• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Banana (Cv. Mas Kirana) Storage in Active Modified Atmosphere Packaging using Potassium Permanganate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Banana (Cv. Mas Kirana) Storage in Active Modified Atmosphere Packaging using Potassium Permanganate"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH PISANG (CV. MAS KIRANA)

DENGAN KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF

MENGGUNAKAN KALIUM PERMANGANAT

ADHITYA YUDHA PRADHANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Adhitya Yudha Pradhana NIM F153110071

(3)

Kirana) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif menggunakan Kalium Permanganat. Di bawah bimbingan ROKHANI HASBULLAH dan Y. ARIS PURWANTO.

Cv. Mas Kirana merupakan salah satu varietas pisang yang populer, umumnya tumbuh di Indonesia dan merupakan pendukung utama industri dan

perdagangan pisang domestik dan ekspor. Kendala dan masalah utama yang

berkaitan dengan penanganan pascapanen pisang segar adalah umur simpan dan penanganan pascapanen yang kurang tepat. Ada kebutuhan untuk menemukan cara penyimpanan yang tepat untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas buah pada kemasan ritel untuk pasar domestik.

Kemasan Atmosfir termodifikasi (MAP) adalah teknik yang ideal dan dikenal memiliki potensi besar untuk memperpanjang umur simpan pascapanen pisang dengan kalium Permanganat (KMnO4) sachet sebagai penyerap etilen yang digunakan dalam MAP untuk menyerap produksi etilen endogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi umur simpan dan kualitas buah dalam kemasan MAP, dengan atau tanpa penyerap etilen (KMnO4). Data diperoleh dari analisis fisik, kimia dan evaluasi sensori yang dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan uji Duncan (p<0.05) untuk mendapatkan pengaruh nyata

rata-rata perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan buah pisang yang

dikemas dalam White Stretch Film (WSF) dengan KMnO4 (MAP aktif) pada suhu

28 °C dapat memperpanjang sampai 10 hari dibandingkan dengan 6 hari untuk

pisang kontrol yang dikemas tanpa KMnO4 (MAP pasif), dan umur simpan buah

yang dikemas dalam MAP aktif pada suhu 15 °C dapat memperpanjang sampai 24

hari dibandingkan 16 hari untuk MAP pasif. Perlakuan MAP aktif dapat menunda

susut bobot, warna, kekerasan, kadar pati, total padatan terlarut, vitamin C, dan kadar air daging buah dibandingkan pisang kontrol tanpa KMnO4 (MAP pasif). Kualitas sensori (warna, kekerasan, aroma, dan rasa) buah yang matang penuh untuk WSF tanpa KMnO4 dan WSF dengan KMnO4 sangat baik.

(4)

Active Modified Atmosphere Packaging using Potassium Permanganate. Supervised by ROKHANI HASBULLAH and Y. ARIS PURWANTO.

Cv. Mas Kirana is one of popular banana variety commonly grown in Indonesia and the mainstay of banana industry for both domestic and export trades. Major constraints and problem associated with postharvest handling of fresh banana are short shelf life and lack of postharvest handling. There is a need to find appropriate storage method in order to extend the storage life to mantain the fruit quality for retail packaging for domestic market.

Modified atmosphere packaging (MAP) is an ideal preservation technique and is known to have great potential to extending the postharvest life of banana with potassium permanganate (KMnO4) sachets as ethylene absorbent were used in MAP to absorb endogenously produced ethylene. The purpose of this study was to evaluated for fruit quality and shelf life under MAP packaging, with or without

an (KMnO4). The data obtained from physico chemical analysis and sensory

evaluation were analyzed statically for analysis of variance with Duncan test (p<0.05) was used to detect significant differences for the treatment means.

The results indicate that the shelf life of fruits packed under White Stretch Film (WSF) with KMnO4 (active MAP) at 28 °C could be extended up to 10 days compared to 6 days for banana control packed under WSF without KMnO4 (passive MAP), and the shelf life of fruits packed under active MAP at 15 °C could be extended up to 24 days compared to 16 days for passive MAP. Active MAP treatments delayed weight loss, colour, texture, starch content, total soluble solids (TSS), ascorbic acid (Vitamin C) and pulp of water content as compared to control banana (passive MAP). Sensory quality (colour, texture, aroma, and taste)

of fully ripe fruits of both WSF without KMnO4 and WSF with KMnO4 was very

good.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

KAJIAN PENYIMPANAN BUAH PISANG (CV. MAS KIRANA)

DENGAN KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI AKTIF

MENGGUNAKAN KALIUM PERMANGANAT

ADHITYA YUDHA PRADHANA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 6 Februari 2014 Tanggal Lulus:

(tanggal pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis oleh

Dekan Sekolah Pascasarjana)

(9)
(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Hipotesis 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) 3

Indeks Skala Warna Kulit Buah 4

Pascapanen Pisang 6

Respirasi 6

Penyerap Etilen 8

Kalium permanganat (KMnO4) 8

Silica gel 10

Efektivitas Penyerap Etilen 11

Penyimpanan Dingin 12

Pengemasan Atmosfir Termodifikasi 12

Kemasan Aktif 14

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian 16

Bahan dan Alat 16

Metode 16

Pengukuran laju respirasi 17

Perancangan kemasan MAP 18

Pembuatan penyerap etilen 19

Prosedur Analisis 23

Pengukuran komposisi gas 23

Pengukuran susut bobot 23

Pengukuran warna 23

Pengukuran kekerasan 24

Pengukuran total padatan terlarut 24

Pengukuran kadar pati 24

Pengukuran kandungan vitamin C 25

Pengukuran kadar air daging pisang 25

Uji organoleptik (sensori) 26

Rancangan Penelitian 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Respirasi Pisang Mas Kirana 28

Simulasi Perancangan Kemasan MAP 30

(11)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Mutu Buah Pisang Mas Kirana 34

Susut bobot 34

Warna (nilai °hue) 37

Kekerasan 41

Total padatan terlarut (TPT) 43

Kadar pati 46

Vitamin C 51

Kadar air daging pisang 53

Organoleptik (sensori) 56

SIMPULAN DAN SARAN 59

DAFTAR PUSTAKA 60

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g buah segar) 4 2 Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit 5

3 Laju respirasi produk hortikultura 7

4 Laju produksi etilen produk hortikultura (Kader 1985) 8 5 Umur simpan beberapa jenis buah dengan kondisi tertentu 12 6 Rekomendasi komposisi gas untuk beberapa buah (Kader 1997) 13 7 Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (ml.mm

/m2.hr.atm) (Gunadnya 1993) 13

8 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan (Sacharow 1980) 14 9 Rata-rata laju respirasi dan nilai RQ buah pisang Mas Kirana 30 10 Rancangan ukuran kemasan buah pisang Mas Kirana 30 11 Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kondisi kesetimbangan di dalam

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Pisang Mas Kirana (Dinas Pertanian Lumajang 2012) 3 2 Grafik laju respirasi klimakterik dan non-klimakterik 7

3 Skema kemasan atmosfir termodifikasi aktif 15

4 (a) Silica gel (b) Larutan KMnO4 16

5 Diagram alir pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana 17 6 Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan

menggunakan cosmotector 18

7 Diagram alir tahap pembuatan penyerap etilen 20

8 (a) Penyerap etilen (b) Penyerap etilen dalam sachet 21

9 Diagram alir penelitian tahap ketiga 22

10 a) Chromameter dan b) Sistem notasi warna Hunter 23

11 Alat pengukur kekerasan dengan rheometer 24

12 Refraktometer digital 24

13 Laju konsumsi O2 pada pisang Mas Kirana, —▲— suhu ±28 °C, dan —●— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik

merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 28 14 Pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap produksi CO2 pada

pisang Mas Kirana, --Δ-- suhu ±28 °C, —○— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 29

