FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL
(Studi Kasus Pada Lesbian)
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh Dhea Marthilda
1511409057
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
i
FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL
(Studi Kasus Pada Lesbian)
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh Dhea Marthilda
1511409057
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi
Kasus pada Lesbian)” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 10 Juli 2014 Panitia:
Ketua Sekretaris,
Drs. Sutaryono, M. Pd Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si NIP.195708281983031005 NIP. 196301211987031001
Penguji Utama
Anna Undarwati, S.Psi. M.A. NIP. 198205202006042002
Penguji I/ Pembimbing I Penguji II/ Pembimbing II
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 10 Juli 2014
Dhea Marthilda
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan
(mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat
perbuatanmu). (QS. An-Naml: 55)
Bukan karena semua baik maka aku tersenyum, tetapi karena aku tersenyum maka
semua menjadi baik. (Penulis)
PERSEMBAHAN
Untuk Ibu, Bapa dan Keluargaku tersayang
yang selalu memberiku dukungan, doa, dan
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul
Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (studi kasus pada Lesbian). Berkat
kemurahan-Nya penulis mampu melaksanakan penelitian skripsi ini dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu penulis sampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Drs. Edy Purwanto. M.Si, selaku Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
3. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Anna Undarwati, S.Psi. M.A. selaku Penguji Utama yang telah memberikan
masukan serta kritikan dalam rangka penyempurnaan skripsi.
6. Seluruh dosen pengajar jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES,
vi
7. Orangtuaku tercinta, Ibu Iswahyuni dan Bapak Suparyono, Kakak, serta Adiku
yang tidak pernah lelah menyayangi, membimbing sampai kapanpun, dan
mendoakan semua kebaikan untukku.
8. Teman-teman psikologi UNNES angkatan 2009 (Khususnya Trias, Rahil,
Medya, Bella, Ai, Happy, Anistya, Singgih, Yule, Anisa), kakak angkatan
(Khususnya Kak Belina, dan Kak Merdita, Mba Ina, Mba Alma, Budhe), adek
angkatan (Ocyd, Kotino), dan teman-teman kos Nur Asri (khususnya Mba Amel,
Mba Dinik, Mba Oky, Melidha, Ika, Intan dan Arai), kakak-kakak S2 Unika
(Khususnya Rahma, Mba Wenty, Mas Ryan), sahabat tercinta (Anisa, Osi, dan
Titin) yang selalu motivasi, bantuan, keceriaan dan kebersamaannya.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis
khususnya maupun pembaca pada umumnya.
Semarang, Juli 2014
vii
ABSTRAK
Marthilda, Dhea. 2014. Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi Kasus Pada Lesbian). Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dibawah bimbingan Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. dan Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si
Kata Kunci: orientasi seksual, lesbian
Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantik, dan kasih sayang yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. Homoseksual pada wanita disebut sebagai lesbian. saat ini di Indonesia dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kulitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini melibatkan 2 subjek wanita lesbian, narasumber penelitian ini adalah teman dekat subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi serta tes grafis. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada individu lesbian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya beberapa faktor yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor ekonomi. Ketertarikan sesama jenis muncul semenjak masa remaja. Adanya trauma pelecehan seksual, konsep diri tentang lelaki dan perempuan yang kabur semasa kecil, dan pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis yang kurang menyenangkan menjadi faktor pendorong subjek menjadi lesbian.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... ... i
LEMBAR PENGESAHAN……….. ... ii
LEMBAR PERNYATAAN... ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….. ... iv
PRAKATA……… ... v
ABSTRAK... ... vii
DAFTAR ISI... ... viii
DAFTAR TABEL... ... xiii
DAFTAR GAMBAR……… ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………. ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kontribusi Penelitian ... 8
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lesbian ... 9
ix
2.1.2 Jenis-jenis Lesbian... 13
2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Lesbian... 16
2.2 Pemilihan Orientasi Seksual ... 18
3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 20
3.2 Unit Analisis ... 23
3.3 Narasumber Penelitian ... 25
3.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27
3.4.1 Wawancara ... 27
3.4.2 Observasi ... 29
3.4.3 Dokumentasi ... 32
3.5 Keabsahan Data... 32
3.6 Metode Analisis Data ... 36
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Proses Penelitian ... 37
4.2.Identitas Subjek dan Informan ... 39
4.2.1 Keterangan Identitas………..39
4.2.2 Keterangan Koding………... 41
4.3.Temuan Penelitian ... 43
4.3.1 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Satu ... 43
4.3.1.1 Latar Belakang Subjek………... 43
x
4.3.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 45
4.3.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 46
4.3.2 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Dua ... 47
4.3.2.1 Latar Belakang Subjek……….. 47
4.3.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Pendorong Menjadi Lesbian ... 47
4.3.2.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 48
4.3.2.4 Pengelolaan Hubungan Sosial………... 50
4.3.3 Hasil Observasi Subjek Satu………. 51
a). Kondisi umum subjek………. 51
1. Kondisi fisik subjek………. 51
2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 51
3. Lokasi kegiatan subjek………. 52
b). Aktivitas subjek………52
c). Dinamika psikologis subjek………. 52
1. Karakter subjek……… 52
2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 52
3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 53
d). Interaksi sosial subjek………. 53
1. Hubungan subjek dengan teman kos……….. 53
2. Hubungan subjek dengan keluarga……….. 53
3. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 53
xi
a). Kondisi umum subjek………..……… 54
1. Kondisi fisik subjek……… 54
2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 54
3. Lokasi kegiatan subjek……… 55
b). Aktivitas subjek……….. 55
c). Dinamika psikologis subjek………. 55
1. Karakter subjek……… 55
2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 55
3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 55
d). Interaksi sosial subjek……….. 56
1. Hubungan subjek dengan teman kos……… 56
2. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 56
4.4.Tes Grafis ... 56
4.4.1. Hasil Tes Grafis Subjek Satu (SB)……….. 56
4.4.2. Hasil Tes Grafis Subjek Dua (AA)……….. 57
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian………... 58
4.5.1 Gambaran Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Lesbian pada Subjek Satu..59
4.5.1.1 Latar Belakang Subjek………... 60
4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 60
4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……… 61
4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 63
xii
4.5.1.1 Latar Belakang Subjek……….. 63
4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 64
4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……….. 65
4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 67
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Umum………. 68
4.6.1 Dinamika faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Satu (SB) ... 68
4.6.2 Dinamika Faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Dua (AA) ... 72
4.7 Kelemahan Penelitian……….74
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….. 75
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Unit Analisis Dinamika Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian ... 25
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Pedoman Observasi……….. 80
2. Pedoman Wawancara……… 81
2.1 Wawancara Subjek Primer………... 81
2.2 Wawancara Subjek Sekunder……….. 83
3. Catatan Lapangan………. 86
3.1 Subjek Pertama (SB)……….86
3.2 Subjek Kedua (AA)………. 95
4. Verbatim ………. 101
4.1 Subjek Pertama (SB)……… 101
4.2 Informan Subjek Pertama (OS)……… 120
4.3 Subjek Kedua (AA) ……… 138
4.4 Informan Subjek Kedua (EM) ……… 170
5. Tes Grafis ……… 185
5.1 Subjek Pertama (SB)……….185
5.2 Subjek Kedua (AA)……….. 189
6. Surat Pernyataan Kesediaan ……… 192
6.1 Subjek Pertama (SB)……….. 192
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah statis, dimulai dari pembuahan sampai
kematian selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan
psikologis. Perubahan inilah yang disebut sebagai perkembangan dalam rentang
kehidupan manusia. Manusia memiliki tahapan perkembangan dengan tugas-tugas
perkembangan yang penting untuk berbagai tahapan rentang kehidupan. Salah satu
tahapan dalam rentang kehidupan manusia adalah masa dewasa awal atau dewasa
dini.
