ABSTRAK
EFEKTIVITAS MOEDEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015)
Oleh
BAYU IMADUL BILAD
Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model
problem based learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Penelitian ini menggunakan post-test only control design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar tahun
pelajaran 2014/2015. Melalui purposive random sampling terpilih siswa kelas VIII.C dan VIII.D sebagai sampel penelitian. Data penelitian ini diperoleh melalui
tes pemahaman konsep matematis. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa model PBL tidak efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa namun lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISIWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Ganjil TahunPelajaran 2014/2015)
Oleh
BAYU IMADUL BILAD
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)
(Skripsi)
Oleh
BAYU IMADUL BILAD
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
vi 3.8 Prosedur Penelitian ... 38 3.9 Teknik Analisis Data ... 39
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 44 4.2 Pembahasan ... ... 47
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... ... 51 5.2 Saran ... ... 51
ix DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas PBL.. ... 52
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional ... 88
A.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 116
B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes Pemahaman Konsep ... 143
B.2 Soal Tes Pemahaman Konsep ... 145
B.3 Kunci Jawaban Tes Pemahaman Konsep ... 146
B.4 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman konsep ... 151
B.5 Form Penilaian Tes Pemahaman Konsep ... 153
B.6 Surat Keterangan Validasi ... 155
C. ANALISIS DATA C.1 Uji Reliabilitas Tes Uji Coba ... 157
C.2 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 159
C.3 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Kelas PBL ... 161
C.3 Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis Kelas Konvensional ... 165
C.4 Uji Hipotesis Proporsi dan Kesamaan Dua Proporsi ... 169
C.5 Uji Hipotesis Kesamaan Dua Proporsi ... 171
C.7 Hasil Postes Kelas PBL ... 173
C.8 Hasil Postes Kelas Konvensional ... 174
C.9 Analisis Indikator Pemahaman Konsep Skor Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 175
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Sintak Model Problem Based Learning... ... 16
3.1. Desain Penelitian. ... 28
3.2 Pedoman Pensekoran Tes Pemahaman Konsep. ... 31
3.3 Interpretasi Reliabilitas ... 34
3.4 Interpretasi Daya Pembeda. ... 29
3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran. ... 36
3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep Matematis ..40
4.1 Rekapitulasi Data Pemahaman Konsep Matematis... 43
4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Proporsi Data Pemahaman Konsep Matematis.. 44
4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Kesamaan Dua Proporsi DataPemahaman Konsep Matematis. ... 44
MOTO
“
Sebagai Landasan Hidup Manusia
harus dengan Ilmu yang Benar
.”
“Pendidikan Merupakan
Ibu Kandung
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT, kupersembahkan
karya ini dengan kesungguhan hati sebagai tanda bakti dan cinta
kasihku kepada :
Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan doa, kasih
sayang, motivasi, dan bekal kehidupan yang tak henti-hentinya, yang
selalu ada disampingku serta selalu memberikanku yang terbaik untuk
menjadikanku sesuatu yang terbaik dalam kehidupan ini.
Teteh dan adikku tersayang (Dien dan Putri)
serta seluruh keluarga baik dari ibunda maupun ayahanda,
atas kebersamaannya selama ini, atas semua doa dan dukungan
yang telah diberikan kepadaku.
Para pendidik yang telah mendidikku, yang menjadikanku semakin
berwawasan. Serta teman-teman ku tercinta yang selalu
ada dan membantuku.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Harapan pada tanggal 6 Oktober 1994, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara atas pasangan berbahagia Soni Gunawan dan Lia Nurmila.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 6 Terbanggi Besar pada tahun
2006. Pada tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Terbanggi Besar dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan SNMPTN
Universitas Lampung.
Pada tahun 2014 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
ii SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menye-lesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas moedel problem based
learning ditinjau dari pemahaman konsepMatematis siswa (studi pada siswa kelas VIII SMPN 1 terbanggi besar Semester genap tahun ajaran 2014/2015)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu (Lia Nurmila) dan Ayah (Sony Gunawan) serta kakak dan adikku tercinta
(Dien Septi Nurmila dan Putri Cahyani Dewi) yang selalu menyayangi, mendoakan, dan menjadi penyemangat hidupku
2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing satu yang telah bersedia menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini;
3. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Pembimbing dua yang telah bersedia menyumbangkan banyak ilmu, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat
kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini;
iii 5. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
7. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung; 8. Bapak Erimson Siregar, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik;
9. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis selama
menyelesaikan studi;
10.Keluarga matem seperjuangan Agus Sugiarto beserta istri (Arye Sugiarto),
Didi, Emak (Nourma), Kimi (ismi), Ria, Dewi, Ucup (Yusuf), wewen (venti), laili, mba vina dan soulmate ku (yulisa), kebersamaan kita memberikan kekuatan tersendiri bagiku untuk melangkah menjalani tantangan kehidupan.
