• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aroma and Flavor Sensory Profiles of Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aroma and Flavor Sensory Profiles of Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL AROMA DAN MUTU SENSORI

CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN DARI

BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

INTAN KUSUMANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Intan Kusumaningrum

(4)

RINGKASAN

INTAN KUSUMANINGRUM. Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia. Dibimbing oleh Feri Kusnandar, Hanny Wijaya dan Misnawi

Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang memberikan kontribusi bagi penerimaan negara di sektor pertanian. Biji kakao yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao bulk (lindak) dan hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel (mulia). Beberapa Kakao unggulan di Indonesia diantaranya ada di daerah Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil aroma dan mutu sensori cita-rasa pasta kakao dari ketiga daerah di Indonesia yaitu dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali, dengan pasta kakao dari Ghana sebagai pembanding. Aroma pasta kakao diekstrak dengan menggunakan Solid Phase Microextraction (SPME), dilanjutkan dengan analisis senyawa aroma aktifnya dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry

(GC-MS/O) metode Nassal Impact Frequency (NIF). Analisis sensori meliputi uji deskripsi Quantitative Descriptive Analysis (QDA), uji hedonik dan uji ranking. Atribut sensori aroma yang diperoleh, meliputi nutty, acid, caramel, earthy, chocolate, sedangkan atribut sensori rasanya meliputi astringency, bitterness dan

acidity.

Sebanyak 28 komponen aroma aktif terindentifikasi pada keempat pasta kakao. Pada pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana teridentifikasi masing-masing 21, 19, 22 dan 18 komponen. Ketiga kakao unggulan memiliki profil citarasa yang berbeda satu sama lain, yang juga berbeda dengan profil kakao pembanding Ghana. Pasta kakao Jawa Timur memiliki aroma yang khas, yaitu aroma chocolate yang kuat, creamy, caramel dan coffee bean. Pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel dan sweet. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki aroma khas sweet dan green. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki profil aroma dan rasa yang paling serupa dengan pasta kakao Ghana. Hasil uji kesukaan dan uji rangking menunjukkan bahwa pasta kakao Bali dan Jawa Timur lebih disukai panelis, sedangkan pasta Sulawesi Selatan paling kurang disukai.

Kata kunci: biji kakao, Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry

(5)

SUMMARY

INTAN KUSUMANINGRUM. Aroma and Flavor Sensory Profiles of Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian. Supervised by Feri Kusnandar, Hanny Wijaya and Misnawi

Cocoa is one of main agricultural commodities in Indonesia. Cocoa beans produced in Indonesia are bulk and edel cocoa beans. Some of the superior Cocoa beans in Indonesia are found in South Sulawesi, Bali and East Java. The objective of this research was to compare the flavor profiles and flavor sensory qualities of three cocoa liquors obtained from different regions in Indonesian namely East Java, South Sulawesi and Bali. The Ghanaian cocoa liquor was used as a reference. The aroma compounds of cocoa liquors were extracted by using a Solid Phase Microextraction (SPME), followed by measurement of the odor active compounds using Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry (GC-MS/O) with Nassal Impact Frequency (NIF) method. The aroma sensory attributes were including nutty, acid, caramel, earthy and chocolate, while the taste sensory attributes included astringency, bitterness and acidity. The sensory profile analysis was carried out by applying a Quantitative Descriptive Analysis (QDA) method. The preference and ranking tests were also conducted.

A total of 28 aroma active compounds in the cocoa liquors were identified. There were 21, 19, 22 and 18 compounds detected in East Java, Bali, South Sulawesi and Ghana liquors, respectively. The flavor profiles of these three liquors were different from each other as well as with the reference, Ghanaian cocoa liquor. East Java liquor had specific aroma with a strong chocolate, creamy, caramel and coffee bean. Bali liquor was dominated by creamy, caramel and sweet aroma, while South Sulawesi was specified by sweet and green aroma. Among the three liquors, flavor sensory profile of South Sulawesi was the most similar to that of Ghanaian cocoa liquor. The cocoa liquor from Bali and East Java cocoa were more preferred than cocoa liquor from South Sulawesi. .

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PROFIL AROMA DAN MUTU

SENSORI CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN

DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia

Nama : Intan Kusumaningrum NIM : F251100241

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua

Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr Dr. Ir. Misnawi Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan tesis yang berjudul “Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta

Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia”. Karya ilmiah ini disusun

dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesamya kepada:

1. Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, Prof.Dr.Ir. C. Hanny Wijaya,M.Agr dan Dr. Misnawi sebagai dosen pembimbing atas segala arahan, petunjuk dan waktu yang telah diberikan sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan tesis ini.

2. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Dr.Ir.Dede Robiatul Adawiyah, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi atas masukannya selama ujian sidang.

3. Papa, Mama, Suami dan seluruh keluarga tercinta, atas kasih sayang, doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis.

4. Tim Panelis QDA: Ibu Fitratin, Vetlin, Intan, Rizki, Panji, Fajar atas kesediaannya terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini.

5. Tim Panelis GC-MS/O: Desi S.TP, Umi S.TP , Ranti S.TP, Andika S.TP 6. Teman-teman PS. IPN Angkatan 2010 atas bantuan dan dukungannya. 7. Yunita S.TP yang telah membantu dalam perbaikan tulisan tesis ini.

8. Seluruh dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah membagikan banyak hal selama kegiatan perkuliahan

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempuma, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama untuk kelanjutan penelitian ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Tanaman Kakao 4

Komposisi Kimia Biji Kakao 5

Pengolahan Produk Kakao 6

Flavor Kakao 8

Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction) 9 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa-Olfaktometri 10

Evaluasi Sensori 12

3 METODE 14

Waktu dan Tempat Penelitian 14

Bahan 14

Alat 14

Metode Penelitian 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kompoen Volatil Pasta Kakao 24

Komponen Aroma Aktif pada Pasta Kakao 30

Profil Sensori Aroma dan Rasa Pasta Kakao 35

Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Mutu Sensori Pasta Kakao 38

5 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 48

(12)

DAFTAR TABEL

8. Konsentrasi larutan standar rasa yang diguanakan pada pelatihan uji rating dan rangking 19

9. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking. 20

10.Hasil identifikasi komponen volatil pada pasta kakao 25

11.Komponen volatil pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana 31

12.Hasil analisis warna dengan kromameter terhadap pasta kakao Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana 40

4.1 Profil kromatogram pasta kakao Jawa Timur 26 4.2 Profil kromatogram pasta kakao Bali 26 4.3 Profil kromatogram pasta kakao Sulawesi Selatan 26 4.4 Profil kromatogram pasta kakao Ghana 27 5 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao 28

5.1 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Jawa Timur 28 5.2 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Bali 29 5.3Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Sulawesi Selatan 29 5.4 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Ghana 30 6 Hasil GC-O komponen aroma aktif pada Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana yang dapat dideteksi oleh panelis sebagai komponen aroma aktif

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner pre-Sceening 48

2 Kemampuan menskala 49

3 Lembar persetujuan dan riwayat kesehatan 50

4 Formulir uji hedonik 51

5 Kuesioner uji matching test dan identifikasi aroma dan rasa 53

6 Kuesioner uji segitiga aroma dasar 54

7 Kuesioner uji segitiga rasa dasar 55

8 Kuesioner uji rangking 56

9 Lembaran uji deskriptif kuantitatif aroma 57

10 Lembaran uji deskriptif kuantitatif rasa 58

11 Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar 59

12 Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik 60

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan negara di sektor pertanian, setelah kelapa sawit dan karet. Saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi per tahun mencapai 530 ribu ton, yang setara dengan 13.6% produksi dunia (ICCO 2013).

