• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BIOREMEDIASI TUMBUHAN SEMANGGI (Marsilea crenata Presl) PADA LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell) (Aplikasi Penelitian dalam Bentuk Lembar Kerja Siswa Sub Materi Limbah dan Daur Ulang Limbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BIOREMEDIASI TUMBUHAN SEMANGGI (Marsilea crenata Presl) PADA LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell) (Aplikasi Penelitian dalam Bentuk Lembar Kerja Siswa Sub Materi Limbah dan Daur Ulang Limbah"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH BIOREMEDIASI TUMBUHAN SEMANGGI

(Marsilea crenata Presl) PADA LIMBAH CAIR TAHU

TERHADAP KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell)

(Aplikasi Penelitian dalam Bentuk Lembar Kerja Siswa Sub Materi Limbah dan Daur Ulang Limbah Pada Siswa Kelas X)

\

Oleh

Sobri Nuryadin

Limbah cair tahu adalah sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang mengandung

bahan berbahaya. Salah satu cara yang banyak direkomendasikan para ahli dalam

mengurangi tingkat toksik dalam limbah cair adalah dengan bioremediasi, proses ini

bertjuan untuk mengurangi kadar racun didalam limbah sehingga tidak berakibat fatal

bagi organisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui konsentrasi limbah cair tahu yang

mempengaruhi kelulushidupan 50% (LC 50-96 jam) benih ikan lele dumbo;

(2) mengetahui pengaruh bioremediasi tumbuhan Semanggi pada limbah cair tahu

terhadap kelulushidupan benih ikan lele dumbo pada LC 50-96 jam; dan

(3) menyusun lembar kerja siswa untuk pembelajaran biologi pada sub materi

(3)

Parameter yang diamati adalah kelulushidupan ikan lele dan faktor fisika kimia

(BOD, COD, pH,dan Suhu) sebelum dan sesudah bioremediasi. Data dianalisis

dengan mencari nilai rata-rata kelulushidupan hewan uji menggunakan metode probit.

Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan

terdiri dari lima variasi biomassa tumbuhan semanggi, yaitu: 0 g (kontrol), 400 g, 300

g, 200 g, 100 g, dengan 3 kali pengulangan, sedangkan volume limbah adalah

masing-masing 10 liter dengan perlakuan sesungguhnya pada konsentrasi 50% untuk

tiap perlakuan. Hal ini dilakukan untuk menentukan LC 50-96 jam.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biomassa yang mendekati LC 50- 96 jam

pada biomassa 292.885 g. Hasil bioremediasi menggunakan tumbuhan Semanggi

(Marsilea crenata Presl) pada limbah cair tahu berpengaruh terhadap peningkatan

kelulushidupan benih ikan lele dumbo.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

E. Analisis Materi Pembelajaran... 24

F. Pelaksanaan Penelitian ... 35

1. Persiapan.. ... 35

2. Pelaksanaan Percobaan ... 35

a. Aklimatisasi Tumbuhan Semanggi... 35

b. Bioremediasi ... 36

G. Analisis Data ... 36

H. Penyusunan Lembar Kerja Siswa ... 37

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

(8)

2. Uji Sesungguhnya ... 40

B. Pembahasan ... . 43

C. Hasil Penelitian dalam Bentuk Lembar Kerja Siswa Biologi Sub Materi Limbah dan Daur Ulang Limbah ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN 1. Perangkat Pembelajaran ... 56

2. Lembar Kerja siswa ... 60

3. Uji Probit ... 65

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan ekonomi daerah. Namun

industri tahu juga berpotensi mencemari lingkungan, karena industri ini

menghasilkan limbah (padat, cair, dan gas) yang jumlahnya cukup besar.

Limbah tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan berupa bau tidak

sedap dan polusi pada badan air penerima. Akibat dari dampak negatif

tersebut, pengembangan industri tahu sering menghadapi hambatan dari

masyarakat sekitarnya yang merasa terganggu.

Dalam proses produksi tahu digunakan air dengan jumlah besar, yaitu untuk

perendaman dan pencucian kedelai, penggilingan, pemasakan, dan

penyaringan sari kedelai. Ada perbedaan jumlah pemakaian air untuk pro ses

produksi tahu di daerah studi. Sebagian air (sekitar 15%) yang ditambahkan

ke dalam proses terikut dalam tahu dan ampas tahu, dan sebagian besar

sisanya keluar sebagai limbah cair. Hasil penelitian Romli dan Suprihatin

(2009:152) menunjukan dari 1 kg kedelai dihasilkan tahu sejumlah 3,3±0,7

kg dan ampas tahu sejumlah 2,0-2,2 kg. Jumlah limbah cair per kg kedelai

yang diolah adalah 17±3 L. Sementara itu, EMDI dan BAPEDAL (dalam

Pohan, 2008:12), menjelaskan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri

(10)

limbah cair tahu adalah temperaturnya melebihi temperature normal badan air

penerima (60-80°C), warna limbah putih kekuningan dan keruh, pH < 7, COD

(Chemical Oxygen Demand) 1534 mg/L, BOD (Biochemical Oxygen Demand) 950

mg/L, TSS (Total Suspended Solid) 309 mg/L. Padatan tersebut sebagian berupa

kulit kedelai, selaput lendir, protein, lemak, karbohidrat, dan orthophosphat. Limbah

cair ini di perairan selain berpotensi menimbulkan bau busuk karena proses anaerob

pada perombakan protein, lemak, dan karbohidrat oleh mikroorganisme, juga

menambah beban pencemaran air (Supriyanto dalam Pohan, 2008:14).

Berkaitan dengan hal di atas diketahui bahwa limbah cair tahu mengandung

zat toksik dan mikroba yang berbahaya bagi hewan dan tumbuhan, sehingga

air limbah tidak bisa dimanfaatkan secara langsung untuk keperluan dan

apabila dibuang ke sungai akan menyebabkan pencemaran perairan dan

menggangu kehidupan biota air. Hal ini sejalan dengan hasil uji pendahuluan

yang dilakukan pada 20 Januari 2013, diketahui limbah cair tahu yang

diperoleh dari outlet limbah masyarakat, menyebabkan kematian benih ikan

lele 100% dari jumlah sampel 10 ekor pada konsentarsi 25%, 50%, 75 % dan

100% yang diuji sebanyak 3 kali pengulangan. Setelah dianalisis waktu

mortalitas benih ikan lele, hanya pada konsentrasi 25% yang dapat bertahan

lebih dari 24 jam pertama. Oleh karena itu, dilakukan uji lanjutan untuk

menentukna LC 50% dengan menurunkan rentang konsentrasi dari 0%, 5%,

10%, 15%, dan 20%. Hasil uji diperoleh LC 50% pada konsentrasi 10% atau

10-5 ppm. Sementara itu, hasil uji faktor kimia- fisika air menunjukan bahwa

semakin tinggi konsentrasi limbah tahu, maka kadar BOD dan COD nya

semakin tinggi. Kadar pH juga semakin basa pada konsentrasi yang semakin

(11)

benih ikan lele. Sehingga, diperlukan cara untuk mencegah pencemaran

perairan yang timbul akibat pembuangan limbah tahu yang relatif murah dan

sederhana. Langkah yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi pencemaran

perairan adalah melalui strategi biologi dikenal dengan istilah bioremediasi.

