TER
PADA T
PRO
F
P
RHADAP
TERUMB
OGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
STUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
Oleh Tanty Ma C641040
MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGARUH PROSES
BIOROCK
TERHADAP STRUKTUR
KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI
TANJUNG LESUNG, BANTEN
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
RINGKASAN
TANTY MAULINA. Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas
Ikan Karang pada Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan BEGINER SUBHAN.
Biorock merupakan salah satu metode terumbu buatan sebagai alternatif rehabilitasi terumbu karang. Keuntungan dari metode ini antara lain dapat memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan memiliki struktur kokoh. Struktur kokoh ini dapat menjadi habitat baru bagi biota penghuni ekosistem terumbu karang, salah satunya adalah ikan karang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh biorock terhadap struktur komunitas ikan karang pada terumbu buatan.
Penelitian dilakukan di Tanjung Lesung, Banten. Biorock telah diterapkan di Tanjung Lesung berkaitan dengan tingginya tingkat kerusakan terumbu karang di daerah ini. Penelitian dilakukan pada Desember 2007, Januari 2008, Mei 2008 dan Agustus 2008. Penelitian ini juga mengunakan data sekunder dari Medriko Desistiano sejak Agustus 2007 hingga November 2007 yang berlokasi di tempat yang sama. Dua stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu stasiun biorock dimana terdapat perlakuan arus listrik dan stasiun transplantasi karang dimana tidak terdapat perlakuan arus listrik. Pengambilan data dilakukan di lapangan untuk mendapatkan data fisika kimia perairan, data ikan karang yang dilakukan dengan metode stationery visual cencus, dan data komunitas bentik terumbu karang yang dilakukan dengan metode permanent photo quadrat. Data ikan karang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel sehingga menghasilkan keluaran nilai keanekaragaman Shannon-Wiener, keseragaman, dominansi, kelimpahan, dan komposisi pola pemangsaan. Sedangkan data komunitas bentik diolah dengan perangkat lunak ImageJ sehingga menghasilkan persentase penutupan komunitas bentik terumbu karang.
Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun menunjukkan adanya peningkatan penutupan karang keras yang dapat berkorelasi positif terhadap keberadaan ikan karang. Komposisi ikan berdasarkan famili di kedua stasiun didominasi oleh ikan dari famili Pomacentridae. Kelimpahan ikan dan keanekaragaman komunitas ikan karang di stasiun biorock relatif lebih tinggi dari di stasiun transplantasi karang. Nilai keseragaman lebih rendah dan nilai
dominansi komunitas ikan karang lebih tinggi di stasiun biorock. Berdasarkan uji stasistik dengan uji t, didapatkan hasil bahwa nilai keanekaragaman di kedua stasiun hanya berbeda nyata pada dua bulan pengamatan yaitu pada
pengamatan Oktober 2007 dan November 2007 dari delapan bulan pengamatan pada Agustus 2007 hingga Januari 2008, Mei 2008, dan Agustus 2008.
Sedangkan untuk komposisi pemangsaan ikan, ikan karnivora menjadi kelompok ikan terbesar dalam komunitas baik di stasiun biorock maupun di stasiun
transplantasi karang.
TER
PADA T
SebagPRO
F
P
RHADAP
TERUMB
gai salah sa pad
OGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
atu syarat u da Fakultas Inst
STUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
SKRIP untuk mem s Perikanan itut Pertan Oleh Tanty Ma C641040
MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
SES
BIO
MUNITAS
ANJUNG
PSI
mperoleh ge n dan Ilmu
Judul : PENGARUH PROSES BIOROCK TERHADAP STRUKTUR
KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI TANJUNG LESUNG, BANTEN
Nama : Tanty Maulina
NRP : C64104072
Disetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof.Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 30 Januari 2009
Pembimbing II
Beginer Subhan, S.Pi NIP. 132 316 069 Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan hasil penelitian berjudul
Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas Ikan Karang pada
Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten ini.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Dr.Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Beginer Subhan, S.Pi selaku dosen
pembimbing dalam penelitian ini.
2. Tim RUT XII yang telah mengijinkan pemakaian data untuk penelitian ini.
3. Tim Biorock Tanjung Lesung: Ramadian Bachtiar, Hawis H. Madduppa,
Medriko D., Ahmad T.G., Yanuar M., Fikri F., dan Regiana P.P atas kerjasama
dan bimbingan terutama di lapangan.
4. Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku penguji tamu dan Dr.Ir. Henry
M.Manik, M.T. selaku komisi pendidikan pada ujian skripsi atas evaluasi dan
saran yang diberikan kepada penulis.
5. Fisheries Diving Club atas ilmu dan pemakaian alat penelitian.
6. Kedua orang tua yang tak henti – hentinya memberikan motivasi.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya tulisan ini
namun terlalu banyak untuk dituliskan satu persatu.
Sangat disadari oleh penulis sendiri bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun penulis harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan informasi terkait dengan metode biorock dalam rehabilitasi karang.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Komunitas ikan karang ... 3
2.2. Ikan karang pada terumbu buatan ... 6
2.3. Komunitas terumbu karang ... 7
2.4. Interaksi ikan karang dan terumbu karang ... 11
2.5. Transplantasi karang ... 12
2.6. Terumbu buatan ... 13
2.7. Biorock ... 14
3. BAHAN DAN METODE ... 18
3.1. Waktu dan lokasi ... 18
3.2. Alat dan bahan ... 19
3.3. Sistem biorock ... 21
3.4. Metode pengambilan data ... 22
3.4.1. Data ikan karang ... 22
3.4.2. Data penutupan substrat dasar ... 24
3.5. Analisis data ... 25
3.5.1. Kelimpahan ikan ... 25
3.5.2. Indeks keanekaragaman (H’) ... 25
3.5.3. Indeks keseragaman (E) ... 25
3.5.4. Indeks dominansi (C) ... 26
3.5.5. Persentase penutupan substrat dasar ... 26
3.5.6. Uji t ... 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1. Parameter fisika kimia perairan ... 28
4.2. Kondisi penutupan substrat dasar ... 29
4.3. Struktur komunitas ikan karang ... 31
4.3.1. Stasiun biorock ... 31
4.3.2. Stasiun transplantasi karang ... 32
4.4. Perbandingan struktur komunitas ikan karang di stasiun pengamatan ... 33
4.4.1. Kekayaan famili, spesies, dan jumlah individu ... 33
4.4.2. Kelimpahan ikan karang (N) ... 35
4.4.3. Indeks keanekaragaman (H’) ... 36
4.4.5. Indeks dominansi (C) ... 38
4.4.6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) ... 39
4.4.7. Tipe pemangsaan ... 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1. Kesimpulan ... 43
5.2. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi stasiun pengamatan biorock dan transplantasi karang ... 19
2. Perangkat pengambilan dan pengolahan data ... 20
3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang ... 23
4. Parameter fisika kimia perairan pada kedua stasiun pengamatan .... 28
5. Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun
pengamatan ... 29
6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) antara stasiun biorock dan stasiun
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka biorock di (a) Maldive; (b) Thailand; dan (c) Pemuteran,
Bali ... 16
2. Peta lokasi penelitian ... 18
3. Desain tetrapod kamera ... 21
4. Bentuk padatan karbon sebagai anoda (a) dan kerangka besi
sebagai katoda(b) untuk akresi mineral atau biorock ... 21
5. Ilustrasi denah sistem biorock ... 22
6. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat di kerangka besi biorock dan
transplantasi karang serta di sekeliling kerangka ... 24
7. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun biorock ... 31
8. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi
karang. ... 32
9. Jumlah famili dan spesies ikan karang yang terdata di
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 33
10. Jumlah individu ikan karang yang terdata di stasiun (A) biorock dan
(B) transplantasi karang ... 34
11. Perbandingan kelimpahan ikan karang antara Stasiun (A) biorock
dan (B) transplantasi karang ... 35
12. Perbandingan indeks keanekaragaman (H’) ikan karang antara
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 36
13. Perbandingan indeks keseragaman (E) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 37
14. Perbandingan indeks dominansi (C) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 38
15. Perbandingan tipe pemangsaan ikan karang antara stasiun (A)
TER
PADA T
PRO
F
P
RHADAP
TERUMB
OGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
STUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
Oleh Tanty Ma C641040
MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENGARUH PROSES
BIOROCK
TERHADAP STRUKTUR
KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI
TANJUNG LESUNG, BANTEN
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
RINGKASAN
TANTY MAULINA. Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas
Ikan Karang pada Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan BEGINER SUBHAN.
