• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL (Studi Kasus Pada Lesbian)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL (Studi Kasus Pada Lesbian)"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL

(Studi Kasus Pada Lesbian)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh Dhea Marthilda

1511409057

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

i

FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN ORIENTASI SEKSUAL

(Studi Kasus Pada Lesbian)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh Dhea Marthilda

1511409057

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(3)

ii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi

Kasus pada Lesbian)” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 10 Juli 2014 Panitia:

Ketua Sekretaris,

Drs. Sutaryono, M. Pd Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si NIP.195708281983031005 NIP. 196301211987031001

Penguji Utama

Anna Undarwati, S.Psi. M.A. NIP. 198205202006042002

Penguji I/ Pembimbing I Penguji II/ Pembimbing II

(4)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 10 Juli 2014

Dhea Marthilda

(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan

(mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat

perbuatanmu). (QS. An-Naml: 55)

Bukan karena semua baik maka aku tersenyum, tetapi karena aku tersenyum maka

semua menjadi baik. (Penulis)

PERSEMBAHAN

Untuk Ibu, Bapa dan Keluargaku tersayang

yang selalu memberiku dukungan, doa, dan

(6)

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul

Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (studi kasus pada Lesbian). Berkat

kemurahan-Nya penulis mampu melaksanakan penelitian skripsi ini dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu penulis sampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Drs. Edy Purwanto. M.Si, selaku Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

3. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, saran serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Anna Undarwati, S.Psi. M.A. selaku Penguji Utama yang telah memberikan

masukan serta kritikan dalam rangka penyempurnaan skripsi.

6. Seluruh dosen pengajar jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES,

(7)

vi

7. Orangtuaku tercinta, Ibu Iswahyuni dan Bapak Suparyono, Kakak, serta Adiku

yang tidak pernah lelah menyayangi, membimbing sampai kapanpun, dan

mendoakan semua kebaikan untukku.

8. Teman-teman psikologi UNNES angkatan 2009 (Khususnya Trias, Rahil,

Medya, Bella, Ai, Happy, Anistya, Singgih, Yule, Anisa), kakak angkatan

(Khususnya Kak Belina, dan Kak Merdita, Mba Ina, Mba Alma, Budhe), adek

angkatan (Ocyd, Kotino), dan teman-teman kos Nur Asri (khususnya Mba Amel,

Mba Dinik, Mba Oky, Melidha, Ika, Intan dan Arai), kakak-kakak S2 Unika

(Khususnya Rahma, Mba Wenty, Mas Ryan), sahabat tercinta (Anisa, Osi, dan

Titin) yang selalu motivasi, bantuan, keceriaan dan kebersamaannya.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak

langsung.

Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis

khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Semarang, Juli 2014

(8)

vii

ABSTRAK

Marthilda, Dhea. 2014. Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual (Studi Kasus Pada Lesbian). Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dibawah bimbingan Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. dan Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si

Kata Kunci: orientasi seksual, lesbian

Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantik, dan kasih sayang yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. Homoseksual pada wanita disebut sebagai lesbian. saat ini di Indonesia dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kulitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini melibatkan 2 subjek wanita lesbian, narasumber penelitian ini adalah teman dekat subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi serta tes grafis. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada individu lesbian dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya beberapa faktor yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor ekonomi. Ketertarikan sesama jenis muncul semenjak masa remaja. Adanya trauma pelecehan seksual, konsep diri tentang lelaki dan perempuan yang kabur semasa kecil, dan pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis yang kurang menyenangkan menjadi faktor pendorong subjek menjadi lesbian.

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... i

LEMBAR PENGESAHAN……….. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN... ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….. ... iv

PRAKATA……… ... v

ABSTRAK... ... vii

DAFTAR ISI... ... viii

DAFTAR TABEL... ... xiii

DAFTAR GAMBAR……… ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN………. ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kontribusi Penelitian ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lesbian ... 9

(10)

ix

2.1.2 Jenis-jenis Lesbian... 13

2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Lesbian... 16

2.2 Pemilihan Orientasi Seksual ... 18

3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 20

3.2 Unit Analisis ... 23

3.3 Narasumber Penelitian ... 25

3.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27

3.4.1 Wawancara ... 27

3.4.2 Observasi ... 29

3.4.3 Dokumentasi ... 32

3.5 Keabsahan Data... 32

3.6 Metode Analisis Data ... 36

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Proses Penelitian ... 37

4.2.Identitas Subjek dan Informan ... 39

4.2.1 Keterangan Identitas………..39

4.2.2 Keterangan Koding………... 41

4.3.Temuan Penelitian ... 43

4.3.1 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Satu ... 43

4.3.1.1 Latar Belakang Subjek………... 43

(11)

x

4.3.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 45

4.3.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 46

4.3.2 Pemilihan Orientasi Seksual pada Subjek Dua ... 47

4.3.2.1 Latar Belakang Subjek……….. 47

4.3.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Pendorong Menjadi Lesbian ... 47

4.3.2.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual………. 48

4.3.2.4 Pengelolaan Hubungan Sosial………... 50

4.3.3 Hasil Observasi Subjek Satu………. 51

a). Kondisi umum subjek………. 51

1. Kondisi fisik subjek………. 51

2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 51

3. Lokasi kegiatan subjek………. 52

b). Aktivitas subjek………52

c). Dinamika psikologis subjek………. 52

1. Karakter subjek……… 52

2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 52

3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 53

d). Interaksi sosial subjek………. 53

1. Hubungan subjek dengan teman kos……….. 53

2. Hubungan subjek dengan keluarga……….. 53

3. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 53

(12)

xi

a). Kondisi umum subjek………..……… 54

1. Kondisi fisik subjek……… 54

2. Kondisi tempat tinggal subjek………. 54

3. Lokasi kegiatan subjek……… 55

b). Aktivitas subjek……….. 55

c). Dinamika psikologis subjek………. 55

1. Karakter subjek……… 55

2. Kecenderungan perilaku yang tampak atau kebiasaan subjek ... 55

3. Sikap yang ditampilkan subjek saat wawancara ... 55

d). Interaksi sosial subjek……….. 56

1. Hubungan subjek dengan teman kos……… 56

2. Hubungan subjek diluar teman kos……….. 56

4.4.Tes Grafis ... 56

4.4.1. Hasil Tes Grafis Subjek Satu (SB)……….. 56

4.4.2. Hasil Tes Grafis Subjek Dua (AA)……….. 57

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian………... 58

4.5.1 Gambaran Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Lesbian pada Subjek Satu..59

4.5.1.1 Latar Belakang Subjek………... 60

4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 60

4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……… 61

4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 63

(13)

xii

4.5.1.1 Latar Belakang Subjek……….. 63

4.5.1.2 Faktor-faktor Pendorong Penyebab Menjadi Lesbian ... 64

4.5.1.3 Relasi dengan Pasangan Homoseksual……….. 65

4.5.1.4 Pengelolaan Hubungan Sosial……….. 67

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian Secara Umum………. 68

4.6.1 Dinamika faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Satu (SB) ... 68

4.6.2 Dinamika Faktor-faktor Orientasi Seksual Subjek Dua (AA) ... 72

4.7 Kelemahan Penelitian……….74

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….. 75

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Unit Analisis Dinamika Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian ... 25

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Pedoman Observasi……….. 80

2. Pedoman Wawancara……… 81

2.1 Wawancara Subjek Primer………... 81

2.2 Wawancara Subjek Sekunder……….. 83

3. Catatan Lapangan………. 86

3.1 Subjek Pertama (SB)……….86

3.2 Subjek Kedua (AA)………. 95

4. Verbatim ………. 101

4.1 Subjek Pertama (SB)……… 101

4.2 Informan Subjek Pertama (OS)……… 120

4.3 Subjek Kedua (AA) ……… 138

4.4 Informan Subjek Kedua (EM) ……… 170

5. Tes Grafis ……… 185

5.1 Subjek Pertama (SB)……….185

5.2 Subjek Kedua (AA)……….. 189

6. Surat Pernyataan Kesediaan ……… 192

6.1 Subjek Pertama (SB)……….. 192

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah statis, dimulai dari pembuahan sampai

kematian selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan

psikologis. Perubahan inilah yang disebut sebagai perkembangan dalam rentang

kehidupan manusia. Manusia memiliki tahapan perkembangan dengan tugas-tugas

perkembangan yang penting untuk berbagai tahapan rentang kehidupan. Salah satu

tahapan dalam rentang kehidupan manusia adalah masa dewasa awal atau dewasa

dini.

