• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kegiatan Komersial Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus Jatinangor Town Square,Toserba Griya,Rest Area,Di Jalan Raya Jatinangor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kegiatan Komersial Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus Jatinangor Town Square,Toserba Griya,Rest Area,Di Jalan Raya Jatinangor)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandung secara administratif merupakan ibukota Provinsi Jawa

Barat. Selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, seiring dengan

perkembangannya Kota Bandung juga memiliki fungsi-fungsi yang lain.

Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai pusat perdagangan lokal dan regional, pusat

perindustrian, pusat kegiatan pariwisata dan kebudayaan serta sebagai pusat

perguruan tinggi. Banyaknya kegiatan yang harus ditampung di Kota Bandung

membuat permasalahan yang cukup kompleks dan sulit untuk dipecahkan karena

keterbatasan ruang dan sumber daya yang dimiliki.

Untuk menangani permasalahan tersebut maka salah satu solusi yang

diambil ialah dengan menyebarkan sebagian kegiatan yang ada di Kota Bandung

ke kota-kota yang ada di sekitarnya, diantaranya adalah dengan memindahkan

kegiatan perguruan tinggi yang ada di Kota Bandung ke luar Kota Bandung.

Untuk itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan Jatinangor sebagai

Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT). Keputusan tersebut dituangkan ke dalam

Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No.

583/SK-PIL/1989.

Pada awalnya KPT Jatinagor merupakan areal perkebunan seluas 934 Ha.

Areal ini kemudian dikembangkan menjadi sebuah KPT dengan lahan peruntukan

perguruan tinggi dialokasikan sebesar 534 Ha. Perguruan tinggi tersebut adalah

Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Winaya Mukti (UNWIM), Institut

Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dan Institut Manajemen Koperasi Indonesia

(IKOPIN). Keempat perguruan tinggi ini berlokasi di ruas Jalan Raya Jatinagor.

Kegiatan perguruan tinggi tersebut menjadi pemicu perkembangan kawasan.

Jumlah mahasiswa meningkat baik dari dalam maupun luar daerah. Dengan

kondisi demikian memperlihatkan bahwa KPT Jatinangor sudah berkembang

menjadi salah satu tujuan migran (Gultom, 2008).

Keempat universitas yang ada di KPT Jatinangor kemudian menyebabkan

(2)

Salah satunya terjadi pertumbuhan kegiatan komersial dengan intensitas tinggi di

sepanjang Jalan Raya Jatinangor, seperti pertokoan, restoran, perkantoran swasta,

warnet, serta pusat perbelanjaan Jatinangor Town Square. Keberadaan kegiatan

komersial ini memberikan kontribusi terhadap volume pergerakan di Jalan Raya

Jatinangor. Tingginya volume lalu lintas berpotensi menimbulkan penurunan

kinerja Jalan Raya Jatinangor. Persoalan Jalan Raya jatinangor semakin kompleks

karena fungsinya sebagai jalan arteri primer. Sesuai dengan fungsinya tersebut

maka Jalan Raya Jatinangor juga melayani arus lalu lintas regional.

Perkembangan aktivitas komersial yang menimbulkan tarikan dan bangkitan

pergerakan menyebabkan Jalan Raya Jatinangor juga harus menampung arus

pergerakan lokal yang akhirnya turut berperan dalam pembebanan ruas Jalan Raya

Jatinangor.

Kondisi sebelum penambahan ruas jalan lingkar di Jalan Raya Jatinangor,

kinerja pelayanan jalan sebagian besar buruk pada pagi, siang maupun sore hari

dengan nilai LOS (Level of Service) D yang artinya tingkat pelayanan Jalan Raya

Jatinangor rendah (sumber: Aryo, 2005). Untuk mengatasi permasalahan tersebut

maka dibangunlah ruas jalan lingkar. Pembangunan jalan lingkar tersebut

dimaksudkan untuk mengatasi permasalah transportasi yang terjadi. Jalan lingkar

selesai dibangun tahun 2009 dan mulai dioperasikan di tahun yang sama.

1.2 Rumusan Permasalahan

Permasalahan Jalan Raya Jatinangor sebagai jalan arteri primer disebabkan

antara lain oleh berkembangnya kegiatan komersial yang berada di sisi ruas jalan

yang berdampak pada pembebanan ruas jalan tersebut. Gangguan akibat

bangkitan kegiatan komersial ini juga menyebabkan hambatan samping yang

langsung dirasakan oleh pengguna jalan sehingga arus pergerakan lalu-lintas

terus-menerus menjadi terhambat. Dengan demikina kriteria pergerakan yang baik

berupa kemanan, kenyamanan dan biaya yang murah menjadi terabaikan.