Biorock merupakan salah satu metode terumbu buatan sebagai alternatif rehabilitasi terumbu karang. Keuntungan dari metode ini antara lain dapat memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan memiliki struktur kokoh. Struktur kokoh ini dapat menjadi habitat baru bagi biota penghuni ekosistem terumbu karang, salah satunya adalah ikan karang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh biorock terhadap struktur komunitas ikan karang pada terumbu buatan.
Penelitian dilakukan di Tanjung Lesung, Banten. Biorock telah diterapkan di Tanjung Lesung berkaitan dengan tingginya tingkat kerusakan terumbu karang di daerah ini. Penelitian dilakukan pada Desember 2007, Januari 2008, Mei 2008 dan Agustus 2008. Penelitian ini juga mengunakan data sekunder dari Medriko Desistiano sejak Agustus 2007 hingga November 2007 yang berlokasi di tempat yang sama. Dua stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu stasiun biorock dimana terdapat perlakuan arus listrik dan stasiun transplantasi karang dimana tidak terdapat perlakuan arus listrik. Pengambilan data dilakukan di lapangan untuk mendapatkan data fisika kimia perairan, data ikan karang yang dilakukan dengan metode stationery visual cencus, dan data komunitas bentik terumbu karang yang dilakukan dengan metode permanent photo quadrat. Data ikan karang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel sehingga menghasilkan keluaran nilai keanekaragaman Shannon-Wiener, keseragaman, dominansi, kelimpahan, dan komposisi pola pemangsaan. Sedangkan data komunitas bentik diolah dengan perangkat lunak ImageJ sehingga menghasilkan persentase penutupan komunitas bentik terumbu karang.
Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun menunjukkan adanya peningkatan penutupan karang keras yang dapat berkorelasi positif terhadap keberadaan ikan karang. Komposisi ikan berdasarkan famili di kedua stasiun didominasi oleh ikan dari famili Pomacentridae. Kelimpahan ikan dan keanekaragaman komunitas ikan karang di stasiun biorock relatif lebih tinggi dari di stasiun transplantasi karang. Nilai keseragaman lebih rendah dan nilai
dominansi komunitas ikan karang lebih tinggi di stasiun biorock. Berdasarkan uji stasistik dengan uji t, didapatkan hasil bahwa nilai keanekaragaman di kedua stasiun hanya berbeda nyata pada dua bulan pengamatan yaitu pada
pengamatan Oktober 2007 dan November 2007 dari delapan bulan pengamatan pada Agustus 2007 hingga Januari 2008, Mei 2008, dan Agustus 2008.
Sedangkan untuk komposisi pemangsaan ikan, ikan karnivora menjadi kelompok ikan terbesar dalam komunitas baik di stasiun biorock maupun di stasiun
transplantasi karang.
TER
PADA T
SebagPRO
F
P
RHADAP
TERUMB
gai salah sa pad
OGRAM S
FAKULTA
IN
ENGARU
STRUKT
BU BUAT
atu syarat u da Fakultas Inst
STUDI ILM
AS PERIK
NSTITUT
UH PROS
TUR KOM
TAN DI TA
SKRIP untuk mem s Perikanan itut Pertan Oleh Tanty Ma C641040
MU DAN
KANAN D
T PERTA
2009
SES
BIO
MUNITAS
ANJUNG
PSI
mperoleh ge n dan Ilmu
Judul : PENGARUH PROSES BIOROCK TERHADAP STRUKTUR
KOMUNITAS IKAN KARANG PADA TERUMBU BUATAN DI TANJUNG LESUNG, BANTEN
Nama : Tanty Maulina
NRP : C64104072
Disetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof.Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 30 Januari 2009
Pembimbing II
Beginer Subhan, S.Pi NIP. 132 316 069 Pembimbing I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan hasil penelitian berjudul
Pengaruh Proses Biorock terhadap Struktur Komunitas Ikan Karang pada
Terumbu Buatan di Tanjung Lesung, Banten ini.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Dr.Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Beginer Subhan, S.Pi selaku dosen
pembimbing dalam penelitian ini.
2. Tim RUT XII yang telah mengijinkan pemakaian data untuk penelitian ini.
3. Tim Biorock Tanjung Lesung: Ramadian Bachtiar, Hawis H. Madduppa,
Medriko D., Ahmad T.G., Yanuar M., Fikri F., dan Regiana P.P atas kerjasama
dan bimbingan terutama di lapangan.
4. Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku penguji tamu dan Dr.Ir. Henry
M.Manik, M.T. selaku komisi pendidikan pada ujian skripsi atas evaluasi dan
saran yang diberikan kepada penulis.
5. Fisheries Diving Club atas ilmu dan pemakaian alat penelitian.
6. Kedua orang tua yang tak henti – hentinya memberikan motivasi.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya tulisan ini
namun terlalu banyak untuk dituliskan satu persatu.
Sangat disadari oleh penulis sendiri bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun penulis harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan informasi terkait dengan metode biorock dalam rehabilitasi karang.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Komunitas ikan karang ... 3
2.2. Ikan karang pada terumbu buatan ... 6
2.3. Komunitas terumbu karang ... 7
2.4. Interaksi ikan karang dan terumbu karang ... 11
2.5. Transplantasi karang ... 12
2.6. Terumbu buatan ... 13
2.7. Biorock ... 14
3. BAHAN DAN METODE ... 18
3.1. Waktu dan lokasi ... 18
3.2. Alat dan bahan ... 19
3.3. Sistem biorock ... 21
3.4. Metode pengambilan data ... 22
3.4.1. Data ikan karang ... 22
3.4.2. Data penutupan substrat dasar ... 24
3.5. Analisis data ... 25
3.5.1. Kelimpahan ikan ... 25
3.5.2. Indeks keanekaragaman (H’) ... 25
3.5.3. Indeks keseragaman (E) ... 25
3.5.4. Indeks dominansi (C) ... 26
3.5.5. Persentase penutupan substrat dasar ... 26
3.5.6. Uji t ... 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1. Parameter fisika kimia perairan ... 28
4.2. Kondisi penutupan substrat dasar ... 29
4.3. Struktur komunitas ikan karang ... 31
4.3.1. Stasiun biorock ... 31
4.3.2. Stasiun transplantasi karang ... 32
4.4. Perbandingan struktur komunitas ikan karang di stasiun pengamatan ... 33
4.4.1. Kekayaan famili, spesies, dan jumlah individu ... 33
4.4.2. Kelimpahan ikan karang (N) ... 35
4.4.3. Indeks keanekaragaman (H’) ... 36
4.4.5. Indeks dominansi (C) ... 38
4.4.6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) ... 39
4.4.7. Tipe pemangsaan ... 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1. Kesimpulan ... 43
5.2. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi stasiun pengamatan biorock dan transplantasi karang ... 19
2. Perangkat pengambilan dan pengolahan data ... 20
3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang ... 23
4. Parameter fisika kimia perairan pada kedua stasiun pengamatan .... 28
5. Persentase penutupan komunitas bentik di kedua stasiun
pengamatan ... 29
6. Uji t indeks keanekaragaman (H’) antara stasiun biorock dan stasiun
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka biorock di (a) Maldive; (b) Thailand; dan (c) Pemuteran,
Bali ... 16
2. Peta lokasi penelitian ... 18
3. Desain tetrapod kamera ... 21
4. Bentuk padatan karbon sebagai anoda (a) dan kerangka besi
sebagai katoda(b) untuk akresi mineral atau biorock ... 21
5. Ilustrasi denah sistem biorock ... 22
6. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat di kerangka besi biorock dan
transplantasi karang serta di sekeliling kerangka ... 24
7. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun biorock ... 31
8. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi
karang. ... 32
9. Jumlah famili dan spesies ikan karang yang terdata di
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 33
10. Jumlah individu ikan karang yang terdata di stasiun (A) biorock dan
(B) transplantasi karang ... 34
11. Perbandingan kelimpahan ikan karang antara Stasiun (A) biorock
dan (B) transplantasi karang ... 35
12. Perbandingan indeks keanekaragaman (H’) ikan karang antara
stasiun (A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 36
13. Perbandingan indeks keseragaman (E) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 37
14. Perbandingan indeks dominansi (C) ikan karang antara stasiun
(A) biorock dan (B) transplantasi karang ... 38
15. Perbandingan tipe pemangsaan ikan karang antara stasiun (A)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data ikan karang ... 47
2. Data komunitas bentik terumbu karang ... 58
3. Contoh hasil digitasi foto transek menggunakan perangkat lunak ImageJ ... 59
4. Jumlah individu (N), nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) masing-masing stasiun pengamatan ... 60
5. Contoh perhitungan ... 61
6. Foto karang transplantasi di kedua stasiun pengamatan ... 63
7. Foto kondisi stasiun penelitian ... 64
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kerusakan terumbu karang Indonesia saat ini semakin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh kegiatan manusia yang bersifat merusak seperti penangkapan
ikan dengan bahan peledak dan racun, reklamasi pantai, serta pencemaran
limbah, di samping kontribusi kerusakan oleh alam itu sendiri. Akibat hal
tersebut, diperlukan metode untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang.