Masa dewasa awal atau dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu yang berada
pada masa dewasa awal atau dewasa dini diharapkan memainkan peran baru, seperti
peran suami/isteri, orangtua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap
baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.
Masa dewasa awal atau dewasa dini memiliki beberapa tugas perkembangan, salah
satu diantaranya adalah memilih pasangan. (Hurlock, 1992: 246).
Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson (dalam Papalia, Olds, et. al,
2008: 684), masa dewasa awal (young adulthood) ditandai dengan adanya
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif dan membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
Individu dewasa awal atau dewasa dini mencari keintiman emosional dan fisik
kepada pasangan romantis. Hubungan ini mensyaratkan ketrampilan seperti
kesadaran diri, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, pembuatan
keputusan seksual, penyelesaian konflik dan kemampuan mempertahankan
komitmen. Ketrampilan tersebut sangat penting ketika individu dewasa awal atau
dewasa dini memutuskan untuk menikah, membentuk pasangan yang tidak terikat
pernikahan, atau hidup seorang diri, atau memiliki atau tidak memiliki anak
(Lambeth&Hallet dalam Papalia, 2008: 684). Namun menjadi suatu hal yang tidak
lazim ketika pernikahan itu terjadi antara sesama jenis yaitu wanita dengan wanita
atau pria dengan pria. Pernikahan sesama jenis tentu menjadi hal yang kontroversial
karena menikahi orang yang berjenis kelamin sama.
Pada tahun 1960-an terjadi revolusioner seksual di Amerika Serikat, sebuah
pergerakan yang menentang nilai-nilai tradisional terkait dengan seksualitas dan
peran gender, bahwa laki-laki dan perempuan tidak harus dipasangkan dan bahwa
ketertarikan sesama jenis adalah realita yang harus diterima. Istilah LGBTIQ pada mulanya hanya terdiri dari LGB, sebagai simbolisasi dari orientasi seksual di luar
seksual kepada jenis kelaminnya. Lesbian merupakan istilah untuk homoseks
perempuan, gay untuk homoseks laki-laki, dan biseksual adalah orientasi seksual
dimana seseorang memiliki ketertarikan baik kepada lawan jenis maupun sesama
jenis. Istilah LGB yang digunakan pada tahun 1990-an kemudian berkembang dengan
hadirnya pergerakan hadirnya waria (transgender) sehingga istilahnya menjadi
LGBT. Saat ini, istilah umum yang digunakan LGBTIQ, dengan tambahan interseks
yang merujuk pada keadaan dimana seseorang secara fisik maupun psikologis berada
diantara dua jenis kelamin, questioning untuk orang-orang yang masih
mempertanyakan identitas seksual dan gendernya, dan queer yang merupakan istilah
yang memayungi semua label seksual dan gender minoritas lainnya seperti
panseksual (ketertarikan seksual kepada semua gender, termasuk kepada
transgender), demiseksual (ketertarikan seksual kepada orang yang memiliki
kedekatan secara emosional), dan aseksual (tidak memiliki ketertarikan seksual sama
sekali) (Saragih, 2012: 3).
Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantis, dan kasih sayang
yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual (Papalia,
2008: 595). Pada tahun 1973, American Physiciatric Association (APA) sudah
mengeluarkan homoseksualitas dari kategori gangguan kejiwaan. Indonesia pun turut
mengadopsi PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) II dan III
yang menyatakan hal serupa: gay dan lesbian bukanlah gangguan kejiwaan (Yulius,
Orientasi seksual berhubungan dengan arah ketertarikan seseorang terhadap
anggota gendernya sendiri atau gender lawan. Lesbian bukan merupakan gangguan
identitas gender. Lesbian adalah disorientasi seksual. Perbedaan gangguan identitas
gender melibatkan kebingungan seseorang seseorang akan perasaannya secara
psikologis sebagai pria atau wanita dan anatomi seksnya (Nevid, 2002: 100) . Kaum
lesbian tidak meragukan identitas gendernya. Ia menyadari dan menerima bahwa
dirinya seorang wanita. Lesbian lebih mengarah pada pemilihan orientasi seksual.
Untuk menentukan besarnya angka insidensi dan angka prevalensi penyimpangan
perilaku lesbian secara akurat memang sangat sulit. Penelitian yang dilakukan oleh
banyak pakar dari banyak negara belum mampu menentukan secara tepat besarnya
angka insidensi dan prevalensi lesbian. Namun, secara umum, diperkirakan jumlah
kaum lesbian dan homoseksual didalam masyarakat adalah 1% hingga 10% dari
jumlah populasi. Seorang ahli seksologi terkenal, Kinsey, bahkan menyebutkan
bahwa setidaknya 2% hingga 5% wanita adalah lesbian. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Kinsey pada remaja berusia 20 tahun, terdapat 17% perempuan mempunyai
pengalaman lesbian. Pada penelitian yang dilakukan terhadap remaja berusia 16-19
tahun, terdapat 6% wanita lesbian. Ada pula pakar melaporkan bahwa 10,7% murid
SMA berusia 12-18 tahun tidak yakin dengan orientasi seksual mereka, sekitar 5-6%
dari murid-murid ini dideskripsikan sebagai lesbian (Soewandi, 2012: 1).
Cinta seorang lesbian itu sangat mendalam dan lebih hebat daripada cinta
wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat daripada cinta homoseksual diantara
kaum pria.
Cinta seorang lesbian pada pasangan wanitanya membuat ia gelap mata. Pada
Juli 2014, di Indramayu terjadi percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
lesbian terhadap pasangannya yang sedang menggelar pesta pernikahan. Pelaku (RO)
diduga sakit hati karena pasangan lesbiannya (ER) menikah dengan lelaki (SA). RO
terbukti berusaha melakukan pembunuhan terhadap ER. Peristiwa penusukan terjadi
di rumah ER di Blok Serpati Sedadap Juntinyuat saat ER dan SA usai menjalani akad
nikah. Saat itu ER sedang beristirahat di kamarnya, tiba-tiba RO menerobos masuk
pintu kamar belakang rumah dan langsung menyerang menggunakan pisau dapur. RO
diduga sakit hati karena pasangan menikah secara normal dengan laki-laki. ER dan
RO menjalin hubungan sesama jenis saat menjadi TKW di Dubai setahun yang lalu
(Wahid, 2014: 1)
Pada 15 Mei 2010, berlangsung pernikahan antara 2 perempuan di Surabaya,
pernikahan secara Islam antara pasangan lesbian itu dihadiri seorang ulama. Kepada
sebuah situs, Sang Pemuka Agama Moderat tersebut menyatakan dirinya hanya
memfasilitasi saja. Perkembangan ini menunjukan bahwa generasi lesbian dan gay
sekarang mulai ingin menikah (Rnw.nl-Indonesia, 2010).
