• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433 H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433 H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PROSES PENANGANAN DAN PEMOTONGAN

SAPI SAAT IDUL ADHA 1433 H (STUDI KASUS DI

WILAYAH BOGOR DAN SEKITARNYA)

ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433 H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

ABDUL AZIZ. Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433 H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya). Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan BRAMADA WINIAR PUTRA.

Pemotongan sapi saat Idul Adha melibatkan berbagai lapisan masyarakat, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui pelaksanaan pemotongan yang baik dan benar. Penelitan ini dilakukan untuk mengetahui titik kritis proses pemotongan sapi saat Idul Adha di daerah Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Evaluasi dilakukan berdasarkan pada letak area pemotongan, sanitasi dan higiene, peralatan yang digunakan, ketersediaan air bersih, dan tahapan proses pemotongan. Hasil pengamatan titik kritis pada pemotongan hewan kurban yaitu : penyembelihan, pengulitan, pengeluaran jeroan, pemisahan daging dan tulang, pengemasan dan distribusi. Kata kunci: higiene, resiko, pemotongan, sanitasi

ABSTRACT

ABDUL AZIZ. Evaluation in Process of Handling and Slaughtering Bulls during Idul Adha 1433H (Case Study in Bogor and Surrounding Areas). Guided by HENNY NURAINI and BRAMADA WINIAR PUTRA.

Cattle slaughter at Idul Adha was done voluntarily by citizen, most of them do not know the procedures of slaughtering. This research was conducted to identify critical point in cattle slaughter at Idul Adha in Bogor, Bekasi and Tangerang. This research used descriptive analiysis. Evaluation based on layout of slaughter area, sanitation and hygiene, personal hygiene, facility and slaughter process. Observation indicated that the critical point of slaughter process were slaughter process, skinning, eviceration, deboning, packaging and distribution.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

EVALUASI PROSES PENANGANAN DAN PEMOTONGAN

SAPI SAAT IDUL ADHA 1433 H (STUDI KASUS DI

WILAYAH BOGOR DAN SEKITARNYA)

ABDUL AZIZ

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433 H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya)

Nama : Abdul Aziz NIM : D14090130

Disetujui oleh

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Pembimbing I

Bramada Winiar Putra, SPt MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Evaluasi Proses Penanganan dan Pemotongan Sapi saat Idul Adha 1433H (Studi Kasus di Wilayah Bogor dan Sekitarnya).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini MSi, Bapak Bramada Winiar Putra SPt MSi selaku pembimbing, serta Bapak Edit Lessa Aditya SPt MSi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB angkatan 2009 yang telah memberi banyak bantuan dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih disampaikan kepada orang tua beserta keluarga atas segala doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

MATERI DAN METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi Penelitian 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Keadaan Umum Lokasi Pemotongan 3

Pelaksanaan Proses Pemotongan 5

Evaluasi Proses Pemotongan 8

Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practices (GSP) 10

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

RIWAYAT HIDUP 23

(13)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengamatan proses pemotongan 4

2 Kesesuain dan persentase proses pelaksanaan GSP 8

3 Rangking lokasi pemotongan 8

4 Persentase proses yang sesuai dengan GSP di semua lokasi 9

5 Evaluasi pelaksanaan GSP pada proses pemotongan 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Form kuisioner 20

2 Area pengistirahatan 21

3 Proses penyembelihan 21

4 Proses pengulitan 22

5 Proses pengeluaran jeroan 22

6 Pembelahan karkas 22

7 Proses pemisahan tulang 22

8 Proses penimbangan 23

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan tersedia cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kesehatan, serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pangan asal hewan seperti daging, susu dan telur serta hasil olahannya umumnya bersifat mudah rusak (perishable) dan memiliki potensi mengandung bahaya biologik, kimiawi dan fisik, yang dikenal sebagai Potentially Hazardous Foods (PHF) (Ditjen Peternakan 2007).

Pemotongan sapi saat Idul Adha adalah ibadah rutin yang dilakukan umat muslim setiap tahunnya. Pemotongan dilakukan di seluruh daerah yang masyarakatnya beragama islam. Warga di sekitar lokasi akan berpartisipasi dalam proses pemotongan, tetapi pemahaman dan pengetahuan tentang proses pemotongan yang baik dan benar tidak semuanya diketahui oleh warga. Pengetahuan yang sedikit dapat menyebabkan terjadinya penanganan yang kurang baik sebelum ataupun sesudah pemotongan, penanganan yang kurang baik ini dapat menyebabkan resiko terjadinya pencemaran pada daging yang dihasilkan. Warga yang berpartisipasi juga sebagian besar tidak mengetahui pentingnya sanitasi dan higiene saat berlangsungnya proses pemotongan.

Daging yang dihasilkan dari proses pemotongan Idul Adha ini akan dibagikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Proses pemotongan yang tidak sesuai dengan prinsip ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal) akan memberikan resiko tinggi terhadap penerima daging sehingga perlu adanya pemahaman mengenai proses pemotongan yang baik kepada masyarakat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik kritis proses pemotongan sapi pada saat Idul Adha di wilayah Bogor dan sekitarnya berdasarkan pedoman Good Slughtering Practices (GSP) sehingga memenuhi kriteria ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal).

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

2

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 yang bertempat di area masjid atau lokasi tersebut di atas. Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di 5 lokasi pemotongan di Bogor, 1 lokasi di Tangerang, dan 1 lokasi di Bekasi.