11.Keluarga PPL dan KKN di SMP Negeri 2 Pematang Sawa (Doni, Kharis, Elisa, Yuli, Resi, Anggun, Kiki, Tami, Eka) atas kebersamaan selama tiga bulan yang penuh makna dan kenangan;
12.Sahabat-sahabt seperjuangan tim Ibu Rini, Fuji, Ipeh (latifah), Enggar, Ayu Tamyah, terimakasih atas bantuannya dalam mengerjakan skrispsi ini.
13.Teman-teman seperjuangan seluruh angkatan 2011 Kelas B Pendidikan Matematika atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah
iv 14.Teman-teman angkatan 2011 Kelas A serta kakak-kakakku angkatan 2008,
2009, dan 2010 dan adik-adikku angkatan 2012, 2013 dan 2014 terima kasih atas kebersamaannya;
15.Bapak St Sri Utomo,S.Pd., selaku guru matematika kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian;
16.Siswa/siswi kelas VIII-C dan VIII-D SMPN 1 terbanggi besar Semester genap tahun ajaran 2014/2015 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin; 17.Dia yang selalu menemaniku, yang telah memberikan motivasi dan inspirasi
untuk kehidupanku;
18.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku;
19.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar lampung, Juni 2015 Penulis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui
bimbingan pembelajaran untuk membantu peserta didik mengalami proses diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila. Seperti pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem-bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampil-an yketerampil-ang diperlukketerampil-an dirinya, masyarakat, bketerampil-angsa dketerampil-an negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 ini sesuai dengan Pancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya pendidikan nasional ini berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlihat begitu pentingnya
pendidikan, maka dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, pembelajaran dan pemerintah
2
Dalam pendidikan terdapat sistem yang sudah diatur oleh pemerintah agar guru
dapat melaksanakan pendidikan secara terarah. Sehingga dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional membuat
rancangan pembelajaran yang berkualitas, hal ini dituangkan melalui Parmen No.23 Tahun 2006 mengeluarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk setiap mata pelajaran. Adapun SKL untuk mata pelajaran matematika adalah:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Uraian di atas menunjukan bahwa pemahaman konsep matematis perlu
dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Bukan hanya di Indonesia saja pemahaman konsep sangat ditekankan tetapi juga di negara-negara yang sedang berkembang. Seperti dilansir dalam NCTM 2000 disebutkan pula
3
Pada kenyataannya pemahaman konsep matematis siswa SMP di Indonesia masih
sangat rendah ini dapat dilihat dari hasil tes Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS 2007) atau lembaga yang mengukur dan membandingkan kecerdasan matematis siswa SMP (eight-graders) antarnegara menyatakan bahwa pada tahun 2007, rata-rata skor yang diperoleh siswa Indonesia adalah 397. Skor tersebut masih jauh dari sekor international yang
standarnya 500.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran, mampu dan tidaknya siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik, tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan
bergantung pada interaksi pembelajaran yang digunakan. Interaksi pembelajaran yang memberikan peluang besar bagi siswa untuk aktif dalam pembelajaran
disebut interaksi yang multiarah. Namun menurut Marpaung (Tahmir, 2008) proses pembelajaran saat ini mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran berpusat pada guru; (3) guru mentransfer pengetahuan
kepada siswa; (4) pemahaman siswa cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat mekanistik; dan (6) siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentrasi mental memperhatikan apa yang diajarkan guru. Selanjutnya
dinyatakan juga bahwa hasil pembelajaran yang berdasarkan paradigma pembelajaran tersebut, antara lain adalah: (1) siswa tidak senang dengan
matematika; (2) pemahaman siswa terhadap matematika rendah; (3) kemampuan menyelesaikan masalah, bernalar, berkomunikasi secara matematis, dan melihat
4
Penjelasan Marpaung tersebut sejalan dengan hasil penelitian Wahyudin tentang
kualitas proses pembelajaran (dalam Ardiyanti, 2006: 3) bahwa proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Sebanyak 90% guru
matematika masih menerapkan proses pembelajaran dengan cara ceramah atau ekspositori. Dengan demikian siswa kurang aktif dan menjadi tidak terampil dengan memecahkan persoalan-persoalan terutama yang mencakup persoalan
tidak rutin yang menuntut strategi pemecahan dengan pemikiran tingkat tinggi.