Saat ini dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi
homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik. Sebagai
contoh, sebut saja SB (22), ia menjadi lebian selama 4 tahun terakhir. Dalam
Femme ialah sebutan untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan. SB kuliah di
salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Semarang. SB adalah anak pertama dari 2
bersaudara, adiknya yang juga perempuan berbeda 4tahun darinya. Dalam kehidupan
sehari-harinya SB terlihat seperti wanita normal. SB mengaku kalau dirinya menjadi
lesbian karena terpengaruh oleh temannya yang bernama R (21). R adalah lesbian
yang berperan sebagai lelaki atau yang lebih dikenal sebagai butchi.
Berbeda dengan SB, AA (26) mengaku bahwa ia sudah menyukai wanita sejak
ia mulai bisa mengingat. AA bercerita bahwa sejak ia masih kecil ia sudah menaruh
hati dengan wanita. Namun ia masih memilah-milah apa yang sebenarnya terjadi di
dalam dirinya sampai ia duduk di bangku SMA. Saat ini AA sudah pernah berpacaran
dengan wanita sebanyak 4 kali.
Fenomena lesbian ini seperti gunung es, yaitu hanya puncaknya saja yang
terlihat, tetapi dasarnya tidak terjamah jauh didalam sana. Semakin merebaknya kaum
lesbian di Indonesia tentu saja membuat peneliti tertarik untuk menelusuri lebih lanjut
apa yang mendasari individu memutuskan untuk menjadi seorang lesbian. Oleh
karena itu peneliti mengambil judul ”Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual
(Studi Kasus Pada Lesbian)”.
1.2.
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut, bagaimanakah faktor-faktor pemilihan orientasi
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.
1.4.
Kontribusi Penelitian
Penelitian faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian ini akan
diperoleh hasil sebagai berikut :
1.4.1. Secara Teoritis
Manfaat yang diperoleh secara teoritis dari penelitian ini adalah :
1. Memberi sumbangan pengayaan wacana pengetahuan umum mengenai
faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian
2. Menambah khasanah keilmuan dibidang psikologi pada umumnya dan dibidang
psikologi klinis pada khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor pemilihan
orientasi seksual pada wanita lesbian
1.4.2. Secara Praktis
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat luas mengenai faktor-faktor pemilihan
orientasi seksual pada wanita lesbian.
Sebagai salah satu referensi dan dapat menjadi sumber inspirasi untuk penelitian
lebih lanjut mengenai faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Lesbian
2.1.1. Definisi Lesbian
Lesbian berasal dari kata Lesbos yang artinya pulau ditengah lautan Egeis yang
pada zaman dahulu dihuni oleh kaum perempuan (Kartono, 2006: 249). Pada
masyarakat Barat Lesbianisme dikenal melalui Sappho yang hidup di Pulau Lesbos
pada abad ke-6 SM. Dia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak wanita
sehingga banyak pengikut-pengikutnya. Akan tetapi, dia kemudian jatuh cinta kepada
beberapa pengikutnya dan menulis puisi-puisi yang bernadakan cinta. Menurut
Sappho, maka kecantikan wanita itu tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya.
Oleh karena itu, kepuasan seksual juga mungkin diperolehnya dari sesama wanita
(Lewiston dalam Soekanto, 2004: 103).
Lesbian adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual
sesama jenisnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 820). Martin dan Lyon
(dalam Crooks, 1983: 291) berpendapat bahwa lesbian adalah sebutan untuk
perempuan yang tampil erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya pada
sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat.
Kartono menjelaskan bahwa kecenderungan homoseksual (lesbian pada wanita)
masa remaja masih terdapat kecenderungan jatuh cinta pada wanita, dan muncul
keinginan untuk menolak cinta heteroseksual dari pria. Objek yang dicintai bisa
berganti kadang seorang wanita, kadang seorang pria. Akan tetapi pada masa dewasa
(kelanjutan biseksual masa remaja), obyek erotisnya benar-benar seorang wanita
(Kartono, 2009: 267).
Penjelasan secara sosiologis mengenai homoseksual/lesbianisme bertitik tolak
pada asumsi kebutuhan untuk menyalurkan ketegangan. Oleh karena itu, baik tujuan
maupun objek dorongan seksual diarahkan oleh faktor sosial. Artinya, arah
penyaluran ketegangan dipelajari dari pengalaman sosial, dengan demikian tidak ada
pola seksual alamiah, karena yang ada adalah pola pemuasnya yang dipelajari dari
adat istiadatnya lingkungan sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau mungkin
menghalangi sikap-tindak dorongan-dorongan seksual tertentu (Soekanto, 2004: 105).
Cinta homoseksual itu bersifat lebih mendalam daripada cinta heteroseksual,
bentuk homoseksual yang lebih hebat biasanya ada pada homoseksual wanita
(lesbian) daripada homoseksual pada pria. Dalam hubungan homoseksual ini sering
tidak diperoleh pemuasan seksual secara nyata (Kartono, 2009: 268).
Pasangan homoseksual wanita atau lesbian ini biasanya adalah kedua partner
yang selalu berganti peranan. Yang pertama berperan sebagai lelaki yang bersikap
aktif dan sadis. Individu bisa memainkan peran ini karena dirinya didorong keinginan
untuk menuntut hak untuk “menjadi laki-laki”, ataupun sederajat dengan kaum pria.
Yang kedua berperan sebagai wanita feminine yang bersikap pasif masochis, karena
(misalnya identifikasi terhadap ibunya dimasa kanak-kanan dan masa pra-pubertas)
(Kartono, 2009: 269).
Seringnya relasi homoseksual ini berlangsung dalam hubungan segitiga yang
kesemua anggotanya adalah wanita. Biasanya wanita homoseksual itu setia pada
salah satu partnernya (partner tetap/pertama). Pada partner tetapnya ia memainkan
peran yang agresif-sadistis karena didorong oleh pola identifikasi yang amat kuat
terhadap ayahnya. Sedangkan partner yang kedua selalu berganti ganti pasangan dan
memainkan peran sebagai wanita yang bersikap tunduk dan menyerah. Biasanya
mereka memanggil dengan nama kesayangan lelaki dengan nada mesra yang
mengandung cinta seksual (Kartono, 2009: 269).
