• Tidak ada hasil yang ditemukan

Design policy models and strategies of service level management of toll roads (Jakarta cikampek toll roads case study)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Design policy models and strategies of service level management of toll roads (Jakarta cikampek toll roads case study)"

Copied!
297
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL

(STUDI KASUS JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK)

ARIF BUDIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Desain Model

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Tingkat Pelayanan Jalan Tol

(Studi Kasus Jalan Tol Jakarta-Cikampek)” adalah karya saya sendiri

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 13 Januari 2012

Arif Budiyono

(3)

ARIF BUDIYONO, 2012. Design Policy Models and Strategies Of Service Level Management Of Toll Roads (Jakarta- Cikampek Toll Roads Case Study). Under supervision of Bambang Pramudya, Wimpy Santosa and Kholil.

Toll roads are public roads that are part of road network system and a national road users are required to pay tolls. While the definition of highway is a certain amount of money paid for the use of toll roads. Minimum service standards under the authority of the central government (Article 2 paragraph 4 item b.). MSS held to ensure the availability of the service road to the public in the most minimum conditions. Minimum Service Standards for toll roads has been provided for in Regulation Minister of Public Works No. 392/PRT/M/2005. MSS is a measure that must be achieved in the implementation of toll road and organized to improve the public service as a toll road users. The purpose of this study is the subject as follows (1) Model determined the policies and strategies capable of dealing with problems of the physical condition of highways, traffic management and land use and maintain the level of highway service (MSS) remains appropriate, and (2) Realization of environmental management model that can address environmental issues in order to prevent or reduce air pollution caused by transportation and traffic noise in the area around the highway. Results showed that growth in traffic volume on toll roads is quite high, if not controlled it will result in the management and operation of toll roads including the physical condition of the components of toll roads, traffic management and land use components will result in a decreased level of highway service or in other words Standard Minimum Service (MSS) is not fulfilled (Minimum Service Standards in accordance Regulation Minister of Public Works No. 392/PRT/M/2005), and growth of high traffic volumes will result in environmental problems in this study was limited only to the level of air pollution and noise levels that occur on the interstate.

(4)

Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat melalui perbaikan infrastruktur jalan tol sehingga kesenjangan antara kebutuhan dan pelayanan yang ada dapat diminimalkan.

Pemerintah berkepentingan untuk mempercepat pembangunan jalan tol untuk mewujudkan sistem transportasi yang efisien dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah merencanakan untuk membangun ± 1.500 km jalan tol baru dalam 5 tahun kedepan. Dimulai sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, pembangunan jalan tol akan dilakukan sebagian besar di Pulau Jawa dan beberapa ruas di Pulau Sumatera, Sulawesi dan Bali (Renstra Departemen Pekerjaan Umum, 2005-2015).

Namun demikian, peningkatan pembangunan jalan tol yang terus dikembangkan belum mampu memberikan pelayanan secara maksimal, kondisi ini berkaitan dengan masih banyaknya permasalahan berkaitan dengan rendahnya tingkat pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat (pengamatan secara visual), indikasi rendahnya tingkat pelayanan jalan tol.

(5)

Tujuan penelitian ini adalah merancang model kebijakan dan strategi pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol studi kasus jalan tol Jakarta – Cikampek.

Tujuan penelitian tersebut tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi dua hal pokok sebagai berikut :

1. Terumuskannya model kebijakan dan strategi yang mampu mengatasi permasalahan kondisi fisik jalan tol, manajemen lalu lintas serta tata guna lahan dan mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol (SPM) tetap memadai.

2. Terwujudnya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup guna mencegah atau mengurangi pencemaran udara akibat transportasi dan kebisingan lalu lintas di kawasan sekitar jalan tol.

Struktur model disusun atas diagram alir sistem dinamik dengan terlebih dahulu mencari hubungan simpal kausal antara tiap-tiap variabel dan parameter yang menyusun sistem, sehingga diperoleh diagram causal loops. Diagram ini dipakai sebagai dasar penyusunan struktur model. Struktur model dapat dikatakan valid setelah melaui uji validitas. Dalam model ini uji validitas dilakukan terhadap data populasi dan data jumlah angkutan umum historis.

Selanjutnya dilakukan analisis sistem dinamis dan melihat perilaku model yang telah disusun untuk melihat trend (kecenderungan) perilaku model terhadap variabel penentu seperti tata guna lahan, kondisi fisik jalan tol, pencemaran lingkungan serta manajemen lalu lintas mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2030. Dengan analisis sensivitas dapat dilakukan simulasi model dalam skenario kebijakan permodelan untuk melihat skenario kebijakan mana yang terbaik dilihat dari sisi pencapaian kecepatan kendaraan tertinggi dan pencemaran udara minimal yang masih mungkin diperoleh dari skenario kebijakan tersebut.

Setelah dilakukan simulasi model, penelitian ini dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

(6)

2) Alternatif kebijakan 2 : Pembatasan kendaraan berat yakni golongan III, IV dan V.

3) Alternatif kebijakan 3 : Peningkatan biaya OM kondisi jalan dari 20% pendapatan menjadi 24% pendapatan.

4) Alternatif kebijakan 4 : Penambahan lajur jalan atau Capacity Expansion (CAPEX).

2. Hasil simulasi model dengan kecepatan kendaraan tertinggi pada tahun 2030 (skenario kebijakan 4) dengan kecepatan rata-rata 85,5 km/jam, tingkat polusi terendah 94 (skenario kebijakan 4) dan kondisi jalan pada angka 1,010 pada skenario kebijakan 4. Disimpulkan bahwa alternatif kebijakan terbaik adalah skenario kebijakan 4, yaitu : “penambahan lajur jalan atau capacity expansion (CAPEX)”.

(7)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, pen6ulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(8)

DESAIN MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL

(STUDI KASUS JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK)

ARIF BUDIYONO

NRP. P062040264

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)
(10)

Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNYa disertai dengan judul “Dessain Model Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Tingkat Pelayanan Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Jalarta-Cikampek)” ini telah dapat disusun dan diselesaikan dengan baik.

Dengan selesainya penyusunan disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, MEng, Prof. Dr. Ir. Wimpy Santosa, MSCE, MSc, dan Dr. Ir. Kholil, M.Kom selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan inspirasi dengan sepenuh hati kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.serta tidak lupa juga kepada Bapak/Ibu Dosen yang selalu memberi dorongan untuk segera menyelesaikan studi ini.

Lembaga yang telah membantu dalam proses penelitian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Pengatur Jalan Tol, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta dan PT. Jasa Marga (Persero).

Atasan kerja penulis selama mengikuti program Doktor yaitu Ir. Agus Widjanarko, MIP, Ir. Zulfi Syarif Koto, Msi, Dr. M. Basuki Hadimuljono, Msc yang telah memberi bantuan baik moril maupun materiil serta dorongan untuk menyelesaikan program studi ini.

Para responden, sebagai sumber informasi, fasilitator yang telah memantu dalam berbagai kegiatan selama proses penelitian.

Teman-teman PS PSL angkatan 2005 yang selama ini ikut memberi semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan studi.

Istri tercinta Arian Widiana, beserta ananda Divano Rajasa Alarif, Kalika Regina Alarif dan Sheynaira Ayza Alarif atas segala kesabaran, dorongan, pengertian, pengorbanan dan bantuan yang diberikan selama masa studi ini.

Semoga segala bantuan, doa dan dorongan yang diberikan tersebut mendapat balasan dari Allah SWT.

Bogor, 13 Januari 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Klaten tanggal 13 Juli 1971 dari pasangan Mashudi Purnomo dengan Sumarsi. Penulis mengikuti pendidikan SD, SMP, SMA di Klaten. Selanjutnya mengikuti pendidikan S1 Jurusan Teknik Sipil ITB (1990). Pendidikan S2 Program Studi Urban Infrastructure Management pada Universitas Parahyangan, dan sejak tahun 2005 penulis memulai pendidikan S3 pada program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor.