Rendahnya pemahaman konsep matematis dan interaksi pembelajaran yang berjalan satu arah juga terjadi di SMPN 1 Terbanggi Besar. Berdasarkan
pengalaman pada Program Pengalaman Lapangan (PPL) dan hasil Observasi di sekolah terlihat aktivitas belajar siswa yang kurang optimal. Jelas ini menandakan
masalah serius dalam proses pembelajaran matematika yang harus dicari solusinya. Sebagai upaya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran Matematika di kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar tersebut
maka dilakukanlah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Menurut Nurhadi (2004: 100) PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Pada pembelajaran berbasis masalah, kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan
5
suatu materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model PBL
memiliki beberapa manfaat (Amir, 2009:27), yang dipaparkan sebagai berikut: (1) meningkatkan kecakapan siswa dalam pemecahan masalah; (2) lebih mudah
mengingat materi pembelajaran yang telah dipelajari; (3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar; (4) meningkatkan kemampuannya yang relevan dengan dunia praktek; (5) membangun kemampuan kepemimpinan dan
kerja sama; (6) kecakapan belajar dan memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas model Problem Based Learning ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Oleh karena itu, penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul “Efektivitas Model Problem Based Learning ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan “Bagaimana efektivitas Penerapan Model PBL ditinjau dari
pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMPN 1
Terbanggi Besar?”
6
1. Apakah Model PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?
2. Apakah Model PBL lebih Efektif dibandingkan dengan pembelajaran Konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui efektivitas Model PBL ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini memberikan sumbangan terhadap perkembangan
pembelajaran matematika, utamanya pada pengembangan pemahaman konsep matematis siswa menggunakan model pembelajaran PBL.
2. Manfaat Praktis
1)Manfaat bagi guru dan calon guru
Sebagai bahan sumbangan pemikiran khusunya bagi guru kelas VIII
7
2)Bagi peneliti
Memberikan bahan referensi tentang PBL untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.
3)Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk menerapkan model PBL pada pembelajaran di Sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Efektivitas Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pada penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila :
a. Model pembelajaran PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015
b. Model PBL lebih efektif dibandingkan dengan pembalajaran konvensional 2. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi
kepada siswa dengan masalah-masalah praktis atau pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah dan memiliki konteks dengan dunia nyata. 3. Pemahaman konsep matematis adalah Menyatakan ulang suatu konsep,
8
konsep; Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika;
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas merupakan deviasi dari kata efektif yang dalam Bahasa inggris effective didefinisikan “Producing a desired or intended result” atau “Producing the result that is wanted or intended” dan definisi sederhananya “Coming into use” (Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2003: 138). Kamus besar Bahasa Indonesia (2002: 584) mendefinisikan “efektif adalah ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” atau “dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha,
tindakan)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh; hal berkesan” atau
“keberhasilan (usaha, tindakan)”.
Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau
10
Menurut Hamalik (2001: 171) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan
beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep yang sedang dipelajari.
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran harus ditetapkan sejumlah fakta
tertentu, antara lain dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. 1. Apakah pembelajaran mencapai tujuannya?
2. Apakah pembelajaran memenuhi kebutuhan siswa dan dunia usaha? 3. Apakah siswa memiliki keterampilan yang diperlukan di dunia kerja?
4. Apakah keterampilan tersebut diperoleh siswa sebagai hasil dari pembelajaran?
5. Apakah pembelajaran yang diperoleh diterapkan dalam situasi pekerjaan yang sebenarnya?
6. Apakah pembelajaran menghasilkan lulusan yang mampu bekerja dengan efektif dan efisien?
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Indikator keberhasilan proses
pembelajaran dapat dilihat dari persentase kememiliki pemahaman konsep lebih baikan. Dalam penelitian ini, tercapainya efektivitas pembelajaran apabila
11
2.1.2 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne (dalam Suprijono, 2009) mengemukakan bahwa: “Belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan secara alamiah”.
Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 13) berpendapat bahwa:
Belajar merupakan pengetahuan yang dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Belajar meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Hal senada juga diungkapkan oleh Skinner (dalam Sagala, 2009: 14) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progressif”. Belajar juga dipahami sebagai
suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons.
Dari berbagai pendapat di atas maka pengertian belajar dapat dipahami bahwa
12
serta interaksi dengan lingkungan. Dalam hal ini kemampuan yang dimaksud
adalah keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
2.1.3 Hakikat Matematika
Pembelajaran adalah suatu upaya membelajarkan siswa. Upaya yang dimaksud adalah aktivitas guru memberikan bantuan, memfasilitasi, menciptakan kondisi
yang memungkinkan siswa dapat mencapai/ memiliki kecakapan, keterampilan, dan sikap. Menurut Corey (dalam Sagala, 2009: 61) menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.
Matematika merupakan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Menurut Hudoyo (1988: 3), “mempelajari
matematika harus bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman yang telah lalu”. Kutipan ini menjelaskan bahwa belajar matematika itu saling
terkait dimana konsep sebelumnya mendasari konsep berikutnya. Jadi
pengetahuan prasyarat sangat menentukan keberhasilan belajar matematika.
Pembelajaran matematika merupakan suatu upaya/ kegiatan (merancang dan menyediakan sumber-sumber belajar, membantu/ membimbing, memotivasi
13
terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai matematika
sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan kemampuan sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.
2.1.4 Model Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)
didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda
pada tahun 60-an. PBL sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBL sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana
mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBL lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti
bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya
diterapkan dalan pembelajaran secara umum.