Pengembangan metode rehabilitasi terumbu karang telah banyak dilakukan.
Salah satu metode tersebut adalah Mineral Accretion (akresi mineral) atau lebih
dikenal dengan sebutan biorock.
Penerapan metode biorock telah dilakukan di beberapa negara, antara lain
di Maldives, Thailand, Meksiko, Papua New Guinea, dan Indonesia. Biorock ini
telah sukses diaplikasikan di Pemuteran, Bali pada November 2005 serta dapat
menjadi alternatif rehabilitasi terumbu karang dalam skala besar (Hilbertz,
2005a). Biorock sedang dikembangkan di daerah Tanjung Lesung, Banten pada
tahun 2007 mengingat kerusakan terumbu karang yang terjadi di sana. Data
Dinas Perikanan dan Kelautan Kecamatan Panimbang, Banten tahun 2004
menunjukkan bahwa 70% terumbu karang di daerah wisata bahari Tanjung
Lesung, Kecamatan Panimbang telah rusak.
Biorock didasarkan pada prinsip elektrolisis, yaitu mineral terlarut yang ada
di dalam air laut dirubah menjadi padatan CaCO3 dan Mg(OH)2 yang memiliki
kekuatan yang sama dengan terumbu asli. Beberapa keuntungan dari metode ini
adalah memacu pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dan pembuatan
struktur yang relatif mudah. Struktur biorock kokoh dan memiliki nilai artistik
Oleh karena struktur kokoh ini, sejumlah besar ikan akan tertarik untuk datang
memanfaatkan sebagai habitat baru bagi komunitas ikan karang.
Ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya paling melimpah di
daerah terumbu karang. Selain itu, komunitas ini merupakan penyokong
hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang. Berbagai jenis ikan
karang memiliki ketergantungan tinggi terhadap terumbu karang sebagai
habitatnya. Komunitas ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat
berlindung (shelter), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
berkembang biak (spawning ground), dan daerah asuhan (nursery ground).
Informasi mengenai kondisi ekosistem terumbu buatan biorock saat ini
masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mengangkat topik
penelitian mengenai komunitas ikan karang di habitat terumbu buatan biorock.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Medriko Desistiano mengenai
perbandingan kelimpahan ikan karang pada terumbu buatan biorock dengan
transplantasi karang yang dilakukan pada Agustus-November 2007 di Tanjung
Lesung, Banten.
1.2. Tujuan
Mengkaji pengaruh dari proses biorock terhadap struktur komunitas ikan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunitas ikan karang
Komunitas adalah kumpulan dari populasi – populasi yang hidup pada habitat
yang sama (Odum, 1971). Sehingga, komunitas ikan karang dapat diartikan
sebagai kumpulan dari populasi ikan yang hidup pada habitat terumbu karang
tertentu.
Choat dan Bellwood (1991) mendefinisikan ikan karang adalah setiap individu
ikan yang hidup di dalam sistem terumbu karang. Ikan karang memiliki
keanekaragaman yang tinggi serta berasosiasi dengan terumbu karang. Ikan –
ikan ini memiliki adaptasi khusus seperti bentuk dan warna tubuh, serta cara
reproduksi. Ikan karangmerupakan keseluruhan ikan pada terumbu karang yang
masuk ke dalam jaringan makanan melalui beberapa cara sehingga terdapat
keseimbangan yang rumit dari hubungan mangsa-dimangsa (Romimohtarto dan
Juwana, 2001).
Sale (1991) mengelompokkan ikan karang menjadi tiga kelompok famili
utama berdasarkan keeratan hubungannya dengan ekosistem terumbu karang
yaitu:
1. Labroid: Labridae (wrasses), Scaridae (parrotfish), dan Pomacentridae
(damselfishes).
2. Acanthuroid: Acanthuridae (surgeonfshes), Siganidae (rabbitfishes), dan
Zanclidae (moorish idol).
3. Chaetodontid: Chaetodontidae (butterflyfishes) dan Pomacanthidae
(angelfishes).
Ketiga kelompok famili ini hampir seluruhnya, kecuali beberapa Labroid,
memiliki pola distribusi yang berkaitan dengan terumbu karang. Kumpulan famili
Eksploitasi ini dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, dengan cara
memangsa secara langsung terhadap jaringan dan hasil sampingan metabolisme
dari hewan karang serta simbionnya (hal ini dilakukan oleh Chaetodontid dan
beberapa Labroid, termasuk di dalamnya labridae genus Labrichtys dan Scaridae
Bolbometopon muricatum). Kedua, dengan cara memangsa alga kompleks yang
tumbuh pada matriks terumbu karang yang dilakukan oleh Acanthuroid dan
sebagian besar Labroid.
Terdapat pula famili ikan lain yang berperan penting dalam ekosistem
terumbu karang yang sering muncul di terumbu dan telah ikut diteliti oleh ahli
ekologi yaitu:
1. Bleenidae (blennies) dan Gobiidae (gobies).
2. Apogonidae (cardinalfishes), dan Haemulidae (grunts).
3. Ostraciidae (boxfishes), Tetraodontidae (puffers), dan Balistidae (triggerfishes)
4. Holocentridae (squirrelfishes), Serranidae (rock cods, groupers), Lutjanidae
(snappers), dan Lethrinidae (emperors).
Ikan karang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan waktu
aktifitasnya. Aktivitas ini di antaranya adalah aktifitas mencari makanan.
Pengelompokkan tersebut yaitu (Hobson, 1991; TERANGI, 2004):
1. Ikan diurnal, kelompok ikan yang beraktifitas di siang hari.
2. Ikan nokturnal,kelompok ikan yang beraktifitas di malam hari (setelah
matahari terbenam).
3. Ikan crepuscular, kelompok ikan yang beraktifitas di waktu pergantian antara
diurnal dan nokturnal.
Jenis ikan karang berdasarkan pola pemangsaan terbagi ke dalam lima
tingkatan (Froese dan Pauly, 2008) yaitu:
1. Karnivora, jenis ikan pemakan daging baik ikan lain ataupun hewan lainnya
Scorpaenidae, Apogonidae, Carangidae, Dasyatidae, Labridae, dan
Lutjanidae.
