• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akumulasi Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Pada Tiga Jenis Tumbuhan Yang Terpapar Debu Semen Di Cileungsi, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akumulasi Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Pada Tiga Jenis Tumbuhan Yang Terpapar Debu Semen Di Cileungsi, Bogor"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

AKUMULASI TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA TIGA JENIS

TUMBUHAN YANG TERPAPAR DEBU SEMEN DI CILEUNGSI, BOGOR

SINTARIA PRAPTINASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Tiga Jenis Tumbuhan yang Terpapar Debu Semen di

Cileungsi, Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(4)

RINGKASAN

Sintaria Praptinasari. Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Tiga Jenis Tumbuhan yang Terpapar Debu Semen di Cileungsi, Bogor. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan YOHANA C. SULISTYANINGSIH.

Logam berat merupakan salah satu zat toksik yang terkandung dalam limbah bahan baku, emisi bahan bakar, dan emisi debu selama proses produksi semen. Debu pabrik semen dan polutan gas dapat menyebabkan perubahan kondisi lingkungan di sekitarnya, salah satunya adalah kondisi vegetasi. Emisi debu yang terus terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terbatasnya jenis yang mampu bertahan hidup pada daerah tersebut. Kondisi tersebut dapat berdampak terhadap struktur dan komposisi penyusun vegetasi di daerah sekitar pabrik semen. Kontaminasi polutan pabrik semen menghambat pertumbuhan tumbuhan dan mereduksi keberadaan jenis-jenis tumbuhan penyusun vegetasi di sekitarnya.

Logam berat yang ditemukan dalam tubuh tumbuhan di sekitar industri semen antara lain: Cd, Cu, Pb, dan Zn. Timbal (Pb) merupakan jenis logam berat yang paling sering ditemukan sebagai kontaminan pada lingkungan. Kadmium (Cd) merupakan kontaminan dengan toksisitas yang sangat tinggi bagi tumbuhan. Akumulasi logam Pb dan Cd dalam tubuh tumbuhan dapat menyebabkan beberapa gangguan, yaitu gangguan pertumbuhan seperti terhambatnya pertumbuhan akar dan tunas, kerusakan jaringan seperti rusaknya dinding sel, serta gangguan fisiologi seperti terganggunya proses fotosintesis dan pemblokiran transpor unsur hara. Kontaminasi Pb dan Cd yang disebabkan oleh debu pabrik semen perlu diteliti untuk mengetahui akumulasi kedua logam tersebut dalam tanah dan tumbuhan serta untuk mengetahui komposisi tumbuhan bawah berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor.

Pengamatan kondisi vegetasi tumbuhan bawah dilakukan pada radius 1, 3, dan 5 km dari lokasi pabrik semen. Analisis vegetasi dilakukan menggunakan metode kuadrat, dengan luas petak contoh (2 × 2) m2, masing-masing radius sebanyak 50 petak contoh.

Analisis kandungan logam dalam contoh akar dan daun Stachytarpheta jamaicensis, Bidens pilosa, dan Pennisetum purpureum diambil secara komposit untuk setiap radius 1, 3, dan 5 km. Kedua jenis contoh organ tumbuhan dianalisis kadar Cd dan Pb menggunakan atomic absorption spectrometry (AAS). Hal yang sama dilakukan pada contoh tanah dengan kriteria pengambilan pada kedalaman 0-15 cm.

Analisis histokimia menggunakan contoh berupa helai daun dan akar P. purpureum, S. jamaicensis, dan B. pilosa disayat melintang setebal 30 µm menggunakan mikrotom beku. Uji kandungan kadmium dilakukan dengan menggunakan pengamatan tidak langsung, yaitu dengan mendeteksi keberadaan senyawa tanin pada sel atau jaringan menggunakan FeCl3. Keberadaan logam Cd

(5)

Pengamatan stomata diamati pada sediaan paradermal. Proses pengerikan sisi adaksial dan abaksial daun menggunakan silet. Parameter yang diamati pada sayatan paradermal daun adalah ukuran dan kerapatan stomata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 36 jenis tumbuhan bawah yang berasal dari 14 famili hidup di sekitar industri semen di Cileungsi, Bogor. Berdasarkan hasil perhitungan INP, B. pilosa, S. jamaicensis, dan P. purpureum merupakan jenis yang dominan di daerah tersebut. Akumulasi logam Pb dan Cd paling tinggi ditemukan di akar, selanjutnya di daun, dan terakhir di tanah. Secara umum translocation factor (TF) dan bioconcentration factor (BCF) ketiga jenis tumbuhan uji untuk logam Pb dan Cd bernilai lebih dari satu 1. Hal tersebut mengindikasikan ketiga jenis tumbuhan berpotensi sebagai akumulator logam Pb dan Cd. Preparat histokimia akar dan daun tumbuhan uji menunjukkan logam Pb dan Cd umumnya diakumulasi di xilem, floem, dan epidermis. Ukuran stomata tumbuhan yang terpapar logam Cd dan Pb menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan jika dibandingkan dengan ukuran stomata tumbuhan kontrol. Sementara itu, kerapatan stomata pada sisi abaksial B. pilosa dan S. jamaicensis lebih rendah dibandingkan dengan tumbuhan kontrol, sedangkan kerapatan stomata P. purpureum menunjukkan hasil yang sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa logam Pb dan Cd terakumulasi dalam tumbuhan dan dalam tanah di sekitar industri semen di daerah Cileungsi, Bogor.

(6)

SUMMARY

Lead and Cadmium Accumulation in Three Cement-Dust-Exposed Plant Species Surrounding Cement Factory in Cileungsi, Bogor. Supervised by SULISTIJORINI and YOHANA C. SULISTYANINGSIH.

Heavy metals is a toxic substances contained in the waste of raw materials, fuel and dust emissions during the cement production process. Cement dust factory and gaseous pollutants can changes the environmental conditions such as condition of the vegetation. The plant species difficult to survive on the environmental that full of dust emission. This environmental condition can impact the structure and composition of the vegetation in the area around the cement factory. Pollutant resulting from the cement factory could inhibit the plant growth and reduce the vegetation around its area.

Heavy metals that commonly found in the plant shoot are Cd, Cu, Pb, and Zn. Cadmium has a very high toxicity to plants. The accumulation of Pb and Cd cause some disruptions, i.e. growth disorders such as inhibited the growth of roots and seedlings, and tissue damage such as damaged cell walls, as well as physiological disorders such as disruption of the photosynthetic process and nutrients blocking transportation. The accumulation of Cd and Pb in the soils and plants, as well as composition of the vegetation around the cement factory of Cileungsi, Bogor were exemined to measures the Cd and Pb contamination by the factory.

The understorey vegetation around the area of cement factory were observed on the radius of 1, 3, and 5 km. Vegetation analysis was conducted in (2 × 2) m² plots, with 50 plots were selected for each radius.

The metal content in the root and leaf samples from S. jamaicensis, B. pilosa, and P. purpureum analyzed compositely for each radius of 1, 3, and 5 km. The Cd and Pb concentrations in the plants sample organs were analyze using AAS. The same method was carried out for soil sample analysis which was observed in 0-15 cm depth.

Histochemical analysis using leaves and roots samples of S. jamaicensis, B. pilosa, and P. purpureumwhich were sliced into cross section of 30 μm thickness using freeze microtome. Cadmium content test was carried out using indirect observation, by detecting the presence of tannin in the cells or tissues using FeCl3.

The presence of Cd metal in cells or tissues is characterized by the brown to blackcolor. Lead content test was carried out using sodium rodizonat reagent. The existence of Pb in cells or tissue is characterized by red color.

(7)

species are potential as Pb and Cd accumulator. The results of hystochemical analysis showed that Pb and Cd are generally accumulated in xylem, phloem, and epidermis. The stomatal size test showed no significant difference compared with control plants. Meanwhile, the density of stomata on the lower surface of B. pilosa and S. jamaicensis were lower than control plants, whereas the density of stomata in P. purpureum showed the opposite results. Conclusion, Pb and Cd metals were already accumulated the plants and soils around the cement factory in Cileungsi, Bogor.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

AKUMULASI TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA TIGA JENIS

TUMBUHAN YANG TERPAPAR DEBU SEMEN DI CILEUNGSI, BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Tiga Jenis Tumbuhan yang Terpapar Debu Semen di Cileungsi, Bogor” dapat terselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sulistijorini, M. Si dan Dr. Yohana C. Sulistyaningsih selaku dosen pembimbing, Dr. Hamim selaku dosen penguji, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan, keluarga besar prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di laboratorium Ekologi Tumbuhan dan keluarga besar di laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi IPB atas segala doa dan dukungannya.

Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum di Sekitar Pabrik Semen 3

Pencemaran di Lingkungan Industri Semen 3

Akumulasi Logam Berat pada Tumbuhan 4

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian 6

Alat dan Bahan 6

Analisis Vegetasi 7

Analisis Kandungan Cd dan Pb pada Akar, Daun, serta Tanah 7

Analisis Histokimia 7

Pengamatan Stomata 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 10

Komposisi Vegetasi Lingkungan Industri Semen di Cileungsi, Bogor 11 Akumulasi Logam Pb dan Cd pada Akar, daun, dan Tanah di sekitar

Pabrik Semen di Cileungsi, Bogor 13

Gejala Kerusakan Daun 15

Akumulasi Logam Pb dan Cd pada Jaringan Akar dan Daun 16

Pembahasan 19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 31

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 6

2 Kandungan logam Cd dan Pb dalam tanah di sekitar pabrik semen di

6 Hasil pengujian kandungan Cd dalam jaringan tumbuhan perlakuan dan

kontrol 17

7 Hasil pengujian kandungan Pb dalam jaringan tumbuhan perlakuan dan

kontrol 18

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan emisi gas SO2, NO2, dan emisi debu PT. Holcim, PT.

Semen Indonesia dan baku mutu emisi di Indonesia 3 2 Batas kritis logam berat dalam tanah dan tumbuhan 4 3 Indeks nilai penting tumbuhan penyusun vegetasi tumbuhan bawah

sekitar industri semen di daerah Cileungsi, Bogor 10 4 Indeks keanekaragaman jenis, kekayaan jenis, dan kemerataan jenis

vegetasi tumbuhan bawah lingkungan industri semen di Cileungsi, Bogor 11 5 Indeks kemiripan komunitas vegetasi tumbuhan bawah di lingkungan industri

semen daerah Ciluengsi, Bogor

6 Hasil analisis kondisi kimia tanah di sekitar pabrik semen di daerah

Cileungsi, Bogor 12

7 Kondisi klimatik lingkungan industri semen di Cileungsi, Bogor 12 8 Nilai bioconcentration factor (BCF) akar dan daun tumbuhan uji yang

hidup di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor 15 9 Nilai translocation factor (TF) tumbuhan uji yang hidup di sekitar pabrik

semen di Cileungsi, Bogor 15

10 Perbandingan ukuran daun tumbuhan perlakuan di sekitar pabrik semen

di Cileungsi dan tumbuhan kontrol 16

11 Perbandingan ukuran stomata tumbuhan perlakuan yang tumbuh di sekitar pabrik semen di Cileungsi dan tumbuhan kontrol 19 12 Perbandingan kerapatan stomata tumbuhan perlakuan yang tumbuh di

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai kerapatan dan frekuensi jenis tumbuhan penyusun vegetasi di sekitar industri semen Cileungsi, Bogor Radius 1 km 32 2 Nilai kerapatan dan frekuensi jenis tumbuhan penyusun vegetasi di

sekitar industri semen Cileungsi, Bogor Radius 3 km 33 3 Nilai kerapatan dan frekuensi jenis tumbuhan penyusun vegetasi di

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, pencemaran menjadi masalah serius terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Pabrik-pabrik dibangun guna menunjang kebutuhan nasional terhadap berbagai jenis produk, salah satunya pembangunan pabrik semen. Kapasitas produksi semen nasional pada 5 tahun terakhir mengalami kenaikan cukup signifikan, pada tahun 2010 sebesar 52.067 ton/tahun, sedangkan pada tahun 2015 sebesar 64.594 ton/tahun (Kemenperin 2015). Hal ini baik untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun disisi lain menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan karena kapasitas limbah yang dihasilkan juga meningkat.

Terdapat tiga jenis limbah yang ditimbulkan akibat proses produksi semen, meliputi limbah cair (air bekas produksi), padat (debu dan partikel) dan gas (SO2,

NO2, dan CO2). Jika tidak dikelola dengan baik, keberadaan ketiga jenis limbah

tersebut dapat mencemari lingkungan di sekitarnya dengan berbagai kandungan zat toksik yang dimiliki, termasuk logam berat. Debu semen merupakan salah satu jenis limbah dengan kuantitas yang cukup banyak dan relatif mudah terakumulasi baik pada lingkungan maupun tubuh makhluk hidup. Debu semen umumnya mengandung beberapa jenis logam berat, meliputi Cd, Cu, Pb, dan Zn (Trezza & Scian 2004; Ramesh & John 2014)). Kadmium (Cd) dan timbal (Pb) merupakan logam dengan toksisitas tinggi dan berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup, termasuk tumbuhan.

Timbal merupakan logam dengan tingkat persebaran dan ketersediaan yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis logam berat lainnya. Secara alami, Pb dapat ditemukan pada batuan dan lapisan kerak bumi. Kadmium memiliki tingkat ketersediaan alamiah yang cukup rendah. Logam tersebut merupakan hasil samping dari proses pemurnian Pb dan Zn yang terbuang ke lingkungan. Tingkat ketersediaan logam Pb dan Cd berbanding terbalik dengan tingkat toksisitas yang dimiliki, Cd memiliki tingkat toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan Pb. Meskipun demikian, Cd memiliki tingkat ketersediaan yang lebih rendah dibandingkan Pb (Tangahu et al. 2011). Akumulasi logam Pb dan Cd dalam tubuh tumbuhan dapat menyebabkan beberapa gangguan, meliputi gangguan pertumbuhan seperti terhambatnya pertumbuhan akar dan tunas, kerusakan jaringan misalnya rusaknya dinding sel, serta gangguan fisiologi contohnya terganggunya proses fotosintesis (Ghelich et al. 2013).

(18)

2

Pabrik semen di daerah Cileungsi memiliki lokasi yang berdekatan dengan permukiman penduduk, area persawahan, dan perbukitan yang ditumbuhi tumbuhan yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai sumber hijauan pakan ternak. Akumulasi logam Cd dan Pb yang terkandung dalam debu semen dapat menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup di sekitarnya. Sebagai contoh, logam Cd dan Pb yang terkandung dalam debu dapat terakumulasi dalam tanah, kemudian terserap oleh tumbuhan yang selanjutnya dikonsumsi hewan maupun manusia. Hal tersebut memungkinkan logam Cd dan Pb terakumulasi dalam tubuh manusia maupun hewan.

Penelitian mengenai beberapa jenis rumput yang dipergunakan sebagai pakan ternak menunjukkan Digitaria sp dan Axonopus sp yang tumbuh di sekitar pabrik semen di Bogor terbukti terkontaminasi oleh beberapa jenis logam berat termasuk Cd dan Pb. Logam Cd dan Pb ditemukan terakumulasi pada kedua jenis rumput tersebut hingga jarak 5 km dari pabrik semen (Darmono 1994). Mengacu terhadap hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini ingin mempelajari akumulasi logam Cd dan Pb pada jenis tumbuhan bawah secara lebih menyeluruh pada radius 1, 3, dan 5 km dari pabrik semen di Cileungsi, Bogor.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan: (1) mempelajari perbedaan komposisi vegetasi tumbuhan bawah pada tiga radius yang berbeda di lingkungan sekitar industri semen di daerah Cileungsi, Bogor, (2) mengukur kadar akumulasi logam Pb dan Cd dalam tanah, daun, dan akar, (3) mempelajari lokasi akumulasi logam Pb dan Cd pada jaringan akar dan daun Pennisetum purpureum, Stachytarpheta jamaicensis dan Bidens pilosa.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi jenis-jenis tumbuhan yang mampu hidup pada lingkungan yang terkontaminasi limbah industri semen, serta tingkat kontaminasi logam Cd dan Pb di dalam tanah maupun tumbuhan di sekitar industri semen di Cileungsi, Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi S. jamaicensis, B. pilosa dan P. purpureum sebagai akumulator logam Cd dan Pb.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum di Sekitar Pabrik Semen

Semen merupakan suatu campuran senyawa kimia yang mampu mengikat bahan-bahan lain menjadi satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Bahan baku pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat, pasir besi, silika, dan gipsum (KemenLH 2010). Sejauh ini, terdapat sembilan perusahaan semen yang beroperasi di Indonesia, dengan 30 unit pabrik yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kapasitas produksi semen tertinggi pada lima tahun terakhir (2010-2015) dihasilkan oleh PT. Semen Indonesia (9.100-13.120 ton), diikuti oleh PT. Holcim (8.300-10.700 ton). Tingginya kapasitas produksi suatu pabrik semen berakibat terhadap banyaknya limbah yang diemisikan ke lingkungan. Tabel 1 menyajikan perbandingan emisi gas SO2, NO2, dan emisi debu yang dihasilkan

oleh PT. Holcim, PT. Semen Indonesia, dan baku mutu emisi pabrik semen di Indonesia.

Tabel 1 Perbandingan emisi gas SO2, NO2, dan emisi debu PT. Holcim, PT.

