• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PARAMETER-PARAMETER PEMBORAN YANG MEMPENGARUHI RATE OF PENETRATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB III PARAMETER-PARAMETER PEMBORAN YANG MEMPENGARUHI RATE OF PENETRATION"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PARAMETER-PARAMETER PEMBORAN

YANG MEMPENGARUHI RATE OF PENETRATION

Banyak parameter yang mempengaruhi Rate of Penetration (ROP) baik dari segi manusianya (personnel efficiency), karakteristik formasi, maupun teknisnya. Dari segi manusianya, pengalaman dan keahlian sangat berpengaruh. Dari segi karakteristik formasi, karakteristik batuan formasi adalah hal yang paling berpengaruh dan telah dibahas pada bab sebelumnya. Sedangkan dari segi teknis, parameter-parameter yang mempengaruhi ROP antara lain : fluida pemboran (lumpur pemboran), hidrolika pemboran, dan mekanik pemboran (mekanika drill sring, bit, WOB dan RPM). Berikut ini adalah parameter-parameter yang secara teknis mempengaruhi ROP.

3.1. Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari pencampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur yang terjadi dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam, yaitu untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang diinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang ditembus.

3.1.1. Fungsi Lumpur Pemboran

(2)

hanya merupakan fluida yang sederhana menjadi campuran yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia.

Dengan adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini, fungsi dari lumpur pemboran adalah sebagai berikut :

3.1.1.1 Mengangkat Cutting ke Permukaan

Lumpur yang mengalir keluar dari nozzle bit yang ditekan oleh tenaga jet akan memebersihkan permukaan lubang dan membawa cutting ke atas ke permukaan. Meskipun gaya gravitasi cenderung menarik cutting kembali ke bawah (slip velocity), jika kecepatan dari volume lumpur dan annular velocity yang mendorong ke arah atas mencukupi atau lebih besar terhadap slip velocity maka cutting akan dapat diangkat ke permukaan oleh lumpur. Slip velocity harus lebih kecil dari rata-rata annular velocity yang merupakan fungsi dari ukuran borehole dan kondisi pump output dari drillpipe dan drillcollar. Annular velocity merupakan perbandingan antara pump output (bbl/min) dibagi annular volume (bbl).

Efisiensi pengangkat cutting yang merupakan fungsi kapasitas lumpur dalam mengangkat ke permukaan tergantung beberapa faktor, antara lain:

1. Densitas lumpur pemboran.

Penambahan densitas lumpur akan menaikkan gaya buoyance acting, dimana setiap partikel-partikel lumpur mempunyai arah yang berlawanan dengan gaya gravitasi. Sehingga kapasitas angkat lumpur akan terbantu mendorong dan membawa cutting ke permukaan oleh gaya buoyance.

2. Viskositas dan gel strength.

(3)

3. Distribusi velocity di annulus.

Kapasitas mengangkat cutting yang besar dapat dicapai dengan aliran turbulent daripada aliran laminar untuk lumpur yang memiliki viskositas rendah. Hal ini disebabkan karena efek turbulensi lumpur yang cenderung meminimalisasi cutting yang terselip di ruang dekat pipa atau dinding lubang sumur dengan gerakan aliran bergelombangnya dan ditransportasikan ke permukaan.

4. Efek torsi terhadap kapasitas lumpur pengangkat.

Rotasi drillpipe selama pemboran berpengaruh terhadap kapasitas pengangkatan lumpur yang memiliki lairan laminar maupun turbulent. Rotasi drillpipe berkaitan dengan tanaga putar aliran viscous, yang mana dapat menjadi panghalang terhadap pengangkatan cutting. Efek torsi (tenaga putar) akan menyebabkan partikel yang tipis untuk cenderung berputar berbalik turun ke bawah akibat variasi velocity lumpur

5. Dimensi partikel.

Desain bit menentukan ukuran dan bentuk cutting yang dihasilkan. Besarnya fisik cutting akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas pangangkatan oleh lumpur. Partikel yang memiliki katebalan diameter yang besar cenderung sulit diangkat dari wellbore, karena partikel tersebut akan balik turun ke dasar sumur dengan berat yang relatif besar.

3.1.1.2. Mendinginkan dan Melumasi Bit dan Drillstring

Dengan pertimbangan bahwa sejumlah panas terjadi selama perputaran bit dan drillstring yang dihasilkan oleh friksi pada bit dan beberapa titik dimana drillstring berhubungan dengan dinding formasi. Dinding formasi hanya sebagian kecil saja mampu menyerap panas karena keterbatasan secara fisik. Sedangkan kontak panas terbesar terjadi di sepanjang titik-titik sirkulasi lumpur hingga ke permukaan.

(4)

kerusakan premature akibat panas friksi. Resistansi friksi oleh bit dalam pemboran dan drillstring dalam berputar menentang bagian lubang sumur, jika tanpa adanya lumpur, akan memberikan efek bit menjadi cepat terbakar dan tumpul dan drillpipe menjadi abrasi. Dengan adanya lumpur mereduksi faktor friksi pada bit dan drillpipe, juga menyerap panas yang terjadi. Resistansi film lumpur juga dapat mengurangi beban friksi saat pipa dicabut. Semua lumpur yang disirkulasikan merupakan lumpur yang mempunyai kriteria resitan terhadap panas dan cukup mampu melumasi untuk mendinginkan bit dan drillstring.

3.1.1.3. Memberi Dinding Pada Lubang Bor Dengan Mud Cake

Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis dipermukaan formasi yang permeable (lulus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi selanjutnya, adanya aliran yang masuk yaitu cairan dan padatan yang akan menyebabkan padatan tersebut tersaring atau tertinggal yang disebut sebagai mud cake. Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrate.

(5)

a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite

b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam Lumpur, misalnya, starch, CMC dan cypan, yang mana mengurangi filter loss dan memperkuat mud cake.

