• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PEGAWAI PEMDA DENGAN KETIDAKPASTIAN TUGAS DAN JOB INSECURITY SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandarlampung dan Metro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PEGAWAI PEMDA DENGAN KETIDAKPASTIAN TUGAS DAN JOB INSECURITY SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandarlampung dan Metro)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PEGAWAI PEMDA DENGAN KETIDAKPASTIAN TUGAS

DAN JOB INSECURITY SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandarlampung dan Metro)

Oleh

DILA MUTIARA SARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai dengan ketidakpastian tugas dan job insecurity sebagai variabel moderating. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan di pemerintah kota Bandarlampung dan Metro, Provinsi Lampung. Berdasarkan 87 orang responden, data dianalisis menggunakan SmartPLS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa job Insecurity sepenuhnya memoderasi pengaruh antara ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa politik di sektor publik menimbulkan job insecurity yang lebih tinggi yang akan membentuk perilaku menyimpang. Penelitian ini memberikan beberapa kontribusi yaitu dalam aspek pengembangan literatur akuntansi manajemen; kerangka penelitian dan bidang penelitian.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ENVIRONMENTAL UNCERTAINTY AND

EMPLOYEE’S BEHAVIOR BY TASK UNCERTAINTY AND JOB

INSECURITY AS THE MODERATE VARIABLE (The Case Study in the city of Bandarlampung and Metro)

by

DILA MUTIARA SARI

This study aims to examine the influence of environmental uncertainty on the employee’s behavior by task uncertainty and job insecurity as moderate variables. In order to achieve the objective of the study, this research was conducted in the city of Bandarlampung and Metro, Lampung Province. According to 87 respondents, data were tested analysedSmartPLS.

The result illustrates that Job Insecurity is fully moderated on the influence between environmental uncertainty and employee’s behavior. This seems that political nuance in public sector create higher job insecurity that possible creates dysfunctionalBehavior.This study has contributions in there aspect to enrichment of management accounting literature: research framework and research field. Keywords: Environmental Uncertainty, Task Uncertainty, Job Insecurity,

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Ketidakpastian Lingkungan terhadap Perilaku Pegawai Pemda dengan Ketidakpastian Tugas dan Job Insecurity sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandarlampung dan Metro).

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si.,Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

(8)

4. Bapak Lego Waspodo, S.E., M.Si., Akt., selaku pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, saran, dan semangat selama proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Drs. A. Zubaidi Indra, M.M., CPA selaku dosen pembahas. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan;

6. Ibu Reni Oktavia, S.E., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih telah membantu dan menyemangatiku selama ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membantu penulis dalam menimba ilmu selama menyelesaikan pendidikan di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

8. Orang tuaku tercinta, ibu (Yunila) dan ayah (Mukhtaridi). Terima kasih atas curahan kasih sayang kepadaku selama ini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang tiada henti dalam setiap perjalanan hidupku. Meski raga ibu dan ayah semakin menua, tetaplah sehat dan selalu bersamaku hingga anakmu sukses dan menjadi kebanggaanmu. Kalian selalu mengusahakan dan memberikan yang terbaik untukku. Kalian adalah motivasi dalam setiap usahaku menaiki tangga kehidupan;

9. Adikku, Rini Yunita Sari dan Yudi Kurniawan yang selalu memberikan keceriaan dan kegilaan tersendiri yang membuatku bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini;

(9)

11.Sahabat seperjuangan, Adiati Ameici, Ira Puspita, Ayu Jufika M, Irvia Maiselo, Alfudiafarrah ; Trio enjoy Devy Wira dan Nurul Adiati. Terima kasih atas segala curahan kasih sayang dan support nya selama ini. Kalian selalu ada, menciptakan semangat belajar, membuat masa perkuliahan menjadi enjoy dan menggembirakan. Semoga ikatan persahabatan kita tetap bertahan meski masa kuliah telah usai. Aku yakin, kelak kita akan bertemu kembali di pintu kesuksesan;

12.Flugelist, Adistia Ritri Prihandini, Mustika Rengganingrum, Fegy Rianti, Sri Hestin Putri S, Devi Yulianti, Novia Anjar Widarti, Ricca Yunita AR, Redha Anggraini Jafar. Terima kasih atas semangat dan doanya. Terima kasih untuk setiap moment bahagianya. Kalian adalah salah satu hal terindah dihidupku. Ingat motivasi kita “Demi Masa Depan”. Aku yakin

kita semua kelak dapat sukses meraih cita dan impian kita;

13.Trios Amigos, M Hifdzi Khoir, Fajar Sidik, dan Indana Lazulfa A. Terima kasih telah bersedia menjadi sahabat terbaik dan lucu yang pernah ada. Kalian selalu menjadi sahabat yang selalu ada kapanpun dan dimanapun. Sekali lagi, terima kasih untuk segala hal yang telah kalian berikan; 14.Teman-teman Akuntansi 2010. Alen, Jabal sahabatku, Devri, Dianti, Eka,

Meky, Rere, Santo, dan Echa, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menjadi teman yang menyenangkan, yang telah membagi ilmu, cerita, dan kesan yang begitu banyak;

(10)

menyenangkan, yang telah membagi ilmu, cerita, dan kesan yang begitu banyak. Terima kasih atas segala support nya selama ini;

16.Presidium Economics English Club(EEC) periode 2012/2013. Sonia, Egha, Tetik, Latifa, Nope, Kaka, Ega, Ali, Fifi, Ayu, Virgie, Rudy, Aldo, Rilly, Andre, dan Eko. Serta seluruh keluarga besar EEC FEB Unila. Terima kasih atas pembelajaran dan kekeluargaan yang sungguh luar biasa, dan kegembiraan yang selalu membuat hati bahagia;

17.Mba Nana, Mba Muti, Mba Icha, KakArbha, Mba Siska, Mba Sarah, Mba Wulan, Kak Danepo, Kak Ben, Kak Tirta, Kak Gilang, dan kakak-kakak lainnya yang telah membagikan pengalaman dan pengetahuannya selama ini;

18.Lae, Ayu, Anun, Trisa, Oci, Mirta, Sinta, Surya, Arif, Sindy, Pandu, dan Jisung. Terima kasih atas kepedulian dan dukungan untuk kakak tercinta ini. Selalu semangat adik-adikku;

19.Pak Sob, Mbak Sri, Mpok, Mas Yana, Mas leman dan seluruh staf lainnya.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi pembaca dan yang lainnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandarlampung, 11 Agustus 2014 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Batasan Masalah ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori ... 7

2.1.1. Ketidakpastian Lingkungan ... 7

2.1.2. Ketidakpastian Tugas ... 9

2.1.3. Job Insecurity ... 11

2.1.4. Ketidakpastian Lingkungan ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.3. Model Penelitian ... 15

2.4. Pengembangan Hipotesis ... 16

2.4.1. Hubungan Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai ... 17

2.4.2. Ketidakpastian Tugas dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai ... 18

2.4.3. Job Insecurity dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel ... 20

(12)

3.2.1 Jenis dan Sumber Data ... 20

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 21

3.4. Metode Analisis Data ... 23

3.4.1. Pengukuran Model (Measurement Model) ... 24

3.4.1.1. Uji Reliabilitas ... 24

3.4.1.2. Uji Validitas ... 25

3.4.2. Struktural Model (Structural Model) ... 25

3.5. Pengujian Hipotesis ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskriptif Data dan Responden ... 27

4.2. Demografi Responden ... 28

4.3. Analisis Data ... 30

4.3.1. Model Pengukuran ... 30

4.3.1.1 Uji Reliabilitas ... 30

4.3.1.2 Uji Validitas ... 31

4.3.1.3 Pengukuran Model Struktur ... 35

4.4. Pengujian Hipotesis ... 36

4.4.1. Hipotesis 1 ... 36

4.4.2. Hipotesis 2 ... 37

4.4.3. Hipotesis 3 ... 38

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 40

5.2. Keterbatasan dan Saran... 41

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Persentase Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner ... 27

4.1.1 Deskriptif Data ... 28

4.2 Deskriptif Responden ... 28

4.3 Parameter Model Pengukuran Data ... 30

4.3.1 Quality Criteria ... 30

4.3.2 Quality Criteria (AVE) ... 31

4.3.3 Cross Loading ... 32

4.3.4 Laten Variabel Korelasi ... 34

4.3.5 Koefisien Jalur Variabel Moderating ... 35

[image:13.595.114.499.244.460.2]
(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penelitian mengenai ketidakpastian lingkungan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti di bidang akuntansi manajemen, seperti Fleming (2001), Krishnan et al., (2006), Rowley et al., (2000), Hariyanto dan Pinasti (2002), Anwar (2004),

Sulaksono (2005), Wang and Shih-Chieh Fang (2010) dll.Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa seseorang akan mengetahui dengan jelas prestasi yang dicapai bila ia bekerja dalam kondisi stabil (Hirst dalam Hariyanto dan Pinasti 2002). Hal ini dikarenakan seseorang tersebut memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat.

Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah (kondisi relatif stabil) individu dapat memprediksi keadaan di masa depan sehingga langkah-langkah yang akan dilakukannya dapat direncanakan lebih akurat (Duncan dalam Fauziyah, 2000). Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan merupakan faktor yang paling penting dalam perusahaan sebab menjadikan perusahaan sulit melakukan prediksi (Govindarajan, 1984). Seseorang akan mengalami kesulitan dalam membuat suatu keputusan apabila ia sulit memprediksi situasi di

(16)

2

melakukan pengendalian terhadap operasional perusahaan (Fibrianti dan Riharjo, 2013).

Ketidakpastian lingkungan akan menimbulkan ketidakpastian tugas karena kurangnya

pemahaman tentang suatu kegiatan dan kurangnya informasi mengenai proses

pelaksanaan tugas (Hirst dalam Syam, 2000). Hal ini didukung oleh pernyataan Duncan

(1972, pp. 318) yang menyatakan bahwa “The lack of information regarding the

environmental factors […] if the decision were incorrect, and inability to assign

probabilities with any degree of confidence with regard to how environmental factors are

going to affect the success or failure of the decision unit in performing its function”.

Menurut Ramanauskas dan Marconi (1989) seperti dikutip oleh Hariyanto dan Pinasti (2002), pada hakekatnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja sebenarnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan perannya dalam organisasi. Jika perilaku seseorang dalam melaksanakan perannya dalam organisasi baik maka kinerjanya pun akan baik.

Studi mengenai ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity di Indonesia masih belum banyak dikaji. Sampai saat ini, bagaimana ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perilaku pegawai masih belum diteliti di Sektor Publik. Kebanyakan penelitian sebelumnya mengkaji pengaruh

(17)

3

along with the actions of external rivals and competitors are very difficult to anticipate,

understand and predict” (Krishnan et al., 2006 pp. 894-917).

Dalam prakteknya, kebanyakan job rotasi di Pemda memiliki nuansa politik yang tinggi

(Thoha, 2002). Hal ini mengakibatkan terbentuknya sikap, perilaku, sistem, dan opini

para pimpinan bahwa kelembagaan birokrasi pemerintah sudah selayaknya mendukung

kekuatan politik yang berkuasa. Pimpinan menguasai birokrasi pemerintah dengan

menggeser jabatan karier birokrasi berpindah ke tangan orang-orang politiknya (Thoha, 2002). Ketika pegawai di suatu instansi tersebut tidak mendukung pimpinan mereka maka posisi atau jabatan mereka pun tidak aman. Akibatnya, pegawai bekerja berdasarkan perintah atasan (ekstrinsik) dan bukan berdasarkan

kemampuan yang mereka miliki. Sehingga pegawai tidak lagi bekerja berdasarkan

kemampuan dan potensi yang dimilikinya (intrinsik) dan akan mempengaruhi moral, baik pegawai maupun pimpinan instansi tersebut. Mereka akan merasa tidak aman dengan adanya job rotation ataupun non job yang tidak dapat diprediksi.

Berdasarkan analisa di atas, penulis menduga nuansa politik yang tinggi akan

memberikan dampak negatif terhadap moral dan perilaku yang akan mempengaruhi

kinerja pegawai. Dampaknya diperkuat oleh ketidakpastian tugas dan job insecurity.

Padahal, perilaku dan moral yang positif akan memotivasi dan meningkatkan kemampuan

untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan (Rimandha, 2004). Nuansa politik yang tak

menentu inilah yang menjadi suatu ketidakpastian lingkungan yang akan memunculkan

ketidakpastian tugas dan job insecurity, […] unpredictable and uncertain conditions have

a considerable impact on organizational performance (Krishnan et al., 2006 pp. 894-917;

Moorman and Miner, 1997 pp. 91-106). Sebatas pengetahuan penulis, belum ada

penelitian sebelumnya yang mengkaji bagaimana pengaruh ketidakpastian lingkungan

(18)

4

Untuk menjawab hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di kantor Pemkot Bandarlampung dan Metro dengan judul “Pengaruh

Ketidakpastian Lingkungan terhadap Perilaku Pegawai Pemda dengan Ketidakpastian Tugas dan Job Insecurity sebagai Variabel Moderating”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang berkenaan dengan skripsi ini adalah :

1. Apakah ketidakpastian lingkungan memiliki hubungan positif dengan perilaku pegawai?

2. Apakah ketidakpastian tugas memoderasi hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai?

(19)

5

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah yang ditentukan oleh penulis agar penelitian memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas adalah :

1. SKPD yang diteliti adalah Kantor Pemerintah Kota Bandarlampung dan Metro.

2. Individu yang diteliti adalah pegawai di Kantor Pemerintah Kabupaten Pringsewu, dengan jabatan Staf - Kepala Dinas dan sudah menjabat minimal selama 1 tahun karena pegawai tersebut dinilai telah berpengalaman dan mengetahui kondisi instansi tersebut.

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka lebih spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui apakah ketidakpastian lingkungan memiliki hubungan positif terhadap perilaku pegawai Pemda.

2. Untuk mengetahui apakah ketidakpastian tugas memoderasi hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai Pemda.

(20)

6

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa kontribusi, antara lain :

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan teori dalam bidang sektor publik. Serta diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pegawai dalam rangka menjalankan otonomi daerah. 2. Manfaat praktis

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pada bab ini membahas landasan teori yang mendasari kerangka berfikir dan bahasan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ketidakpastian Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan sering menjadi faktor yang menyebabkan organisasi melakukan penyesuaian terhadap kondisi organisasi dengan lingkungan. Individu akan mengalami ketidakpastian lingkungan yang tinggi jika merasa lingkungan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat memahami bagaimana komponen

lingkungan akan berubah (Milken, 1987). Begitu pula sebaliknya, dalam ketidakpastian lingkungan rendah (lingkungan dalam keadaan relatif stabil), individu dapat memprediksi keadaan sehingga langkah-langkah yang akan diambil dapat direncanakan dengan lebih akurat (Duncan, 1972).

Secara spesifik Duncan (1972) dalam Oktavianus (2002) mendefinisikan

lingkungan sebagai keseluruhan faktor fisik dan social yang dapat mempengaruhi secara langsung pertimbangan dalam perilaku pengambilan keputusan individu. Lebih jauh Duncan (1972) melakukan hipotesis bahwa dinamika dan

(22)

8

perubahan yang terjadi terus menerus yang mempengaruhi pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajemen. Hal ini mengakibatkan sulitnya memperoleh informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan.

Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan merupakan faktor yang paling penting dalam perusahaan sebab menjadikan perusahaan sulit melakukan prediksi

(Govindarajan dalam Tri Sulaksono 2005). Miliken (1987) dalam Isti Rahayu (1999) menyatakan bahwa ketidakpastian sebagai rasa ketidakmampuan individu dalam memprediksi sesuatu secara tepat. Ketidakpastian lingkungan yang

dirasakan oleh seorang pemimpin atau manajer menurut Miliken (1987) dalam Deasy Rinarti (2007) adalah jika manajer berada dalam ketidakpastian lingkungan dalam organisasinya atau khususnya komponen-komponen dalam lingkungannya yang tidak dapat diprediksi, dan mereka merasa tidak pasti terhadap tindakan relevan yang diambil berkenaan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengannya seperti: pesaing, pelanggan, pemerintah dan pemegang saham.

Ketidakpastian lingkungan ini menjadi suatu keterbatasan individu dalam menilai probabilitas gagal atau berhasil keputusan yang telah dibuat (Duncan, 1972). Lebih jauh Luthans (1998) mengatakan bahwa ketidakpastian lingkungan adalah situasi seseorang yang terkendala untuk memprediksi situasi di sekitar sehingga mencoba untuk melakukan sesuatu untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan tersebut. Pada kondisi ketidakpastian tinggi, maka individu sulit memprediksi kegagalan dan keberhasilan dari keputusan yang dibuatnya (Fisher, 1996).

(23)

9

dipersepsikan menjadikan proses perencanaan dan kontrol lebih sulit. Aktivitas perencanaan menghadapi permasalahan karena ketidakmampuan (top manajemen) memprediksi kejadian di masa akan datang.

1.1.2 Ketidakpastian Tugas

Adapun ketidakpastian tugas dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan jumlah informasi yang telah dimiliki oleh organisasi (Galbraith dalam Kim et al 1998). Terdapat dua dimensi dasar ketidakpastian tugas yaitu variabilitas dan analisabilitas tugas. Dimensi pertama merujuk pada variabilitas tugas yang didefinisikan sebagai frekuensi dari terjadinya pengecualian atas kejadian baru dan yang tidak diharapkan atas prosedur standart yang dihadapi dalam penerapan teknologi, dimana ketika individu banyak sekali menghadapi situasi yang tidak diharapkan dengan tingkat kesalahan yang tinggi maka variabilitas tugas akan menjadi tinggi. Dimensi kedua didefinisikan sebagai ketersediaan pengetahuan konkrit mengenai aktifitas tugas dan tingkat kompleksitas dari proses pencarian dalam melakukan tugas (Hacth 1997).

Hirst (1981) menyimpulkan bahwa ketidakpastian tugas mempengaruhi perilaku dan kinerja manajer. Lebih lanjut dikatakan oleh Brownell dan Hirst (1986) bahwa ketidakpastian tugas mempengaruhi kinerja manajer. Semakin tinggi ketidakpastian tugas maka kinerja manajer akan menurun dan sebaliknya.Hal ini menandakan bahwa semakin tidak pasti tugas seorang manajer (pimpinan

(24)

10

Penelitian yang dilakukan Kim et.al (1998) dalam David (2001) membagi ketidakpastian tugas dalam dua dimensi, yaitu kemampuan menganalisis tugas (task analyzability) dan variabilitas tugas (task variability). Task analyzability adalah pengetahuan atau pemahaman yang kongkrit mengenai suatu kegiatan dan tingkat kompleksitas proses pelaksanaan tugas. Variabilitas tugas menunjukkan banyaknya variasi sub-tugas, yang ditimbulkan oleh perbedaan sub-tugas. Jika setiap sub-tugas dapat dianalisis dengan mudah, maka untuk melakukan analisis terhadap hubungan antara output dan inputnya juga akan jelas (Astuti, 2003).

Apabila suatu perusahaan memberikan ketidakpastian tugas (task uncertainty) yang rendah dengan memberikan peraturan dan ketentuan yang jelas tentang pelaksanaan kerja, seperti adanya pembagian tugas yang jelas, menggunakan prosedur atau metode yang tetap, menugaskan orang yang berkompeten di bidangnya, dan tipe pekerjaan telah ditentukan sebelumnya, maka hal ini menyebabkan para manajer dapat bekerja dengan baik, tidak perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pekerjaan, mudah mengikuti prosedur, tidak mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karena memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan, dan tidak ada faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi keputusan para manajer yang bersangkutan (Syam dan Kusuma, 2001).

(25)

11

dan tidak beralasan, maka tugas tersebut memiliki ketidakpastian yang tinggi dan sebaliknya.

Maka, dapat disimpulkan bahwa ketidakpastian tugas (task uncertainty): 1. Merupakan keadaan yang terjadi dengan cepat, dan tak terduga dimana

kehadirannya tidak diharapkan,

2. Ketidakpastian tugas terkait dengan pemahaman individu yang ada diorganisasi tentang suatu kegiatan dan suatu kompleksitas proses pelaksanaan tugas dan,

3. Ketidakpastian tugas mempengaruhi kinerja.

1.1.3 Job Insecurity

Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Greenglass et.al (2002) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang tidak aman. Sementara Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kond isi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity (Smithson & Lewis, 2000).

(26)

12

terhadap keberadaan pekerjaan. Heaney, Israel, dan House (dalam Sverke dan Hellgren, 2002) mendefinisikan bahwa job insecurity sebagai persepsi mengenai potensi ancaman terhadap kelanjutan pekerjaan seseorang yang sekarang.

Dari berbagai penjelasan diatas mengenai definisi job insecurity, secara umum job insecurity merupakan fenomena subjektif, dimana hal ini berdasarkan pada

persepsi dan interpretasi individu terhadap lingkungan kerja (Greenhalgh dan Reseblatt dalam Svereke dan Hellgren, 2002). Ada beberapa perbedaan antara rasa tidak aman yang sifatnya nyata (obyektif) dan rasa aman yang sifatnya subyektif. Menurut Sengenberger (1995) dalam Kurniasari (2004), ada 3 aspek rasa aman dalam bekerja yang saling berkaitan (three inter-related aspects of work based security) yakni:

1. Job security: rasa aman dalam bekerja yaitu kesempatan untuk menjadi pegawai tetap pada perusahaan yang sama.

2. Employer security: menjadi karyawan dengan jenis pekerja an atau pada lokasi yang berbeda namun masih dalam perusahaan yang sama.

3. Employment security: mencakup didalamnya kesempatan untuk berganti perusahaan.

Maka dapat disimpulkan bahwa job insecurity adalah ketidakamanan yang dirasakan seseorang mengenai keberlangsungan pekerjaan dan aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pekerjaan karena adanya ancaman dari pekerjaan yang sedang dijalaninya saat ini.

(27)

13

Dharma (2003:34) mengemukakan bahwa “Perilaku pada dasarnya berorientasi

tujuan, artinya bahwa perilaku orang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk meraih tujuan-tujuan tertentu”. Kemudian, berkaitan dengan birokrasi maka perilaku akan sangat berpengaruh terhadap kualitas birokrasi itu sendiri.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pandangan Rondinelli dalam Simamora (1995:52) yang mengatakan bahwa : Kualitas birokrasi pemerintahan lokal sangat ditentukan oleh perilaku, sikap dan kultur yang kondusif, sehingga mereka

responsive untuk mengambil keputusan, memiliki kepedulian dan bertanggung jawab terhadap peningkatan program pembangunan bagi kesejahteraan

masyarakat, terutama kelompok sasaran (penduduk miskin) yang perlu mendapat perhatian khusus.

Pendapat tersebut di atas menurut pemikiran peneliti adalah bahwa kualitas birokrasi dalam organisasi pemerintah sangat menentukan terhadap pelaksanaan proses pembangunan dan pemerintahan. Penulis mencermati berbagai pandangan di atas, bahwa perilaku birokrasi senantiasa bersinggungan dengan berbagai aktivitas aparatur dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, secara operasional menurut Ndraha (2009:52) bahwa ”perilaku birokrasi akan

mencerminkan seberapa tinggi kinerja seorang pegawai dalam menjalankan tugasnya, sehingga pada akhirnya tujuan akan tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditentukan”.

Lebih lanjut kinerja pegawai menurut Mangkunegara (2005:440-441) bahwa “pada dasarnya terbentuk dari kemampuan (ability) dan kemauan (motivation),

(28)

14

diharapkan dapat dicapai seseorang dan bagaimana konstribusi mereka pencapaian target tim, departemen dan organisasi serta penegakkan nilai

seseorang. Kemauan mengacu pada kondisi fisik lingkungan kerja, kondisi sosial lingkungan kerja, dan keterpenuhan kebutuhan dasar individu. Lebih lanjut Mangkunegara (2005:75) menyatakan bahwa “Kinerja/performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika”.

Faktor - faktor yang dijadikan untuk mengukur kinerja pegawai menurut Mangkunegara (2005:75) yaitu sebagai berikut :

1. Kualitas kerja, meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta kebersihan.

2. Kuantitas kerja, meliputi ouput rutin serta non rutin atau ekstra. 3. Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya

mengikuti instruksi, kemampuan inisiatif serta kehati-hatian. 4. Sikap dan perilaku, meliputi sikap terhadap lembaga/organisasi,

pegawai lain, terhadap pekerjaan serta kerjasama.

(29)

15

1.2Penelitian terdahulu

Ketidakpastian lingkungan merupakan persepsi dari anggota organisasi dalam mengantisipasi pengaruh faktor lingkungan terhadap organisasi. Ketidakpastian lingkungan (environmental uncertainty) yang ada akan menyulitkan manajer

dalam membuat perencanaan dan melakukan pengendalian te rhadap operasi perusahaan. Duncan (1972) mendefinisikan lingkungan sebagai

totalitas faktor social dan fisik yang berpengaruh terhadap perilaku pembuat keputusan dalam organisasi.

Penelitian lainnya yaitu penelitian yang menjelaskan bagaimana pengaruh ketidakpastian tugas terhadap perilaku, yang dilakukan oleh Saleke (1994). Penelitian Saleke (1994) menunjukkan bahwa dalam ketidakpastian tugas yang rendah maka manajer tidak akan berperilaku negatif. Hasil penelitian Saleke (1994) konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya seperti Hopwood (1972), Hirst (1981, 1983), dan Otley dan Pollanen (2000). Hasil penelitian mereka menyebutkan bahwa dalam kondisi ketidakpastian tugas yang tinggi, manajer akan berperilaku menyimpang.

2.3 Model Penelitian

Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, peneliti menggambarkan model

(30)

16

1.4 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis yang diberikan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan atau adanya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity dan variabel dependen adalah perilaku pegawai Pemda. Otonomi daerah yang seharusnya dapat dijalankan dengan professional

nampaknya tidak mampu dijalankan dengan baik karena adanya nuansa politik yang tinggi di Pemerintah Daerah. Ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity memberikan pengaruh terhadap perilaku pegawai Pemda.

Kinerja bukan lagi berdasarkan kemampuan, keterampilan, dan pengalaman kerja namun berdasarkan siapa pimpinan kita dan dukungan kita terhadap pimpinan tersebut. Jadi pegawai bekerja atas dasar ekstrinsik melihat siapa atasan mereka.

Ketidakpastian Lingkungan

Ketidakpastian Tugas

Job Insecurity

(31)

17

1.4.1Hubungan Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai Penulis beranggapan bahwa ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap perilaku pegawai. Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan oleh seorang pemimpin atau manajer menurut Miliken (1987) dalam Deasy Rinarti (2007) adalah jika manajer berada dalam ketidakpastian lingkungan dalam organisasinya atau khususnya komponen-komponen dalam lingkungannya yang tidak dapat diprediksi, mereka akan merasa tidak pasti terhadap tindakan relevan yang diambil berkenaan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengannya.

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa seseorang akan mengetahui dengan jelas prestasi yang dicapai bila ia bekerja dalam kondisi stabil (Hirst dalam Hariyanto dan Pinasti 2002). Hal ini dikarenakan dalam kondisi yang tidak stabil seseorang tersebut tidak memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat. Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah

(kondisi relatif stabil) individu dapat memprediksi keadaan di masa depan sehingga langkah-langkah yang akan dilakukannya dapat direncanakan lebih akurat (Duncan dalam Fauziyah, 2000). Oleh sebab itu ketidakpastian lingkungan akan mempengaruhi perilaku dan kinerja manajer.

(32)

18

membuat pegawai sulit menentukan suatu perencanaan dan sulit untuk membuat suatu keputusan karena kurangnya informasi untuk memprediksi masa depan secara tepat.

H1 : Terdapat hubungan positif antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai.

2.4.2 Ketidakpastian Tugas dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai

Penulis menduga bahwa ketidakpastian tugas memoderasi pengaruh dari ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai. Hal ini didasarkan pada analisa penulis, semakin tinggi ketidakpastian tugas maka semakin tinggi pula pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketidakpastian lingkungan akan menimbulkan ketidakpastian tugas karena kurangnya pemahaman tentang suatu kegiatan dan kurangnya informasi mengenai proses pelaksanaan tugas (Hirst dalam Syam, 2000). Lebih lanjut dikatakan oleh Brownell dan Hirst (1986) bahwa ketidakpastian tugas mempengaruhi kinerja manajer. Semakin tinggi ketidakpastian tugas maka kinerja manajer akan menurun dan sebaliknya.

Perbedaan antara jumlah informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan jumlah informasi yang telah dimiliki oleh organisasi inilah yang

(33)

19

jelas, maka prestasi para manajer akan meningkat karena manajer tersebut bekerja dalam kondisi ketidakpastian tugas yang rendah. Sebaliknya, apabila manajer tidak mengetahui tugas yang harus dikerjakannya maka prestasi para manajer tersebut menurun karena berada dalam kondisi ketidakpastian tugas yang tinggi.

H2 : Semakin kuat ketidakpastian tugas semakin kuat pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai

2.4.3 Job Insecurity dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai

Greenglass et.al (2002) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang tidak aman. Sementara Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance).

Dalam prakteknya, kebanyakan job rotasi dan non-job di Pemda memiliki nuansa politik yang tinggi (Thoha, 2002). Hal ini mengakibatkan terbentuknya sikap, perilaku, sistem, dan opini para pimpinan bahwa kelembagaan birokrasi

pemerintah sudah selayaknya mendukung kekuatan politik yang berkuasa. Ketika pegawai di suatu instansi tersebut tidak mendukung pimpinan mereka maka posisi atau jabatan mereka pun ikut tidak aman.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di kantor pemerintah kota (pemkot) Bandarlampung dan Metro. Pemilihan sampel didasarkan pada Metode

pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan pertimbangan (judgment), sehingga disebut sebagai judgment sampling. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah pegawai struktural eselon 2-4 di SKPD (dinas, kantor, dan badan) dan sudah menjabat minimal selama 1 (satu) tahun. Pegawai struktural eselon 2-4 yang telah menjabat selama 1 (satu) tahun atau lebih di SKPD, dipandang telah memiliki pemahaman terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam SKPD serta terlibat dalam pengambilan keputusan.

3.2 Data Penelitian

3.2.1 Jenis dan Sumber Data

(35)

21

Responden yang dimaksud adalah para pegawai Pemda yang menjabat sebagai Kepala Dinas - Staf di Pemda Kabupaten Pringsewu.

3.2.2 Teknik Pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah berupa survei untuk pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif untuk data survei dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner fisik. Kuesioner langsung ditujukan kepada responden yaitu pegawai struktural eselon 2-4 yang ada di SKPD di pemkot Bandarlampung dan Metro.

Kuesioner penelitian ini diserahkan langsung kepada responden atau meminta bantuan salah satu pegawai untuk mengkoordinir penyebaran dan pengumpulan kuesioner tersebut. Sebelum menyerahkan kuesioner kepada responden, penulis menanyakan apakah responden tersebut telah bekerja minimal selama setahun dalam SKPD tersebut sehingga penyebaran keusioner akan lebih tepat sasaran dan efisien serta bermanfaat bagi penelitian.

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Pada penelitian ini menggunakan instrument yang terbagi atas variabel sebagai berikut: (1) Variabel independen yaitu ketidakpastian lingkungan, job insecurity dan ketidakpastian tugas yang dipersepsikan sebagai variabel moderating dan (2) Variabel dependen yaitu perilaku pegawai Pemda.

(36)

22

terjadinya mutasi staf, job rotation, maupun non job SKPD yang cepat, dan lain sebagainya. SKPD dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dengan kondisi yang ada, baik dalam praktik maupun operasionalnya. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrument dari Duncan (1972) yang terdiri dari 12 item pertanyaan dengan poin skala likert 1-5. Instrumen ini juga telah digunakan oleh peneliti seperti Chenhall dan Morris (1986), Gul dan Chia (1994), gregson et al (1994), Muslimah (1998) dan Isti R (1999).

Ketidakpastian Tugas (Task Uncertainty). Ketidakpastian tugas dalam hal ini adalah aturan pelaksanaan tugas. Hirst (1983) dalam penelitiannya berargumen bahwa makin tidak pasti tugas seorang pimpinan atau pegawai, maka akan semakin sulit untuk menyusun target yang memuaskan untuk dijadikan penilaian prestasi. Instrumen ketidakpastian tugas dukur dengan mengembangkan

pertanyaan yang dilakukan oleh Hirst (1983) dan Withey et. al. (1983) yang kemudian dikembangkan oleh Saleke (1994) (dikutip dari Fazli Syam 2001) dengan menekankan pada tingkat ketidakpastian tugas pegawai dalam bekerja. Terdapat empat instrument pertanyaan yang digunakan untuk mengukur ketidakpastian tugas dengan lima poin skala likert.

Job Insecurity. Job Insecurity dalam hal ini adalah kondisi dimana pegawai merasakan ketidakamanan kerja karena adanya ancaman mengenai

(37)

23

pertanyaan yang digunakan untuk mengukur job insecurity dengan lima poin skala likert.

Perilaku Pegawai Pemda. Perilaku pegawai Pemda dalam hal ini adalah

kemampuan pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk moral dari pegawai tersebut. Menurut Ramanauskas dan Marconi (1989) seperti dikutip oleh

Hariyanto dan Pinasti (2002), Pada hakekatnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja sebenarnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan perannya dalam organisasi. Hal ini menandakan bahwa jika perilaku seseorang dalam melaksanakan perannya dalam organisasi baik maka kinerjanya pun akan baik.

Instrumen perilaku manajer diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang berkaitan dengan sikap dan tindakan responden terhadap penilaian prestasi dan kinerja. Ukuran perilaku manajer diambil dari seberapa besar nilai sikap dan tindakan yang mereka ambil. Sikap dan tindakan ini dinilai dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat rendah) sampai 5 (sangat tinggi).

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS). PLS adalah salah satu Metode statistika SEM

(38)

24

dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model struktural tersebut menunjukkan hubungan antara konstruk independen dan konstruk dependen. Model pengukuran menunjukkan hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).

1.4.1 Pengukuran Model (Measurement Model)

Penelitian ini menggunakan metode survey kuesioner untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu tiap pertanyaan yang ada dalam kuesioner tersebut harus

memenuhi kualitas data yang valid dan reliable. Uji validitas digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam

kuesioner. Instrumen yang terdapat di penelitian ini dinyatakan valid jika data yang diperoleh bisa menjawab tujuan penelitian yang akan dicapai dengan akurat. Jika instrumen penelitian yang sama bisa stabil ketika digunakan kembali pada penelitian selanjutnya maka instrumen tersebut dapat dinyatakan reliable.

1.4.1.1Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan dengan Partial Least Square (PLS) agar dapat menganalisis Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability. Menurut Hulland (1999), sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa apabila Cronbach’s alpha dan Composite Reliability memiliki nilai lebih dari 0,7, berarti menunjukan tingkat reliabilitas yang cukup baik. Akan tetapi apabila Cronbach’s alpha dan

(39)

25

dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pernyataan pada tiap variabel dengan skor total.

1.4.1.2 Uji Validitas

Uji validitas data pada penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan menguji validitas convergent dan discriminant. Validitas convergent dihitung dengan melihat skor Average Variance Extracted (AVE). Nilai validitas convergent dinyatakan sangat baik apabila skor AVE di atas 0.5 (Henseler et al, 2009).

Validitas selanjutnya adalah validitas discriminant, yang bertujuan untuk melihat apakah suatu item unik dan tidak sama dengan konstruk lain dalam model

(Hulland, 1999). Pengujian validitas discriminant dapat dilakukan dengan dua metode, yang pertama yaitu dengan metode Fornell-Larcker, yang dapat

dilakukan dengan cara membandingkan square roots atas AVE dengan korelasi vertikal laten. Validitas discriminant dikatakan baik apabila square root atas AVE sepanjang garis diagonal lebih besar korelasi antara satu konstruk dengan yang lainnya. Sedangkan metode yang kedua adalah dengan metode Cross-loading, di mana untuk mengukur validitas discriminant semua item harus lebih besar daripada konstruk lainnya (Al-Gahtani et.al, 2007).

3.4.2 Struktural Model (Structural Model)

Dalam literatur akuntansi manajemen pengukuran struktur model dalam penelitian banyak menggunakan dua teknik pengukuran, yaitu teknik coefficient of

(40)

26

1. Coefficient of Determination (R2)

Teknik pengukuran ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa konstruk endogen diuji untuk menguatkan hubungan antara konstruk eksogen dengan mengevaluasi R2. R2 berfungsi untuk mengukur hubungan antara variabel laten terhadap total varians. Sebagaimana yang dikatakan dalam penelitian sebelumnya, nilai R2 dengan variabel endogen di atas 0,1 adalah yang dapat diterima (Chenhall, 2004).

2. Path Coefficient

Tes Path Coefficient (β) dilakukan untuk meyakinkan bahwa hubungan antar konstruk kuat. Cara ini dinilai melalui prosedur bootstrap dengan

menggunakan 500 pergantian (e.g. Chenhall, 2004; Hartman dan Slapnicar, 2009; Solihin et. al., 2010). Hubungan antar konstruk dapat dikatakan kuat apabila path coefficient lebih besar dari 0,01. Hubungan antar variabel laten dikatakan signifikan apabila path coefficient berada pada level 0,050 (Urbach dan Ahlemann, 2010).

3.5 Pengujian Hipotesis

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak ketidakpastian lingkungan

terhadap perilaku pegawai melalui ketidakpastian tugas dan job insecurity sebagai variabel moderasi. Untuk menjawab tujuan di atas, penulis melakukan survey kuesioner atas Pemerintah Kota di Lampung, yaitu Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Metro. Berdasarkan data 86 pejabat eselon 2-4, kami menganalisis data tersebut dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), khususnya SmartPLS.

Penulis menemukan bahwa ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh positif

dan secara statistik tidak signifikan terhadap perilaku pegawai, sehingga hipotesis

pertama ditolak. Hasil uji hipotesis kedua ketidakpastian tugas tidak berpengaruh

positif dalam memperkuat hubungan ketidakpastian lingkungan dan perilaku

pegawai. Oleh karena itu, hipotesis kedua ditolak. Hasil uji hipotesis ketiga

menunjukkan bahwa job insecurity berpengaruh positif dan secara statistik sangat

signifikan dalam memperkuat hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan

(42)

41

ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai. sehingga hipotesis ketiga

diterima.

Dari hasil analisa di atas, job insecurity merupakan fully moderated karena hipotesis job insecurity sebagai pemoderasi diterima, sedangkan pengaruh langsung ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai serta ketidakpastian tugas sebagai hipotesis model moderasi tidak terdukung.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa job insecurity dapat memperkuat pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai Pemda. Hal ini sesuai dengan realita yang ada akibat nuansa politik yang berkembang di birokrasi Pemerintah Daerah yang berdampak terhadap perilaku pegawai.

5.2Keterbatasan dan Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu penelitian sedikit. Hal ini terjadi karena keterbatasan penulis jika ingin melakukan penelitian dengan objek Pemda se-Lampung. Sehingga sampel penelitian ini berfokus pada Pemerintah Kota di provinsi Lampung.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R. N. dan V. Govindarajan. 1998. Management Control System. Ninth Edition. Boston: Mc Grow-Hill Co.

Anwar, Kasyful. 2004. Pengaruh Ketidakpastian Tugas dan Ketidakpastian Lingkungan yang Dipersepsikan terhadap Hubungan Informasi Akuntansi dengan Kinerja Manajer. Tesis Universitas Diponegoro (dipublikasikan). Semarang.

Astuti, Sri, 2003, “Pengaruh Diversitas Kemanfaatan dan Lingkup Pengembangan Kemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kepuasan Pemakai: Ketidakpastian Tugas Sebagai Faktor Moderasi”, Kompak, No. 7, Januari- April: 94-117.

Brownell, Peter and Hirst, Mark. 1986. “Reliance on Accounting Information, Budgetary Participation, and Task Uncertainty: Test of a Three-way Interaction.” Journal of Accounting Research. pp. 241-249.

Carino, Ledivina V. 1994. Beureaucracy for Democracy, the dynamicsof executive beureucracy interaction during governmental transitions. College of Public Administration, University of the Philippines.

Chenhall, R. H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early Implementation of Activity-Bast Cost Management. Behavioral Research in Accounting. Vol. 16, pp. 19-44.

Chenhall, R. H. and Morris D. (1986). “The Impact of Structure, Environtment and Interdependence on the Perceived Usefulness of Management Accounting Systems”. The Accounting Review. pp. 16-35.

Chiristina, Vita. 2010. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Ketidakpastian Lingkungan sebagai Variabel Moderating pada Pt Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Universitas Sumatera Utara (dipublikasikan). Medan.

(44)

43

Duncan, R. B. “Characteristic of Organizational Environment and Perceived Environmental Uncertainty”. Administrative Science Quarterly 17 (1972): hal.313- 27.

Fibrianti dan Riharjo. 2013. “Pengaruh Partisipasi Anggaran, Desentralisasi, Komitmen Organisasi, dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Kinerja Manajerial pada Pemerintahan Kota Surabaya.” Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Januari 2013: 108-121.

Fisher, C. 1996. “The Impact of Perceived Environmental Uncertainty and Individual Differences on Management Information Requirement, A Research Note”.

Fitri, Fauziah A. 2000. Pengaruh Organizational Commitment, Information Asymmetry dan Budget Emphasis dalam Hubungan antara Partisipasi dan Slack Anggaran. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fleming, L. (2001), “Recombinant uncertainty in technological search”, Management

Science, Vol. 47 No. 1, pp. 117-32.

Greenberg, J & Baron, R A. 2003. Behavior in Organization (8th ed). Singapore: Allyn & Bacon.

Greenglass, Esther, Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. 2002. “Impact of Restructuring, Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses.” Sress News January, 14(1):1-10.

Govindarajan, V. 1984. “Appropriateness of Accounting Data in Performance Evaluation: An Empirical Examination of Envirsomental Uncertainty as An Intervening Variable”. Accounting Organizations and Society 9(2): 125-135.

Hariyanto, Eko dan Margani Pinasti, 2002, “Pengaruh Keikutsertaan Manajer Dalam Penyusunan Budget Terhadap Perilaku Manajer yang Kinerjanya Dinilai Dengan Informasi Akuntansi”, Simposium Nasional Akuntansi V, September: 674-685.

Hartono, J. M. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least Square) Untuk Penelitian Empiris. Edisi I, BPFE, Yogyakarta.

Hatch, Mary Jo. 1997. Organizational Theory, Modern Symbolic And Postmodern Perspective. Oxford University Press, New York.

Haugen, JL. 2004. Relations Between Job Insecurity and Job Satisfaction Industrial Workers In Norway. Research CenterFor Health Promotion, Faculty of Psychology, University of Bergen. dalam (http://www.bergencenter_haugen04_com).

(45)

44

Hirst, M.K. 1981. “Accounting Information and The Evaluation of Subordinate Performance”. Journal of Applied Psychology 56 (4): 771-784.

Hulland, J. 1999. Use of Partial Least Squares (PLS) in Strategic Management Research: A Review of FourRecent Studies. Strategic Management Journal. Vol. 20, No. 2, pp. 195-204.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Yogyakarta: BPFE.

Kim, Changki, K. Suh, J. Lee. 1998. ”Utilization and User Satisfaction in End user computing, A Task Contingent Model”. Information Resources Management Journal. Fall. p. 11-24.

Kolbe, R. H. dan M. S. Burnett. 1991. Content-Analysis Research: An Examination of Applications with Directives for Improving Research Reliability and Objectivity. Journal of Consumer Research.

Krishnan, R., Martin, X. and Noorderhaven, N.G. (2006), “When does trust matter to alliance performance?”, Academy of Management Journal, Vol. 49 No. 5, pp. 894-917.

Kurniasari, L. 2004. ”Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job insecurity

Karyawan Terhadap Intensi Turnover”, Tesis S2 Tidak Dipublikasikan

Universitas Airlangga Surabaya.

Luthans, F. 1998. Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill Books Company.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia.

Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tersedia di http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/ artikel_3.htm

Milken, F. J. “Three Types of Oerceived Uncertainty About Environmental: State, Effect and Response Uncertainty”. Academy of Management Review 12 (1987): hal. 133-143.

Moorman, C. and Miner, A.S. (1997), “The impact of organizational memory on new product performance and creativity”, Journal of Marketing Research, Vol. 34 No. 1, pp. 91-106.

Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat. Ndraha, Taliziduhu. 2008. Budaya Kerja, Jakarta : BKU-MIP.

(46)

45

Rahayu, Isti. 1999. Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi Penganggaran dan Kinerja Manajerial. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI) Vol. 3 No. 2.

Rimandha, Yosita. 2004. Pengaruh Ketidakpastian Tugas terhadap Perilaku Manajer. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Rinarti, Deasy & Renyowijoyo, Muindro. 2007. “Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan dan Budaya Organisasi terhadap Partisipasi Penganggaran dan Kinerja Manajerial.” Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 8, No. 2, 124-135.

Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, STIE YKPN.

Smithson, J; Lewis, S. 2000. “Is job insecurity changing the psychological contract?” Personel Review, Vol.29, No.6, (dalam http://www.emeraldinsight.com/Insight/manualDocumentRequest.do;js essionid.

Sulaksono,Tri. 2005. Budaya Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Gaya Evaluasi Atasan terhadap Tekanan Kerja dan Kepuasan Kerja Bawahan. Tesis Universitas Diponegoro (dipublikasikan). Semarang.

Syam, Fazli. BZ dan I.W.Kusuma. 2001. “Pengaruh Informasi Akuntansi dan Ketidakpastian Tugas terhadap Perilaku Manajer: Sebuah Eksperimen Semu”. SNA. p. 250-276.

Sverke, M. and Hellgren, J. 2002. “The Nature of Job Insecurity: Understanding Employment Uncertainty on the Brink of a New Millenium.” Applied Psychology: An International Review 51(1): 23-42.(dalam http://www.blackwell-synergy.com/links/doi/10.1111).

Gambar

Tabel

Referensi

Dokumen terkait