Biji kakao yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao

bulk (lindak) dan hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel

(mulia). Sulawesi Selatan adalah penghasil biji kakao lindak terbesar yang mencapai 70% dari seluruh hasil produksi Indonesia (Langkong et al. 2011). Provinsi Bali merupakan daerah penghasil kakao nasional. Sejak tahun 2003 Provinsi Bali memberi sumbangan produksi biji kakao sekitar 5.968,11 ton setiap tahun. Sumbangan tersebut terus meningkat pada tahun–tahun berikutnya karena meningkatnya pertanaman kakao di Provinsi Bali (Dinas Perkebunan Provinsi Bali 2012). Kakao edel atau dengan istilah lain ”Java Cocoa a Light Breaking

merupakan klon unggulan kakao Indonesia, yang ditanam secara luas di perkebunan-perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Kakao edel berjumlah kurang lebih 7% dari produksi kakao dunia dan hanya diproduksi di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilangka, Indonesia dan Samoa (Jenis dan Anatomi Buah Kakao 2011).

Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia masih bermutu rendah (berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan antara lain oleh pengolahan produk kakao yang masih tradisional, yaitu 85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi. Hal ini menyebabkan kualitas kakao Indonesia menjadi rendah (Suryani et al. 2007). Tidak dilakukannya proses fermentasi menyebabkan biji kakao memiliki citarasa yang lemah. Penelitian Misnawi et al. (2002) menunjukkan biji kakao yang tidak difermentasi tidak menghasilkan aroma cokelat ketika proses penyangraian, bahkan menghasilkan rasa kelat dan pahit.

Fermentasi merupakan salah satu faktor pembentukan citarasa pada kakao yang berkaitan dengan rasa dan aroma berawal dari kualitas bahan baku biji kakao dan proses pengolahannya (Mulato et al. 2010) Disamping fermentasi dan parameter kualitas biji kakao, asal biji kakao juga menentukan karakteristik aroma dan rasa dari produk kakao yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut berdampak pada aroma kakao yang dihasilkan. Variasi dalam biji kakao Indonesia disebabkan antara lain oleh perbedaan asal geografis (perbedaan iklim dan tanah), metode dan derajat fermentasi yang berbeda (Aculey et al. 2010).

(15)

Mutu citarasa kakao dapat diketahui dengan profil citarasa pasta kakao. Profil kakao dapat diperoleh dengan melakukan analisis komponen aroma aktif pada pasta kakao dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry

(GC-MS/O), serta uji mutu sensori aroma dan rasa pasta kakao dengan menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA).

Pada pengujian aroma dengan menggunakan kromatografi gas, metode ekstraksi aroma dari bahan merupakan tahapan yang sangat menentukan. Selama ini metode yang banyak digunakan antara lain metode steam distillation, static and dynamic headspace, supercritical fluid extraction dan vacuum distillation

(Curioni dan Bosset 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Holland dan Gardner (2001) menunjukkan bahwa penggunaan Solid Phase Microextraction (SPME) sebagai metode ekstraksi mampu memberikan hasil yang serupa dengan metode direct injection

dan lebih akurat apabila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional seperti static headspace extraction pada sampel uji yang sama. Seperti pada buah aprikot, parfum, minyak bunga mawar, lavender dan lili. Misnawi dan Ariza (2011) juga menggunakan SPME sebagai metode ekstraksi yang mampu mendeteksi profil aroma pasta kakao dengan menggunakan GC-MS/O. Kualitas dan karakteristik sensori pasta kakao yang unggul, terutama yang terkait aspek profil rasa dan aroma (flavor) belum banyak dilakukan di Indonesia. Pemetaan profil pasta kakao pada berbagai daerah di Indonesia khususnya dari segi profil aroma dapat digunakan untuk memetakan keunggulan biji kakao dari tiap daerah sehingga dapat lebih efektif dalam pemanfaatan dan pengembangannya di masa depan. Penelitan ini difokuskan untuk mendapatkan profil pasta kakao dari beberapa daerah penghasil biji kakao di Indonesia (Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Bali) dan mengevaluasi keunggulan sensorinya dibandingkan dengan salah satu kakao unggul di dunia, yaitu kakao dari Ghana.

Rumusan Masalah

1. Biji kakao dari daerah Sulawesi Selatan, Jawa timur dan Bali merupakan tiga pasta kakao unggul yang berada di Indonesia yang belum diketahui profil aroma dan mutu sensori citarasanya, sehingga perlu dikaji untuk diketahui keung-gulan dan ciri khasnya masing-masing dibandingkan pasta kakao dari Ghana.

2. Perbedaan komponen-komponen volatil dari setiap pasta kakao menentukan citarasa yang dihasilkan dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi komponen aroma aktif pasta kakao dari daerah Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Bali dan Ghana dengan menggunakan GC-MS/O

2. Membandingkan profil sensori aroma dan rasa ketiga jenis pasta kakao di atas dengan metode quantitative descriptive analysis (QDA).

(16)

Manfaat

1. Memperkaya database profil flavor pasta kakao dari pasta kakao yang tumbuh di Indonesia.

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kakao

Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang termasuk kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang (Puslitkoka 2005). Bunga kakao untuk setiap pohon bisa mencapai 5000 hingga 12.000 per pohon tiap tahun, namun dari sejumlah bunga tersebut yang mampu menjadi buah hanya berkisar 1%. Tanaman kakao dapat tumbuh baik dan berbuah banyak di daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 600 meter di atas permukaan laut (Syamsulbahri 1996).

Tanaman kakao termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta, Kelas Dicotyledon, Ordo Malvales, Famili Sterculiaceae, Genus Theobroma, Species Theobroma cacao. Genus Theobroma secara keseluruhan terdiri dari 20 spesies, namun hanya spesies Theobroma cacao yang memiliki nilai komersial. Kakao berasal dari hutan Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Tanaman ini diperkirakan bar secara alami dari Amerika Selatan ke Guyana dan Meksiko kemudian menye-bar sampai kepulauan Karibia (Minnifie 1999).

Tanaman kakao dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu Criolo, Foras-tero dan Trinitario. Kakao Criollo termasuk kakao mulia fine cacao, sementara kakao Forastero termasuk kakao lindak atau bulk cacao. Kelompok kakao Trinitario merupakan hibrida Criollo dan Forastero. Kelompok Trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, bergantung pada mutu bijinya (Puslit-koka 2006). Perbedaan utama antara ketiga jenis kelompok tersebut adalah warna buah, dan biji kakaonya. Jenis Criollo menghasilkan buah berwana merah, tipis, berbintil-bintil dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih saat basah. Jenis Forastero menghasilkan buah berwarna hijau dan kulit tebal, memiliki biji buah yang tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jenis Trianitario merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero yang biji kakaonya termasuk fine flavor (Sunanto 1992).