3.1.1.4. Mengontrol Tekanan Formasi

Pada formasi yang permeable, fluida yang berada disekitarnya akan mendapat tekanan sebagai fungsi kedalaman sumur. Sehingga diperlukan lumpur pemboran dengan densitas yang memadai untuk mengatasi tekanan formasi dan juga untuk menahan influks fluida agar tidak menghambur ke dalam lubang sumur. Disini lumpur harus mampu memberikan suatu tekanan hidrostatik yang cukup untuk mengimbangi tekanan formasi. Kondisi pemboran overbalanced dilakukan apabila tekanan yang terjadi disebabkan oleh takanan kolom lumpur melebihi tekanan formasinya. Sedangkan pemboran underbalanced biasanya dilakukan untuk mendiskripsikan tekanan yang terjadi disebabkan oleh tekanan kolom lumpur terlalu kecil untuk menahan tekanan formasinya.

Tekanan formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan pemboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (subnormal), beberapa sumur dibor menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 9.5 ppg, densitas lumpur diperkecil agar lumpur tidak hilang masuk ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan lebih besar dari normal (abnormal), sumur biasanya dibor menggunakan lumpur dengan densitas sekitar 18 ppg dengan menambahkan barite untuk memperberat lumpur. Suatu situasi memerlukan lumpur berdensitas besar untuk kedalaman dangkal dengan tekanan formasi yang tinggi dan mengandung gas, dan kemungkinan terjadi kebocoran casing sehingga menyebabkan tekanan diatas normal. Lumpur dengan densitas yang memadai diharapkan mampu menahan tekanan formasi selama proses pemboran untu mencegah terjadinya blowout. Untuk itu perlu diperhitungakn keperluan tekanan kolom lumpur agar bisa mengimbangi tekanan formasi, yaitu dengan memakai persamaan :

D

(6)

keterangan :

Pm = tekanan static lumpur, psi.

ρm = densitas lumpur, ppg.

D = kedalaman, ft.

Perlu diketahui, bahwa tekanan pada formasi yang diakibatkan oleh fluida pada saat mengalir (rumus diatas untuk keadaan static) adalah tekanan yang dihitung dengan rumus diatas ditambah dengan pressure loss (kehilangan tekanan) pada annulus diatas formasi yang bersangkutan.

3.1.1.5. Membawa Cutting dan Material Pemberat Pada Suspensi Jika Sirkulasi Lumpur Dihentikan Sementara

Salah satu hal terpenting dalam pemilihan lumpur yang baik adalah kemampuannya untuk menahan dan membawa cutting dan material-material pemberat lainnya saat sirkulai diberhentikan untuk sementara waktu. Selama proses pemboran sirkulasi bisa diberhentikan hingga beberapa kali. Dalam pemboran sumur yang dalam, penggantian bit memakan waktu beberapa jam saja. Jika padatan pada saat itu tidak diperhatikan, maka pengendapannya akan mengalami sirkulasi lagi (recirculation) dan akan menempel di sekitar bit yang dapat menyebabkan stuck.

(7)

material yang dibawa oleh lumpur selama proses sirkulasi diberhentikan sementara.

3.1.1.6. Melepaskan Cutting dan Pasir di Permukaan

Kemampuan Lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan tergantung dari gel strength. Dengan cairan menjadi gel, tekanan terhadap gerakan cutting ke bawah dapat dipertinggi. Cutting perlu ditahan agar tidak turun ke bawah, karena bila ia mengendap di bawah bisa menyebabkan akumulasi cutting dan pipa akan terjepit. Selain itu akan memperberat rotasi permulaan dan juga mempercepat kerja pompa ntuk memulai sirkulasi kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga, karena akan menahan pembuangan cutting dipermukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander atau shale saker dapat membantu pengambilan cutting atau pasir dari Lumpur permukaan. Patut ditambahkan, bahwa pasir jarus dibuang dari aliran Lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive pada pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal yang boleh adalah 2%.

3.1.1.7. Menahan Sebagian Berat Drillpipe dan Casing

Drillstring dan casing di borehole akan mengalami gaya buoyance yang mendorong ke atas harus sebanding dengan berat yang dipindahkan oleh lumpur. Perhitungan tersebut mendasari pertimbangan untuk mereduksi beban peralatan dan struktur yang harus ditopang. Gaya buoyance meningkat dengan bertambahnya densitas lumpur dan mereduksi tegangan akibat beban drillstring dan casing pada kedalaman sumur.

3.1.1.8. Mengurangi Efek Negatif Pada Caving Formasi

(8)

clay, pada permukaan formasi. Dengan meningkatnya invasi dan lamanya waktu, ketebalan mud cake juga akan bertambah hingga menghasilkan impermeable cake yang kasar membatasi invasi liquid lumpur. Mud cake juga membantu menguatkan dinding lubang sumur sehingga dapat mencegah terjadinya caving pada formasi.

Caving formasi merupakan hasil dari perubahan faktor hidrasi dari shale yang rentan oleh pengaruh air sehingga permukaan formasi mengembang dan mudah rapuh akibat proses hidrasi dengan akibat lebih lanjut menyebabkan terjadinya filtration loss. Lapisan vertikal pada dinding sumur cenderung akan mudah runtuh dan terjatuh dalam lubang dasar sumur jika diberikan tekanan yang besar atau terdapat perbedaan densitas yang cukup besar antara formasi dengan lumpur pemboran. Dalam kasus ini densitas lumpur harus dinaikkan dari satu hingga beberapa pound per gallon. Gel strength lumpur juga sebaiknya dinaikkan untuk menguatkan dan memberikan efek plastering di sepanjang permukaan dinding yang mudah rapuh atau runtuh. Mud cake juga bisa dinaikkan dengan menambahkan koloid atau dengan treatment kimiawi yang lainnya.