Pada relasi-relasi homoseksual, biasanya terdapat unsur-unsur emosi yang
berkebalikan, seperti secara sekaligus merasa benar-benar wanita; tetapi juga merasa
berbeda (merasa sebagai laki-laki), merasa identik sebagai wanita sekaligus tidak
identik, merasa takut dan bimbang; tetapi merasa aman-terlindungi karena bisa
memiliki obyek cintanya serta bisa melakukan relasi seks, ada unsur sadism yang
berbarengan dengan masochisme, merasa asing sekaligus merasa intim dengan obyek
cintanya. Tidaklah mengherankan, kiranya bahwa karena adanya elemen-elemen
afeksi yang saling bertentangan itu, yaitu ada keinginan-keinginan untuk menolak dan
hasrat-hasrat untuk meraih, maka terjadilah bermacam-macam gangguan emosional.
Dan pada akhirnya akan menjurus pada gejala yang neurotis (Kartono, 2009: 270).
Kinsey (1948) menyadari bahwa lebih dari setengah abad yang lalu perilaku
berkelanjutan dalam sebuah rangkaian yang jelas. Beberapa heteroseksual telah
terikat didalam perilaku homoseksual atau pengalaman ketertarikan dengan sesama
jenis, seperti kebanyakan gay dan lesbian yang pernah mempunyai pengalaman
dengan lawan jenis dan beberapa individu menjadi bingung atau tidak yakin tentang
orientasi seksualnya. Karena stigma homoseksualitas, orang tersebut mungkin
mengalami kecemasan karena di cap sebagai gay atau lesbian, yang mereka
wujudkan dalam permusuhan atau agresi terang-terangan terhadap orang-orang
homoseksual. (Herek, 2000: 3)
Gelora nafsu homoseksual itu sering timbul pada anak gadis pada usia puber,
menurut analisa psikologi. Hal ini ini dimulai dengan fantasi cinta heteroseksual yang
penuh nafsu, namun selalu mengalami kegagalan, sehingga nafsu-nafsu seksualnya
tidak terpuaskan. Fantasi-fantasi itu berlangsung secara terus menerus, akan tetapi
kemudian berubah memanifestasikan diri dalam dua gejala, yaitu (Kartono, 2009:
270) :
- Pertama : harapan pasif untuk dicintai, kemudian dirubah menjadi bentuk
keinginan-keinginan yang aktif untuk mencintai.
- Kedua : untuk pengganti dari pasangan sebagai obyek cinta yang pasif, lalu ia
mengidentifikasikan diri sebagai subjek aktif, tokoh seorang pria. Dalam
khayalan idenya, ia kini menjadi laki-laki. Lalu ia memilih seorang gadis atau
seorang wanita menjadi obyek cintanya.
Pemuasan seksual pada pasangan lesbian itu melalui mulut dan alat kelamin
seksual yang merangsang zona mulut (oral) yaitu pemuasan dorongan menyusu pada
bayi yang terulang kembali pada relasi homoseksual pada usia dewasa, yang bisa
menyebabkan timbulnya abnormalitas psikis dan neurotis. Pelaksanaan pemuasan
seksual diantara pasangan lesbian ini antara lain adalah dengan cara: saling memeluk
mesra, berdekap-dekapan, menyusu putting partner masing-masing, melakukan
mastrubasi anal dan mastrubasi genital, saling membelai dan mencium, terkadang
mereka menggunakan semacam celana atau sabuk yang berpenis, lalu mereka
berganti peran memainkan peran sebagai lelaki (Kartono, 2009: 271).
Dipandang dari bentuk dan isinya, homoseksualitas wanita itu merupakan
kelanjutan daripada pengalaman-pengalaman biseksual masa pubertas; yaitu
peningkatan atau intensifikasi daripada pengalaman-pengalaman pubertas, pada usia
dewasa.
2.1.2. Jenis-jenis Lesbian
Kartono (2009: 263) membagi dua kelompok lesbian, yaitu :
a. Kelompok Pertama
- Kelompok perempuan yang memiliki banyak ciri kelaki-lakian, baik dati
susunan jasmani dan perilakunya, maupun pada pemilihan objek erotisnya.
Biasanya tipe ini memiliki bentuk tubuh lelaki pada umumnya.
- Kelompok perempuan yang memiliki bentuk tubuh sempurna wanita.
pita suara yang berat seperti laki-laki, pertumbuhan rambut dan bulu yang
panjang, tumbuhnya kumis dan jenggot, tidak memiliki buah dada, dll.
b. Kelompok Kedua
Adalah dari para wanita homoseks yang tidak memiliki tanda-tanda kelainan
fisik. Jadi mereka memiliki tubuh sempurna wanita. Penyebabnya
dikarenakan dari faktor psikhogin. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:
Masa pubertas merupakan faktor terpenting bagi pemastian seksualitas
seorang wanita; yaitu gadis puber ini akan menjadi wanita dewasa yang
homoseksual atau heteroseksual (mencintai seks dari lain jenis). Adanya
gejala-gejala biseksual pada usia remaja itu bisa menyebabkan individu
menjadi homoseksual di masa dewasa. Penyebabnya adalah sebagai
berikut: objek-objek seksual itu tidak selalu berwujud seorang pria saja,
akan tetapi bisa juga berwujud seorang wanita. Misalnya saja dalam wujud
kecintaan seorang anak gadis yang ditunjukan kepada seorang teman
wanita. Maka dalam periode biseksual (yaitu periode mencintai seorang
kawan pria dan sekaligus mencintai seorang kawan putri pada usia puber)
itu sering terdapat gejala kelaki-lakian/kejantanan pada diri seorang gadis,
yang diperkuat oleh faktor-faktor psikhis. Faktor-faktor psikhis ini antara
lain berwujud : identifikasi yang terlalu ketat terhadap ayah, dorongan
kompulsif untuk mengimitir kakak laki-laki, ketakutan pada
Homoseksual yang muncul di usia dewasa itu pada umumnya merupakan
kelanjutan daripada gejala gejala di masa pubertas yang disebabkan oleh
ketidakmampuan diri wanita tersebut untuk mengubah kecenderungan biseksual
menjadi kecenderungan yang heteroseksual (Kartono, 2009: 264).
Selain itu ada lagi type wanita homoseksual yang memiliki bakat biseksualitas
yang besar. Pada umumnya, wanita type ini mempunyai minat cukup besar terhadap
interesse dari kaum pria. Mereka juga suka memilih profesi yang biasanya dijabat
oleh kaum laki-laki. Ciri-ciri kejantanannya sangat menonjol, dan biasanya mereka
memiliki kehidupan perasaan yang bersifat jantan pula. Akan tetapi type wanita ini
cenderung untuk selalu memilih obyek-seksuilnya seorang wanita. Para wanita ini,
proses homoseksualitasnya lebih banyak bersifat biologis (Kartono, 2009: 265).