15 Pengukuran konsentrasi gas O2 dan CO2 pisang Mas Kirana pada kemasan

31

16 Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu ±28 °C, --Δ— [O2] tanpa KMnO4, —○— [CO2] tanpa KMnO4, —▲— [O2]

dengan KMnO4—●— [CO2] dengan KMnO4. 33

17 Konsentrasi gas pada plastik WSF dengan suhu 15 °C --◊-- [O2] tanpa KMnO4,--□—[CO2] tanpa KMnO4, —♦— [O2] dengan

KMnO4, —■— [CO2]dengan KMnO4. 33

18 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■— PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 35

19 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap susut bobot (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

36

20 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4 ,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(14)

21

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap nilai °hue pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4 ,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 38

22 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan MAP pada

penyimpanan hari ke-4 dengan suhu 28 °C 39

23 Kenampakan buah pisang Mas Kirana dalam kemasan pada

penyimpanan hari ke-12 dengan suhu 15 °C 40

24 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 28 °C,--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4 ,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 41

25 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kekerasan pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦— LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 42

26 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—

■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan

rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 44

27 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap total padatan terlarut (°Brix) pada suhu 15 °C--◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—

■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan

rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 45

28 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 28 °C,--◊--LDPE tanpa penyerap etilen,—♦— LDPE dengan penyerap etilen,--□--PP tanpa penyerap etilen,—

■—PP dengan penyerap etilen,--Δ—WSF tanpa penyerap etilen,—▲—WSF dengan penyerap etilen. Garis vertikal di

(15)

29

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar pati (%) pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4 ,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D

(Standar Deviasi). 47

30 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan

penyimpanan pada suhu 28 °C 48

31 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix)

dengan penyimpanan pada suhu 28 °C 49

32 Hubungan regresi linier antara kadar pati (%) dengan

penyimpanan pada suhu 15 °C 49

33 Hubungan regresi linier antara total padatan terlarut (°Brix)

dengan penyimpanan pada suhu 15 °C 50

34 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ --WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar

Deviasi). 51

35 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap vitamin C pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—■—PP dengan KMnO4,--Δ --WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar

Deviasi). 53

36 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 28 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—

■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan

rata-rata ±S.D (Standar Deviasi). 54

37 Pengaruh suhu, penyerap etilen, dan jenis plastik terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C, --◊--LDPE tanpa KMnO4,—♦—LDPE dengan KMnO4,--□--PP tanpa KMnO4,—

■—PP dengan KMnO4,--Δ--WSF tanpa KMnO4,—▲—WSF dengan KMnO4. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan

rata-rata ±S.D (Standar Deviasi 55

38 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik warna kulit pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

56

39 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik tekstur/kekerasan pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

(16)

40

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik aroma pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

57

41 Pengaruh suhu, penyerap etilen (KMnO4), dan jenis plastik terhadap nilai organoleptik rasa pisang Mas Kirana. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto perubahan pisang Mas Kirana selama penyimpanaan 66 2 Dokumentasi pengukuran mutu buah pisang Mas Kirana 68 3 Konsentrasi gas O2 dan CO2 dalam kemasan LDPE dan PP 69 4 Analisis sidik ragam terhadap laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) 70 5 Analisis sidik ragam terhadap laju produksi CO2 (ml/kg.jam) 71 6 Analisis sidik ragam terhadap susut bobot (%) 72

7 Analisis sidik ragam terhadap warna (°hue) 74

8 Analisis sidik ragam terhadap kekerasan (kgf) 76

9 Analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut (°Brix) 78 10 Analisis sidik ragam terhadap kadar pati (%) 80 11 Analisis sidik ragam terhadap vitamin C (mg/100g) 82 12 Analisis sidik ragam terhadap kadar air daging pisang Mas Kirana

(%) 84

13 Analisis sidik ragam terhadap nilai organoleptik 86

14 Simulasi aspek ekonomi kemasan MAP aktif 88

15 Simulasi volume bebas kemasan 89

(18)

karunia-Nya sehingga karya ilmiah tesis yang berjudul Kajian Penyimpanan Buah Pisang (Cv. Mas Kirana) dengan Kemasan Atmosfir Termodifikasi Aktif Menggunakan Kalium Permanganat‖dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesis ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada :

1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi dan Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc, sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr, selaku dosen penguji penulis yang telah

memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

3. Pak Sulyaden dan Sugihartati terimakasih atas bantuan dan masukannya selama berada di Laboratorium TPPHP

4. Orang tua penulis Budi Eko Cahyono dan adik penulis Ardandy Prajamukti terimakasih atas doa dan dukungannya kepada penulis

5. Anggen safutri terimakasih atas kasih sayangnya yang selalu memotivasi dan membantu penelitian penulis

6. Semua teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2011, terimakasih kepada Nurhayati Hamzah, Nurman Susilo, Asniwati Zainuddin, Nini M Renur, Renny Anggraini, Agus Supriatna S, dan Rahmawati Nurdjanah yang telah memberikan bantuan, masukan, dan semangat kepada penulis.

7. Teman-teman Teknik Pertanian 46, Gina, Rahma, Awanis, Eti, Sandro, Rizka, terimakasih atas semangat dan bantuannya selama di laboratorium TPPHP.

Demikian, semoga karya ilmiah tesis ini dapat bermanfaat

Bogor, Februari 2014

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cv. Mas Kirana merupakan salah satu varietas pisang yang populer, umumnya tumbuh di Indonesia dan pendukung utama industri dan perdagangan

pisang domestik dan ekspor. Kendala dan masalah utama yang berkaitan dengan

penanganan pascapanen pisang segar adalah umur simpan dan penanganan pascapanen yang kurang tepat. Ada kebutuhan untuk menemukan cara penyimpanan yang tepat untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah pada kemasan ritel untuk pasar domestik. Sayangnya mutu pisang di pasaran masih rendah. Mutu pisang yang rendah tidak memenuhi standar mutu pisang dunia. Riskomar (2005) menyatakan mutu komoditas pisang ditentukan oleh bentuk yang sempurna, kematangan yang seragam, warna yang cerah, kesegaran alami, daging buah tidak lembek dan aroma serta rasa yang enak. Kehilangan mutu selama penanganan pascapanen harus sebanyak mungkin dikurangi supaya pisang lokal dapat berkembang di pasaran domestik dan tidak kalah bersaing dengan pisang impor.

Produk hortikultura termasuk pisang umumnya bersifat tidak tahan lama, mudah rusak, dan meruah (voluminous). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan produksi etilen endogen selama proses pematangan buah, terutama pada lingkungan tropis yang bersifat relatif hangat. Buah sangat sensitif terhadap kehadiran etilen dan dalam tempat penyimpanan kehadirannya tidak diinginkan. Untuk itulah diperlukan teknologi Modified Atmosphere Packaging (MAP) yang mampu memodifikasi komposisi udara di sekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel, sehingga laju respirasi produk menurun.

Kemasan atmosfer termodifikasi (MAP) adalah teknik yang ideal (Mangaraj dan Goswami 2009). Selain mempertahankan kelembaban tinggi yang diinginkan di sekitar buah, MAP telah menunjukkan bahwa kemasan dalam kantong tidak berlubang memperpanjang umur simpan buah pisang cv. Sucrier (Romphophak et al. 2004). Dalam teknik MAP dikenal MAP aktif dan MAP pasif. MAP aktif adalah jika komposisi udara atau gas di dalam kemasan diubah dengan memasukkan bahan tambahan di dalam kemasan, misalnya dengan memberikan penyerap etilen. MAP dikatakan pasif jika hanya mengandalkan permeabilitas plastik saja dalam pertukaran gas.

Dewasa ini, kebutuhan akan buah-buahan segar, khususnya buah pisang yang praktis dalam kemasan retail yang mudah untuk dibawa oleh konsumen akan tercermin nilai tambah dan nilai estetika. Buah yang bersih terlindung dengan kemasan dapat meminimalisir gangguan lingkungan luar kemasan yang dapat menyebabkan buah tidak higienis, buah cepat busuk dan terjadinya kerusakan buah karena penumpukan yang berlebih, contohnya terjadi di pasar maupun supermarket buah. Untuk itulah dibutuhkan kemasan retail yang praktis dan ditempatkan pada display swalayan sehingga akan memberikan nilai tambah pada kemasan retail, dan dapat menguntungkan secara ekonomis untuk pedagang buah pisang Mas Kirana karena kemasan retail swalayan ini ditujukan untuk kalangan menengah keatas, sehingga produk ini dapat dijual dengan harga yang bagus.