Thomas (dalam Surtikanti, 2011:143-144) menjelaskan bioremediasi

merupakan suatu teknologi aplikasi proses biologis untuk mengurangi bahan

kimia beracun dan berbahaya di lingkungan dengan menggunakan bantuan

organisme dari jenis tanaman, hewan, atau bakteri. Organisme tersebut

bekerja dalam perombakan maupun penyerapan bahan polutan sehingga air

atau sedimen yang tercemar bahan polutan mengalami degradasi pengurangan

bahan polutan. Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan

karena teknologi ini memiliki beberapa keuntungan yang dapat menjadi solusi

masalah pencemaran secara murah, tuntas, dan bersifat ramah lingkungan.

Bioremediasi menggunakan tumbuhan disebut fitoremediasi. Proses

bioremediasi mengandalkan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi,

mentranformasi dan memobilisasi bahan pencemar, baik lo gam berat maupun

senyawa organik. Sedangkan makhluk hidup yang digunakan untuk

bioremediasi disebut bioremediator (Pramukanto dalam Surtikanti,

(2011:143).

Penggunaan tumbuhan Marsilea crenata Pres dalam meremediasi limbah cair

tahu belum banyak diketahui. Sebagai indikator keberhasilan proses

bioremediasi ini maka dalam penelitian digunakan benih Clarias gariepinus

(12)

Benih Clarias gariepinus Burchell dipilih sebagai bioindikator penelitian ini

karena memiliki keistimewaan antara lain: (a) pertumbuhannya cepat; (b)

dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan untuk makanannya; (c)

pemeliharaannya relatif mudah dan dapat dipelihara pada lahan yang sempit

dengan padat tebar tinggi; (d) merupakan masa sangat penting dan kritis

karena pada fase ini larva sangat sensitif terhadap faktor lingkungan

(Muchlisin, dkk., 2003:106).

Proses pembelajaran biologi seyogianya tidak hanya disajikan dengan cara

mentransfer informasi atau kajian literatur. Pembelajaran biologi hendaknya

didesain dengan menghubungkan topik yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa. Hal ini mengingat materi biologi sesungguhnya dekat dan berada

di sekitar siswa. Uraian tersebut sejalan dengan paradigma pembelajaran

kontekstual yang menghendaki suatu proses pendidikan yang holistik untuk

membantu siswa memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya

dengan cara mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka

sehari- hari (konteks pribadi, sosial dan kultural). Melalui pembelajaran

kontekstual, siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara

fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke

permasalahan/konteks lainnya (Depdiknas, 2003 :4).

Penelitian ini diharapkan menjadi alternatif penuntun pratikum pembelajaran

pada sub materi limbah dan daur ulang limbah. Selama ini, sub materi

tersebut diajarkankan oleh guru melalui ceramah dengan bantuan media

(13)

pembelajaran IPA. Oleh karena itu, penelitian ini akan diaplikasikan ke dalam

bentuk lembar kerja siswa yang menunjukan proses percobaan.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh

bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl pada limbah cair tahu

terhadap kelulushidupan benih Clarias gariepinus Burchell?”. Agar rumusan

masalah lebih operasional maka diuraikan lebih rinci menjadi beberapa

pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Berapakah konsentrasi limbah cair tahu yang mempengaruhi

kelulushidupan 50% (LC 50-96 jam) benih Clarias gariepinus Burchell?

2. Bagaimanakah pengaruh bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl

pada limbah cair tahu terhadap kelulushidupan benih Clarias gariepinus

Burchell (LC 50-96 jam)?.

3. Bagaimanakah menyusun lembar kerja siswa untuk sub materi limbah

dan daur ulang limbah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui konsentrasi limbah cair tahu yang mempengaruhi

kelulushidupan 50% (LC 50-96 jam) benih Clarias gariepinus Burchell.

2. Mengetahui pengaruh bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl pada

limbah cair tahu terhadap kelulushidupan benih Clarias gariepinus

(14)

3. Menyusun lembar kerja siswa untuk sub materi limbah dan daur ulang

limbah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

memberi sumbangan dari segi praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi tulisan ilmiah yang memberikan

informasi teoritis berupa panduan bioremediasi limbah tahu menggunakan

tumbuhan Marsilea crenata Presl dan pengaruhnya terhadap

kelulushidupan benih Clarias gariepinus Burchell.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini antara lain:

1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam menyusun lembar kerja

siswa pada sub materi limbah dan daur ulang limbah.

2. Sebagai salah satu sumber belajar biologi sub materi limbah dan daur

ulang limbah;

3. Sebagai alternatif strategi pembelajaran yang berbasis kontekstual.

4. Memberikan pengalaman belajar baru bagi siswa dalam mempelajari

sub materi limbah dan daur ulang limbah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi kekeliruan penafsiran, maka ruang lingkup dalam

(15)

1. Pengaruh didefinisikan sebagai daya yang ada atau timbul dari sesuatu

(orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau

perbuatan (KBBI, 2002:849)

2. Tumbuhan Marsilea crenata Presl yang digunakan dalam bioremediasi

diambil dari sawah petani yang diduga yang belum tercemar limbah cair

dari industri pembuatan tahu.

3. Limbah cair yang digunakan adalah limbah cair yang siap dibuang ke

lingkungan (outlet) dari indutri pembuatan tahu di desa Gemahripah Kec.

Pagelaran Kab. Pringsewu.

4. Parameter yang diamati adalah kelulushidupan benih Clarias gariepinus

Burchell pada LC 50 dan faktor fisika-kimia sebelum dan sesudah

bioremediasi (pH, Suhu, COD, BOD, perubahan warna) sebagai data

pendukung.

5. Benih Clarias gariepinus Burchell yang digunakan, adalah larva hasil

pemijahan yang berusia 3-4 minggu (berat 0,8 g).

