BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ringkasan Studi Pustaka
Intrusi air laut adalah proses masuknya air garam yang berasal dari laut ke dalam sungai atau estuari, dimana air laut yang memiliki kadar salinitas yang tinggi bertemu dengan air sungai yang memiliki kadar salinitas yang rendah (Pramudya, 2006). Intrusi garam terjadi karena ada beberapa gaya yang membangkitkan aliran di daerah estuari. Beberapa gaya dinamis yang menjadi faktor pendorong utama intrusi garam adalah gaya pasang surut, gaya gravitasi, gaya coriolis dan gaya sentrifugal. Namun di beberapa kasus, gaya coriolis dan gaya sentrifugal dapat diabaikan.
Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pritchard dalam Hadi dan Radjawane, 2009). Tipe estuari sangat ditentukan oleh debit sungai dan kekuatan arus pasang surut, di mana kekuatan arus pasut itu sendiri di tentukan oleh range (tunggang) pasut (Hadi dan Radjawane, 2009). Berdasarkan debit sungai dan kekuatan arus pasut, estuari dapat dibagi dalam tiga tipe utama, yaitu salt wedge estuary, partially mixed estuary, dan well mixed estuari.
2.2 Studi Terdahulu
2.2.1 Pengelolaan Air Tanah dan Intrusi Air Laut (Arie Herlambang dan R. Haryoto Indriatmoko, 2005)
Pada penelitian ini Herlambang dan Indriatmoko memodelkan air tanah di Jakarta. Kebutuhan air tanah di Jakarta sangat besar karena kota ini merupakan kota metropolitan dengan kegiatan manusia dan industri yang sama besarnya. Kota Jakarta memerlukan air bersih untuk kebutuhan minum bagi sekitar 4 juta orang, pasukan air bersih untuk hotel, kantor pemerintah, dan industri. Karena permintaan air bersih di Jakarta sangat besar, maka diperlukan manajemen yang baik agar tidak terjadi kelangkaan air di Jakarta. Model yang digunakan adalah Groundwater Model Simulation and Optimization of Quasi Three Dimension (OPT-Q3D). Model ini menggunakan metode beda hingga untuk operasi infiltrasi
air laut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa apabila pemompaan air tanah dilakukan sebesar 7,9 m3/dt akan mengakibatkan depresi (penurunan muka) tanah di bagian barat dan
timur Jakarta. Pemompaan dengan besar 7,9 m3/dt juga akan menyebabkan intrusi air laut
semakin jauh ke arah darat. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan cara pengaturan lokasi pemompaan air yang disesuaikan dengan kemampuan alami tanah.
2.2.2 Model Intrusi Air Garam di Estuari Sungai Katingan, Kalimantan Tengah (Pramudya, 2006)
Penelitian yang dilakukan Pramudya mengambil lokasi di Sungai Katingan, Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan intrusi air garam secara 1 dimensi dengan metode beda hingga eksplisit upstream. Data yang diolah oleh Pramudya adalah data lapangan yang berupa data debit, elevasi muka air, dan salinitas sungai. Data lapangan diambil oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan dengan waktu pengambilan data 13-20 Desember 1982 namun hanya data selama 3 hari yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa intrusi garam mencapai 31 km dari muara sungai dengan galat 1.13% terhadap data lapangan.
2.2.4 Analytical Modeling of Salt Intrusion in the Kapuas Estuary (Deynoot, F.J.C. Gevers. 2011)
Pada penelitian ini Deynoot melakukan pemodelan intrusi garam di estuari Sungai Kapuas. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan model intrusi garam 1 dimensi dari program Sobek yang dikenal sebagai Delta Shell. Dua persamaan model yang digunakan untuk dibandingkan dalam penelitian ini adalah teori intrusi garam oleh Savenije dan Kuijper & Van Rijn. Data pengamatan lapangan yang di analisis adalah data lapangan pada musim kemarau (bulan September-Oktober) pada tahun 2009. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa teori oleh Savenije maupun Kuijper & Van Rijn dapat digunakan dengan baik meskipun Kuijper & Van Rijn dapat dengan lebih baik menggambarkan daerah di hulu.
2.2.5 Perbandingan Studi Sekarang dengan Studi Terdahulu
Persamaan pada penelitian yang dilakukan oleh Pramudya dan Herlambang dan Indriatmoko yaitu pengamatan mengenai fenomena intrusi garam. Herlambang dan
Indriatmoko mengambil tinjauan daerah yang lebih luas yaitu kota Jakarta sedangkan Pramudya meninjau daerah yang lebih sempit yaitu estuari Sungai Katingan. Kedua penelitian ini menggunakan metode model dalam memprediksikan fenomena intrusi garam. Pada penelitian yang ketiga oleh Tjahjo dan Purnamaningtyas persamaan dengan studi sekarang adalah daerah tinjauan yang sama yaitu Sungai Citarum dan pengolahan data menggunakan data lapangan. Persamaan pada penelitian oleh Deynoot terletak pada metode pengolahan data dan input data dari pengamatan data lapangan dan perbedaannya terletak pada daerah kajian dan program yang digunakan. Pada penelitian ini akan ditinjau intrusi garam di estuari Sungai Citarum dengan menggunakan metode pemodelan analitik. Data yang akan diolah ada data lapangan dengan lama pengamatan 3 hari dan data pendukung.