(20)

Mas Kirana juga digunakan sebagai suguhan istana negara Indonesia. Pisang Mas Kirana sudah mulai dilirik pasar Eropa dan rencananya akan dikenalkan dalam ekspo Hortikultura di Berlin, Jerman. Pisang ini juga sudah diminati oleh bangsa Eropa melalui NGO (Non Government Organization) atau LSM, Joao Palacios Morales selaku konsultan buah dan sayuran (Consultant Fruit and Vegetables) dari Swiss Import Promotion Programme (SIPPO) datang ke Lumajang Jawa Timur untuk melakukan penjajakan (Gustiawati 2013).

Hipotesis

Kalium permanganat, jenis plastik, dan suhu berpengaruh terhadap penundaan pematangan dan umur simpan buah pisang Mas Kirana.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

Mengkaji penggunaan sistem MAP aktif dengan penyerap etilen (KMnO4) untuk memperpanjang umur simpan buah, agar dapat mempertahankan kualitas buah pisang Mas Kirana selama penyimpanan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji laju respirasi buah pisang Mas Kirana pada suhu ±28 °C dan suhu 15 °C.

2. Merancang kemasan MAP aktif pada buah pisang Mas Kirana.

3. Mengkaji pengaruh penyerap etilen dari KMnO4 dan silica gel terhadap masa simpan dan mutu buah pisang Mas Kirana yang disimpan dalam kemasan atmosfir termodifikasi aktif.

Manfaat Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group)

Indonesia merupakan salah satu penghasil terbesar buah pisang di dunia. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang.

Pisang Mas termasuk jenis pisang diploid (AA Group) dengan kultivar acuminata (Robinson 1999). Pisang Mas Kirana berukuran kecil dengan diameter 3-4 cm. Kulit buahnya tipis dan berwarna kuning cerah saat masak. Daging buahnya lunak, rasanya sangat manis, dan aromanya harum. Pisang Mas Kirana cocok untuk hidangan buah segar. Dalam satu tandan terdapat 5-9 sisir, satu sisir bisa berisi 18 buah. Berat per tandan 8-12 kg. Salah satu varietas pisang Mas yang terkenal adalah pisang Mas Kirana. Robinson (1999) menyatakan bahwa tandan buah pisang Mas Kirana kecil dan menghasilkan buah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis pisang triploid. Pada Gambar 1 memperlihatkan tanda buah pisang Mas Kirana yang matang. Secara alami buah pada sisir pertama (pangkal) lebih cepat matang dibandingkan dengan buah pada sisir berikutnya, pada buah pisang, pematangan bermula dari ujung buah dalam satu tandan. Ukuran fisik buah relatif mengecil setelah sisir pertama (bagian pangkal tandan), tetapi ternyata kadar pati tidak ada perbedaan (Antarlina et al. 2005).

Gambar 1 Pisang Mas Kirana (Dinas Pertanian Lumajang 2012)

(22)

Tabel 1 Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g buah segar)

Kandungan gizi Jenis Pisang

Ambon Raja Raja Sere Uli Mas Kirana

Kalori (kal) 99 120 118 146 127

Protein (g) 1.2 1.2 1.2 2 1.4

Lemak (g) 0 0 0 0 0

Karbohidrat (g) 25.8 31.8 31.1 38.2 33.6

Kalsium (mg) 8.0 10 7 10 7

Fosfor (mg) 28.0 22 29 28 25

Zat besi (mg) 0.5 0.8 0.3 0.9 0.8

Vit.A (S.I) 146 950 112 75 79

Vit.BI (mg) 0.08 0.06 0 0.05 0.09

Vit C (mg) 3 10 4 3 2

Air (g) 72 65.8 67 59.1 64.2

Sumber: Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan (2002) dalam Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2003).

Indeks Skala Warna Kulit Buah

(23)

Tabel 2 Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit

(24)

Pascapanen Pisang

Penanganan pascapanen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi (Mutiarawati 2007). Buah pisang harus dipanen setelah tua benar agar mutunya tinggi. Buah pisang merupakan jenis buah yang dapat diperam karena mengeluarkan gas etilen yang memacu proses pematangan. Buah yang matang karena diperam mempunyai mutu yang rendah. Setelah panen produk hortikultura buah maupun sayuran segar tetap melakukan aktivitas metabolisme yaitu respirasi. Respirasi terus berlangsung untuk memperoleh energi yang digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya (Chomchalow 2004).

Penanganan pascapanen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah rusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dan sebagainya (Mutiarawati 2007).

Perlakuan pascapanen pisang dalam penyimpanan bertujuan untuk menghambat proses enzimatis untuk meminimalkan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih lama. Sebagai buah klimakterik, pisang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang semakin tinggi pada saat proses pematangan. Keadaan tersebut menyebabkan daya simpan pisang menjadi sangat singkat, sehingga menyebabkan kualitas pisang cepat menurun.

Respirasi

Menurut Winarno (2002) repirasi merupakan suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti CO2, air dan energi serta molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O + 675 kal

Buah pisang termasuk buah klimakterik yang merupakan suatu keadaan auto stimulation dari dalam buah, sehingga buah menjadi matang, dan disertai dengan peningkatan proses respirasi, yang diawali dengan proses pembuatan etilen sampai suatu proses pertumbuhan menjadi senescene (pelayuan).

(25)

(2002), klimakterik adalah suatu fase yang kritis dalam kehidupan buah dan dalam fase ini banyak perubahan yang berlangsung.

Gambar 2 Grafik laju respirasi klimaterik dan non-klimaterik

Selama proses respirasi berlangsung beberapa perubahan fisik, kimia, biologis terjadi, yaitu proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Kelayuan dan kebusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus, sehingga mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi berkurang.

Tabel 3 Laju respirasi produk hortikultura (Kader 1985)

Kelas Laju pada 5°C

(mg CO2/kg-jam) Komoditas

Sangat rendah <5 Kurma, buah dan sayuran kering, kacang/biji-bijian

Rendah 5-10 Apel, buah jeruk, anggur, melon, bawang, pepaya, nenas, semangka Moderat 10-20 Pisang, wortel, ceri, ketimun, selada,

mangga, pear, lobak, tomat

Tinggi 20-40 Alpukat, blackberry, kembangkol, daun selada, lobak, rosberry

Sangat Tinggi 40-60 Tauge, brokoli, bunga potong, kailan, buncis, okra

Tinggi sekali >60 Asparagus, jamur (mushroom), polong, bayam, jagung manis

(26)

ada pada kelas moderat 1-10 µ lt/kg-jam. Menurut Sholihati (2004) yaitu pada suhu 28 °C laju produksi etilen pisang Raja antara 0.20-1.82 ppm/jam dan pada suhu 13°C laju produksi etilen antara 0.09-0.96 ppm/jam.

Tabel 4 Laju produksi etilen produk hortikultura (Kader 1985) Kelas Laju pada 20°C (µ

lt/kg-jam)

Komoditas

Sangat rendah

<0,1 Asparagus,kembangkol, buah jeruk, anggur, strawbery, sayuran daun, sayuran akar, kentang, bunga potong

Rendah 0,1-1,0 ketimun, terong, lada, nanas, labu, semangka

Moderat 1,0-10,0 Pisang, jambu biji, melon honeydew, leci, mangga, tomat

Tinggi 10,0-100 Apel, aprikot, alpukat, belewah, kiwifruit, pepaya, persik, pear dan plum

Sangat Tinggi

>100 Cherimova, mammae apel, pasionfruit

Penyerap Etilen

Kalium Permanganat (KMnO4) merupakan salah satu bahan oksidator etilen, dengan terserapnya etilen maka proses pemasakan atau pematangan buah dapat dihambat. Kelamahan-kelemahan yang dimiliki KMnO4 sebagai bahan kimia yang dapat menghambat pematangan menyebabkan berkembangnya media penyerap yang memiliki permukaan yang luas seperti vermiculite, silica gel, activated carbon, zeolit, alumina pellets (Ahveninen, 2003). Berikut ini akan kita bahas bahan penyerap etilen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu KMnO4 dan silica gel.