Semen Indonesia dan baku mutu emisi pabrik semen di Indonesia Parameter Holcim (mg/m3) Semen Indonesia

(mg/m3)

Sumber: Annual Report Holcim 2013; Sustainability Report Semen Indonesia 2013; Kepmen LH No. 13 Tahun 1995

Akumulasi limbah yang diemisikan pabrik semen dalam jangka waktu yang lama berdampak terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya, termasuk kondisi vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan kondisi vegetasi di sekitar pabrik semen di Mesir cenderung memiliki kelimpahan yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lain yang berada jauh dari pabrik semen (Fakhry & Migahid 2011). Kondisi suatu vegetasi dapat mengindikasikan dampak sumber polusi terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu cara pemantauan pencemaran lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan tumbuhan. Daun, kulit batang, dan akar merupakan contoh bagian tumbuhan yang dapat mengindikasikan adanya pencemaran (Kord et al. 2010). Analisis vegetasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui pengaruh akumulasi limbah industri semen terhadap kondisi vegetasi disekitarnya (Lameed & Ayodele 2008).

Pencemaran di Lingkungan Industri Semen

(20)

4

semen memanfaatkan solar, batubara serta bahan bakar sintetis (limbah B3 yang disubtitusikan) sebagai bahan bakar (KemenLH 2010). Pembakaran menggunakan bahan bakar tersebut jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Emisi dari bahan bakar dan emisi debu mengandung logam berat yang dapat mencemari lingkungan serta berbahaya bagi keseimbangan ekosistem. Akumulasi logam berat yang berlebih dapat mengganggu kestabilan lingkungan (COWI 2002).

Debu dan emisi sisa pembakaran selama proses produksi semen dapat mencemari air, udara serta tanah hingga radius 6 km (Oke & Ogedengbe 2011; Okasha et al. 2013). Sementara itu, hasil penelitian Darmono (1994) di pabrik semen di Cibinong menunjukkan logam berat yang terkandung dalam debu pabrik semen dapat terakumulasi dalam rumput pakan ternak hingga radius 5 km dari pabrik semen.

Akumulasi Logam Berat pada Tumbuhan

Logam berat merupakan unsur-unsur kimia dengan massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam berat dapat tersimpan bebas dalam tanah. Hal tersebut dapat menyebabkan keseimbangan kandungan tanah terganggu. Keadaan tersebut mengakibatkan logam berat terserap oleh tumbuhan melalui akar, dan akan terdistribusi ke bagian tumbuhan lainnya (Callender 2010; Emamverdian et.al 2015).

Tumbuhan yang mengalami cekaman akumulasi logam berat menunjukkan gejala yang mirip dengan gejala yang ditunjukkan akibat cekaman kekeringan, meliputi peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel epidermis, peningkatan jumlah stomata, reduksi pembukaan stomata, dan peningkatan ukuran sel penjaga (Cai & Shi 2009). Tabel 2 menunjukkan batas kritis logam berat dalam tanah dan tumbuhan.

Tabel 2 Batas Kritis Kandungan Logam Berat dalam Tanah dan Tumbuhan Unsur Kisaran Kadar Logam (ppm)

Tanah Tumbuhan

(21)

5

organik, phytochelatins (PC), dan metallothioneins (MT). Kompleks yang dibentuk oleh ion logam dan ligan (misalnya PC-Cd) selanjutnya dipindahkan ke vakuola. (Lambers et al. 2008; Manara 2012).

(22)

6

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar industri semen di daerah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling pada tiga lokasi dengan radius 1, 3, dan 5 km dari pabrik semen (Gambar 1). Analisis vegetasi tumbuhan bawah dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014; analisis kandungan Pb dan Cd pada akar, daun, serta tanah dilaksanakan pada bulan September-Desember 2014; pengamatan lokasi akumulasi Pb dan Cd pada jaringan akar dan daun tumbuhan uji dilaksanakan pada bulan Oktober 2014-Januari 2015.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian. Lokasi pengamatan di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor: A1, A2, dan A3 radius 1 km; B1, B2, dan B3 radius 3 km; C1, C2, dan C3 radius 5 km (Google Maps 2016).

Alat dan Bahan

Tumbuhan yang digunakan sebagai contoh merupakan jenis-jenis dominan yang hidup di sekitar pabrik semen, meliputi Stachytarpheta jamaicensis, Bidens pilosa, dan Pennisetum purpureum. Organ tumbuhan yang digunakan untuk analisis kadar logam Cd dan Pb dan analisis akumulasi jaringan adalah daun dan akar. Reagen untuk pengamatan histokimia meliputi FeCl3 untuk mendeteksi

logam Cd dan sodium rodizonat untuk mendeteksi logam Pb. Analisis kandungan logam Pb dan Cd pada contoh akar dan daun dianalisis menggunakan

(23)

7

Atomic Absorbtion Spectrometry (AAS) di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Cimanggu, sedangkan contoh tanah dianalisis di Laboratorium Kimia Terpadu IPB. Sayatan melintang daun dan akar dibuat dengan menggunakan mikrotom beku (Yamato tipe RV-240) di Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong. Pengamatan jaringan dilakukan dengan menggunakan mikroskop (Olympus BX51) yang dilengkapi dengan kamera optilab.

Analisis Vegetasi

Pengamatan kondisi vegetasi tumbuhan bawah dilakukan pada setiap radius pengamatan. Analisis vegetasi dilakukan menggunakan metode kuadrat, dengan luas petak contoh (2×2) m2, masing-masing radius sebanyak 50 petak contoh.

Analisis Kandungan Cd dan Pb dalam Akar, Daun dan Tanah

Contoh akar dan daun S. jamaicensis, B. pilosa , dan P.purpureum diambil secara komposit dari setiap radius pengamatan. Akar dan daun selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 5 hari. Tumbuhan yang sudah kering kemudian dihancurkan hingga menjadi serbuk, lalu dianalisis kadar Cd dan Pb menggunakan AAS. Contoh tanah diambil dengan kedalaman 0-15 cm pada setiap radius pengamatan, selanjutnya kandungan logam berat dalam contoh tanah dianalisis dengan AAS.

Analisis Histokimia

Sampel berupa helai daun dan akar P. purpureum, S. jamaicensis, dan B. pilosa disayat melintang setebal 30 µm menggunakan mikrotom beku (Yamato tipe RV-240). Pengamatan akumulasi Cd dalam jaringan tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pengamatan tidak langsung, yaitu dengan mendeteksi keberadaan senyawa tanin pada sel atau jaringan menggunakan FeCl3(Mulyani &

Laksana 2011). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Vollenweider et.al (2006) yang menunjukkan bahwa tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang kadarnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya akumulasi logam Cd dalam jaringan tumbuhan. Sampel direndam dalam larutan 10% FeCl3 lalu didiamkan selama 15 menit pada suhu kamar. Sayatan

diletakkan di atas gelas obyek dan ditetesi dengan 30% gliserin, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus BX51) yang dilengkapi dengan kamera optilab. Keberadaan logam Cd pada jaringan ditandai dengan adanya warna coklat hingga hitam.

(24)

8

Pengamatan Stomata

Stomata diamati pada sediaan paradermal daun P. purpureum, S. jamaicensis, dan B. pilosa. Sediaan paradermal daun dibuat dalam bentuk semi permanen dengan metode sediaan utuh (Sass 1951). Helai daun yang telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan akuades lalu direndam dalam larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak, kemudian dibilas dengan akuades. Proses pengerikan sisi adaksial dan abaksial daun dilakukan dengan menggunakan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan klorox (Bayclin) dengan kandungan NaClO 5,25% selama 3-5 menit, kemudian dibilas dengan akuades lalu diwarnai dengan safranin 1% selama 2-3 menit, dan diberi media gliserin 30%. Parameter yang diamati pada sayatan paradermal daun adalah ukuran dan kerapatan stomata. Pengukuran stomata di lakukan pada kondisi tertutup dengan mengukur panjang dan lebar sel penjaga dengan menggunakan mikrometer, 5 kali ulangan untuk setiap bidang pandang.