Buah kakao terdiri dari tiga komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan biji (Gambar 1). Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat masak. Presentasi biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30-40 biji. Permukaan biji kakao diselimuti pulp yang berwarna putih. Pulp merupakan jaringan halus berlendir dan melekat kelat pada biji kakao. Pulp sebagian besar terdiri atas air dan sebagian kecil berupa gula (Mulato et al. 2010).

(18)

Gambar 1 Gambar buah dan biji kakao (Mulato et al. 2010)

Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 2323-2008 terbagi menjadi tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau Trinitarioserta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN 2008)

Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas, yaitu mutu kelas I, II, dan III dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum. Persyaratan umum biji kakao kering tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao 01-2323-2008

No Karakteristik Mutu I Mutu II Sub

Standar

1 Jumlah biji/100 gr * * *

2 Kadar air,% (b/b) maks 7.7 7.5 >7.5

3 Berjamur,% (b/b) maks 3 4 >4

4 Tak terfermentasi% (b/b) maks 3 8 >8

Komposisi Kimia Biji Kakao

Biji kakao merupakan bagian buah kakao yang paling banyak dimanfaat-kan. Keping biji pada biji kakao selanjutnya akan diolah menjadi makanan cokelat dan diambil lemaknya. Dalam proses fermentasi terjadi penguraian glukosa menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir, yang dilanjutkan dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh beberapa jenis bakteri. Selain itu, selama proses ini juga berlangsung pemben-tukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentuk aroma pada biji kakao akibat aktivitas mikroorganisme tersebut (Atmana 2000). Perbandingan komposisi bji kakao tidak difermentasi dan yang telah mengalami fermentasi, dapat dilihat pada Tabel 2.

Kulit buah kakao Biji kakao

(19)

Tabel 2 Komposisi kimia biji kakao

Pengolahan kakao dimulai dari pasca panen yang baik meliputi beberapa tahapan penting, yaitu pemanenan dan penyimpanan buah, pembelahan buah kakao, fermentasi, pengeringan, pemisahan kulit biji, penyangraian dan pemastaan.

Pemanenan dan penyimpanan buah kakao

(20)

yang terbentuk tidak terlalu tinggi. Penyimpanan lebih baik dilakukan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari, terhindar dari genangan air dan dilakukan dengan tumpukan buah yang tipis. Hal tersebut dapat mempersingkat waktu penyimpanan sehingga dapat menghindari kebusukan buah (Amin 2005). Pembelahan buah kakao

Setelah proses penyimpanan selesai, buah dibelah untuk mengeluarkan biji kakao. Pembelahan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pemukul yang terbuat dari kayu yang keras. Penggunaan parang atau benda tajam kurang disukai karena dapat mengakibatkan kerusakan pada biji kakao. Biji dan plasenta kemu-dian dilepaskan dari ujung buah dengan cara diaduk menggunakan tangan (Amin 2005).

Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Fermentasi dalam peng-olahan biji kakao merupakan tahapan yang sangat penting. Fermentasi biji kakao terdiri dari dua proses, yaitu fermentasi eksternal dan fermentasi internal. Fermen-tasi eksternal bertujuan untuk menghilangkan pulp dan meniadakan daya hidup pada biji kakao. Fermentasi internal bertujuan untuk membentuk warna, rasa dan aroma (Amin 2005).

Sunanto (1992) menyatakan bahwa proses fermentasi dilakukan dengan cara memasukkan biji-biji kakao basah ke dalam kotak pemeraman, dan ditutup dengan karung goni atau daun pisang. Proses yang terjadi selama fermentasi ada-lah berupa peragian dari lendir-lendir yang sebagian besar terdiri dari zat gula. Fermentasi dapat menurunkan rendemen biji kakao tetapi dapat meningkatkan kadar lemak sampai 2%. Lama fermentasi biji kakao yang dianjurkan adalah 5 hari dengan dilakukan satu kali pembalikan pada hari kedua.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada biji kakao setelah proses fermentasi maupun pencucian. Untuk menjaga agar komoditas kakao tidak cepat rusak dan dapat disimpan lama, kadar air kakao harus diturunkan menjadi 6-7%. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami (penjemuran), pengeringan buatan ataupun kombinasi keduanya (Amin 2005).

Pemisahan kulit biji kakao

Pemisahan kulit biji merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan daging biji (nib) dari kulit biji. Daging biji merupakan komponen biji kakao yang dimanfaatkan untuk pengolahan bahan pangan, sedangkan kulit biji merupakan limbah yang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato et al. 2010).

Penyangraian biji kakao

(21)

renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan. Penyangraian juga bertujuan untuk mengurangi kadar air, membunuh mikroba yang terdapat di dalam biji kakao dan memudahkan pemisahan kulit biji dari kepingnya (Wahyudi

et al. 2008).

Suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120-140°C selama 15-120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keping biji berubah menjadi cokelat tua dan rasa pahitnya berkurang. Kadar air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi dan Sugiyono 1992).

Pemastaan

Pemastaan merupakan proses menghancurkan nib yang semula berbentuk butiran padat kasar menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta kasar atau pasta dengan kehalusan lebih dari 40µm dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Tahap ini menghasilkan pasta cokelat kasar. Tahap kedua adalah proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau

refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel kurang dari 20 µm. Pelumatan dilakukan di dalam gilingan (roll) berputar yang dipasang secara seri sebanyak lima buah. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta cokelat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 µm (Mulato

et al. 2010).

Flavor Kakao

Flavor merupakan salah satu atribut bahan pangan atau produk pangan atau produk pangan yang berperan penting dalam penerimaan atau penolakan suatu makanan atau minuman oleh konsumen. Aroma dari suatu bahan pangan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa komponen yang merupakan karakteristik aroma bahan pangan tersebut, sedangkan komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor (Apriantono dan Kumara 2004).

Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang berkontri-busi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa, penglihatan, perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi. Kemampuan sel-sel khusus epitel penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah volatile odorant untuk variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas bau dan rasa. Pengecap terletak di belakang lidah dan rongga mulut memungkinkan manusia untuk merasakan rasa manis, asam, asin dan pahit, sensasi ini disumbangkan kepada komponen citarasa. Tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi penting utuk memberikan persepsi melalui deteksi dari ketajaman (pedas), dingin, umami atau atribut yang lezat, serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya yang dalam persepsi rasa dan bau, sehingga dapat diterima konsumen.

(22)

dan pengeringan. Komponen aroma sebagian besar terdiri dari pirazin. Di antara kelompok senyawa yang membentuk aroma cokelat, alkilpirazin dianggap kontri-butor yang sangat penting karena memiliki ambang batas bau yang rendah dan signifikansi terhadap sensorik (Wahyudi et al. 2008).