Materi Penelitian

Sapi yang digunakan sebagai penelitian yaitu sapi PO (Peranakan Ongol), sapi Simental, dan sapi silangan yang berjumlah 35 ekor. Terdiri dari 7 ekor sapi di Leuwiliang (sapi PO dan sapi Simental), 2 ekor sapi di Cibanteng (sapi PO dan Kerbau), 2 ekor sapi di Bubulak (sapi Brahman), 3 ekor sapi di Jalan Baru (sapi PO), 9 ekor di Tangerang (sapi PO), 3 ekor di Ciampea (sapi Brahman Cross) dan 9 ekor di Bekasi (sapi Bali dan sapi PO). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kamera untuk keperluan dokumentasi dan form kuisioner untuk melakukan penilaian.

Prosedur

Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus melalui pengumpulan data yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan proses pemotongan di MT Farm dan di Cibanteng. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi gambar serta laporan pengamatan mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB angkatan 2009 mengenai proses pemotongan sapi di Bogor (5 lokasi), Bekasi (1 lokasi), dan Tangerang (1 lokasi).

Proses yang dievaluasi dimulai sebelum ternak dipotong dengan meneliti penanganan ternak selama pengistirahatan sampai perlakuan yang dilakukan sebelum sapi tersebut dipotong. Tahap selanjutnya yang dievaluasi adalah meliputi proses pemotongan dan proses distribusi daging. Aspek-aspek tersebut dievaluasi berdasarkan Good Slaughtering Practices (GSP).

Rancangan Percobaan

Pemilihan tempat pemotongan dilakukan secara Random Sampling serta berdasarkan jumlah sapi yang berada di tempat pemotongan minimal berjumlah 2 ekor dan lokasi yang dekat dengan tempat tinggal saat adanya tugas studi kasus pemotongan Idul Adha. Syarat berjumlah minimal 2 ekor bertujuan jika ada salah satu proses pada saat pemotongan yang terlewat maka masih bisa diamati pada sapi yang lain.

(16)

3 kondisi umum lokasi pemotongan. Deskripsi proses pemotongan dilakukan dengan mengevaluasi tiap tahapan proses pemotongan yang berdasarkan pada GSP meliputi pengistirahatan, pemotongan, pengulitan, evicerasi, pembelahan karkas, dan pemotongan pembagian daging.

Peubah yang Diamati

Evaluasi proses pemotongan sapi membandingkan proses pemotongan sapi di tempat penelitian dengan proses pemotongan berdasarkan SNI. Evaluasi proses pemotongan meliputi:

1) Sarana dan Prasana di Lokasi Pemotongan. Sarana yang diamati meliputi lokasi, lahan, ketersediaan air, alat yang digunakan oleh pemotong.

2) Proses Pemotongan. Evaluasi penerapan GSP diidentifikasi dengan menggunakan kuisioner penilaian yang mencakup parameter penilaian pelaksanaan GSP di TPH. Indikator penilaian terdiri atas 2 pilihan yaitu pilhan “ya” dan “tidak”. Penilaian “ya” digunakan untuk setiap peubah yang terlaksana sesuai prosedur, sedangkan penilaian “tidak” untuk peubah yang belum atau tidak terlaksana sesuai prosedur. Penilaian GSP mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian 2010 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging.

3) Distribusi. Distribusi ikut diamati karena dalam proses ini juga sangat memungkinkan terjadinya cemaran pada daging. Aspek yang diamati pada proses distribusi meliputi alat yang digunakan pada proses distribusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Pemotongan

Pemotongan hewan qurban di lokasi pengamatan dilakukan di sekitar halaman masjid (Cibanteng, Tangerang, Bekasi), di kebun (Leuwiliang, Kota Bogor, dan Bubulak) dan di samping kandang penampungan (Ciampea). Pemotongan dilakukan dengan cara tradisional, belum ada pembagian tempat secara khusus untuk tiap tahapan proses pemotongan sehingga rata-rata lokasi pemotongan, pengulitan hingga pembagian karkas menjadi potongan daging kecil dilakukan di tempat yang berdekatan. Lokasi pemotongan di Tangerang memiliki tempat penampungan darah saat penyembelihan, sedangkan di Bekasi dan Kota Bogor hanya memiliki tempat penampungan pembuangan isi jeroan.

Qurban adalah suatu aktifitas penyembelihan ternak sapi, kambing, domba, atau unta yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah atau yang disebut juga Idul Adha dan pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau disebut juga hari tasyrik dengan niat beribadah kepada Allah SWT (Sabiq 2008). Pelaksanaan pemotongan qurban melibatkan berbagai elemen masyarakat yang ikut berpartisipasi dari proses penyembelihan sampai pendistribusian.

(17)

4

Tabel 1 Hasil pengamatan proses pemotongan

Tahapan Proses (Cibanteng), Ca (Ciampea), KB (Kota Bogor), Bu (Bubulak), Ta (Tangerang), Be (Bekasi).

Berdasarkan SNI 01-6159-1999, bangunan utama RPH terdiri atas daerah kotor dan daerah bersih, daerah kotor merupakan tempat pemingsanan, tempat pengeluaran darah, tempat penyelesaian proses penyembelihan, ruang untuk jeroan, ruang untuk kulit serta tempat pemeriksaan postmortem. Daerah bersih merupakan tempat pembagian karkas dan tempat pengeluaran karkas.