Barrow (Barret, 2005) mendefinisikan PBL sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(Chasman er.al., 2003) mendefiniskan Problem Based Learning sebagai “Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy
14
knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems".
PBL menurut Dindin menggunakan pendekatan Konstruktivis dimana siswa dihadapkan dengan masalah-masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari
sehingga siswa memiliki kemampuan berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dari suatu materi.
Menurut Nurhadi (2004: 100) PBL adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”.
Pengertian pembelajaran berbasis masalah adalah proses kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan
pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran
Pengertian PBL menurut Dutch (dalam Amir, 2009:27) adalah “metode intruksional yang menantang peserta didik agar belajar untuk belajar bekerjasama
dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata”. Masalah digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan, kemampuan analisis, dan
15
PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan
pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar siswa
memilki pengalaman sebagaiamana nantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif dimulai dari pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta
penyususan konsep tentang pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk pembelajaran. Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min
Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBL, yaitu: 1. Learning is student-centered Proses
Pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. 3. New information is acquired through self-directed learning
16
4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBL dilaksakan dalam kelompok
kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Amir (2009:24) menyatakan, terdapat 7 langkah pelaksanaan PBL. Pertama, mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Memastikan setiap anggota
memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Kedua, merumuskan masalah. Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi antara fenomena itu. Ketiga, menganalisis Masalah. Siswa mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki tentang masalah. Keempat, menata gagasan siswa dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam. Bagian yang sudah dianalisis dilihat
keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan dan sebagainnya. Kelima, memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang dan mana yang masih
17
baru, dan membuat laporan untuk kelas. Dari laporan individu/sub kelompok,
yang dipresentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok mendapatkan informasi-informasi yang baru. Anggota yang mendengarkan laporan harus kritis
tentang laporan yang disajikan (laporan diketik, dan dibagikan kepada setiap anggota). Menurut Sugiyanto (2010) Ada lima tahapan dan prilaku yang dibutuhkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan
model PBL. Untuk masing-masing tahapnya disajikan pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning
Fase Prilaku Guru
Fase 1: Memeberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan, dan memotivasi siswa untuk telibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait permasalahannya.
Fase 3: membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4: mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang
membantu mereka untuk
menyampaikan kepada orang lain. Fase 5: menganalisis dan
mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
18
1. Kelebihan PBL
1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata.
2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubunganna tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi. 4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.
6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.
7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching 2. Kekurangan PBL
1) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
19
2) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
3) PBL kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok. PBL sangat cocok untuk mahasiswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.
4) PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBL berfokus pada masalah bukan konten materi.
5) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik.
6) Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap
2.1.5 Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang paling umum dilakukan oleh guru di sekolah-sekolah. Pada umumnya pembelajaran
konven-sional adalah pembelajaran yang terpusat pada guru dan siswa belajar lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas jika guru
memberikan latihan soal-soal. Akibatnya pembelajaran yang kurang optimal karena siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2009), model pembelajaran konvensional adalah model
20
materi secara optimal. Sanjaya (2009) juga menyatakan bahwa model
pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru. Pembelajaran konvensional ini lebih banyak guru
berceramah di kelas.
Menurut Roestiyah (2008), peran guru dalam metode ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan
dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran konvensional ini memiliki kelebihan. Kelebihan dari pembelajaran konvensional adalah dapat menampung kelas yang berjumlah besar, waktu yang diperlukan
cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur secara langsung oleh guru. Selain kelebihan dari pembelajaran ini,
ada beberapa kekurangan yang dapat diperhatikan , yaitu pembelajaran berjalan monoton sehingga membosankan dan membuat siswa pasif karena kurangnya kesempatan yang diberikan, siswa lebih terfokus membuat catatan, siswa akan
lebih cepat lupa, dan pengetahuan dan kemampuan siswa hanya sebatas pengetahuan yang diberikan oleh guru. Selain itu, pembelajaran konvensional cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.
2.1.6 Pemahaman Konsep Matematika
Konsep menurut Sudarminta (2002) secara umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu.
21
apakah konsep hanya merupakan suatu gejala mental saja? Rupanya tidak, sebab
konsep juga punya rujukan pada kenyataan. Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek penahu dan objek yang diketahui, pikiran dan kenyataan.
Dari tiga jenis mediasi yang sudah kita pelajari sebelumnya, konsep termasuk dalam jenis medium in quo. Melalui dan dalam konsep kita mengenal, memahami, dan menyebut objek-objek yang kita ketahui. Kekhususan dari medium in quo adalah walaupun dalam pengenalan akan objek fisik tertentu, yang langsung kita sadari bukan konsepnya tetapi objek fisik itu sendiri, tetapi dalam suatu refleksi,
konsep sendiri dapat menjadi objek perhatian dan kesadaran kita. Kita mengetahui sesuatu dalam suatu konsep. Ini berarti bahwa konsep memiliki peran intensional
atau epistemik dalam proses pengenalan.