2. Koralivora, jenis ikan pemakan koralit karang seperti beberapa spesies dari
Chaetodontidae.
3. Herbivora, jenis ikan pemakan alga dan tumbuhan seperti Acanthuridae,
Pomacanthidae, Scaridae, dan Siganidae.
4. Omnivora, jenis ikan pemakan hewan dan tumbuhan seperti genus dari
Balistidae, Gobiidae, Pomacentridae, Tetraodontidae.
5. Planktivora, jenis ikan pemakan plankton seperti jenis dari Caesionidae.
Tipe pemangsaan ikan karang yang paling banyak di ekosistem terumbu
karang adalah karnivora, yaitu lebih kurang 50% - 70% dari seluruh jenis ikan di
ekosistem ini. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok
terbesar kedua setelah karnivora yaitu lebih kurang 15% dari spesies yang ada
dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan
Acanthuridae. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora dan multivora yaitu
ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae,
Monachantidae, Ostaciantidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan
zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil yaitu ikan dari famili Clupidae dan
Antherenidae (Nybakken, 1993).
Distribusi spasial ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan
interaksi ikan – ikan tersebut. Distribusi spasial beberapa ikan karang secara
nyata berkaitan dengan karakteristik habitat tertentu. Karakteristik habitat yang
paling berperan dalam distribusi ini adalah arus, kecerahan, suhu air, dan
2.2. Ikan karang pada terumbu buatan
Terumbu buatan dengan salah satu fungsinya sebagai fish aggregrating
devices (FAD) dapat menyediakan habitat baru bagi komunitas ikan karang
(Madduppa et al., 2007). Terumbu buatan menyediakan tempat berlindung yang
lebih baik dari terumbu karang alami, tetapi tidak untuk semua jenis dan ukuran
ikan melainkan hanya beberapa jenis ikan saja, terutama ikan-ikan yang masih
muda. Selain itu, ketertarikan ikan terhadap terumbu buatan karena untuk
mencari makanan yang berupa alga, krustase, dan atau ikan kecil lainnya
(Bohnsack, 1989 in Madduppa et al. 2007).
Struktur terumbu buatan dapat menarik ikan karang yang berasal dari habitat
sekitar terumbu atau yang ingin menetap sementara untuk beristirahat
menyimpan energi mereka dari arus (Ogden dan Ebersole 1981 in Chou, 1997).
Lama kelamaan, organisme lain sebagai bagian dari ikan-ikan ini akan menetap
dan berkembang pada permukaan terumbu buatan tersebut. Perkembangan dari
organisme penempel ini berkontribusi mempengaruhi makanan dari komunitas
ikan karang. Contohnya ikan herbivora, kelompok ikan ini akan tertarik untuk
mendatangi terumbu dan memakan alga yang telah berkembang di permukaan
terumbu buatan. Komunitas ikan kecil yang menetap pada terumbu buatan
dapat menarik ikan besar lainnya sebagai pemangsa komunitas ini (Chou, 1997).
Terdapat preferensi terhadap ikan karang tertentu akibat struktur terumbu
buatan. Berdasarkan Chua dan Chou (1994) ikan yang terdapat pada terumbu
buatan blok beton dengan ukuran lubang yang berbeda-beda, ukurannya
berkaitan dengan besarnya lubang yang disediakan oleh terumbu ini. Sehingga
dapat dinyatakan bahwa ukuran ikan karang yang menetap pada terumbu buatan
dibatasi oleh besarnya ruang yang disediakan oleh struktur terumbu.
Komunitas ikan karang di terumbu buatan memiliki kelimpahan ikan yang
Tetapi, umumnya keanekaragaman komunitas ikan di terumbu buatan lebih
rendah karena adanya jenis ikan tertentu yang dominan akibat ketertarikan
tertentu pada terumbu buatan (Fujita et al. ; Rooker et al.) Secara umum
komposisi jenis ikan pada terumbu buatan berkaitan dengan bahan dan model
kerangka, dasar perairan, biota-biota penempel, karang yang ditransplantasikan,
dan kedalaman terumbu buatan (Madduppa et al., 2007).
2.3. Komunitas terumbu karang
Komunitas terumbu karang memiliki sifat unik di antara asosiasi biota laut.
Terumbu ini dibangun seluruhnya oleh kegiatan biologik. Terumbu merupakan
timbunan masif dari kapur CaCO3 yang terutama dihasilkan oleh hewan karang
dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme-organisme lain
penghasil kapur (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Hewan karang memiliki kedekatan dengan anemon laut dan dapat
divisualisasikan sebagai koloni anemon yang menghasilkan sekresi berupa
limestone atau kalsium karbonat sebagai struktur pengokoh dan pelindung bagi
hewan karang itu sendiri. Karang ini bersimbiosis dengan alga bersel satu
zooxanthellae untuk kepentingan biologis dan memberi warna pada karang.
Klasifikasi karang keras menurut Veron (1995) berdasarkan kerangka karang
adalah :
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Subkelas : Hexacorallia
Ordo : Scleractinia
Hewan karang menghasilkan kalsium karbonat. Proses mineralisasi dengan
produk yang dihasilkan berupa material kapur CaCO3 (kalsium karbonat)
terumbu (Barnes, 1999). Reaksi terbentuknya kalsium karbonat dapat dituliskan
sebagai berikut :
CO2+H2O H2CO3 H+ + HCO3- 2H+ + CO3
2-Diambil dari perairan ... Ca2+ + 2HCO3- CaCO3 + CO2 +H2O ... (1)
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, yaitu :
1. Suhu
Terumbu karang dapat hidup secara optimal dengan perairan yang rata-rata
suhu tahunannya 23-25 oC. Terumbu karang dapat mentoleransi suhu
sampai kira-kira 40 oC (Nybakken,1993).
2. Cahaya.
Cahaya yang kurang dapat menyebabkan laju fotosintesis oleh alga simbion
karang berkurang. Hal tersebut akan berpengaruh pada jumlah kalsium
karbonat yang dihasilkan yang berguna dalam pembentukan kerangka
karang dalam proses kalsifikasi (Nybakken,1993).
3. Salinitas.
Karang tidak dapat bertahan hidup pada salinitas yang menyimpang dari
salinitas air laut normal yaitu 32-35o/oo (Nybakken, 1993).
4. Faktor pengendapan.
Endapan yang berat mengakibatkan tertutup dan tersumbatnya polip karang
sehingga menghambat proses pemberian makanan (Romimohtarto dan
Juwana, 2001).
5. Substrat.
Substrat yang keras mempengaruhi penempelan larva karang
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Gelombang bermanfaat untuk memberikan sumber air yang segar, memberi
oksigen dalam air laut, menghalangi pengendapan dan memberi plankton
yang baru untuk makanan koloni karang. (Nybakken,1993).
7. Arus.
Pergerakan arus diperlukan untuk tersedianya aliran suplai makanan dan
suplai oksigen yang segar maupun terhindarnya karang dari timbunan
kotoran yang dapat menyebabkan endapan (Romimohtarto dan Juwana,
2001).
8. Kedalaman.
Terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari
50-70 m. Kebanyakan terumbu tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang
(Nybakken, 1993; Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Karang batu berdasarkan bentuk pertumbuhannya dapat terbagi menjadi
karang Acropora dan non-Acropora (English et al., 1994). Bentuk pertumbuhan
karang Acropora antara lain:
1. Acropora bercabang (ACB), bentuk bercabang seperti ranting pohon.
2. Acropora meja (ACT), bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata
seperti meja.
3. Acropora mengerak (ACE), bentuknya mengerak, biasa terjadi pada bentuk
pertumbuhan yang belum sempurna.
4. Acropora submasif (ACS), percabangan berbentuk gada/lempeng dan kokoh.
5. Acropora berjari (ACD), bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari
tangan.
Sedangkan bentuk pertumbuhan karang non-Acropora antara lain:
1. Bercabang (CB), memiliki cabang lebih panjang dari diameternya. Banyak
yang terlindungi atau setengah terbuka.