(18)

5 Pelaksanaan Proses Pemotongan

Pengistirahatan dan Pemuasaan

Hewan qurban yang terdapat pada 7 lokasi pengamatan sebelum disembelih telah diisitirahatkan terlebih dahulu, hewan tersebut didatangkan ke lokasi maksimal 1 hari sebelum penyembelihan. Pengistirahan ternak ini bertujuan agar ternak tidak mengalami stress, darah dapat keluar secara maksimal dan cukup tersedia energi agar proses rigormortis dapat berlangsung secara sempurna (Soeparno 2005). Kualitas daging yang dihasilkan dalam proses pemotongan sangat bergantung dengan keadaan fisiologis akibat perlakuan yang diterima hewan sebelum proses penyembelihan, hewan yang banyak mengalami stres dan banyak berontak akibat perlakuan baik selama transportasi ataupun selama pengistirahatan akan menghasilkan daging dengan kualitas yang rendah (Lawrie 2003).

Ternak yang dipuasakan sebelum disembelih hanya dilakukan oleh pihak Kota Bekasi (Tabel 1) . Pemuasaan ternak sebelum disembelih ini bertujuan untuk mengosongkan atau membersihkan saluran pencernaan sehingga akan memudahkan pada proses pengeluaran jeroan. Pemuasaan yang dilakukan oleh pihak Kota Bekasi tidak sepenuhnya berjalan sempurna karena warga yang datang untuk melihat hewan tersebut kadang memberi makan rumput atau daun yang ada disekitar halaman. Selain itu, ternak yang dipuasakan sekurang-kurangnya 6 jam sebelum penyembelihan dapat mencegah terjadinya pencemaran makanan yang disebabkan adanya perpindahan kuman-kuman dari usus ke dalam daging sehingga dapat mempercepat proses pembusukan (Nugroho 2004).

Pengistirahatan ternak tanpa dipuasakan sebenarnya mempunyai manfaat lain seperti pada waktu disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin karena ternak lebih kuat meronta, mengejang atau berkontraksi sehingga darah yang dikeluarkan lebih sempurna (Soeparno 2005).

Pemeriksaan Antemortem dan Penyembelihan

Pemeriksaan antemortem hanya dilakukan di Bubulak, dan Tangerang (seperti dapat dilihat pada Tabel 1). Pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan di Bubulak, sedangkan di Tangerang dilakukan oleh Pemda Tangerang. Pemeriksaan antemortem seharusnya dilakukan sebelum sapi disembelih, pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan sapi tersebut bebas dari penyakit, cukup umur dan layak untuk dikonsumsi dagingnya (Manual Kesmavet 1993).

(19)

6

penyembelih beragama Islam, berakal dan berbadan sehat, alat yang digunakan harus tajam, serta menyebut nama Allah saat menyembelih.

Sapi di Ciampea sebelum disembelih disiram terlebih dahulu, pegawai yang bekerja menyatakan penyiraman ini dilakukan agar sapi tenang dan bersih. Menurut Zulfanita (2008), ternak yang disiram dengan air dingin sebelum disembelih supaya ternak menjadi lebih bersih sehingga kebersihan karkas lebih terjamin, dan terjadi kontraksi perifer (faso kontraksi), sehingga darah di bagian tepi tubuh menuju bagian tengah tubuh pada waktu disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin.

Proses Pengulitan

Proses pengulitan dilakukan di atas tanah di semua lokasi tanpa adanya alas khusus, pengulitan dilakukan setelah memotong bagian kepala, kaki, dan ekor. Tahap ini harus diperhatikan karena semua lokasi tidak melakukan tahap ini sesuai dengan GSP padahal pengulitan menurut Bolton (2001) merupakan salah satu titik kritis pada proses pemotongan.

Pengulitan dilakukan dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut. Irisan tersebut dilanjutkan sepanjang permukaan kaki dan kulit dipisahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh. Menurut Soeparno (2005) pengulitan dapat dilakukan dengan kondisi digantung dan diletakkan di lantai. Lantai yang dimaksud adalah lantai dengan santasi yang bersih dan steril.

Proses Eviserasi

Proses ini dilakukan di tempat yang sama dengan alas kulit sapi tersebut, pengeluaran jeroan dilakukan. Eviserasi dilakukan dengan menyayat bagian tengah abdominal dan kemudian membelah bagian tulang dada sapi.

Kesalahan proses pengeluaran jeroan terjadi di Leuwiliang dan Bubulak menyebabkan keluarnya cairan jeroan didalam tubuh sapi, isi jeroan yang mengandung mikroba ini dapat menyebabkan kontaminasi karkas yang dihasilkan. Jeroan yang dikeluarkan tidak langsung ditangani, tetapi diletakkan diatas tanah tanpa alas atau tempat khusus.

Pemeriksaan Postmortem

Pemeriksaan postmortem hanya dilakukan oleh pihak di lokasi Bubulak (Tabel 1), jeroan ditempatkan langsung dalam keranjang khusus dan dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan yang bertugas. Lokasi lainnya tidak ada yang melakukan pemeriksaan postmortem.

Proses pemerikasaan postmortem yang dilakukan di Cifor (Bubulak) telah sesuai dengan ketentuan pemotongan hewan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 13/ Permentan / OT.140/ 1/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan unit penanganan daging (meat cutting plant) telah ditetapkan untuk melakukan pemeriksaan postmortem oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang.