F. Kerangka Pe mikiran

Dalam kegiatan industri pembuatan tahu, air limbah akan mengandung zat

atau kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut atau bahan

aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan,

blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin,

serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri seharusnya

menerapkan prinsip pengendalian limbah secara cermat dan terpadu baik di

(16)

Kunci untuk mengurangi pencemaran adalah mencegah bahan-bahan yang

masih bermanfaat terbawa limbah cair. Pada kenyataannya, proses pembuatan

tahu yang dilakukan oleh salah seorang pengusaha tahu di desa Gemahripah

Kec. Pagelaran Kab. Pringsewu, belum melaksanakan pengelolaan limbah cair

dari buangan industri. Limbah hanya dibuang begitu saja pada galian tanah

yang tidak telalu dalam dan mengalir ke sawah. Dari kondisi tersebut,

melatarbelakangi penelitian mengenai bioremediasi limbah tahu menggunakan

Marsilea crenata Presl terhadap kelulushidupan benih Clarias gariepinus

Burchell. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu lembar kerja

siswa bagi siswa SMA kelas X. Bagan kerangka pemikiran penilitian ini

disajikan sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

G. Hipotesis

H0: µ1 = µ2 (Tidak ada pengaruh bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata

Presl pada limbah cair tahu terhadap kelulushidupan benih Clarias

gariepinus Burchell pada LC 50). Industri tahu

Bioremediasi Tumbuhan Marsilea crenata Presl

Kelulushidupan benih Clarias gariepinus

(17)

H1: µ1 ≠ µ2 (Ada pengaruh bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl

pada limbah cair tahu terhadap kelulushidupan benih Clarias

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biore mediasi

Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari sampah organik pada

kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau

konsentrasinya di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang.

Sedangkan menurut United States Environmental Protection Agency (dalam

Surtikanti, 2011:143), bioremediasi adalah suatu proses alami untuk

membersihkan bahan-bahan kimia berbahaya. Ketika mikroba mendegradasi

bahan berbahaya tersebut,akan dihasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti

CO2.

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan

dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran dan

cukup menarik. Selain hemat biaya, dapat juga dilakukan secara in situ

langsung di tempat dan prosesnya alamiah (Hardiani, dkk. 2011:32). Laju

degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor,

yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan

(Hardiani, dkk., 2011:32). Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ

dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik

bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih

lanjut (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011:32 ). Penggunaan bioreaktor,

(19)

perlakuan fase padat lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan

teknologi in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada bahan-bahan

kontaminan di lokasi tercemar (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011:32)

Berdasarkan agen proses biologis serta pelaksanaan rekayasa, bioremediasi

dapat dibagi menjadi dalam Empat kelompok, yaitu:

a. Fitoremediasi;

b. Bioremediasi in situ

c. Bioremediasi ex situ

d. Bioagumentasi

Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan

untuk memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ

(Surtikanti, 2011:144). Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan

perbaikan media tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah untuk meningkatkan

efesiensi dalam proses degradasi bahan polutan. Proses fitoremediasi bermula

dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air.

Kemudian melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan

polutan dialirkan keseluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih

dari polutan. Tumbuhan ini dapat berperan langsung atau tidak langsung

dalam proses remediasi lingkungan yang tercemar. Tumbuhan yang tumbuh di

lokasi yang tercemar belum tentu berperan aktif dalam penyisihan

kontaminan, kemungkinan tumbuhan tersebut berperan secara tidak langsung.

Agen yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme

(20)

penyediaan akar tumbuhan sebagai media pertumbuhan mikroba tanah

sehingga pertumbuhan lebih cepat berkembang biak (Surtikanti dan

Surakusumah, 2011:145).

Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses

fitoremdiasi, (Youngman dalam Surtikanti, 2011:145), yaitu harus: memiliki

kecepatan tumbuh yang tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu

mengkonsumsi air dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat;

mampu meremediasi lebih dari satu jenis polutan; mempunyai toleransi tinggi

terhadap polutan; dan mudah dipelihara. Contoh tumbuhan ya ng dapat

digunakan untuk dalam bioremediasi polutan adalah: Salix sp,

rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum), legum (semanggi, alfalfa), berbagai

tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam (bunga matahari, Thlaspi sp).

Dalam proses remediasi, tumbuhan dapat bersifat aktif maupun pasif dalam

mendegradasi bahan polutan. Secara aktif tumbuhan memiliki kemampuan

yang berbeda dalam fitoremediasi. Ada yang melakukan proses transformasi,

fitoekstraksi (pengambilan dan pemulihan dari kontaminan pada biomassa

bawah tanah), fitovolatilisasi, fitodegrradasi, fitostabilisasi (menstabilkan

daerah limbah dengan kontrol penyisihan dan evapotrannspirasi), dan

rhizofiltrasi (menyaring logam berat ke sistem akar) (Kelly dalam Surtikanti,

2011:145). Keenam proses ini dibedakan berdasarkan proses fisik dan

biologis. Sedangkan secara pasif tumbuhan melakukan biofilter, transfer

oksigen, menghasilkan karbon, dan menciptakan kondisi lingkungan (habitat)

(21)

Gambar 2.1 Fitoremediasi

Fitotransformasi adalah pengambilan kontaminan bahan organik dan nutrien

dari tanah atau air tanah yang kemudian dtransformasikan oleh tumbuhan.

Proses trannsformasi poluttan dalam tumbuhan dapat berubah menjadi

nontoksik atau menjadi lebih toksik. Metabolit hasil transformasi tersebut

terakumulasi dalam tubuh tumbuhan. Fitoekstraksi merupakan penyerapan

polutan oleh tanaman air atau tanah dan kemudian diakumulasi atau disimpan

dalam bagian suatu tumbuhan (daun atau batang). Tanaman tersebut

dinamakan hiperakumulator. Setelah polutan terakumulasi, tumbuhan dapat

dipanen dan tumbuhan tersebut tidak boleh dikonsumsi tetapi harus

dimusnahkan dengan insinerator atau ditimbun dalam landfill.

Fitovolatillisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tumbuhan,

kemudian polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatile (mudah menguap),

setelah itu ditranspirasikan oleh tumbuhan. Polutan yang dilepaskan oleh

(22)

juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal. Fitodegradasi adalah

proses penyerapan polutan oleh tumbuhan dan kemudian polutan tersebut

mengalami metabolisme di dalam tumbuhan. Metabolisme polutan di dalam

tumbuhan melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase, dehalogenase,

dan nitrillase. Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh

tumbuhan untuk mentransformasikan polutan di dalam tanah menjadi senyawa

nontoksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh

tumbuhan. Hasil transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam

tanah. Fitostabilisasi dapat diartikan sebagai penyimpanan tanah dan sedimen

yang terkontaminasi dengan menggunakan vegetasi, dan immobilisasi

kontaminan beracun polutan. Fitostabilisasi biasanya digunakan untuk

kontaminan logam pada daerah berlimbah yang mengandung suatu

kontaminan. Sedangkan rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh

tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang

tercemarnya adalah badan perairan (Surtikanti, 2011:146-148).