Dalam fermentasi, selain terbentuk prekursor, juga terjadi perubahan pH atau keasaman biji. Dalam proses tersebut keasaman biji kakao dipengaruhi oleh kadar pulp, dalam buah kakao. Makin banyak kadar pulp, maka makin asam biji kakao setelah fermentasi (Purwo 2012). Saat ini sudah ditemukan lebih 400 komponen aroma yang telah teridentifikasi dari biji kakao fermentasi yang telah disangrai. Di antara prekursor flavor kakao yang sering mendapat perhatian para peneliti adalah asam amino dan gula pereduksi. Reaksi-reaksi pembentukan flavor kakao dari asam amino dan gula pereduksi terjadi selama penyangraian dan salah satu senyawa yang dihasilkan adalah pirazin, tiazole, oksazol, pirol, piridin, furan, amina, aldehida, keton, ester, alkohol dan asam (Owusu 2010; Bonvehi 2005). Owusu, Petersen dan Heimdal (2008) telah meneliti komponen biji kakao hasil fermentasi dengan analisis GC-MS/O. Dalam penelitian ini dapat diketahui Fenil-asetaldehida (bitter/green/grassy), 3-metil asam butanon (unpleasant/old cheese/ sweaty), 2,5-dimetilpirazin (popcorn), tetrametilpirazin (potato/earthy), dan linalool (sweet/flowery/fruity).

Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction)

SPME digunakan untuk menyerap komponen volatil dan selanjutnya diana-lisis menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Proses ekstraksi jenis ini telah terbukti berguna untuk mempelajari komponen volatil dari beberapa jenis makanan yang berbeda. Kondisi pengujian pada waktu dan suhu tertentu dipilih karena kondisi ini memberikan hasil yang terbaik. SPME yang digabungkan dengan GC-MS merupakan teknik yang bermanfaat untuk meng-identifikasi dan menentukan komponen volatil dari pasta kakao. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi volatilitas pada pasta kakao (Misnawi dan Ariza 2011).

SPME memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode prepa-rasi sampel tradisional, yaitu pemisahan sampel dari bahan matriks, mudah peng-gunaanya, tidak menggunakan pelarut, biaya yang rendah dan tidak perlu memerlukan peralatan aksesoris yang rumit dan mahal dalam penggunaannya. SPME menjadi sangat populer karena prosedurnya sederhana dan pengumpulan senyawa-senyawa volatilnya berlangsung cepat walaupun mengandalkan GC untuk pemisahan zat-zat volatil dan MS untuk identifikasinya (Hilshaw 2003).

(23)

lapisan fiber. Kedua sistem dalam kesetimbangan umumnya dihubungkan oleh konsentrasi dari analat dalam bentuk gas (Klob dan Ettre 2006).

Tipe polimer pelapis fiber mempengaruhi daya serap terhadap komponen berdasarkan tingkat polaritasnya. Terdapat 3 tipe fiber yang sudah tersedia, yaitu tipe nonpolar, polar dan bipolar. Tipe nonpolar yang telah tersedia adalah tipe PDMS (Polydimethylsiloxane) coating. Pelapis fiber seperti polyacrylate (PA) dan carbowax-divinylbenzene (CW-DVB) merupakan pelapis tipe polar. Pelapis fiber SPME tipe bipolar antara lain PDMS-DVB, PDMS-DVB Stableflex, Carbo-xen- PDMS dan DVB-CarboCarbo-xen-PDMS Stableflex (Shirey et al. 1999).

Menurut Stadelmann (2001), polaritas fiber mempengaruhi selektifitas fiber berdasarkan prinsip kesamaan polaritas. Komponen polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber bertipe polar. Tidak semua zat non polar lebih mudah diekstrak dengan menggunakan fiber tipe non polar.

Analisis komponen aroma dengan menggunakan SPME telah banyak digu-nakan pada produk kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Perego et al. (2004) menunjukkan bahwa penggunaan SPME sebagai metode ekstraksi mampu mende-teksi beberapa metilpirazin pada pasta kakao dengan menggunakan gas kroma-tografi (Tabel 3).

Tabel 3 Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa negara

Komponen Ecuador

2,5-dimetilpirazin 2.31 5.07 2.71

2,6-dimetilpirazin 2.33 2.59 2.01

2,3 dimetilpirazin 0.91 2,32 1.87

2,3,4-trimetilpirazin 2.46 7.51 4.51

Tetrametilpirazin 4.98 13.91 9.91

Kromatografi Gas-Spektometer Massa/Olfaktometri (GC-MS/O) Kromatografi menurut Grob (2004) adalah metode pemisahan komponen bahan secara fisik, dimana komponen tersebut terdistribusi menjadi dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan pada matriks padat. Kromatografi gas pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952. Prinsip kerja kromatografi gas secara umum mencakup perubahan fase sampel menjadi fase gas dengan pemanasan ke tempat penyun-tikan, pemisahan komponen campuran secara spesifik pada kolom yang telah dipersiapkan dan pendeteksian tiap komponen menggunakan detektor (Miller 2005).

(24)

GC-MS/O merupakan gabungan kromatografi gas-massa spektrometri ditambah dengan olfaktometri. Dengan gas kromatografi-spektrometri massa/ olfaktometri, aliran bahan kimia dibagi dengan satu-setengah diarahkan ke spek-trometri massa detektor (MSD), dan setengah sisanya mengalir melalui tabung dipanaskan dicampur dengan kelembaban udara. Seorang panelis mengendus dari tabung dipanaskan/ dilembabkan dan intensitas bau tersebut, kemudian dicatat pada saat yang sama dari MSD. Hasilnya merupakan aromagram yaitu kromato-gram puncak mewakili bau intensitas dan waktu (Bazemore 2012).

Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis kromatografi gas dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram menunjukkan jumlah kompo-nen kimia dalam campuran yang dianalisis dan spektrum massa menunjukkan jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (McNair dan Miller 1998). Identifikasi komponen dilakukan dengan memban-dingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library. Identifikasi hasil perbandingan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library harus diperkuat lagi dengan perbaningan data LRI (linier Retention Indices) senyawa tersebut pada literatur-literatur yang telah diterbitkan sebelumnya (Reineccius 1996).

Analisis Gas Chromatography-Olfactometri (GC-O) adalah salah satu cara yang baik untuk menentukan komponen kunci dalam flavor suatu bahan pangan. GC-O merupakan kumpulan teknik yang menggunakan manusia sebagai detektor pada gas kromatogram atau sebagai olfaktometer dengan menggunakan gas kromatogram untuk memisahkan dan menyampaikan dosis aroma kepada manusia sebagai subjek. Pemilihan teknik identifikasi komponen volatil sangat tergantung kepada kemurnian, volatilitas, dan ukuran sampel serta informasi yang ingin diperoleh (Bazemore 2012).

Berbagai teknik GC-O telah dikembangkan menjadi 3 jenis; deteksi freku-ensi/nassal impact frequency (NIF), dilusi pada treshold/aroma ekstract dilution analysis (AEDA) dan intensitas langsung (metode intensitas posterior). Metode yang paling banyak digunakan adalah deteksi frekwensi/NIF. Keuntungan utama dari metode deteksi berbasis frekwensi adalah kesederhanaannya, dan assessors yang tidak memerlukan banyak pelatihan. Panelis yang digunakan sebanyak 6-12 orang. Dihitung proporsi panelis yang mampu mendeteksi pada waktu retensi tertentu. Senyawa yang terdeteksi paling sering disimpulkan memiliki peranan relatif lebih penting (Delahunty 2006).

(25)

Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori dapat didefinisikan sebagai pengukuran ilmiah untuk meng-ukur, menganalisa karakteristik bahan pangan dan bahan lain yang diterima oleh indra. Penggunaan manusia digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur rasa atau karakteristik sensori makanan. Data indrawi seperti warna, rasa bau, dan rasa di mulut yang diperoleh melalui evaluasi subjektif (Meilgaard et al. 1999).