Masa dewasa awal atau dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri

terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu yang berada

pada masa dewasa awal atau dewasa dini diharapkan memainkan peran baru, seperti

peran suami/isteri, orangtua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap

baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.

Masa dewasa awal atau dewasa dini memiliki beberapa tugas perkembangan, salah

satu diantaranya adalah memilih pasangan. (Hurlock, 1992: 246).

Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson (dalam Papalia, Olds, et. al,

2008: 684), masa dewasa awal (young adulthood) ditandai dengan adanya

(18)

memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan

kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif dan membina hubungan

yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini

timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang

tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.

Individu dewasa awal atau dewasa dini mencari keintiman emosional dan fisik

kepada pasangan romantis. Hubungan ini mensyaratkan ketrampilan seperti

kesadaran diri, empati, kemampuan mengkomunikasikan emosi, pembuatan

keputusan seksual, penyelesaian konflik dan kemampuan mempertahankan

komitmen. Ketrampilan tersebut sangat penting ketika individu dewasa awal atau

dewasa dini memutuskan untuk menikah, membentuk pasangan yang tidak terikat

pernikahan, atau hidup seorang diri, atau memiliki atau tidak memiliki anak

(Lambeth&Hallet dalam Papalia, 2008: 684). Namun menjadi suatu hal yang tidak

lazim ketika pernikahan itu terjadi antara sesama jenis yaitu wanita dengan wanita

atau pria dengan pria. Pernikahan sesama jenis tentu menjadi hal yang kontroversial

karena menikahi orang yang berjenis kelamin sama.

Pada tahun 1960-an terjadi revolusioner seksual di Amerika Serikat, sebuah

pergerakan yang menentang nilai-nilai tradisional terkait dengan seksualitas dan

peran gender, bahwa laki-laki dan perempuan tidak harus dipasangkan dan bahwa

ketertarikan sesama jenis adalah realita yang harus diterima. Istilah LGBTIQ pada mulanya hanya terdiri dari LGB, sebagai simbolisasi dari orientasi seksual di luar

(19)

seksual kepada jenis kelaminnya. Lesbian merupakan istilah untuk homoseks

perempuan, gay untuk homoseks laki-laki, dan biseksual adalah orientasi seksual

dimana seseorang memiliki ketertarikan baik kepada lawan jenis maupun sesama

jenis. Istilah LGB yang digunakan pada tahun 1990-an kemudian berkembang dengan

hadirnya pergerakan hadirnya waria (transgender) sehingga istilahnya menjadi

LGBT. Saat ini, istilah umum yang digunakan LGBTIQ, dengan tambahan interseks

yang merujuk pada keadaan dimana seseorang secara fisik maupun psikologis berada

diantara dua jenis kelamin, questioning untuk orang-orang yang masih

mempertanyakan identitas seksual dan gendernya, dan queer yang merupakan istilah

yang memayungi semua label seksual dan gender minoritas lainnya seperti

panseksual (ketertarikan seksual kepada semua gender, termasuk kepada

transgender), demiseksual (ketertarikan seksual kepada orang yang memiliki

kedekatan secara emosional), dan aseksual (tidak memiliki ketertarikan seksual sama

sekali) (Saragih, 2012: 3).

Orientasi seksual adalah fokus ketertarikan seksual, romantis, dan kasih sayang

yang konsisten, bisa jadi bersifat heteroseksual, homoseksual, atau biseksual (Papalia,

2008: 595). Pada tahun 1973, American Physiciatric Association (APA) sudah

mengeluarkan homoseksualitas dari kategori gangguan kejiwaan. Indonesia pun turut

mengadopsi PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) II dan III

yang menyatakan hal serupa: gay dan lesbian bukanlah gangguan kejiwaan (Yulius,

(20)

Orientasi seksual berhubungan dengan arah ketertarikan seseorang terhadap

anggota gendernya sendiri atau gender lawan. Lesbian bukan merupakan gangguan

identitas gender. Lesbian adalah disorientasi seksual. Perbedaan gangguan identitas

gender melibatkan kebingungan seseorang seseorang akan perasaannya secara

psikologis sebagai pria atau wanita dan anatomi seksnya (Nevid, 2002: 100) . Kaum

lesbian tidak meragukan identitas gendernya. Ia menyadari dan menerima bahwa

dirinya seorang wanita. Lesbian lebih mengarah pada pemilihan orientasi seksual.

Untuk menentukan besarnya angka insidensi dan angka prevalensi penyimpangan

perilaku lesbian secara akurat memang sangat sulit. Penelitian yang dilakukan oleh

banyak pakar dari banyak negara belum mampu menentukan secara tepat besarnya

angka insidensi dan prevalensi lesbian. Namun, secara umum, diperkirakan jumlah

kaum lesbian dan homoseksual didalam masyarakat adalah 1% hingga 10% dari

jumlah populasi. Seorang ahli seksologi terkenal, Kinsey, bahkan menyebutkan

bahwa setidaknya 2% hingga 5% wanita adalah lesbian. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Kinsey pada remaja berusia 20 tahun, terdapat 17% perempuan mempunyai

pengalaman lesbian. Pada penelitian yang dilakukan terhadap remaja berusia 16-19

tahun, terdapat 6% wanita lesbian. Ada pula pakar melaporkan bahwa 10,7% murid

SMA berusia 12-18 tahun tidak yakin dengan orientasi seksual mereka, sekitar 5-6%

dari murid-murid ini dideskripsikan sebagai lesbian (Soewandi, 2012: 1).

Cinta seorang lesbian itu sangat mendalam dan lebih hebat daripada cinta

(21)

wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat daripada cinta homoseksual diantara

kaum pria.

Cinta seorang lesbian pada pasangan wanitanya membuat ia gelap mata. Pada

Juli 2014, di Indramayu terjadi percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang

lesbian terhadap pasangannya yang sedang menggelar pesta pernikahan. Pelaku (RO)

diduga sakit hati karena pasangan lesbiannya (ER) menikah dengan lelaki (SA). RO

terbukti berusaha melakukan pembunuhan terhadap ER. Peristiwa penusukan terjadi

di rumah ER di Blok Serpati Sedadap Juntinyuat saat ER dan SA usai menjalani akad

nikah. Saat itu ER sedang beristirahat di kamarnya, tiba-tiba RO menerobos masuk

pintu kamar belakang rumah dan langsung menyerang menggunakan pisau dapur. RO

diduga sakit hati karena pasangan menikah secara normal dengan laki-laki. ER dan

RO menjalin hubungan sesama jenis saat menjadi TKW di Dubai setahun yang lalu

(Wahid, 2014: 1)

Pada 15 Mei 2010, berlangsung pernikahan antara 2 perempuan di Surabaya,

pernikahan secara Islam antara pasangan lesbian itu dihadiri seorang ulama. Kepada

sebuah situs, Sang Pemuka Agama Moderat tersebut menyatakan dirinya hanya

memfasilitasi saja. Perkembangan ini menunjukan bahwa generasi lesbian dan gay

sekarang mulai ingin menikah (Rnw.nl-Indonesia, 2010).