Tumbuhan dapat berperan dalam mempercepat proses remediasi pada lokasi

yang tercemar. Hal ini dapat menjadi dalam berbagai cara, antara lain:

1. Sebagai solar driven-pump dan treat system, yaitu: proses penarikan

polutan ke daerah rhizosfer dengan bantuan sinar matahari.

2. Sebagai biofilter, yaitu: tumbuhan yang dapat mengadsorbsi dan

membiodegradasi kontaminan yang berbeda di udara, air, dan daerah

buffer. Proses adsorbsi ini bersifat menyaring kontaminan.

3. Transfer oksigen dan menurunkan water table. Tumbuhan dengan sistem

(23)

dan dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi.

Fungsi ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya

bersifat biodegradable.

4. Penghasil sumber karbon dan energi. Tumbuha n dapat berperan sebagai

sumber penghasil karbon dan energi alternatif yaitu dengan cara

mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tumbuhan. Eksudat

tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber

karbon dan alternatif sebelum mikroorganisme tersebut menggunakan

polutan sebagai sumber karbon dan energi.

Surtikanti (2011:148-149), mendeskripsikan jenis-jenis tumbuhan yang

digunakan dalam berbagai aplikasi fitoremediasi sebagai berikut:

Tabel 2.1. Jenis-jenis tanaman untuk aplikasi fitoremediasi

No Aplikasi Media Kontaminan Jenis Tanaman

1 Fitoremediasi Tanah, air

3 Fitostabilisasi Tanah

(24)

No Aplikasi Media Kontaminan Jenis Tanaman

Merujuk pada deskripsi di atas, penelitian ini lebih cocok berpedoman pada

prinsip bioremediasi rhizosfer dan rhizofiltrasi karena jika dikaji dari segi

media, kontamian, jenis tanaman yang digunakan untuk bioremediasi sesuai

dengan karakteristik permasalahan yang akan diteliti. Sementara itu, has il

penelitian Surtikanti (2005:174) menunjukan bahawa tanaman Impatiens sp;

Cyperus sp; dan Rhoe discolor efektif dalam menurunkan kadar oli dalam

tanah. Hal ini ditunjang dengan pembentukan akar tanaman Impatiens sp.

yang berperan pasif untuk pertumbuhan bakteri. Dengan adanya peningkatan

populasi bakteri, maka proses remediasi ini dapat berlangsung dengan cepat

dengan adanya bantuan bakteri tersebut.

Bioremediasi in situ disebut juga bioremediasi dasar atau natural attenuation.

Teknologi ini memanfaatkan kemampuan mikroba indigen dalam merombak

polutan di lingkungan. Proses ini terjadi dalam tanah secara alamiah di dalam

(25)

Merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan langsung pada

tanah atau air dengan kerusakan yang minimal. Bioremediasi (in situ

bioremidiation) juga terbagi atas:

a. Biostimulasi/Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan aseptor

elektron (O2) pada lingkungan pertumbuhan mikroorganisme untuk

menstimulasi pertumbuhannya.

b. Bioaugmentasi: dengan menambahkan organisme dari luar (exogenus

microorganism) pada subpermukaan yang dapat mendegradasi kontaminan

spesifik.

c. Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara dibawah tekanan ke

dalam air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dan kecepatan

degradasi.

Sementara bioremediasi ex situ dikenal sebagai metode dimana

mikroorganisme diaplikasikan pada tanah atau air terkontaminasi yang telah

dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ terdiri atas:

a. Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan

dipindahkan pada lahan khusus yang secara periodik diamati sampai

polutan terdegradasi.

b. Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah

terkontaminasi dengan tanah yang mengandung pupuk atau se nyawa

organik yang dapat meningkatkan populasi mikroorganisme.

c. Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.

d. Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air

(26)

B. Tumbuhan Marsilea crenata Presl

Semanggi adalah sekelompok paku air (Salviniales) dari marga Marsilea)

yang di Indonesia mudah ditemukan di pematang sawah atau tepi saluran

irigasi. Morfologi tumbuhan marga ini khas, karena bentuk entalnya yang

menyerupai payung yang tersusun dari empat anak daun yang berhadapan.

Akibat bentuk daunnya ini, nama “Semanggi” dipakai untuk beberapa jenis

tumbuhan dikotil yang bersusunan daun serupa, seperti klover. Semua

anggotanya heterospor, memiliki dua tipe spora yang berbeda kelamin. Daun

tumbuhan ini (biasanya M. crenata) biasa dijadikan bahan makanan yang

dikenal sebagai pecel semanggi, khas dari daerah Surabaya. Organ

penyimpan spora (disebut sporokarp) M. drummondii juga dimanfaatkan oleh

penduduk asli Australia (aborigin) sebagai bahan makanan. Semanggi M.

crenata diketahui mengandung fitoestrogen (estrogen tumbuhan) yang

berpotensi mencegah osteoporesis. Tumbuhan ini juga berpotensi sebagai

tumbuhan bioremediasi, karena mampu menyerap logam berat Cd dan Pb.

Kemampuan ini perlu diwaspadai dalam penggunaan daun semanggi sebagai

bahan makanan, terutama bila daunnya diambil dari laha n tercemar logam

berat. Habitat tumbuhan ini pada tempat yang terkena sinar matahari atau

agak rindang pada dataran rendah hingga ketinggian 3000 m dpl. Bagian

tanaman yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan. Kandungan kimia

berupa minyak atsiri; saponin; zat samak.

Klasifikasi

(27)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)

Kelas : Pteridopsida

Ordo : Salviniales

Famili : Marsileaceae

Genus : Marsilea

Spesies : Marsilea crenata Presl

Sekitar 35 spesies, diantaranya adalah M. crenata, M. quadrifolia, M.

drummondli, M. macrocarpa, M. exarata.

Semanggi atau paku bernama ilmiah Marsilea crenata Presl adalah tanaman

yang termasuk kedalam famili Marsiliaceae. Deskripsi menurut buku flora

adalah tumbuhan dengan daun berdiri sendiri atau dalam berkas, menjari

berbilang 4, tangkai daun panjang dan tegak, panjang 2-30 cm, anak daun

menyilang, berhadapan, berbentuk baji bulat telur, gundul atau hampir gundul,

dengan panjang 3-22 cm dan lebar 2-18 cm, urat daun rapat berbentuk kipas,

pada air yang tidak dalam muncul diatas air. Biasanya di temukan di sawah,

selokan dan genangan air dangkal.

(28)

C. Karakteristik limbah tahu

Sebagian besar industri tahu merupakan industri kecil (home industry), yang

notabene adalah masyarakat pedesaan dengan tingkat pendidikan yang relatif

rendah, maka operasional pengolahan air limbah menjadi salah satu

pertimbangan yang cukup penting. Untuk pengolahan air limbah industri tahu

biasanya dipilih sistem dengan operasional pengolahan yang mudah dan

praktis serta biaya pemeliharaan yang terjangkau.