2. Padat (CM), berbentuk seperti bola dengan ukuran bervariasi, permukaannya
halus dan padat. Biasa ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan
bagian atas lereng terumbu yang belum terganggu atau rusak.
3. Mengerak (CE), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang
kasar dan keras serta dapat berlubang-lubang kecil. Banyak terdapat pada
lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi
lereng terumbu.
4. Meja (CT) menyerupai meja dengan permukaan lebar dan datar. Karang ini
ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi
membentuk sudut dan datar.
5. Lembaran (CF), tumbuh berbentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada
dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar.
Terutama terdapat pada daerah terumbu yang terlindung.
6. Jamur (CMR), berbentuk oval dan seperti jamur, memiliki banyak tonjolan
seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
7. Karang Api (Millepora), dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung
koloni dan rasa panas terbakar bila menyentuhnya.
8. Karang Biru (Heliopora), berwarna biru pada skeleton-nya.
Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang teramat
produktif dan beraneka ragam. Ekosistem ini memberikan manfaat langsung
kepada manusia dengan menyediakan makanan, obat-obatan, bahan bangunan,
produk ornamental, serta perlindungan fisik bagi pesisir. Lebih penting lagi,
terumbu karang menopang kelangsungan hidup ekosistem lain di sekitarnya
2.4. Interaksi ikan karang dan terumbu karang
Choat dan Bellwood (1991) menyatakan interaksi ikan dengan habitatnya
pada ekosistem terumbu karang secara umum terdapat dalam tiga bentuk:
1. Hubungan langsung antara struktur terumbu karang dan tempat perlindungan
bagi ikan karang. Hal ini berlaku terutama untuk ikan-ikan kecil. Banyak
spesies ikan yang mencapai kedewasaan seksual pada ukuran kecil (<100
mm), jumlah mereka melimpah di terumbu karang (Miller, 1979 In Choat dan
Bellwood, 1991), dan menggunakan terumbu karang sebagai tempat
perlindungan yang tetap. Banyak jenis ikan yang makan langsung di terumbu
karang menunjukkan tingkah laku teritorial dan jarang berkeliaran jauh dari
sumber makanan dan tempat berlindungnya. Batas teritorial dapat didasarkan
atas persediaan makanan, pola berbiak, banyaknya pemangsa, kebutuhan
ruang atau lainnya (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
2. Interaksi makan yang melibatkan ikan karang dan biota sessile, termasuk
alga. Interaksi ini memiliki beberapa efek turunan, termasuk mediasi dari
interaksi antara alga dan karang serta perkembangan habitat berdasar
sedimen.
3. Hubungan tidak langsung dari struktur karang dan pola makan ikan karang.
Proses pada habitat terumbu karang menghasilkan hubungan antara aktifitas
ikan dan proses daur ulang nutrien dalam keseluruhan ekosistem terumbu
karang. Ikan karang pun dapat berperan membentuk struktur ekosistem
terumbu karang, contohnya ikan kakatua (parrotfishes) yang memakan
karang dan batuan kapur, serta membuang butiran-butiran putih yang telah
digerus oleh penggiling farengialnya. Mereka merupakan penyebab penting
erosi terumbu dan pembentuk pasir. Seekor ikan kakatua dewasa dapat
menimbun 500 kg pasir karang/tahun pada terumbu (Romimohtarto dan
Struktur terumbu karang yang kompleks menyediakan perlindungan dan
tempat tinggal bagi banyak kelas ukuran biota terutama bagi invertebrata
berukuran kecil. Beberapa spesies ikan memanfaatkan invertebrata yang berada
di koloni karang, tumpukan rubble, serta di algal turf. Pola makan ini umumnya
pada famili Labridae, ikan yang memiliki morfologi unik sebagai pemakan
crustacean di ekosistem terumbu karang (Choat dan Bellwood, 1991).
Nybakken (1993) menjelaskan bahwa interaksi yang terjadi antara ekosistem
terumbu dan ikan karang adalah :
1. Pemangsaan, hal ini dilakukan oleh kelompok ikan yang secara aktif
memakan koloni karang, seperti jenis dari ikan buntal (Tetraodontidae) dan
ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Kelompok lain yaitu beberapa omnivora
yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka
karang atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka.
2. Grazing, hal ini dilakukan oleh kelompok ikan-ikan famili Siganidae,
Pomacentridae, Acanthuridae, dan Scaridae yang merupakan herbivora
grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup
dengan karang dapat terkendali.
2.5. Transplantasi karang
Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan penumbuhan koloni
karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu
induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk
memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan
keragaman dan persen penutupan (Harriot dan Fisk, 1988 in Soedharma dan
transplantasi karang secara umum ditujukan untuk kepentingan rehabilitasi dan
pemanfaatan. Fungsi atau manfaat tersebut antara lain:
1. Mempercepat regenerasi ekosistem karang yang telah rusak.
2. Membangun daerah ekosistem karang yang sebelumnya tidak ada.
3. Pengembangan populasi karang bernilai ekonomis tinggi dan atau langka.
4. Menambah jumlah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva
di ekosistem karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan.
Makkarette (2007) menyatakan secara umum gambaran langkah metode
transplantasi karang adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan bibit koloni karang.
Pengambilan bibit koloni karang sebaiknya dilakukan di daerah lain yang
memiliki kedalaman yang sama dengan lokasi transplantasi.
2. Pengikatan bibit koloni karang ke substrat.
Substrat pengikatan karang dapat berupa gerabah atau semen.
3. Penenggelaman transplantasi karang dan rangka (bila ada).
4. Perawatan.
Perawatan dilakukan untuk memantau tingkat stres dan kelangsungan hidup
karang transplantasi.
2.6. Terumbu buatan
Terumbu buatan merupakan struktur yang sengaja dibuat oleh manusia untuk
meniru karakteristik terumbu karang. Terumbu buatan tidak dimaksudkan
sebagai alternatif pengganti terumbu karang alami yang produktifitasnya tinggi,
tetapi sebagai struktur yang dapat memberikan salah satu fungsinya. Fungsi
utama dari terumbu buatan menurut Chou (1997) adalah:
1. Tempat berkumpulnya organisme terutama ikan sehingga dapat menambah
2. Meningkatkan produktivitas alam dengan menyediakan habitat baru untuk
organisme menempel yang berkontribusi pada rantai makanan.
3. Menyediakan habitat baru spesies target.
4. Melindungi organisme kecil atau juvenile dan sebagai nursery ground.
5. Pelindung pantai dari gelombang serta sebagai tempat naungan organisme
dari arus yang kuat dan pemangsaan.
6. Meningkatkan kompleksitas habitat dasar.
Keuntungan dari terumbu buatan (Hutomo, 1991 in Isnul, 2007) adalah
sebagai berikut :
1. Dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan yang spesifik di lokasi yang
diinginkan dalam waktu singkat.
2. Dapat dibangun dari berbagai macam material.
3. Dapat meningkatkan sumberdaya hayati laut pada lokasi yang
dikehendaki.
2.7. Biorock
Biorock merupakan teknik terumbu buatan melalui proses akresi mineral
dengan menggunakan struktur kerangka kokoh yang dialiri oleh arus listrik
bertegangan rendah. Teknologi ini memanfaatkan proses elektrolisis dengan
adanya anoda dan katoda sehingga menyebabkan mineral terlarut dalam air laut
membentuk endapan padatan mineral yang menempel pada struktur kerangka
(Hilbertz, 2005a). Hasil pengendapan ini adalah komposisi antara limestone dan
brucite dimana komposisi ini mirip dengan komposisi terumbu karang (Hilbertz,
2005b; Isnul, 2007). Mineral padatan yang terbentuk merupakan hasil dari
perubahan pH di daerah katoda selama proses elektrolisis air laut berlangsung
Biorock pertama kali dikembangkan oleh arsitek Wolf Hilbertz dan pakar
biologi laut Thomas J. Goreau pada tahun 1988 untuk kepentingan rehabilitasi
terumbu dan perlindungan daerah pesisir melalui Global Coral Reef Alliance
(Hilbertz, 2005a). Teknologi ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia di
Pemuteran, Bali pada awal tahun 2000 oleh Wolf Hilbertz dan Thomas J.