Pembersihan Jeroan

(20)

7 Tangerang. Area pemotongan di Bekasi mempunyai tempat pembuangan isi jeroan yang lebih baik dengan adanya kolam penampungan (Tabel 1).

Pembersihan jeroan dengan air sungai dilakukan di Leuwiliang dengan jarak 3 km dari tempat penyembelihan, sedangkan di Ciampea melakukan pembersihan isi jeroan dengan air selokan yang mengalir disekitar lokasi penyembelihan. Jeroan kemudian diletakkan di lantai semen yang banyak terdapat belatung, belatung tersebut ada yang menempel pada jeroan.

Pembelahan Karkas

Karkas kemudian dibelah menjadi empat bagian, pembelahan karkas juga dilakukan ditempat yang sama saat pengulitan, tidak ada alas khusus atau tempat penggantungan pada proses ini. Pembelahan dilakukan dengan kampak atau golok, panitia di Tangerang melakukan pembelahan karkas menggunakan gergaji mesin yang dioperasikan oleh satu orang.

Darah masih banyak terdapat pada saat karkas dibelah karena setelah pemotongan sapi tidak digantung sehingga darah tidak keluar dengan sempurna. Banyaknya kandungan darah dalam karkas menunjukkan adanya proses yang tidak tepat pada pemotongan.

Deboning dan Penimbangan

Tempat deboning ini terletak tidak jauh dari lokasi penyembelihan, alas yang dipakai hanya menggunakan terpal. Terpal tersebut tidak dibersihkan dan diterilkan terlebih dahulu, orang yang bertugas dibagian deboning juga tidak melakukan sterilisasi alat bahkan mereka keluar masuk tempat deboning dengan menginjak terpal tempat daging tersebut tanpa melakukan pencucian. Beberapa pegawai disemua lokasi juga didapati ada yang melakukan proses ini sambil merokok. Talenan yang digunakan adalah bongkahan kayu yang tidak dibersihkan dengan benar dan beberapa ada yang sudah kotor dan lapuk.

Proses penimbangan dan pembungkusan cukup baik dilakukan di lokasi Bubulak dengan memisahkan jeroan dan daging dalam plastik yang terpisah sehingga dapat meminimalisasi kontaminasi. Pembungkusan yang dilakukan di Tangerang cukup baik karena jeroan tidak dibagikan ke masyrarakat. Jeroan merupakan bagian dari tubuh ternak yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi karena di dalam jeroan terdapat bakteri yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia jika tidak ditangani dengan benar.

Distribusi

Daging yang sudah dibungkus kemudian dibagikan ke masyarakat yang terletak disekitar masjid, proses distribusi dilakukan dengan kendaraan, gerobak dan diangkut dengan plastik atau keranjang tanpa menggunakan pendingin. Suhu ini merupakan kondisi optimal bakteri untuk berkembangbiak. Menurut Endang (2009) bila transportasi dilakukan dengan tidak layak akan mengakibatkan jumlah total mikroba yang tinggi pada daging dan kuman-kuman yang memang secara normal ada dalam tubuh hewan akan makin subur.

(21)

8

Evaluasi Proses Pemotongan

Berdasarkan tabel hasil pengamatan proses pemotongan, maka dapat dibuat tabel kesesuain pelaksanaan dan persentase di lokasi. Kesesuaian pelaksanaan dan persentase proses pelaksanaan pemotongan di lokasi pengamatan berdasarkan acuan proses pelaksanaan pemotongan menurut GSP dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2 Kesesuain dan persentase proses pelaksanaan GSP

Kesesuaian Lokasi

L Ci Ca KB Bu Ta Be

Jumlah proses 2 4 3 4 7 7 5

yang sesuai GSP

Jumlah proses 16 14 15 14 11 11 15

yang tidak se- suai GSP

Persentase pro 11.11 22.22 16.67 22.22 38.89 38.89 27.78

ses yang sesuai GSP (%)

Persentase pro 88.89 77.78 83.33 77.78 61.11 61.11 72.22

ses yang tidak

sesuai GSP (%)

Keterangan : L (Leuwiliang), Ci (Cibanteng), Ca (Ciampea), KB (Kota Bogor), Bu (Bubulak), Ta (Tangerang), Be (Bekasi).

Berdasarkan kesesuain pelaksanaan proses pemotongan di area dengan proses GSP terhadap tahapan prosesnya. Rangking lokasi pemotongan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 Rangking lokasi pemotongan

Rangking Lokasi Persentase proses

yang sesuai GSP(%)

1 Tangerang 38.89

2 Bubulak 38.89

3 Bekasi 27.78

4 Kota Bogor 22.22

5 Cibanteng 22.22

6 Ciampea 16.67

7 Leuwiliang 11.11

(22)

9 tiap tahapan proses pemotongan yang dilakukan sesuai GSP pada semua lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4 Persentase proses yang sesuai dengan