Jenis homoseksualitas lain yang memiliki kecenderungan-kecenderungan
kejantanan yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh psikologis, contohnya
dipaparkan sebagai berikut (Kartono, 2009: 265) :
sifat kewanitaannya, dan bertekad bulat menjadi seorang laki-laki. Dengan begitu, homoseksualitasnya itu tidak disebabkan oleh adanya kelainan organis pada dirinya, akan tetapi ditimbulkan oleh faktor psikologis. Dalam hal ini kebutuhan emosional pada gadis/wanita tadi untuk mencintai dan dicintai, serta untuk mengatasi perasaan-perasaan inferioritasnya sebagai seorang wanita. Sehingga ia berusaha dengan segenap daya dan upaya untuk menonjolkan tendens kelaki-lakiannya, lalu memilih obyek cintanya seorang wanita.
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Lesbian
Supratiknya (1995: 96) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat
menyebabkan individu menjadi lesbian adalah :
a. Kekurangan hormon kewanitaan pada saat masa pertumbuhan.
b. Mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada saat masa
remaja atau setelahnya.
c. Memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang menakutkan atau
tidak menyenangkan.
d. Dibesarkan di tengah keluarga di mana ayah dominan sedangkan ibu lemah,
atau tidak ada.
Menurut Kartono, (2006: 248) penyebab individu menjadi bagian kaum lesbian
dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
a. Faktor hereditas
Adanya ketidakseimbangan hormon-hormon seks dalam tubuh.
Pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
seksual yang normal, misalnya pola asuh dan lingkungan terdekat yang
mempengaruhi individu untuk merangsang munculnya perilaku homoseksual.
c. Pengalaman traumatis
Adanya pengalaman buruk di masa lalu yang terus melekat dalam benaknya
sehingga menimbulkan kebencian tertentu.
d. Mencari kepuasan relasi homoseksual
Individu mencari kepuasan homoseksual dikarenakan dirinya pernah
menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan dan berkesan pada
masa remaja.
Tan (2005: 56), mengungkapkan beberapa penyebab menjadi lesbian adalah
sebagai berikut:
a. Pengaruh keadaan keluarga
Hubungan antara ayah dan ibu yang sering cekcok. Antara orang tua dan
dengan anak-anak yang tidak harmonis atau bermasalah. Juga ibu yang terlalu
dominan di dalam hubungan keluarga (sehingga meminimalis peran ayah).
b. Pengalaman seksual buruk pada masa kanak-kanak
Pelecehan seksual dan kekerasan yang dialami seorang perempuan pada masa
kanak-kanak bisa menyebabkan anak tersebut menjadi seorang lesbian pada
waktu dewasanya.
Pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi seseorang untuk
bertingkah laku seperti orang-orang dimana dia berada.
Homoseksual wanita (lesbianisme) itu banyak disebabkan oleh faktor-faktor
eksogen atau lingkungan. Baik terhadap homoseksual maupun lesbianisme, orang
tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhannya (Kartono, 2009: 250).
2.2.
Pemilihan Orientasi Seksual
Menurut Kartono (2006: 249), pada usia pubertas bisa muncul kecenderungan
biseksual yaitu untuk mencintai sesama jenisnya maupun lawan jenisnya. Namun
dalam proses menuju dewasa kecenderungan ini bisa berubah, perubahannya dapat
menjadi individu yang homoseksual ataupun heteroseksual.
Biseksualitas pada remaja akan berkembang menjadi heteroseksual pada proses
perkembangan anak remaja yang normal. Namun, prosesnya akan menjadi abnormal
jika disebabkan oleh faktor-faktor eksogin atau endogen tertentu. Biseksual itu akan
berkembang menjadi homoseksual, yang objek erotiknya adalah benar-benar seorang
wanita (Kartono, 2006: 249).
Cinta wanita lesbian sangat mendalam, dan lebih hebat daripada cinta
heteroseksual dan cinta homoseksual daripada cinta homoseksual pada pria. Pada
relasi lesbian tersebut sering tidak diperoleh kepuasan seksual yang wajar (Kartono,
Biasanya, peristiwa prevensi heteroseksual berupa lesbianisme itu akan
mengarah pada bentuk yang patologis. Gejala pervensi tadi antara lain disebabkan
karena (Kartono, 2006: 250) :
1). Wanita yang bersangkutan terlalu mudah menjadi jenuh dalam relasi
heteroseksual dengan suaminya atau seorang pria.
2). Ia tidak pernah merasakan orgasme.
Bisa juga disebabkan oleh pengalaman traumatis dari wanita yang bersangkutan
dengan seorang pria atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci dan antipati
terhadap setiap lelaki. Lalu ia lebih suka melakukan relasi seks dan hidup bercinta
dengan seorang wanita lain. Jadi relasi heteroseksual tersebut tidak bisa membuat
pribadi wanita tadi menjadi bahagia; sehingga dia ingin melakukan relasi seks dengan
seorang wanita sebagai kompensasi dari rasa tidak bahagia. Ringkasnya,
homoseksualitas pada laki-laki dan lesbianisme (homoseksualitas wanita) itu banyak
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Desain Penelitian
Metode penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian.
Prosedur pelaksanaan suatu penelitian harus didasari dengan metode penelitian ilmiah
agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan diterima
secara objektif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena memiliki makna penelitian
tersendiri dan hasil yang tidak dapat diungkapkan melalui angka-angka tetapi
memerlukan pendekatan kepada subjek untuk mencapai hasil yang ingin diungkapkan
peneliti. Bogdan dan Taylor (dalam Nurastuti, 2007: 90) mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan kualitatif lebih menekankan kepada analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan
antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 2012: 5).
Alasan menggunakan metode kualitatif yaitu karena dalam penelitian ini tidak
berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang
akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian eksperimen
maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam terhadap suatu
fenomena dengan mendeskripsikan masalah secara terperinci dan jelas berdasarkan
data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian. Adapun masalah yang diambil
dalam penelitian ini adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian,
dengan tujuan mendeskripsikan faktor-faktor orientasi seksual yang berkaitan dengan
kriteria, penyebab, dan mengapa ia memilih menjadi seorang lesbian. Oleh karena itu,
penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan karakteristik individu tersebut secara
menyeluruh sehingga individu atau organisasi dipandang sebagai bagian dari suatu
keutuhan, bukan dikategorisasikan ke dalam variabel atau hipotesis. Hasil penelitian
diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobyektif dan sedetail
mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari objek studi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Studi kasus itu
sendiri menurut Poerwandari (2007: 65) merupakan fenomena khusus yang hadir
dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara
fenomena dan konteks tidak sepenuhnya tidak jelas. Kasusnya dapat berupa kasus
individu, peran, kelompok kecil, organisasi komunitas, atau bahkan suatu bangsa.