Sifat lumpur yang dapat membentuk mud cake sangat bermanfaat, karena dapat mereduksi filtration loss akibat caving formasi lebih lanjut. Namun jika ketebalan mud cake terlalu tebal akan menyebabkan kesulitan dalam menurunkan atau mencabut drillstring dan atau run casing. Keberadaan mud cake yang terlalu tebal juga menyebabkan mengurangi efektifitas sidewall coring.

3.1.1.9. Mendapatkan Informasi Dari Mud Logging

(9)

evaluasi formasi. Namun biaya coring akan menjadi sangat mahal dibandingkan total biaya pada penggunaan mud logging untuk pemboran suatu sumur.

Penggunaan oil-base mud dalam sekali waktu akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan logging yang baik karena kebocoran konduktifitas lumpur. Namun hal itu tidak berlangsung lama, sekarang lumpu pemboran yang tersedia tidak hanya tergantung pada konduktifitas lumpur. Informasi yang diperoleh dari analisa lumpur pemboran bersifat seketika itu juga (instantaneous), misalnya hadirnya oil dalam water-base mud (oil show) di permukaan mengindikasikan penetrasi menembus zona produktif. Adanya overpressure formasi pada kedalaman pemboran yang dalam didapatkan juga dari berkurangnya weight lumpur analisa checking flowline lumpur di permukaan. Mud gas juga berguna untuk mengindikasikan aliran gas masuk dalam wellbore jika permeabilitas formasi sangat rendah, tergantung pada lingkunagan geologi dan pemboran yang dilakukan.

3.1.1.10. Media Logging

Pada penentuan adanya minyak atau gas serta juga zona-zona air dan juga untuk korelasi dan maksud-maksud lain, diadakan logging (memasukkan sejenis alat antara lain alat listrik atau gamma ray / neutron) seperti misalnya electric logging, yang mana memerlukan media penghantar arus listrik di lubang bor.

3.1.2. Komponen Lumpur Pemboran

(10)

3.1.2.1. Fasa Cair

Fasa cair diidentikan dengan air, yang merupakan fasa kontinyu dari fresh water maupun salt water, tergantung pada tersedianya air yang akan digunakan di lapangan. Fungsi utama dari fasa kontinyu cair adalah memberikan inisial viskositas yang selanjutnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan sifat rheologi lumpur yang diinginkan. Pada kondisi standard, yaitu pada 14.7 psi dan 60 °F, viskositas air sama dengan 1.1 cp. Fasa cair lumpur pemboran meliputi :

1. Air

Lebih dari 75% Lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, sedangkan air asin sendiri dapat dibagi menjadi dua, air asin jenuh dan air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini tentu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

2. Emulsi.

Invert emulsions adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai komposisi minyak 50-70% (sebagai fasa continyu) dan air 30-50% (sebagai fasa discontinyu) emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Water in oil Emulsion dan Oil in water emulsion.

 Oil in Water Emulsion.

Disini air merupakan fasa yang kontinyu dan minyak sebagai fasa yang terelmusi. Air bisa mencapai 70% volume sedangkan minyak sekitar 30% volume.

 Water in Oil Emulsion.

Disini yang merupakan fasa kontinyu adalah minyak sedangkan fasa yang terelmusi air. Minyak bisa mencapai sekitar 50-70% volume sedangkan air 30-50% volume.

3. Minyak.

(11)

Aniline number merupakan suatu angka yang menunjukkan kemampuan untuk melarutkan karet. Makin tinggi aniline number suatu minyak maka kemampuan melarutkan karet makin kecil. Dalam operasi pemboran banyak peralatan yang dilewati Lumpur berupa karet, seperti pada pompa Lumpur, packer, plug untuk penyemenan dan lain-lain.

- Flash Point yang tinggi.

Flash Point adalah suatu angka yang menunjukkan dimana minyak akan menyala. Makin rendah flash point suatu minyak, maka penyalaan akan cepat terjadi, atau minyak makin cepat terbakar.

- Pour Point yang rendah

Pour Point adalah suatu angka yang menunjukkan pada temperature berapa minyak akan membeku. Jadi kita tidak menginginkan Lumpur yang cepat membeku.

- Molekul minyak yang stabil, dengan kata lain tidak mudah terpecah-pecah. - Mempunyai bau serta fluorencensi yang berbeda dengan minyak mentah (crude oil). Kalau tidak demikian maka akan sulit nanti untuk menyelidiki apakah minyak berasal dari formasi yang dicari atau berasal dari bahan dasar dari lumpur.

(12)

Gambar 3.1

Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Air6)

Fungsi kedua fasa cair adalah sebagai suspensi reactive colloidal solid, seperti bentonite, dan inert solid, seperti barite. Air juga bekerja sebagai media transfer hydraulic horsepower dari permukaan untuk bit yang berada di bawah lubang sumur, disebut sebagai fungsi ketiga fasa cair yang dikenal dengan istilah jetting action. Air juga berfungsi sebagai penyerap (absorbing) panas massif yang terjadi di borehole selama proses pemboran. Selain itu juga sebagai media pelarut semua kondisi kimiawi yang ditambahkan dalam lumpur pemboran, terutama sifat pH dan salinitas air sangat berpengaruh terhadap efektifitas kimia yang ditambahkan.

Beberapa fungsi lumpur pemboran merupakan fungsi dari air sebagai fasa cair. Seleksi dari tipe fasa cair yang digunakan untuk mengontrol lumpur adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan air (availability).

(13)

untuk menggantikan fresh water, karena memerlukan biaya dan peralatan yang banyak jika menggunakan fresh water.