Goreau. Beberapa keunggulan biorock sebagai terumbu buatan antara lain
mempercepat laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan pada kerangka,
struktur terumbu biorock dapat segera menyatu sebagai habitat alami untuk biota
lain, sebagai substrat baru untuk penempelan alami larva karang, dan
penghalang gelombang bagi daerah pesisir (Hilbertz, 2005b).
Penerapan metode biorock telah dilakukan di beberapa negara, antara lain di
Maldive, Thailand, Meksiko, Papua New Guinea, dan Indonesia (Hilbertz, 2005a).
Perkembangan metode ini dalam aplikasinya di Maldive cukup baik. Saat
kenaikan suhu permukaan air laut yang tinggi telah menyebabkan banyak
kematian karang di Samudera Hindia pada tahun 1998. Hal ini mengakibatkan
kerusakan parah pada terumbu karang di pulau Maldive, hingga hanya 1%
sampai 5% karang terumbu bertahan. Pada tahun 1996 hingga 1998 di area ini
(Ihuru,Maldive) telah diterapkan biorock dan hasilnya adalah 50 – 80% karang
transplantasi berhasil bertahan hidup (Whorton, 2001). Foto penerapan biorock
(b)
[image:37.595.144.478.96.388.2](a) (c) Sumber: (a) Whorton (2001); (b) Carins (2007); (c) Hilbertz (2005a)
Gambar 1. Kerangka Biorock di (a) Maldive,(b) Thailand, dan (c) Pemuteran, Bali
Biorock memiliki komponen fisik yaitu katoda dan anoda. Katoda
didefinisikan sebagai elektroda dimana elektron memasuki sel karena proses
reduksi. Elektroda ini yang menjadi tempat terbentuk dan menempelnya
ceament (padatan mineral) dan terlindung dari korosi karena yang terjadi
bukanlah oksidasi tetapi kebalikannya (Lee, 2005 in Isnul, 2007). Katoda inilah
yang dihubungkan dengan terminal negatif power supply yang kemudian
menyuplai elektron kepada ion-ion didalam larutan untuk mendorong terjadinya
reaksi kimia. Material katoda yang digunakan biasanya berupa besi. Pemilihan
besi ini lebih karena tujuan ekonomi dan pertimbangan kekuatan struktur. Bahan
katoda dapat berupa berbagai macam bahan dengan konduktivitas tinggi (Isnul,
2007).
Anoda didefinisikan sebagai elektroda dimana elektron datang dari sel karena
merupakan terminal dimana elektron diambil dari ion-ion dalam larutan untuk
memfasilitasi reaksi kimia. Pemberian arus yang terlalu tinggi maka anoda akan
terkorosi dengan cepat (Lee, 2005a in Isnul, 2007). Material anoda yang
digunakan sebaiknya memiliki ketahanan tinggi terhadap proses korosi dan
memiliki tingkat polaritas yang tinggi karena terjadinya reaksi oksidasi (Isnul,
2007).
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan lokasi
Penelitian ini dilakukan di daerah Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang,
[image:39.595.116.511.324.599.2]Provinsi Banten tepatnya di kawasan Beach Club, Tanjung Lesung Resort
(Gambar 2). Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2007, Januari
2007, Mei 2007, dan Agustus 2008. Pengambilan data tidak dapat dilakukan
pada Februari, Maret, dan April 2008 karena kondisi cuaca buruk, serta pada
Juni dan Juli 2008 karena terputusnya aliran listrik pada sistem biorock.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Medriko Desistiano
dengan judul ”Perbandingan Kelimpahan Ikan Karang pada Terumbu Buatan
Biorock dengan Transplantasi Karang di Tanjung Lesung, Banten”. Data
sekunder tersebut diambil pada September 2007 hingga November 2007 di
digunakan sebagai stasiun pengamatan.
Dua stasiun pengamatan pada penelitian ini yaitu stasiun biorock dan stasiun
transplantasi karang. Koordinat stasiun pengamatan yaitu 06027’59,7” LS dan
105039’57,9” BT untuk stasiun biorock dan 06027’58,8” LS dan 105039’59,3” BT
untuk stasiun transplantasi karang. Stasiun biorock ditandai dengan adanya
kerangka biorock atau proses akresi mineral dengan karang transplantasi,
sedangkan stasiun transplantasi karang ditandai adanya kerangka dengan
karang transplantasi tanpa proses akresi mineral. Deskripsi masing-masing
[image:40.595.112.512.327.494.2]stasiun pengamatan tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi stasiun pengamatan biorock dan transplantasi karang.
Parameter St. biorock St. transplantasi karang
Model kerangka Trapesium ( ) Trapesium ( )
Arus listrik Ya Tidak
Jenis karang
transplantasi
Acropora sp.dan
Montipora sp.
Acropora sp. dan
Montipora sp.
Transek sekeliling Ya (4) Ya (4)
Luas transek 2x2 m2 2x2 m2
3.2. Alat dan bahan
Alat atau perangkat yang digunakan pada pengambilan data dan pengolahan
data penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Bahan yang digunakan adalah
kerangka besi beserta transplantasi karang yang diletakkan di kedua stasiun
Tabel 2. Perangkat pengambilan dan pengolahan data.
Perangkat Satuan Fungsi
Pengambilan
data GPS Garmin C60 - Mengetahui lokasi penelitian
Termometer air raksa oC Mengukur suhu
Refraktometer cahaya
o
/oo Mengukur salinitas
Secchi disc
lempengan besi Meter
Mengukur kecerahan perairan
Kertas pH - Mengukur pH
Kamera bawah air Canon G7 10 mega pixel dan housing
- Mengambil gambar di dalam
perairan
Tetrapod kamera -
Alat bantu pengambilan gambar dengan kamera underwater
Peralatan SCUBA
diving -
Alat bantu pengambilan data di bawah air
Lembar data waterproof dan alat tulis
- Mencatat hasil pengamatan
Pengolahan
data Komputer - Mengolah data
Perangkat lunak
Microsoft Excel - Mengolah data ikan karang
Perangkat lunak
ImageJ -
Mengolah data terumbu karang
Program FishBase
2008 -
Mengidentifikasi ikan karang dan mengetahui jenis
makanannya Buku Identifikasi ikan
(Kuiter dan Tonozuka, 2001; Allen, et.al., 2005)
- Mengidentifikasi jenis dan
informasi ekologi ikan karang
Pengambilan foto untuk penutupan substrat dasar menggunakan tetrapod
yang dibuat khusus untuk mempermudah pengambilan foto di bawah air.
Tetrapod dibuat dari bahan besi dengan pertimbangan kemudahan tersedianya
bahan dan struktur besi yang kokoh. Desain tetrapod kamera ditunjukkan pada
Gambar 3. Desain tetrapod kamera
3.3. Sistem biorock
Sistem biorock menggunakan kerangka besi dengan luas 2x2 m2 yang
berfungsi sebagai katoda yang menyuplai elektron kepada ion-ion dalam larutan
untuk mendorong terjadinya reaksi kimia. Elektroda ini adalah tempat padatan
mineral terbentuk dan menempel (sea cement). Material anoda yang digunakan
adalah campuran dari karbon dan semen yang diletakkan tidak jauh dari
kerangka besi. Bentuk anoda dan katoda yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 4.