Penelitian ini menggunakan studi kasus karena peneliti berupaya menelaah sebanyak
mungkin data mengenai subjek yang diteliti dan menguraikan suatu kasus secara
Yin (2004: 46) menjelaskan empat desain studi kasus, yaitu (1) desain kasus
tunggal holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin (embedded), (3) desain kasus
multikasus holistik, dan (4) desain multikasus terjalin. Yin (2004: 47-49) menjelaskan
bahwa studi kasus tunggal merupakan suatu desain yang cocok untuk beberapa
keadaan. Pertama, kasus yang diteliti menyatakan kasus penting dalam menguji suatu
teori yang telah disusun dengan baik. Kedua, kasus tersebut menyajikan suatu kasus
ekstrem atau unik, dimana suatu luka atau kelainan spesifik demikian langka
sehingga kasus tunggal cukup berharga untuk didokumentasikan dan dianalisis.
Ketiga, kasus penyingkapan itu sendiri atau berkaitan dengan tujuan penyingkapan itu
sendiri. Situasi ini muncul manakala peneliti mempunyai kesempatan untuk
mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang tak mengizinkan penelitian
ilmiah. Studi kasus tunggal holistik merupakan desain yang digunakan jika studi
kasus hanya mengkaji sifat umum program yang bersangkutan. Studi kasus tunggal
terjalin merupakan desain yang digunakan bilamana di dalam kasus tunggal,
perhatian diberikan kepada satu atau beberapa subunit analisis.
Ringkasan dari paparan diatas, yakni penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan desain penelitian studi kasus tunggal holistik. Adapun
kasus yang akan dikaji dalam penelitian ini yakni kasus mengenai wanita lesbian,
memberikan gambaran mengenai latar belakang, hal-hal yang menyebabkan dan
mempengaruhi seorang wanita memilih orientasi seksual lesbian dalam setting latar
hendak dikaji akan digali dalam situasi dimana subjek mengalami pengalaman
tersebut sehingga subjek dapat menggambarkan seperti yang sebenarnya terjadi.
3.2.
Unit Analisis
Moleong (2005: 225) mengungkapkan penetapan sampel, besarnya dan strategi
sampling bergantung pada penetapan satuan kajian (unit analisis). Adapun pengertian
dari unit analisis adalah informasi yang ingin digali berdasarkan konteks penelitian
dan fokus kajian yang telah ditentukan (Moleong, 2005: 225).
Sehubungan dengan penjelasan mengenai karakteristik unit analisis, Moleong
(2005: 224) menjelaskan bahwa:
Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).
Berkenaan dengan hal tersebut, selain sampling juga terdapat adanya satuan
kajian dimana mengenai satuan kajian tersebut, Moleong (2005: 225) menjelaskan
bahwa:
yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.
Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian. Sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah
pelaku lesbian yang merupakan subjek dalam penelitian sebagai informan utama,
teman subjek sebagai informan pendukung. Melalui sub unit analisis tersebut akan
digali berbagai informasi yang berkaitan dengan orientasi seksual lesbian. Hal
tersebut berupa faktor yang mempengaruhi bagaimana kriteria, penyebab, dan
mengapa ia memilih menjadi lesbian. Adapun tabel unit analisis yang digunakan
[image:40.612.107.486.402.703.2]dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Unit Analisis Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian
Unit
Analisis Sub Unit Analisis
Sumber Informasi Informan Utama (Pelaku Lesbian) Informan Pendukung (Teman Subjek) Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual Penyebab:
- Faktor-faktor pendorong penyebab menjadi lesbian
Biologis Psikologis
V V
Relasi dengan pasangan homoseksual:
1. pembagian peran dalam berhubungan
2.ada/tidakya hubungan segitiga
3.emosi yang kontradiktif
4.pemuasan seksual
V
V V
V Pengelolaan hubungan sosial :
keluarga
2. interaksi sosial dalam masyarakat
3. interaksi sosial dengan sesama pelaku lesbian
V
V
V
V
V
3.3.
Narasumber Penelitian
Cara pemilihan narasumber dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposivesample. Hal tersebut sesuai dengan Moleong (2005: 224) yang mengatakan bahwa
pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive
sample).
Berdasarkan pada fokus kajian penelitian yaitu faktor-faktor orientasi lesbian,
maka responden sebagai narasumber yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaku
lesbian yang memiliki karakteristik dan pertimbangan tertentu mengingat tidak semua
pelaku lesbian yang bersedia dan senang kehidupannya diekspos untuk dijadikan
bahan penelitian. Penelitian dilakukan terhadap dua orang pelaku lesbian yang
memiliki karakteristik tertentu yaitu lesbian yang pernah menjalin hubungan
(berpacaran) dengan lelaki. Alasan pengambilan narasumber berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang telah disesuaikan dengan tema penelitian
dimana responden merupakan mahasiswi pada sebuah perguruan tinggi di Semarang
yang pernah menjalin hubungan dengan lelaki.
Subjek yang pertama bernama SS. Ia berusia 21 tahun dan saat ini sedang
Perannya dalam berhubungan dengan kekasih perempuannya adalah sebagai femme.
Saat ini ia sudah 3 kali berganti kekasih perempuan.
Subjek yang kedua bernama AR. Ia berusia 23 tahun. Saat ini menjadi mahasiswi
di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Dalam hubungan
percintaannya dengan kekasih perempuannya, ia berperan menjadi butchi atau lesbian
laki-laki.
Pemilihan responden dilakukan dengan cara menggunakan studi pendahuluan
terhadap pelaku lesbian di Semarang, kemudian memilih responden sesuai dengan
kriteria yang merupakan pelaku homoseksual (lesbian). Informasi atau data yang
diperoleh juga berasal dari informan yang dapat memberikan informasi seputar fokus
kajian penelitian yang berhubungan dengan responden penelitian. Informan yang
dapat diambil informasinya sebagai data pendukung sesuai dengan kondisi subyek
yang sebenarnya adalah individu yang memiliki hubungan kedekatan serta mengenal
dekat subyek.
Informan pertama bernama OS, OS adalah teman dekat SB semenjak duduk di
bangku SMP. Tetapi mereka berpisah di SMA dan baru bertemu lagi setelah kuliah di
Semarang. Walaupun mereka tidak satu Universitas, tetapi mereka masih sering
bertemu dan bermain bersama. Diharapkan dengan kedekatan mereka OS dapat
Informan kedua bernama EM. EM adalah teman satu kos AA, walaupun AA dan
EM tidak satu kamar, tetapi AA kerap bercerita mengenai masalah pribadinya dengan
EM. EM lebih muda 4 semester dibawah AA. EM diharapkan dapat memberikan
informasi dan data yang lengkap mengenai AA.
3.4.
Metode dan Alat Pengumpul Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
metode observasi dan wawancara. Sebagai tehnik dan pengumpulan data pelengkap,
dilakukan penggunaan alat tes psikologi. Alat tes psikologi yang digunakan berupa
tes grafis, berupa DAP (Draw a Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person).
Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana tipe kepribadian subjek yang secara tidak langsung mempengaruhi
perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi seksual.