2. Tipe formasi geologi.

Karena beberapa tipr formasi yang dibor sangat sensitive terhadap fresh water, maka jika penggunaan fresh water masih terus digunakan akan menyebabkan kerusakan formasi dan memperbesar kerusakan lubang sumur. Filtrate fresh water juga menyebabkan partikel clay mengalami swelling dan bermigrasi sehingga dapat mengurangi permeabilitas permanent.

3. Tipe kimiawi.

Kelarutan dan efektifitas kimiawi merupakan ukuran uatama untuk mempetimbangkan efisiensi mud conditioning. Salinitas dan pH dari fasa kontinyu cair yang berpengaruh besar tehadap kelarutan kimiawi mud conditioning.

4. Tipe sebagai media data-collecting.

Beberapa peralatan logging umumnya bereferensi pada fasa kontinyu cair lumpur sebagai media operasi, seperti SP dan elektrik log. Akurasi dari hasil yang didapatkan adalah fungsi dari salinitas dan temperatur, sehingga kehati-hatian dalam menyeleksi fasa kontinyu cair sangat penting.

Kriteria seleksi diatas harus berhati-hati dalam mempertimbangkan agar tidak saling mengganggu. Faktor keekonomian merupakan faktor yang paling memainkan peranan seleksi air dalam tipe lumpur.

3.1.2.2. Fasa Solid

(14)

1. Inert Solid

Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan fasa cair lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non-swelling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dll).

Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam Lumpur bor adalah :

- Barite (BaSO4).

Keuntungan menggunakan barite adalah murah harganya, barit jenis 4,2 bersih, tidak reaktif mengadung impurities silica sedikit, berwarna putih dan mempunyai kekerasan 2,5-3,5 skala mohs.

- Oksida Besi (Fe2O3).

Mempunyai sifat yang kurang sempurna bila dibanding dengan barit, karena barasif dan berwarna merah, selain itu biaya transportasi dan pengolahan selama proses pembuatannya mahal.

- Calcium Carbonat (CaCO3).

Digunakan terutama pada oil base mud dan mengakibatkan settling ratenya rendah, mempunyai berat jenis 2,7 dan dapat diperoleh dari kulit kerang atau shell yang dihaluskan kemudian dicuci dan dikeringkan.

- Galena (PbS).

Pada formasi yang mempunyai tekanan abnormal umumnya menggunakan galena, karena mempunyai berat jenis yang lebih besar yaitu 6,8 sehingga diharapkan dapat untuk mengimbangi tekanan normal formasi.

2. Reactive Solid

(15)

Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas, viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss.

Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan untuk lumpur menjadi tiga, yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite. Montmorillinite yang paling sering digunakan karena kemampuannya yang mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous bercampur dengan fresh water. Dalam literature pemboran manual, montmorillonite direferensikan dengan bentonite, karena bentonite identik dengan clay montmorillonite. Atau dengan kata lain, dalam lumpur pemboran, yang bertindak sebagai reactive solid adalah bentonite.

Bila bentonite bercampur dengan air, maka akan terbentuk lumpur yang berbentuk koloid. Air yang bercampur dengan bentonite ini adalah air tawar. Bila yang menjadi bahan dasar adalah air laut, maka yang menjadi rektive solinya adalah attapulgite, dimana attapulgite dapat bereaksi dengan air asin maupun air tawar.

3.1.2.3. Fasa Kimia

Lumpur secara konvensional terdiri dari dua komponen fasa seperti yang telah disebutkan diatas, namun hingga sekarang telah dibuatkan formulasi secara kimawi dengan tujuan-tujuan tertentu, yang terdiri dari organic dan inorganic. Fasa kimia ini lazim dikenal dengan zat-zat additive untuk lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka ada material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran.

(16)

1. Bahan menaikkan berat jenis adalah sebagai berikut : - Barite (BaSO4).

Mempunyai specific gravity antara 4,25-4,35. Biasanya digunakan untuk operasi pemboran yang melewati zona gas yang bertekanan tinggi yang dangkal.

- Galena (PbS).

Mempunyai specific gravity antara 6,7-7,0 fungsi utamanya adalah untuk usaha mematikan sumur apabila tekanan dari formasi yang besar.

- Calcium Carbonat (CaCO3).

Mempunyai specific gravity sebesar 2,75 material ini digunakan untuk lumur jenis oil base mud. Calsium carbonate biasanya dipergunakan untuk operasi pemboran yang dalam.

2. Bahan untuk menaikkan visikositas sebagai berikut :

- Wyoming bentonite, merupakan matrial tambahan berfungsi utnuk menaikkan viscositas Lumpur jenis fresh water mud, dimana tiap penambahan material ini kedalam air sebanyak 20 lb/bbl akan dapat memberikan viscositas sebesar kurang lebih 36 detik marsh funnel.

- Attapulgite, merupakan clay yang berfungsi untuk menaikkan viscositas pada lumpur jenis salt water base mud.

- Extra high yield bentonite - High yielding clay

3. Bahan-bahan untuk menurunkan viscositas antara lain :

- Calsium ligno sulfonat, sangat baik untuk dipersant pada calcium treated muds ataupun lime treated muds.

- Phosphat, dipakai sebagai thinner pada low pH muds dimana temperature tidak lebih dari 1800 F, karena pada suhu tersebut phosphate akan pecah

menjadi orthophosphate dan sering juga dipakai untuk keadaan Lumpur yang terkontaminasi dengan semen.

(17)

- Quebracho, dengan penambahan 2% dari volume Lumpur dapat memperbaiki lapisan dan menurunkanviscositas Lumpur.

- Bahan penurun viscositas yang lainnya antara lain : Chrome ligno sulfonate, Processed lignite, Alkaline .

4. Bahan-bahan untuk menurunkan filtration loss - Pregelatinized starch – Sodium poly crylate - Sodium carboxymethyl cellulose

5. Bahan untuk mengatasi lost sirkulasi

- Mica, merupakan matrial mica yang tidak mengikis peralatan dan mempunyai bentuk yang kasar

- Kwik seal, matrial yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya Lumpur pada formasi porous

- Mill-plug, merupakan matrial yang berbentuk butir yang mempunyai strength yang sangat tinggi yang berfungsi untuk menutup formasi yang pecah.