Saat ini dapat dipastikan sudah banyak orang yang memiliki orientasi

homoseksual, walaupun belum dapat dipastikan angkanya secara statistik. Sebagai

contoh, sebut saja SB (22), ia menjadi lebian selama 4 tahun terakhir. Dalam

(22)

Femme ialah sebutan untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan. SB kuliah di

salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Semarang. SB adalah anak pertama dari 2

bersaudara, adiknya yang juga perempuan berbeda 4tahun darinya. Dalam kehidupan

sehari-harinya SB terlihat seperti wanita normal. SB mengaku kalau dirinya menjadi

lesbian karena terpengaruh oleh temannya yang bernama R (21). R adalah lesbian

yang berperan sebagai lelaki atau yang lebih dikenal sebagai butchi.

Berbeda dengan SB, AA (26) mengaku bahwa ia sudah menyukai wanita sejak

ia mulai bisa mengingat. AA bercerita bahwa sejak ia masih kecil ia sudah menaruh

hati dengan wanita. Namun ia masih memilah-milah apa yang sebenarnya terjadi di

dalam dirinya sampai ia duduk di bangku SMA. Saat ini AA sudah pernah berpacaran

dengan wanita sebanyak 4 kali.

Fenomena lesbian ini seperti gunung es, yaitu hanya puncaknya saja yang

terlihat, tetapi dasarnya tidak terjamah jauh didalam sana. Semakin merebaknya kaum

lesbian di Indonesia tentu saja membuat peneliti tertarik untuk menelusuri lebih lanjut

apa yang mendasari individu memutuskan untuk menjadi seorang lesbian. Oleh

karena itu peneliti mengambil judul ”Faktor-Faktor Pemilihan Orientasi Seksual

(Studi Kasus Pada Lesbian)”.

1.2.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut, bagaimanakah faktor-faktor pemilihan orientasi

(23)

1.3.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian.

1.4.

Kontribusi Penelitian

Penelitian faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian ini akan

diperoleh hasil sebagai berikut :

1.4.1. Secara Teoritis

Manfaat yang diperoleh secara teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Memberi sumbangan pengayaan wacana pengetahuan umum mengenai

faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita lesbian

2. Menambah khasanah keilmuan dibidang psikologi pada umumnya dan dibidang

psikologi klinis pada khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor pemilihan

orientasi seksual pada wanita lesbian

1.4.2. Secara Praktis

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat luas mengenai faktor-faktor pemilihan

orientasi seksual pada wanita lesbian.

(24)

Sebagai salah satu referensi dan dapat menjadi sumber inspirasi untuk penelitian

lebih lanjut mengenai faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada wanita

(25)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Lesbian

2.1.1. Definisi Lesbian

Lesbian berasal dari kata Lesbos yang artinya pulau ditengah lautan Egeis yang

pada zaman dahulu dihuni oleh kaum perempuan (Kartono, 2006: 249). Pada

masyarakat Barat Lesbianisme dikenal melalui Sappho yang hidup di Pulau Lesbos

pada abad ke-6 SM. Dia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak wanita

sehingga banyak pengikut-pengikutnya. Akan tetapi, dia kemudian jatuh cinta kepada

beberapa pengikutnya dan menulis puisi-puisi yang bernadakan cinta. Menurut

Sappho, maka kecantikan wanita itu tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya.

Oleh karena itu, kepuasan seksual juga mungkin diperolehnya dari sesama wanita

(Lewiston dalam Soekanto, 2004: 103).

Lesbian adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual

sesama jenisnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 820). Martin dan Lyon

(dalam Crooks, 1983: 291) berpendapat bahwa lesbian adalah sebutan untuk

perempuan yang tampil erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya pada

sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat.

Kartono menjelaskan bahwa kecenderungan homoseksual (lesbian pada wanita)

(26)

masa remaja masih terdapat kecenderungan jatuh cinta pada wanita, dan muncul

keinginan untuk menolak cinta heteroseksual dari pria. Objek yang dicintai bisa

berganti kadang seorang wanita, kadang seorang pria. Akan tetapi pada masa dewasa

(kelanjutan biseksual masa remaja), obyek erotisnya benar-benar seorang wanita

(Kartono, 2009: 267).

Penjelasan secara sosiologis mengenai homoseksual/lesbianisme bertitik tolak

pada asumsi kebutuhan untuk menyalurkan ketegangan. Oleh karena itu, baik tujuan

maupun objek dorongan seksual diarahkan oleh faktor sosial. Artinya, arah

penyaluran ketegangan dipelajari dari pengalaman sosial, dengan demikian tidak ada

pola seksual alamiah, karena yang ada adalah pola pemuasnya yang dipelajari dari

adat istiadatnya lingkungan sosial. Lingkungan sosial akan menunjang atau mungkin

menghalangi sikap-tindak dorongan-dorongan seksual tertentu (Soekanto, 2004: 105).

Cinta homoseksual itu bersifat lebih mendalam daripada cinta heteroseksual,

bentuk homoseksual yang lebih hebat biasanya ada pada homoseksual wanita

(lesbian) daripada homoseksual pada pria. Dalam hubungan homoseksual ini sering

tidak diperoleh pemuasan seksual secara nyata (Kartono, 2009: 268).

Pasangan homoseksual wanita atau lesbian ini biasanya adalah kedua partner

yang selalu berganti peranan. Yang pertama berperan sebagai lelaki yang bersikap

aktif dan sadis. Individu bisa memainkan peran ini karena dirinya didorong keinginan

untuk menuntut hak untuk “menjadi laki-laki”, ataupun sederajat dengan kaum pria.

Yang kedua berperan sebagai wanita feminine yang bersikap pasif masochis, karena

(27)

(misalnya identifikasi terhadap ibunya dimasa kanak-kanan dan masa pra-pubertas)

(Kartono, 2009: 269).

Seringnya relasi homoseksual ini berlangsung dalam hubungan segitiga yang

kesemua anggotanya adalah wanita. Biasanya wanita homoseksual itu setia pada

salah satu partnernya (partner tetap/pertama). Pada partner tetapnya ia memainkan

peran yang agresif-sadistis karena didorong oleh pola identifikasi yang amat kuat

terhadap ayahnya. Sedangkan partner yang kedua selalu berganti ganti pasangan dan

memainkan peran sebagai wanita yang bersikap tunduk dan menyerah. Biasanya

mereka memanggil dengan nama kesayangan lelaki dengan nada mesra yang

mengandung cinta seksual (Kartono, 2009: 269).