Pemeriksaan Antemortem 28.57

Penyembelihan 100.00

Area Penyembelihan 14.28

Pengulitan 0.00

Proses Evicerasi 71.43

Area Evicerasi 0.00

Pemeriksaan Postmortem 14.28

Wadah Jeroan 14.28

Pembersihan Jeroan 71.43

Pembelahan Karkas 0.00

Berdasarkan Tabel 2, seluruh lokasi pemotongan masih belum melakukan pemotongan dengan benar. Dari 18 tahap pemotongan, paling tinggi hanya 7 tahap yang dilakukan sesuai GSP, lokasi yang melakukan pemotongan cukup baik didapati pada daerah Bubulak dan Tangerang dengan presentasi proses yang sesuai GSP sebesar 38.89%. Tangerang menempati peringkat pertama (Tabel 3) dikarenakan melakukan 1 dari 4 titik kritis pemotongan dengan benar yaitu evicerasi. Menurut Bolton (2001) terdapat 4 titik kritis pemotongan yaitu pelepasan kulit, evicerasi, pemisahan tulang, dan pendinginan. Sedangkan di Bubulak pada saat proses evicerasi ada jeroan yang robek. Lokasi yang memerlukan perhatian cukup penting didapati pada daerah Leuwiliang, pada daerah ini proses pemotongan yang sesuai dengan GSP hanya sebesar 11.11% saja atau hanya 2 tahapan dari 18 tahap yang diamati. Lokasi lainnya berturut-turut adalah Bekasi 27.78%, Cibanteng 22.22%, Kota Bogor 22.22%, Ciampea 16.67% yang sesuai dengan GSP.

(23)

10

penyebab rendahnya skor yang didapat pada 7 tahap tersebut. Pada tahap pengistirahatan dan penyembelihan masing-masing wilayah sudah melakukan semuanya dengan benar. Pelaksanaan penyembelihan di semua lokasi telah sesuai dengan GSP, namun untuk area penyembelihan masih perlu diperhatikan karena hanya lokasi di Tangerang yang mempunyai tempat pembuangan darah (lihat Tabel 4). Proses pengeluaran jeroan sudah cukup bagus untuk semua lokasi namun untuk area evicerasi masih sangat tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan GSP.

Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practices (GSP)

Penerapan Good Slaughtering Practices pada proses pemotongan sapi dapat meminimalkan resiko terjadinga penyimpangan pada daging yang dihasilkan, selain itu kualitas daging yang dihasilkan juga akan bermutu baik sesuai dengan yang diharapkan. Good slaughtering practices (GSP) merupakan seluruh praktik di RPH yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai pangan (CAC 2004). Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang baik yaitu: (1) ternak tidak diperlakukan secara kasar, (2) ternak tidak mengalami stres, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, (4) kerusakan karkas harus minimal, (5) cara pemotongan harus higienis, (6) ekonimis dan (7) aman bagi para pekerja abatoar (Swatland 1984).

(24)

11

Tabel 5 Evaluasi pelaksanaan GSP pada proses pemotongan

No. Aspek GSP Proses yang sesuai GSP Keadaan di lapang Rekomendasi/Saran

1. Area dan

● Terletak di dekat pemukiman penduduk (halaman masjid)

● Sebaiknya lokasi pemotongan terletak jauh dari pemukiman ● Saluran (tempat) limbah

padat dan cair dibuat terpisah

● Tidak semua lokasi terdapat tempat khusus untuk limbah padat dan cair, di masjid Al-mujahidin terdapat tempat

● Agar penerapan GSP lebih efektif diperlukan perbaikan tata letak ruang agar

meminimalisasi kontaminasi silang

● Tempat pemotongan dan pem bagian daging dibuat dengan pemisah yang jelas

3. Personal higiene ● Perlengkapan standar meliputi apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot

● Tidak ada perlengkapan khusus, hanya beberapa orang saja yang memakai apron dan sepatu boot

● Sebaiknya disediakan seragam minimal yang harus digunakan di lokasi pemotongan

(25)

12

● Setiap warga yang berparti sipasi harus dalam

keadaan sehat

● Tidak ada pemeriksaan keseha tan pada warga yang

berpartisipasi

● Sebaiknya panitia menghimbau warga yang sedang tidak sehat untuk tidak berpartisipasi

● Tidak adanya pelatihan menge nai pemotongan yang baik dan benar yang dilakukan secara ter program dan berkesinambungan kepada warga atau panitia

● Perlu dilakukannya pelatihan dan penyuluhan tentang pemoto ngan yang baik dan benar agar daging kurban aman, sehat, utuh, dan halal 4. Peralatan ● Seluruh perlengkapan

● Perlengkapan yang digunakan terbuat dari besi yang mudah ber karat

● Perlengakapan yang digunakan ada yang dicuci dan ada yang tidak dicuci, pencucian tidak disertai disinfektasi

● Pisau yang digunakan untuk seluruh kegiatan rata-rata mema kai pisau yang sama

● Tidak dilengkapi alat penggan tung karkas ● Seharusna disediakan alat peng

gantung karkas agar darah keluar secara sempurna 5. Pengistirahatan ● Diistirahatkan minimal 12

jam sebelum dilakukan pemotongan

● Ternak diistirahatkan di area tempat pemotongan

● Ternak didatangkan maksimal 1 hari sebelum dipotong

7. Pemeriksaan ● Pemeriksaan antemor tem ● Pemeriksaan antemortem ● Pemeriksaan seharusnya dilaku

(26)