Analisis Data

Nilai INP diperoleh melalui perhitungan menggunakan rumus:

Indeks Nilai Penting (INP)jenis i = KR jenis i + FR jenis i

Besarnya nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif diperoleh melalui perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kerapatan Relatif KR jenis i = Kerapatan mutlak jenis i

Kerapatan total seluruh jenis× 100%

Frekuensi Relatif FR jenis i = Frekuensi mutlak jenis i

Frekuensi total seluruh jenis× 100%

Nilai INP yang diperoleh dipergunakan untuk perhitungan indeks keanekaragaman jenis, indeks kekayaan jenis, indeks kemerataan jenis dan indeks kemiripan komunitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Indeks Keanekaragaman Jenis H′ = H′= Pi ln Pi

Indeks Kemiripan Komunitas IS = 2W

a + b× 100%

Keterangan:

Pi = Peluang kepentingan tiap jenis ( Indeks nilai penting jenis i (ni ) Total Indeks Nilai Penting seluruh jenis (N))

(25)

9

W = Jumlah nilai INP terkecil untuk masing-masing jenis pada kedua tegakan yang diamati

N = Total individu dari seluruh jenis S = Banyaknya jenis

Kriteria nilai H’ = rendah (H<1), sedang (1<H<3), tinggi (H>3) Kriteria nilai E = rendah (E<0.4), sedang (0.4<E<0.6), tinggi (E>0.6) Kriteria nilai R1 = rendah (R1< 3.5), sedang (3.5< R1<5.0), tinggi (R1>5.0)

Kriteria nilai IS = Mirip, jika IS ≥ 75%

Nilai BCF dan TF dihitung berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Majid et al. (2012), meliputi:

Faktor Biokonsentrasi BCF = Logam Tumbuhan

Logam Tanah

Faktor Translokasi TF = Logam Tajuk atau daun

Logam Akar

Sementara itu, nilai kerapatan stomata dihitung menggunakan rumus:

Kerapatan stomata = Jumlah stomata

Luas bidang pandang (mm2)

(26)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komposisi Vegetasi Lingkungan Industri Semen di Cileungsi, Bogor

Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah menunjukkan terdapat 14 famili dengan 33 jenis tumbuhan pada radius 1 km dari pabrik semen, 11 famili dengan 23 jenis tumbuhan pada radius 3 km, dan 12 famili dengan 25 jenis tumbuhan pada radius 5 km (Tabel 3). Fabaceae merupakan famili penyusun vegetasi tumbuhan bawah dengan perwakilan jenis terbanyak, yaitu 9 jenis, yang diikuti oleh Asteraceae 5 jenis, Rubiaceae 4 jenis, Poaceae, Euphorbiaceae, dan Malvaceae 3 jenis. Beberapa famili hanya ditemukan pada salah satu radius saja, Apocynaceae, Moraceae, dan Myrtaceae hanya ditemukan pada radius 1 km, sedangkan Amaranthaceae dan Lamiaceae hanya ditemukan pada radius 5 km (Tabel 3).

Tabel 3 Indeks nilai penting tumbuhan penyusun vegetasi tumbuhan bawah sekitar industri semen di daerah Cileungsi, Bogor

Famili Nama Jenis INP jenis pada radius

1 km 3 km 5 km

Acantaceae Asystasia gangetica 7.81 4.72 1.69

Amaranthaceae Alternanthera sessilis − − 0.85

Apocynaceae Tylophora indica 0.72 − −

Asteraceae Ageratum conyzoides − − 6.74

Bidens pilosa 40.44 35.51 26.40

Chromolaena odorata 9.22 15.51 14.1

Emilia sonchifolia 2.72 3.73 4.67

Porophyllum ruderale 0.48 − −

Convolvulaceae Ipomoea crassidaulis 3.81 7.08 6.97

Merremia vitifolia 14.64 7.90 1.87

Euphorbiaceae Breynia nivosa 8.29 − −

Euphorbia hirta 1.39 6.90 10.22

Manihot esculenta 0.72 − −

Fabaceae Calopogonium mucoides 1.43 − −

Centrosema pubescens 4.84 3.27 2.89

Oxalidaceae Oxalis barrelieri 15.59 15.85 13.29 Phyllanthaceae Phyllanthus urinaria 0.92 6.69 6.81

Poaceae Conyza sumtrensis 0.42 1.55 −

Oplismenus burmannii − − 5.55

Pennisetum purpureum 3.09 7.42 9.73

Rubiaceae Borreria articularis 8.82 − −

Borreria latifolia 4.21 − −

Hedyotis corymbosa 3.06 3.71 3.50

Richardia brasiliensis 2.94 4.25 8.18

Verbenaceae Lantana camara 10.42 12.07 15.68

(27)

11

Jenis tumbuhan dikotil yang memiliki nilai INP tertinggi pada penelitian ini adalah B. pilosa (26.40-40.44), diikuti oleh S. jamaicensis (24.08-28.93). Sementara itu, P. purpureum merupakan jenis tumbuhan monokotil dengan nilai INP tertinggi pada penelitian ini (3.09-9.73). Selain ketiga jenis tersebut, C. odorata, L. glauca, M. vitifolia, M. pudica, O. barrelieri, dan L. camara juga memiliki nilai INP yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain dengan kisaran 10.42-15.85.

Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) pada ketiga radius pengamatan

relatif sama dengan kisaran 2.60-2.83. Nilai indeks kekayaan jenis (R1) dan

kemerataan jenis (E) juga menunjukkan nilai yang relatif sama pada ketiga radius pengamatan, masing dengan kisaran 3.12-3.39 dan 0.74-0.88 (Tabel 4).

Tabel 4 Indeks keanekaragaman jenis, kekayaan jenis, dan kemerataan jenis vegetasi tumbuhan bawah lingkungan industri semen di Cileungsi, Bogor

Radius jarak (km) H’ R1 E

1 2.60 3.25 0.74

3 2.63 3.12 0.83

5 2.83 3.39 0.88

Keterangan: H’ (Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner); R1 (Indeks kekayaan jenis Margalef); E (Indeks kemerataan jenis).

Nilai indeks kemiripan komunitas (IS) terendah ditemukan pada perbandingan komunitas tumbuhan pada radius pengamatan 1 dan 5 km sebesar 62.23. Sementara itu, nilai IS pada perbandingan radius 1 dan 3 km relatif sama dengan 3 dan 5 km sebesar 78,06 dan 80.38 (Tabel 5).

Tabel 5 Indeks kemiripan komunitas vegetasi tumbuhan bawah di lingkungan industri semen daerah Ciluengsi, Bogor

Radius jarak komunitas tumbuhan yang dibandingkan (km) Nilai kemiripan (IS)

1-3 78.06

1-5 62.23

3-5 80.38

Kondisi Kimia Tanah dan Kondisi Klimatik di Sekitar Pabrik Semen di Cileungsi, Bogor

Kandungan pasir, debu, dan liat dalam tanah, serta derajat keasaman (pH) dan kandungan N pada ketiga radius penelitian tidak berbeda nyata. Kandungan C dan nilai KTK pada radius 1 km lebih tinggi dibandingkan dengan radius 3 dan 5 km. Kandungan P2O5 radius 1 km lebih rendah dibandingkan dengan radius 3 dan

5 km. Kandungan K2O pada radius 1 km lebih tinggi dibandingkan radius 3 dan 5

(28)

12

Tabel 6 Hasil analisis kondisi kimia tanah di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor

Parameter Jarak (km)

1 3 5

Pasir (%) 66.00a 70.00a 65.00a

Debu (%) 20.00a 15.00a 19.00a

Liat (%) 14.00a 15.00ab 19.00b

pH 9.40a 8.80a 8.90a

C (%) 0.97a 0.14b 0.10b

N (%) 0.09a 0.01a 0.01a

P2O5 (mg/100g) 18.00a 44.00a 65.00b

K2O (mg/100g) 35.00a 7.00b 22.00c

KTK (cmolc/kg) 6.65a 3.06b 4.76b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey dengan tingkat kepercayaan 95%.

Kisaran suhu pada lokasi penelitian tergolong normal, berkisar 21-35ºC. Kelembaban di sekitar lokasi penelitian menunjukkan nilai lebih dari 50%, dengan kisaran nilai 61-92%. Curah hujan berada pada kisaran 4-36 mm3, dan kecepatan angin berkisar pada 1-15 km/jam (Tabel 7).

Tabel 7 Kondisi klimatik lingkungan di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor Bulan Suhu (°C) Kelembaban (%) Curah Hujan (mm3) Kecepatan angin

(km/jam) Juli 23.0-35.4 61.0-79.0 6.4-21.8 1.0-12.8

Agustus 22.7-33.6 70.0-83.0 8.1-22.6 2.2-12.3

September 21.6-34.7 63.0-82.0 7.5-35.2 3.5-14.1

Oktober 21.6-33.2 68.0-92.0 4.0-36.4 3.6-14.6 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2014

Akumulasi Logam Pb dan Cd pada Akar, Daun, dan Tanah di sekitar Pabrik Semen di Cileungsi, Bogor

(29)

13

Gambar 2 Kandungan logam Cd dan Pb dalam tanah di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor. Kandungan logam Cd (a), kandungan logam Pb (b)

Kandungan logam Cd dalam akar B. pilosa pada radius 3 km lebih tinggi dibandingan pada radius 1 dan 5 km. Akar S. jamaicensis pada radius 1 km memiliki kandungan logam Cd yang lebih tinggi dibandingkan radius 3 dan 5 km. Sementara itu, kandungan logam Cd dalam akar P. purpureum pada radius 3 km lebih tinggi dibandingkan radius 1 dan 5 km. Kandungan logam Cd dalam akar tertinggi ditemukan pada jenis P. purpureum (2.32 mg/kg), bernilai hampir 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan B. pilosa dan S. jamaicensis (0.90-1.58 mg/kg) (Gambar 3).