3.4.1. Wawancara
Moleong (2005: 186) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Pendapat lain diutarakan oleh Hadi (dalam Rahayu dan Ardhani dan
Ardani, 2004: 63) yang mengemukakan pengertian wawancara sebagai sebuah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Sepihak yang dimaksud
menerangkan perbedaan tingkat kepentingan antara kedua belah pihak. Wawancara
Percakapan dilakukan oleh kedua pihak yakni pewawancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee).
Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terbuka atau wawancara semi terstruktur. Wawancara terbuka dilakukan agar subjek
penelitian mengetahui maksud dan tujuan mereka diwawancarai, serta secara
sukarela tanpa paksaan menyetujui pelaksaan wawancara. Wawancara semi
terstruktur menggunakan seperangkat pertanyaan yang telah baku (terstruktur)
namun tidak menutup kemungkinan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi maupun
situasi subjek. Peneliti juga menggunakan alat bantu recorder, pena, dan kertas
untuk memudahkan proses wawancara.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkap beberapa hal yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
a).Identitas subjek
1). Nama
2). Usia Saat Wawancara
3). Usia Awal Berpacaran dengan Laki-laki
4). Usia Awal Berpacaran dengan Sesama Perempuan
5). Alamat
6). Tinggal Bersama
8). Pendidikan
b).1. Riwayat Subjek
a. Masa Kecil
b. Masa Remaja
c. Masa Sekarang
d. Hubungan dengan Orangtua
e. Masalah yang Timbul
2. Persepsi Subjek Terhadap Situasi yang Dialami
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada subjek penelitian langsung atau
si pelaku lesbian sebagai narasumber primer penelitian. Sedangkan narasumber
sekunder yaitu berasal dari teman subjek digunakan sebagai cross check terhadap
data-data yang diperoleh dari subjek penelitian. Narasumber primer dalam penelitian
ini akan diambil sebanyak 2 orang, sedangkan narasumber sekunder ada 2 orang.
3.4.2. Observasi
Observasi digunakan untuk melengkapi instrumen utama pengambilan data.
Menurut Rahayu dan Tristiadi (2004: 1), observasi adalah pengamatan yang
bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga akan diperoleh
suatu pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan
yang terlibat dalam aktivitas tersebut, serta untuk mengetahui makna kejadian yang
akan dilihat dari perspektif individu-individu yang terlibat dalam kejadian yang
sedang diamati. Pendeskripsian mengenai kejadian-kejadian ini haruslah kuat, faktual
sekaligus teliti tanpa tercemari oleh berbagai hal yang tidak relevan dengan penelitian
yang dilakukan. Jadi, melalui observasi peneliti ingin mempelajari setting, aktivitas,
lingkungan dan perspektif kaum lesbian yang sebelumnya sudah pernah berpacaran
dengan laki-laki.
Terdapat beberapa alasan penggunaan observasi atau pengamatan dalam
penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut (Guba dan Lincoln dalam Moleong 2005:
174):
a. Observasi didasarkan atas pengalaman secara langsung.
b. Observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat
perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
c. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.
d. Digunakan sebagai pelengkap wawancara karena terkadang terjadi keraguan atau
kekeliruan sehingga observasi dapat digunakan untuk mengecek hal tersebut.
e. Memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
f. Dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu yang tidak dapat menggunakan
metode lain.
Observasi dilaksanakan ketika peneliti berinteraksi dengan narasumber, baik
khusus untuk mengamati keseharian narasumber di lokasi kegiatan. Penelitian ini
menggunakan jenis observasi non-partisipan dimana observer tidak turut ambil
bagian sepenuhnya dalam kehidupan observee (Rahayu dan Ardhani, 2004: 11).
Adapun observasi yang dilakukan terhadap subjek antara lain :
a). Kondisi Umum (penampilan fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal dan
lokasi kegiatan
b). Aktivitas narasumber (kegiatan dikampus, kegiatan ekstrakulikuler narasumber,
aktivitas sehari-hari diluar jam kampus)
c). Dinamika psikologis narasumber (karakter narasumber, kecenderungan perilaku
yang tampak atau kebiasaan responden, dan sikap yang ditampilkan responden
pada saat wawancara)
d). Interaksi sosial narasumber (hubungan responden dengan sesama teman
dikampus, dan hubungan responden dengan teman kos)
Alat observasi yang digunakan adalah catatan lapangan, dimana peneliti mencatat secara deskriptif hal-hal yang dianggap penting saat observasi. Dalam hal
ini, peneliti bebas membuat catatan. Pencatatan tidak dilakukan langsung pada saat di
lapangan karena dapat mempengaruhi perilaku alamiah narasumber sehingga
pencatatan dilakukan segera mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.
Bodgan dan Biklen dalam Moleong (2006: 209) mengartikan Catatan Lapangan
sebagai catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan
kualitatif. Penemuan pengetahuan ataupun teori harus didukung dengan data yang
kongkret dan bukan ditopang oleh yang berasal dari ingatan observer saja.
3.4.3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mendukung dan menunjang tehnik wawancara
dan observasi dalam mengumpulkan data. Adapun dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berupa penggunaan alat tes psikologis berupa DAP
(Draw a Person),BAUM dan HTP (House Tree Person).
3.5.
Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan derajat kepercayaan data. Menurut Moleong (2005:
320-321), yang dimaksud dengan keabsahan data adalah setiap keadaan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Mendemonstrasikan nilai yang benar.
(2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.
(3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari
prosedur dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
Dalam penelitian kualitatif, untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria
dan teknik pemeriksaan. Adapun kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data
sebagai berikut (Moleong, 2005: 327) :
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Kredibilitas (derajat kepercayaan) 1. Perpanjangan keikutsertaan 2. Ketekunan pengamatan 3. Triangulasi
4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan referensial 6. Kajian kasus negatif 7. Pengecekan anggota
Keteralihan 8. Uraian rinci
Kebergantungan 9. Audit kebergantungan
Kepastian 10.Audit kepastian
Berdasarkan teknik-teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut, penelitian ini
hanya menggunakan teknik ketekunan pengamatan di lapangan dan teknik
triangulasi. Menurut Moleong (2005: 329), ketekunan pengamatan bermaksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci.
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Rahayu dan Ardhani, 2004: 142). Peneliti
membandingkan dengan data-data yang diperoleh melalui narasumber dan informan
dalam triangulasi tersebut. Moleong, (2005: 330) menjelaskan bahwa triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Peneliti berusaha untuk tekun selama melakukan pengamatan di lapangan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan keabsahan data yang diperoleh. Data yang diperoleh
peneliti melalui wawancara dan observasi pada SB dan AA akan di crosschek dengan
data-data yang diperoleh dari kedua informan, OS, EM. Hal tersebut sebagai
pembanding data yang diperoleh dari SB dan AA dengan menggunakan sesuatu yang
lain di luar data itu. Pengecekan dilakukan untuk menghindari adanya bias dan
kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh.