Pemilihan sistem pengolahan air limbah didasarkan pada sifat dan karakter air

limbah tahu itu sendiri. Sifat dan karakteristik air limbah sangat menentukan

didalam pemilihan sistem pengolahan air limbah, terutama pada kualitas air

limbah yangmeliputi parameter-parameter pH, COD (Chemical Oxygen

Demand), BOD (Biological Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended

Solid). Melihat karakteristik air limbah tahu diatas maka salah satu alternatif

yang cukuptepat untuk pengolahan air buangan adalah dengan proses

biologis. Cara ini relative sederhana dan tidak mempunyai efek samping yang

serius. Merujuk pada baku mutu uji toksisitas akut (LC50 dan LD50) dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 tentang

Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, tingkatan racun B3

dikelompokkan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Tingkatan racun B3 (PPRI No. 74/2001)

(29)

Sementara menurut APEA dan ERDC (1994:1), pengklasifikasian tingkat

toksik untuk limbah adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 . Tingkatan toksik menurut APEA dan ERDC

Urutan Katerg ori LC 50 mg/L

1.Karakteristik ikan lele (Clarias sp.)

Ikan Lele termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri - ciri tubuh yang

memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar,

warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal,

maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing- masing terdapat

sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan

untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik,

berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping

(lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip

tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada

sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele

dumbo tidak beracun (Suyanto, 2007:2). Lele juga memiliki alat pernafasan

tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil,

yakni duri tulang yang tajam, pada siripsirip dadanya. Lele tidak pernah

ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke

(30)

dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang

air.

Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got

dan selokan pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak

mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri

dan berlindung di tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim

penghujan. (Suyanto:2007:1).

Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias

gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

kali masuk ke Indonesia pada tahun 1985. Secara biologis ikan lele dumbo

mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, antara lain

lebih mudah dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun,

fekunditas telur yang besar serta mempunyai kecepatan tumbuh dan

efisiensi pakan yang tinggi. Ikan lele dumbo dicirikan oleh jumlah sirip

punggung, sirip dada , sirip perut, sirip anal dan jumlah sungut 4 pasang,

dimana 1 pasang diantaranya lebih besar dan panjang. Perbandingan antara

panjang standar terhadap tinggi badan adalah 1:5-6 dan perbandingan

antara panjang standar terhadap panjang kepala 1:3-4. Ikan lele dumbo

memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescen yang merupakan

kulit tipis, menyerupai spons, yang dengan alat pernapasan tambahan ini

(31)

Gambar 2.3. Kelamin jantan dan betina ikan lele (Clarias sp.)

Gambar 2.4. Ikan lele dumbo (Clarias sp.)

Keterangan:

1 : Panjang Standar 2 : Panjang Kepala 3 : Tinggi Badan A : Mandibular Barbel B : Maxilaris Barbel C : Sirip Perut D : Sirip Pectoral E : Sirip Verbral F : Sirip Caudal

Klasifikasi ikan lele dumbo

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

(32)

2. Kelulushidupan ikan lele

Survival rate atau biasa dikenal dengan SR dalam perikanan budidaya

merupakan indeks kelulushidupan suatu jenis ikan dalam suatu proses

budidaya dari mulai awal ikan ditebar hingga ikan dipanen. nilai SR ini

dihitung dalam bentuk angka persentase, mulai dari 0 – 100 %. Rumusnya

yaitu:

SR x 100%

Keterangan:

SR: Survival rate (kelulushidupan)

N2: Jumlah individu pada akhir penelitian

N1: Jumlah individu pada awal penelitian (Muchlisin, 2003:107)

D. Analisis Materi Pe mbelajaran

Salah satu alasan mempelajari biologi adalah untuk mengetahui lebih

banyak mengenai diri kita dan bumi yang kita huui (Kimball, 1983: 4).

Begitu juga penerapan konsep-konsep Biologi yang menjadi dasar untuk

mengembangk teknologi untuk kehidupan sehari-hari dipelajari dalam

sains biologi SMA.Dalam kurikulum 2006, materi pokok ekosistem

diberikan kepada siswa SMA kelas X pada semester genap. Standar

Kompetensi (SK) yang ditetapkan untuk materi pokok ekosistem ini

adalah menganalisis hubungan antara komponen ekosistem, perubahan

materi dan energi serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem.

(33)

(1) menganalisis jenis-jenis limbah dan daur ulang limbah., (2) membuat

produk daur ulang limbah.

Materi Pokok limbah dan daur ulang limbah ini meliputi beberapa uraian

materi, antara lain: jenis-jenis limbah, desain alat daur ulang limbah,

melakukan daur ulang limbah. Menurut Sadiman (2003:3) guru hanyalah

satu dari begitu banyak sumber belajar yang dapat memungkinkan siswa

belajar. Menurut Association For Education Communication and

Technology (AECT) dalam Rohani (1997:108) sumber belajar

diklasifikasikan menjadi 6 yaitu :

1. Pesan, yaitu informasi yang ditransmikan (diteruskan) oleh komponen

lain dalam bentuk; ide, fakta, arti dan data.

2. Orang, yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pegolah,

penyaji pesan. Dalam kelompok ini misalnya: guru, dosen, tutor,

peserta didik, tokoh masyarakat atau orang lain yang memungkinkan

berinteraksi dengan peserta didik.

3. Bahan, yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan

melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri, misalnya;

transparansi, slide, film, film strip, audio, video, buku, modul, majalah,

bahan instruktusional.

4. Alat, yaitu perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan

yang tersimpan dalam bahan. Misalnya; proyektor slide, overhead, video

(34)

5. Teknik, yaitu prosedur atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan

bahan, peralatan, orang dan lingkungan untuk menyampaikan pesan.

contohnya instruktusinal terprogram, belajar sendiri, belajar tentang

permainan simulasi, demontrasi, ceramah, tanya jawab, dan lain-lain.

6. Lingkungan, yaitu situasi sekitar dimana pesan disampaikan, lingkungan

biasanya bersifat fisik (gedung sekolah, kampus, perpustakaan,

laboratorium, studio, auditorium, museum, taman) maupun lingkungan

non fisik (suasana belajar, dan lain-lain).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa guru bukan satu-satunya

sumber belajar, sehingga diperlukan sumber belajar alternatif untuk

mencapai ketuntasan belajar siswa.

Lembar Kerja Siswa merupakan buku yang berisikan tugas-tugas siswa.

Aplikasi suatu penelitian dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa ada dua

macam, yaitu lembar kegiatan siswa ekperimen dan non ekperimen.