Kalium permanganat (KMnO4)

(27)

Penyerap etilen KMnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (penyerap etilen). Bahkan untuk KMnO4 bahan penyerap menjadi sangat penting karena bahan tersebut bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak boleh kontak langsung dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik haruslah bersifat inert (tidak bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Bahan-bahan seperti perlit, alumina, silica gel, vermikulit, karbon aktif atau selit digunakan secara komersil (Widodo 2005).

Bahan aditif penyerap etilen terdiri dari tiga macam yaitu : penyerap etilen berbahan dasar (1) KMnO4, (2) karbon aktif misalnya berisi PdCl dan (3) mineral halus seperti zeolit, monmorilonit, bentolit, aluminosilicat yang dimasukkan sebagai bahan pembentuk kemasan film plastik (Widodo 2005)

Kelamahan-kelemahan yang dimiliki KMnO4 sebagai bahan kimia yang dapat menghambat pematangan menyebabkan berkembangnya media penyerap yang memiliki permukaan yang luas seperti vermiculite, silica gel, activated carbon, zeolit, alumina pellets (Ahveninen 2003). Menurut Brody et al. (2001), media penyerap yang paling umum digunakan dengan KMnO4 adalah silica gel. Berdasarkan hasil penelitian Widodo (2005), menunjukkan bahwa larutan KMnO4 (60mg/10ml) yang diserap pada beberapa jenis bahan penyerap seperti silica gel, vermikulit, dan spon, dapat memperpanjang masa simpan buah duku. Penggunaan KMnO4 pada silica gel, vermikulit dan spon dapat memperpanjang masa simpan duku berturut-turut 13 hari, 10 hari, dan 9 hari, sementara itu duku yang disimpan tanpa penyerap etilen hanya bertahan 3 hari.

Studi pada buah pisang Raja Bulu menunjukkan bahwa perlakuan dengan kalium permanganat dapat menunda kematangan dan kesegaran buah mencapai 21 hari pada suhu ruang 28 °C. Kalium Permanganat (KMnO4) berfungsi untuk mengoksidasi etilen menjadi CO2 dan H2O sehingga buah-buahan yang dihasilkan selama proses pematangan buah dapat menahan laju respirasi buah (Sholihati 2004).

Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan dengan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang paling optimal terjadi pada KMnO4 (100 mg/100 ml). Hasil konsentrasi optimal pada suhu 28 °C ini tidak sesuai dengan mekanisme laju reaksi yang dikemukakan oleh Kuswati (2005), yaitu semakin tinggi molaritas suatu senyawa, maka semakin besar laju reaksinya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Zat yang molarnya lebih besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat dibanding zat yang molarnya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat akan lebih sering bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi makin besar. Dengan demikian makin besar molaritas suatu zat, makin cepat terjadinya reaksi. Dengan makin tinggi laju reaksinya, maka dalam waktu yang sama, jumlah zat yang bereaksi akan lebih banyak. Dalam hal ini, jumlah etilen yang dioksidasi akan lebih banyak.

(28)

kemolaran zat dan suhu reaksi, laju reaksi juga dipengaruhi oleh luas permukaan zat yang bereaksi. Pada pencampuran zat yang terdiri dari dua fase yang berbeda atau lebih, tumbukan terjadi pada permukaan zat. Laju reaksi seperti itu dapat diperbesar dengan memperluas permukaan sentuhan zat dengan cara memperkecil ukuran zat yang direaksikan. Pada pembuatan penyerap etilen dijelaskan bahwa sebagian silica gel pecah yang diduga disebabkan karena jumlah larutan melebihi kapasitas penyerapan silica gel sehingga silica gel pecah. Silica gel yang pecah menyebabkan luas permukaan penyerapan menjadi bertambah sehingga dapat menaikkan tingkat laju reaksi. Dengan semakin banyak silica gel yang pecah maka akan semakin banyak pula etilen yang dioksidasi oleh KMnO4. Penyebab lain adalah perbedaan perlakuan konsentrasi larutan KMnO4 yang tidak terlalu besar, yaitu hanya berkisar antara (25mg/100ml) sampai dengan (100 mg/100 ml), sehingga tidak terlihat adanya pengaruh konsentrasi larutan KMnO4 terhadap besarnya laju penyerapan etilen. Selain kemolaran zat, suhu reaksi, dan luas permukaan zat yang bereaksi, laju reaksi juga dipengaruhi oleh katalis.

Menurut Vermeiren et al.(2003); Lee et al.(2010); Mangaraj dan Goswani (2009) menyatakan bahwa senyawa KMnO4 merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen yang merupakan hormon pematangan dan membentuk mangan (II) oksida, KOH, dan CO2 dengan reaksi sebagai berikut :

3C2H4 + 12KMnO4  12MnO2 + 2KOH + 6CO2 (Etilen) (Mangan (II) Oksida)

Efektivitas penyerap permanganat ditandai dengan perubahan warna dari ungu menjadi coklat dimana MnO4- telah berubah menjadi MnO2 (Abeles 1973). KMnO4 dapat menghambat pematangan dengan cara mengoksidasi ikatan rangkap etilen yang dihasilkan oleh buah dan merubahnya menjadi bentuk mangan dioksida (MnO2), KOH, dan CO2. Oleh karena itu jika buah disimpan di dalam kemasan MAP yang dikombinasikan dengan sachet penyerap etilen (KMnO4) dapat menyerap etilen dan menghambat proses pematangan buah, karena disebabkan juka konsentrasi CO2 di dalam kemasan MAP yang meningkat, sehingga buah dapat disimpan lebih lama.

Chauhan et al. (2006) mempelajari efek dari kemasan aktif menggunakan KMnO4 sebagai penyerap etilen dan melaporkan bahwa metode ini dapat memperpanjang umur simpan pisang sampai 36 hari pada suhu 13±1°C. Para peneliti menggunakan KMnO4 yang diserap dalam matriks inert yang terdiri dari semen putih dan bubuk batu kapur yang dikemas dalam bentuk sachet menggunakan kain tenun polyethylene densitas tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa efek sinergis dari etilen dan penyerap CO2 bisa membatasi akumulasi CO2 yang berlebihan di dalam kantong, sehingga menurunkan sitoksitas dan gejala anaerob dalam pematangan pisang.

Silica gel

(29)

yang menempel pada permukaan silica gel dapat lepas pada kondisi tertentu seperti suhu tinggi. Oleh sebab itu untuk meningkatkan efektifitas silica gel sebagai etylene absorbent (penyerap etilen), maka silica gel dikombinasikan dengan KMnO4 menjadi mangan dioksida, KOH, dan CO2, sehingga etilen menjadi tidak aktif dalam memacu pematangan. Brody et al. (2001), menyatakan bahwa silica gel dapat menyerap gas etilen, tetapi tidak dapat mengoksidasi etilen. Walaupun demikian silica gel dapat digunakan dengan KMnO4 untuk meningkatkan kapasitas penyerapan etilen.

Road (2005) menyatakan bahwa keuntungan dari silica gel sebagai pengawet adalah karena silica gel memiliki sifat-sifat yang merekomendasikannya sebagai pengawet, yaitu :

- Silica gel akan menyerap uap air sampai sepertiga dari beratnya. Efisiensi penyerapan ini adalah kira-kira 35% lebih besar dari bahan penyerap lainnya, sehingga silica gel lebih dipilih karena sifat tersebut.

- Silica gel mempunyai umur simpan yang lama jika disimpan di dalam kondisi kedap udara

- Silica gel dapat diperbaharui kembali dan digunakan kembali jika diperlukan dengan jalan pemanasan.