[image:42.595.136.491.510.693.2]Anoda dan katoda sistem biorock dihubungkan dengan power supply sebagai
komponen yang menyediakan aliran listrik. Jenis power supply yang digunakan
adalah DAKAI DC Power Supply AP-30AD. Arus yang digunakan adalah arus
searah (DC) sebesar 7 – 12 volt dan 2 Ampere. Sumber listrik berasal dari PLN
yang kemudian disalurkan ke power supply untuk diubah arusnya menjadi arus
searah. Kabel listrik digunakan sebagai penghubung antara katoda dan anoda
ke sumber listrik. Jarak sistem biorock (kerangka besi) dengan sumber listrik
adalah 100 m. Ilustrasi denah sistem biorock pada stasiun pengamatan dapat
[image:43.595.117.507.327.487.2]dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Ilustrasi denah sistem Biorock
3.4. Metode pengambilan data
3.4.1. Data ikan karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode stationery visual
sensus berdasarkan Hill dan Wilkinson (2004). Metode ini dilakukan dengan
mengamati ikan karang menggunakan alat SCUBA diving di bawah air dalam
posisi tetap. Data yang dicatat adalah nama spesies ikan karang dan jumlahnya
yang masuk ke dalam transek kuadrat. Pengamatan dilakukan selama 10 menit,
bertujuan memperkecil bias, dengan selang per lima menit untuk masing-masing
tingkah laku ikan yang berada di transek kuadrat biorock. Pengambilan data
setiap bulannya dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pagi hari (pukul 09.00
WIB) dan siang hari (pukul 14.00 WIB).
Teknik pengambilan data ikan karang adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data dimulai dari stasiun biorock, pengambil data mengambil
posisi diam di sisi transek kuadrat untuk pengamatan.
2. Catat ikan karang yang masuk ke dalam area transek kuadrat. Area transek
kuadrat untuk pencatatan ini menggunakan garis imajiner hingga ke
permukaan perairan membentuk bidang tiga dimensi. Pencatatan dilakukan
[image:44.595.113.508.353.497.2]selama 10 menit. Catat hasil pengamatan di lembar data (Tabel 3).
Tabel 3. Contoh lembar data pengamatan ikan karang
No Nama Spesies Nama Famili
Jumlah
0-5 menit 5-10 menit
Sumber: Hill dan Wilkinson (2004)
3. Setelah pencatatan ikan karang di transek pertama atau kerangka selesai,
dilanjutkan pencatatan pada transek kuadrat pendamping hingga seluruh
transek selesai. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat pada kedua stasiun
pengamatan tampak pada Gambar 6.
4. Ulangi tahapan di atas untuk pengambilan data di stasiun transplantasi
.
Gambar 6. Ilustrasi pemasangan transek kuadrat di kerangka besi biorock dan transplantasi karang serta di sekeliling kerangka
3.4.2. Data penutupan substrat dasar
Pengambilan data penutupan substrat dasar, termasuk di antaranya adalah
terumbu karang, menggunakan metode foto kuadrat permanen (permanent photo
quadrat) berdasarkan Hill dan Wilkinson (2004). Metode ini menggunakan
kamera bawah air dengan resolusi 10 mega pixel untuk mengambil gambar
komposisi di dalam transek kuadrat permanen dan selanjutnya hasil gambar
diolah di komputer menggunakan perangkat lunak ImageJ. Pengolahan ini
dilakukan untuk mendapatkan persentase penutupan substrat. Penempatan
transek kuadrat dilakukan di sekeliling kerangka yang dianggap relevan
digunakan sebagai pembanding komposisi habitat penyusun dasar perairan.
Teknik pengambilan data komunitas bentik adalah sebagai berikut:
1. Bagi transek kuadrat dengan menggunakan tali menjadi empat transek kecil
berukuran 1x1 m2, hal ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan foto.
2. Tempatkan kamera pada tetrapod, lalu ambil posisi dan sudut yang tepat
untuk mengambil gambar substrat di dalam transek kuadrat.
3. Bingkai tetrapod harus melingkupi area 0,5 x 0,5 m2, sehingga dalam satu
transek dapat diambil 16 foto. Lakukan pengambilan foto berurutan menyisir
area dalam transek kuadrat. Setelah foto pertama, pengambilan foto
berikutnya harus dibuat menumpuk untuk menghindari gambar yang hilang.
3.5. Analisis data
3.5.1. Kelimpahan ikan
Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukkan oleh
nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
N = ni
A (2)
keterangan : N = Kelimpahan individu ikan (individu/luas area)
ni = Jumlah individu ikan spesies ke-i
A = Luas daerah pengamatan (20 m2)
3.5.2. Indeks keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran
populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi
jumlah individu masing-masing jenis ikan dalam suatu komunitas habitat ikan
(Odum, 1971). Keanekaragaman jenis ikan karang dihitung dengan Indeks
Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut :
H'= -∑ni=1piln pi (3)
keterangan : H’ =Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies ke-i
(ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
i = 1,2,3,..,n
3.5.3. Indeks keseragaman (E)
Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar
spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar
spesies maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat (Odum, 1971).
E = H'
H' max (4)
keterangan : E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
H’ max = Indeks keanekaragaman maksimum = ln S (ln jumlah
spesies)
3.5.4. Indeks dominansi (C)
Nilai indeks keseragaman yang kecil biasanya menandakan adanya
dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lain. Dominansi suatu
spesies yang cukup besar akan mengarah pada kondisi ekosistem atau
komunitas yang labil atau tertekan (Odum, 1971). Nilai dominansi dapat
ditentukan dengan rumus:
C = ∑ni=1pi2 (5) keterangan : C = Indeks Dominansi
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies ke-i
(ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
3.5.5. Persentase penutupan substrat dasar
Perhitungan persentase penutupan substrat dasar dapat dihitung setelah
dilakukan pengolahan foto transek menggunakan perangkat lunak ImageJ
dengan rumus di bawah ini:
Ni = lLi×100% (6)
keterangan : Ni = Persentase penutupan substrat dasar ke-i (%)
li = Luasan penutupan substrat dasar ke-i
3.5.6. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji perbedaan di antara keanekaragaman yang
terjadi di dua wilayah/populasi dengan rumus menurut Magurran (1988) yaitu:
t = H1
, -H2,
(VarH1,+VarH2,) 1 2
(7)
dimana :
VarH'=(∑ pi( lnpi) 2 -n
i=1 (∑ piln pi)
2 n
i=1
N
-S-1
2N2 (8) dan derajat kebebasannya adalah :
df = (Var H'1+Var H'2) 2
[ Var H'1 2
N1 +
Var H'22
N2 ]
(9)
keterangan : H’1 = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener ke-1
H’2 = Indeks Keanekaragaman Shannon – Wiener ke-2
Var H’ = Varian dari H’
N = Jumlah spesies keseluruhan
pi = Perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies
ke-i (ni) dengan jumlah individu ikan karang (N)
S = Jumlah spesies ikan karang
i = 1,2,3……..,n
Hipotesis yang digunakan untuk menguji nilai t adalah bila thitung > ttabel maka
kedua populasi memiliki perbedaan nyata, sedangkan bila thitung < ttabel maka
kedua populasi tidak memiliki perbedaan nyata. Nilai ttabel berdasarkan buku
Magurran (1988) dengan berdasarkan nilai thitung dan derajat kebebasan yang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter fisika kimia perairan
Kondisi perairan di stasiun pengamatan dapat diketahui melalui beberapa
parameter umum perairan. Hasil pengukuran parameter-parameter ini (Tabel 4)
menunjukkan kondisi perairan yang termasuk kondisi yang mendukung bagi
pertumbuhan terumbu karang yaitu suhu berkisar 28,00-29,50 0C, salinitas
berkisar antara 32,00-33,00‰, faktor kecerahan yang tinggi, didukung dengan
[image:49.595.114.522.335.500.2]kedalaman 2,25-3,00 meter, dan nilai pH yang tetap, yaitu 8.