Pembanding data yang digunakan diharapkan dapat memperkuat keabsahan data
yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung. Peneliti menggunakan informan
OS dan EM dikarenakan keduanya memiliki hubungan dan kedekatan dengan SB dan
AA. OS dan EM diharapkan dapat menjadi pembanding data yang tepat untuk setiap
informasi yang diperoleh dari SB dan AA. Hal-hal yang akan di-crosscheck kepada
kedua informan sesuai dengan unit analisis penelitian ini.
3.6.
Metode Analisis Data
Apabila data yang diperoleh di lapangan sudah terkumpul, maka dilakukan
analisis data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
diperoleh dalam penelitian yang meliputi wawancara yang dilakukan dengan subjek,
Menurut Sugiyono (2012: 89), analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Peneliti melakukan analisis data pada saat pengumpulan data berlangsung serta
setelah pengumpulan data pada periode tertentu. data yang diperoleh dalam penelitian
seperti hasil wawancara dan observasi yang dianalisis. Sugiyono (2012: 91)
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data
display, dan conclusion drawing / verification.
a. Data Reduction atau reduksi data
Data yang diperoleh di lapangan seperti hasil dari wawancara dan observasi yang
jumlahnya cukup banyak, perlu dicatat secara rinci dan teliti. Menurut Sugiyono
(2012: 92), mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Peneliti
melakukan reduksi data untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas serta
mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya (apabila diperlukan).
Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan merangkum dan memilih
hal-hal yang penting dari hasil observasi dan wawancara sehngga dapat menjawab
rumusan masalah.
Langkah selanjutnya setelah melakukan reduksi data adalah melakukan penyajian
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2012:
95). Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif seperti halnya yang digunakan oleh peneliti. Apabila
peneliti melakukan penyajian data, maka akan mempermudah untuk memahami apa
yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
diahami tersebut.
c. Conclusion Drawing/Verification
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam menganalisis data adalah melakukan
conclusion drawing/verification atau penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2012: 99). Hasil temuan yang ditemukan
oleh peneliti dapat berupa gambaran dari suatu objek yang sebelumnya masih belum
37
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Proses Penelitian
Observasi awal terhadap subyek sebagai narasumber dalam penelitian dilakukan
terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Observasi awal dilakukan untuk
mengetahui lebih jelas gambaran kondisi subyek sehingga akan lebih memudahkan
proses pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan juga sebagai bentuk pendekatan dan
penyesuaian sejak awal terhadap subyek agar terbina hubungan yang baik selama
penelitian berlangsung.
Observasi dan identifikasi awal dilakukan dengan diawali pernyataan
ketersediaan sebagai subjek penelitian, hal ini diperlukan untuk membangun
kepercayaan yang kuat oleh subyek terhadap peneliti.
Peneliti melakukan pengamatan, dan wawancara awal yang dilakukan selama
observasi awal. Kegiatan tersebut dilakukan terhadap subyek dan sejumlah informan
pendukung untuk memperoleh data-data informasi penelitian. Awalnya peneliti
mengalami kesulitan dalam memperoleh data dalam penelitian. Selain itu berbagai
kesibukan yang dimiliki subyek menjadi kesulitan bagi peneliti untuk melakukan
interaksi selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan pertimbangan dan informasi yang diperoleh melalui observasi awal
merupakan seorang mahasiswi jurusan Sistem Informasi di salah satu Universitas
Swasta di Semarang yang digali informasinya sehubungan dengan tema penelitian.
Pada penelitian ini juga diperoleh informasi data dari subyek sekunder/informan yaitu
OS yang nantinya akan sangat membantu dalam proses pengolahan data. Peneliti
menggunakan satu orang informan untuk melakukan pengecekan pada data yang
diperoleh dari SB. Subyek kedua adalah AA seorang mahasiswi semester 10 di salah
satu Universitas Negeri di Semarang. Dan peneliti menggunakan satu orang informan
yaitu EM untuk melakukan pengecekan pada data yang diperoleh dari AA.
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah
wawancara dan observasi. Sebagai teknik pengumpulan data pelengkap, dilakukan
perekaman dan juga alat tes psikologi. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat
merinci fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan untuk merekam proses
wawancara melalui media telepon genggam peneliti. Tidak terdapat kendala yang
begitu berarti menyangkut penggunaan alat perekam saat proses wawancara. Pada
penelitian ini juga digunakan alat tes psikologi berupa tes grafis. Alat tes grafis yang
digunakan berupa DAP (Draw A Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person).
Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana tipe kepribadian subyek secara umum yang secara tidak langsung
mempengaruhi perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi
seksual subjek.
Pelaksanaan wawancara mendalam dan observasi yang intens berlangsung pada
beberapa kali pertemuan agar diperoleh lebih banyak informasi dan dan lebih
mendalam. Wawancara dengan subyek pertama SB berlangsung pada hari Jumat, 27
Desember 2013 dan 12 Maret 2014. Wawancara dengan subyek kedua AA
berlangsung pada hari Rabu, 25 Desember 2013 dan 13 Maret 2014. Selain itu,
peneliti juga melakukan pengecekan data melalui masing-masing satu orang informan
yang merupakan teman terdekat subyek. Wawancara dengan informan pertama OS
berlangsung pada hari Rabu, 26 Maret 2014. Wawancara dengan informan kedua EM
berlangsung pada hari Jumat, 21 Maret 2014.
Secara keseluruhan proses wawancara dengan subyek berjalan dengan baik walau
ada beberapa penghambat proses tersebut berlangsung. Beberapa hal yang menjadi
penghambat antara lain:
(1) Beberapa kali subyek mendapat telepon atau sms yang terkadang sedikit
mengganggu proses wawancara.
(2) Subyek memiliki aktivitas yang cukup menyita waktunya, subyek pertama sedang
disibukkan dengan kegiatannya menyelesaikan skripsi, bahkan setelah lulus
subjek sibuk mencari pekerjaan. Lalu subyek yang kedua sedang sibuk melakukan
penelitian skripsinya. Praktis waktu untuk melakukan wawancara juga terbatas.
4.2.
Identitas Subjek dan Informan
Penelitian ini melibatkan berbagai pihak yang mempunyai peranan penting untuk
mendukung penelitian ini, agar mendapatkan hasil yang baik. Berbagai data informasi
diperoleh melalui subjek utama dan informan penelitian. Berikut ini merupakan
identitas dari subjek primer dan subjek sekunder/informan :
(1) Subyek Primer Pertama
Nama : SB
Kode : A
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Domisili : Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
(2) Subyek Primer Kedua
Nama : AA
Kode : B
Usia : 26 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Domisili : Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
(3) Informan Pertama
Kode : C
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Domisili : Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
(4) Informan Kedua
Nama : EM
Kode : D
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Domisili : Semarang
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Informasi yang diperoleh peneliti dari SB dan AA akan di crosscheck dengan
informasi dari OS dan EM. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat keabsahan
data penelitian yang diperoleh.
4.2.2. Keterangan Koding
Setelah data diperoleh maka tahap selanjutnya yang dikerjakan adalah analisis
data. Tahap analisis data pada penelitian kualitatif memerlukan beberapa tahap