Pada relasi-relasi homoseksual, biasanya terdapat unsur-unsur emosi yang

berkebalikan, seperti secara sekaligus merasa benar-benar wanita; tetapi juga merasa

berbeda (merasa sebagai laki-laki), merasa identik sebagai wanita sekaligus tidak

identik, merasa takut dan bimbang; tetapi merasa aman-terlindungi karena bisa

memiliki obyek cintanya serta bisa melakukan relasi seks, ada unsur sadism yang

berbarengan dengan masochisme, merasa asing sekaligus merasa intim dengan obyek

cintanya. Tidaklah mengherankan, kiranya bahwa karena adanya elemen-elemen

afeksi yang saling bertentangan itu, yaitu ada keinginan-keinginan untuk menolak dan

hasrat-hasrat untuk meraih, maka terjadilah bermacam-macam gangguan emosional.

Dan pada akhirnya akan menjurus pada gejala yang neurotis (Kartono, 2009: 270).

Kinsey (1948) menyadari bahwa lebih dari setengah abad yang lalu perilaku

(28)

berkelanjutan dalam sebuah rangkaian yang jelas. Beberapa heteroseksual telah

terikat didalam perilaku homoseksual atau pengalaman ketertarikan dengan sesama

jenis, seperti kebanyakan gay dan lesbian yang pernah mempunyai pengalaman

dengan lawan jenis dan beberapa individu menjadi bingung atau tidak yakin tentang

orientasi seksualnya. Karena stigma homoseksualitas, orang tersebut mungkin

mengalami kecemasan karena di cap sebagai gay atau lesbian, yang mereka

wujudkan dalam permusuhan atau agresi terang-terangan terhadap orang-orang

homoseksual. (Herek, 2000: 3)

Gelora nafsu homoseksual itu sering timbul pada anak gadis pada usia puber,

menurut analisa psikologi. Hal ini ini dimulai dengan fantasi cinta heteroseksual yang

penuh nafsu, namun selalu mengalami kegagalan, sehingga nafsu-nafsu seksualnya

tidak terpuaskan. Fantasi-fantasi itu berlangsung secara terus menerus, akan tetapi

kemudian berubah memanifestasikan diri dalam dua gejala, yaitu (Kartono, 2009:

270) :

- Pertama : harapan pasif untuk dicintai, kemudian dirubah menjadi bentuk

keinginan-keinginan yang aktif untuk mencintai.

- Kedua : untuk pengganti dari pasangan sebagai obyek cinta yang pasif, lalu ia

mengidentifikasikan diri sebagai subjek aktif, tokoh seorang pria. Dalam

khayalan idenya, ia kini menjadi laki-laki. Lalu ia memilih seorang gadis atau

seorang wanita menjadi obyek cintanya.

Pemuasan seksual pada pasangan lesbian itu melalui mulut dan alat kelamin

(29)

seksual yang merangsang zona mulut (oral) yaitu pemuasan dorongan menyusu pada

bayi yang terulang kembali pada relasi homoseksual pada usia dewasa, yang bisa

menyebabkan timbulnya abnormalitas psikis dan neurotis. Pelaksanaan pemuasan

seksual diantara pasangan lesbian ini antara lain adalah dengan cara: saling memeluk

mesra, berdekap-dekapan, menyusu putting partner masing-masing, melakukan

mastrubasi anal dan mastrubasi genital, saling membelai dan mencium, terkadang

mereka menggunakan semacam celana atau sabuk yang berpenis, lalu mereka

berganti peran memainkan peran sebagai lelaki (Kartono, 2009: 271).

Dipandang dari bentuk dan isinya, homoseksualitas wanita itu merupakan

kelanjutan daripada pengalaman-pengalaman biseksual masa pubertas; yaitu

peningkatan atau intensifikasi daripada pengalaman-pengalaman pubertas, pada usia

dewasa.

2.1.2. Jenis-jenis Lesbian

Kartono (2009: 263) membagi dua kelompok lesbian, yaitu :

a. Kelompok Pertama

- Kelompok perempuan yang memiliki banyak ciri kelaki-lakian, baik dati

susunan jasmani dan perilakunya, maupun pada pemilihan objek erotisnya.

Biasanya tipe ini memiliki bentuk tubuh lelaki pada umumnya.

- Kelompok perempuan yang memiliki bentuk tubuh sempurna wanita.

(30)

pita suara yang berat seperti laki-laki, pertumbuhan rambut dan bulu yang

panjang, tumbuhnya kumis dan jenggot, tidak memiliki buah dada, dll.

b. Kelompok Kedua

Adalah dari para wanita homoseks yang tidak memiliki tanda-tanda kelainan

fisik. Jadi mereka memiliki tubuh sempurna wanita. Penyebabnya

dikarenakan dari faktor psikhogin. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:

Masa pubertas merupakan faktor terpenting bagi pemastian seksualitas

seorang wanita; yaitu gadis puber ini akan menjadi wanita dewasa yang

homoseksual atau heteroseksual (mencintai seks dari lain jenis). Adanya

gejala-gejala biseksual pada usia remaja itu bisa menyebabkan individu

menjadi homoseksual di masa dewasa. Penyebabnya adalah sebagai

berikut: objek-objek seksual itu tidak selalu berwujud seorang pria saja,

akan tetapi bisa juga berwujud seorang wanita. Misalnya saja dalam wujud

kecintaan seorang anak gadis yang ditunjukan kepada seorang teman

wanita. Maka dalam periode biseksual (yaitu periode mencintai seorang

kawan pria dan sekaligus mencintai seorang kawan putri pada usia puber)

itu sering terdapat gejala kelaki-lakian/kejantanan pada diri seorang gadis,

yang diperkuat oleh faktor-faktor psikhis. Faktor-faktor psikhis ini antara

lain berwujud : identifikasi yang terlalu ketat terhadap ayah, dorongan

kompulsif untuk mengimitir kakak laki-laki, ketakutan pada

(31)

Homoseksual yang muncul di usia dewasa itu pada umumnya merupakan

kelanjutan daripada gejala gejala di masa pubertas yang disebabkan oleh

ketidakmampuan diri wanita tersebut untuk mengubah kecenderungan biseksual

menjadi kecenderungan yang heteroseksual (Kartono, 2009: 264).

Selain itu ada lagi type wanita homoseksual yang memiliki bakat biseksualitas

yang besar. Pada umumnya, wanita type ini mempunyai minat cukup besar terhadap

interesse dari kaum pria. Mereka juga suka memilih profesi yang biasanya dijabat

oleh kaum laki-laki. Ciri-ciri kejantanannya sangat menonjol, dan biasanya mereka

memiliki kehidupan perasaan yang bersifat jantan pula. Akan tetapi type wanita ini

cenderung untuk selalu memilih obyek-seksuilnya seorang wanita. Para wanita ini,

proses homoseksualitasnya lebih banyak bersifat biologis (Kartono, 2009: 265).

Jenis homoseksualitas lain yang memiliki kecenderungan-kecenderungan

kejantanan yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh psikologis, contohnya

dipaparkan sebagai berikut (Kartono, 2009: 265) :

(32)

sifat kewanitaannya, dan bertekad bulat menjadi seorang laki-laki. Dengan begitu, homoseksualitasnya itu tidak disebabkan oleh adanya kelainan organis pada dirinya, akan tetapi ditimbulkan oleh faktor psikologis. Dalam hal ini kebutuhan emosional pada gadis/wanita tadi untuk mencintai dan dicintai, serta untuk mengatasi perasaan-perasaan inferioritasnya sebagai seorang wanita. Sehingga ia berusaha dengan segenap daya dan upaya untuk menonjolkan tendens kelaki-lakiannya, lalu memilih obyek cintanya seorang wanita.