- Bahan material loss yang lain seperti : fiber, wood fiber, Ground walnut hull.

6. Bahan-bahan chemical additive

- Gypsum (CaSO4), berupa material kering yang halus dipakai untuk

persiapan pembuatan gypsum base mud.

- Sodium Bicarbonat (NaHCO3), material yang berfungsi menyingkirkan

atau mereduksir ion calcium dari Lumpur yang mempunyai pH 9, terutama yang terkontaminasi oleh semen.

- Caustic Soda (NaOH), mempunyai kadar alcohol yang tinggi dan berfungsi mengontrol pH pada water base muds.

- Soda Ash, adalah material kering yang dipergunakan untuk mengendapkan ion Ca++ pada water base muds.

7. Corrosion Control additive.

(18)

korosi. Material ini biasanya dipakai secara menerus dalam operasi pemboran.

- Noxygen L, mempunyai fungsi sebagai pembersih oksigen yang terdapat dalam Lumpur, adapun bentuk dari noxygen ini berupa larutan dengan konsentrasi 11,2 lb/bbl ammonium bisulfide.

8. Detergen additive

Additive ini berfungsi untuk membersihkan endapan-endapan shale pada bit atau “balling up”, baik untuk Lumpur yang menggunakan bahan dasar air tawar maupun air asin.

Contohnya : DD Compound dengan pemakaian normal antara 2-3 gallon tiap 100 barrel.

9. Bahan-bahan untuk emulsifier

Elmusifier adalah fasa kimia untuk emulsi minyak dan air. Antara lain: - Mogco Mul (buatan agcobar)

- Trimulso (buatan Baroid) - Atlasol (buatan Mil White) - Imco-Ceox (buatan IMC) 10. Bahan-bahan sebagai Flocculant.

Flocculan adalah fasa kimia yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan serbuk bor.

Fasa kimia tersebut adalah : - Floxit (buatan agcobar) - Baroflac (buatan Baroid) - Separan (buatan Mil White) - Imco floe (buatan IMC)

3.1.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

(19)

perhatian dalam pemonitoran dan pengontrolan untuk menjaga fungsi-fungsi tertentu dalam operasi pemboran.

3.1.3.1. Densitas

Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor.

Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3), limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi (SG = 7.0). sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan pengurangan kadar padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik. Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuan-satuan yang umum dipakai adalah :

o Pounds per gallon, ppg lb/gallon

o Pounds per cubic feet lb/cuft

o Psi per 100 feet depth psi/100ft

o Specific gravity (SG)

(20)

D

Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi.

m = densitas lumpur, ppg.

D = Depth, ft.

karena densitas air tawar adalah konstan, yaitu 8.33 ppg maka persamaan diatas dapat berubah menjadi :

m m 8.33SG

...(3-5)

keterangan :

m = densitas lumpur, ppg

w = densitas air tawar, ppg

SGm = Specifik Gravity lumpur

Pengontrolan densitas lumpur pemboran tergantung pada maksud tujuan jenis lumpur tersebuat akan digunakan dalam operasi pemboran.

3.1.3.2. Viskositas

(21)

Gambar 3.2

Cairan Newtonian dan Non-Newtonian6)

Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk : 1. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus 2. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai. 3. Membantu mengontrol swab-prssure dan surge pressure

Peralatan yang dipergunakan untuk mengukur viscositas adalah sebagai berikut : 1. Marsh Funnel

Viscositas yang diukur dengan menggunkan Marsh Funnel adalah viscositas elatif. Dimana dibandingkan dengan viscositas lumpur dengan viscositas ai tawar. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengukur viscositas dengan cara Marsh Funnel adalah sebagai berikut :

- corong - cangkir - stopwacth

(22)

Peralatan yang digunkan tersebut perlu dikalibrasi denga menggunakan air tawar. Bila dengan cara yang sama dengan mengukur viscositas lumpur didapatkan viscositasnya 26 detik = 0,5 detik, dinyatakan bahwa alat baik. Kalau lebih maka kemungkinan saringan yang ada pada corng terseumbat. Dalam operasi pemboran viscositas lumpur yang baik berkisar antara 36-45 detik Marsh Funnel.

Gambar 3.3 Marsh Funnel15)

2. Fann VG Meter

Fann VG Meter maupun Stromer Viscometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur viscositas plastic dari lumpur bor. Prinsipnya adalah beberapa torsi yang dihasilkan bila lumpur diaduk dengan kecepatan tertentu.

Masukkan lumpur kedalam tbung, rotor sleeve ditenggelamkan dalam lumpur, putar sleeve sebesar 600 rpm sampai jarum pembacaan menunjukkan angka yang konstan, dan dicatat angkanya. Kemudian lakukan pula untuk putaran 300 rpm selisih pembacaan dengan putaran 600 rpm dan 300 rpm

merupakan viscositas plastic

(23)

Gambar 3.4 Fan V-G Meter6)

Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate :

Harga Shear stress dan Shear Rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (Dial Reading) dan rpm motor pada Fann VG meter , harus diubah menjadi shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh harga satuan viskositas dalam satuan cp.