Menurut Bahri (2008) pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga
objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang Bahasa).
Baharuddin (Apriani, 2008) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk mengenali, mengerti serta menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, menafsirkan dan menarik kesimpulan. Selanjutnya Syamsudin (Isma,
22
mendefinisikan sautu informasi dengan kata-kata sendiri. Berdasarkan pengertian
di atas, maka dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep terdiri dari tiga aspek, yaitu kemampaun menerangkan, mengenali, dan menginterpretasikan atau
menarik kesimpulan.
Pemahaman diartikan dari kata Uderstanding (Sumarmo, 1987). Derajat pemahaman ditentukan oleh tingkat keterkaitan suatu gagasan, prosedur atau fakta
matematika dipahami secara menyeluruh jika hal-hal tersebut membentuk jaringan dan keterkaitan yang tinggi. Dan konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek (Depdiknas,
2003).Menurut Purwanto (dalam Apriani, 2008) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep,
situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara Mulyasa (2005) menyatakan bahwa pemahaman adalah kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.
Menurut Duffin dan Simpson (dalam Kesumawati. 2008:2), pemahaman konsep
sebagai kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, yaitu siswa mampu
untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya; (2)
menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda; (3) mengembangkan
beberapa akibat dari adanya suatu konsep, artinya bahwa siswa paham terhadap
suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
23
Sejalan dengan hal di atas menurut Depdiknas (2003:2), pemahaman konsep
merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman
konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut NCTM tahun 2000, bahwa untuk
mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus dia-rahkan pada pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide,
memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks
di luar matematika.
Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa agar siswa memahami suatu konsep matematis dengan mengerti, maka pengajaran mengenai konsep itu mengikuti
urutan sebagai berikut: mengajar konsep murni, dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan terapan. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep matematis adalah siswa mampu menerjemahkan,
menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematis berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar menghapal. Selain itu, siswa dapat menemukan dan menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya.
24
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan definisi pemahaman
konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bantuk ucapan maupun tulisan
kepada orang lain sehingga orang tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.
2.2 Kerangka Pikir
Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan
kemampuan matematis siswa salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran matematika yang dapat membantu
siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika. Model pembelajaran kooperatif berpusat pada siswa. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran dan banyak bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa
untuk belajar secara mandiri dalam kelompok. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk membantu siswa dalam memahami konsep adalah model pembelajaran PBL.
Dalam model PBL siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran,
agar proses pembelajaran tidak terjadi satu arah. Model PBL membantu proses pemahaman siswa. Dengan PBL siswa dituntut untuk dapat mnyelesaikan
25
Dalam pembelajaran PBL terdapat proses pembelajaran yang memberikan
peluang bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Pada fase pertama pembelajaran problem-based ini adalah orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah dan membagi ke dalam kelompok. Kemudian memotivasi
siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa berperan aktif sebagai pemecah
masalah. Siswa membaca masalah yang disajikan guru, dari hasil membacanya siswa menuliskan berbagai informasi penting dan menemukan hal yang dianggap
sebagai masalah. Dengan aktivitas tersebut siswa didorong untuk menemukan masalah utama dan merumuskan masalah. Sehingga mengakibatkan siswa lebih memahami masalah yang akan dipecahkan.
Fase selanjutnya adalah mengorganisasi peserta didik. Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang masalah, apa yang ingin
diketahui dari masalah, dan ide apa yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Dengan aktivitas tersebut siswa didorong untuk mampu menyatakan
26
Fase yang ketiga adalah membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah. Aktivitas yang dilakukan siswa adalah siswa mengumpul-kan informasi melalui kegiatan penelitian atau kegiatan sejenis lainnya. Berda-sarkan informasi yang telah diperoleh, selanjutnya siswa bekerja sama dengan
teman sekelompoknya untuk bertukar informasi, ide, pendapat, dan konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah. Siswa secara berkelompok mencoba
melakukan merumuskan solusi terbaik bagi pemecahan masalah yang dihadapi. Proses perumusan solusi dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif dengan
menekankan komunikasi efektif dalam kelompok. Dengan aktivitas tersebut men-dorong siswa untuk mampu mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah.
Fase yang keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil. Guru mem-bantu siswa dalam menerencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau
model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya. Aktivitas yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa menuliskan rencana laporan, laporan kegiatan atau hasil diskusi degan kelompok selama pembelajaran.
Kemudian perwakilan siswa tiap kelompok mepersentasikan atau memaparkan hasil kerjanya. Dilanjutkan dengan diskusi kelas yang dimoderatori dan
27
Fase yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil
pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau eva-luasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan. Aktivitas yang
dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa bertukar pendapat atau idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab untuk mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa model
pembelajaran PBL efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.