Karier penulis sebagai pegawai negeri sipil dimulai dari Staf Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta tahun 1997, kemudian sebagai PO ..., Pimpinan Bagian Proyek .... pada tahun 2003 – 2006, PPK 2 Provinsi Lampung tahun 2008 – 2009), Kasatker Wilayah II Provinsi Lampung tahun 2010 – sekarang,

(12)

DAFTAR ISI ………...………..… xi

DAFTAR TABEL ………..………... xv

DAFTAR GAMBAR ……….…..……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ………...…... 1

1.1. Latar Belakang ……….... 1

1.2. Kerangka Pikir ……….. 4

1.3. Perumusan Masalah ……….... 7

1.4. Tujuan Penelitian ……….. 8

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ……… 9

1.6. Manfaat Penelitian ……… 10

1.7. Novelty (Kebaruan) ……….……….. 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 12

2.1. Sistem Transportasi ……….………. 12

2.2. Jalan Tol Indonesia ……….….. 16

2.2.1. Peraturan Perundangan Jalan Tol ………..…… 16

2.2.2. Konsep Konfigurasi Jaringan Jalan Tol ………. 21

2.2.3. Pengusahaan Jalan Tol ……….…….. 22

2.3. Standar Pelayanan Minimum Jalan Tol Di Indonesia ……….. 23

2.4. Sistem Pergerakan Transportasi ………... 27

2.5. Operasi dan Pemeliharaan Jalan Tol ……… 28

2.6. Pola Penggunaan Lahan ………. 29

2.7. Lalu Lintas Jalan Tol ……… 32

2.8. Interaksi Sistem - Sistem Kegiatan - Jaringan Jalan Tol – Transportasi ………. 33

2.9. Aspek Psikososial Dalam Transportasi ……….. 35

(13)

2.13. Teori Sistem Dinamis ... 47

2.13.1. Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loops) ... 52

2.13.2. Diagram Input-Output ... 54

2.13.3. Diagram Alir (Struktur Model) ... 55

BAB III. KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN ………... 56

3.1. Kondisi Umum Wilayah Studi ………. 56

3.2. Kondisi Topografi dan Hidrologi ………. 58

3.3. Kondisi Tara Guna Lahan ……… 62

3.4 Kepenudukan ……… 64

3.5 Tingkat Pelayanan Jalan ………. 68

3.6 Inventarisasi Jalan Tol Jakarta – Cikampek ………. 69

BAB IV. METODE PENELITIAN ……… 70

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 70

4.2. Pendekatan Penelitian ………. 70

4.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ……… 72

4.3.1. Data Komponen Fisik-Kimia ... 73

4.3.2. Lalulintas Harian Rata-Rata ... 74

4.3.3. Volume Lalulintas ... 74

4.3.4. Kerapatan Lalu Lintas ... 75

4.3.5. Tarif ... 75

4.4. Instrumen Penelitian dan Alat Kerja ……….. 77

4.5. Analisa Dinamik ……… 77

4.5.1. Analisis Kebutuhan ...………. 77

4.5.2. Formulasi Masalah ... 78

4.5.3. Identifikasi Sistem ... 79

4.6. Pemodelan ...………. 82

(14)

4.10. Modifikasi dan Interpretasi Model ... 88

BAB V. STRUKTUR MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL ……… 90

5.1. Pendahuluan ………. 90

5.2. Model Utama ……… 93

5.3. Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol dan Lingkungan ……… 93

5.4. Sub Model Manajemen Lalu Lintas ……… 95

5.5. Validasi Model ……….. 98

BAB VI. PERILAKU MODEL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN JALAN TOL ... 100

6.1 Pendahuluan ………. 100

6.2 Perilaku Sub Model Sistem Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol serta Lingkungan ……… ….. 101

6.3 Prilaku Sub Model Manajemen Lalu Lintas ………. 104

BAB VII. SKENARIO KEBIJAKAN ... 108

7.1. Pendahuluan ... 108

7.2. Alternatif Skenario Kebijakan ... 108

7.3. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 1 ... 109

7.3.1. Perilaku Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol Serta Lingkungan Skenario Kebijakan 1 ... 109

7.3.2. Perilaku Sub Model Manajemen Lalu Lintas Skenario Kebijakan 1 ... 113

7.4. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 2 ... 115

7.4.1. Perilaku Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol Serta Lingkungan Skenario Kebijakan 2 ... 115

(15)

Fisik Jalan Tol Serta Lingkungan Skenario

Kebijakan 3 ... 120

7.5.2. Perilaku Sub Model Manajemen Lalu Lintas Skenario Kebijakan 3 ... 123

7.6. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 4 ... 125

7.6.1. Perilaku Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol Serta Lingkungan Skenario Kebijakan 4 ... 125

7.6.2. Perilaku Sub Model Manajemen Lalu Lintas Skenario Kebijakan 3 ... 128

7.7. Analisis Matriks Hasil Simulasi Model Alternatif Kebijakan .... 131

7.7.1. Hasil Sumulasi Kecepatan Kendaraan ... 131

7.7.2. Hasil Simulasi Hambatan Kecelakaan ... 131

7.7.3. Hasil Simulasi Kepadatan Volume Per Kapasitas ... 132

7.7.4. Hasil Simulasi Tingkat Bising ... 133

7.7.5. Hasil Simulasi Tingkat Pelayanan Jalan Tol ... 133

7.7.6. Hasil Simulasi Hambatan Transaksi ... 134

7.7.6. Hasil Simulasi LHR ... 135

7.7.8. Hasil Simulasi Tingkat Polusi Udara ... 135

7.7.9. Hasil Simulasi Tingkat Kondisi Jalan ... 136

7.8. Kesimpulan ... 137

BAB VIII. PEMBAHASAN ………. 139

BAB IX. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………..………. 142

9.1. Kesimpulan ………. 142

9.2. Rekomendasi ……….. 143

DAFTAR PUSTAKA ... 144

(16)

Halaman

1. Standar Desain Geometrik untuk Jalan ... 19

2. Standar Desain Geometrik untuk Ramp ... 19

3. Standar Desain Geometrik untuk Interchange ... 20

4. Standar Pelayanan Minimal Jalan ... 24

5. Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganannya ... 25

6. Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol ... 25

7. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Dari Beberapa Aktivitas Tata Guna Lahan ………. 32

8. Komposisi Udara Kering dan Bersih …... 37

9. Tingkat Toksisitas Polutan ………. 38

10. Akibat fisik dan psikologis dari kebisingan ……….. 40

11. Kriteria Ambien kebisingan ………. 40

12. Batas Kebisingan Yang Masih Dapat Diterima Oleh Tenaga Kerja …….. 41

13. Matriks Beberapa Penelitian Yang Pernah Dilakukan Tentang Transportasi dan Pencemaran Udara di Perkotaan ……… 45

14. Wilayah Adminsitratif Jalan Tol Jakarta-Cikampek ………. 56

15. Kemiringan Lereng Rumija Jalan Tol Jakarta-Cikampek ………... 58

16. Ukuran Jembatan Pada Sungai-Sungai Yang Terlewati Jalan Tol ……... 59

17. Penggunaan Lahan Di Sepanjang Jalan Tol Jakarta – Cikampek ……… 62

18. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Sepanjang Jalan Tol Jakarta - Cikampek ……… 64

19. PDRB Perkapita Kabupaten/Kota Sepanjang Jalan Tol Jakarta - Cikampek ……… 66

20. Metode Analisis Kualitas Udara ……….. 74

21. Inventaris Jalan Tol ……….. 92

22. Variabel dan Parameter Pada Sub Model Sistem Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol dan Lingkungan ……… 94

23. Variabel dan Parameter Pada Sub Model Sistem Manajemen Lalu Lintas……….. 96

24. Hasil Analisis Uji Validasi Kinerja Terhadap Komponen LHR ………… 98

(17)

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 7

2. Sistem Transportasi Makro ... 12

3. Keterkaitan Kebijaksanaan Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan ... 14

4. Hubungan Keterkaitan Dalam Sistem Transportasi ... 16

5. Komponen-Komponen Sistem Transportasi ... 16

6. Konsep Perencanaan Jaringan Jalan Tol ... 21

7. Beberapa Strategi Pengembangan Pola Jaringan Jalan Perkotaan ... 22

8. Tahapan Pembuatan Model Dengan Sistem Dinamik ... 50

9. Konsep Diagram Lingkar Sebab Akibat ... 53

10. Diagram Input-Output ... 54

11. Simbol-Simbol Diagram Alir ... 55

12. Batas Administratif Jalan Tol Jakarta-Cikampek ... 57

13. Kondisi Geografi Jalan Tol Jakarta-Cikampek ... 60

14. Kondisi Topografi Jalan Tol Jakarta-Cikampek ... 61

15. Kondisi Penggunaan Lahan Sepanjang jalan Tol Jakarta-Cikampek . 63 16. Kondisi Kepadatan Penduduk Jalan Tol Jakarta-Cikampek ... 65