2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Lesbian

Supratiknya (1995: 96) mengungkapkan beberapa faktor yang dapat

menyebabkan individu menjadi lesbian adalah :

a. Kekurangan hormon kewanitaan pada saat masa pertumbuhan.

b. Mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada saat masa

remaja atau setelahnya.

c. Memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang menakutkan atau

tidak menyenangkan.

d. Dibesarkan di tengah keluarga di mana ayah dominan sedangkan ibu lemah,

atau tidak ada.

Menurut Kartono, (2006: 248) penyebab individu menjadi bagian kaum lesbian

dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :

a. Faktor hereditas

Adanya ketidakseimbangan hormon-hormon seks dalam tubuh.

(33)

Pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan

seksual yang normal, misalnya pola asuh dan lingkungan terdekat yang

mempengaruhi individu untuk merangsang munculnya perilaku homoseksual.

c. Pengalaman traumatis

Adanya pengalaman buruk di masa lalu yang terus melekat dalam benaknya

sehingga menimbulkan kebencian tertentu.

d. Mencari kepuasan relasi homoseksual

Individu mencari kepuasan homoseksual dikarenakan dirinya pernah

menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan dan berkesan pada

masa remaja.

Tan (2005: 56), mengungkapkan beberapa penyebab menjadi lesbian adalah

sebagai berikut:

a. Pengaruh keadaan keluarga

Hubungan antara ayah dan ibu yang sering cekcok. Antara orang tua dan

dengan anak-anak yang tidak harmonis atau bermasalah. Juga ibu yang terlalu

dominan di dalam hubungan keluarga (sehingga meminimalis peran ayah).

b. Pengalaman seksual buruk pada masa kanak-kanak

Pelecehan seksual dan kekerasan yang dialami seorang perempuan pada masa

kanak-kanak bisa menyebabkan anak tersebut menjadi seorang lesbian pada

waktu dewasanya.

(34)

Pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi seseorang untuk

bertingkah laku seperti orang-orang dimana dia berada.

Homoseksual wanita (lesbianisme) itu banyak disebabkan oleh faktor-faktor

eksogen atau lingkungan. Baik terhadap homoseksual maupun lesbianisme, orang

tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhannya (Kartono, 2009: 250).

2.2.

Pemilihan Orientasi Seksual

Menurut Kartono (2006: 249), pada usia pubertas bisa muncul kecenderungan

biseksual yaitu untuk mencintai sesama jenisnya maupun lawan jenisnya. Namun

dalam proses menuju dewasa kecenderungan ini bisa berubah, perubahannya dapat

menjadi individu yang homoseksual ataupun heteroseksual.

Biseksualitas pada remaja akan berkembang menjadi heteroseksual pada proses

perkembangan anak remaja yang normal. Namun, prosesnya akan menjadi abnormal

jika disebabkan oleh faktor-faktor eksogin atau endogen tertentu. Biseksual itu akan

berkembang menjadi homoseksual, yang objek erotiknya adalah benar-benar seorang

wanita (Kartono, 2006: 249).

Cinta wanita lesbian sangat mendalam, dan lebih hebat daripada cinta

heteroseksual dan cinta homoseksual daripada cinta homoseksual pada pria. Pada

relasi lesbian tersebut sering tidak diperoleh kepuasan seksual yang wajar (Kartono,

(35)

Biasanya, peristiwa prevensi heteroseksual berupa lesbianisme itu akan

mengarah pada bentuk yang patologis. Gejala pervensi tadi antara lain disebabkan

karena (Kartono, 2006: 250) :

1). Wanita yang bersangkutan terlalu mudah menjadi jenuh dalam relasi

heteroseksual dengan suaminya atau seorang pria.

2). Ia tidak pernah merasakan orgasme.

Bisa juga disebabkan oleh pengalaman traumatis dari wanita yang bersangkutan

dengan seorang pria atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci dan antipati

terhadap setiap lelaki. Lalu ia lebih suka melakukan relasi seks dan hidup bercinta

dengan seorang wanita lain. Jadi relasi heteroseksual tersebut tidak bisa membuat

pribadi wanita tadi menjadi bahagia; sehingga dia ingin melakukan relasi seks dengan

seorang wanita sebagai kompensasi dari rasa tidak bahagia. Ringkasnya,

homoseksualitas pada laki-laki dan lesbianisme (homoseksualitas wanita) itu banyak

(36)

20

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian.

Prosedur pelaksanaan suatu penelitian harus didasari dengan metode penelitian ilmiah

agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan diterima

secara objektif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena memiliki makna penelitian

tersendiri dan hasil yang tidak dapat diungkapkan melalui angka-angka tetapi

memerlukan pendekatan kepada subjek untuk mencapai hasil yang ingin diungkapkan

peneliti. Bogdan dan Taylor (dalam Nurastuti, 2007: 90) mendefinisikan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan kualitatif lebih menekankan kepada analisisnya pada proses

penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan

antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 2012: 5).

Alasan menggunakan metode kualitatif yaitu karena dalam penelitian ini tidak

berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang

(37)

akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian eksperimen

maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam terhadap suatu

fenomena dengan mendeskripsikan masalah secara terperinci dan jelas berdasarkan

data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian. Adapun masalah yang diambil

dalam penelitian ini adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian,

dengan tujuan mendeskripsikan faktor-faktor orientasi seksual yang berkaitan dengan

kriteria, penyebab, dan mengapa ia memilih menjadi seorang lesbian. Oleh karena itu,

penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan karakteristik individu tersebut secara

menyeluruh sehingga individu atau organisasi dipandang sebagai bagian dari suatu

keutuhan, bukan dikategorisasikan ke dalam variabel atau hipotesis. Hasil penelitian

diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobyektif dan sedetail

mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari objek studi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Studi kasus itu

sendiri menurut Poerwandari (2007: 65) merupakan fenomena khusus yang hadir

dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara

fenomena dan konteks tidak sepenuhnya tidak jelas. Kasusnya dapat berupa kasus

individu, peran, kelompok kecil, organisasi komunitas, atau bahkan suatu bangsa.

Penelitian ini menggunakan studi kasus karena peneliti berupaya menelaah sebanyak

mungkin data mengenai subjek yang diteliti dan menguraikan suatu kasus secara

(38)

Yin (2004: 46) menjelaskan empat desain studi kasus, yaitu (1) desain kasus

tunggal holistik, (2) desain kasus tunggal terjalin (embedded), (3) desain kasus

multikasus holistik, dan (4) desain multikasus terjalin. Yin (2004: 47-49) menjelaskan

bahwa studi kasus tunggal merupakan suatu desain yang cocok untuk beberapa

keadaan. Pertama, kasus yang diteliti menyatakan kasus penting dalam menguji suatu

teori yang telah disusun dengan baik. Kedua, kasus tersebut menyajikan suatu kasus

ekstrem atau unik, dimana suatu luka atau kelainan spesifik demikian langka

sehingga kasus tunggal cukup berharga untuk didokumentasikan dan dianalisis.

Ketiga, kasus penyingkapan itu sendiri atau berkaitan dengan tujuan penyingkapan itu

sendiri. Situasi ini muncul manakala peneliti mempunyai kesempatan untuk

mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang tak mengizinkan penelitian

ilmiah. Studi kasus tunggal holistik merupakan desain yang digunakan jika studi

kasus hanya mengkaji sifat umum program yang bersangkutan. Studi kasus tunggal

terjalin merupakan desain yang digunakan bilamana di dalam kasus tunggal,

perhatian diberikan kepada satu atau beberapa subunit analisis.