Mengingat besarnya bangkitan guna lahan komersial di sepanjang ruas

Jalan raya Jatinangor tersebut, maka studi ini berusaha untuk mengidentifikasi

pengaruh kegiatan komersial di sepanjang Jalan raya Jatinangor tersebut terhadap

(3)

melihat seberapa besar pembebanan produksi pergerakan yang dihasilkan oleh

kegiatan komersial terhadap volume Jalan Raya Jatinangor maka dapat dilakukan

penanganan lalu-lintas yang terkait dengan tingkat pelayanan jalan.

a. Seberapa besar bangkitan dan tarikan lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor

yang dihasilkan oleh kegiatan komersial?

b. Seberapa besar pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan

jalan ruas Jalan Raya Jatinangor setelah dibangun jalan lingkar?

c. Bagaimana korelasi antara karakterisitik kegiatan komersial dengan

tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial di Jalan Raya

Jatinangor?

1.3 Tujuan Dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kegiatan

komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor dan dapat

memberikan masukan untuk penyelesaian permasalahan transportasi di jalan Raya

Jatinangor. Adapun sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

1) Menghitung bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan

komersial

2) Menghitung pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di

Jalan Raya Jatinangor.

3) Menghitung korelasi antara karakteristik guna lahan komersial terhadap

tarikan dan bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah studi yang akan diteliti ialah ruas Jalan Raya Jatinangor

yang memiliki status sebagai jalan Negara dan memiliki panjang 4,83 KM dan

merupakan jalan arteri primer. Jalan ini menghubungkan Kota Bandung dengan

Kabupaten Sumedang dan melayani pergerakan lokal dan regional.

Adapun pemilihan ruas jalan ini sebagai objek studi karena guna lahan di

sisi Jalan Raya Jatinangor memiliki guna lahan dengan intensitas kegiatan

(4)

lalu-lintas yang tinggi sehingga memberikan peluang yang tinggi dalam

menimbulkan kemacetan lalu-lintas. Jatinangor Town Square merupakan pusat

perbelanjaan terbesar di wilayah Jatinangor sehingga dianggap mewakili tarikan

pergerakan oleh kegiatan komersial di Jalan Raya Jatinangor. Untuk lebih

jelasnya terdapat pada gambar 1.1.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Pembahasan studi ini ditekankan kajian atas dampak dan model tarikan

pergerakan oleh kegiatan komersial di sisi ruas Jalan Raya Jatinangor terhadap

volume kendaraan di ruas Jalan Raya Jatinangor. Adapun kegiatan komersial yang

menjadi objek penelitian ialah kegiatan komersial yang persil lahannya terletak

tepat dipinggir Jalan Raya Jatinangor. Dengan demikian, aktivitas kegiatan

komersial akan secara langsung mempengaruhi ruas jalan tersebut. Kegiatan

komersial yang dimaksud yaitu setiap jenis kegiatan pertukaran atau jual/beli

barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan dan

seluruh kegiatan pendukungnya seperti transportasi, komunikasi maupun

perbankan (Sungguh, 1992). Ruang lingkup materi dari penelitian ini adalah:

1. Kegiatan komersial

2. Tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial

3. Level of Service (LOS)

4. Pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya

Jatinangor

5. Korelasi antara tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial dengan

karakteritik kegiatan komersial

1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode:

a. Survai Sekunder

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik

perkembangan dan pola pemanfaatan lahan kegiatan komersial. Studi pustaka

(5)

yang dihasilkan oleh kegiatan komersial dan pengaruhnya terhadap sistem

transportasi, diambil dari instansi-instansi terkait dan perpustakaan berupa

buku teks, jurnal-jurnal dan laporan penelitian (tugas akhir) yang berkaitan

dengan studi ini. Data sekunder yang diperoleh adalah:

1. Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan Jatinangor

2. Peraturan Zonasi Wilayah Kecamatan Jatinangor

3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang

4. Desain jalan lingkar Jalan Raya Jatinangor

5. Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2007

Variabel-variabel bebas yang digunakan untuk mengetahui nilai korelasi

dengan tarikan dan bangkitan pergerakan adalah sebagai berikut:

1. Luas Bangunan/lantai (x1)

2. Kapasitas Parkir Mobil (x2)

3. Kapasitas Parkir Motor (x3)

4. Ketersediaan Supermarket (x4)

5. Ketersediaan Food court (x5)

6. Ketersediaan Fashion (x6)

7. Ketersediaan Bioskop (x7)

8. Ketersediaan Game zome

(x8)

9. Ketersediaan ATM (x9)

10.Ketersediaan Toilet (x10)

11.Ketersediaan Mushola (x11)

b. Survai Primer

Survai primer dilakukan untuk memperoleh data-data yang meliputi:

Volume arus lalu-lintas kendaraan

Kapasitas ruas jalan dan situasi lingkunga ruas jalan

Data kegiatan komersial

Survey dilakukan pada Hari Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu pada pagi

(06.00-09.00), siang (11.00-14.00), sore (16.00-19.00) dan malam (19.00-22.00).