17. Kondisi Kesejahteraan Penduduk Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek. 67 18. Lokasi Studi ... 68

19. Sketsa Pembagian Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek ... 69

20. Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek Serta Gerbang Tol ... 70

21. Konsep Pendekatan Penelitian ... 71

22. Bagan Alir Tahapan Penelitian ... 72

23. Causal Loops Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol Dan Lingkungan ... 79

24. Causal Loops Sub Model Sistem Manajemen Lalu Lintas ... 80

25. Diagram Kotak Gelap ... 81

26. Laju Masukan dan Keluaran ... 82

27. Tipe Intervensi Model (Parameter Input dan Struktur Model ... 85

28. Konspetualisasi Permodelan ... 90

29. Model Utama ... 93

30. Causal Loops Sub Model Tata Guna Lahan, Kondisi Fisik Jalan Tol,dan Lingkungan ... 93

(18)

33. Validasi Model Dinamik Terhadap LHR ... 99 34. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan dan

Kondisi Jalan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 101 35. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Tol Ruas Jalan Tol

Cikarang Utama – Cikampek ... 102 36. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan,

Kepadatan Volume Per Kapasitas, Kondisi Jalan, Kecepatan Kendaraan dan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama-Cikampek ... 102 37. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara, Total Biaya

Polusi Udara dan Tingkat Polusi Udara Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama – Cikampek ... 103 38. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bising, Total Biaya Bising

Dan Tingkat Bising Ruas Jalan Tol Cikarang Utama-Cikampek 103 39. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bising, Dana Polusi Udara,

Tingkat Bising dan Tingkat Polusi Udara Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama – Cikampek ... 104 40. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas, LHR, dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama – Cikampek ... 105 41. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi, dan

Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama –

Cikampek ... 105 42. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, HambatanTransaksi,

Hambatan Kecelakaan, Kepadatan Volume Per Kapasitas, LHR dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama –

Cikampek ...106 43. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan dan

Kondisi Jalan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 110 44. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Tol Ruas Jalan Tol

(19)

Kendaraan dan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama-Cikampek ... 111 46. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara, Total Biaya

Polusi Udara dan Tingkat Polusi Udara Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama – Cikampek ... 111 47. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bising, Total Biaya Bising

Dan Tingkat Bising Ruas Jalan Tol Cikarang Utama-Cikampek 112 48. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi

Dan Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama -

Cikampek ... 112 49. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas, LHR dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama – Cikampek ... 113 50. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi dan

Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Jakarta – Cikampek ... 114 51. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi,

Hambatan Kecelakaan, Kepadatan volume Per Kapasitas, LHR

dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 114 52. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Kecepatan Kendaraan,

Hambatan Kecelakaan dan Kepadatan Volume per Kapasitas

Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 115 53. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi

Dan Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama -

Cikampek ... 116 54. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Kecepatan Kendaraan,

Hambatan Kecelakaan , Hambatan Transaksi dan Kepadatan Volume Per Per Kapasitas Ruas Jalan Tol Cikarang Utama –

Cikampek ... 116 55. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara, Total Biaya

Polusi Udara dan Tingkat Polusi Udara Ruas Jalan Tol Cikarang

(20)

Cikampek ... 117 57. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bising, Dana Polusi Udara,

Tingkat Bising dan Tingkat Polusi Udara COx Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 118 58. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan dan

Kondisi Jalan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 118 59. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Tol Ruas

Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 119 60. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan,

Kepadatan Volume Per Kapasitas, Kondisi Jalan, Kecepatan Kendaraan dan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama-Cikampek ... 119 61. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan dan

Kondisi Jalan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 120 62. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Tol Ruas Jalan Tol

Cikarang Utama – Cikampek ... 121 63. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Kecepatan Kendaraan, Hambatan

Kecelakaan, Hambatan Transaksi dan Kepadatan Volume Per Kapasitas Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 121 64. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara, Total Biaya

Polusi Udara dan Tingkat Polusi Udara COx Ruas Jalan Tol

CIkarang Utama – Cikampek ... 122 65. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bising, Dana Polusi Udara,

Tingkat Bising dan Tingkat Polusi Udara COx Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 122 66. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas, LHR dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 123 67. Pertumbuhan Kecepatan Kendaran, Kepadatan Volume Per

(21)

Kapasitas Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 124 69. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi,

Hambatan Kecelakaan, Kepadatan volume Per Kapasitas, LHR

dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 124 70. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan dan

Kondisi Jalan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 125 71. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan Tol Ruas Jalan Cikarang - Cikarang Utama ... 126 72. Pertumbuhan LHR, Pendapatan, Dana OM Kondisi Jalan,

Kepadatan Volume Per Kapasitas, Kondisi Jalan, Kecepatan Kendaraan dan Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Tol Cikarang

Utama-Cikampek ... 126 73. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara. Total Polisi

Udara, Tota Biaya Polusi Udara, Total Biaya Polusi Udara dan Tingkat Polusi Udara COx Ruas Jalan Tol Cikarang Utama –

Cikampek ... 127 74. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Bisisng, Total Biaya Bising

Tingkat Bising Ruas Jalan Tol Cikarang utama – Cikampek ... 127 75. Pertumbuhan OM Lingkungan, Dana Polusi Udara, Dana Bising,

Total Biaya Bising, Total Biaya Polusi Udara, Tingkat Polusi Udara Tingkat Bising dan Tingkat Polusi Udara Cox Ruas Jalan

Tol Jakarta Cikarang Utama – Cikampek ... 128 76. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Kepadatan Volume Per

Kapasitas, LHR dan Pendapatan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama – Cikampek ... 129 77. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi dan

Hambatan Kecelakaan Ruas Jalan Tol Cikarang Utama –

Cikampek ... 129 78. Pertumbuhan Kecepatan Kendaraan, Hambatan Transaksi,

Hambatan Kecelakaan, Kepadatan Volume Per Kapasitas, LHR

(22)

82. Hasil Simulasi Tingkat Bising ... 133 83. Hasil Simulasi Tingkat Pelayanan Jalan Tol ... 134 84. Hasil Simulasi Hambatan Transaksi ... 134 85. Hasil Simulasi LHR ... 135 86. Hasil Simulasi Tingkat Polusi Udara ... 136 87. Hasil Simulasi Tingkat Kondisi Jalan ...137

(23)
(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau

jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah

serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu

pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat melalui perbaikan infrastruktur jalan tol sehingga kesenjangan antara

kebutuhan dan pelayanan yang ada dapat diminimalkan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada dekade tahun delapan

puluhan, terutama pada daerah perkotaan, telah menyebabkan terjadinya

peningkatan kebutuhan akan infrastruktur transportasi jalan. Pembangunan ruas

jalan non tol dan jalan tol baru terus dilaksanakan dan disesuaikan dengan fungsi

penggunaannya masing-masing.

Pembangunan jalan baru memerlukan biaya yang cukup besar,

sedangkan dana pemerintah sangat terbatas. Bappenas (2009) menyebutkan

bahwa kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia untuk

kurun waktu 2010-2014, termasuk jalan tol, mencapai Rp. 1.429 Triliun, padahal

kemampuan Pemerintah hanya sekitar Rp. 451 Triliun Karena itu, hingga saat ini,

rencana pemerintah dalam pengembangan infrastruktur jalan terhambat karena

terbatasnya dana ditambah lagi kebutuhan anggaran untuk pemeliharaan jalan

juga sangat terbatas. Dalam rangka mengatasi keterbatasan anggaran tersebut,

pemerintah memutuskan untuk melibatkan sektor swasta dalam penyediaan

infrastruktur, termasuk pembangunan infrastruktur jalan dalam bentuk

pengusahaan jalan tol. Pemerintah mengharapkan partisipasi swasta dapat

mencapai Rp. 978 Triliun.