2.3 Anggapan Dasar
Penelitian ini, bertolak pada anggapan dasar sebagai berikut.
1. Setiap siswa kelas VIII semester genap SMPN 1 Terbanggi Besar memperoleh materi pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum yang berlaku di
sekolah.
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemahaman konsep matematis selain model PBL dianggap memeberikan kontribusi yang sama dan tidak
diperhatikan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1) Model PBL efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar.
28
III. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Terbanggi Besar yang terletak di desa Poncowati Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Terbanggi Besar tahun ajaran
2014/2015 yang bukan termasuk kedalam kelas unggulan dan terdistribusi dalam 6 kelas yaitu VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, VIII G, VIII H. Dari kedelapan kelas
tersebut dipilih 2 kelas sebagai sampel dengan teknik Purposive Random Sampling. Tahapan pengambilan sempel sebagai berikut:
1. Mengambil 3 kelas yang mempunyai guru matematika yang sama dari 8 kelas
yang ada.
2. Menentukan 2 kelas dari 3 kelas dengan rata-rata yang sama atau hampir sama sebagai sempel.
29
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang menguji model Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika. Desain dalam penelitian ini adalah desain Posttes Only Control Design. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttes Only Control Design
Kelas Perlakuan Postest
K1 X A
K2 O A
Keterangan:
K1 = Kelas Eksperimen K2 = Kelas Kontrol
X = Pembelajaran Matematika menggunakan model Problem Based Learning. O = Pembelajaran Matematika menggunakan model Konvensional
A = Postes
3.3 Data penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa berupa
data kuantitatif.
3.4 Variabel Penelitian
30
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes. Pada penelitian ini, tes yang digunakan adalah posttest only. Tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3.6 Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat
instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan tes uraian untuk mengukur pemahaman konsep matematik siswa yang diperoleh
dari tes akhir pada penelitian berupa data kuantitaif. Tes yang digunakan berupa postes. Postes yaitu tes yang diberikan setelah perlakuan diberikan.
Melalui tes uraian, proses atau langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati, seperti yang diungkapkan oleh
suherman bahwa penyajian soal tipe subjektif dalam bentuk uraian mempunyai beberapa kelebihan diantaranya, yaitu (1) hasil evaluasi lebih dapat
mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, (2) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi
31
Perangkat tes uraian terdiri dari enam soal esai. Setiap soal memiliki satu atau
lebih indikator pemahaman konsep matematis. Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Melakukan pembatasan materi yang diujikan. 2. Menentukan tipe soal.
3. Menentukan jumlah butir soal.
4. Menentukan waktu mengerjakan soal.
5. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator pembelajaran yang ingin dicapai.
6. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, kunci jawaban, dan penentuan skor. 7. Menulis butir soal.
8. Menganalisis Validitas isi 9. Mengujicobakan instrumen.
9. Menganalisis reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran.
10.Memilih semua item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah dilakukan.
Indikator pemahaman konsep matematis antara lain adalah menyatakan ulang sua-tu konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertensua-tu, memberi
contoh dan non contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu
konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, serta mengaplikasikan konsep. Adapun pedoman penskoran tes
32
Tabel 3.2 Pedoman Pensekoran Tes Pemahaman Konsep
No
Tidak menjawab dan menyatakan ulang suatu konsep
dengan proses salah dan hasil salah 0
Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses salah
dan hasil benar 1
Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses benar
dan hasil salah 2
Menyatakan ulang suatu konsep dengan proses benar
dan hasil benar 3
Tidak menjawab dan mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu dengan proses salah dan hasil salah
0
Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu dengan proses salah dan hasil benar 1
Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu dengan proses benar dan hasil salah 2
Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu dengan proses benar dan hasil benar 3
3 Memberi
contoh dan
non contoh
dari konsep
Tidak menjawab dan memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan proses salah dan hasil salah
0
Tidak menjawab dan memberi contoh dan non
contoh dari konsep dengan proses slah dan hasil salah 1
Memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan
proses salah dan hasil benar 2
Memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan proses benar dan hasil salah
3
Tidak menjawab dan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses salah dan hasil salah
0
Tidak menjawab dan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses salah dan hasil salah
1
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses salah dan hasil benar
2
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses benar dan hasil salah
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan proses benar dan hasil benar
0
Tidak menjawab dan menggunakan, memanfaatkan
33
operasi tertentu
proses salah dan hasil salah
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan proses salah dan hasil benar
2
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan proses benar dan hasil salah
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan proses benar dan hasil benar
0
Tidak menjawab dan Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah dengan proses salah dan hasil salah
1
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah
dengan proses salah dan hasil benar 2
Mengaplikasikan konsep atau pemecahan masalah
dengan proses benar dan hasil salah 3
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diuji untuk mendapatkan validitas,
reabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran dari instrumen tersebut. Langkah-langkah uji coba instrumen adalah sebagai berikut:
1. Instrumen dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan dengan guru matematika yang bersangkutan di Sekolah tempat penelitian. 2. Setelah mengalami perbaikan, instrumen diujicobakan terhadap kelas yang
telah mempelajari materi yang akan di ujikan.