Uji Deskriptif QDA

Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini.

Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih dan dipertahankan kemampuannya dibawah pengawasan supervisor yang berpengalaman (Setyaning-sih et al. 2010).

Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik,

characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian. Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna dalam pembuatan keputusan (Apriyantono dan Wijaya 2006).

Metode dalam analisis deskriptif terus berkembang. Tiga metode yang digu-nakan dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile, texture profile, dan quanti-tative descriptive analysis (QDA). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan meng-gunakan metode spectrum descriptiveanalysis method, free choice profiling, dan

time-intensity descriptiveanalysis (Meilgaard et al. 1999).

Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor, penam-pakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode QDA panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan memberi skor pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah mengenai atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993).

(26)

untuk menganalisis data consumer test dan descriptive test. Salah satu metode yang digunakan dalam multivariate statistical technique adalah Principal Compo-nentAnalysis (PCA) (Setyaningsih et al. 2010).

Principal Component Analysis (PCA) adalah metode statistik yang dapat mengidentifikasi suatu keragaman, dinamakan “principal component“ dijelaskan

jumlah keragaman dari yang terbesar hingga jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan sebanyak 75-90% dari total kera-gaman dalam data yang mempunyai 25-30 variabel hanya dengan dua sampai tiga

principal component (Meilgaard et al. 1999). Uji Penerimaan Pasta kakao

Uji kesukaan termasuk ke dalam kelompok uji afeksi. Uji afeksi menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyukainya. Tujuan uji afeksi adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensori tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Panelis yang digunakan dalam kelompok besar (50 sampai beberapa ratus orang) (Steyaningsih et al. 2010).

a. Uji Rating Kesukaan

Pada uji rating kesukaan, panelis diminta tangapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala kesukaan. Misalnya dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala kesukaan seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike) (Setyaningsih et al. 2010).

Panelis yang digunakan dalam uji kesukaan umumnya panelis tidak terlatih, Panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, orang-orang yang menjadi anggota panel tidak dari orang-orang yang secara berlebihan menyukai atau membenci komoditi yang diujikan (Meilgaard et al.1999)

b. Uji Rangking Kesukaan

Pada uji rangking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat mutu sensori. Rangking adalah metode yang digunakan untuk menguji tiga atau lebih sampel, yang disajikan dalam waktu bersamaan, dengan tujuan untuk mengetahui urutan atau jenjang sampel berdasarkan atribut tertentu. Uji rangking merupakan uji yang mudah dilakukan dan dapat menguji sampel dalam jumlah yang relatif banyak (Setyaningsih et al.

2010)

(27)

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2012 sampai April 2013. Pengujian sensori dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember-Jawa Timur, penelitian menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa-olfaktometri (GC-MS/O) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi dan pengujian analisis warna di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao terfermentasi yang diperoleh dari tiga daerah di Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan (bulk dari perkebunan rakyat di Luwu), Jawa Timur (edel dari PT Perkebunan Nusantara XII, Jember) dan Bali (bulk dari perkebunan rakyat di Jembrana). Sebagai pembanding digunakan biji kakao dari Ghana (bulk diperoleh dari PT General Food Indonesia). Perbandingan dari keempat jenis biji kakao dapat dilihat pada Gambar 2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri dari sukrosa, asam sitrat, kalium alumunium sulfat garam NaCl, kafein, propilen glikol dan flavor standar. Flavor standar yang digunakan diantaranya adalah 2 metil pirazin, fenil etil alkohol, 2,3-pentandion yang diperoleh dari PT. Ogawa Indonesia, sedangkan flavor standar menggunakan etil butirat, cis-3 heksenon, fenil asetaldehid, 1-okten-3-ol dari PT Firmenich Indonesia, aldehid C33 dari PT Indesso Niagatama dan asam asetat. Standar internal yang digunakan adalah dekana dari PT Sigma Aldrich.

Jawa Timur Bali

Sulawesi Selatan Ghana

Gambar 2 Penampakan biji kakao (1) Biji kakao (2) Nib dari biji kakao Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana

1 2

1 2

1

2 1

(28)

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, SPME fiber Polydimethy lsyloxane-divinilbenzena (PDMS- DVB), GC-MS/O Agilent Technologies GC System (GC 7890 dan 5975 C Double Axis, USA), peralatan gelas, waterbath, vial, mikropipet, gelas kaca kecil, sendok, gelas piala, gelas ukur, mangkuk kaca kecil. Pengukuran warna pasta kakao digunakan Chromameter CR 300 Minolta.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) Pembuatan pasta kakao, 2) Analisis profil aroma pasta kakao dengan alat GC-MS-O dengan metode NIF (nassal impact frequency) dan analisa sensori cita-rasa menggunakan metode analisis deskriptif QDA (Quantitative Descriptive Analysis), dan 3) mengetahui penerimaan sensori cita-rasa pasta kakao melalui uji penerimaan panelis (uji kesukaan dan uji rangking).

Pembuatan Pasta Kakao (Misnawi dan Ariza 2011)

Sebanyak 500 gram biji kakao dari keempat daerah tersebut dikupas secara manual untuk memisahkan (keping biji) kotiledon dan kulitnya. Selanjutnya keping biji kakao disangrai pada suhu 120oC selama 12 menit. Keping biji hasil penyangraian kemudian dihancurkan dengan blender, dan selanjutnya dihaluskan dengan alat pemasta selama 15 menit, sehingga diperoleh pasta kakao (Gambar 3). Pasta kakao kemudian dikemas dan disimpan pada suhu 5oC hingga dilakukan analisis.

Gambar 3 Contoh pasta kakao

Analisis Pasata Kakao dengan GC-MS/O (Modifikasi Metode Misnawi dan Ariza 2011)

Analisis komposisi komponen volatil terdiri dari identifikasi dan penentuan kandungan komponen volatil yang diperoleh dengan GC-MS/O. Tahapan peker-jaan meliputi 1) ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Micro-extraction), 2) injeksi sampel ke perangkat GC-MS/O, 3) penentuan LRI (Linier Retention Index) dan 4) penentuan kuantitatif komponen volatil.

a. Ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Microextraction)

(29)

b. Analisis komposisi komponen volatil dengan GC-MS/O

Insrumen GC-MS/O yang digunakan adalah Agilent Technologies GC system (GC 7890 dan 5975 C Double Axis, USA) yang dilengkapi dengan split-splitless injektor yang diatur pada suhu 260ºC. Suhu detektor MS 280ºC. Kolom DB-FFAP (dengan diameter dalam 0.25 mm, panjang 30 m dan ketebalan 0.25 μm). Suhu detektor diprogram pada suhu awal 40 ºC selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai 60ºC selama 5 menit dan dinaikkan kembali 220ºC dengan kecepatan 3ºC/menit. Helium digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan 1 mL/menit. Sampel 1 μL disuntikkan dengan metode splitless. Kolom dihubung-kan dengan Mass Spektra dan sniffing port yang dilengkapi dengan saluran dan diujungnya terdapat glass funnel. Untuk identifikasi komponen digunakan metode NIF (Nassal Impact Frequency). Proses sniffing dilakukan di dalam ruangan dengan suhu 22ºC dengan 6 orang panelis. Setiap sniffing dilaksanakan selama 32 menit dari keseluruhan injeksi 70 menit.