Jalan tol pertama di Indonesia, yaitu Jalan Tol Jagorawi, mulai

dioperasikan pada tahun 1978 oleh PT Jasa Marga (Persero). Jalan tol ini

menghubungkan Jakarta, Bogor, dan Ciawi. Pada saat itu PT Jasa Marga

(Persero) merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk

oleh Pemerintah untuk mengelola dan mengoperasikan jalan tol. Saat ini operasi

jalan tol di Indonesia sudah berubah, dengan adanya banyak investor swasta

(25)

Sejak pemerintah mengenalkan kebijakan untuk menggali partisipasi

sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur, pengembangan jalan tol di

Indonesia meningkat lebih cepat, walaupun masih lebih rendah bila dibandingkan

dengan yang terjadi di negara-negara lain, seperti di Malaysia, Korea, atau

China. Saat ini terdapat 738 km jalan tol yang sudah dioperasikan di Indonesia,

dengan 531 km dioperasikan oleh PT Jasa Marga dan 257 km dioperasikan oleh

Badan Usaha Jalan Tol yang lain (Jasa Marga, 2011).

Pemerintah berkepentingan untuk mempercepat pembangunan jalan tol

untuk mewujudkan sistem transportasi yang efisien dan mempercepat

pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan dapat menurunkan tingkat

kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Menurut Renstra Departemen

Pekerjaan Umum 2005-2015, Pemerintah merencanakan untuk membangun

sekitar 1.500 km jalan tol baru dalam 5 tahun ke depan. Pada tahun 2009 sampai

dengan tahun 2014, sebagian besar pembangunan jalan tol akan dilakukan di

Pulau Jawa dan beberapa ruas akan dibangun di Pulau Sumatera, Pulau

Sulawesi, dan Pulau Bali (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

Manfaat strategis pembangunan jalan tol adalah sebagai berikut:

a. Membuka lapangan kerja berskala besar dalam sektor formal maupun

informal.

b. Meningkatkan penggunaan sumber daya dalam negeri.

c. Menunjang upaya pemerintah dalam mengembalikan Indonesia menjadi

salah satu lokasi investasi terbaik di kawasan Asia Pasifik.

d. Meningkatkan kegiatan ekonomi sebagai pendorong peningkatan PDRB dan

ekspor.

e. Meningkatkan sektor riil dengan menciptakan efek multi-plier bagi

perekonomian nasional.

Namun jalan tol yang terus dikembangkan ini belum mampu memberikan

pelayanan secara maksimal. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya

permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat pelayanan jalan tol yang

diterima oleh masyarakat pengguna jalan tol yang merasakan ketidaknyamanan

berkendaraan di jalan tol atau melalui pengamatan langsung secara visual.

Indikasi rendahnya tingkat pelayanan jalan tol tersebut, antara lain, adalah (Jasa

(26)

a. Kualitas fisik jalan tol yang rendah karena ketidakrataan dan terdapat banyak

lubang.

b. Minimnya fasilitas penunjang keselamatan, termasuk rambu, marka, PJU,

dan pagar rumija.

c. Tingginya tingkat kemacetan lalulintas di beberapa ruas jalan tol, khususnya

jalan tol dalam kota.

d. Lamanya waktu perjalanan maupun waktu tempuh padahal kecepatan

lalulintas di jalan tol seharusnya 1,6 kali (untuk jalan tol dalam kota) atau 1,8

kali (untuk jalan tol antar-kota) lebih besar daripada kecepatan lalulintas di

jalan non-tol.

e. Antrian kendaraan sangat panjang di pintu tol (lebih panjang dari 2 km).

f. Lemahnya pengaturan yang terkait dengan traffic management. g. Terbatasnya jumlah gardu tol yang beroperasi.

h. Terbatasnya fasilitas penunjang yang mencakup PJR dan Patroli Operator.

Dari indikasi permasalahan tersebut dapat terlihat bahwa banyak faktor

yang harus dipertimbangkan secara terpadu dan sinergik dalam kesisteman

untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat pelayanan jalan tol.

Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi fisik jalan tol, sistem pengoperasian jalan tol,

sistem pemeliharaan jalan tol, dan komponen-komponen pembentuk lainnya.

Oleh karena itu penentuan kebijakan untuk mempertahankan pelayanan

jalan tol harus didekati dengan konsep berpikir kesisteman yang menyeluruh

atau holistik dan integral atau saling berkaitan. Pendekatan kesisteman

diharapkan dapat memecahkan berbagai persoalan yang saling berkaitan serta

selalu berkembang dan berubah, yang sebelumnya sulit untuk diselesaikan

secara satu persatu.

Pendekatan sistem dalam rangka mempertahankan tingkat pelayanan

jalan tol sangat diperlukan, khususnya dalam menetapkan komponen yang

dianalisis. Paling sedikit ada dua alasan mengapa diperlukan pendekatan sistem.

Pertama, pemikiran dengan menggunakan pendekatan sistem berarti

menggunakan proses berpikir yang menyeluruh dan terpadu yang dapat

memberikan gambaran suatu persoalan keseluruhan yang ingin diselesaikan,

namun mampu menyederhanakan kerumitan keseluruhan persoalan tersebut

dengan memilih beberapa komponen dominan saja, tanpa kehilangan esensi

atau unsur utama objek yang akan menjadi perhatian atau kajian. Kedua, metode

(27)

kecenderungan sistem berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku yang

rumit, berubah cepat, dan yang mengandung ketidakpastian dengan

menyederhanakan persoalan dengan memilih komponen yang dominan tadi

(Muhammadi et al., 2001).

Hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersusunnya suatu

strategi dan kebijakan untuk mempertahankan tingkat pelayanan minimal jalan

tol sesuai dengan yang diinginkan. Hasil akhir ini juga dapat dimanfaatkan oleh

pemerintah dan operator jalan tol dalam rangka mempertahankan pelayanan

terhadap masyarakat luas pengguna jalan tol.

1.2. Kerangka Pikir

Jalan Tol Jakarta-Cikampek adalah jalan tol yang menghubungkan

Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, dengan Cikampek, Karawang. Panjang

jalan tol ini adalah 73 kilometer, serta melintasi Kota Jakarta Timur, Kota dan

Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta. Jalan tol

ini mulai dioperasikan pada tahun 1988.

Tingkat pertumbuhan arus lalulintas sejak jalan tol ini dibuka hingga

sekarang menunjukkan angka di atas 4% per tahun (Jasa Marga, 2010). Tingkat

pertumbuhan lalulintas ini diprediksi masih akan mengalami peningkatan yang

tinggi.

Jalan tol yang berujung di Kota Jakarta dan Kota Cikampek ini melayani

arus perjalanan campuran. Yang dimaksud dengan arus perjalanan campuran ini

adalah perjalanan antara Kota Jakarta dengan kota-kota di sebelah timur dan

tenggara Kota Jakarta, yaitu Cirebon, Semarang, Bandung, dan bahkan

Surabaya. Jalan tol ini juga banyak digunakan oleh pelaku perjalanan ulang-alik

atau pelaku perjalanan komuter.

Pengembangan Kota Jakarta dengan arah barat-timur menjadikan Kota

Bekasi, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Bogor sebagai penyangga

utama Kota Jakarta, yang lebih dikenal dengan sebutan Jabodetabek. Kondisi

arus lalulintas pada jalan akses Lingkar Dalam dan Lingkar Luar, yang tinggi dan

mempunyai ciri khas arah perjalanan menuju Jakarta pada waktu sibuk pagi hari

dan arah perjalanan ke luar Jakarta pada waktu sibuk sore hari, memberikan

indikasi bahwa pertumbuhan perumahan di wilayah Pondok Gede, khususnya,

dan Bekasi, pada umumnya, sangat pesat sehingga banyak penduduk yang

(28)

industri Cakung, Cikarang, serta Karawang dan sekitarnya juga memberi dampak

terhadap pertumbuhan arus lalulintas kendaraan berat yang menggunakan jalan

tol ini.