Persamaannya sebagai berikut :

 = 5,007 x C ………. ..(3-6)

 = 1,704 x RPM ………... (3-7) keterangan :

 = shear stress, dyne/cm2

 = shear rate, detik-1

C = dial reading, derajat

RPM = revolution per minute dari rotor

Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)

Viscositas nyata (Va) untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan hubungan :

Va = x100

 

………... (3-8)

Va =

RPM C) x (300

………... (3-9)

(24)

Untuk menentukan plastic viscosity (VP) dan Yield point (YP) dalam suatu lapangan, digunakan persamaan bingham plastic sebagai berikut :

Vp = 600600 300300 ………...(3-10)

Dengan menggunakan persamaan (3-8), (3-9) dimasukkan kedalam persamaan (3-10), didapatkan :

VP = C600 – C300 ………....(3-11)

YP = C600 – VP ……….. (3-12)

keterangan :

Vp = plastic viscosity,cp

Yp = yield point Bingham, lb/100 ft2

C600 = dial reading pada 600 rpm, derajat

C300 = dial reading pada 300 rpm, derajat

Pertimbangan-pertimbangan yang tidak langsung adalah sebagai berikut :

1. Laju pemboran adalah besar dengan kadar padatan yang rendah atau lumpur yang encer.

2. Lumpur dapat dikentalkan untuk memperkecil erosi pada formasi shale yang tidak kompak, karena pembentukan aliran turbulen dengan lumpur yang encer dapat mengakibatkan erosi lubang sehingga terjadi pembesaran lubang.

Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :  Penetration rate turun

 Pressure loss tinggi terlalu banyak gesekan.

 Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing yang berhubungan dengan blow out.

 Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan Viscositas yang terlalu rendah menyebabkan :

 Pengangkatan cutting tidak baik

(25)

Untuk mengencerkan lumpur dapat dilakukan dengan pengenceran dengan air atu dengan penambahan thinner (zat-zat kimia), sedangkan penambahan viskositas dapat dilakukan dengan penambahan zat-zat padat/bentonite pada water base mud dan air atau asphalt pada oil base mud.

3.1.3.3. Gel Strength

Gel strength merupakan sifat statik lumpur pemboran yang merupakan suatu bentuk padatan dalam lumpur yang sirkulasinya dihentikan. Faktor penyebab terbentuknya gel strength yaitu adanya gaya tarik-menarik dari partikel-partikel plat clay sewaktu tidak ada sirkulasi. Gel strength didefinisikan sebagai gaya dalam gram yang diperlukan untuk memecah standard gel menjadi lumpur. Sistem satauan yang umum yang digunakan untuk gel strength adalah :

o Gram dyne/cm2, gr dyne/cm2.

o Gram pound/sgft, gr lb/ft2.

Komponen-komponen pembentuk atau komponen aktif pembentuk lumpur yang dapat menyebabkan gel strength antara lain : clay, shale dan bentonite yang sudah memilki gaya tarik-menarik partikel platnya. Dalam suatu operasi pemboran, gel strength dikontrol agar mendapatkan suatu performance lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Untuk standarisasi pengukuran gel strength dilakukan dua kali, yaitu pda initial time yaitu 0 menit atau tepat pada saat setelah sirkulasi lumpur dihentikan dan yang kedua yaitu setelah 10 menit sirkulasi dihentikan. Hubungan gel dengan thixotropic, yaitu sifat adanya gejala gel yang pecah dan menjadi lumpur pemboran kembali, kondisi ini bersifat reversible.

Untuk mengetahui gel strength dalam lumpur pemboran dapat dipakai

(26)

T = waktu, menit. K = konstanta rate.

Adapun fungsi gel strength dalam lumpur adalah untuk menahan cutting dan material solid dalam suspensi serta melepaskannya di permukaanya, sehingga gel strength merupakan faktor penting dalam mekanisme pengangkatan cutting.

Ketidaknormalan yang relatif besar dari harga gel strength akan mengganggu jalannya operasi pemboran, karena menyebabkan masalah-masalah seperti :

o Terganggu pompa untuk memulai sirkulasi karena membutuhkan tenaga pompa yang besar.

o Kecenderungan dari lumpur untuk lost circulation.

o Pelepasan cutting, material solid dan pasir ke permukaan akan tidak efektif lagi sehingga dapat mempertinggi abrasifitas lumpur terhadap peralatan di permukaan, seperti pompa lumpur.

o Filtration loss merupakan kehilangan fasa cair lumpur yang masuk ke formasi permeable yang diukur dengan peralatan standard filter press yang merupakan hasil pada kondisi statik (sirkulasi dihentikan).

3.1.3.4. Filtration Loss

Filtration loss adalah kehilangan dari sebagian fasa cair (filtrate) dari lumpur, masuk kedalam formasi permeable. Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya.

(27)

Gambar 3.5

Unit Standard Filter Press6)

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain :

a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.

Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air,maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga dinding lubang cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.

Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.

c. Water blocking

Filtrat yang berupa air akan meng hambat aliran minyak dari formasi kedalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.

d. Differential sticking

(28)

e. channeling pada semen.

Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.

Filter loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan : 1. Koloid (bentonite)

2. Starch, CMC – Driscose

3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)

4. Q – Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)

3.1.3.5. Sand Content

Sand content merupakan kadar pasir dalam lumpur pemboran. Pasir tidak boleh terlalu banyak dalam lumpur pemboran, karena dapat merusak peralatan yang dilaluinya pada saat sirkulasi dan dapat menaikkan berat jenis lumpur itu sendiri. Maksimal kadar pasir yang diperbolehkan adalah 2% dari volume lumpur. Alat yang dipergunakan untuk mengukur kadar pasir adalah Sand Content Set.

3.1.4. Sifat Kimia Lumpur Pemboran

Sifat kimia lumpur pemboran merupakan tingkat reaktifitas lumpur terhadap kondisi formasi yang ditembus, terutama berkaitan dengan kandungan kimiawi partikel-partikelnya. Seperti sifat fisik lumpur, sifat kimia juga sangat menentukan fungsi lumpur, karena performance lumpur dapat berubah dengan adanya pengaruh dari efek kimia partikelnya.