- Silica gel merupakan material yang inert, ia tidak akan merusak material lain kecuali alkalis kuat dan asam hydrofluoric yang merusaknya.

- Silica gel tidak beracun dan tidak mudah terbakar

- Silica gel paling sering dan paling baik digunakan bila dikemas dalam breathable sachet, yang tersedia dalam lebar dan ukuran yang bervariasi.

Efektivitas Penyerap Etilen

Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (25mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu ruang sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang optimal terjadi pada konsentrasi (100 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (100mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu 15 °C. Hasil efektivitas penyerapan etilen penelitian Rahman (2007) ini akan digunakan dalam penelitian terhadap buah pisang Mas Kirana.

(30)

Penyimpanan Dingin

[image:30.595.113.511.199.302.2]

Winarno (2002) menyatakan bahwa alpukat, pisang, dan tomat merupakan beberapa diantara buah-buahan dan sayuran yang menghasilkan etilen. Etilen mampu menstimulasi proses pematangan buah dan sayuran. Namun efek pematangan etilen pada suhu rendah (misalnya 0°C) tidak bermakna, tetapi penting peranannya pada suhu tinggi.

Tabel 5 Umur simpan beberapa jenis buah dengan kondisi tertentu

Komoditi Suhu simpan °C RH (%) Umur simpan Kadar air (%)

Alpukat 4 - 13 85 - 90 2-4 minggu 65

Apel -1 - 4 90 3-8 bulan 84

Pisang, hijau 13 - 15 90 - 95 4-7 hari 75

Mangga 13 85 - 90 2-3 minggu 81

Jambu biji 7 - 10 90 2-3 minggu 83

Sumber : Winarno (2002)

Tabel 5 menunjukkan kebutuhan kondisi penyimpanan buah pisang dalam keadaan awal penyimpanan masih hijau yang disimpan pada suhu 13-15 °C pada RH 90-95% masa simpan buah pisang 4-7 hari.

Menurut Chamara et al. (2000) bahwa sistem MAP dapat mempertahankan umur simpan pisang cv. Kolikuttu pada suhu ruang kurang lebih 25°C dengan kelembaban 85 %.

Pengemasan Atmosfir Termodifikasi

Kemasan yang mampu memodifikasi komposisi udara disekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 dan menurunnya konsentrasi gas O2 disebut dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP). MAP adalah suatu teknik yang meminimalkan proses fisiologis dan pembusukan mikroba dari produk yang mudah rusak. Modified atmosfer (MA) mengacu pada komposisi/ konsentrasi udara dalam kemasan yang berbeda dari udara normal (20 hingga 21% O2, sekitar 0.03% CO2, sekitar 78-79% N2) (Yahia 2009).

Indikator sensoris, gizi dan kualitas organoleptik produk/buah-buahan segar mulai menurun pascapanen sebagai hasil berubahnya metabolisme buah-buahan. Penurunan kualitas ini adalah hasil dari transpirasi buah, penuaan, proses pematangan, dan bisa juga terkait dari gangguan pascapanen (Gorris dan Peppelenbos 2007). Untuk itu diperlukanlah pengemasan MAP setelah panen untuk mempertahankan kualitas buah. Suhu rendah dan penanganan yang higienis dan tepat adalah faktor utama yang dapat mempengaruhi proses MAP menjadi lebih baik.

(31)

kemasan yang dikenal sebagai MAP pasif (Yahia 2009). Pada MAP aktif, campuran komposisi gas yang diinginkan diatur dalam kemasan baik oleh aliran campuran gas yang kontinyu untuk menggantikan udara (Lee et al. 2010).

[image:31.595.116.511.217.398.2]

Beberapa peneliti menyarankan MA optimal kondisi untuk pisang segar 13 sampai 15 °C, 90 sampai 95 % kelembaban relatif dengan 2 sampai 5 % CO2 dan 2 sampai 5 % O2 (Ahmad et al. 2001; Yahia dan Singh 2009; Lee et al. 2010). Pada Tabel 6 merekomendasikan penyimpanan buah pisang pada suhu 12-16°C yang disimpan pada O2 dan CO2 masing-masing pada komposisi 2-5%.

Tabel 6 Rekomendasi komposisi gas untuk beberapa buah (Kader 1997) Komoditas Suhu Penyimpanan

(°C)

O₂ (%) CO₂ (%)

Alpukat 5-13 2-5 3-10

Anggur 0-5 2-5 1-3

Durian 12-20 3-5 5-15

Jeruk 5-10 5-10 0-5

Mangga 10-15 3-7 5-8

Nanas 8-13 2-5 5-10

Pepaya 10-15 2-5 5-8

Pisang 12-16 2-5 2-5

Rambutan 8-15 3-5 7-12

Strawberry 0-5 5-10 15-20

Komposisi gas optimal untuk pisang Lampung adalah 2-5% O2 dan 5-8% CO2 sehingga kemasan plastik yang sesuai untuk mengemas pisang lampung adalah kemasan stretch film (SF), polypropilene (PP), dan Low Density PolyEthylene (LDPE) (Efendi 1993).

Beberapa penelitian merekomendasikan kondisi MA optimal untuk pisang segar 13°C sampai 15 °C, kelembaban 90 sampai 95% dengan konsentrasi CO2 dan O2, 2 sampai 5% CO2 (Ahmad et al. 2001; Yahia dan Singh, 2009; Lee et al. 2010).

Tabel 7 Permeabilitas berbagai film kemasan pada suhu yang berbeda (ml.mm /m2.hr.atm) (Gunadnya 1993)

Jenis film kemasan Tebal (x10-3 mm)

15 °C1) 25°C2) O2 CO2 O2 CO2

LDPE 22.86 13.76# 81.49# 25.45 91.44 PP 15.24 7.47 10.99 5.82 16.66 Stretch Film 14.48 12.01 19.91 105.23 158.14 WSF Film 14.73 7.39 10.46 37.19 37.34 Keterangan: 1) hasil perhitungan

2) hasil penetapan

(#) : Permeabilitas LDPE (Zagory dan Kader 1988) 1 mil = 25.4 micron (µ)

1 micron (µ) = 10-3 mm

(32)

mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah, sehingga hanya sesuai untuk produk segar dengan laju respirasi sangat rendah. Pada Tabel 7 merupakan nilai permeabilitas berbagai jenis film kemasan pada suhu yang berbeda. Nilai permeabilitas jenis kemasan ini sangat berguna dalam perancangan kemasan MAP.

Tabel 8 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan (Sacharow 1980)

Jenis Film Transmisi Uap Air

(g/m2/hari pada 37.8°C dan RH 90%)

LLDPE 16 - 31

LDPE 21.7

HDPE 4.6

Polypropylene (cast) 10.8

Polypropylene (coated-oriented) 3.8

Polyvinyl Chloride-acetate 77.5 - 124

Stretch film 21

Selain sifat permeabilitas gas, untuk memberikan perlindungan terhadap kehilangan air produk, sifat transmisi uap air dari kemasan juga perlu diperhatikan. Pada Tabel 8 merupakan nilai transmisi uap air beberapa jenis plastik. Jika nilai laju transmisi uap air terlalu besar, produk akan mengalami banyak kehilangan air sehingga mempercepat proses pelayuan. Sebaliknya, jika nilainya terlalu rendah maka akan terjadi pengembunan di dalam kemasan yang akan memicu pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan penampilan produk menjadi kurang menarik.