c. Penentuan Linier Retention Index (LRI)

Penentuan Linier Retention Index (LRI) dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel dan waktu retensi n-alkana standar (C-8-C20), yang

disun-tikkan pada alat pada kolom yang diset sesuai dengan kondisi sampel. Perhitungan nilai LRI setiap komponen digunakan persamaan berikut:

LRIx= {((tx-tn)/ (tn+1-tn))+ n} x 100

Keterangan:

LRIx = nilai indeks retensi linier komponen x

tx = waktu retensi komponen x (menit)

tn = waktu retensi standar alkana, dengan n atom karbon yang muncul sebelum

komponen x (menit)

tn+1 = waktu retensi standar alkana, dengan n+1 atom karbon yang muncul

sesudah komponen x (menit)

n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x d. Analisis Kuantitatif Komponen Volatil

Analisis kualitatif komponen volatil pasta kakao dilakukan dengan GC-MS/O, dimana analisis kuantitatif dilakukan dengan standar internal. Kuantitas kom-ponen volatil ditentukan dengan cara membandingkan luas area peak

komponen dengan peak standar internal, seperti rumus berikut : [A] =

Keterangan:

A = konsentrasi (µg/g bahan) B = komponen interes

C = volume standar internal (ml) SI = standar internal dekana

Analisis Sensori Uji Deskripsi (Meilgaard et al. 1999)

(30)

Descriptive Analysis). Sebelum dilakukan analisis deskripsi, terlebih dahulu kukan seleksi dan pelatihan panelis. Tahapan analisis deskriptif yang akan dila-kukan adalah sebagai berikut :

a. Rekruitmen dan Seleksi Panelis

Seleksi panelis untuk menyaring calon panelis dilakukan dengan serangkaian seleksi. Menurut Meilgaard et al. (1999), tahap-tahap seleksi panelis adalah pre-screening dan acuity test. Seleksi dilakukan pada 40 orang calon panelis. Pre-screening dilakukan dengan kuesioner yang berisi mengenai kebiasaan makan, kesukaan dan ketidaksukaan ekstrim jenis makanan tertentu, pembatasan mengon-sumsi makanan tertentu karena alasan kesehatan atau alergi dalam uji sensori (Lampiran 1). Pre-screening juga dilakukan dengan personal interview, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis. Data yang diperoleh sangat membantu dalam proses penyeleksian panelis. Pre-screening juga dilakukan kemampuan menskala (Lampiran 2) dan dilengkapi lembar persetujuan dan riwayat kesehatan (Lampiran 3). Dari pre-screening ini diperoleh 20 calon panelis terlatih.

Uji rasa dasar dan aroma sederhana bertujuan untuk melihat kemampuan panelis dalam mengenali dan membedakan rasa dasar dan aroma sederhana. Kuesioner uji rasa dan aroma dasar terdapat pada Lampiran 4. Senyawa uji yang diberikan untuk seleksi panelis dapat dilihat pada Tabel 4. Uji rasa dasar dan aroma sederhana ini dilakukan selama 3 sesi pengujian. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 100% jawaban benar untuk uji rasa dan 80% jawaban benar untuk uji aroma sederhana. Pada pengujian ini calon panelis yang lulus sebanyak 18 orang.

Tabel 4 Konsentrasi larutan uji deskripsi rasa dan aroma dasar Deskripsi Rasa Senyawa Uji Konsentrasi (g/L)

Asam Larutan asam asetat 0.05

Asin Larutan NaCl 0.2

Pahit Larutan kafein 0.05

Gurih Larutan MSG 0.05

Deskripsi Rasa Senyawa Uji Konsentrasi (%)

Fruity Etil butirat 1 dalam PG

Chocolate Aldehida C33 1 dalam PG

Caramel Fenil etil alkohol 1 dalam PG

( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol -PG)

(31)

pengujian, calon panelis yang lulus sebanyak 15 orang. Calon panelis dinyatakan lulus uji segitiga apabila mampu memberikan 80% jawaban benar untuk uji rasa dan 75% jawaban benar untuk uji aroma (Meilgaard et al. 1999).

Tabel 5 Konsentrasi larutan standar uji segitiga rasa dan aroma dasar Deskripsi Rasa Senyawa Uji Konsentrasi (g/L)

1 2

( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol)

Uji rangking untuk menentukan panelis terlatih juga dilakukan pada tahap ini. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6 menun-jukkan senyawa uji yang diberikan kepada panelis untuk uji rangking. Panelis diminta mengurutkan sampel dari konsentrasi rendah hingga tinggi. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 80% jawaban benar untuk uji rangking rasa dan aroma dasar. Akhir dari pengujian seleksi panelis ini didapatkan panelis sebanyak 6 orang. Hasil pengujian ini terdapat pada Lampiran 10.

Tabel 6 Konsentrasi larutan standar uji rangking rasa dan aroma dasar Deskripsi

(32)

b. Pelatihan Panelis

Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi penilaian panelis sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Panelis akan dilatih mulai bulan Juli 2012 hingga bulan Oktober 2012 dengan intensitas pelatihan 3 kali pertemuan dalam 1 minggu. Standar pasta kakao yang digunakan adalah pasta kakao Ghana. Panelis dilatih dengan uji rating. Selain itu, dilakukan pelatihan terminologi flavor untuk menyamakan terminologi antar panelis sehingga seluruh panelis memiliki persepsi yang sama terhadap suatu flavor.

Flavor reference yang digunakan untuk pengembangan atribut dan untuk membantu panelis berdiskusi dengan panelis lain tentang persepsi yang diterima, membantu menghomogenkan kriteria dari daftar yang ada dan membantu meng-identifikasi atribut yang tidak bisa dimeng-identifikasikan sebelumnya. Flavor reference

yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Flavor reference untuk pengembangan atribut

Flavor reference Acuan deskripsi aroma

Acuan penelitian 2 metil pirazin Nutty, cocoa Owusu et al. 2010

Aldehida C33 Chocolate Afoakwa et al. 2009

Asam asetat Acid Owusu et al. 2010

Fenil etil alkohol Caramel Misnawi dan Ariza 2011

1-okten-3-ol Earthy Reed 2010

Etil butirat Fruity Afoakwa et al. 2009

Fenil asetaldehida Floral Owusu et al. 2010

Smoke oil Smoke Afoakwa et al. 2009

Cis-3-hexenol Green Afoakwa et al. 2009

2,3-Pentandion Creamy Reed 2010

Tahap pelatihan panelis bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma yang akan dianalisis. Tahapan pelatihan panelis terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, latihan awal dan pelatihan peni-laian suatu sampel tertentu (Meilgaard et al. 1999). Tabel 8 menunjukkan konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking. Setiap panelis diberikan latihan berulang-ulang sampai diperoleh hasil yang konsisten.

Tabel 8 Konsentrasi larutan standar rasa yang digunakan pada pelatihan uji rating dan rangking

Pada penelitian ini panelis dilatih juga menggunakan uji rating serta uji rangking aroma dasar. Konsentrasi yang digunakan pada pelatihan uji rating dan uji rangking aroma terdapat pada Tabel 9.