3.1.4.1. Padatan

Terdapatnya padatan atau solid dalam lumpur pemboran dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan korosi dan abrasi pada peralatan pemboran seperti pompa lumpur, drillstring, casing dan sebagainya. Sebagai contoh padatan yang sering dijumpai adalah pasir. Kadar pasir tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya :

(29)

o Padatan dapat menyebabkan berat jenis lumpur akan naik dan hal ini menyebabkan kerja dari pompa lumpur akan semakin berat.

3.1.4.2. pH

pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12. jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa juga tidak baik, karena karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.

Alat yang digunakan untuk mengukur pH lumpur adalah sebagai berikut : 1. pH indikator

Sering juga dikatakan kertas lakmus atau pH paper. 2. pH meter

dengan mencelupkan alat pH meter maka akan diketahui berapa pH dari lumpur tersebut.

3.1.4.3. Kesadahan

Kesadahan lumpur pemboran dilakukan dengan menyelidiki ion Ca dalam lumpur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadahan total lumpur yaitu terkontaminasinya lumpur dengan Ca dan Mg sebagai berikut :

o Pemboran memasuki formasi gipsum..

o Persenyawaan dengan partikel yang mengandung Ca.

o Influks air formasi memiliki kandungan Ca yang tinggi.

(30)

3.1.3.4. Alkalinitas

Alkalinitas atau keasamanan lumpur dapat ditunjukkan dengan harga pH-nya. Berdasarkan pengalaman diketahui ada korelasi antara sumber alkalinitas di dalam lumpur terhadap sifat-sifat lumpur yang bersangkutan.

o Jika sumbernya hanya bersal dari OH-, menunjukkan lumpur stabil dan

kondisinya baik.

o Jika sumbernya berasal dari OH- dan CO-2

3, menunjukkan lumpur stabil

dan kondisinya baik.

o Jika sumbernya hanya berasal dari CO-2

3, menandakan lumpur tidak stabil

tetapi masih bisa dikontrol. o Jika sumbernya berasal dari CO-2

3 dan HCO-3, berarti lumpur tidak stabil

dan sulit untuk dikontrol.

o Jika sumbernya hanya berasal dari HCO

-3, kondisi dari lumpur sangat jelek

dan sulit untuk dikontrol.

3.1.4.5. Salinitas

Penentuan salinitas (kadar Cl) dalam lumpur diperlukan terutama jika pemboran melalui daerah yang mana garam dapat terkontaminasi dengan fluida pemboran yaitu daerah yang terdapat kubah-kubah garam. Jika terjadi kandungan chlor melebihi 6000 ppm sebaiknya program penggunaan lumpur diubah sesuai dengan keasaan. Kandungan Cl yang terlalu besar juga mempengaruhi dalam operasi logging karena harus diadakan koreksi untuk menginterpretasi loggingnya. Kandungan Cl di dalam lumpur dibedakan menjadi dua, yaitu :

o Salt mud jika kandungan Cl antara 10000 – 31500 ppm.

o Saturated salt mud jika kandungan Cl 315000 ppm.

(31)

o Jika mud cake terlalu tebal dan filtration loss terlalu besar dapat diperbaiki dengan menambah organic koloid.

o Jika pH dibawa dibawah 8, maka perlu preserfatif untuk menahan fermentasi starch.

o Jika padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay suspensi dapat diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite.

3.1.5. Jenis Lumpur Pemboran

Penamaan lumpur pemboran yang diberikan oleh Zaba dan Doherty (1970) merupakan klasifikasikan berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

1. Water Base Drilling Mud 2. Emulsion Drilling Mud 3. Oil Base Drilling Mud 4. Gasseous Drilling Mud

Gasseous drilling mud masih belum umum digunakan sangat sulit dalam penggunaan dan perawatannya.

3.1.5.1. Water Base Mud

Bila bahan dasar lumpur adalah air maka lumpur disebut dengan water base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar mauouan air asin. Lumpur yang mempunyai bahan dasarnya air disebut dengan Fresh Water Mud dan jika bahan dasarnya adalah air asin lumpur tersebut disebut Salt Water Mud.

1. Fresh Water Mud

Fresh water muds adalah lumpur yang fase cairannya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Fresh water mud dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

o Spud Mud

(32)

dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang lain (yield 35-50 bbl/ton). Tambahan clay atau bentonite perlu dilakukan untuk menaikkan viscositas dan gel streght bila membor pada zone-zone loss. Kadang-kadang perlu lost circulation material. Density yang diperlukan harus kecil.

o Natural Mud

Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting dalam fase air. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini di treated dengan zat-zat kimia dan additive-additive koloidal. Beratnya sekitar 9.1 – 10.2 ppg, dan viscositasnya 35-40 detik.

o Bentonite – Treated Mud

Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar. Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi ketebalan mud cake. Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang dapat dikontrol dengan thinner.

o Phospate –Ttreated Mud

Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel strength. Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay cooid padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas dan gel strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss dan mud cake dapat tipis. Tannim biasa ditambahkan bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan lumpur.

Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner (polyphonspate akan rusak pada kedalaman 10.000 ft dan temperatur 160-180 oF, karena berubah ke

(33)

berhubungan dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphospate mud juga menggumpal jika terkena kontaminasi NaCl, Calcium sulfate dan kontaminasi semen dalam jumlah cukup banyak.

o Organic Colloid Treated Mud

Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau Carboxy Methyl Cellulose pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi seperti clay, maka kontrol filtratnya pada lumpur yang terkontaminasi dapat dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur penurunan filter loss lebih banyak dilakukan dengan organic colloid daripada inorganic.

o “Red” Mud

Red mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan dari

treatment dengan cautic dan guobracho (merah tua). Istilah ini tetap

digunakan walaupun nama-nama colloid yang dipakai mungkin

menyebabkan warna abu-abu kehitaman. Umumnya istilah ini digunakan

untuk lignin-lignin tertentu dan hunic thinner selain untuk tannim di atas.