Ringkasan dari paparan diatas, yakni penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif dengan menggunakan desain penelitian studi kasus tunggal holistik. Adapun

kasus yang akan dikaji dalam penelitian ini yakni kasus mengenai wanita lesbian,

memberikan gambaran mengenai latar belakang, hal-hal yang menyebabkan dan

mempengaruhi seorang wanita memilih orientasi seksual lesbian dalam setting latar

(39)

hendak dikaji akan digali dalam situasi dimana subjek mengalami pengalaman

tersebut sehingga subjek dapat menggambarkan seperti yang sebenarnya terjadi.

3.2.

Unit Analisis

Moleong (2005: 225) mengungkapkan penetapan sampel, besarnya dan strategi

sampling bergantung pada penetapan satuan kajian (unit analisis). Adapun pengertian

dari unit analisis adalah informasi yang ingin digali berdasarkan konteks penelitian

dan fokus kajian yang telah ditentukan (Moleong, 2005: 225).

Sehubungan dengan penjelasan mengenai karakteristik unit analisis, Moleong

(2005: 224) menjelaskan bahwa:

Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Berkenaan dengan hal tersebut, selain sampling juga terdapat adanya satuan

kajian dimana mengenai satuan kajian tersebut, Moleong (2005: 225) menjelaskan

bahwa:

(40)

yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.

Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah faktor-faktor pemilihan orientasi seksual pada lesbian. Sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah

pelaku lesbian yang merupakan subjek dalam penelitian sebagai informan utama,

teman subjek sebagai informan pendukung. Melalui sub unit analisis tersebut akan

digali berbagai informasi yang berkaitan dengan orientasi seksual lesbian. Hal

tersebut berupa faktor yang mempengaruhi bagaimana kriteria, penyebab, dan

mengapa ia memilih menjadi lesbian. Adapun tabel unit analisis yang digunakan

[image:40.612.107.486.402.703.2]

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Unit Analisis Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian

Unit

Analisis Sub Unit Analisis

Sumber Informasi Informan Utama (Pelaku Lesbian) Informan Pendukung (Teman Subjek) Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual Penyebab:

- Faktor-faktor pendorong penyebab menjadi lesbian

 Biologis  Psikologis

V V

Relasi dengan pasangan homoseksual:

1. pembagian peran dalam berhubungan

2.ada/tidakya hubungan segitiga

3.emosi yang kontradiktif

4.pemuasan seksual

V

V V

V Pengelolaan hubungan sosial :

(41)

keluarga

2. interaksi sosial dalam masyarakat

3. interaksi sosial dengan sesama pelaku lesbian

V

V

V

V

V

3.3.

Narasumber Penelitian

Cara pemilihan narasumber dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive

sample. Hal tersebut sesuai dengan Moleong (2005: 224) yang mengatakan bahwa

pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive

sample).

Berdasarkan pada fokus kajian penelitian yaitu faktor-faktor orientasi lesbian,

maka responden sebagai narasumber yang diambil dalam penelitian ini adalah pelaku

lesbian yang memiliki karakteristik dan pertimbangan tertentu mengingat tidak semua

pelaku lesbian yang bersedia dan senang kehidupannya diekspos untuk dijadikan

bahan penelitian. Penelitian dilakukan terhadap dua orang pelaku lesbian yang

memiliki karakteristik tertentu yaitu lesbian yang pernah menjalin hubungan

(berpacaran) dengan lelaki. Alasan pengambilan narasumber berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang telah disesuaikan dengan tema penelitian

dimana responden merupakan mahasiswi pada sebuah perguruan tinggi di Semarang

yang pernah menjalin hubungan dengan lelaki.

Subjek yang pertama bernama SS. Ia berusia 21 tahun dan saat ini sedang

(42)

Perannya dalam berhubungan dengan kekasih perempuannya adalah sebagai femme.

Saat ini ia sudah 3 kali berganti kekasih perempuan.

Subjek yang kedua bernama AR. Ia berusia 23 tahun. Saat ini menjadi mahasiswi

di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Semarang. Dalam hubungan

percintaannya dengan kekasih perempuannya, ia berperan menjadi butchi atau lesbian

laki-laki.

Pemilihan responden dilakukan dengan cara menggunakan studi pendahuluan

terhadap pelaku lesbian di Semarang, kemudian memilih responden sesuai dengan

kriteria yang merupakan pelaku homoseksual (lesbian). Informasi atau data yang

diperoleh juga berasal dari informan yang dapat memberikan informasi seputar fokus

kajian penelitian yang berhubungan dengan responden penelitian. Informan yang

dapat diambil informasinya sebagai data pendukung sesuai dengan kondisi subyek

yang sebenarnya adalah individu yang memiliki hubungan kedekatan serta mengenal

dekat subyek.

Informan pertama bernama OS, OS adalah teman dekat SB semenjak duduk di

bangku SMP. Tetapi mereka berpisah di SMA dan baru bertemu lagi setelah kuliah di

Semarang. Walaupun mereka tidak satu Universitas, tetapi mereka masih sering

bertemu dan bermain bersama. Diharapkan dengan kedekatan mereka OS dapat

(43)

Informan kedua bernama EM. EM adalah teman satu kos AA, walaupun AA dan

EM tidak satu kamar, tetapi AA kerap bercerita mengenai masalah pribadinya dengan

EM. EM lebih muda 4 semester dibawah AA. EM diharapkan dapat memberikan

informasi dan data yang lengkap mengenai AA.

3.4.

Metode dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

metode observasi dan wawancara. Sebagai tehnik dan pengumpulan data pelengkap,

dilakukan penggunaan alat tes psikologi. Alat tes psikologi yang digunakan berupa

tes grafis, berupa DAP (Draw a Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person).

Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui

bagaimana tipe kepribadian subjek yang secara tidak langsung mempengaruhi

perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi seksual.

3.4.1. Wawancara

Moleong (2005: 186) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu. Pendapat lain diutarakan oleh Hadi (dalam Rahayu dan Ardhani dan

Ardani, 2004: 63) yang mengemukakan pengertian wawancara sebagai sebuah

metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan

sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Sepihak yang dimaksud

menerangkan perbedaan tingkat kepentingan antara kedua belah pihak. Wawancara

(44)

Percakapan dilakukan oleh kedua pihak yakni pewawancara (interviewer) dan yang

diwawancarai (interviewee).

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

terbuka atau wawancara semi terstruktur. Wawancara terbuka dilakukan agar subjek

penelitian mengetahui maksud dan tujuan mereka diwawancarai, serta secara

sukarela tanpa paksaan menyetujui pelaksaan wawancara. Wawancara semi

terstruktur menggunakan seperangkat pertanyaan yang telah baku (terstruktur)

namun tidak menutup kemungkinan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi maupun

situasi subjek. Peneliti juga menggunakan alat bantu recorder, pena, dan kertas

untuk memudahkan proses wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengungkap beberapa hal yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut :

a).Identitas subjek

1). Nama

2). Usia Saat Wawancara

3). Usia Awal Berpacaran dengan Laki-laki

4). Usia Awal Berpacaran dengan Sesama Perempuan

5). Alamat

6). Tinggal Bersama

(45)

8). Pendidikan

b).1. Riwayat Subjek

a. Masa Kecil

b. Masa Remaja

c. Masa Sekarang

d. Hubungan dengan Orangtua

e. Masalah yang Timbul

2. Persepsi Subjek Terhadap Situasi yang Dialami

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada subjek penelitian langsung atau

si pelaku lesbian sebagai narasumber primer penelitian. Sedangkan narasumber

sekunder yaitu berasal dari teman subjek digunakan sebagai cross check terhadap

data-data yang diperoleh dari subjek penelitian. Narasumber primer dalam penelitian

ini akan diambil sebanyak 2 orang, sedangkan narasumber sekunder ada 2 orang.