Deskripsi Rasa Senyawa Uji Konsentrasi (g/L)

1 2 3

Pahit Larutan kafein 0.5 1 1.5

Asam Larutan asam sitrat 0.5 1 1.5

(33)

Tabel 9 Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji dilarutkan sampai 10 ml PG

10% aldehida C33 dalam PG, diambil 100 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% aldehida C33 dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Caramel 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 100 μl sampai 10 ml PG 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 200 μl sampai 10 ml PG 100% Fenil etil alkohol, dilarutkan 300 μl sampai 10 ml PG

Creamy 1% 2,3-pentandion dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

1% 2,3-pentandion dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

1% 2,3-pentandion flavor dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Earthy 10% 1-okten-3-ol dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% 1-okten-3-ol dalam PG, diambil 50 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% 1-okten-3-ol dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Fruity 10% etil butirat dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% etil butirat dilarutkan dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% etil butirat dilarutkan dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Floral 10% Fenil asetaldehida dalam PG kemudian diambil 10 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% Fenil asetaldehida dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% Fenil asetaldehida dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Green 10% cis-3-hexenon dalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

(34)

Deskripsi Bahan

10% cis-3-hexenon dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

Smoky 10% smoke oil dalam PG kemudian diambil 10 μl dan

dilarutkan sampai 10 ml PG

10% smoke oil dalam PG, diambil 75 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

10% smoke oildalam PG, diambil 200 μl dan dilarutkan sampai 10 ml PG

( senyawa dilarutkan dalam propilen glikol)

Melalui hasil pelatihan, calon panelis dinyatakan lulus apabila mampu memberikan 80% jawaban benar. Pada pelatihan ini panelis yang lulus sebanyak 10 orang, namun pada saat pengujian 4 panelis mengundurkan diri. Sehingga pada saat pengujian terdapat 6 panelis

b. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan data deskripsi rasa dan aroma biji kakao secara subjektif. Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group. Pengujian sensori dengan teknik Focus Group melibatkan seluruh panelis dan seorang moderator (dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai moderator). Pada uji ini, panelis melakukan pengujian bersama dalam satu ruangan dengan kondisi yang telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat meng-hindarkan berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi penilaian. Panelis dengan arahan dari moderator mendiskusikan seluruh atribut rasa dan aroma yang dikenalinya setelah mencicipi dan membaui pasta kakao yang disajikan.

c. Pengujian

Enam orang panelis terlatih memberikan penilaian terhadap atribut rasa dan aroma yang terdapat pada sampel pasta kakao. Sampel pasta kakao dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan pasta kakao pembanding (Ghana) disajikan satu per satu untuk menghindari bias saat penilaian. Pasta kakao disajikan pada suhu 40-60˚C, tanpa penambahan gula. Untuk uji rasa, panelis diminta menilai pasta kakao dengan meletakkan pasata kakao sebanyak seujung sendok plastik kecil pada bagian belakang lidah, kemudian diratakan pada permukaaan lidah dengan sendok bagian belakang, lalu dirasakan dan ditelan. Pada setiap pergantian sampel, panelis diberi air minum dan crackers untuk menetralkan indra pengecap panelis sehingga tidak terjadi bias selama penilaian sampel yang berbeda. Untuk uji aroma, panelis diminta untuk menghirup aroma pasta kakao selama 5 detik dan netralkan dengan aroma kopi (Reed 2010).

d. Pengolahan Data QDA

Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan

(35)

diagram laba-laba (spider web) dengan program excel, serta diolah dengan bantuan analisis peubah ganda Principal Component Analysis (PCA). Hasil PCA divisualisasikan dalam bentuk grafik biplot dengan software Unsclember.

Uji Penerimaan Pasta kakao

Uji kesukaan termasuk pada uji afeksi. Tujuan utama uji afeksi adalah untuk mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan terhadap produk yang diuji. Panelis yang digunakan dalam kelompok besar (50 sampai beberapa ratus orang) (Steyaningsih et al. 2010).

a. Uji Rating Kesukaan

Uji kesukaan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap mutu sensori 3 pasta kakao dari daerah berbeda dan 1 pasta kakao Ghana sebagai standar yang diujikan, yang meliputi atribut warna, aroma, rasa, aftertaste dan penerimaan secara keseluruhan. Uji kesukaan diikuti oleh 59 panelis.

Panelis diminta memberikan tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan terhadap masing-masing pasta kakao yang diuji. Pada penelitian ini digunakan 7 skala kesukaan hedonik dengan urutan skala 1 menyatakan sangat tidak suka, skala 2 menyatakan tidak suka, skala 3 menyatakan agak tidak suka, skala 4 menyatakan netral, skala 5 menyatakan agak suka, skala 6 menyatakan suka, dan skala 7 menyatakan sangat suka. Sampel kakao disajikan dalam bentuk pasta kakao dengan nomor acak 3 digit. Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif (Meilgaard et al.

1999)

Data hasil uji kesukaan diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95%. hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukan nilai yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program SPSS. Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif (Nurtama 2006).

b. Uji Rangking Kesukaan

Panelis diminta mengurutkan keempat sampel pasta kakao dengan membe-rikan nomor urut sesuai dengan tingkat kesukaannya, dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat kesukaan sensori tertinggi dan urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang makin rendah. Penilaian pada uji rangking hanya dilakukan terhadap mutu produk secara overall (keseluruhan mutu sensori). Jumlah panelis tidak terlatih yang terlibat pada uji rangking adalah 59 orang. Penyajian sampel pada uji rangking dilakukan secara bersamaan dan disediakan air minum sebagai penetral indra pengecap (Meilgaard et al. 1999). Data hasil uji rangking kesukaan diolah secara statistik dengan uji Friedman menggunakan program SPSS dan dilanjutkan dengan uji lanjut LSD (Setyaningsih et al. 2010). Cara penyiapan sampel dan pengujian rasa dan aroma oleh panelis sama seperti pada uji deskriptif.

Analisis Warna Metode Hunter (Hutching 1999)

(36)
(37)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Volatil Pasta Kakao

Analisis komponen volatil pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana (pasta kakao pembanding) dilakukan menggunakan kolom DB-FFAP, dikarenakan pasta kakao memiliki komponen volatil asam lemak tinggi. Kolom DB-FFAP memiliki kandungan nitroterephthalic-acid-modified polyethylene glycol (PEG) yang memiliki polaritas yang tinggi dan dapat diguna-kan untuk analisis volatil asam lemak dan fenol (Agilent Technologies DB-FFAP 2013). Metode ekstraksi komponen volatil dilakukan dengan menggunakan Solid Phase Microextraction (SPME). Penggunaan metode ekstraksi SPME didasarkan pada tujuan penelitian yang lebih pada pembandingan antar jenis pasta kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Misnawi dan Ariza (2011) menunjukkan bahwa penggunaan Solid Phase Microextraction (SPME) sebagai metode ekstraksi mampu mengekstraksi pasta kakao dengan baik pada suhu 60ºC.

Sejumlah 28 komponen aroma dapat terdeteksi pada keempat pasta kakao yang dianalis dengan menggunakan GC-MS (Tabel 1). Dari tabel tersebut terlihat bahwa keempat pasta kakao memiliki profil aroma yang berbeda. Jumlah kompo-nen aroma pada masing-masing pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana secara berturut-turut adalah 21, 19, 22 dan 18 komponen volatil. Beberapa komponen siloksan (x) juga terdeteksi yang kemungkinan merupakan komponen kontaminan dari fiber SPME yang mengalami kerapuhan (Owusu 2010).