Penetapan hari berdasarkan karakteristik hari yang beragam, Hari Senin

merupakan hari yang memiliki karakteristik berupa hari kerja satu hari penuh,

Hari Rabu mewakili Hari Selasa dan Kamis karena diasumsikan pergerakan pada

ketiga hari tersebut sama, Hari Jumat memiliki karakteristik setengah hari kerja

dan Hari Sabtu diasumsikan mewakili akhir pekan. Sedangkan penetapan periode

waktu didasarkan pada kaakteristik waktu yang merupakan jam sibuk (peak hour).

(6)

maka ditetapkan beberapa titik pengamatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar 1.3:

1. Jalan Raya Jatinangor dari Bandung

2. Jalan Raya Jatinangor ke Bandung

3. Jalan Raya Jatinangor depan REST AREA

4. Jalan Raya Jatinangor baru 1 (jalan lingkar)

5. Jalan Raya Jatinangor ke kawasan komersial

6. Jalan Raya Jatinangor depan JATOS

7. Jalan Raya Jatinangor depan GRIYA

1.5.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode kuantitatif,

komparatif dan eksplanatif. Adapun tahapan analisis yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. Analisis bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan

komersial.

Pada analisis ini akan dilakukan analisis dari hasil traffic counting yaitu

analisis tarikan dan bangkitan pergerekan yang dihasilkan oleh kegiatan

komersial.

b. Analisis tingkat pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor.

Pada analisis akan dilakukan analisis secara kuantitatif tentang kapasitas

jalan, dan rasio volume dengan kapasitas atau menggunakan VCR (volume

capacity ratio). Analisis ini mencakup perhitungan dan ketersediaan data:

Kapasitas jalan satuan smp/jam

Kapasitas dasar

Kecepatan arus bebas

Faktor penyesuaian lebar jalan

Faktor penyesuaian bahu dan trotoar

Faktor penyesuaian pemisahan arah

Faktor penyesuaian jalur pergerakan

(7)

c. Analisis pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di

Jalan Raya Jatinangor. Analisis ini mengkaji pengaruh yang dihasilkan oleh

kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor dengan

melihat pengaruh tarikan yang dihasilkan oleh kegiatan perguruan tinggi

terhadap volume lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor.

d. Analisis korelasi variabel X dengan variabel Y tarikan dan bangkitan

pergerakan kegiatan komersial. Analisis ini mengkaji seberapa besar

hubungan antara variabel X yang telah ditentukan dengan variabel Y yaitu

(8)
(9)
(10)

Tabel I.1 Matriks Metode Penelitian

Bagan alir penelitian ini merupakan kerangka pemikiran studi, alir dari peneleitian

ini adalah penetapan KPT Jatinangor, kegiatan komersial sebagai multiplier effect, dan

dibangunnya jalan lingkar. Kemudian pada bagian analisis adalah LOS. Pengaruh kegiatan

komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinagor serta model tarikan pergerakan

(11)

Gambar 1.3 Bagan Alir Penelitian Penetapan Kawasan Pendidikan

Tinggi Jatianagor melalui SK Gub. Kepala DT I Jawa barat No. 583/SK-PIL/1989

Tumbuhnya kegiatan komersial sebagai multiplier effect

Tarikan dan bangkitan pergerakan yang disebabkan

oleh kegiatan komersial

Volume lalu lintas kegiatan komersial

Peningkatan Kapasitas Jalan Raya Jatinangor

Karakteristik Kegiatan Komersial

Pengaruh kegiatan komersial terhadap volume lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor

Level Of Service (LOS) Jalan Raya Jatinangor

saat ini

Pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan

(12)

1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah,

tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian yang berisi ruang lingkup wilayah dan ruang

lingkup materi, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan sistem aktivitas yang terdiri dari sistem aktivitas secara umum

dan Kegiatan komersial. Sistem transportasi yang menjelaskan mengenai klasifikasi jalan

dan kelas jalan. Sistem lalu lintas yang menjelaskan mengenai arus lalu lintas, waktu

terjadinya pergerakan, karakteristik lalu linta, terbentuknya pergerakan, serta mengenai

Kinerja jalan yang terdiri dari arus lalu lintas dan waktu tempuh, kapasitas jalan dan

volumecapacity ratio.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab III menjelaskan mengenai peran Jalan Raya Jatinangor, karakterisitik sistem jaringan

Jalan Raya Jatinangor, karakteristik sistem aktivitas di Ruas Jalan Raya Jatinangor,

Tinjauan terhadap kegiatan komersial di Jatinangor dan intensitas kegiatan komersial di

Jatinangor. Bab ini juga berisikan volume pergerakan, komposisi kendaraan, dan kapasitas

Jalan Raya Jatinangor.