3.4.2. Observasi

Observasi digunakan untuk melengkapi instrumen utama pengambilan data.

Menurut Rahayu dan Tristiadi (2004: 1), observasi adalah pengamatan yang

bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga akan diperoleh

suatu pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi

atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan

(46)

yang terlibat dalam aktivitas tersebut, serta untuk mengetahui makna kejadian yang

akan dilihat dari perspektif individu-individu yang terlibat dalam kejadian yang

sedang diamati. Pendeskripsian mengenai kejadian-kejadian ini haruslah kuat, faktual

sekaligus teliti tanpa tercemari oleh berbagai hal yang tidak relevan dengan penelitian

yang dilakukan. Jadi, melalui observasi peneliti ingin mempelajari setting, aktivitas,

lingkungan dan perspektif kaum lesbian yang sebelumnya sudah pernah berpacaran

dengan laki-laki.

Terdapat beberapa alasan penggunaan observasi atau pengamatan dalam

penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut (Guba dan Lincoln dalam Moleong 2005:

174):

a. Observasi didasarkan atas pengalaman secara langsung.

b. Observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat

perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.

c. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan

pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.

d. Digunakan sebagai pelengkap wawancara karena terkadang terjadi keraguan atau

kekeliruan sehingga observasi dapat digunakan untuk mengecek hal tersebut.

e. Memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.

f. Dapat digunakan untuk kasus-kasus tertentu yang tidak dapat menggunakan

metode lain.

Observasi dilaksanakan ketika peneliti berinteraksi dengan narasumber, baik

(47)

khusus untuk mengamati keseharian narasumber di lokasi kegiatan. Penelitian ini

menggunakan jenis observasi non-partisipan dimana observer tidak turut ambil

bagian sepenuhnya dalam kehidupan observee (Rahayu dan Ardhani, 2004: 11).

Adapun observasi yang dilakukan terhadap subjek antara lain :

a). Kondisi Umum (penampilan fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal dan

lokasi kegiatan

b). Aktivitas narasumber (kegiatan dikampus, kegiatan ekstrakulikuler narasumber,

aktivitas sehari-hari diluar jam kampus)

c). Dinamika psikologis narasumber (karakter narasumber, kecenderungan perilaku

yang tampak atau kebiasaan responden, dan sikap yang ditampilkan responden

pada saat wawancara)

d). Interaksi sosial narasumber (hubungan responden dengan sesama teman

dikampus, dan hubungan responden dengan teman kos)

Alat observasi yang digunakan adalah catatan lapangan, dimana peneliti mencatat secara deskriptif hal-hal yang dianggap penting saat observasi. Dalam hal

ini, peneliti bebas membuat catatan. Pencatatan tidak dilakukan langsung pada saat di

lapangan karena dapat mempengaruhi perilaku alamiah narasumber sehingga

pencatatan dilakukan segera mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.

Bodgan dan Biklen dalam Moleong (2006: 209) mengartikan Catatan Lapangan

sebagai catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan

(48)

kualitatif. Penemuan pengetahuan ataupun teori harus didukung dengan data yang

kongkret dan bukan ditopang oleh yang berasal dari ingatan observer saja.

3.4.3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk mendukung dan menunjang tehnik wawancara

dan observasi dalam mengumpulkan data. Adapun dokumentasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah berupa penggunaan alat tes psikologis berupa DAP

(Draw a Person),BAUM dan HTP (House Tree Person).

3.5.

Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan derajat kepercayaan data. Menurut Moleong (2005:

320-321), yang dimaksud dengan keabsahan data adalah setiap keadaan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Mendemonstrasikan nilai yang benar.

(2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.

(3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari

prosedur dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Dalam penelitian kualitatif, untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria

dan teknik pemeriksaan. Adapun kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data

sebagai berikut (Moleong, 2005: 327) :

(49)

Kriteria Teknik Pemeriksaan

Kredibilitas (derajat kepercayaan) 1. Perpanjangan keikutsertaan 2. Ketekunan pengamatan 3. Triangulasi

4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan referensial 6. Kajian kasus negatif 7. Pengecekan anggota

Keteralihan 8. Uraian rinci

Kebergantungan 9. Audit kebergantungan

Kepastian 10.Audit kepastian

Berdasarkan teknik-teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut, penelitian ini

hanya menggunakan teknik ketekunan pengamatan di lapangan dan teknik

triangulasi. Menurut Moleong (2005: 329), ketekunan pengamatan bermaksud

menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal

tersebut secara rinci.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (Rahayu dan Ardhani, 2004: 142). Peneliti

membandingkan dengan data-data yang diperoleh melalui narasumber dan informan

dalam triangulasi tersebut. Moleong, (2005: 330) menjelaskan bahwa triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

(50)

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

Peneliti berusaha untuk tekun selama melakukan pengamatan di lapangan. Hal ini

dilakukan untuk memastikan keabsahan data yang diperoleh. Data yang diperoleh

peneliti melalui wawancara dan observasi pada SB dan AA akan di crosschek dengan

data-data yang diperoleh dari kedua informan, OS, EM. Hal tersebut sebagai

pembanding data yang diperoleh dari SB dan AA dengan menggunakan sesuatu yang

lain di luar data itu. Pengecekan dilakukan untuk menghindari adanya bias dan

kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh.

Pembanding data yang digunakan diharapkan dapat memperkuat keabsahan data

yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung. Peneliti menggunakan informan

OS dan EM dikarenakan keduanya memiliki hubungan dan kedekatan dengan SB dan

AA. OS dan EM diharapkan dapat menjadi pembanding data yang tepat untuk setiap

informasi yang diperoleh dari SB dan AA. Hal-hal yang akan di-crosscheck kepada

kedua informan sesuai dengan unit analisis penelitian ini.

3.6.

Metode Analisis Data

Apabila data yang diperoleh di lapangan sudah terkumpul, maka dilakukan

analisis data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

diperoleh dalam penelitian yang meliputi wawancara yang dilakukan dengan subjek,

(51)

Menurut Sugiyono (2012: 89), analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Peneliti melakukan analisis data pada saat pengumpulan data berlangsung serta

setelah pengumpulan data pada periode tertentu. data yang diperoleh dalam penelitian

seperti hasil wawancara dan observasi yang dianalisis. Sugiyono (2012: 91)

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data

display, dan conclusion drawing / verification.

a. Data Reduction atau reduksi data

Data yang diperoleh di lapangan seperti hasil dari wawancara dan observasi yang

jumlahnya cukup banyak, perlu dicatat secara rinci dan teliti. Menurut Sugiyono

(2012: 92), mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Peneliti

melakukan reduksi data untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas serta

mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya (apabila diperlukan).

Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan merangkum dan memilih

hal-hal yang penting dari hasil observasi dan wawancara sehngga dapat menjawab

rumusan masalah.