Kemasan Aktif

Sistem aktif dapat menjadi bagian integral dari kemasan atau menjadi komponen terpisah yang ditempatkan di dalam kemasan (Yahia 2009). Zat berbeda yang dapat menyerap atau melepaskan suatu gas tertentu, mengontrol suasana dalam kemasan. Komponen kemasan aktif dapat bekerja baik sebagai sistem yang menyerap atau sistem yang melepaskan. Untuk pisang, atau buah-buahan segar, penyerap umumnya digunakan sebagai komponen kemasan aktif untuk menghilangkan gas dan zat yang tidak diinginkan (O2, CO2, kelembaban, etilen dan noda) untuk memperpanjang umur simpan. Umumnya digunakan sistem kemasan aktif untuk buah-buahan/ sayuran segar

(33)
[image:33.595.111.489.101.531.2]

Gambar 3 Skema kemasan atmosfir termodifikasi aktif

Keterangan:

w = Berat Produk hortikultura

R1 = Konsumsi O2 produk hortikultura R2 = Produksi CO2 produk hortikultura x1 = Konsentrasi O2 pada kemasan x2 = Konsentrasi CO2 pada kemasan y1 = Konsentrasi O2 luar kemasan y2 = Konsentrasi CO2 luar kemasan

A = Penyerap etilen (KMnO4 dengan silica gel di dalam sachet)

Kemasan yang mampu memodifikasi komposisi udara disekitar produk melalui bahan kemasan yang permeabel disebut dengan Modified Atmosphere Packaging (MAP). MAP tergolong aktif, dikenal sebagai active packaging jika komposisi udara di dalam kemasan diubah dengan memasukkan bahan tambahan ke dalam kemasan. Bahan tambahan dalam kemasan ditujukan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu produk (Widodo 2004). Bahan tersebut dapat berupa KMnO4 dan silica gel.

w

Film permeabel

MAP Aktif y1

x1 x2

y2

R1 R2

(34)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 30 Mei 2013 sampai dengan tanggal 19 Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) dari petani pisang Mas Kirana di daerah Sukabumi. Pisang Mas Kirana dipanen dengan indeks warna 2 dengan kulit buah warna hijau lebih banyak dibandingkan warna kuning atau buah telah berumur 80 – 100 hari (pada Tabel 2) dengan keadaan pisang Mas Kirana telah matang fisiologis. Pisang Mas Kirana yang telah diperoleh dari petani, kemudian dimasukkan ke dalam kardus, selanjutnya dibawa ke laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil pertanian (TPPHP). Sesampai di laboratorium, buah pisang Mas Kirana disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 15 °C sampai digunakan keesokan harinya. Bahan yang digunakan adalah KMnO4 dan silica gel (pada Gambar 4), bahan-bahan lain diantaranya kasa berlubang, natrium hipoklorit dan bahan-bahan lain yang menunjang penelitian ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya pisau, cosmotector tipe XP-3140 untuk mengukur CO2 dan cosmotector tipe XP-3180 untuk mengukur O2, timbangan digital METTLER PM4800, buret, reflek konduktor (pendingin balik), rheometer CR-500DX Japan, refraktometer (ATAGO, Japan), chromameter (CR-310), dan oven (ISUZU, Japan).

(a) (b)

Gambar 4 (a) Silica gel, (b) Larutan KMnO4

Metode

(35)

Pengukuran laju respirasi

Penelitian tahap pertama digunakan untuk menentukan laju respirasi pada berbagai suhu penyimpanan yaitu suhu dingin 15 °C dan suhu lingkungan ±28 °C. Pada Gambar 5 menjelaskan pisang Mas sebanyak kurang lebih 5 buah (220-280 g) dimasukkan ke dalam stoples gelas dengan volume 3310 ml. Stoples gelas ditutup dengan penutup yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara stoples gelas dan penutupnya ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk stoples gelas. Selanjutnya pipa plastik ditutup dengan menggunakan klem dan stoples gelas berisi pisang Mas Kirana yang disimpan pada suhu ruang ±28 oC dan suhu 15 oC.

Gambar 5 Diagram alir pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana

Pada Gambar 5 menjelaskan langkah-langkah dalam pengukuran laju respirasi buah pisang Mas Kirana. Pada saat dilakukan penutupan pada stoples, tutup dan lapisi bagian antara celah tutup dan stoples dengan lilin. Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan menggunakan cosmotector dapat dilihat pada Gambar 6.

Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan Persamaan (1) dan (2), (Susana et al. 2002; Kays 1991) sebagai berikut:

R =

.

(1)

Masukkan pisang ke stoples 3310 ml

Penutupan

Perhitungan Laju Respirasi Timbang

Trimming dan pembersihan

Pengukuran gas O2 dan CO2 pada jam ke-3, 6, dan 9 Penimbangan 220-280 g

Pisang Mas Kirana

(36)

R =

2 − 1

2 − 1

.

(2)

Dimana :

R = laju respirasi (ml/kg.jam), V = volume bebas wadah (ml), w = bobot bahan (kg),

x = konsentrasi gas (desimal) t = waktu (jam)

[image:36.595.99.503.44.465.2]

Vs = volume stoples (ml) db = densitas buah (kg/ml)

Gambar 6 Pengukuran laju respirasi pisang Mas Kirana dengan menggunakan cosmotector

Perancangan kemasan MAP

Penelitian tahap kedua dilakukan dengan melalui tahapan perancangan kemasan MAP yang kita peroleh dari pendekatan literatur, pengukuran, dan simulasi, setelah itu dilakukan verifikasi terhadap hasil rancangan kemasan MAP. Menurut Rokhani (2008), tahapan perancangan MAP yaitu:

1. Memilih x1, dan x2 /memilih konsentrasi O2 dan CO2 optimum, berdasarkan Ahmad (2001) x1: 2-5% dan x2: 2-5%

2. Menentukan permeabilitas P1, P2. Nilai permeabilitas kemasan pada Tabel 7 Gunadnya (1993)

3. Menentukan laju respirasi, R1 dan R2 (diukur pada penelitian tahap 1)

4. Jika tidak ada data, dengan mensimulasikan untuk menentukan w, b, A (berat produk, ketebalan, dan luas permukaan kemasan) untuk menduga komposisi O2 (x1) dan CO2 (x2) yang sama.

Untuk menentukan luas permukaan plastik maupun berat optimum buah pada

kemasan, maka digunakan Persamaan (3) (Mannapperuma dan Singh 1989):

.

1

=

P1 A1( 1 – 1 )

b

,

.

2

=

P2 A2( 2 – 2 )

b

(3) Dimana:

w : berat bahan yang dikemas (kg) b : tebal kemasan (mil)

(37)

R1 : laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) R2 : laju produksi CO2 (ml/kg.jam)

P1 : Permeabilitas terhadap O2 (ml.mil/m2.jam pada tekanan 1 atm) P2 : Permeabilitas terhadap CO2 (ml.mil/m2.jam pada tekanan 1 atm) C1 : Konsentrasi O2 udara normal (desimal)

C2 : Konsentrasi CO2 udara normal (desimal) X1 : Konsentrasi O2 dalam kemasan (desimal) X2 : Konsentrasi CO2 dalam kemasan (desimal)

Pembuatan penyerap etilen

Menurut Rahman (2007) KMnO4 (25mg/100ml) pada suhu 28 °C mempunyai laju penyerapan terhadap etilen yang lebih optimal dibandingkan KMnO4 (100mg/100ml) dan (50 mg/100 ml), sehingga konsentrasi KMnO4 (25mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu ruang sedangkan pada suhu 15 °C laju penyerapan terhadap etilen yang optimal terjadi pada konsentrasi (100 mg/100 ml),sehingga konsentrasi KMnO4 (100mg/100ml) lebih efektif digunakan pada suhu 15 °C.

(38)
[image:38.595.107.512.91.529.2]

Gambar 7 Diagram alir tahap pembuatan penyerap etilen

Prosedur penelitian tahap ketiga adalah sebagai berikut.

a. Buah pisang yang di trimming dimasukkan ke dalam wadah styrofoam yang dikemas dengan plastik LDPE, PP dan WSF secara atmosfir termodifikasi b. Buah pisang yang diberi perlakuan penyerap etilen ke dalam kemasan

atmosfir termodifikasi dimasukkan silica gel yang sudah menyerap KMnO4 seberat 15 g dan dimasukkan dalam sachet (kasa)berukuran 5 x 6 cm, dilipat dan direkatkan seperti terlihat pada Gambar 8. Digunakannya penyerap etilen sebesar 15 gram ini disesuaikan dengan proporsi luasan kemasan dan berat pisang yang dikemas dalam 1 kemasan.