BAB IV ANALISIS

Bab IV menjelaskan mengenai karakterisitik tingkat pelayanan Jalan di Jalan Raya

Jatinangor, analisis pengaruh kegiatan komersial di Jalan Raya Jatinangor, analisis

korelasi antara karakteristik komersial dengan tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan

komersial.

BAB V KESIMPULAN

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Aktivitas

Sebagai suatu sistem elemen-elemen transportasi yang terdiri dari sistem

kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan berperilaku sistematik, sehingga

perubahan pada satu atau beberapa bagian sistem akam mempengaruhi sistem

lainnya. Sebagai suatu sistem yang multidimensi, persoalan transportasi harus

ditangani secara parsial tanpa melihat sistem yang terkait.

Perubahan sistem kegiatan mengakibatkan peralihan fungsi lahan yang

didorong oleh meningkatnya nilai lahan tempat berlangsungnya kegiatan akibat

proses pembangunan prasarana jalan atau meningkatnya aksesibilitas jalan (Sarah,

1994). Perubahan guna lahan tersebut berimplikasi pada meningkatanya bangkitan

perjalanan yang menimbulkan peningkatan kebutuhan prasarana dan sarana

lalu-lintas yang akan meningkatkan aksesibilitas terhadap guna lahan tersebut. Hal ini

akan berimplikasi pada peningkatan nilai lahan yang akhirnya mendorong terjadinya

perubahan lahan selanjutnya (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri Susanto, 2004).

Perubahan pada sistem aktivitas dapat membangkitkan pergerakan baru yang

membebani sistem jaringan dan pergerakan. Apabila hal ini tidak ditangani dengan

benar maka akan menimbulkan gangguan pergerakan yang akirnya menghambat

tujuan dari alih fungsi dan intensifikasi (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri

Susanto, 2004).

Ada beberapa alasan orang dalam melakukan pergerakan, diantaranya untuk bekerja,

berbelanja, bersosialisasi, berekreasi, dan sebagainya, sedangkan dalam melakukan

perjalanan terdapat dua macam lokasi asal dan lokasi tujuan. Sebab terjadinya

pergerakan dapat digolongkan berdasarkan maksud perjalanan (LPM-ITB, 1996,

(14)

Aktivitas ekonomi

Aktivitas ekonomi ini memiliki 2 tujuan, adapun tujuan pertama yaitu utnuk

mencari nafkah sedangkan tujuan kedua untuk mendapatkan barang dan

pelayanan, adapun jumlah individu yang melakukan aktivitas ini termasuk

tinggi, yaitu sekitar 40-50% dari jumlah penduduk.

Aktivitas sosial

Aktivitas ini dilakukan untuk menciptakan dan menjaga hubungan pribadi.

Umunya kegiatan ini dilakukan ke dan dari rumah teman, ke dan dari tempat

pertemuan bukan di rumah. Kegitan ini menghasilkan banyak perjalanan

karena kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga.

Aktivitas pendidikan

Aktivitas ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun. di

negara berkembang jumlahnya sekitar 85%.

Aktivitas rekreasi dan hiburan

Aktivitas ini merupakan perjalanan ke dan dari tempat rekreasi dan berkaitan

dengan perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi.

Aktivitas kebudayaan

Aktivitas ini melibatkan perjalanan ke dan dari tempat ibadah. Perjalanan ini

bukan merupakan perjalanan hiburan. Perjalanan ini termasuk kedalam

perjalanan ke dan dari

Sistem merupakan gabungan dari beberapa komponen yang saling berkaitan.