(52)

Langkah selanjutnya setelah melakukan reduksi data adalah melakukan penyajian

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2012:

95). Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif seperti halnya yang digunakan oleh peneliti. Apabila

peneliti melakukan penyajian data, maka akan mempermudah untuk memahami apa

yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

diahami tersebut.

c. Conclusion Drawing/Verification

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam menganalisis data adalah melakukan

conclusion drawing/verification atau penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada (Sugiyono, 2012: 99). Hasil temuan yang ditemukan

oleh peneliti dapat berupa gambaran dari suatu objek yang sebelumnya masih belum

(53)

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.

Proses Penelitian

Observasi awal terhadap subyek sebagai narasumber dalam penelitian dilakukan

terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Observasi awal dilakukan untuk

mengetahui lebih jelas gambaran kondisi subyek sehingga akan lebih memudahkan

proses pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan juga sebagai bentuk pendekatan dan

penyesuaian sejak awal terhadap subyek agar terbina hubungan yang baik selama

penelitian berlangsung.

Observasi dan identifikasi awal dilakukan dengan diawali pernyataan

ketersediaan sebagai subjek penelitian, hal ini diperlukan untuk membangun

kepercayaan yang kuat oleh subyek terhadap peneliti.

Peneliti melakukan pengamatan, dan wawancara awal yang dilakukan selama

observasi awal. Kegiatan tersebut dilakukan terhadap subyek dan sejumlah informan

pendukung untuk memperoleh data-data informasi penelitian. Awalnya peneliti

mengalami kesulitan dalam memperoleh data dalam penelitian. Selain itu berbagai

kesibukan yang dimiliki subyek menjadi kesulitan bagi peneliti untuk melakukan

interaksi selama penelitian berlangsung.

Berdasarkan pertimbangan dan informasi yang diperoleh melalui observasi awal

(54)

merupakan seorang mahasiswi jurusan Sistem Informasi di salah satu Universitas

Swasta di Semarang yang digali informasinya sehubungan dengan tema penelitian.

Pada penelitian ini juga diperoleh informasi data dari subyek sekunder/informan yaitu

OS yang nantinya akan sangat membantu dalam proses pengolahan data. Peneliti

menggunakan satu orang informan untuk melakukan pengecekan pada data yang

diperoleh dari SB. Subyek kedua adalah AA seorang mahasiswi semester 10 di salah

satu Universitas Negeri di Semarang. Dan peneliti menggunakan satu orang informan

yaitu EM untuk melakukan pengecekan pada data yang diperoleh dari AA.

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian adalah

wawancara dan observasi. Sebagai teknik pengumpulan data pelengkap, dilakukan

perekaman dan juga alat tes psikologi. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat

merinci fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan untuk merekam proses

wawancara melalui media telepon genggam peneliti. Tidak terdapat kendala yang

begitu berarti menyangkut penggunaan alat perekam saat proses wawancara. Pada

penelitian ini juga digunakan alat tes psikologi berupa tes grafis. Alat tes grafis yang

digunakan berupa DAP (Draw A Person), BAUM, dan HTP (House Tree Person).

Alat tes psikologi digunakan dalam penelitian dimaksudkan untuk mengetahui

bagaimana tipe kepribadian subyek secara umum yang secara tidak langsung

mempengaruhi perilakunya, terutama yang berkaitan dengan pemilihan orientasi

seksual subjek.

Pelaksanaan wawancara mendalam dan observasi yang intens berlangsung pada

(55)

beberapa kali pertemuan agar diperoleh lebih banyak informasi dan dan lebih

mendalam. Wawancara dengan subyek pertama SB berlangsung pada hari Jumat, 27

Desember 2013 dan 12 Maret 2014. Wawancara dengan subyek kedua AA

berlangsung pada hari Rabu, 25 Desember 2013 dan 13 Maret 2014. Selain itu,

peneliti juga melakukan pengecekan data melalui masing-masing satu orang informan

yang merupakan teman terdekat subyek. Wawancara dengan informan pertama OS

berlangsung pada hari Rabu, 26 Maret 2014. Wawancara dengan informan kedua EM

berlangsung pada hari Jumat, 21 Maret 2014.

Secara keseluruhan proses wawancara dengan subyek berjalan dengan baik walau

ada beberapa penghambat proses tersebut berlangsung. Beberapa hal yang menjadi

penghambat antara lain:

(1) Beberapa kali subyek mendapat telepon atau sms yang terkadang sedikit

mengganggu proses wawancara.

(2) Subyek memiliki aktivitas yang cukup menyita waktunya, subyek pertama sedang

disibukkan dengan kegiatannya menyelesaikan skripsi, bahkan setelah lulus

subjek sibuk mencari pekerjaan. Lalu subyek yang kedua sedang sibuk melakukan

penelitian skripsinya. Praktis waktu untuk melakukan wawancara juga terbatas.

4.2.

Identitas Subjek dan Informan

(56)

Penelitian ini melibatkan berbagai pihak yang mempunyai peranan penting untuk

mendukung penelitian ini, agar mendapatkan hasil yang baik. Berbagai data informasi

diperoleh melalui subjek utama dan informan penelitian. Berikut ini merupakan

identitas dari subjek primer dan subjek sekunder/informan :

(1) Subyek Primer Pertama

Nama : SB

Kode : A

Usia : 23 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Domisili : Semarang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

(2) Subyek Primer Kedua

Nama : AA

Kode : B

Usia : 26 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Domisili : Semarang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

(3) Informan Pertama

(57)

Kode : C

Usia : 24 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Domisili : Semarang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

(4) Informan Kedua

Nama : EM

Kode : D

Usia : 20 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Domisili : Semarang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Informasi yang diperoleh peneliti dari SB dan AA akan di crosscheck dengan

informasi dari OS dan EM. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat keabsahan

data penelitian yang diperoleh.

4.2.2. Keterangan Koding

Setelah data diperoleh maka tahap selanjutnya yang dikerjakan adalah analisis

data. Tahap analisis data pada penelitian kualitatif memerlukan beberapa tahap

Gambar

Tabel 3.1 Unit Analisis Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual pada Lesbian
Gambar 4.2 Faktor-faktor Pemilihan Orientasi Seksual Subjek Dua AA

Referensi

Dokumen terkait

Pelecehan Seksual Di Kalangan Mahasiswa Sebagai Bentuk Kekerasan Gender Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.. (Skripsi S-1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perilaku seksual yang paling menonjol pada kedua subyek adalah khayalan mengenai lawan jenis maupun khayalan mengenai perlakuan

menganalisis fenomena pelecehan seksual pada buruh gendong di Pasar Legi serta akan menjawab masalah-malah yang dihadapi masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai

Ketertarikan seksual ini yang dimaksud adalah orientasi Sekar Anggreni, 2014 Kesejahteraan Subjektif Pria Dengan Orientasi Seksual Sejenis Universitas Pendidikan Indonesia

course dan masturbasi; (3) sebagian besar melakukan aktivitas seksual melibatkan pacar, sebagian kecil meli- batkan teman, PSK, dan lainnya yaitu “pecun” (perempuan cuma-cuma)

Dari hasil penelitian dan implementasi media animasi sex education untuk pembelajaran dan pencegahan pelecehan seksual pada anak usia dini studi kasus di TK

Kalo dalam dunia pertemanan ga ada masalah sih dari sebelum nya sampe sekarang, cuma kalo sekarang lebih hati-hati aja sih dalam hal memilih siapa yang cuma enak

Pertimbangan Restorative Justice Diterapkan Pada Penetapan Nomor 9/JN/2021/MS.Skm Dalam kasus pelecehan seksual Nomor 9/JN/2021/MS.Skm dengan hasil Pertimbangan Hakim dalam menerapkan