13

antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas berwe nang maksimal 24 jam sebe lum pemotongan

dilakukan di Tangerang dan di Bubulak

● Penyembelihan dilakukan dengan memperhatikan ke halalan daging

● Dilakukan penggantungan agar darah keluar

● Penyembelihan dilakukan sesuai syariat Islam

● Tidak dilakukan penggantu ngan setelah dipotong

● Penjatuhan ternak sebaiknya di lakukan dengan

memperhatikan kesejahteraan ternak dengan me minimalkan stres

● Sebaiknya dilakukan penggan tungan agar darah keluar

● Pengulitan dilakukan di lantai dan tidak digantung

● Pengulitan sebaiknya

dilakukan saat digantung agar tidak terjadi kontaminasi dengan daging

10. Eviserasi ● Dilakukan di area kotor ● Dilakukan dengan

hati-hati agar tidak ada yang robek

● Pengeluaran isi jeroan seharus nya dilakukan di tempat yang ber beda dengan proses pemotongan karkas

● Dilakukan dengan sangat hati- hati agar jeroan tidak ada yang robek

(27)

14

keranjang (tempat bersih) alas, hanya Bubulak yang meletak kan jeroan di keranjang

dikeranjang, jika ada yang robek tidak mencemari lantai tempat pemotongan

12. Pemeriksaan postmortem

● Dilakukan oleh Dokter He wan atau petugas

berwenang

● Pemeriksaan postmortem hanya dilakukan di Bubulak

● Sebaiknya dilakukan pemerik saan oleh dokter hewan atau pe tugas yang berwenang

13. Pembersihan Jeroan

● Jeroan dibersihkan dengan air bersih

● Jeroan dibersihkan dengan air sumur (Bubulak, Kota Bogor, Bekasi, Cibanteng, dan Tangerang)

● Dibersihkan dengan air selo kan di Ciampea

● Dibersihkan dengan air sungai di masjid Leuwiliang

● Sebaiknya ada tempat khusus untuk isi jeroan dan

● Dilakukan saat digantung ● Dilakukan di area bersih

● Tidak digantung

● Dilakukan di tempat yang sama saat pengulitan dan evicerasi

● Sebaiknya pembelahan karkas dilakukan saat digantung agar tidak terjadi kontak dengan lantai yang kotor

● Pembelahan karkas sebaiknya dilakukan di tempat yang berbe da saat evicerasi dan pengulitan

15. Pemisahan tulang ● Dilakukan di area bersih ● Dilakukan di atas terpal atau lantai dengan jarak yang tidak be gitu jauh dari lokasi

pemotongan

● Tidak begitu jelas adanya pem bagian daerah kotor dan bersih

● Sebaiknya terpal dibersihkan dulu dengan desinfektan ● Perlu adanya pembagian ruang

yang jelas agar warga tidak be bas keluar masuk

(28)

15

16. Penimbangan ● Dibersihkan setiap penim bangan selanjutnya atau daging dibungkus plastik

● Timbangan tidak dibersihkan ● Daging dan Jeroan di timbang

setelah dibungkus plastik di Bubulak, sedangkan di Tangerang jeroan tidak di timbang

● Sebaiknya timbangan dibersih kan setiap selesai penggunanan atau daging yang ingin

ditimbang sudah dibungkus dengan plastik

● Timbangan untuk jeroan dan daging tidak dicampur 18. Pengemasan ● Daging dan jeroan dipisah

(tidak ada kontak langsung)

● Daging dan jeroan dicampur dalam satu plastik kecuali di Bubulak dan Tangerang

● Sebaiknya daging dan jeroan tidak dibungkus dalam satu plastik

19. Distribusi ● Menggunakan kendaraan tertutup

● Tidak ada kontak langsung dengan sinar matahari

● Dilakukan dengan kendaraan terbuka

● Terjadi kontak langsung antara plastik pembungkus dan sinar matahari

(29)

16

Faktor sanitasi juga sangat mempengaruhi kondisi keamanan pada daging, sanitasi yang buruk, fasilitas yang tidak lengkap, peralatan yang tidak higienis serta pembagian tempat yang tidak jelas merupakan salah satu penyimpangan dari pelaksanaan GSP yang dilaksanakan pada saat pemotongan kurban. Harris dan Jeff (2003) menyatakan bahwa pelaksanaan GSP berfungsi untuk meminimalkan kontaminasi mulai dari pra-pemotongan, penanganan ternak dikandang, memandikan ternak, penyembelihan, bunging, skinning, eviserasi, splitting, final trim, pencucian karkas sampai dihasilkan produk akhir. Selain itu, tahapan GSP juga ditinjau dari kebersihan fasilitas produksi, air yang digunakan selama proses, pelaksanaan program sanitasi, dan proses validasi. Berdasarkan Permentan (2010), maka alur dan area pemotongan dapat di buat sesuai dengan gambar di bawah ini.

Gambar 1 Alur dan area pemotongan. A) Area penampungan dan pengistirahatan ternak, B) Area proses penyembelihan, pengeluaran darah, dan pemisahan kaki dan kepala, C) Area proses pengulitan, D) Area proses pengeluaran dan pembersihan jeroan, E) Area proses pembelahan karkas, F) Area proses pemisahan tulang (deboning), G) Area proses penimbangan dan pengemasan, H) Area pembuangan limbah darah, I) Area pembuangan isi jeroan, J) Masjid, Alur proses pemotongan, Alur proses pembuangan limbah. Pelaksanaan proses pemotongan jika dilihat dari tabel evaluasi hanya beberapa titik dan beberapa lokasi saja yang memenuhi GSP, pelaksanaan yang tidak sesuai dengan GSP sangat memungkinkan terjadinya pertambahan jumlah bakteri. Mosupye dan Holy (2005) menyatakan kontaminasi awal pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan. Buckle et al. (2009) dan Mead (2007) menyatakan bahwa jumlah bakteri dalam daging akan terus meningkat tergantung penanganan dan

A B C D E

F

G

H I

(30)

17 pencemaran selanjutnya. Perkembangan bakteri pada daging umumnya dapat diketahui dengan adanya pembentukan lendir.