3. Kemudian mengukur instrumen diukur validitas, reabilitas, daya pembeda, dan
indeks kesukaran dari instrumen tersebut. Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tersebut:
1) Validitas Instrumen
Instrumen tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengambil data pemahaman konsep matematis siswa. Sebelum digunakan, perangkat tes
34
terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mengukur validitas dari perangkat
tes. Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yang dilihat dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar
serta isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi yang diujikan.
Validitas isi dari suatu tes pemahaman konsep matematis siswa dapat
diketahui dengan jalan membandingankan antara isi yang terkandung dalam tes pemahaman konsep matematis siswa dengan indikator pemahaman konsep matematis siswa yang telah ditentukan untuk
masing-masing pelajaran, apakah hal-hal yang tercantum dalam indikator pemahaman konsep matematis siswa sudah terwakili secara nyata dalam
tes pemahaman konsep matematis siswa tersebut atau belum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Terbanggi Besar untuk
memastikan kelayakan soal tes tersebut sebelum diujikan kepada siswa. Setelah perangkat dinyatakan valid, maka perangkat tes diujicobakan, dihitung tingkat reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
2) Indeks Reliabilitas
Sebelum dilakukan perhitungan reliabilitas, dilakukan uji coba soal terlebih dahulu ke kelas yang termasuk dalam populasi. Suherman
35
di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang
tidak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Bentuk soal yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian,
karena itu untuk mencari indeks reliabilitas ( ) digunakan rumus Alpha
(Suherman, 2003) sebagai berikut:
Keterangan:
= Indeks reliabilitas = Banyak butir soal
= Jumlah Varians skor setiap soal = Varians skor total
Menurut Guilford (Suherman, 2003) koefisien reliabilitas diinterpretasikan
seperti menurut kriteria yang terlihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.3Interpretasi Reliabilitas
Indeks Reliabilitas ( ) Interpretasi
0,90 < 1,00 Reliabilitas sangat tinggi (sangat baik) 0,70 < 0,90 Reliabilitas tinggi (baik) 0,40 < 0,70 Reliabilitas sedang (cukup) 0,20 < 0,40 Reliabilitas rendah (kurang)
0,20 Reliabilitas sangat rendah (kurang)
Menurut Suherman, suatu tes dikatakan baik apabila koefisien
reliabilitasnya sama dengan atau lebih dari 0,70 ( , sehingga
dalam penelitian ini kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70. Hasil perhitungan reliabilitas tes pada uji coba pada kelas VIII-E
36
3) Indeks Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan tseti yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Dengan kata lain daya pembeda sebutir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara
testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan indeks daya pembeda
digunakan rumus sebagai berikut (suherman, 2003):
Keterangan:
DP = Indeks Daya pembeda
= Rata-rata skor siswa kelompok atas = Rata-rata skor siswa kelompok bawah
= Skor maksimal ideal
Interpretasi yang digunakan untuk daya pembeda (Suherman, 2003) dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda (DP) Interpretasi
0,70 < DP 1,00 Sangat Baik
0,40 < DP 0,70 Baik
0,20 < DP 0,40 Cukup
0,00 < DP 0,20 Kurang
DP 0,00 Sangat jelek
Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang
37
perhitungan daya pembeda soal pada uji coba yang telah dilakukan di
kelas VIII F didapat yaitu cukup dan baik (Lampiran C.2).
4) Indeks Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan nilai dari derajat kesukaran yang berupa
bilangan real dengan interval 0,00 sampai 1,00. Nilai ini menyatakan suatu soal tersebut terlalu mudah, atau terlalu sukar. Rumus untuk menentukan
indeks kesukaran butir soal (Suherman, 2003), yaitu:
Keterangan:
IK = Indeks Tingkat Kesukaran = Rata-rata skor tiap soal
= Skor maksimal ideal
Interpretasi tingkat kesukaran tersebut dibagi ke dalam kategori berikut ini menurut Guilford (Suherman, 2003).
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Indeks Tingkat Kesukaran (TK) Interpretasi
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK 0,30 Soal Sukar
0,30 < IK 0,70 Soal sedang
0,70 < IK 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memiliki kriteria daya pembeda minimal cukup. Setelah melakukan
38
3.7 Perangkat Pembelajaran
Perangkat Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat per pertemuan pembelajaran. RPP ini merupakan RPP yang disesuaikan dengan kurikulum
2006 yang memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian. RPP dalam penelitian ini menggunakan model PBL untuk kelas eksperimen dan menggunakan model
konvensional untuk kelas kontrol. 2. Lembar Kerja Kelompok (LKK)
Lembar Kerja Kelompok (LKK) ini memuat kegiatan dan masalah-masalah yang harus dieselesaikan oleh siswa. LKK diberikan pada kelas eksperimen yang menggunakan model PBL.