Lembar Kerja Siswa ekperimen yaitu lembar kegiatan siswa dimana

siswa menguji pengaruh suatu varabel terhadap varabel lainnya,

sedangkan LKS non eksperimen hanya menampilkan data atau hasil yang

diperoleh dari suatu penelitian.

Penggunaan LKS memungkinkan siswa untuk lebih memahami sebuah

pembelajaran. hal ini dikarenakan siswa berperan lansung dalam

pembelajaran sehingga mereka mendapat pengalaman sendiri kegiatan

(35)

pengalaman belajar adalah: (1) menambah rasa percaya diri dan

partisipasi aktif peserta didik, (2) menimbulkan interaksi yang positif

antar sesama peserta didik. Menurut NSTA (National Science Teacher

Association) (2005) salah satu standar sains adalah sains sebagai cara

penyelidikan (science as inquiry). Standar ini menyatakan pentingnya

melatih anak melakukan “penyelidikan” terhadap berbagai fenomena alam.

Observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi melakukan pengukuran,

menggunakan bilangan, dan melakukan klasifikasi merupakan kegiatan

belajar sains melalui proses inquiry. Untuk memandu siswa melakukan

proses inkuiri sains digunakanlah Lembar Kerja Siswa (LKS).

LKS merupakan bagian dari enam perangkat pembelajaran. Para guru di

negara maju, seperti Amerika Serikat mengembangkan enam perangkat

pembelajaran untuk setiap topik; di mana untuk IPA disebut science pack.

Keenam perangkat pembelajaran tersebut adalah (1) syllabi (silabi), (2)

lesson plan (RPP), (3) hand out (bahan ajar), (4) student worksheet atau

Lembar Kerja Siswa (LKS), (5) media (minimal power point), dan (6)

evaluation sheet (lembar penilaian). LKS merupakan lembaran di mana

siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya.

Sesuatu yang dipelajari sangat beragam, sepertimelakukan percobaan,

mengidentifikasi bagian-bagian, membuat tabel, melakukan pengamatan,

menggunakan mikroskop atau alat pengamatan lainnya dan menuliskan atau

menggambar hasil pengatamantannya, melakukan pengukuran dan mencatat

(36)

kesimpulan. Untuk mempermudah siswa melakukan proses-proses belajar,

digunakanlah LKS.

Beberapa definisi LKS muncul terkait dengan kegiatan belajar tersebut, seperti

(1) a sheet of paper used for the preliminary or rough draft of a problem,

design, etc., (2) a piece of paper recording work being planned or already in

progress, (3) a sheet of paper containing exercises to be completed by a pupil

or student. Menurut definisi di atas, LKS adalah selembar kertas untuk

(1) menyusun skema pemecahan masalah atau membuat desain., (2) mencatat

data hasil pengamatan., dan (3) lembar diskusi/latihan kerja siswa. Dahar

(1986) menyatakan bahwa LKS adalah lembar kerja yang berisikan informasi

dan interaksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu

aktifitas belajar, melalui praktek atau penerapan hasil- hasil belajar untuk

mencapai tujuan intruksional.

LKS merupakan lembar kerja bagi siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler

maupun kokurikuler untuk mempermudah pemahaman terhadap materi

pelajaran yang didapat (Azhar, 1993:78). LKS (Lembar Kerja Siswa) adalah

materi ajar yang dikemas secara integrasi sehingga memungkinkan siswa

mempelajari materi tersebut secara mandiri. Berdasarkan definisi di atas, LKS

di dalam mata pelajaran yang berbeda akan berbeda pula bentuknya. LKS di

dalam mata pelajaran IPA umumnya berisi panduan kegiatan penyelidikan

atau eksperimen, tabel data, dan persoalan yang perlu didiskusikan siswa dari

data hasil percobaan. LKS untuk mata pelajaran bahasa berisi latihan terkait

(37)

pelajaran matematika bisa berisi persoalan matematika bergambar, persoalan

cerita matematis, atau operasi matematis. LKS untuk pelajaran seni lukis dapat

berisi latihan mewarnai, menggambar, dan ekspresi seni. Dengan demikian,

LKS berbeda-beda bentuknya antarmatapelajaran yang berbeda.

LKS untuk siswa SD, SMP, dan SMA atau bahkan perguruan tinggi juga

berbeda-beda. LKS untuk SD biasanya sederhana dan bergambar. Hal itu

disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak yang masih bersifat

operasional konkrit. Untuk siswa sekolah menengah, LKS lebih abstrak sesuai

dengan tingkat perkembangan mental mereka yang menurut Piaget (1970 :1)

sudah mampu berfikir formal. LKS memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai panduan siswa di dalam melakukan kegiatan belajar, seperti

melakukan percobaan. LKS berisi alat dan bahan serta prosedur kerja.

2. Sebagai lembar pengamatan, di mana LKS menyediakan dan memandu

siswa menuliskan data hasil pengamatan.

3. Sebagai lembar diskusi, di mana LKS berisi sejumlah pertanyaan yang

menuntun siswa melakukan diskusi dalam rangka konseptualisasi. Melalui

diskusi tersebut siswa dilatih membaca dan memaknakan data untuk

memperoleh konsep-konsep yang dipelajari.

4. Sebagai lembar penemuan (discovery), di mana siswa mengekspresikan

temuannya berupa hal- hal baru yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

5. Sebagai wahan untuk melatih siswa berfikir lebih kritis dalam kegiatan

(38)

Menurut Associaton For Education Communication and Technologi (AECT)

(dalam Pidiro, 2008), menyatakan bahwa salah satu sumber belajar yang

dapat digunakan adalah dalam bentuk bahan yaitu buku berisi lembar

kegiatan siswa. Materi pokok ekosistem sub materi pokok limbah dan daur

ulang limbah diduga lebih cocok dibelajarkan dengan metode praktikum.

Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa siswa lebih terlibat dalam

pembelajaran ketika materi disajikan dengan strategi pembelajaran aktif.

Guru harus pandai dalam memilih sumber belajar karena dalam proses belajar

mengajar ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai- nilai

tersebut terambil dari berbagai sumber belajar yang dipakai dalam proses

belajar mengajar. Sumber belajar adalah segala macam yang ada di luar diri

seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya

proses belajar (Rohani, 1997:102). Sumber-sumber belajar itulah yang

memungkinkan kita berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti

menjadi mengerti, dari tidak trampil menjadi trampil (Rohani. 1997:102).