Pencegahan kontaminasi yang dapat merugikan pada kasus ini dapat diatasi dengan menerapkan proses higiene dan sanitasi. Praktek higiene dan sanitasi pada pangan asal hewan meliputi penerapan pada personal, bangunan, peralatan, proses produksi, penyimpanan dan distribusi (Luning et al. 2003).

Kriteria daging ASUH adalah (a) Aman artinnya daging tidak tercemar dari bahaya biologi, fisik dan kimia. (b) Sehat artinya daging memiliki zat-zat yang dibutuhkan, bergunna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Mengandung zat gizi makro meliputi karbohidrat, protein dan lemak serta ubsur mikra seperti vitamin dan mineral. (c) Utuh, daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. (c) Halal, hewan maupun daingnya ditangani sesuai syariat islam (Widowati et al. 2003).

Berdasarkan prinsip ASUH tersebut, daging qurban dapat dikatakan belum memenuhi kriteria aman, karena selama proses penyembelihan sampai ke masyarakat sangat rentan terhadap kontaminasi akibat kurang diterapkannya prinsip sanitasi dan higiene dalam proses pemotongan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Proses pelaksanaan yang paling baik terdapat pada lokasi di Tangerang dan Bubulak dengan persentase proses sesuai GSP sebesar 38.89%, untuk lokasi di Leuwiliang harus mendapat perhatian khusus karena hanya sekitar 11.11% yang memenuhi GSP. Titik kritis pada proses pemotongan yang harus diperbaiki terdapat pada area evicerasi, pembelahan karkas, pemisahan tulang (deboning), penimbangan, sanitasi dan higiene alat, sanitasi dan higiene personal karena pada tahap ini belum dilakukan sesuai dengan standar GSP, untuk proses lainnya juga perlu ditingkatkan.

Saran

Perbaikan sistem pemotongan, peralatan, fasilitas sarana dan lokasi perlu ditingkatkan, minimal adanya tempat pencucian dengan detergen untuk alat yang telah digunakan pada tiap proses jika alat tersebut digunakan untuk proses selanjutnya. Pembagian area kotor dan bersih serta kebersihan personal yang terlibat dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi pada daging yang dihasilkan.

Pembinaan kepada para pihak yang terlibat dalam proses ini sangat perlu dilakukan, supaya mereka mengetahui tatacara penyembelihan yang baik dan benar. Penyuluhan tersebut perlu dilakukan untuk menjamin kemananan dan meminimalkan kontaminasi yang terjadi pada daging hasil qurban. Peran lembaga pemerintah maupun non pemerintah untuk menciptakan rasa aman pada daging qurban ini sangat penting.

(31)

18

DAFTAR PUSTAKA

Astuti M, W Hardjosubroto, Sunardi, S Bintara. 2002. Livestock breeding and reproduction in Indonesia: past and future. Invited Paper in the 3th ISTAP. Faculty of Animal Science.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Bem Z, Hechelmann H. 1995. Chilling and refrigerated storage of meat: microbiological process. Fleischwirtsch. 75: 439-444.

Blakely J, Bade DH. 1992. The Science of Animal Husbandry. B. Srigandono, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Bolton DJ, Doherty AM, Sherudan JJ. 2001. Beef HACCP: intervention and nin-intervention system. Int J Food Microbial. 66: 119-129.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6159-1999. Tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID).

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Nomor 3932:2008. Tentang mutu karkas dan daging sapi. Jakarta (ID).

Buckle KA, EdwardsRA, FleetGH, WoottonM. 2009. Ilmu Pangan. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari: Food Science.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2004. Join FAO/WHO Food Standard Programe. Report of the Tenth Session of the Codex Committee on Meat. [Direktorat Jendral Peternakan]. 2006. Mengatasi keressahan masyarakat dengan

beredarnya daging tidak ASUH menjelang Hari Raya Idul Fitri 1428H. Makalah disampaikan pada rapim Departemen Pertanian, Oktober 2007. Harris KB, Jeff WS. 2003. Best Practices for Beef Slaughter. Departemen of

Animal Science. Texas A&M Univ. National Cattlemen’s Beef Association. [KEMENTAN] Surat Keputusan Mentri Pertanian. 1992. SK Nomor

431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging.

[KEMENTAN] Peraturan Menteri Pertanian. 2010. Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Meat Science.

[LPPOM-MUI] Lembaga Pengkajian Obat-Obatan dan Kosmetik-Majelis Ulama Indonesia. 2012. Pedoman pemenuhan kriteria sistem jaminan halal di rumah potong hewan. Jakarta (ID): LPPOM-MUI.

Luning PA, Marcelis WJ, JongenWMF. 2003. Food Management Quality a Techno Managerial Approach. Wageningen (NL) : Wageningen Pr.

[Manual Kesmavet]. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta (ID).