Perjalanan penumpang antar-kota yang dilayani oleh kendaraan bis

besar, selain mengubungkan kota Jakarta dengan wilayah sebelah timur dan

tenggara, juga melayani arus integrasi, yaitu perjalanan dari dan ke wilayah barat

Kota Jakarta, termasuk kota-kota di Pulau Sumatera, melalui jalan tol

Tangerang-Jakarta dan jalan tol dalam Kota Tangerang-Jakarta. Arus lalulintas yang menggunakan

fasilitas jalan tol terintegrasi juga didominasi oleh kendaraan angkutan barang

atau truk yang berasal atau menuju ke wilayah Pulau Sumatera. Beroperasinya

Jalan Tol Purbaleunyi dan rencana pembangunan jalan tol Cikampek-Cirebon

juga menjadi indikasi bahwa tingkat pertumbuhan arus lalulintas di Jalan Tol

Jakarta-Cikampek masih akan meningkat tinggi dan akan mempunyai ciri

perjalanan jarak jauh, baik untuk penumpang maupun angkutan barang.

Walaupun demikian data historis Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR) atau

Average Daily Traffic (ADT) menunjukkan bahwa proporsi perjalanan yang besar

dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi berawal dari Kota Jakarta ke

daerah-daerah sekitarnya dan dari daerah-daerah-daerah-daerah sekitarnya ke Kota Jakarta. Hal ini

terjadi karena Jakarta, sebagai ibu kota negara, merupakan pusat

kegiatan-kegiatan pemerintah dan bisnis. Hal itu juga dipengaruhi oleh adanya Pelabuhan

Samudera Tanjung Priok dan Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng,

yang merupakan terminal moda transportasi terbesar dan terpadat di Indonesia.

Kebutuhan (demand) untuk melakukan perjalanan pada lokasi studi (ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek) diperoleh dengan melakukan pengamatan besarnya

volume bangkitan perjalanan (perjalanan keluar dari ruas Jalan Tol

Cikampek) dan tarikan perjalanan (perjalanan menuju ruas Jalan Tol

Jakarta-Cikampek). Data bangkitan perjalanan ini diperoleh dengan melakukan survei

instansional ke Kantor Cabang badan usaha pengelola Jalan Tol

Jakarta-Cikampek. Bangkitan dan tarikan perjalanan ini menimbulkan arus lalulintas yang

membebani Jalan Tol Jakarta-Cikampek, dan semakin besar arus lalulintas

tersebut akan membuat semakin besar pula usaha untuk mempertahankan

tingkat pelayanan jalan tol, yang apabila tidak terpenuhi akan berdampak, baik

secara operasional maupun secara regulasi, karena parameter tingkat pelayanan

(29)

Arus lalulintas juga akan menambah pencemaran udara, yang dapat

dideteksi dengan pengukuran kualitas udara ambient di lokasi penelitian. Tingkat pencemaran yang terdeteksi selanjutnya akan dibandingkan dengan baku mutu

pencemaran udara, sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu Keputusan Menteri

KLH No. KEP-03/MENKLH/II/1991, tanggal 1 Februari 1991, sehingga diperoleh

kesimpulan apakah pencemaran tersebut masih dapat ditolerir atau tidak.

Volume lalulintas ini juga menimbulkan kebisingan, dan tingkat kebisingan

ini bergantung pada tingkat kebisingan yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan

dan berbanding lurus dengan volume lalulintas yang melewati ruas jalan. Tingkat

kebisingan ini dinyatakan dengan satuan “dBA” dan dengan berpedoman pada

baku mutu tingkat kebisingan pada ruas jalan dapat disimpulkan apakah

kebisingan itu masih dalam batas-batas toleransi.

Volume lalulintas, kebisingan, dan pencemaran udara ini disimulasikan

dalam suatu model untuk memprediksikan volume lalulintas, kebisingan, dan

pencemaran udara pada masa yang akan akan datang, yaitu sampai tahun 2040,

dengan standar waktu simulasi model adalah 30 tahun. Simulasi ini dilakukan

untuk melihat pada tahun berapa akan terjadi ketidakmampuan tingkat

pelayanan jalan tol, pencemaran udara yang melewati baku mutu, dan

kebisingan yang melewati baku mutu, sehingga dapat diambil langkah-langkah

kebijakan dan strategi (alternatif kebijakan dan strategi) untuk mengatasinya.

Dengan menggunakan hasil survei persepsi masyarakat pengguna jalan

tol dapat ditentukan alternatif kebijakan terbaik untuk pengelolaan prasarana

transportasi ini serta untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam

mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol. Dengan demikian diharapkan

pengelolaan jalan tol ini akan berkelanjutan dengan tingkat pelayanan yang

diberikan memenuhi harapan penggunanya.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dibuat suatu bagan kerangka

pikir seperti untuk melakukan penelitian ini. Kerangka pikir tersebut dapat dilihat

(30)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

1.3. Perumusan Masalah

Pada tahun 2008, volume lalulintas yang melewati jalan tol mencapai

880,06 juta kendaraan per tahun, atau naik sebesar 2,41% dibandingkan dengan

volume lalulintas pada tahun sebelumnya. Sekitar 80,65% dari total volume

lalulintas pada tahun 2008 tersebut berasal dari ruas-ruas jalan tol yang

beroperasi di daerah Jabodetabek. Proporsi ini tidak jauh berbeda dengan

kondisi tahun 2007, ketika 81,14% dari total volume lalulintas yang sebesar

859,32 juta kendaraan per tahun berasal dari ruas-ruas jalan tol yang sama di

Jabodetabek (Jasa Marga, 2010). Pertumbuhan volume lalulintas ini

mempengaruhi pengoperasian jalan tol, karena meningkatnya arus lalulintas

akan diikuti oleh peningkatan pengoperasian jalan tol itu sendiri, yang meliputi

peningkatan pendapatan dan diikuti oleh peningkatan biaya pemeliharaan

(Operation and Maintenance, O/M), yang berisiko menimbulkan penurunan

tingkat pelayanan jalan tol itu sendiri.

Salah satu permasalahan lingkungan, sebagai akibat sampingan kegiatan

transportasi, adalah alih fungsi lahan yang digunakan untuk membangun jaringan

VOLUME KEBUTUHAN UNTUK PENGELOLAAN TINGKAT PELAYANAN

JALAN TOL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI 

(31)

jalan tol. Alih fungsi lahan ini seringkali menimbulkan banyak masalah, termasuk

persoalan pembebasan lahan, perubahan aliran air akibat dibangunnya

konstruksi jalan tol, pemakaian zat kimia untuk pemeliharaan rumput atau

tanaman lain pada tepi bahu jalan, polusi udara, kebisingan, dan masalah

lingkungan lain yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

Pada saat penelitian ini dilakukan telah terjadi penurunan tingkat

pelayanan jalan tol di lokasi studi. Dengan melihat trend pertumbuhan volume kendaraan yang cukup tinggi saat ini, dalam waktu beberapa tahun kedepan

kemungkinan besar masih akan terjadi penurunan tingkat pelayanan jalan tol.

Untuk itu perlu diambil langkah-langkah kebijakan dan strategi yang mampu

mengantisipasi permasalahan tersebut

Selama ini kebijakan dan strategi yang diterapkan pada pengoperasian

jalan tol hanya didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor yang terkait.

Sektor pendapatan hanya melihat dari sisi pendapatan saja, sektor O/M hanya

melihat dari sisi Operasi dan Pemeliharaan jaringan jalan tol dengan kebijakan

tersendiri, demikian juga yang terjadi di sektor lingkungan hidup. Kesimpulannya

adalah bahwa instansi terkait belum mengkoordinasikan sektor-sektor

pendapatan jalan tol, O/M ,dan lingkungan hidup secara terpadu dan

berkelanjutan.

Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dicari

jalan keluarnya dalam penelitian ini, yaitu:

1. Pertumbuhan volume lalulintas pada ruas jalan tol cukup tinggi, yang apabila

tidak dikendalikan, akan berakibat pada pengelolaan dan pengoperasian

jalan tol, termasuk komponen kondisi fisik jalan tol, manajemen lalulintas, dan

komponen tataguna lahan, dan akan berakibat pada menurunnya tingkat

pelayanan jalan tol atau dengan kata lain Standar Pelayanan Minimal (SPM)

tidak terpenuhi (Standar Pelayanan Minimal sesuai Peraturan Menteri PU

Nomor 392/PRT/M/2005).