Tabel 4. Parameter fisika kimia perairan pada kedua stasiun pengamatan
Parameter
Waktu Pengamatan
Agt-07* Sep-07* Okt-07* Nov-07* Des-07 Jan-08 Mei-08 Agt-08
Suhu (oC) 28,50 28,25 28,75 29,50 28,50 28,00 28,50 28,50
Salinitas (o/oo) 32,00 32,00 32,25 32,00 32,00 32,50 33,00 32,00
Kecerahan (%) 100 100 100 100 100 100 100 100
Kedalaman (m) 2,50 2,50 2,50 3,00 3,00 2,50 2,50 2,25
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
Sumber: * = Desistiano (2008)
Tingkat kecerahan 100% berkaitan dengan kedalaman air yang berkisar
antara 2,25-3,00 meter dan perairan yang tidak keruh sehingga penetrasi cahaya
matahari masih dapat mencapai dasar perairan. Kondisi ini mendukung
pertumbuhan terumbu karang berkaitan dengan adanya alga simbion
zooxanthellae yang memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis.
Nilai pH perairan di lokasi pengamatan stabil bernilai 8 sesuai dengan pH air
laut yang bersifat basa atau bernilai lebih dari 7. Kondisi fisika kimia perairan
pada stasiun pengamatan termasuk kisaran yang ideal untuk pertumbuhan
menyatakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan karang adalah perairan hangat
dengan suhu air di atas 20,00 oC, kedalaman air yang kurang dari 50,00 meter,
salinitas air yang tetap di atas 30,00‰ tetapi di bawah 35,00‰,sedimentasi
rendah, dan peredaran air yang bebas pencemaran.
4.2. Kondisi penutupan substrat dasar
Pengamatan substrat dasar dilakukan untuk melihat komposisi substrat
dasar. Pemilihan lokasi dipilih antara dua lokasi stasiun yang penutupan substrat
dasarnya terutama penutupan karang keras tidak berbeda signifikan. Sehingga,
jika terdapat perbedaan struktur komunitas ikan karang, hal ini tidak dipengaruhi
oleh berbedanya penutupan karang keras di awal pengamatan pada masing –
masing stasiun pengamatan. Terdapat pengaruh kehadiran jenis ikan pada
terumbu buatan yang diletakkan berdekatan dengan terumbu karang alami
(Kakimoto, 1979 in Madduppa et al.) sehingga perlu diketahui perkembangan
substrat dasar di sekitar terumbu buatan.
Tipe terumbu karang di daerah stasiun pengamatan adalah tipe terumbu
karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman air berkisar pada 1,00-5,00 meter.
Terumbu di stasiun pengamatan merupakan hamparan karangdengan substrat
pasir, rubble serta beralga. Hasil perhitungan persentase penutupan substrat
[image:50.595.135.486.591.731.2]dasar di kedua stasiun dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase penutupan substrat dasar di kedua stasiun pengamatan
Kategori St. biorock St. transplantasi karang
I II I II
Karang keras 25,78% 37,48% 16,07% 26,49%
Karang lunak 1,49% 1,67% 0,75% 0,00%
Alga 1,26% 0,00% 0,11% 1,67%
Dead coral with algae
(DCA) 6,98% 6,23% 1,87% 3,93%
Rubble 43,00% 42,70% 60,02% 60,41%
Pasir 20,26% 11,20% 21,07% 6,93%
Other 1,20% 0,72% 0,11% 0,57%
∑Life form 8 7
Penutupan karang keras di stasiun biorock seperti tampak pada Tabel 5
mengalami peningkatan penutupan sejak pengamatan Oktober 2007 yang
memenuhi persentase 25,78% hingga mencapai 37,48% saat pengamatan Mei
2008. Karang lunak mengalami peningkatan penutupan, sedangkan alga tidak
lagi ditemukan saat pengamatan Mei 2008. Rubble mendominasi penutupan
substrat dasar di stasiun biorock hingga 40%. Walaupun demikian, rubble dan
DCA mengalami penurunan penutupan dari kedua pengamatan yang dapat
disebabkan oleh meningkatnya penutupan karang keras di stasiun biorock.
Delapan pertumbuhan karang (lifeform) ditemukan di stasiun biorock. Lifeform
yang banyak ditemui di stasiun ini adalah bentuk Acropora bercabang (Acropora
branching). Bentuk pertumbuhan lain yang terdapat di stasiun biorock adalah
Acropora meja (Acropora tabulate), mengerak (coral encrusting), lembaran
(coral foliose), padat (coral massive), jamur (coral mushroom), bercabang (coral
branching), dan submasif (coral submassive).
Penutupan karang keras di stasiun transplantasi karang, sama halnya
dengan stasiun biorock, mengalami peningkatan penutupan sejak pengamatan
Oktober 2007 hingga Mei 2008. Terjadi peningkatan penutupan rubble dan DCA
dari kedua pengamatan, dimana hal ini berbeda dengan yang terjadi di stasiun
biorock. Kawasan stasiun pengamatan merupakan tempat wisata sehingga
ancaman kerusakan terumbu karang cukup tinggi yang dapat ditandai banyaknya
rubble pada substrat dasar stasiun pengamatan. Karang lunak tidak ditemukan
lagi saat pengamatan kedua di Mei 2008, sedangkan alga mengalami
peningkatan penutupan. Tujuh lifeform karang terdapat di stasiun transplantasi
karang. Bentuk padat (coral massive) merupakan lifeform yang paling banyak
ditemukan. Bentuk pertumbuhan karang lainnya adalah Acropora bercabang
(Acropora branching), Acropora meja (Acropora tabulate), mengerak (coral
pertumbuhan submasif (coral submassive).
4.3. Struktur komunitas ikan karang
Penelitian ini menggunakan data sekunder penelitian Medriko Desistiano
sejak Agustus 2007 hingga November 2007. Sehingga data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data pada Agustus 2007 sampai Januari 2008, Mei
2008, dan Agustus 2008. Jumlah ikan yang terdata selama pengamatan di
kedua stasiun penelitian dengan dua kali periode pengamatan adalah 22 famili,
51 genus, dan 167 spesies.
4.3.1. Stasiun biorock
Stasiun biorock merupakan stasiun pengamatan dimana terdapat kerangka
biorock atau akresi mineral disertai fragmen transplantasi karang. Stasiun ini
berjarak kurang lebih 50 meter dari garis pantai. Sebanyak 122 spesies dari 22
famili ikan telah terdata selama pengamatan. Komposisi ikan berdasarkan famili
[image:52.595.190.437.476.638.2]selama pengamatan berlangsung di stasiun ini tampak pada Gambar 7.
Gambar 7. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun biorock
Ikan karang yang paling banyak terdata selama pengamatan adalah
ikan-ikan dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan kelompok famili ikan-ikan utama,
begitu pula Labridae, Chaetodontidae, Acanthuridae, dan Scaridae, yang erat 20% 17% 12% 12% 11% 6% 3% 2% 2%
2%2%2%2%
hubungannya dengan ekosistem terumbu karang. Ikan famili Pomacentridae
merupakan jenis ikan penetap (resident species), memiliki tingkah laku teritorial
dan jarang berkeliaran jauh dari sumber makanan dan tempat berlindungnya
(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Hal ini menyebabkan ikan-ikan tersebut
lebih mudah dilihat oleh pengamat sehingga kemunculannya banyak tercatat
saat pengambilan data. Spesies dengan jumlah terbesar yang terdata di stasiun
biorock adalah Scarus rivulatus dari famili Scaridae. Scarus rivulatus merupakan
herbivora yang sering ditemui dalam keadaan schooling mencari makan. Ikan ini
dapat ditemukan baik di daerah pantai hingga terumbu karang luar (Kuiter dan
Tonozuka, 2001).
4.3.2. Stasiun transplantasi karang
Stasiun transplantasi karang merupakan stasiun pengamatan dimana
terdapat kerangka besi disertai fragmen transplantasi karang tanpa adanya
proses akresi mineral. Stasiun ini berjarak kurang lebih 50 meter dari garis
pantai. Selama pengamatan telah terdata 119 spesies dari 19 famili ikan di
stasiun ini. Komposisi ikan berdasarkan famili di stasiun transplantasi karang
[image:53.595.188.435.529.675.2]tampak pada Gambar 8.
Gambar 8. Komposisi ikan berdasarkan famili di st