Menurut Association For Education Communication and Technology (AECT)

dalam Rohani (1997:108) salah satu sumber belajar yang dapat digunakan

adalah dalam bentuk bahan yaitu buku berisi lembar kegiatan siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, Woolnough & Allsop (dalam Rustaman, et al.,

2003) mengemukakan empat alasan pentingnya kegiatan praktikum IPA,

khususnya biologi yaitu: (1) praktikum dapat membangkitkan motivasi

belajar IPA bagi siswa, karena siswa diberi kesempatan untuk memenuhi

(39)

mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen; (3) praktikum

dapat menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah; (4) praktikum dapat

menunjang materi pelajaran. Kegiatan praktikum memberikan kesempatan

kepada siswa untuk membuktikan teori bahkan menemukan teori. Selain itu,

praktikum dalam pelajaran biologi dapat membentuk ilustrasi bagi konsep

dan prinsip biologi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini akan diterapkan

dalam bentuk penuntun praktikum untuk memfasilitasi pembelajaran biologi

siswa. Selain itu seorang guru dalam kegiatan belajar-mengajar harus

memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efisien, mengena pada

tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah

harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode

mengajar. Jadi, metode adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 s.d Maret 2013 di desa

Gemah Ripah Kecamatan Pagelaran.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh benih ikan lele dumbo yang

dibudidayakan peneliti dalam areal kolam. Sedangkan sampel penelitian

adalah ikan lele dumbo sebanyak 200 ekor dengan berat 0,8 g dan panjang

4 – 4,5 cm usia 4 minggu.

C. Alat dan bahan percobaan

1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

2. Bak tempat bioremediasi berukuran diameter atas 30 cm dengan volume

20 liter sebanyak 10 buah.

3. Bak besar warna hitam dari plastik 50 liter 2 buah

4. Alat ukur volum air (liter)

5. Kamera

6. Alat pengukur kualitas air (Termometer, Refraktometer, DO meter, dan

pH meter)

7. Kertas label

(41)

9. Pisau/silet/cutter

10.Saringan ikan

11.Pakan larva/benih lele dumbo

12.Gunting

13.Isolatif

14.Spidol

15.Selang Air

16.Penggaris

2. Bahan untuk percobaan:

1. Air

2. Air habitat alami ikan lele (200 liter)

3. Limbah cair tahu (200 liter)

4. Benih Ikan lele dumbo umur 3-4 minggu (200 ekor)

5. Tumbuhan Marsilea crenata Presl (3000 gam)

D. Rancangan Percobaan

Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan desain rancangan acak

lengkap (RAL) yang disusun menurut variasi biomassa tumbuhan Semanggi .

Dimana perlakuannya terdiri dari dari empat variasi biomassa tumbuhan

Semanggi, yaitu: 0 g (kontrol), 400 g, 300 g, 200 g, dan 100 g, yang disusun

secara acak dengan undian, sedangkan volume limbah adalah 10 liter untuk

(42)

E. Prosedur Penelitian

1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menguji atau membuktikan

bahwa limbah cair tahu memiliki pengaruh terhadap kelulushidupan ikan

lele sebelum remediasi. Teknik dalam pengujian ini adalah dengan

menggunakan rancangan sebagai berikut:

a. Menyiapkan bak kecil warna hitam (volume 20 liter) sebanyak 8 buah.

b. Menyiapkan limbah cair tahu sebanyak 100 liter usia 1 minggu.

c. Menyiapkan ikan lele sebanyak 100 ekor dengan berat 0,8 g dan

panjang 4-4,5 cm

d. Membuat tempat pengujian yaitu bak dengan limbah cair tahu

masing-masing konsentrasi 0% (kontrol); 25%; 50%; 75%; dan 100% dengan

volume total air 10 liter. Setelah diketahui bahwa pada uji di atas

belum dapat ditentukan LC 50% benih ikan lele maka dilakukan uji

pendahuluan tahap 2 dengan prosedur uji sama, tetapi rentang

konsenterasinya diturunkan yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.

e. Memasukan 10 ekor ikan pada masing- masing bak pengujian,

kemudian mengamati perubahannya selama 48 jam untuk konsentrasi

aman, pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB.

f. Menentukan pengaruh limbah cair tahu dengan cara menghitung

kelulushidupan ikan lele pada LC 50-96 jam serta menganalisis limbah

(43)

F. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

a. Menyediakan limbah cair tahu usia 1 minggu sebanyak 100 liter

b. Menyediakan tumbuhan semanggi sebanyak 3000 gam

c. Menyediakan benih ikan lele dumbo 100 ekor

d. Menentukan biomassa tumbuhan Semanggi yang digunakan sebagai

biremediator, yang dilakukan dengan cara:

1) Tumbuhan Semanggi dimasukkan pada bak yang digunakan dalam

penelitian yaitu bak berukuran diameter atas 30 cm dengan

volume 20 liter yang telah diisi air bersih sampai bagian

permukaan air bak tersebut penuh ditutupi tumbuhan Semanggi .

2) Tumbuhan Semanggi kemudian ditimbang sehingga diperoleh

biomassa sebanyak 3000 gam.

3) Menetapkan variasi biomassa yang menurun dengan interval sama

pada lima bak berikutnya, dan satu bak sebagai kontrol, sehingga

diperolah variasi biomassa tumbuhan semanggi yang digunakan

yaitu : 0 g , 400 g, 300 g, 200 g, dan 100 g.

2. Pelaksanaan percobaan

a. Aklimatisasi tumbuhan semanggi

Pada aklimatisasi ini sampel tumbuhan Semanggi yang telah diambil

yaitu sebanyak 3000 gam ditanam dalam bak besar yang telah diisi

(44)

Tumbuhan Semanggi yang mampu bertahan selama masa aklimatisasi

digunakan dalam penelitian

b. Bioremediasi

Langkah- langkah dalam bioremedasi adalah sebagai berikut;

1) Mengisi 5 bak yang telah disiapkan dengan limbah cair tahu pada

konsentrasi 50% masing- masing 10 liter.

2) Memasukkan tumbuhan semanggi kedalam bak sesuai perlakuan,

yaitu: bak 1 sampai dengan bak 5 dibutuhkan untuk masing- masing

massa tumbuhan semanggi: 0 g (kontrol), 400 g, 300 g, 200 g, dan

100 g.

3) Menyusun percobaan secara acak (RAL) berdasarkan undian.

4) Bioremdiasi dilakukan selama 10 hari (Suswartini, 1996:24)

terhitung sejak tumbuhan semanggi dimasukkan dalam bak

percobaan.

5) Memasukan sebanyak 10 ekor benih ikan lele dumbo pada

masing-masing- masing bak di diamkan selama 96 jam.

6) Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB sebelum

ikan diberi makan.

7) Melakukan pengulangan percobaan sebanyak 3 kali.

G. Analisis data

Data penelitian berupa data utama dan data pendukung, data utama, yaitu :

analisis probit kelulushidupan benih ikan lele dumbo; data pendukung, yaitu:

(45)

Setelah memperoleh data kelulushidupan benih ikan lele, selanjutnya

dianalisis dengan metode probit menggunakan program Minitab 15.

