian ini adalah untuk mengkaji latar belakang usahawan bumiputera, ciri-ciri usahawan bumputera, dorongan kepada usahawan bumiputera yang terlibat

Pengamatan dilakukan pada umur panen buah (ditandai dengan tekstur lunak), waktu terbentuk protokorm, waktu aklimatisasi/pengompotan, umur berbunga, dan total waktu yang

Pada perdagangan 14 Juli, IHSG ditutup menguat sebesar +0.29% ke level 5,079 Sentimen peng- gerak pasar hari ini diantaranya bursa saham AS yang menguat cukup tajam mebawa

pertama dan diperingkat terakhir adalah Propinsi DI Jogjakarta. Tidak terdapat perbedaan tingkat efisiensi yang signifikan pada kinerja keuangan pemerintah propinsi

Dukungan informasi melalui pendidikan seks yang baik pada anak remaja dimungkinkan akan berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja, termasuk tingkat pengetahuan dan

pengembangan objek pariwisata unggulan belanja makanan dan minuman JB: Barang/jasa JP: Jasa Lainnya.. 5