2. Pertumbuhan volume lalulintas yang tinggi akan mengakibatkan

permasalahan lingkungan hidup, yang pada penelitian ini hanya dibatasi

pada tingkat pencemaran udara serta tingkat kebisingan yang terjadi pada

(32)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang model kebijakan dan strategi

pengelolaan tingkat pelayanan jalan tol, dengan studi kasus Jalan Tol

Jakarta-Cikampek. Tujuan penelitian tersebut tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi

dua hal pokok, yaitu:

1. Terumuskannya model kebijakan dan strategi yang mampu mengatasi

permasalahan kondisi fisik jalan tol, manajemen lalulintas, serta tataguna

lahan dan mempertahankan tingkat pelayanan minimal jalan tol (SPM) yang

memadai.

2. Terwujudnya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi

permasalahan lingkungan hidup, guna mencegah atau mengurangi

pencemaran udara akibat transportasi dan kebisingan lalulintas di kawasan

sekitar jalan tol.

Untuk mencapai tujuan tersebut, faktor-faktor di ruas Jalan Tol

Jakarta-Cikampek yang harus diteliti sehingga dapat menghasilkan suatu strategi dan

kebijakan yang tepat sasaran, adalah sebagai berikut:

1. Kondisi pengoperasian dan komponen-komponen pendukungnya.

2. Kondisi Operasi dan Pemeliharaan (O/M).

3. Data pergerakan lalulintas.

4. Data tingkat pelayanan jalan tol atau pemenuhan terhadap SPM.

5. Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di

lokasi wilayah studi.

Faktor-faktor tersebut selanjutnya digunakan untuk:

1. Perancangan model dinamis kebijakan dan strategi mempertahankan tingkat

pelayanan jalan tol yang memenuhi validitas.

2. Perumusan beberapa alternatif kebijakan dari hasil simulasi model dinamis

untuk memperoleh pengelolaan/pengoperasian jalan tol yang tepat sasaran.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Karena masalah pengelolaan jalan tol sangat kompleks dan dinamis,

penelitian ini difokuskan pada pengembangan model dinamik. Pengembangan

model dinamik dibatasi pada pengembangan model dinamik tataguna lahan,

(33)

Pengembangan model dinamik tataguna lahan (land use) dibatasi pada variabel-variabel utama tataguna lahan, seperti kebijakan transportasi nasional,

khususnya jalan tol, jenis atau golongan kendaraan, data sekunder, volume

lalulintas, dan kecepatan lalulintas. Pengembangan model dinamik pencemaran

udara dan kebisingan dibatasi pada variabel-variabel utama penyebab

pencemaran udara dan kebisingan, seperti volume lalulintas, kadar COx, NOx,

HC, SOx, SPM, kadar kebisingan, dan index kualitas udara. Sedangkan

pengembangan model dinamik kondisi fisik jalan tol dibatasi pada

variabel-variabel utama kecepatan lalulintas, volume lalulintas, kerataan, tidak ada

lubang, keselamatan jalan (road safety), tarif, pendapatan, biaya operasi dan pemeliharaan (O/M) berkala dan rutin, penggantian fasilitas, kapasitas jalan tol,

penambahan kapasitas (capacity expansion), serta pendanaan. Pengembangan model dinamik manajemen lalulintas dibatasi pada variabel-variabel utama

jumlah gardu tol, kecepatan transaksi rata-rata, pembatasan jenis dan waktu

kendaraan masuk jalan tol, unit pertolongan atau penyelamatan dan bantuan

pelayanan, pembatasan berat kendaraan, pengamanan dan penegakkan hukum,

serta kecepatan lalulintas.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, para

stakeholders, dan para perumus kebijakan. Manfaat tersebut diuraikan lebih

detail pada bagian berikut.

Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini memperluas

penggunaan metodologi dinamik untuk menghasilkan suatu kebijakan dan

strategi yang berkelanjutan. Pada penelitian ini kebijakan dan strategi untuk

mempertahankan tingkat pelayanan jalan tol dibentuk dengan

mempertimbangkan persepsi masyarakat pengguna jalan tol, pertumbuhan

kawasan di sekitar jalan tol, volume lalulintas, pencemaran lingkungan, dan

pendapatan atau pendanaan ruas jalan tol tersebut.

Stakeholders jalan tol terdiri atas operator, regulator, pengguna, dan bukan

pengguna (non users). Operator dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk perbaikan kinerja jalan tol dengan memperhatikan hasil simulasi dan prediksi

tingkat pelayanan jalan tol. Bagi regulator, hasil penelitian ini dapat digunakan

untuk menerapkan suatu kebijakan dan strategi untuk mempertahankan tingkat

(34)

penelitian akan berdampak dalam peningkatan mutu pelayanan jalan tol, yang

meliputi kelancaran, keselamatan, dan kenyamanan jalan tol. Bukan pengguna

jalan tol memperoleh manfaat yang terkait dengan perkembangan ekonomi dan

wilayah yang cepat dan baik yang didukung oleh kecepatan distribusi barang dan

jasa.

Bagi perumus kebijakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

dalam penyusunan kebijakan dan strategi untuk mempertahankan tingkat

pelayanan jalan tol.

1.7. Kebaruan (Novelty)

Dari kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya, tentang tingkat

pelayanan jalan tol dan pencemaran yang diakibatkan oleh operasi jalan tol,

terdapat beberapa hal yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini persepsi masyarakat digunakan dalam

mempertimbangkan pengelolaan pelayanan jalan tol, dan persepsi

masyarakat ini belum merupakan bagian SPM Jalan Tol yang diatur melalui

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 392/2005. Persepsi masyarakat ini

akan digunakan dalam menyusun sistem dinamik yang digunakan dalam

menyusun model pemilihan skenario kebijakan pada penelitian ini.

2. Pada penelitian ini dilakukan integrasi kebijakan dengan pendekatan sistem,

yang meliputi tataguna lahan, pencemaran, kondisi fisik jalan tol, dan

manajemen lalulintas yang pada penelitian-penelitian sebelumnya didasarkan

(35)
(36)

ada. Keempat sistem mikro ini saling berinteraksi satu dengan yang lain yang

terkait dalam suatu sistem transportasi makro.

Untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman,

nyaman, lancar, murah, dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat sistem

kelembagaan yang terdiri atas beberapa individu, kelompok, lembaga, instansi

pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro

tersebut. Di Indonesia sistem kelembagaan (instansi) yang berkaitan dengan

masalah transportasi adalah Bappenas, Bappeda, Pemda, dan Bangda, yang

memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan sistem kegiatan

melalui kebijakan, baik wilayah, regional, maupun sektoral. Sedangkan

kebijakan sistem jaringan secara umum ditentukan oleh Kementerian

Perhubungan, baik darat, laut, maupun udara, serta Kementerian Pekerjaan

Umum, melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan

oleh Dinas Lalulintas Angkutan Jalan (DLLAJ), Kementerian Perhubungan,

Polantas, dan masyarakat sebagai pemakai jalan.

Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui

suatu peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan adanya suatu

sistem penegakan hukum yang baik pula. Secara umum dapat disebutkan bahwa

pemerintah, swasta dan masyarakat seluruhnya dapat berperan dalam

mengatasi masalah dalam sistem transportasi ini terutama dalam hal mengatasi

masalah kemacetan. Keterkaitan antara kebijaksanaan Sistem Kegiatan dan

Sistem Jaringan pada berbagai tingkat dapat digambarkan pada Gambar 3.

RTRWN sebagai pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan

ruang di wilayah nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional

harus mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan

antara wilayah serta keserasian antara sektor. RTRWN ini diharapkan menjadi

payung dan acuan bagi setiap provinsi dalam skala yang lebih kecil, yang

dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Selanjutnya

RTRWP menjadi acuan bagi rencana tata ruang yang lebih kecil, yaitu skala

kabupaten atau kota (RTRWK), untuk menjadi acuan rencana tata ruang

(37)

Gambar 3. Keterkaitan Kebijakan Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan Transportasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan

perpindahan manusia dan atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Karena itu jasa transportasi berhubungan dengan penyediaan jaringan jalan

yang dapat melayani pergerakan, penyediaan ruangan dan lokasi tempat

pemberhentian untuk bongkar muat barang ataupun penumpang, pengaturan

kegiatan, konsumsi, dan produksi, serta perencanaan pengembangan

selanjutnya.