Tabel 10 menunjukkan bahwa komponen aroma yang paling dominan yang terdapat pada keempat pasta kakao adalah asam asetat, yaitu sebesar 338.17; 191.51; 51.50 dan 8.46 ppm masing-masing pada pasta kakao Ghana, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali. Jumlah komponen asam asetat tertinggi pada pasta kakao Ghana dan Jawa Timur. Konsentrasi asam asetat yang tinggi dapat merusak kualitas produk kakao (Brito et al. 2000). Tingginya asam asetat tersebut diduga dihasilkan oleh bakteri asam asetat selama proses fermentasi biji kakao. Hal ini sesuai dengan Schwan dan Wheals (2004) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat dan kamir merupakan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermen-tasi kakao. Komponen lain yang terdapat pada keempat pasta kakao ialah tetra-metilpirazin. Tetrametilpirazin merupakan komponen pirazin yang sangat berpe-ngaruh karena memberikan sensasi aroma cokelat yang diinginkan dalam pasta kakao (Perego et al. 2004). Komponen ini cukup dominan ditemui pada pasta kakao Jawa Timur (69.98 ppm) dan Sulawesi Selatan (12.28 ppm), dan tidak dominan pada pasta kakao Bali (2.21 ppm) dan Ghana (3.59 ppm). Hasil kompo-nen tetrametilpirazin pada pasta kakao Ghana lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Perego et al. (2004) yaitu 13.91 ppm.

Secara umum jumlah kandungan komponen-komponen aroma yang terkandung dalam pasta kakao Ghana lebih besar dibandingkan ketiga jenis pasta kakao Indonesia (Tabel 10). Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasta kakao Ghana sering dianggap sebagai pasta kakao terbaik (Wahyudi et al. 2008).

(38)

sebagai pembanding. Profil pasta kakao Jawa Timur juga berbeda dengan kedua kakao lainnya yaitu Bali (Gambar 4.2) dan Sulawesi Selatan (Gambar 4.3). Fenomena serupa terlihat pada kakao Bali. Pasta kakao Sulawesi Selatan memiliki profil yang paling mirip dengan pasta kakao Ghana.

Tabel 10 Hasil Identifikasi komponen volatil pasta kakao

(39)

x: komponen siloksan

Gambar 4.1 Profil kromatogram pasta kakao Jawa Timur

x: komponen siloksan

(40)

x: komponen siloksan

Gambar 4.3 Profil kromatogram pasta kakao Sulawesi Selatan

x: komponen siloksan

(41)

Untuk mempermudah pembandingan, hasil semikuantifikasi dari kom-ponen-komponen volatil pasta kakao dominan yang dibuat dalam bentuk histo-gram dapat dilihat pada Gambar 5.1-5.4. Secara umum terlihat bahwa komposisi dari komponen-komponen yang dominan pada tiap pasta berbeda. Walau demi-kian asam asetat merupakan komponen paling dominan pada semua jenis pasta yaitu pasta kakao Ghana (338.17 ppm), Jawa Timur (191.51 ppm), Sulawesi Selatan (51.50 ppm) dan Bali (8.46 ppm). Perbedaan genotip dan asal tumbuh tanaman kakao dari keempat pasta kakao tampak memberikan perbedaan kandungan asam asetat. Hal ini sesuai dengan laporan Luna et al. (2002) bahwa tingkat konsentrasi asam asetat yang berbeda-beda antar sampel karena genotipe yang berbeda. Pasta kakao Ghana memiliki kandungan asam asetat yang sangat tinggi (40x) dibandingkan pasta kakao Bali. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada keseluruhan profil yang dihasilkan.

Gambar 5.1 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Jawa Timur

(42)
(43)

Gambar 5.4 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta Ghana Komponen Aroma Aktif pada Pasta Kakao

Pengujian dengan GC-MS-O dilakukan oleh 5 orang sniffers yang terdiri 3 wanita dan 2 pria panelis. Analisis menggunakan metode Nasal Impact Fre-quency (NIF) untuk mendeteksi aroma aktif pada pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana. Metode ini dipilih karena tidak perlu menggunakan

sniffer ahli (Owusu 2011). Data hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 11. Pada metode NIF, suatu aroma diklasifikasikan sebagai komponen aroma aktif jika komponen tersebut berhasil dideteksi oleh tiga panelis pada waktu retensi yang sama, akan tetapi jika suatu komponen aroma hanya dideteksi oleh satu atau dua panelis maka komponen tersebut bukan dikategorikan sebagai komponen aroma aktif (Wijaya et al. 2005).

Seperti dilaporkan oleh Marsili (2007), komponen aroma kunci dapat dike-tahui menggunakan GC-O (Gas Chromatography Olfactometry). Analisis GC-O merupakan teknik gabungan antara analisis kimia dengan analisis sensori. Pada penelitian ini sebagai pengganti GC/O digunakan GC-MS/O yang mengga-bungkan sekaligus analisis GC dan MS disertai dengan perangkat olfaktometri. Analisis dengan GC-MS dapat digunakan untuk mengetahui senyawa volatil dalam produk, namun tidak dapat memberikan informasi tentang komponen aroma kunci yang berkontribusi pada produk tersebut. Pada Tabel 11 dapat dilihat komponen-komponen yang memberikan sensasi sensori pada pasta kakao yang dianalisis. Konsentrasi setiap komponen volatil ini berada di atas konsentrasi ambang batas deteksi (detection/absolute threshold), sehingga pada saat pengujian dengan menggunakan GC-O, komponen-komponen ini dapat dideteksi.

(44)
(45)

No Komponen Mebazza et al. (2009),e Odor Treshold. (2013) , fFoundeorfer dan Schieberle (2006), gJarunrattasri (2004), hRycchlika dan Obvier (2001), iSchieberle (196), jLasekan et al. (2012),

Gambar 6 menampilkan histogram jumlah sniffer GC-MS/O yang dapat mendeteksi aroma dari komponen-komponen kunci yang terdeteksi oleh GC-MS. Komponen aroma aktif adalah komponen volatil utama yang dapat dideteksi dengan GC-MS dan berkontribusi pada sensori flavor pasta. Pasta kakao Ghana memiliki aroma chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, rancid, roasted, bitter, fresh, sweet, floral, sour dan acid fermented. Aroma nutty dan chocolate

diduga merupakan kontribusi dari komponen trimetilpirazin, 3-etil-2,5 dimetil-pirazin, 2-etil-3,5-dimetildimetil-pirazin, tetrapirazin dan 2,3-dietil-5-metilpirazin.

Pasta kakao Jawa timur memiliki aroma creamy, caramel, chocolate, cocoa, nutty, cocoa creamy, earthy, coffee bean, rancid, roasted, fresh, floral dan

Gambar

Gambar 1 Gambar buah dan biji kakao (Mulato et al. 2010)
Tabel 2 Komposisi kimia biji kakao
Tabel 3 Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa negara
Gambar 2 Penampakan biji kakao (1) Biji kakao (2) Nib dari biji kakao
+7

Referensi

Dokumen terkait