Rendam silica gel 100 g ke dalam larutan

KMnO4 25 mg KMnO4 100 mg

Masukkan aquades 100 ml Masukkan aquades 100 ml

Larutan KMnO4 (25 mg/100 ml)

Larutan KMnO4 (100 mg/100 ml)

Rendam silica gel 100 g ke dalam larutan

Diamkan 10 menit dan saring Diamkan 10 menit dan saring

Tiriskan dan kering anginkan selama 30 menit

Tiriskan dan kering anginkan selama 30 menit

Masukkan dalam kasa 5 cm x 6 cm

Masukkan dalam kasa 5 cm x 6 cm Timbang silica gel yang sudah

menyerap KMnO4 per 15 g

(39)

(a) (b)

Gambar 8 (a) Penyerap etilen (b) Penyerap etilen dalam sachet

c. Kemasan atmosfir termodifikasi disimpan pada suhu ruang 28 °C dan suhu dingin 15 °C.

d. Pengamatan terhadap komposisi gas, analisis mutu terhadap susut bobot, nilai warna kulit buah, kekerasan, total padatan terlarut, kadar pati, vitamin C, kadar air daging pisang dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan uji organoleptik/sensori dilakukan saat buah matang penuh (layak konsumsi).. e. Pengamatan dilakukan sampai buah membusuk dan tidak layak konsumsi.

(40)

Gambar 9 Diagram alir penelitian tahap ketiga Pengamatan :

Setiap 2 hari sekali

 Komposisi gas O2 dan CO2 di dalam kemasan  Susut bobot

 Warna kulit buah (nilai °hue)  Kekerasan

 Total padatan terlarut  Uji pati

 Uji vitamin C

 Uji kadar air daging buah

 Uji organoleptik/sensori (saat layak konsumsi)

 Plastik LDPE

Suhu dingin 15 °C Buah pisang segar

Penimbangan

Pencelupan dengan natrium hipoklorit 75-125 ppm selama 1 menit

Penambahan penyerap etilen (KMnO4)

Pengemasan MAP aktif Pembersihan, sortasi, trimming

Analisis mutu awal (Berat, warna, kekerasan, TPT, Pati, vitamin C, dan

kadar air) (H0)

Plastik PP Plastik WSF

Penyimpanan

Suhu ruang ±28 °C

(41)

Prosedur Analisis

Pengukuran komposisi gas

Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun CO2 yaitu cosmotector. Komposisi gas diukur setiap 2 hari sekali pada jam ke-3, 6 dan 9, kemudian diukur komposisi gas O2 dan CO2 pada kemasan tersebut dengan cosmotector tipe XP-3140 untuk mengukur CO2 dan cosmotector tipe XP-3180 untuk mengukur O2.

Pengukuran susut bobot

Pengukuran persen berat dilakukan dengan menggunakan timbangan digital, berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai hari ke-n penyimpanan dan dinyatakan dalam persen. Dokumentasi pengukuran susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 2. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot seperti pada Persamaan (4) berikut ini (Hiba dan Abu-Bakr 2008).

Susut bobot % = 0−

0 100% (4)

Dimana :

W0 : berat bahan awal penyimpanan (g),

Wn : berat bahan pada hari ke-n penyimpanan (g).

Pengukuran warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter (CR-310). Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L*, a* dan b* seperti pada Gambar 10. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan [L*= 0 (hitam) dan L*=100 (putih)]. Nilai a* terdiri dari +a* yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60, sedangkan –a* menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b* terdiri dari +b* yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60, serta nilai –b* yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60. (Yong Wang et al. 2006)

(a) (b)

Gambar 10 a) Chromameter dan b) Sistem notasi warna Hunter

(42)

°hue = tan-1 (b*/a*) (5)

Pengukuran kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan rheometer seperti tampak pada Gambar 11. Alat dipasang pada strain 5 mm dengan beban maksimum 2 kg dan menggunakan probe no 4 dengan diameter probe 5 mm. Bahan ditusuk pada bagian daging suku buah pisang dan diulang pada bagian daging suku yang lainnya sebanyak 3 kali. Kekerasan daging buah langsung dapat dibaca pada alat dalam satuan kgf .

Gambar 11 Alat pengukur kekerasan dengan rheometer

Pengukuran total padatan terlarut

Total padatan terlarut diukur menggunakan refraktometer ATAGO, Japan. Daging buah pisang diperas untuk didapatkan filtratnya. Filtrat daging buah tersebut diletakkan di atas lensa refraktometer untuk dilakukan pembacaan hasil seperti terlihat pada Gambar 12. Lensa dibersihkan menggunakan air aquades dan dikalibrasi setiap kali dilakukan pembacaan hasil. Total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan °Brix.

Gula adalah zat padat terlarut yang terbanyak terdapat dalam jus buah-buahan dan karenanya zat padat terlarut dapat digunakan sebagai penafsiran rasa manis. Refraktometer digunakan untuk mengukur (derajat ekuivalen Brix untuk larutan gula) dalam sampel jus buah yang kecil. Untuk buah besar, ambil potongan bagian ujung atas, bawah dan bagian tengah buah. Pisahkan daging buahnya dengan menyaring jus melalui lembaran kecil kain kasa. Bersihkan dan standarisasi refraktometer setiap akan melakukan pengukuran dengan air distilasi (Hassan, M.K et al. 2005)

Gambar 12 Refraktometer digital

Pengukuran kadar pati

(43)

hasil saringan tersebut di masukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml dan ditambah dengan 25 ml larutan luff (larutan hasil campuran Na2CO3, asam sitrat dan CuSO45H2O) serta 15 ml aquades dan batu didih, kemudian dihubungkan dengan reflek konduktor dan dididihkan selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4 N ke dalam larutan tersebut dan kemudian dititrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N dengan indikator larutan kanji (misalnya a ml). Blanko dilakukan dengan 25 ml larutan luff ditambah 10 ml air destilata (misalnya b ml), kemudian hitung jumlah ml thio 0.1 N dengan Persamaan (6) dengan rumus :

z ml

=

− x N thio

0.1

(6)

z ml larutan thio 0.1 N pada daftar sakar (daftar yang memuat hubungan jumlah ml larutan Thio dengan kandungan beberapa macam gula) larutan Luff Schoorl sebanding dengan y mg glukosa, selanjutnya kadar pati dihitung dengan Persamaan (7) dengan rumus :

Kadar pati (%)= 0.95 100% (7) Keterangan:

y = mg glukosa

fp = faktor pengenceran

Pengukuran kandungan vitamin C

Kandungan vitamin C diukur dengan titrasi menggunakan iodine dan menggunakan 3-4 tetes indikator larutan amilum dengan konsentrasi 1 gram/100 ml. Pembuatan larutan amilum: aquades 100 ml sebanyak 80 ml di didihkan kemudian dicampur dengan 20 ml aquades tersisa dengan tepung kanji sebanyak 1 gram. Kemudian, pengukuran kandungan vitamin C dilakukan dengan menghancurkan bahan 30 gram daging buah, kemudian bahan ancuran tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tera lalu disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml diberi 3-4 tetes indikator larutan amilum kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Menurut (AOAC 1990) kandungan vitamin C dapat dihitung dengan Persamaan (8) dengan rumus :

Vitamin C (mg/100g bahan) =ml Iodine 0.01 N x 0.88 x fp x100

( ) (8)

Keterangan :

Fp : faktor pengenceran

Pengukuran kadar air daging pisang

(44)

pada suhu 100°C-105°C sampai beratnya konstan (±24 jam), lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C)g. Kadar air diukur dengan metode oven (AOAC 1990) pada Persamaan (9) dihitung dengan rumus:

Ka: − 100% (9)

Dimana : Ka adalah kadar air, A adalah berat cawan, B adalah berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan dan C adalah berat cawan+bahan setelah dikeringkan.