Persoalan transportasi melibatkan banyak faktor, termasuk faktor-faktor

manusia, sarana dan prasarana, administrasi, serta faktor-faktor lain yang

berkaitan dengan kondisi dan situasi wilayah perdesaan maupun wilayah

perkotaan. Transportasi juga memberikan nilai yang lebih besar daripada nilai

biaya yang dikeluarkan. Nilai-nilai yang diberikan, antara lain, adalah nilai waktu,

nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai kualitas.

Transportasi sangat berperan dalam kehidupan manusia. Peranan

transportasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang ekonomi; tanpa adanya transportasi semua kegiatan yang

ada dalam kegiatan ekonomi tidak akan dapat berjalan dengan baik.

2. Dalam bidang sosial; sangat penting bagi suatu negara yang sedang

berkembang, yang sebagian penduduknya mempunyai tingkat

perekonomian menengah atau lebih rendah sehingga transportasi berperan

penting di bidang sosial.

3. Dalam bidang politik; transportasi memainkan peranan penting di bidang

politik, sehingga banyak pemilihan bentuk suatu sistem transportasi

RTRW NASIONAL

RTRW KAWASAN  RTRW KABUPATEN/KOTA 

RTRW PROVINSI 

Sistem Transportasi Nasional

(38)

dibuat dengan mempertimbangkan konsekuensi politik yang mungkin

muncul.

4. Dalam bidang lingkungan; dalam beberapa tahun belakangan semakin

terbukti bahwa banyak kegiatan produktif manusia mempunyai pengaruh

terhadap lingkungan alamiah. Pengaruh ini harus dipertimbangkan dalam

kaitannya dengan kegiatan tersebut secara keseluruhan. Salah satu

kegiatan tersebut adalah aktivitas transportasi. Oleh karena itu peranan

kegiatan transportasi dalam bidang lingkungan sangat penting, sehingga

setiap kegiatan transportasi harus mempertimbangkan lingkungan yang

ada.

Kegiatan transportasi terjadi karena apa yang diperlukan oleh manusia

tidak terdapat di tempat manusia tersebut berada. Dilihat dari segi produksi dan

perdagangan, keperluan akan transportasi dipengaruhi oleh kegiatan yang

terjadi di sektor produksi, perdagangan, serta jasa ekonomi lainnya.

Transportasi orang dan barang biasanya tidak dilakukan hanya untuk

satu keinginan saja, tetapi juga untuk mencapai tujuan lainnya. Oleh karena itu

kebutuhan akan transportasi disebut sebagai permintaan yang diturunkan

(derived demand), yang datang dari satu komoditi atau pelayanan. Pada

dasarnya transportasi diturunkan dari hal-hal sebagai berikut:

1. Kebutuhan seseorang untuk berjalan dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk

melakukan suatu kegiatan, misalnya belanja, sekolah, bekerja, dan Iain-lain.

2. Kebutuhan untuk mengangkut barang tertentu sehingga barang tadi tersedia

pada tempat-tempat lokasi barang-barang tersebut dapat digunakan oleh

manusia.

Sistem Pengembangan Transportasi untuk setiap model transportasi

tertentu mempunyai komponen-komponen kendaraan, jaringan jalan, terminal,

dan rencana operasi. Di antara komponen-komponen tersebut tercipta suatu

hubungan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain sehingga

mempunyai kemampuan untuk memindahkan, mengendalikan pergerakan, dan

kemampuan untuk melindungi objek.

Dengan adanya suatu hubungan yang saling berkaitan tersebut maka

terbentuk suatu sistem transportasi, karena adanya kebutuhan manusia untuk

memakai jasa transportasi. Secara sederhana sistem transportasi dapat

(39)

Komponen-komponen sistem transportasi akan saling berkaitan atau

saling berhubungan. Dengan demikian sistem tersebut dapat melakukan proses

guna menghasilkan jasa transportasi. Secara sederhana hubungan-hubungan

tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 4. Hubungan Keterkaitan Dalam Sistem Transportasi

Gambar 5. Komponen-Komponen Sistem Transportasi

2.2. Jalan Tol di Indonesia

Terdapat sejumlah konsep umum yang harus dipahami terlebih dahulu

dalam mengembangkan jaringan jalan tol di Indonesia. Secara khusus konsep

tersebut terkait dengan konsep jaringan jalan tol yang akan dikembangkan dan

konsep pengusahaan jalan tol.

Hal ini akan terkait dengan peraturan perundangan yang berlaku, konsep

jaringan jalan perkotaan, dan mekanisme pengusahaan jalan tol itu sendiri. Pada

(40)

2.2.1. Peraturan Perundangan Jalan Tol

Saat ini peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang jalan

dan jalan tol adalah UU No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan, dan PP No. 15 Tahun

2005, tentang Jalan Tol. Pada pasal 1 UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 15

tahun 2005 disampaikan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan

bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya

diwajibkan membayar tol. Sedangkan yang dimaksud dengan tol adalah

sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Rencana

umum jaringan jalan tol ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari rencana umum jaringan jalan nasional.

Lebih lanjut, mengenai penyelenggaraan jalan tol, dalam UU No. 38

Tahun 2004 disampaikan pada Bab V bagian ketiga, tentang wewenang

penyelenggaraan jalan tol. Pada Pasal 45 disebutkan bahwa wewenang

penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah, yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan jalan tol. Sebagian wewenang

Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol dilaksanakan oleh Badan Pengatur

Jalan Tol (BPJT).

Dalam UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 43, disebutkan juga bahwa jalan tol

diselenggarakan untuk:

a. memperlancar lalulintas di daerah yang telah berkembang;

b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan

jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;

c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan

d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Disebutkan pula bahwa pengusahaan jalan tol dilakukan oleh pemerintah

dan/atau badan usaha yang memenuhi persyaratan.

Jalan tol harus memiliki spesifikasi atau tingkat pelayanan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan lintas jalan umum (UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 44

ayat 3 dan PP No. 15 Tahun 2005 Pasal 5), sebagai jaminan kompensasi dari

uang tol yang dibayarkan oleh para penggunanya. Dalam Peraturan Pemerintah

tersebut disebutkan pula bahwa jalan tol yang digunakan untuk lalulintas

antar-kota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh)

kilometer per jam dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan

(41)

jalan tol juga didesain untuk mampu menahan Muatan Sumbu Terberat (MST)

paling rendah 8 (delapan) ton.

Spesifikasi jalan tol menurut PP No. 15 tahun 2005, Pasal 6 adalah

sebagai berikut:

a. tidak mempunyai persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan

prasarana transportasi lainnya;

b. jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara

efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara

penuh;

c. jarak antar simpang susun paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar

perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam

perkotaan;

d. jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;

e. menggunakan pemisah tengah atau median; dan

f. lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur

lalulintas sementara dalam keadaan darurat.

Syarat teknis lainnya, yang juga disebutkan dalam PP No.15 tahun 2005

adalah:

a. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi dengan

fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan.

b. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna, jalan tol harus

diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang

dapat menyerap energi benturan kendaraan.

c. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang

dinyatakan dengan rambu lalulintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi

isyarat lalulintas.

d. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi

pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera sampai

ke tempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran,

kecelakaan, dan gangguan keamanan lainnya.

e. Pada jalan tol antar-kota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk

kepentingan pengguna jalan tol. Tempat istirahat dan pelayanan disediakan

paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer pada setiap

(42)

Untuk mencapai spesifikasi tersebut, terdapat sejumlah standar

perencanaan yang harus dipenuhi dalam merancang suatu jalan tol. Standar

perencanaan geometrik jalan tol yang digunakan pada penelitian ini adalah

standar yang dikeluarkan oleh Bina Marga, yaitu:

a. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997.

b. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan, 1976.

c. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Selain itu digunakan pula standar yang digunakan oleh AASHTO, yaitu A Policy

on Geometric Design of Highways and Streets, AASHTO 2001. Beberapa

parameter standar desain tersebut ditampilkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan

Tabel 3.