Suatu jenis lumpur lain ini adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan pH di bawah 10. perbandingan alkaline, organic dan polyphospate dapat diatur dengan kebutuhan setempat. Alkaline-tannate treated mud mempunyai range pH 8-11.

(34)

o Calcium Mud

Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa ditambah dengan slaked lime (kapur mati), semen plaster (CaSO4)

dipasaran atau CaCl2, tetapi dapat pula karena pemboran semen, anhydite

dan gypsum.

a. Lime Treatted Mud

Komposisi lumpur ini terdiri dari cautic soda, organic dispersant, lime dan fluid loss additive. Lumpur ini menghasilkan viscositas dan gel strength yang rendah, baik digunakan untuk pemboran dalam serta untuk memperoleh densitas yang besar. Tetapi lumpur ini mempunyai kecenderungan untuk memadat pada temperatur tinggi, sehingga tidak boleh tertinggal dalam annulus casing dan tubing pada saat dilakukan penyeleseaian sumur (well completion). Maka diperlukan zat kimia tertentu untuk mengurangi efek dari padatan lumpur tersebut.

b. Gypsum Treated Mud

Digunakan untuk membor formasi gypsum dan anhydrite, terutama bila formasinya inter bedded (selang-seling antara garam dan shale). Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar) dengan plaster (CaSO4) sebelum formasi anhydite dan gypsum di bor.

viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan formasi ini dapat dibatasi, yaitu dengan mengontrol rate penambahan plaster. Setelah clay di lumpur bereaksi dengan ion Ca, tak akan terjadi pengentalan lebih lanjut pada pemboran gypsum dan garam.

c. Calcium Salt

Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas, juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba (OH)2 telah

digunakan. 2. Salt Water Mud

(35)

yang terbor. Filtrate lossnya besar dan mud cakenya tebal bila tidak ditambah organic colloid. PH lumpur dibawah 8, karena itu perlu dipresentative untuk mencegah fermentasi starch. Jika slat mudnya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermntasi terhalang oleh basa. Suspensi ini dapat diperbaiki dengan penggunaan antapulgate sebagai pengganti bentonite.

o Unsaturated Salt Water Mud

Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang

jenuh kegaramannya (unsaturated salt water mud). Kegaraman (salinity)

lumpur ini ditandai dengan :

1. Filtrate loss besar kecuali ditereated dengan organic colloid

2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated dengan

thinner.

3. Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic colloid

Lumpur ini biasa mengalami “foaming”, yaitu berbusa (gas menggelembung) yang bisa diredusir dengan :

1. Menambah soluble surface active agent

2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength

Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea

water ini.

o Saturated Salt Water Mud

Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat

pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud

dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dirongga-rongga

yang terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya

lumpur, dicegah dengan penjenuhan garam terlebih dahulu pada

lumpurnya. Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang

jenuh untuk pengenceran dan pengaturan volume.

(36)

Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh lime treated mud, gypsum lignosilfonate, shale control dan surfactant muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.

3.1.5.2. Oil in Water Emulsion Mud

Untuk lumpur jenis ini minyak merupakan fase tersebar (emulsi) dan air sebagai fasa continue. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisis yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang, filter cake menjadi tipis dan torque putaran drillstring benyak berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate baik, pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur, viscositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake turun (mud cake tipis) dan mengurangi bailling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string. Viscositas dan gel lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.

Umumnya oil in water emultion mud dapat bereaksi dengan penambahan

zat dan adanya kontaminasi sama seperti lumpur aslinya. Semua minyak (crude)

dapat digunakan, tetapi lebih baik bila digunakan minyak refinery (refinery oil)

yang mempunyai sifat-sifat sbb :

1. Uncracked (tidak perpecah-pecah molekulnya) supaya stabil 2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api

3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusakan karet-karet dipompa/circulation system

(37)

Keuntungan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorecensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran tersebut. Adanya karet-laret yang rusak dapat dicegah dengan penggunaan karet sintesis

1. Fresh Water in Water Emulsion Mud.

Fresh water oil in water emultion mud adalah lumpur yang mengandung NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emultion ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5-25% volume. Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efesiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk) dan penjagaannya secara periodic ditambahkan minyak dan emulsifier.

Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung persentase clay yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viscositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini disukai orang.

2. Salt Water Oil in Water Emulsion Mud

Salt water oil in water absorption mud mengandung paling sedikit 60.000

ppm NaCl dalam fasa cairnya. Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier

agent-organik. Lumpur ini biasanya mempunyai pH dibawah 9, dan cocok

untuk digunakan pada daerah dimana perlu dibor garam massive atau

lapisan-lapisan garam. Emulsi ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga

pada fresh water emultion : pertama densitasnya kecil, kedua filtration loss

sedikit dan mud cake tipis dan lubrikasi lebih baik. Lumpur demikian

mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan dengan

(38)

dengan salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier, minyak dan

surface active defoamer (anti foam).

3.1.5.3. Oil Base and Oil Base Emulsion Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 - 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminant. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viscositas, menaikan gel strength, mengurangi efek kontaminan air dan mengandung filtare loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia.

Fungsi oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (juga untuk kompletion mud). Fungsi terbesar adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner.

Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan bahaya api berkurang. Oil base emultion dan lumpur oil base mempunyai minya sebagai fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base mud, yaitu filtratnya minyak dan karena menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base mud bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminasi).

3.1.5.4. Gaseous Drilling Fluid

(39)

Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat menyebabkan bit bailing (bit dilapisi cutting/padatan-padatan) dan pipe sticking yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini, tapi sebaliknya formasi dengan tekanan kecil cocok dengan cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-zone dengan tekanan rendah.

Gambar

Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas AirGambar 3.16)
Unit Standard Filter PressGambar 3.56)

Referensi

Dokumen terkait