Uji organoleptik (sensori)

Pengujian organoleptik atau sensori terhadap warna kulit, kekerasan daging buah, rasa, dan aroma buah pisang Mas Kirana yang disimpan dalam sistem kemasan MAP aktif dilakukan saat buah layak konsumsi berdasarkan uji organoleptik dengan skala 1-5 terhadap 15 orang panelis. Skor yang diberikan terdiri dari: 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka) serta 1 (sangat tidak suka). Batas penolakan oleh panelis a. dalah skor 3 (Fabio et al. 2008). Pengujian organoleptik ini menggunakan panel tidak terlatih. Kelompok mahasiswa dan atau staf peneliti termasuk dalam kategori panelis agak terlatih. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan tetapi tidak cukup intensif dan teratur. Formulir uji organoleptik buah pisang Mas Kirana dapat dilihat pada Lampiran 16.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian tahap ketiga tentang pengamatan mutu buah pisang Mas Kirana adalah rancangan faktorial yang disusun secara acak lengkap dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis plastik yang terdiri dari 3 taraf yaitu:

P1: plastik LDPE (Low Density PolyEthylene) P2: plastik PP (Polypropylene)

P3: plastikWSF (White Stretch Film)

Faktor kedua yaitu perlakuan suhu dengan 2 taraf yaitu: T1: suhu ruang 28 °C

T2: suhu dingin 15 °C

Faktor ketiga yaitu perlakuan penyerap etilen (KMnO4) dengan 2 taraf yaitu: A1: tanpa penyerap etilen

A2: dengan penyerap etilen.

Penelitian ini dilakukan dengan 3x ulangan. Jadi jumlah satuan percobaannya 3x2x2x3=36 satuan percobaan.

(45)

Y

ijkl

= µ + α

i

+

j

+

k

+

(

α )

ij

+ (

α

)

ik

+ (

)

jk

+ (

α

)

ijk

+

ε

ijkl (10)

Keterangan :

Yi jkl = Respon pada faktor jenis plastik taraf ke-i, suhu taraf ke-j,

penyerap etilen taraf ke-k, dan ulangan taraf ke-l, µ = nilai rata-rata umum pengamatan,

αi = pengaruh faktor jenis plastik ke-i, i = pengaruh faktor suhu ke-j,

k = pengaruh faktor penyerap etilen ke-k,

(

α )

ij = pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i dan suhu ke-j,

(

α

)

ik = pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i dan penyerap etilen

ke-k,

(

)

jk = pengaruh interaksi perlakuan suhu ke-j dan penyerap etilen ke-k,

(

α

)

ijk = pengaruh interaksi perlakuan jenis plastik ke-i, suhu ke-j dan

penyerap etilen ke-k,

ε

i j kl = pengaruh galat percobaan jenis plastik taraf ke-i, suhu taraf ke-j,
(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Respirasi Pisang Mas Kirana

Penelitian tahap pertama untuk mengetahui laju respirasi buah pisang Mas Kirana yang kemudian hasilnya akan digunakan pada penelitian tahap kedua yaitu tahapan perancangan kemasan.

Gambar 13 Laju konsumsi O2 pada pisang Mas Kirana, —▲— suhu ±28 °C, dan —●— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

Buah golongan non-klimakterik tidak menunjukkan proses pematangan setelah dipanen dan pola respirasinya akan berubah menjadi lambat setelah pemanenan. Istilah klimakterik melibatkan peningkatan respirasi buah ditinjau dari laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 (Villavicencio et al. 2001).

Pada Gambar 13 yaitu laju konsumsi O2 memperlihatkan bahwa buah pisang mas termasuk buah klimakterik karena pada grafik laju konsumsinya terjadi lonjakan konsumsi O2. Awalnya buah mengalami fase pembelahan sel, fase pendewasaan/pembesaran sel, fase pematangan, kemudian fase senescene atau pelayuan. Puncak klimakterik menunjukkan bahwa buah telah mengalami fase pematangan atau secara riilnya telah terjadi perubahan warna buah pisang menjadi kuning merata, dan aroma matang pisang lebih pekat. Setelah terjadi puncak klimakterik, biasanya kurva laju konsumsi O2 akan cenderung menurun, hal ini dapat dikatakan bahwa buah pisang Mas Kirana ke fase senescene atau pelayuan.

Pada Gambar 13 menunjukkan laju konsumsi O2 rata-rata pada suhu ruang ±28 °C sebesar 23.20 ml/kg.jam dan puncak klimakterik terjadi pada hari ke-4 sebesar 26.45 ml/kg.jam. Laju konsumsi O2 rata-rata pada suhu dingin 15 °C sebesar 11.57 ml/kg.jam, dengan puncak klimakterik pada hari ke-12 sebesar 14.85 ml/kg.jam. Uji lanjut Duncan pengaruh suhu terhadap laju konsumsi O2 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan laju produksi CO2 pada Lampiran 5.

Laju produksi CO2 rata-rata pada pisang Raja Bulu yang disimpan pada suhu 28 °C berkisar antara 8.41 ml/kg.jam sampai dengan 27.82 ml/kg jam.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 2 4 6 8 10 12 14

[image:46.595.114.503.184.452.2]
(47)

Sedangkan pisang Raja Bulu yang disimpan pada suhu 13 °C laju produksi CO2 rata-rata sebesar 8.59 ml/kg.jam (Sholihati 2004). Rata-rata laju respirasi pada saat puncak klimakterik buah pisang dilaporkan sebesar 20 sampai 70 ml/kg.jam (Sen et al. 2012).

Gambar 14 Pengaruh suhu dan penyerap etilen terhadap produksi CO2 pada pisang Mas Kirana, --Δ-- suhu ±28 °C, —○— suhu 15 °C. Garis vertikal di dalam grafik merepresentasikan rata-rata ±S.D (Standar Deviasi).

Pada Gambar 14 laju produksi CO2 menggambarkan bahwa buah termasuk dalam golongan klimakterik karena adanya lonjakan produksi CO2 yang menandakan bahwa buah telah mengalami pematangan. Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu ±28 °C menghasilkan laju produksi CO2 rata-rata sebesar 24.44 ml/kg.jam, puncak klimakterik terjadi pada hari ke-3 sebesar 26.72 ml/kg.jam. Pada suhu dingin 15 °C laju produksi CO2 jauh di bawah suhu ruang ±28 °C, karena dengan penyimpanan suhu dingin mampu menghambat laju respirasi buah pisang Mas Kirana menjadi lebih lambat. Penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu dingin 15 °C menghasilkan laju produksi CO2 rata-rata sebesar 11.72 ml/kg.jam dan puncak klimakterik terjadi pada hari ke-12 sebesar 14.73 ml/kg.jam. Laju respirasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dan suhu. Semakin tinggi suhu, maka laju respirasi buah pisang Mas Kirana akan semakin cepat, sehingga akan mempercepat kematangan buah, sedangkan dengan penyimpanan suhu rendah yaitu suhu 15 °C dapat menekan laju respirasi buah pisang Mas Kirana.

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14

Laj

u

Produk

si

C

O2

(m

l/

k

g

.j

am

)

[image:47.595.112.493.154.404.2]
(48)

Tabel 9 Rata-rata laju respirasi dan nilai RQ buah pisang Mas Kirana Penyimpanan

(suhu)

Laju produksi CO2 (mlCO2/kg.jam)

Laju konsumsi O2 (mlO2/kg.jam)

RQ rata-rata

28 °C 24.44±4.79 a 23.20±12.60 a 1.07

15 °C 11.72±4.70 b 11.57±3.60 a 1.05

Pada Tabel 9 Perbandingan laju produksi CO2 dengan laju konsumsi O2 merupakan nilai RQ (Respiratory Quotient). Nilai RQ pada pisang Mas Kirana pada suhu ruang ±28 °C dengan nilai RQ rata-rata sebesar 1.07. RQ pada suhu dingin 15 °C dengan nilai RQ rata-rata 1.05. Untuk protein menghasilka

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g buah segar)
Tabel 2 Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit
Gambar 2 Grafik laju respirasi klimaterik dan non-klimaterik
Tabel 5  Umur simpan beberapa jenis buah dengan kondisi tertentu
+7

Referensi

Dokumen terkait