Gambar 3 Kandungan logam Cd dalam akar dan daun tumbuhan di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor. Kandungan logam Cd dalam akar (a), kandungan logam Cd dalam daun (b)

Daun B. pilosa pada radius 1 dan 3 km memiliki kandungan logam Cd yang relatif sama, namun lebih tinggi dibandingkan radius 5 km. Kandungan logam Cd dalam daun S. jamaicensis pada radius 1,3, dan 5 km relatif sama. Pada radius 1 dan 3 km, kandungan logam Cd pada daun P. purpureum relatif sama, namun lebih tinggi dibandingkan radius 5 km. Kandungan logam Cd dalam daun S. jamaicensis dan P. purpureum berkisar 0.44-0.88 mg/kg, separuh lebih rendah

(30)

14

dibandingkan kandungan Cd dalam daun B. pilosa dengan kisaran 1.10-1.40 mg/kg (Gambar 3).

Kandungan logam Pb dalam akar B. pilosa pada radius 3 dan 5 km relatif sama, namun lebih tinggi dibandingkan radius 1 km. Sementara itu, kandungan logam Pb dalam akar S. jamaicensis pada radius 1 km lebih tinggi dibandingkan dengan radius 3 dan 5 km. Kandungan logam Pb dalam akar P. purpureum pada radius 3 km lebih tinggi dibandingkan radius 1 dan 5 km. Kandungan logam Pb dalam akar tertinggi ditemukan pada jenis P. purpureum (29.49 mg/kg), bernilai tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan B. pilosa dan S. jamaicensis (8.65-7.85 mg/kg) .

Kandungan logam Pb dalam daun B. pilosa pada radius 1, 3, dan 5 km relatif sama berkisar 6.99-11.18 mg/kg, demikian juga dengan daun S. jamaicensis dengan kisaran 8.60-12.69 mg/kg, dan P. purpureum 11.79-13.58 mg/kg. Secara umum, kandungan logam Pb dalam daun P. purpureum lebih tinggi dibandingkan B. pilosa dan S. jamaicensis (Gambar 4).

Gambar 4 Kandungan logam Pb dalam akar dan daun tumbuhan di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor. Kandungan logam Pb dalam akar (a), kandungan logam Pb dalam daun (b)

Nilai Bioconcentration Factor (BCF) dan Translocation Factor (TF)

Nilai BCF menggambarkan banyaknya logam dari tanah yang terserap oleh tumbuhan. Nilai BCF akar tertinggi untuk logam Pb dan Cd dimiliki oleh P. purpureum, sedangkan terendah dimiliki oleh S. jamaicensis. Jenis P. purpureum memiliki nilai BCF daun untuk logam Pb dan Cd lebih rendah jika dibandingkan jenis lainnya. Jenis B. pilosa memiliki nilai BCF daun tertinggi untuk logam Cd, sedangkan untuk logam Pb dimiliki oleh S. jamaicensis (Tabel 8).

(31)

15

Tabel 8 Nilai bioconcentration factor (BCF) akar dan daun tumbuhan uji yang hidup di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor

Organ yang diamati Jenis tumbuhan Rata-rata nilai BCF

Cd Pb

Akar S. jamaicensis 15.37±4.55 2.19±1.40

B. pilosa 20.57±5.15 3.00±2.42

P. purpureum 24.37±10.62 3.88±1.58

Daun

S. jamaicensis 10.93±0.93 2.21±1.33

B. pilosa 20.83±2.97 1.98±1.41

P. purpureum 10.67±3.61 0.13±0.05

Nilai TF menggambarkan banyaknya logam yang ditranslokasikan dari akar ke bagian daun. Nilai TF logam Pb tertinggi dimiliki oleh S. jamaicensis sebesar 1.03, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh P.purpureum sebesar 0.22. Nilai TF logam Cd tertinggi ditemukan pada jenis B. pilosa sebesar 1.06, sedangkan nilai terendah ditemukan pada jenis P. purpureum sebesar 0.45 (Tabel 9).

Tabel 9 Nilai translocation factor (TF) tumbuhan uji yang hidup di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor

Jenis tumbuhan Rata-rata nilai TF

Cd Pb

S. jamaicensis 0.75±0.22 1.03±0.03

B. pilosa 1.06±0.36 0.70±0.08

P. purpureum 0.45±0.08 0.22±0.14

Gejala Kerusakan Daun

Akumulasi logam Pb dan Cd berdampak terhadap kondisi morfologi daun S. jamaicensis, B. pilosa, dan P. purpureum. Ketiga tumbuhan tersebut menunjukkan gejala kerusakan pada daun. Kerusakan daun paling parah terlihat pada daun S. jamaicensis, kerusakan terjadi hampir diseluruh bagian daun. Kerusakan ditandai dengan adanya bercak berwarna kuning (klorosis) hingga coklat pada permukaan daun ketiga jenis tumbuhan tersebut (Gambar 5).

Gambar 5 Gejala kerusakan daun tumbuhan uji yang tumbuh di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor. Gejala kerusakan pada daun P. purpureum (a); B. pilosa (b); S. jamaicensis (c). Bar berukuran 5 cm.

(32)

16

Cemaran logam Cd dan Pb diduga dapat menyebabkan reduksi ukuran daun B. pilosa, S. jamiacensis, dan P. purpureum. Ukuran daun ketiga jenis tumbuhan perlakuan yang hidup di sekitar pabrik semen di Cileungsi menunjukkan reduksi ukuran daun kurang dari 30% jika dibandingkan tumbuhan kontrol. Reduksi lebar daun tertinggi ditemukan pada B. pilosa (27.31%). Sementara itu reduksi panjang daun tertinggi ditemukan pada S. jamaicensis (13.89%) (Tabel 10).

Tabel 10 Perbandingan ukuran daun tumbuhan perlakuan di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor dan tumbuhan kontrol

Jenis tumbuhan Sisi daun

Ukuran daun (cm) Reduksi ukuran daun (%) Kontrol Perlakuan

B. pilosa Panjang 7.63 ± 0.67 7.02 ± 2.63 7.99

Lebar 2.6 ± 0.17 1.89 ± 0.71 27.31

S. jamaicensis Panjang 6.91 ± 2.86 5.95 ± 0.30 13.89

Lebar 3.4 ± 0.56 3.15 ± 0.17 7.35

P. purpureum Panjang 40.4 ± 4.08 36.79 ± 6.82 8.94

Lebar 1.4 ± 0.17 1.02 ± 0.12 14.29

Akumulasi Logam Pb dan Cd pada Jaringan Akar dan Daun

(33)

17

Gambar 6 Hasil pengujian kandungan logam Cd dalam jaringan tumbuhan. Akumulasi logam Cd dalam akar P. purpureum terpapar (a) dan kontrol (b), daun P. purpureum

terpapar (c) dan kontrol (d); akar B. pilosa terpapar (e) dan kontrol (f), daun B. pilosa terpapar (g) dan kontrol (h); akar S. jamaicensis terpapar (i) dan kontrol (j), daun S jamaicensis terpapar (k) dan kontrol (l). Ep: epidermis; flo: floem; xi: xilem; end: endodermis; skle: sklerenkim. Anak panah pada gambar menunjukkan adanya akumulasi tanin pada jaringan tumbuhan. Bar berukuran 50 µm.

(34)

18

Gambar 7 Hasil pengujian kandungan logam Pb dalam jaringan tumbuhan. Akumulasi logam Pb dalam akar P. purpureum terpapar (a) dan kontrol (b), daun P. purpureum terpapar (c) dan kontrol (d); akar B. pilosa terpapar(e) dan kontrol (f), daun B. pilosa terpapar (g) dan kontrol (h); akar S. jamaicensis terpapar (i) dan kontrol (j), daun S jamaicensis terpapar (k) dan kontrol (l). Ep: epidermis; flo: floem; xi: xilem; end: endodermis; skle: sklerenkim. Anak panah pada gambar menunjukkan adanya akumulasi logam Pb pada jaringan tumbuhan. Bar berukuran 50 µm.

(35)

19

Logam Pb dalam akar P. purpureum terakumulasi pada jaringan epidermis, korteks, endodermis, floem, dan xilem, sedangkan dalam daun terdapat pada jaringan epidermis, sklerenkim, floem, dan xilem (Gambar 7a & 7c). Akumulasi logam Pb dalam akar B. pilosa ditemukan pada epidermis, korteks, floem, dan xilem, sedangkan dalam daun terdapat pada jaringan xilem (Gambar 7e & 7g). Akar S. jamaicensis mengakumulasi logam Pb pada jaringan epidermis, floem, dan xilem, sedangkan dalam daun terdapat pada jaringan xilem (Gambar 7i & 7k).