H. Penyusunan Le mbar Kerja Sis wa

Rangkaian kegiatan percobaan yang ada akan disusun menjadi lembar kerja

siswa yaitu berupa kegiatan paraktikum yang akan langsung dilakukan untuk

mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran pada materi

ekosistem sub materi limbah dan daur ulang limba h,karena dengan

kegiatan praktikum siswa dapat secara nyata melakukan kegiatan

belajar.Sebelum melakukan Praktikum secara langsung kepada siswa peneliti

melihat dulu seberapa besar kemauan siswa dalam memahami materi tentang

bioremediasi,dengan membuat angket tanggapan siswa, sebelumnya peneliti

memaparkan dulu hasil penelitiannya dengan menggunakan LCD yaitu berupa

Jalanya Penelitian serta alat dan bahan yang digunakan.setelah selesai baru

angket dibagikan dan dari angket tersebut akan dinilai jawaban siswa dengan

menggunakan rumus :

TP x 100%

Keterangan:

TP: Tanggapan positif

N2: Jumlah jawaban ya

(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam

penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. LC 50 Limbah cair tahu outlet pengusaha tahu desa Pagelaran Kab.

Pringsewu terbukti bersifat toksik terhadap Clarias gariepinus Burchell

pada konsentrasi 12%.

2. Bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl memberikan pengaruh

positif terhadap limbah tahu dengan LC 50 pada biomassa 292.885 g.

3. Karakteristik LKS atau panduan praktikum yang cocok untuk

pembelajaran konsep limbah dan daur ulang limbah berdasarkan penelitian

ini adalah bentuk LKS inkuiri terbimbing.

B. Saran

1. Penelitian untuk menguji pengaruh bioremediasi tumbuhan Marsilea

crenata Presl terhadap kelulushidupan Clarias gariepinus Burchell ini,

merupakan bentuk penelitian murni yang menggunakan makhluk hidup.

Oleh karena itu, pengontrolan terhadap variabel extraneous harus sangat

hati-hati agar hasil percobaan baik.

2. Dalam konteks penelitian, percobaan ini cukup banyak melibatkan tahap

(47)

dua topik penelitian yang berbeda atau merupakan lanjutan, sehingga tidak

terlalu berat. Misalnya topik satu mengenai uji toksisitas limbah cair tahu

dan topik dua mengenai bioremediasi tumbuhan Marsilea crenata Presl

pada limbah tersebut.

3. Untuk melakukan seluruh rangkaian percobaan ini, dibutuhkan benih

Clarias gariepinus yang cukup banyak karena setiap percobaan dilakukan

pengulangan. Oleh karena itu sebaiknya benih hewan uji ya ng disediakan

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pemanfaatan Limbah. http://www. Menlh.go.id/usaha

kecil./index-view.php9sub=7. Him 3. 6 him.

———a

\ 2012. Marsilea crenata presl. http://iptek.apjii.or.id/ artikel/ ttg_tanaman_ obat/depkes/buku44-071./pdf./pdf. htm. Him 1.

Amir, Z.A. 1988. Media Audio-visual.Jakarta: PT. Gramedia

Arsyad, A. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Baker, K. H., dan D. S. Herson. 1994. Bioremediation. United State of America. McGraw-Hill Inc. Him 314. 375 him.

Crowder, L. V. 1997. Genetika Turnbuhan. Cetakan kelima. Jilid pertama. Yogyakarta. Gajah Mada University Pres. Him 5-9. 499 him.

Damayanti, A. 2007. Pengelolaan Limbah Tahu Dengan Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes). http://digilib.its.ac.id/detil.php/id.htm. Him 1. 1 Mm.

Depdiknas. 2003. Panduan Penyusunan Bahan Ajar. Jakarta. Depdiknas

Dhahiyat, Y. 1990. Kandungan limbah cair pabrik tahu dan pengolahannya

dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.)Tesis.

Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor

Djamarah, S. B., dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.

Effendi. 2003. Rekayasa Air dan Limbah Cair. Jurnal Biosains Vol 4. Diakses 10 Mei 2012

Hardiani, dkk. 2011: Bioremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah

Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Jurnal

Selulosa, Vol. 1, No. 1, Juni 2011 : 31 – 41. diakses 8 mei 2012.

Herlambang. 2002. Teknologi Pengolahan Sampah dan Air Limbah. Jurnal.bppt.go.id/index.php/JAI/article/download/281/280

(49)

Muchlisin, Z. A. 2003. Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Alami Terhadap Perumbuhan Dan Kelulushidupan Larva Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Biologi Vol. 3 No. 2 Desember 2003. Diakses 10 mei 2012 Pukul 10.00 WIB

Nuryadin, S.2012. Dokumen Pribadi. diambil 15 juni 2012 pukul 8.30

Pramukanto, Q. 2004. Inkongbndo; Pengendali Pencemaran Air secara Biologis. http:// www. kompas. com/Ilmu Pengetahuan. htm. Him 1-3.3 him.

Priyanto, B. 2007. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Tumbuhan untukPembersihan Pencemaran Logam.

Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter Aerobik. Tesis Master. USU. Medan

Romli, M dan Suprihatin, 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Tahu Dan Analisis Alternatif Strategi Pengelolaannya. Jurnal Purifikasi, Vo1. 10, No.2, Desember 2009: 141 -154. diakses 10 Mei 2012 pukul 09.45

Riandi. 2007. Media Pembelajaran Biologi. Bandung. UPI Press

Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. UM Press. Malang

Sadiman, A.S. 2004. Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Siregar. 2005. Karakteristik Limbah Cair Tahu. www.kelair.bppt.go.id/Sitpa /Article/Limbahtt/limbahtt.html.

Sriyana. 2006. Penyerapan Air Tanah oleh Akar Tanaman. Satepeper_akon. blogspot.com.hal 1.

Surtikanti, H.K. 2011. Toksikologi Lingkungan dan Metode Uji Hayati. Bandung. Rizqi Press

Suyanto. 2007. www.fishbase.org. diakses 8 mei 2012 pukul 15.00

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Fitoremediasi
Tabel 2.1. Jenis-jenis tanaman untuk aplikasi fitoremediasi
Gambar 2.2. Tumbuhan semanggi              (Nuryadin, 2012)
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Menjawab pertanyaan tentang materi Proses daur ulang dan 3 R (reuse, reduse, recycle) yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan. 

VALIDITAS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS PROJECT BASED LEARNING (PjBL) UNTUK MELATIHKAN ENTREPRENEURSHIP PADA MATERI DAUR ULANG LIMBAH KELAS X SMA.. VALIDITY OF STUDENTS WORK