Mead GC. 2007. Microbiological Analysis of Red Meat, Poultry and Eggs. New Jersey (USA) : CRC Pr.

Mosupye FM, Holy A. 2005. Microbiologycal Hazzard Identification and Exposure Assessment of Street Food Vending in Johannesburg, South Africa. Johannesburg (tZA): Departement of Moluculer and Cell Biology. University of the Witwatersrand.

(32)

19 Nugroho WS. 2004. Jaminan keamanan daging sapi di Indonesia. [disertasi].

Sekolah Pasca Sarjana. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Sabiq S. 2008. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 4. Jakarta (ID): Pena Pundi Aksara.

Sa’idah F, Yusnita S, Herlinawati I. 2011. Hasil penelitian cemaran mikroba daging sapi di pasar swalayan dan pasar tradisional. Dilavet. Vol 21 (2):13-16.

Santoso U. 2011. Daging kurban yang halal dan tayyib. Majalah Ilmiah Peternakan. Denpasar (ID) : Fakultas Peternakan Univ Udayana.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada Univ Pr.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada Univ Pr.

Swatland HJ. 1984. Structure and Development of Meat Animals. New Jersey (US) : Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs.

Widowati S, Y Fitrial, E Aritonang, Z Lubis, Razali. 2003. Aspek halal produk pangan dalam menjaga ketentraman bathin masyarakat. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana IPB.

(33)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Form penilaian pengamatan

No Parameter Pengamatan Keterangan

Ya Tidak

1. Proses Pengistirahatan 2. Pemeriksaan Antemortem

1. Dilakukan oleh dokter hewan atau petugas Terkait

2. Dilakukan pemisahan ternak yang diduga sakit 3. Proses Penyembalihan

1. Dilakukan oleh orang yang kompeten sesuai dengan syariat islam

2. Alat dan tempat steril 3. Tempat khusus pemoto

Ngan

4. Tempat penampungan Darah

5. Hewan dibiarkan agar darah keluar secara seempurna 4. Proses Pengulitan

1. Dilakukan dengan digantung 2. Jika tidak digantung menggu

nakan alas khusus

3. Alat dan tempat steril

5. Evicerasi

1. Dilakukan saat digantung 2. Terjadi robek pada jeroan 3. Tempat khusus jeroan 4. Dilakukan pemeriksaan post

Mortem 6. Pencucian Jeroan

1. Menggunakan air bersih 2. Dilakukan di tempat khusus 3. Tempat penampungan

isi jeroan 7. Pembelahan Karkas

(34)

21 3. Dilakukan di tempat terpisah

8. Deboning

1. Alat dan tempat steril 2. Menggunakan alas khusus 3. Personal yang terlibat sudah

Steril

9. Proses Penimbangan

1. Menggunakan 1 timbangan 2. timbangan jeroan, tulang, dan

daging di pisah

3. Dilakukan pembersihan untuk penimbangan berikutnya 10. Proses Pengemasan

1. Menggunakan plastik 3. jeroan dan daging dipisah 11. Proses Distribusi

1. Menggunakan box pendingin Lampiran 2 Area pengistirahatan

Lampiran 3 Proses penyembelihan

(35)

22

Lampiran 4 Proses pengulitan

Lampiran 5 Proses pengeluaran jeroan

Lampiran 6 Proses pembelahan karkas

(36)

23 Lampiran 8 Proses Penimbangan

Lampiran 9 Pembungkusan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon tanggal 22 Mei 1990 dari Ayah Asmu’i dan Ibu Eliyah. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 4 Cirebon dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun berikutnya penulis diterima masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Program Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Penulis menjadi anggota HIMAPROTER pada tahun 2010-2011, pada tahun berikutnya penulis menjadi anggota Divisi Satwa Harapan. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan perlombaan yang diadakan oleh Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga pernah menjadi anggota UKM Century Divisi Produksi pada tahun 2010-2011 dan menjadi kepala Divisi Produksi pada tahun 2011-2012.

Gambar

Tabel 1 Hasil pengamatan proses pemotongan
Tabel 2 Kesesuain dan persentase proses pelaksanaan GSP
Tabel 5 Evaluasi pelaksanaan GSP pada proses pemotongan

Referensi

Dokumen terkait

Penguasaan agama pada ranah budaya di Bali memberikan dampak pola kerukunan umat beragama hanya bisa dimungkinkan tercipta ketika ada kebesaran hati agama Hindu

Selanjutnya untuk menentukan sampel ternak (sapi) di tiap-tiap peternak dilakukan dengan cara memilih ternak yang sesuai kriteria dengan metode purposive sampling

Kebijakan yang dapat diambil berdasarkan penelitian tentang pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD terhadap pendapatan asli daerah dikota makassar adalah dengan cara

Untuk mengetahui pengaruh faktor modal, jam berdagang, lama usaha,. pengambilan kredit, dan kepemilikan alat komputer berpengaruh

Sublimasi merupakan proses pemurnian suatu zat dengan jalan memanaskan campuran zat, dimana pada pemanasan campuran zat, zat dapat berubah langsung dari fasa

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini

penanganan tersebut yang harus diperhatikan adalah kebersihan peralatan yang digunakan, penanganan harus cepat dan cermat, hindarkan terkena sinar matahari secara langsung,

Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis gula merah yaitu gula aren, gula kelapa dan gula lontar sebagai alternatif pengganti gula pasir dalam pembuatan wine tomat yang