3.8 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai
berikut.
1. Tahap Persiapan
1) Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama
pembelajaran.
39
3) Menyusun proposal penelitian.
4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran problem-based learning.
5) Menyiapkan instrumen penelitian bebrupa tes pemahaman konsep sekaligus aturan penyekorannya
6) Melakukan validasi instrumen. 7) Melakukan uji coba instrumen.
8) Melakukan perbaikan instrumen. 2. Tahap Pelaksanaan
1) Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem-based learning pada kelas eksperimen.
2) Mengadakan post-test dalam kelas eksperimen.
3. Tahap Pengolahan Data
1) Mengumpulkan data penelitian.
2) Mengolah dan menganalisis data penelitian.
3) Mengambil kesimpulan. 4) Membuat laporan.
3.9 Teknik Analisis Data
40
3.9.1 Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Statistik yang digunakan dalam uji normalitas ini dengan menggunakan uji chi-kuadrat (Sudjana, 2005:273).
Hipotesis:
H0: data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Persamaan uji chi-kuadrat:
Keterangan:
X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi observasi Ei = frekuensi harapan
k = banyaknya kelas interval
Kriteria uji, H0 diterima jika x2hitung < x2tabel dengan dk = k – 3, maka data
berdistribusi normal. H0 ditolak jika x2hitung ≥ x2tabel, maka data tidak berdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan analisis data penelitian untuk menguji kebenaran hipotesis
yang diajukan. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis data kemampuan pemahaman konsep matematis, dilakukan pengujian normalitas.
Uji normalitas data pemahaman konsep matematis siswa dilakukan menggunakan uji Chi Kuadrat. Tabel 4.2 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya.
41
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data Pemahaman konsep Matematis
Pada tabel 4.2 dari hasil uji normalitas data pemahaman konsep matematis siswa
di atas, terlihat nilai Xhitung2 untuk setiap kelompok kurang dari Xtabel2 . Ini berarti
pada taraf
= 0,05 hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima, sehinggadapat disimpulkan data pada setiap kelompok berdistribusi normal.
3.9.2 Uji Hipotesis
Karena data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilakukan uji hipotesis sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang memahami konsep dengan model PBL lebih dari atau sama dengan 60%, dilakukan uji proporsi satu
pihak, yaitu sebagai berikut:
H0 : π = 0,6 (proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik sama dengan 60%)
H1: π > 0,6 (proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik lebih dari 60%)
Statistik yang digunakan dalam uji ini dalam Sudjana (2005:233) adalah:
Kelompok Xhitung2
2
tabel
X Keputusan Uji
Eksperimen 2,77 7,81 H0 diterima
42
Keterangan:
x : banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunkan model pembelajaran problem-based learning.
n : banyaknya sampel pada kelas eksperimen
Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan , dengan peluang
dengan kriteria uji: tolak H0 jika , di mana
didapat dari daftar normal baku dengan peluang . Untuk
hipotesis H0 diterima.
2. Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang memahami konsep pada pembelajaran dengan model problem-based learning lebih tinggi dibanding pada pembelajaran konvensional (Sudjana,2005), dilakukan uji kesamaan dua
proporsi yang menggunakan uji pihak kanan dengan rumusan hipotesis berikut.
(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning sama dengan siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)
(proporsi siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis dengan baik menggunakan model pembelajaran problem-based learning lebih dari siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik menggunakan model pemelajaran konvensional)
43
Dengan dan
Keterangan:
= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas eksperimen
= banyaknya siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis lebih baik pada kelas kontrol
= banyak sampel pada kelas eksperimen = banyak sampel pada kelas control
Dengan kriteria uji: tolak H0 jika dan terima H0 untuk
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa, model PBL tidak efektif, namun lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas
VIII SMPN 1 Terbanggi Besar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Guru dapat menerapkan model PBL sebagai salah satu alternatif pada
pembelajaran matematika dalam rangka mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa dengan dengan pertimbangan bahwa siswa yang
diajar sudah paham akan materi sebelumnya, dan koordinasi siswa dalam kelompok berjalan baik.
2. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sebaiknya
52
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Dindin. M.L. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. [online]. Tersedia: http:// (20 Oktober 2014).
Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Agus, Surya, dan Meter. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas Iv Sd Negeri 8 Kesiman. Jurnal Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
Alwi. H. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Amir, M. Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Apriani. 2008. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Mode Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition Menggunakan Peta: Studi Eksperimen di SMPN 29 Bandung Kelas VII. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Ardiyanti, Y.N. 2006. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Teknik SQ4R Dalam Kelompok Kecil Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP. Skripsi pasa FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Barret, Terry. 2005. Understanding Problem Based Learning. [online]. Tersedia : http://www.aishe.org/readings/2005-2/chapter2.pdf (20 Oktober 2014)
Depdiknas. 2003: UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.