Stomata pada daun B. pilosa dan S. jamaicensis terdapat pada sisi abaksial dan adaksial, sedangkan pada P. purpureum stomata hanya ditemukan pada sisi abaksial. Ukuran stomata pada daun S. jamaicensis lebih besar dibandingkan dengan stomata ke dua jenis lainnya. Stomata daun tumbuhan perlakuan dan kontrol secara umum masih menunjukkan ukuran yang relatif sama (Tabel 11). Tabel 11 Perbandingan ukuran stomata tumbuhan perlakuan yang tumbuh di

sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor dan tumbuhan kontrol.

Jenis tumbuhan

Rata-rata ukuran stomata (µm)

Abaksial Adaksial

Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan

p l p l p l p l cenderung memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, kerapatan stomata daun B. pilosa dan S. jamaicensis pada tumbuhan perlakuan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Kerapatan total stomata daun B. pilosa dan S. jamaicensis relatif sama, namun lebih tinggi daripada P. purpureum (Tabel 12).

Tabel 12 Perbandingan kerapatan stomata tumbuhan perlakuan yang tumbuh di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor dan tumbuhan kontrol

Jenis tumbuhan

Rata-rata kerapatan stomata (mm-2)

Abaksial Adaksial

Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan B. pilosa 224.36±5.06 220.53±15.42 138.59±6.87 128.65±9.89 S. jamaicensis 243.02±9.2 224.42±6.70 129.41±8.42 116.96±12.08

P. purpureum 295.43±11.3 333.30±16.71 - -

Pembahasan

(36)

20 Tingginya nilai INP famili Asteraceae mengindikasikan toleransi yang tinggi terhadap cekaman logam Pb dan Cd. Hasil penelitian Sun et al. (2009) menunjukkan Asteraceae merupakan famili yang sangat adaptif terhadap berbagai cekaman, sehingga mudah sekali tumbuh dan berkembang biak pada berbagai kondisi lingkungan.

Hasil analisis vegetasi menunjukkan Apocynaceae, Moraceae, dan Myrtaceae hanya ditemukan pada radius 1 km, sedangkan Amaranthaceae dan Lamiaceae hanya ditemukan pada radius 5 km. Apocynaceae, Moraceae, dan Myrtaceae merupakan famili yang mampu hidup dengan kondisi cekaman panas dan kekeringan. Hal ini diduga menyebabkan jenis tumbuhan yang berasal dari ketiga famili tersebut hanya ditemukan pada radius 1 km dengan kondisi yang panas dan sedikit naungan (Messou et.al 2013). Sementara itu, Amaranthaceae dan Lamiaceae hanya ditemukan pada radius 5 km. Jenis-jenis tersebut diduga lebih sesuai hidup dengan kondisi yang mulai ternaung dan cukup air, sehingga kedua famili hanya ditemukan pada radius 5 km.

Nilai INP B. pilosa dan S. jamaicensis menggambarkan pentingnya peranan kedua jenis tersebut terhadap jenis lainnya dalam vegetasi dan ekosistem di sekitarnya. Jenis-jenis yang mempunyai INP tinggi berpeluang lebih besar untuk dapat mempertahankan hidup dan kelestariannya (Misra 1980). Jenis yang penting adalah jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempati secara efisien dibandingkan dengan jenis lain dalam tempat yang sama (Smith 1977). Nilai INP diperoleh dari penjumlahan dari nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif, sehingga secara tidak langsung menunjukkan tingginya kerapatan dan frekuensi B. pilosa dan S. jamicensis di sekitar industri semen di Cileungsi. Banyaknya jumlah dan kehadiran B. pilosa pada mayoritas petak contoh menunjukkan jenis tersebut mudah beradaptasi dan mudah berkembang biak walaupun dalam kondisi tercekam logam berat. Kemampuan berkembangbiak B. pilosa yang cepat menyebabkannya mudah tersebar dan mendominasi seluruh area pengamatan. Hasil penelitian Huang at al. (2012) menunjukkan B. pilosa merupakan jenis tumbuhan yang dapat berkembang biak secara seksual dengan xenogami sehingga memungkinkan peningkatan heterogenitas genetik dan meningkatkan kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi habitat (Hsu & Kao 2014).

Hasil perhitungan menunjukkan indeks keanekaragaman jenis pada seluruh lokasi penelitian tergolong sedang, dengan nilai indeks keanekaragaman

jenis (H’) berkisar 2–3 (Magguran 1988). Besarnya nilai H’ dipengaruhi oleh besarnya nilai INP setiap jenis tumbuhan dan total INP seluruh tumbuhan, sehingga jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi berkontribusi penting

(37)

21

barrelieri, dan L. camara memiliki nilai INP cukup tinggi (>10) turut memberikan kontribusi rata-rata sebesar 3% terhadap nilai H’. Hasil penelitian Kabir et.al. (2010) menunjukkan lima jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi berperan penting dalam keseimbangan vegetasi tumbuhan di sekitar kawasan industri Karaachi. Nilai H’ (2.60-2.83) pada penelitian ini memiliki kisaran yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai H’ di sekitar pabrik semen UNICEM

di Nigeria (0.33-1.33) dan di Mesir (0.62-1.46) (Lameed & Ayodele 2008; Fakhry & Migahid 2011). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh emisi debu yang dihasilkan pabrik pada lokasi penelitian relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata emisi pabrik semen di dunia. Data menunjukkan emisi debu pabrik semen di Cileungsi sebesar 45 g/ton clinker, sedangkan rata-rata emisi pabrik semen di dunia adalah 200 g/ton clinker (Holcim 2013).

Nilai indeks kekayaan jenis (R1) pada ketiga lokasi tergolong rendah,

dengan nilai kurang dari 3.5, berkisar 3.12-3.39 (Magguran 1988). Total keseluruhan individu dan banyaknya jenis tumbuhan yang ditemukan merupakan faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai R1. Jika jenis yang ditemukan

dalam suatu vegetasi cukup banyak dan jumlah individunya terbatas, maka nilai R1 yang dihasilkan cukup tinggi, begitu juga sebaliknya. Tumbuhan yang

ditemukan pada penelitian ini berjumlah 3,969 individu yang termasuk dalam 31 jenis. Perbedaan yang signifikan antara jumlah individu dan jenis tumbuhan mengakibatkan nilai R1 di sekitar pabrik semen di Cileungsi tergolong rendah.

Indeks kekayaan jenis di sekitar pabrik semen di daerah El Arab, Mesir bernilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan di daerah Cileungsi, dengan kisaran 4.00-6.00 (Fakhry & Mugahid 2011).

Indeks kemerataan jenis (E) pada vegetasi di sekitar pabrik semen di Cileungsi bernilai lebih besar dari 0.6, dengan kisaran 0.74-0.88, sehingga nilai E pada vegetasi tersebut tergolong tinggi. Nilai E dipengaruhi oleh besarnya nilai

keanekaragaman jenis (H’) dan banyaknya jenis tumbuhan yang ditemukan di

daerah tersebut. Jika jenis tumbuhan yang ditemukan sedikit, sementara nilai H’ tinggi, maka nilai indeks kemerataan jenisnya juga tinggi, begitu pula sebaliknya. Jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 31 jenis, dengan

nilai H’ 2.60-2.83. Nilai faktor pembagi (banyaknya jenis) yang tidak terlalu tinggi mengakibatkan tingginya nilai E di lokasi tersebut. Besarnya nilai indeks kemerataan jenis di sekitar pabrik semen daerah Cileungsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai indeks kemerataan jenis di sekitar pabrik semen di Mesir dengan kisaran 0.71-0.82 (Fakhry & Mugahid 2011).

(38)

22

semakin dekat jarak dua komunitas yang dibandingkan, maka semakin tinggi nilai indeks kemiripan komunitas yang dimiliki, begitu pula sebaliknya. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi nilai kemiripan antar dua komunitas. Suhu, intensitas cahaya, dan kecepatan angin dapat mempengaruhi nilai tersebut ((Fakhry & Mugahid 2011).

Kadar Pb yang ditemukan dalam tanah lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Cd. Meskipun mobilitas Cd lebih tinggi daripada Pb, akan tetapi sumber dan ketersediaan Pb di lingkungan lebih banyak, sehingga kemungkinan jumlah Pb yang dapat masuk ke dalam tubuh tumbuhan lebih tinggi dibandingkan Cd. dengan konsentrasi dalam daun dan tanah, sedangkan konsentrasi logam dalam daun lebih tinggi dibandingkan konsentrasi dalam tanah. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti karakteristik tumbuhan, kelarutan logam, pH, kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan karakter tumbuhan (Verma & Gupta 2013).

Tingginya kandungan logam Cd dan Pb dalam akar diduga dikarenakan ketiga jenis tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan darat yang cenderung menyimpan sebagian besar logam tersebut di akar. Hasil penelitian Rotkittikhun et al. (2006) menunjukkan karakter umum dari tumbuhan darat dalam merespon kontaminasi logam berat adalah menyimpannya di dalam akar. Ogunkunle et al. (2014) menyatakan P. purpureum merupakan rumput yang cenderung menyimpan logam di dalam akarnya. Hasil penelitian Sun et.al (2009) juga menunjukkan B. pilosa cenderung menahan zat-zat yang bersifat toksik di dalam akarnya. Hasil perhitungan BCF akar bernilai >1 pada ketiga jenis tersebut juga menunjukkan kecenderungan logam ditranslokasikan dari tanah menuju akar. Tumbuhan cenderung mengakumulasikan logam Pb dan Cd dalam akar (Majid et.al 2012). terserap oleh akar. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh KTK yang sangat rendah <5 cmolc/kg, kandungan C yang sangat rendah <1 %, dan N yang sangat rendah

(39)

23

Nilai BCF dari ketiga jenis tumbuhan yang terpapar logam logam Cd dan Pb dari debu semenmenunjukkan kisaran nilai lebih dari satu, mengindikasikan jenis-jenis tersebut berpotensi menjadi akumulator logam Pb dan Cd (Zarinkamar et al. 2013; Qian et al. 2012). Nilai BCF merupakan perbandingan antara konsentrasi logam dalam tumbuhan dengan konsentrasi logam dalam tanah. Sementara itu, nilai TF dari ketiga jenis tumbuhan juga menunjukkan nilai yang lebih besar dari 1, kecuali pada P. purpureum. Salah satu kriteria tumbuhan akumulator adalah konsentrasi logam di tajuk lebih besar dari konsentrasi logam di akar. Namun, berdasarkan hasil analisis menggunakan AAS pada penelitian ini diperoleh hasil konsentrasi logam Pb dan Cd di akar lebih besar daripada konsentrasi logam Pb dan Cd di daun. Dalam hal ini, ketiga jenis tumbuhan uji tetap mengindikasikan potensi sebagai tumbuhan akumulator. Hal tersebut dikarenakan nilai BCF dan TF diasumsikan menjadi faktor yang lebih penting dibandingkan dengan perbedaan konsentrasi logam di akar dan daun dalam pendekatan penentuan kriteria tumbuhan akumulator logam (Zao et.al 2003; Sun et.al 2009).

Kisaran nilai BCF untuk logam Cd yang dimiliki tumbuhan uji pada penelitian ini memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai minimal kriteria tumbuhan akumulator (1) maupun nilai BCF ketiga jenis tumbuhan uji untuk logam Pb. Hal tersebut mengindikasikan kapasitas akumulasi logam Cd pada ketiga jenis tumbuhan lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam Pb. Berdasarkan nilai BCF, ketiga jenis tumbuhan uji diduga mampu menyerap logam Cd dengan lebih efektif dibandingkan dengan logam Pb. Perbandingan nilai BCF dan TF menunjukkan ketiga jenis tumbuhan memiliki kemampuan akumulasi logam Pb dan Cd yang lebih besar dibandingan dengan kemampuan translokasinya (BCF>TF). Hasil penelitian lain menunjukkan jenis tumbuhan Phyla nodiflora memiliki nilai TF (6-12) yang lebih tinggi dan BCF (2-20) yang relatif sama jika dibandingkan dengan ketiga tumbuhan pada penelitian ini, baik untuk logam Pb maupun Cd (Yoon et al. 2006). Sementara itu, hasil penelitian Rezvani dan Zaefarian (2011) menunjukkan nilai TF dan BCF logam Pb dan Cd pada Aeluropus littoralis (<1) lebih rendah jika dibandingkan P. purpureum, B. pilosa, dan S. jamaicensis.

Daun S. jamaicensis menunjukkan gejala kerusakan terjadi hampir di seluruh permukaan daun. Sementara itu, gejala kerusakan daun B. pilosa ditunjukkan dengan adanya warna coklat yang tampak pada permukaan daun, lebih sedikit jika dibandingkan dengan S. jamaicensis. Gejala kerusakan pada daun P. purpureum lebih ringan dibandingkan dua jenis lainnya. Gejala umum yang ditunjukkan oleh tumbuhan yang tercekam logam Pb dan Cd adalah klorosis (Manomita et.al 2004). Warna kuning pada daun menandakan terhambatnya proses pembentukan klorofil pada daun (Sun et.al 2009). Hasil penelitian Karimi et al. (2012) menunjukkan peningkatan konsentrasi Pb pada media hidroponik menyebabkan penurunan kandungan klorofil a dan b pada tumbuhan Cynara scolymus yang berakibat pada timbulnya gejala klorosis.

(40)

24

dapat berupa mekanisme pertahanan ekstraseluler maupun intraseluler. Pengamatan histologi pada akar menunjukkan logam Pb dan Cd ditemukan pada jaringan epidermis, korteks, endodermis, xilem, serta floem, sedangkan pada daun di jaringan epidermis, xilem dan floem. Logam Pb dan Cd pada jaringan-jaringan tersebut umumnya terakumulasi di bagian dinding sel. Hal ini merupakan salah satu mekanisme tumbuhan untuk mencegah logam Pb dan Cd masuk ke dalam sitoplasma dan meracuni sel. Dindingsel dapat menghambat pergerakan logam berat dengan pektin, histidin, dan karbohidrat ekstraseluler sehingga mencegah logam berat masuk ke sitosol (Wang et.al 2008). Logam Pb dan Cd juga ditemukan terakumulasi pada dinding sel jaringan sklerenkim daun P. purpureum. Jaringan sklerenkim pada daun umumnya mengalami modifikasi sebagai tempat penyimpanan logam berat (Vollenweider et.al 2006).

Tumbuhan memiliki mekanisme pertahanan terhadap toksisitas logam Pb dan Cd dengan mengaktifkan POD (peroksida dismutase). Peran POD mengkatalis H2O2- untuk meghilangkan oksigen radikal dalam jaringan (Clemens

2006). Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan mekanisme pertahanan jaringan tumbuhan. Jenis B. pilosa dapat mengatur aktivitas POD untuk detoksifikasi oksigen reaktif dalam cekaman logam Cd. Tumbuhan memberikan respon dengan mengaktifkan gen spesifik untuk memacu peningkatan aktifitas POD dengan tujuan memacu biosintesis lignin. Lignin berperan dalam penebalan dinding sel sehingga terbentuk penghalang/barier fisik terhadap logam berat (Sun et.al 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan warna merah yang mengindikasikan akumulasi logam Pb, dan warna coklat hingga hitam mengindikasikan akumulasi Cd banyak terakumulasi di dinding sel pada akar dan daun. Hal tersebut diduga karena dinding sel mampu menghambat masuknya logam Pb dan Cd ke dalam sel. Logam Pb dan Cd juga ditemukan terukumulasi di sekitar jaringan endodermis. Endodermis berperan sebagai barrier terhadap perpindahan logam Pb dari akar ke tajuk. Hal ini mengakibatkan proses translokasi logam dari akar ke tajuk terhambat, sehingga berdampak pada akumulasi Pb dalam akar lebih tinggi jika dibandingkan dalam daun (Sharma & Dubey 2005).

Selain mekanisme pertahanan ekstraseluler, tumbuhan juga memiliki pertahanan intraseluler terhadap cekaman logam Pb dan Cd. Akumulasi Pb dan Cd dalam tumbuhan merubah stabilitas ion Ca2+ dengan meningkatkan aliran kalsium di dalam sel. Kalsium intraseluler merupakan pembawa sinyal yang berinteraksi dengan calmodulin untuk mengatur gen terkait yang terbawa dalam transport logam dan metabolisme. Kandungan Ca intraseluler yang tinggi diamati pada tumbuhan yang terpapar Pb dan Cd yang selanjutnya menginduksi mekanisme adaptif untuk mengurangi efek toksisitas kedua logam tersebut (Manara 2012). Ketahanan ketiga jenis tumbuhan uji pada penelitian ini di diduga erat kaitannya dengan aktivitas Ca intraseluler.