Tabel 1. Standar Desain Geometrik Jalan

Parameter Desain Nilai

Kecepatan Rencana (70 – 120) km/jam Superelevasi Maksimum 10 %

Jari-Jari Minimum 210 m

Kelandaian Relatif 1/150 Jarak Pandang Henti minimum 120 m Jarak Pandang Menyusul 550 m Kelandaian Maksimum (3-5) %

Panjang Kritis 460 m

Jumlah Lajur dan Arah 4 lajur 2 arah Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Luar Minimum 2,00 m Lebar Bahu Dalam MInimum 0,75 m Lebar Median Minimum 1,50 m

Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997

Tabel 2. Standar Desain Geometrik untuk Ramp

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam Superelevasi Maksimum 10 %

Kemiringan Normal 2 %

Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Minimum 0,50 m

Gradien Maksimum 4 %

Panjang Taper Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Dalam PP No.15 tahun 2005, tentang Jalan Tol, disampaikan bahwa

kebijakan perencanaan jalan tol disusun dengan memperhatikan pengembangan

(43)

umum jaringan jalan tol dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan

kondisi lingkungan daerah sekitarnya. Kebijakan perencanaan jalan tol memuat

tujuan dan sasaran pengembangan, dasar kebijakan, prioritas pengembangan,

dan program pengembangan jaringan jalan tol.

Tabel 3. Standar Desain Geometrik untuk Interchange

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam Superelevasi Maksimum 10 %

Kemiringan Normal 2 %

Lebar Lajur Minimum 3,50 m Lebar Bahu Minimum 0,50 m

Gradien Maksimum 4 %

Radius Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Rencana ruas jalan tol, sebagai bagian jaringan jalan tol, ditentukan

berdasarkan hasil prastudi kelayakan terhadap ruas-ruas yang tertera dalam

rencana umum jaringan jalan tol. Prastudi kelayakan mencakup kegiatan analisis

kelayakan, yang terdiri atas analisis sosial ekonomi, analisis proyeksi lalulintas,

pemilihan koridor jalan tol, analisis perkiraan biaya konstruksi, serta analisis

kelayakan ekonomi. Dengan kata lain, untuk menyelenggarakan jalan tol perlu

dipahami beberapa pengertian sebagai berikut:

a. Jalan tol adalah jalan yang harus layak secara finansial pengusahaannya,

sehingga penetapan lokasinya harus didesain sebagai alternatif dari lintas

atau ruas jalan umum yang lalulintasnya padat, sehingga diharapkan

jumlah pengguna jalan tol relatif besar.

b. Untuk mengembangkan jaringan jalan tol perlu disediakan suatu rencana

umum jaringan jalan yang memuat gambaran wujud jaringan jalan yang

hendak dicapai disertai dengan tahapan pencapaiannya,

c. Pengembangan jaringan jalan (tol) perlu diselaraskan dengan rencana

pembangunan (Renstra dan lain-lain), RTRW, dan rencana jaringan

transportasi (Sistem Transportasi Nasional atau Sistem Transportasi

Wilayah)

Pengembangan jaringan jalan tol idealnya dilakukan berdasarkan suatu

masterplan (jangka panjang atau jangka menengah) yang jelas, dan tidak

(44)

kepada pandangan local-wise saja. Sebagai contoh, idealnya pengembangan jaringan jalan tol perkotaan juga dilakukan dengan memperhatikan konteksnya

dalam jaringan transportasi maupun sistem ekonomi yang lebih besar, dalam

skala Provinsi maupun skala Nasional.

Gambar 6. Konsep Perencanaan Jaringan Jalan Tol

2.2.2. Konsep Konfigurasi Jaringan Jalan Tol

Jaringan jalan tol dalam kota pada prinsipnya merupakan pelengkap

struktur jaringan jalan perkotaan. Terdapat beberapa model struktur jaringan

jalan yang dapat diadopsi sebagai pola dasar sistem jaringan jalan perkotaan

sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, dari A hingga E, terurut sesuai dengan tingkat efektivitasnya, dari yang paling buruk.

Pada kenyataannya sistem jaringan jalan di wilayah Jabodetabek saat ini

lebih mengarah kepada model weak-center-strategy, yang kelemahannya adalah memusatnya arah perjalanan ke pusat kota. Meskipun wilayah pengembangan di

luar pusat kota Jakarta sudah direncanakan, namun hal ini belum banyak

memberikan pengaruh terhadap perubahan pola lalulintas. Jika strategi

penyebaran pusat kegiatan dapat dijalankan dengan efektif, setidaknya akan

membawa kondisi sistem ke arah perbaikan mendekati low-cost-strategy. Perkuatan akses jaringan jalan ke pusat kota akan mengarahkan sistem jaringan

(45)

Sumber: Thompson, 1977

Gambar 7. Beberapa Strategi Pengembangan Pola Jaringan Jalan Perkotaan

2.2.3. Pengusahaan Jalan Tol

Hingga saat ini telah terdapat 4 fase utama pada evolusi perkembangan

bisnis jalan tol di Indonesia, yaitu:

1. Tahun 1978 hingga tahun 1983; pembiayaan, konstruksi, dan operasi jalan tol

dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

2. Tahun 1983 hingga tahun 1990; pembangunan jalan tol dibiayai oleh dana

pinjaman luar negeri.

3. Tahun 1987 hingga tahun 1993; sektor swasta dilibatkan melalui penunjukkan

langsung dengan proyek Built-Operate-Transfer (BPT). 4. 1994 hingga sekarang; dilakukan tender terbuka

Berdasarkan pengalaman investasi jalan tol di Indonesia dapat

dinyatakan beberapa besaran umum yang dapat dipakai sebagai acuan awal

mengenai tingkat kelayakan pengembangan jalan tol. Meskipun besaran ini tidak

mutlak belaku untuk semua ruas jalan tol, namun dapat dipakai sebagai

perbandingan umum.

Beberapa item rule-of-thumb tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persyaratan Besaran Investasi; Financial Rate of Return lebih besar dari

18%, lama pinjaman (loan tenor) 10 tahun hingga 15 tahun, masa konsesi

25 tahun hingga 35 tahun, dan waktu untuk penyiapan pendanaan 6 bulan

(46)

2. Persyaratan Volume Lalulintas; LHR jalan alternatif (50 ribu-60 ribu)

kendaraan per hari dan angka perpindahan ke jalan tol minimal 40% atau

(20 ribu hingga 25 ribu) kendaraan per hari

3. Persyaratan Tarif; Pada saat pembukaan tarif yang dikenakan Rp. 300,-

per km hingga Rp. 400,- per km dan tarif harus disesuaikan berkala seiring

laju inflasi

2.3. Standar Pelayanan Minimal Jalan di Indonesia

Dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, kewenangan

penyelenggaraan jaringan jalan Provinsi dan Kabupaten didelegasikan ke

daerah. Hal ini berimplikasi kepada adanya kewajiban bagi daerah untuk

menyelenggarakan jaringan jalan yang mampu memenuhi kebutuhan minimal

masyarakat terhadap jalan. Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi

masyarakat, dalam PP No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, pada pasal 3 butir (3)

disebutkan bahwa “daerah wajib melaksanakan pelayanan minimal”.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan kewenangan Pemerintah

Pusat (pasal 2 ayat 4 butir b). SPM diadakan untuk menjamin tersedianya

pelayanan jalan untuk masyarakat dalam kondisi yang paling minimum. Dalam

hal ini SPM penyediaan jaringan jalan, sebagai salah satu infrastruktur publik,

juga disusun oleh kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Pekerjaan

Umum. Untuk bidang jalan, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan

Standar Pelayanan Minimum Bidang Jalan seperti yang disampaikan pada Tabel 4.

SPM di bidang jalan ini dikembangkan dalam sudut pandang publik

sebagai pengguna jalan, dengan ukurannya merupakan common indicator yang diinginkan oleh pengguna. SPM dikembangkan dari 3 keinginan dasar pengguna

jalan, yaitu:

1. kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang);

2. tidak macet (lancar sepanjang waktu); dan

3. dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir waktu musim hujan).

Pada dasarnya item dalam SPM jalan hampir sama dengan kriteria kemantapan

jalan, yang tujuannya adalah memelihara jalan dengan kondisi fisik minimal

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 5. Komponen-Komponen Sistem Transportasi
Tabel 1. Standar Desain Geometrik Jalan
Tabel  4. Standar Pelayanan Minimal Jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait