• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI

MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON

Oleh

MULIA RAHMAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

RANCANG BANGUN ALAT PENGUMPUL PANAS ENERGI MATAHARI DENGAN SISTEM TERMOSIFON

Oleh Mulia Rahman

Ketersediaan energi fosil yang terbatas menuntut kita untuk mencari energi alternatif. Kolektor surya dengan sistem termosifon adalah salah satu alternatif energi yang ramah lingkungan, hemat, dan mudah didapatkan. Sistem termosifon merupakan pompa alamiah yang bekerja berdasarkan perbedaan masa jenis antara air dingin dan air panas, sehingga tidak memerlukan pompa listrik dalam

penggunaannya. Tujuan penelitian adalah membuat alat pengumpul panas energi Matahari atau kolektor surya dengan sistem termosifon dan mengujinya.

Metode penelitian terbagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap penentuan kriteria rancangan, tahap rancangan struktural, dan tahap rancangan fungsional.

Pelaksanakan prosedur kerja meliputi tahap perancangan desain, tahap pembuatan komponen-komponen utama, dan tahap perakitan komponen-komponen utama kolektor. Tahap perancangan alat dimulai dari membuat kotak kolektor, tangki penyimpan air panas, dan kerangka. Kotak kolektor terdiri dari pipa absorber, kaca dan plat alumunium, sedangkan tangki air panas terbuat dari ember yang telah dilapisi sterofoam, dan untuk kerangka/dudukan terbuat dari besi siku. Adapun prosedur pengujian dimulai dari persiapan peralatan, setelah itu meletakkan alat pada ruang terbuka mulai pukul 08:00-16:00 selama 8 hari. Dimensi kolektor surya dengan sistem termosifon yang telah dibuat yaitu panjang 1,5 m, lebar 1 m, dan tinggi 1 m, untuk dimensi komponen utama seperti kotak kolektor adalah panjang 100 cm, lebar 50 cm dengan ketebalan 5 cm, untuk bagian atas kolektor surya memakai transparent cover atau kaca dengan dimensi panjang 95 cm, lebar 50 cm dengan ketebalan 3 mm. Sedangkan untuk kapasitas tangki penyimpan air adalah 20 lt. Dari percobaan didapatkan bahwa efisiensi tertinggi kolektor surya adalah11,9% dengan intensitas Matahari rata-rata yaitu 756 W/m2 terjadi pada tanggal 11 Juli 2012 dan efisiensi terendah adalah 9,4 % dengan intensitas Matahari rata-rata yaitu 479 W/m2 terjadi pada tanggal 7 Juli 2012.

(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 3 Februari 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, pasangan dari Bapak Muslim dan Ibu Ermawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Pasir Gintung, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung pada tahun 2000, pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SLTP Negeri 17 Bandar Lampung pada tahun 2003, dan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Utama 3 Pahoman, Bandar Lampung pada tahun 2006.

Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknik

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Energi Surya ... 5

2.2. Perpindahan Panas ... 6

2.3. Jenis-jenis Kolektor ... 11

2. 4. Perpindahan Panas Pada Kolektor surya ... 16

2.5. Penyimpanan Energi Dalam Tangki ... 17

2.6. Efisiensi Kolektor Surya ... 20

III. METODELOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 22

3.2. Alat dan Bahan ... 22

3.2.1. Peralatan Pembuatan ... 22

3.2.2. Peralatan Pengujian ... 22

3.2.3. Bahan-bahan ... 23

3.3. Metode Perancangan ... 23

(7)

3.3.2. Rancangan struktural ... 24

3.3.3. Rancangan fungsional ... 25

3.4. Prosedur Kerja ... 26

3.4.1. Tahap perancangan desain ... 27

3.4.2. Tahap pembuatan komponen utama ... 27

3.4.3. Tahap perakitan ... 32

3.5. Prosedur Pengujian ... 33

3.6. Analisis Data ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Alat Pengumpul Panas Energi Matahari dengan Sistem Termosifon 37 4.2. Pembahasan. ... 38

4.2.1. Energi yang terkumpul pada tangki penyimpan ... 43

4.2.2. Suhu ... 44

4.2.3. Effisiensi ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1. Kesimpulan ... 50

5.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini ketersediaan energi dunia terutama minyak bumi semakin menipis. Kondisi ini menuntut kita untuk mencari energi alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa alternatif pengganti minyak bumi antara lain energi angin, air, nuklir, biomassa, dan cahaya Matahari. Energi Matahari adalah salah satu alternatif yang tidak polutif, dan mudah didapatkan.

Energi surya atau Matahari telah dimanfaatkan di berbagai belahan dunia, jika dieksploitasi dengan tepat energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Energi Matahari dapat digunakan untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan.

(9)

Matahari rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 per hari dengan variasi bulanan sekitar 9% (Kementrian ESDM, 2010).

Selama ini, pemanfaatan energi panas Matahari di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung saat Matahari terik. Contoh lain ialah petani garam yang memanfaatkan sinar Matahari untuk membuat garam. Di daerah yang beriklim dingin, sebagian masyarakat harus merebus air untuk keperluan mandi pada pagi hari. Dari permasalahan itu diperlukan alat untuk menyimpan energi panas. Salah satu cara untuk menyerap energi panas Matahari ialah dengan menggunakan sebuah pengumpul panas atau biasa disebut kolektor surya.

Kolektor surya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi panas Matahari. Prinsip kerja kolektor surya yaitu energi panas Matahari

dikumpulkan di dalam kolektor surya kemudian energi panas tersebut akan diserap oleh pipa absorber sehingga air yang berada di dalam pipa absorber akan panas, air panas tersebut akan disalurkan oleh selang penyalur air ke tangki penyimpan air panas untuk menyimpan panas sementara.

(10)

Salah satu tipe kolektor surya adalah tipe plat datar dengan sistem termosifon. Disebut plat datar karena menggunakan absorber lembaran plat alumunium. Sedangkan pipa absorber dibuat dari tembaga. Pemilihan tembaga karena daya hantar panas yang tinggi. Kolektor surya tipe ini cukup baik dalam

mengumpulkan panas, dan relatif murah.

Kolektor surya dengan sistem termosifon banyak digunakan di pasaran, karena tidak perlu menggunakan pompa, tidak menggunakan energi listrik dan tidak rumit dalam pembuatannya. Biaya pembuatan kolektor surya dengan sistem termosifon lebih murah bila dibandingkan dengan kolektor surya dengan menggunakan pompa. Kekurangan dari sistem termosifon adalah kapasitas kerjanya yang terbatas maksimal 600 lt (disesuaikan dengan luasan kolektor dan efisiensi kolektor) dan peletakan tangki penyimpan harus di atas kolektor, sehingga harus membuat rangka yang kokoh untuk menahan beban dari tangki penyimpan. Bila diletakkan di atas atap rumah cukup mengkhawatirkan bila atap rumah rapuh kemungkinan akan rubuh. Sedangkan kelebihan sistem pompa yaitu memiliki kapasitas kerja lebih dari 1000 lt, kapasitas ini cocok untuk skala besar. Peletakkan tangki penyimpan untuk sistem pompa bisa diletakkan di bawah, sehingga tidak perlu membuat rangka yang besar dan kokoh.

(11)

Berdasarkan pemaparan di atas penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “ Rancang Bangun Alat Pengumpul Panas Energi Matahari dengan Sistem

Termosifon“.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat alat Solar Thermal Colector atau pengumpul panas Matahari dengan sistem termosifon.

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Energi Surya

Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi panas surya (Matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia

menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi Matahari, namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya bagi satelit angkasa luar (Anonim, 2012).

(13)

terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar.

Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh pemerintah Indonesia karena sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar.

Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, 2 macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu:

Teknologi energi surya fotovoltaik, energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin dengan kapasitas total ± 6 MW.

Teknologi energi surya termal, energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air (Kementrian ESDM, 2010).

2.2. Perpindahan Panas

(14)

tumbukan antara elektron-elektron bebas di dalam logam dan atom logam tersebut mengakibatkan terjadinya konduksi. Konduksi kalor hanya terjadi jika ada

perbedaan temperatur (Giancoli, 2001).

Menurut Tipler (1998), Energi panas ditransfer dari suatu tempat ke tempat lain melalui tiga proses: yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada konduksi, energi panas ditransfer lewat interaksi antara atom atau molekul, walaupun atom-atom dan molekulnya sendiri tidak berpindah. Sebagai contoh, jika salah satu ujung sebuah batang padat dipanaskan, maka atom di ujung dipanaskan bergetar dengan energi yang lebih besar dibandingkan di ujung yang lebih dingin. Karena interaksi atom-atom yang lebih energetik dengan sekitarnya, energi dipindahkan sepanjang batang. Jika padatan adalah logam, maka perpindahan energi panas dibantu oleh elektron-elektron bebas, yang bergerak di seluruh logam, sambil menerima dan memberi energi panas ketika bertumbukan dengan atom-atom logam. Dalam gas, panas dikonduksi oleh tumbukan langsung molekul-molekul gas. Molekul di bagian yang lebih panas dari gas mempunyai energi rata-rata yang lebih tinggi daripada molekul-molekul di bagian yang lebih dingin dari gas. Bila molekul yang berenergi lebih tinggi bertumbukan dengan molekul yang berenergi lebih rendah, maka sebagian energi molekul yang berenergi tinggi ditransfer ke molekul berenergi rendah.

(15)

secara uniform (jika batang uniform) dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Laju perubahan temperatur sepanjang batang ΔT/Δx dinamakan gradient

temperatur. Perhatikan bagian yang kecil dari batang, suatu potongan yang tebalnya Δx, dan misalkan ΔT adalah beda temperatur pada potongan. Jika ΔQ jumlah energi panas yang dikonduksikan lewat potongan itu dalam waktu Δt, maka laju konduksi energi panas ΔQ/Δt dinamakan arus panas I. Secara

experimen, ditemukan bahwa arus panas sebanding dengan gradient temperatur dan dengan luas penampang A, secara umum dirumuskan dengan Persamaan sebagai berikut:

………...(1)

Dimana: I = Laju perpindahan kalor (W). Δt = Waktu (s)

ΔQ = Jumlah energi panas (Joule atau W.s). k = Konduktivitas termal (W.m-1.oC-1). A = Luas penampang (m2).

= Gradien suhu (oC.m-1).

(16)

memuai pada saat dipanaskan, dan kerapatannya akan berkurang, sehingga udara panas tersebut naik.

Menurut Tipler (1998), konveksi panas dipindahkan lansung lewat perpindahan massa. Sebagai contoh, bila udara dekat lantai dipanaskan, udara memuai dan naik karena kerapatannya yang lebih rendah. Jadi energi panas di udara panas ini dipindahkan dari lantai ke langit-langit bersama dengan massa udara panas.

Menurut Giancoli (2001), konveksi dan konduksi memerlukan adanya materi sebagai medium untuk membawa kalor dari daerah yang lebih panas ke daerah yang lebih dingin. Tetapi jenis ketiga dari transfer kalor terjadi tanpa medium apapun, yaitu radiasi. Semua kehidupan di dunia ini bergantung dari energi yang ditransfer dari Matahari, dan energi ini ditransfer ke bumi melalui ruang yang hampa. Bentuk transfer energi ini dalam kalor karena temperatur Matahari jauh lebih besar (6000K) dari bumi.

Menurut Tipler (1998), energi radiasi, dipancarkan dan diserap oleh benda-benda dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi ini bergerak lewat ruang dengan kecepatan cahaya. Radiasi panas, gelombang cahaya, gelombang radio,

(17)

Mekanisme ketiga untuk transfer energi panas adalah radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Laju radiasi energi panas suatu benda sebanding dengan luas benda dan dengan pangkat empat temperatur absolutnya. Hasil ini ditemukan secara empiris oeh Josef Stefan pada 1879 dan diturunkan secara teoritis oleh Ludwig Boltzmann kira-kira lima tahun kemudian, sehingga dinamakan hukum Stefan Boltzmann, dinyatakan dengan Persamaan sebagai berikut:

P = e

σ.A.T

4...(2)

Dimana: P = Daya yang diradiasikan (W). e = Emesivitas (0 sampai 1)

σ = Konstanta Stefan-Boltzman (5,669 x 10-8 W.m-2.K-4). A = Luas permukaan (m2).

T = Suhu (K).

Bila radiasi jatuh pada benda tak tembus cahaya, sebagian radiasi direfleksikan dan sebagian diserap. Benda-benda berwarna terang memantulkan sebagian besar radiasi nampak, sedangkan benda-benda gelap menyerap sebagian besar

daripadanya.

(18)

2.3. Jenis-jenis Kolektor

Beberapa jenis kolektor yang pernah dirancang adalah kolektor surya tipe prismatik, kolektor surya tipe semisilindris dan kolektor surya plat datar. Kolektor–kolektor tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

2.3.1. Kolektor surya tipe prismatik

(19)

Gambar 1. Kolektor surya tipe prismatik.

2.3.2. Kolektor surya tipe semisilindris

Penelitian kolektor surya tipe semi silindris pernah dilakukan oleh Syahri (2011)

dengan judul ” Rancang Bangun Sistem Desalinasi Energi Surya Menggunakan

Absorber Bentuk Separo Elip Melintang”. Penelitian yang dilakukan oleh Syahri menghasilkan kesimpulan yaitu rancang bangun kolektor surya dengan

penggantian plat absorber dari plat datar menjadi plat gelombang (setengah elips) akan meningkatkan efisiensi kolektor surya dengan cara memperbesar luasan penyerapan efektif dan meminimalkan kehilangan energi panas akibat pantulan keluar dari kolektor surya.

Penelitian kolektor surya tipe semi silindris juga pernah dilakukan oleh Burhan,

dkk (2012) dengan judul ” Pemanfaatan Kolektor Surya Pemanas Air dengan

Menggunakan Seng Bekas Sebagai Absorber untuk Mereduksi Pemakaian Bahan

Pemanfaatan

air panas Suplai air

dingin

Ket:

1.Kaca bening tembus cahaya 2.Plat dicat hitam

(20)

Bakar Minyak Rumah Tangga”. Penelitian yang dilakukan oleh M. Burhan, dkk menghasilkan kesimpulan yaitu: Desain kolektor yang optimal didapatkan pada penggunaan tebal kaca 5 mm dan jarak absorber ke kaca penutup 30 mm. Desain ini menghasilkan efisiensi rerata tertinggi sebesar 79,6% dibanding lainnya. Penggunaan kolektor dengan desain tersebut lebih optimal dalam mempercepat proses pendidihan air. Bahan bakar yang dapat direduksi rata-rata 52,32%. Luas permukaan kolektor adalah 1,2 m2 dengan kapasitas 18 liter/jam. Kolektor ini dapat dimanfaatkan sebagai pre-heater air bagi kebutuhan rumah tangga.

2.3.3. Kolektor surya tipe plat datar

Penelitian tentang kolektor surya plat datar pernah diteliti oleh Burhanuddin (2005) dengan judul “Karakteristik Kolektor Surya Plat Datar Dengan Variasi Jarak Penutup “. Penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin menghasilkan tiga kesimpulan yaitu: Pertama, pada ketiga variasi jarak plat penyerap dengan kaca transparan, didapatkan nilai perbedaan temperatur input-output tertinggi pada jarak 3 cm dan terendah pada jarak 9 cm, dan plat penyerap akan menyerap radiasi Matahari secara maksimal jika posisi plat tersebut tegak lurus dengan arah datang radiasi Matahari. Kedua, kemiringan kolektor surya semakin mendekati sudut zenit maka perbedaan temperatur input-output semakin besar, dan ketiga, efisiensi termal bergantung dari intensitas Matahari, temperatur masukan, temperatur keluaran, dan aliran udara efisiensi termal.

(21)

Tirtoatmodjo menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan kolektor dengan dua buah kaca penutup adalah lebih baik dari pada hanya menggunakan sebuah kaca penutup saja. Perbedaan suhu yang dicapai dengan percobaan dengan dua buah kaca penutup untuk intensitas cahaya total antara 447 hingga 711 Watt/m2 adalah 25°C hingga 42°C sedangkan kolektor dengan sebuah kaca penutup yang menerima intensitas cahaya mulai dari 419 hingga 741 Watt/m2 hanya memiliki perbedaan suhu antar 15°C hingga 28°C saja. Secara umum dapat dikatakan pula bahwa penggunaan

kolektor dengan dua buah kaca penutup adalah lebih efektif pada intensitas cahaya yang relatif tinggi, dalam percobaan ini jika di atas 600 Watt/m2.

Wirawan dan Sutanto (2011) pernah meneliti kolektor surya plat datar dengan

judul “Analisa Laju Perpindahan Panas Pada Kolektor Surya Tipe Plat Datar

Dengan Absorber Pasir”. Penelitian yang dilakukan oleh Wirawan dan Sutanto menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: Pertama, kalor yang diserap oleh air pada kolektor surya absorber plat aluminium lebih besar dibandingkan dengan kolektor surya absorber pasir. Kedua, semakin besar debit aliran air yang mengalir dalam kolektor maka kalor yang diserap oleh air semakin besar karena meningkatnya laju aliran massa air. Ketiga, kerugian kalor yang dialami oleh kolektor surya absorber plat aluminium lebih tinggi dibandingkan dengan kolektor surya absorber pasir.

(22)

yaitu: Pertama, penggunaan konsentrator dua cermin datar dapat meningkatkan fluks kalor yang diserap absorber. Fluks kalor yang diserap absorber

menggunakan cermin (Srata-rata) = 556,05 Watt, sedangkan tanpa cermin Srata-rata =

425,52 Watt. Kedua, penggunaan konsentrator dua cermin datar dapat

meningkatkan energi berguna (qu) kolektor, untuk kolektor yang menggunakan cermin qurata-rata = 495,4 Watt, kolektor tanpa cermin qurata-rata = 290,4 Watt.

Ketiga, penggunaan konsentrator dua cermin datar dapat meningkatkan efisiensi kolektor, untuk kolektor yang menggunakan cermin ηd = 51,8 %, sedangkan

kolektor tanpa cermin ηd = 29,7 %.

Sucipta, dkk (2010) melakukan penelitian kolektor surya plat datar dengan judul

“Analisis Performa Kolektor Surya Plat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip”. Penelitian yang dilakukan oleh Sucipta, dkk menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: Pertama, untuk ketiga variasi luasan permukaan sirip yang diuji pada laju aliran massa yang sama diperoleh temperatur udara keluaran kolektor untuk kolektor dengan aliran udara di atas plat penyerap lebih tinggi dibandingkan temperatur udara keluar kolektor dengan aliran udara di bawah plat penyerap. Kedua, kolektor dengan aliran udara di atas plat penyerap

menghasilkan energi berguna lebih besar dibandingkan kolektor dengan aliran udara di bawah plat penyerap, untuk ketiga variasi luasan permukaan sirip.

(23)

Gambar 2. Kolektor surya tipe plat datar.

Sistem termosifon merupakan sistem yang paling banyak digunakan pada saat ini, beberapa faktor yang mendukung sistem ini antara lain:

1. Ekonomis, karena instalasinya tidak memerlukan pompa tapi

menggunakan sistem perbedaan densitas pada suhu panas dan pada suhu dingin, sehingga air yang panas akan bergerak ke atas dan air yang dingin akan mengisi ruang yang ditinggalkan air panas.

2. Sistem perpindahan yang alamiah. 3. Sistemnya sederhana.

2.4. Perpindahan Panas Pada Kolektor Surya

(24)

konveksi alami. Perpindahan panas pada kolektor surya dengan cara konveksi alamiah sama dengan sistem termosifon.

Kekhususan cara kerja sistem termosifon terletak pada sistem kerja dan

konstruksinya. Sistem ini merupakan dasar dari seluruh sistem sirkulasi pemanas air tenaga surya. Sistem termosifon adalah sirkulasi fluida kerja yang terjadi pada sistem tertutup dimana berat jenis fluida yang lebih tinggi berada di bawah dan berat fluida yang lebih ringan berada di atas. Kerja sistem dimulai ketika energi surya mencapai kolektor yang terdiri dari plat alumunium dan pipa absorber yang dialiri air. Pada saat inilah terjadi konversi energi panas Matahari menjadi energi panas yang terkumpul pada kolektor. Ketika terpanasi, air akan mengalami perkembangan atau muai volum sehingga berat jenis air yang rendah cenderung akan menempati posisi di atas dibandingkan air yang mempunyai berat jenis yang lebih tinggi. Kecenderungan ini memaksa air untuk bersirkulasi dalam pipa yang telah didesain. Sistem termosifon pada kolektor surya dapat dilihat pada Gambar 3.

2.5. Penyimpan Energi Dalam Tangki

(25)

Gambar 3. Sistem termosifon pada kolektor surya.

Energi Matahari dapat disimpan sebagai kalor sensibel yang hanya melibatkan perubahan suhu medium penyimpanan atau sebagai kalor laten yang juga melibatkan perubahan fase medium penyimpanan. Penyimpanan kalor sensibel lebih lazim dipakai. Tangki penyimpan kalor sensibel dengan media air dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tangki penyimpan kalor sensibel dengan media air.

Suatu bahan padat yang stabil secara termal dengan kalor jenis yang relatif tinggi dan rapat massa tinggi dapat digunakan untuk menyimpan kalor sensibel. Kalor

Air panas masuk ke dalam tangki peyimpan air

Aliran termosifon

Kolektor Air dingin

masuk kolektor

(26)

jenis rapat massa yang tinggi diperlukan untuk mengecilkan volume

penyimpanan. Kalor yang disimpan dapat dinyatakan dengan Persamaan sebagai berikut:

...(3) Dimana: E = Kalor yang tersimpan dalam air (J).

m = Massa air yang disimpan (kg).

Cp = Kapasitas panas spesifik air (4187 J.kg-1.oC-1).

= Takhir – Tawal (oC).

Kapasitas penyimpanan optimum tergantung pemakaian. Jika kapasitas terlampau kecil, maka sebagian energi yang telah terkumpul akan terbuang sia-sia. Dengan demikian luas permukaan kolektor kurang termanfaatkan atau kurang optimal. Akan tetapi bila terjadi sebaliknya yaitu terlalu banyak air yang akan dipanaskan maka tidak tercapainya suhu yang diharapkan. Rumus-rumus yang akan

digunakan dalam menghitung energi dalam tangki adalah sebagai berikut ini:

=

T

akhir

T

awal ...(4)

...(5)

E

p

= I

bt

.A

k

.

...(6)

E

in

= A

k

.

I

bt

.

εkaca ε

tembaga ...(7)

E

in L

= E

in.

η

p...(8)

atau ...(9) ...(10)

(27)

Ein L = Daya yang terserap kolektor (W).

Q = Energi yang diserap oleh kolektor (Joule). = Beda suhu tangki penyimpan (oC).

2.6. Efisiensi Kolektor Surya

Efisiensi kolektor surya adalah perbandingan antara energi yang

diserap dengan jumlah energi surya yang diterima pada waktu tertentu oleh kolektor surya. Efisiensi kolektor surya dapat dinyatakan dengan Persamaan sebagai berikut:

...(11)

Dimana

:

η

= Efisiensi kolektor surya.

(28)

m = Massa air yang disimpan (kg).

Cp = Kapasitas panas spesifik air (4187 J.kg-1.oC-1).

(29)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 – 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Dalam pembuatan kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon diperlukan beberapa peralatan dan bahan-bahan yang terdiri dari: Peralatan pembuatan, peralatan pengujian, dan bahan-bahan.

3.2.1. Peralatan pembuatan

Peralatan yang akan digunakan untuk membuat kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon adalah mesin pemotong, mesin gerinda, mesin bor, meteran, dan las listrik.

3.2.2. Peralatan pengujian

(30)

3.2.3. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon adalah besi siku 3 batang, kaca dengan ketebalan 3 mm, sambungan T, sterofoam, papan dengan lebar 25 cm dengan tebal ½ inchi, elektroda las 10 batang, paku 1 inchi, dan plat alumunium.

3.3. Metode Perancangan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna melengkapi dan menyempurnakan kolektor surya. Pertama, kriteria rancangan yang bertujuan untuk menentukan dimensi rancangan, ukuran, dan bahan yang digunakan serta target minimal yang akan dicapai. Kedua, rancangan struktural yaitu gambaran utuh dari sebuah rancangan yang terdiri dari tata letak dan struktur rancangan. Ketiga, rancangan fungsional yaitu penjelasan atas semua fungsi dari setiap komponen.

3.3.1. Kriteria rancangan

Kriteria rancangan yang menjadi acuan dalam pembuatan kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon adalah minimal sudah bekerja sesuai prinsip termosifon. Adapun luas kolektor yang akan dibuat adalah 1,00 m x 0,50 m atau 0,50 m2. Bagian kolektor surya dirancang membentuk sudut 15º. Volume tangki penyimpan air panas yang akan dibuat adalah 20 lt dengan dimensi tinggi 0,40 m x diameter 0,30 m. Tipe ini dirancang untuk mencapai temperatur (60 - 70) ºC.

(31)

tembaga dengan diameter pipa 3/8 inchi dan panjang 8 m, dengan asumsi efisiensi kolektor 30 %, maka digunakan Persamaan 6, 7, 8, dan 10, perhitungan waktu yang dibutuhkan kolektor terdapat pada Lampiran 1.

Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor tipe ini antara lain: transparent cover, absorber, isolator, dan kerangka.

3.3.2. Rancangan struktural

Rancangan struktural dalam pembuatan kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon terdiri dari beberapa komponen yaitu, absorber atau penyerap panas, isolator, transparent cover, dan kerangka. Absorber terbuat dari plat alumunium dan tembaga yang dicat hitam pada bagian atasnya. Pipa tembaga dengan diameter 3/8 inchi dengan panjang 8 m. Jadi di dalam pipa tembaga inilah air dipanaskan. Pergerakan air dalam kolektor dapat dilihat pada Gambar 5. Pada bagian samping kotak dibuat lubang yang tersambung dengan selang penyalur air yang terbuat dari plastik, selang penyalur air ini tersambung dengan tangki

(32)

Gambar 5. Pergerakan air dalam kolektor.

atasnya. Dudukan kolektor dirancang membentuk sudut 15º. Sedangkan dudukan tangki penyimpan dirancang datar. Dudukan tangki penyimpan dirancang lebih tinggi dari kolektor agar tidak terjadi siklus arus balik. Rancangan struktural kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon dapat dilihat pada Gambar 6.

3.3.2. Rancangan fungsional

Dalam rancangan pembuatan kolektor surya tipe plat datar dengan sistem

termosifon terdiri dari beberapa bagian utama yaitu, kolektor surya yang berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan panas dari Matahari agar diserap oleh

(33)

Keterangan: a. Tangki penyimpan d. Isolator dari papan

b. Penutup dari kaca e. Selang penyalur air dingin c. Selang penyalur air panas f. Rangka kolektor dan tangki

penyimpan

Gambar 6. Rancangan struktural kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon.

untuk memberikan efek rumah kaca agar energi panas terperangkap dalam

kolektor. Bagian tangki penyimpan air berfungsi untuk menyimpan energi panas. Sedangkan pelapisan dengan sterofoam pada tangki penyimpan bertujuan untuk mengurangi energi panas yang terbuang. Bagian yang terpenting yang lain adalah bagian rangka atau dudukan yang berfungsi sebagai penyangga kolektor dan tangki penyimpan.

3.4. Prosedur Kerja

Dalam melaksanakan prosedur kerja harus mengikuti tahap-tahap prosedur agar mendapatkan hasil yang baik dan lebih teratur dalam pengerjaannya. Adapun tahap pertama adalah perancangan desain, kedua, tahap pembuatan

komponen-c a

e

f b

(34)

komponen utama, dan yang terakhir adalah tahap perakitan komponen-komponen utama kolektor.

3.4.1. Tahap perancangan desain

Dalam perancangan desain kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon ada beberapa hal yang perlu diperhatikan baik dalam penentuan bagian-bagian

komponen maupun dimensi komponen yang akan dibuat. Berikut langkah-langkah yang akan dilakukan:

a. Mendesain dimensi konstruksi komponen utama kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon untuk menentukan ukuran kolektor yang akan dibuat.

b. Mendesain dimensi tangki penyimpanan, sistem penyaluran air dengan pipa dan dudukan tangki.

c. Pemilihan material yang cocok untuk kolektor surya.

3.4.2. Tahap pembuatan komponen utama

Dalam tahap pembuatan kolektor surya harus diperhatikan langkah-langkah pembuatan. Langkah-langkah pembuatan kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon dilakukan dengan pengelompokan komponen-komponen utama. Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut:

a. Kolektor

(35)

pemotong dan elektroda las. Langkah-langkah pembuatan kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon adalah sebagai berikut:

1. Memotong papan untuk bagian bawah dan bagian samping dengan tahap pengerjaan yaitu:

a) Untuk bagian bawah papan dipotong dengan ukuran 100 cm sebanyak 2 buah potongan dengan asumsi lebar papan 25 cm sehingga lebar papan keseluruhan adalah 50 cm.

b) Untuk bagian samping, papan dipotong dengan ukuran 98 cm x 5 cm sebanyak 2 buah potongan, dan 50 cm x 5 cm sebanyak 2 buah potongan.

2. Memasang papan bagian bawah dengan plat alumunium, kemudian memasang papan untuk bagian samping. Skema pemasangan papan bagian bawah, papan bagian samping dan plat alumunium dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Skema pemasangan papan bagian bawah, papan bagian samping dan plat alumunium.

5 cm

50 cm 98 cm

Papan 100 cm x 50 cm

(36)

3. Memotong pipa absorber yang terbuat dari tembaga dengan ukuran40 cm sebanyak 20 potong. Kemudian menyambung potongan pipa absorber dengan klem selang dan selang plastik. Sambungan pipa absorber dibuat sepanjang 4 m x 2. Kemudian membuat selang penyalur air. Bahan yang digunakan untuk membuat selang penyalur air terbuat dari plastik. Alat dan bahan yang digunakan membuat selang penyalur air adalah klem selang, lem silikon dan pisau. Proses pembuatan selang penyalur air adalah dengan memotong selang dengan panjang 125 cm sebanyak satu buah dan 50 cm sebanyak dua buah. Kemudian menyambungkan selang penyalur dengan sebuah sambungan yang bercabang tiga yang terbuat dari kuningan yang terletak di samping kolektor. Setelah itu selang penyalur air disambungkan dengan tangki penyimpan, kemudian setiap sambungan diikat dengan klem selang. Setelah itu menghubungkan pipa absorber dengan selang penyalur air. Skema pemasangan selang penyalur air dan pipa absorber dapat dilihat pada Gambar 8.

4. Kemudian memasang pipa absorber pada kotak kolektor. Skema pemasangan pipa absorber dengan kolektor surya dapat dilihat pada Gambar 9.

b. Tangki penyimpanan air panas

(37)

Ket:

Pipa absorber (tembaga)

Ф = 0,965 cm ; panjang 8 m

Gambar 8. Skema pemasangan selang penyalur air dan pipa absorber.

Gambar 9. Skema pemasangan pipa absorber dengan kolektor surya.

sterofoam dilubangi sejajar dengan lubang pada ember yang telah dibuat.

Kemudian membuat penutup dari sterofoam untuk bagian atas dan membuat alas dari sterofoam untuk bagian bawahnya. Setelah penutup atas dan alas bawah dibuat, maka penutup atas dan alas bawah ditempelkan pada bagian atas dan alas

50 cm 98 cm

kaca

30 cm

cm

40 cm

Pipa absorber

8 cm 50 cm

Tangki penyimp

an

(38)

bawah ember. Skema pelapisan tangki penyimpan dengan sterofoam dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Skema pelapisan tangki penyimpan dengan sterofoam.

c. Dudukan kolektor dan tangki penyimpan

Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat dudukan kolektor surya dan tangki penyimpan adalah besi siku, elektroda las, mesin pemotong, meteran dan las listrik. Proses pembuatannya dimulai dari memotong besi siku dengan ukuran dan jumlah sebagai berikut:

1) 100 cm sebanyak 2 buah.

Alas bawah tangki penyimpan

Penutup atas tangki penyimpan

D = 34 cm

D = 30 cm

50 cm

D = 34 cm

(39)

7) Kemudian mengelas bagian-bagian yang telah dipotong sesuai rangka yang telah dirancang. Skema perancangan dudukan kolektor surya dan tangki penyimpan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Skema perancangan dudukan kolektor surya dan tangki penyimpan.

3.4.3. Tahap perakitan

Dalam proses perakitan komponen kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon harus diperhatikan urutan perakitan. Adapun sebagai urutan-urutan perakitan adalah sebagai berikut:

1) Pertama, meletakkan kolektor surya yang telah dibuat pada dudukan yang telah disediakan untuk kolektor surya yang ditunjukan pada Gambar 12. 2) Kedua, meletakan tangki penyimpanan air panas pada bagian bagian yang

telah ditunjukkan seperti pada Gambar 12.

3) Setelah itu menghubungkan selang penyalur air pada tiga lubang yang ada pada tangki penyimpan air panas yang terletak pada bagian atas tengah

50 cm 40 cm 60 cm

100 cm 60 cm

30 cm 10 cm

40 cm

(40)

dan bagian bawah. Proses perakitan komponen-komponen kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Proses perakitan komponen-komponen kolektor surya plat datar dengan sistem termosifon.

3.5. Prosedur Pengujian

Setelah pembuatan kolektor surya selesai, maka kolektor surya harus diuji untuk mengetahui kemampuan kerjanya. Adapun dalam prosedur pengujian diperlukan beberapa peralatan. Peralatan yang akan digunakan dalam pengujian kolektor surya tipe ini adalah sebagai berikut:

a) Solarimeter/luxmeter yang berfungsi sebagai pengukur radiasi Matahari yang mengenai kolektor.

b) Termometer batang berfungsi untuk mengukur suhu air yang masuk ke tangki dan mengukur suhu air yang akan keluar kolektor.

c) Termokopel yang berfungsi untuk mengukur suhu air pada tangki pada bagian bawah, tengah maupun atas.

1 2

Menghubungkan selang penyalur ke lubang atas

Meletakan kolektor pada tempat dudukan Meletakan tangki

penyimpan pada tempat dudukan

(41)

d) Stopwatch sebagai pengukur waktu.

Pengujian kolektor dilakukan dengan metode efisiensi harian untuk mengetahui kemampuan kerja kolektor surya. Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Mempersiapkan peralatan pengujian dan alat ukur. 2) Kolektor diletakkan pada ruangan terbuka.

3) Waktu pengujian dimulai pada pukul 08:00 s/d 16:00 WIB. 4) Lama pengujian 8 hari.

5) Kemudian melakukan pengamatan dan pengukuran variabel sebagai berikut:

Menimbang dan mencatat massa air dalam tangki penyimpan air, kg.

Mencatat temperatur air masuk ke kolektor, ºC. Mencatat temperatur air keluar dari kolektor, ºC.

Mencatat temperatur air di dalam tangki penyimpan pada tiga titik berbeda. Titik pengukuran pada tangki penyimpan air panas dapat dilihat pada Gambar 13.

Mencatat intensitas radiasi Matahari, W/m2. Mencatat temperatur udara di sekeliling, ºC.

Mencatat temperatur selang penyalur air panas yang masuk ke tangki penyimpan, ºC.

(42)

6) Pencatatan data dilakukan selang waktu 30 menit, selama waktu pengujian yang telah ditentukan.

Gambar 13. Titik pengukuran pada tangki penyimpan air panas.

3.6. Analisis Data

Dalam perancangan kolektor surya tipe plat datar dengan sistem termosifon, diperlukan sebuah pengamatan dan analis data untuk mengetahui kemampuan kerja alat. Adapun yang menjadi fokus pengamatan adalah sebagai berikut:

Temperatur air masuk ke kolektor. Temperatur air keluar dari kolektor.

Temperatur selang penyalur air panas yang masuk ke tangki penyimpan. Temperatur selang penyalur air dingin yang masuk ke kolektor.

Intensitas radiasi Matahari. Temperatur udara di sekeliling. Massa air dalam tangki penyimpan. Lama pengujian.

(43)
(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama delapan hari dari tanggal 6 – 13 Juli 2012, maka didapat data-data pengamatan yang selanjutnya akan dianalisis. Analisis dilakukan dengan menghubungkan keterkaitan antara suhu, intensitas Matahari, dan efisiensi. Data pengamatan akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan analisis disajikan dalam bentuk grafik.

4.1. Alat Pengumpul Panas Energi Matahari dengan Sistem Termosifon

Penelitian telah menghasilkan alat pengumpul panas energi Matahari dengan sistem termosifon. Dimensi alat hasil rancangan adalah:

a) Dimensi alat adalah panjang 1,5 m, lebar 0,5 m, dan tinggi alat 1 m, b) Dimensi komponen utama seperti kotak kolektor adalah panjang 100 cm,

lebar 50 cm x dan ketebalan 5 cm.

c) Transparent cover atau kaca adalah panjang 95 cm, lebar 50 cm dengan ketebalan 3 mm.

(45)

Gambar 14. Hasil rancang bangun alat pengumpul panas energi Matahari dengan sistem termosifon

4.2. Pembahasan

Dari data hasil penelitian intensitas Matahari rata-rata harian tertinggi didapat 818 W/m2 pada tanggal 13 Juli 2012 dengan suhu awal tangki 31 ºC dan suhu akhir 44,7 ºC, sedangkan terendah didapat 335 W/m2 pada tanggal 12 Juli 2012 dengan suhu awal tangki 30 ºC dan suhu akhir 35,3 ºC. Energi yang terbersar terkumpul adalah energi pada tanggal 11 Juli 2012 yaitu sebesar 1147,24 kJ dengan

intensitas Matahari sebesar 757 W/m2. Walaupun intensitas Matahari pada

a.Kolektor surya dengan kaca penutup

b. Kolektor surya tanpa kaca

(46)

tanggal 13 Juli paling besar yaitu 818 W/m2 tetapi energi yang diserap lebih kecil daripada tanggal 11 Juli, hal ini dikarenakan suhu awal tangki pada tanggal 13 Juli lebih besar yaitu 31 ºC daripada tanggal 11 Juli yaitu 30 ºC. Hasil pengamatan kolektor surya tanggal 6 – 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

(47)

Gambar 15. Grafik intensitas Matahari dan kenaikan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 13 Juli 2012.

Pada grafik intensitas Matahari dan kenaikan suhu air dalam tangki pada tanggal 6 - 9 Juli 2012 (Gambar 16) terlihat dimana kenaikan suhu air dalam tangki

penyimpan terjadi antara pukul 8:30 sampai pukul 14:00. Setelah pukul 14:00 suhu air dalam tangki penyimpan konstan walaupun alat masih mendapat energi dari sinar Matahari. Hal ini menunjukan bahwa setelah pukul 14:00 suhu air dari selang penyalur air panas (Tin) lebih kecil daripada suhu air yang ada dalam tangki penyimpan (TAv), sehingga tidak terjadi aliran air, data dan hasil

perhitungan kolektor surya terdapat pada Lampiran 2 (Tabel 2 – Tabel 5). Grafik intensitas Matahari dan kenaikan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 6 - 9 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 16.

31.032.7

Suhu air dalam tangki penyimpan

(48)

0

Gambar 16. Grafik intensitas Matahari dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 6 - 9 Juli 2012.

Hal tersebut sama dengan yang ditunjukan Gambar 17, yaitu dimana kenaikan suhu air dalam tangki penyimpan terjadi antara pukul 8:30 sampai pukul 14:00. Setelah pukul 14:00 suhu air dalam tangki penyimpan konstan walaupun alat masih mendapat energi dari sinar Matahari. Hal ini disebabkan oleh suhu air dari selang penyalur air panas (Tin) lebih kecil daripada suhu air yang ada dalam tangki penyimpan (TAv), sehingga tidak terjadi aliran, data dan hasil perhitungan kolektor surya terdapat pada Lampiran 2 (Tabel 6 – Tabel 9). Grafik intensitas

Ket:

Tanggal 8 Juli 2013

Tanggal 7 Juli 2013 Tanggal 6 Juli 2013

Tanggal 9 Juli 2013

(49)

0

Matahari dan kenaikan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 9 - 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik intensitas Matahari dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 10 – 13 Juli 2012.

Bila diperhatikan dengan seksama terlihat bahwa intensitas Matahari fluktuatif atau tak menentu kadang naik terkadang turun namun suhu air dalam tangki tetap naik walaupun intensiatas turun, hal ini dikarenakan oleh suhu dalam kotak kolektor (Tkol) lebih tinggi daripada suhu lingkungan (T luar), data dan hasil perhitungan kolektor surya terdapat pada Lampiran 2 (Tabel 2 – Tabel 9). Suhu

Ket:

Tanggal 13 Juli 2012 Tanggal 12 Juli 2012

Tanggal 10 Juli 2012 Tanggal 11 Juli 2012

(50)

udara dalam kotak kolektor tanggal 6 – 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 6 – 13 Juli 2012.

4.2.1. Energi yang terkumpul pada tangki penyimpan

Pada Gambar 19 terlihat bahwa energi yang diserap (Q serap) berbanding lurus dengan intensitas Matahari. Pada saat intensitas Matahari rata-rata harian (I) tinggi seperti tanggal 13 Juli 2013 yaitu sebesar 818 W/m2 energi yang terkumpul pada tangki penyimpan (Q) juga naik sebesar 1144,7 kJ, begitu juga pada saat intensitas Matahari rata-rata harian rendah seperti tanggal 12 Juli 2013 yaitu sebesar 335 W/m2 energi yang terkumpul pada tangki penyimpan (Q) juga turun menjadi 446,3 kJ, data dan hasil perhitungan kolektor surya terdapat pada

0

Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 6 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 7 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 8 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 9 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 10 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 11 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 12 Juli 2012 Suhu udara dalam kotak kolektor tanggal 13 Juli 2012

(51)

Lampiran 2 (Tabel 2 – Tabel 9). Grafik intensitas Matahari rata-rata harian dan energi tersimpan pada tangki penyimpan tanggal 6 - 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Grafik intensitas Matahari rata-rata harian dan energi tersimpan (Q serap) pada tangki penyimpan tanggal 6 - 13 Juli 2012.

4.2.2. Suhu

Pada Gambar 20 terlihat bahwa intensitas Matahari relatif berbanding lurus dengan suhu air dalam tangki penyimpan. Pada tanggal 7 dan 12 Juli intensitas Matahari lebih kecil yaitu sebesar 479 W/m2 dan 335 W/m2, suhu akhir rata-rata air (TAv) dalam tangki penyimpan didapat sebesar 36 ºC dan 35,3 ºC. Walaupun terdapat perbedaan intensitas Matahari (I) sebesar 144 W/m2, namun tidak memberikan perubahan yang berarti, data dan hasil perhitungan kolektor surya terdapat pada Lampiran 2 (Tabel 2 – Tabel 9). Grafik intensitas Matahari harian dan suhu akhir rata-rata air tangki penyimpan tanggal 6 - 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 20.

921.1

571.9

1102.9 1116.3 1088.6 1147.2

446.3

Q serap Intensitas Matahari

(52)

Gambar 20. Grafik intensitas Matahari harian dan suhu akhir rata-rata air tangki penyimpan tanggal 6 - 13 Juli 2012.

Adapun suhu yang didapat tidak mencapai suhu yang diinginkan yaitu 60 ºC - 70 ºC, hal ini dikarenakan suhu air rata-rata dari pipa absorber (Tin) tidak mendekati suhu tersebut. Grafik suhu air rata-rata tangki penyimpan dan suhu akhir rata-rata air dari pipa absorber tanggal 6 - 13 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Grafik suhu air rata-rata tangki penyimpan dan suhu akhir rata-rata air dari pipa absorber tanggal 6 - 13 Juli 2012.

Intensitas Matahari Suhu akhir rata-rata air dalam tangki penyimpan

41.0

36.9

43.8 43.3 44.2 43.7

35.3

44.7 43.8

38.6

47.1 45.6 47.8 46.0

36.5

Suhu air dalam tangki penyimpan

Suhu akhir rata-rata air dari pipa absorber

Ket:

(53)

Penyebab lain sehingga suhu tidak mencapai yang diinginkan adalah diameter pipa tembaga yang kecil yaitu 3/8 inchi, sehingga penyerapan panas kurang optimal. Hal ini telihat dari Gambar 23 yaitu suhu air panas dari pipa absorber cukup besar yaitu mencapai suhu 61 ºC, bila menggunakan pipa tembaga yang lebih besar, tentu penyerapan energi panas lebih maksimal mengingat potensi panas pada kotak kolektor cukup besar seperti Gambar 18 (halaman 43). Grafik suhu air dari pipa absorber dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 6 - 9 Juli 2012 dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Grafik suhu air dari pipa absorber dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 6 - 9 Juli 2012.

59.061.0 60.0

Suhu air dari pipa absorber tanggal 6 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 7 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 8 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 9 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 6 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 7 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 8 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 9 Juli 2012

(54)

Hal ini tidak jauh berbeda dengan grafik suhu air dari pipa absorber dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 10 - 13 Juli 2012 (Gambar 23), terlihat suhu air panas cukup besar yaitu 62 ºC.

Gambar 23. Grafik suhu air dari pipa absorber dan suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 10 - 13 Juli 2012.

Pada grafik suhu air dalam tangki penyimpan setelah pukul 16:00 tanggal 20 - 23 Maret 2013 (Gambar 24), terlihat bahwa penurunan suhu air dalam tangki

penyimpan setelah kolektor tidak mendapat lagi intensitas Matahari cenderung menurun dari suhu 45 ºC (pukul 16:00) sampai ke 36 ºC (pukul 22:00), untuk penurunan yang tajam terjadi pada pukul 18:30 – 20:00. Hal ini menunjukkan

62.0

Suhu air dari pipa absorber tanggal 10 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 11 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 12 Juli 2012 Suhu air dari pipa absorber tanggal 13 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 10 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 11 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 12 Juli 2012 Suhu air dalam tangki penyimpan tanggal 13 Juli 2012

(55)

bahwa kemampuan tangki penyimpan air dalam menahan keluarnya panas belum maksimal.

Gambar 24. Grafik suhu air dalam tangki penyimpan setelah pukul 16:00 tanggal 20 - 23 Maret 2013.