(41)

25

Daun P. Purpureum yang terpapar oleh logam Pb dan Cd yang berasal dari debu semen cenderung memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dimungkinkan karena daun pada area di sekitar pabrik semen tertutup oleh debu sehingga pertukaran gas dan air terganggu. Tumbuhan beradaptasi pada kondisi tersebut dengan meningkatkan jumlah stomata (Pourkhabbas et al. 2010). Sementara itu stomata pada daun B. pilosa dan S. jamaicensis cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut diduga disebabkan oleh toksisitas logam Pb dan Cd dalam tubuh tumbuhan dapat mengurangi kemampuan tumbuhan untuk menyerap CO2 dan mengurangi area

(42)

26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Terdapat 14 famili dan 36 jenis tumbuhan bawah ditemukan di area sekitar industri semen di Cileungsi, dengan rincian terdapat terdapat 14 famili dengan 33 jenis tumbuhan pada radius 1 km dari pabrik semen, 11 famili dengan 23 jenis tumbuhan pada radius 3 km, dan 12 famili dengan 25 jenis tumbuhan pada radius 5 km. Nilai indeks keanekaragaman jenis, kekayaan jenis, dan kemeretaan jenis pada radius 1, 3, dan 5 km relatif sama. Kemiripan vegetasi tertinggi ditunjukkan oleh vegetasi pada radius 3 dan 5 km. Jenis tumbuhan dengan nilai INP tertinggi pada ketiga lokasi penelitian yang mendominasi vegetasi tumbuhan bawah adalah B pilosa. Hasil analisis dua jenis logam yang diuji menunjukkan kandungan Pb dalam akar dan daun S. jamaicensis, B. pilosa, dan P. purpureum, serta di dalam tanah lebih besar jika dibandingkan dengan Cd. Akumulasi logam Pb dan Cd dalam jaringan akar umumnya ditemukan pada jaringan epidermis, endodermis, xilem dan floem, sedangkan dalam jaringan daun ditemukan pada jaringan epidermis, xilem dan floem. Berdasarkan hasil perhitungan nilai BCF, semua jenis tumbuhan uji memiliki potensi sebagai akumulator logam Cd dan Pb.

Saran

(43)

27

DAFTAR PUSTAKA

Azmat R, Haider S, Nasreen H, Aziz F, Riaz M. 2011. A viable alternative mechanism in adapting the plants to heavy metal environment. Pak J Bot. 41(61): 2729-2738.

Brady NC, Weil RR. 2008. The Nature and Properties of Soils. London (GB): Prentice Hill.

Cai Q , Shi G. 2009. Leaf plasticity in peanut (Arachis hypogaea L.) in response to heavy metal stress. Env Exp Bot. 1(2): 289-293.

Callender E. 2010. Heavy metals in the environment-historical trends. Treat on Geochem. 9: 67-105

Clemens S. 2006. Toxic metal accumulation responses to exposure and mechanism of tolerance in plants. Biochimie. 88: 1707-1719.

COWI. European Commission DG ENV E3. 2002. Heavy Metals in Waste, Final Report. Kopenhagen (DK) : COWI.

Darmono. 1994. Kandungan logam berat Pb, Cd, Cu, Zn pada pakan ternak di sekitar pabrik semen di kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Teknologi Veteriner. Bogor, Indonesia (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Emmaverdian A, Ding Y, Mokhberdoran F, Xie Y. 2015. Heavy metals stress and some mechanism of plant defense response. Sci World. 1:1-18.

Escarré J. 2010. Heavy metal concentration survey in soils and plants of the Les Malines mining district (Southern France): implications for soil restoration. Water Air Soil Pollut. 216:485–504.

Fakhry M, Migahid M. 2011. Effect of cement-kiln dust pollution on the vegetation in the Western Mediterranean Desert of Egypt. Env Conserv. 5(9): 480-486.

Galiová M et al. 2008. Investigation of heavy-metal accumulation in selected plant samples using laser induced breakdown spectroscopy and laser ablation inductively coupled plasma mass spectrometry. Appl Phys A. 1:339-347

Ghani A. 2010. Toxic effects of heavy metals on plant growth and metal accumulation in maize (Zea mays L.) Iranian J Toxic. 3:326-334.

Ghelich S, Zarinkamar F, Soltani BM, Viknam V. 2013. Effect of lead treatment on medicarpin accumulation and on the gene expression of key enzymes involved in medicarpin biosynthesis in Medicago sativa L. Env Sci. 1: 21-27.

Haque N, Peralta-Videa JR, Jones GL, Gill TE, Gardea JL. 2008. Screening the phytoremidiation potential of desert broom growing on mine tailings in Arizona, USA. Environ Pollut. 153: 362-368.

Harahap H. 2004. Pengaruh Pencemaran Timbal dari Kendaraan Bermotor dan Tanah terhadap Tumbuhan dan Mutu Teh [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Hsu HM, Kao WY. 2014. vegetative and reproductive growth of an invasive weed Bidens pilosa L. var. radiata and its noninvasive congener Bidens bipinnata in Taiwan. Taiwania. 59(2): 119‒126

(44)

28

Iqbal MZ, Shafiq M. 2001. Periodical effect of cement dust pollution on the growth of some plant species. Turk J Bot. 25: 19-24.

Kabir AKL, Huda NH, Jhanker YM, Sharmin K. 2010. Vegetation condition around industry area in Karaachi. Bioresources. 5(3): 1618-1625.

Karimi LN, Khanahmadi M, Moradi B. 2012. Accumulation and phytotoxicity of lead in Cynara scolymus. Indist. 5(11): 3634-3641.

[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2015. Laporan Kinerja Kementerian Pendustrian Tahun 2015. Jakarta (ID): Kemenperin.

[KepmenLH] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkunga Hidup No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Jakarta (ID): KLH.

Kord B, Mataji A, Babale S. 2010. Pine (Pinus eldarica Medw) needles as indicator for heavy metal pollution, J Environ Sei Tech. 7:79-80.

Lambers H, Chapin SF, Pons TL. 2008. Plant Physiological Ecology Second

Edition. New York (US): Springer.

Lameed GA, Ayodele AE. 2008. Environmental impact assessment of cement factory production on biodiversity: a case study of UNICEM , Calabar, Nigeria. World J Bio Res. 1: 1-7.

Lamprecht H. (1989). Silviculture in The Tropics. Tropical Forest Ecosystem and Their Tree Species in Possibilities and Method for Their Long Term Utilization. Munich (DE): GTZ.

Lembaga Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. Jakarta (ID): LPT

Lestari F. 2012. Minimalisasi limbah pada industri semen dalam rangka implementasi sistem manajemen lingkungan ISO 14001. Agriplus. 22(2):110-116. operational fractions in the upper layer of 100-year-old-zinc-lead waste heap. Polish J Environ Stud. 3: 591-597.

Majid NM, Islam MM, Enanee N. 2012. Heavy metal uptake and translocation by Semuloh (Fagopyrum dibotrys) from sawdust sludge contaminated soil. Bulgarian J Agri Sci. 18 (6): 912-923.

Manara A. 2012. Plant responses to heavy metal toxicity. Plant Heavy Met+. 16:27-51.

Manomita P, Niladri B, Bulbul B, Archana S. 2004. Comparison of mercury, lead and arsenic with respect to genotoxic effects on plant systems and the development of genetic tolerance. Environ Exp Bot. 52: 199–223.

Messou A, Lacina Coulibaly, Doumbia L, Gourene G. 2013. Plants diversity and phytoaccumulators identification on the Akouedo landfill (Abidjan, Côte

d’Ivoire). African J Biotech. 12(3): 253-264.

Gambar

Gambar  1 Peta lokasi penelitian. Lokasi pengamatan di sekitar pabrik semen di daerah Cileungsi, Bogor: A1, A2, dan A3 radius 1 km; B1, B2, dan B3 radius 3 km; C1, C2, dan C3 radius 5 km (Google Maps 2016)
Tabel 3 Indeks nilai penting tumbuhan penyusun vegetasi tumbuhan bawah
Gambar 2 Kandungan logam Cd dan Pb dalam tanah di sekitar pabrik semen di
Tabel  8 Nilai bioconcentration factor (BCF) akar dan daun tumbuhan uji yang hidup di sekitar pabrik semen di Cileungsi, Bogor
+3

Referensi

Dokumen terkait

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1 (satu)

The reports have been submitted to Indonesia Financial Services Authority (OJK). SMS revenues increased by 7.8% YoY as a result of advanced pricing strategy

Sehubungan dengan Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi paket pekerjaan Pembangunan Irigasi Air Permukaan Kecamatan Semadam pada Dinas Pendidikan TP&amp;H Kabupaten Aceh

Setelah melalui Proses Pelelangan Sederhana yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pekerjaan Dinas Koperasi, UMKM Prindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sambas

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi oleh Pokja Jasa Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1 (satu)

In 1H15, total expenses including depreciation and amortization increased by 11.9% YoY to Rp22,025 billion, lower than revenue growth of 13.0%, indicating

Berdasarkan Hasil Penetapan Pemenang Nomor : 829 /Pokja ULP/APBK/BMCK/2015 tanggal 31 Agustus 2015, Pokja ULP Kabupaten Aceh Tenggara Dinas Bina Marga dan Cipta Karya berdasarkan