4.2.3. Efisiensi

Pada grafik efisiensi dan intensitas Matahari rata-rata harian tanggal 6 - 13 Juli 2012 (Gambar 25) terlihat bahwa walaupun perbedaan intensitas Matahari cukup besar seperti pada tanggal 12 dan 13 yaitu 335 W dan 818 W namun efisiensi pada tanggal tersebut tidak berbeda jauh yaitu sebesar 10,5 % dan 11 %, hal ini

menunjukan bahwa jika intensitas Matahari besar maka energi yang terbuang juga besar juga sebaliknya jika intensitas Matahari kecil maka energi yang terbuang juga kecil hal ini bisa disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi dan

celah/lubang yang terdapat pada sisi-sisi kolektor, perhitungan efisiensi kolektor surya tanggal 6 - 13 Juli 2012 terdapat pada Lampiran 3. Dari tanggal 6 - 13 Juli didapat bahwa ketika intensitas Matahari rata-rata harian lebih besar dari 800

45.0

16:00 16:30 17:00 17:30 18:00 18:30 19:00 19:30 20:00 20:30 21:00 21:30 22:00

Su

hu

(

oC)

Jam

Suhu air pada malam hari tanggal 20 Maret 2013 Suhu air pada malam hari tanggal 21 Maret 2013 Suhu air pada malam hari tanggal 22 Maret 2013

(56)

Gambar 25. Grafik efisiensi dan Intensitas Matahari rata-rata harian tanggal 6 - 13 Juli 2012.

W/m2, maka efisiensi berkisar antara 10,7 % - 11 %, seperti pada tanggal 8, 10, dan 13 Juli. Sedangkan bila intensitas Matahari rata–rata harian antara 650 - 759 W/m2, maka efisiensi berkisar antara 11,1 % - 11,9 % seperti pada tanggal 6, 9, dan 11 Juli. Dari Gambar 25 dapat diketahui bahwa penyinaran ideal alat ini berkisar antara 650 – 760 W/m2. Namun perbedaan ini tidak signifikan.

(57)

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian menghasilkan alat pengumpul panas energi Matahari dengan sistem termosifon dengan dimensi panjang 1,5 m, lebar 1 m, dan tinggi 1 m. Dimensi komponen kotak kolektor dengan panjang 100 cm, lebar 50 cm, dan dan tebal 5 cm. Sedangkan untuk kapasitas tangki adalah 20 lt. Berdasarkan data hasil

perhitungan dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Suhu tertinggi rata-rata tangki penyimpan adalah 44,7 ºC terjadi pada 13 Juli 2012, sedangkan suhu rata-rata terendah 35,3 ºC terjadi pada 12 Juli 2012.

2. Batas waktu efisien dalam penyerapan panas adalah pukul 14:00 setelah pukul 14:00 tidak terjadi kenaikan temperatur pada tangki penyimpan. 3. Efisiensi tertinggi didapat sebesar 11,9 % dengan intensitas Matahari

rata-rata 757 W/m2 terjadi pada 11 Juli 2012, sedangkan efisiensi terendah sebesar 9,4 % dengan intensitas Matahari rata-rata 479 W/m2 terjadi pada 7 Juli 2012.

(58)

terendah yang terkumpul sebesar 446,334 kJ dengan intensitas Matahari rata-rata harian 335 W/m2 terjadi pada 12 Juli 2012.

5.2. Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki kinerja alat adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan diameter pipa tembaga yang lebih besar untuk memperluas daya serap.

2. Merapatkan setiap celah/lubang tempat keluarnya panas untuk memperkecil energi panas yang terbuang.

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Energi Matahari. http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya.

Diakses tanggal 24 April 2013.

Burhan, M., Wijaya, S. Anis, dan Karnowo. 2012. Pemanfaatan Kolektor Surya Pemanas Air dengan Menggunakan Seng Bekas Sebagai Absorber untuk Mereduksi Pemakaian Bahan Bakar Minyak Rumah Tangga.

http://journal.unnes.ac.id/index.php/sainteknol/article/view/323/309. Diakses tanggal 24 Mei 2012.

Burhanuddin, A. 2005. Karakteristik Kolektor Surya Plat Datar Dengan Variasi Jarak Penutup Dan Sudut Kemiringan. Jurusan Fisika FMIPA UNS. Semarang.

Giancoli, D. A. 2001. Fisika, Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Kementrian ESDM. 2010. Pemanfaatan Energi Surya di Indonesia.

http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/ 3347-pemanfaatan-energi-surya-di-indonesia.html. Diakses tanggal 20 April 2013.

Kristanto. 2000. Kolektor Surya Prismatik. Jurnal Teknik Mesin, Fakultas Industri, Universitas Kristen Petra Vol. 2, No. 1, April 2000 : 22 – 28. Sudia, B. 2010. Unjuk Kerja Kolektor Surya Plat Datar Menggunakan

Konsentrator Dua Cermin Datar. Jurnal Ilmiah Dinamika Teknik Mesin FT UNHALU. Vol. 1, No. 2, Mei 2010.

Sucipta, M., I. M. Suardamana, dan K. Astawa. 2010. Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Vol. 4 No.2. Oktober 2010 (88-92).

Syahri, M. 2011. Rancang Bangun Sistem Desalinasi Energi Surya Menggunakan Absorber Bentuk Separo Elip Melintang. Prosiding

Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Yogyakarta.

(60)

Tirtoatmodjo, R. 1999. Unjuk Kerja Pemanas Air Jenis Kolektor Surya Plat Datar dengan Satu dan Dua Kaca Penutup. Jurnal Teknik Mesin Fakultas Industri, Universitas Kristen Petra Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 115 – 121.

Gambar

Gambar 1.  Kolektor surya tipe prismatik.
Gambar 2.  Kolektor surya tipe plat datar.
Gambar 4.  Tangki penyimpan kalor sensibel dengan media air.
Gambar 5.  Pergerakan air dalam kolektor.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur- unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih

dari rendahnya pencapaian 1H16 vs FY16E, kami berharap potensi stabilnya kinerja auto dan pertumbuhan laba segmen agribisnis dibarengi dengan ekspektasi membaiknya pelemahan

macrophylla umur 1 tahun di Kemampo, Sumatera Selatan masing- masing sebesar 90 cm dan 1,33 cm dengan taksiran nilai heritabilitas individu dan famili termasuk dalam

(2012 : 22), menguraikan bahwa data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama, atau dengan kata lain data yang pengumpulannya dilakukan sendiri

Meminimalisir dampak sampah yang telah ditimbulkan, misalnya dengan teknik ADR (active debris removal) dengan menggunakan laser, jaring besar, dan lengan robot. Metode yang

Adhikarya Pangan Nusantara (APN) merupaka penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah kepada para pelaku di bidang pangan nasional, dan diserahkan langsung

Melakukan kordinasi dengan Departemen Internal FoSSEI terkait acara yang akan digelar yaitu bincang santai

Hasil kali sisir antara graf