Apabila salah satu komponen dari suatu sistem tidak bekerja dengan baik, maka

sistem tersebut tidak akan bekerja dengan optimal. Pada penelitian ini aktivitas yang

menjadi objek adalah kegiatan komersial, berikut ini adalah pembahasannya:

Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambaran kegiatan komersial yang

meliputi pengertian dan klasifikasi jenis kegiatan komersial, pola perkembangan

kegiatan komersial dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan

(15)

2.1.1 Pengertian Dan Klasifikasi Kegiatan Komersial

Kegiatan komersial mengandung pengertian kegiatan pertukaran atau jual/beli

barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan dan

seluruh kegiatan pendukungnya seperti transportasi, komunikasi, perbankan dan

sebagainya (Sungguh, Asad, 1992). Kegiatan komersial dapat diklasifikasikan

berdasarkan berbagai aspek antara lain:

1. Berdasarkan lokasi dan lingkup pelayanannya, klasifikasi kegitan komersial

sebagai bentuk jasa perusahan menjadi tipe kegiatan komersial jalur utama,

pinggiran kota, pusat kota dan lokal. Masing-masing tipe kegiatan komersial

tersebut memiliki standar bentuk tempat usaha yang berbeda-beda sesuai dengan

jumlah tenaga kerja yang tersedia (Hok, 1989).

2. Berdasarkan jenis barang dan sifat kegiatan, dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Convenience Shop, meliputi kegiatan perdagangan, barang-barang kebutuhan

sehari-hari dengan harga yang relatif murah, frekuensi pembelian tinggi,

daerah jangkauan pekayanan rendah atau sempit dan tingkat pengembalian

modal kecil. Contohnya adalah warung dan kios.

Shopping Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki

frekuensi pembelian agak jarang, daerah jangkauan pelayanan agak luas dan

tingkat pembelian modal cukup tinggi. Contohnya adalah toko pakaian dan

salon,

Speciality Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki

frekuensi pembelian jarang, tingkat sewa dan pengembalian modal tinggi dan

daerah jangkauan pelayanan luas. Contohnya adalah toko furniture.

Departement and Multiple Stores, meliputi beraneka jenis barang yang

disajikan dalam bangunan yang nyaman dan khusus. Contohnya adalah Yogya

dan Matahari.

Service Shop, seringkali berbentuk ruang kerja/ bengkel, memiliki tingkat

sewa dan pengembalian modal kecil, frekuensi pembelian jarang dan wilayah

(16)

3. Berdasarkan hirarkinya, dibedakan berdasarkan skala pelayanan (jumlah

penduduk, jenis komoditi, jenis fasilitas ekonomi dan ukuran kawasan. Terdiri

dari neighbourhood, community, regional, dan superregional centers.

4. Berdasarkan definisi BPS dalam mengklasifikasikan kelompok lapangan usaha.

Kegiatan komersial termasuk ke dalam sektor tersier yang mencakup jenis

kegiatan sebagai berikut:

 Sektor perdagangan, hotel dan restoran. Mencakup tiga sub sektor yaitu:

a. Perdagangan besar dan eceran. Meliputi kegiatan membeli dan menjual

barang, baik barang baru maupun barang bekas, untuk tujuan

penyaluran/pendistribusian tanpa merubah sifat barang tersebut.

b. Hotel, mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan

sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan (hotel

berbintang maupun tidak berbintang) serta berbagai jenis penginapan

lainnya.

c. Restoran, mencakup kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman

yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan.

 Sektor pengangkutan dan komunikasi

a. Pengangkutan, mencakup angkutan rel, angkutan laut, angkutan sungai

dan penyeberangan, angkutan udara, angkutan jalan raya dan jasa

penunjang angkutan.

b. Komunikasi, meliputi kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam

pengiriman surat (wesel, paket, jasa giro dan jasa tabungan), pengiriman

berita, dan jasa penunjnag komunikasi seperti warung telekominikasi

(wartel), radio panggil (pager) dan telepon seluler.

 Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

a. Bank dan lembaga keungan lain, bank meliputi kegiatan yang

memberikan jasa keuangan pada pihak lain seperti menerima simpanan

uang. Memberikan pinjaman/kedit, mengirim uang dan sebagainya.

(17)

dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga

pembiayaan.

b. Jasa perusahaan, mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (advokat dan

notaris), jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian

data, jasa bangunan/arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset

pemasaran, jasa persewaan mesin dan peralatan, jasa bangunan.

 Sektor jasa-jasa, terdiri dari 2 sub sektor utama antara lain

a. Jasa pemerintahan umum. Mencakup kegiatan jasa yang dilaksanaka oleh

pemerintah untuk kepentingan rumah tangga dan masyarakat umum.

b. Jasa swasta, meliputi kegiatan jasa yang dilaksanakan oleh pihak swasta

yang terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi,

jasa perorangan dan rumah tangga.

 Sektor industri pengolahan, terdiri dari sub sektor industri besar dan sedang

dan sub sektor indusrti kecil dan industri kerajinan rumah tangga.

5. Berdasarkan pola perkembangannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pola.

2.1.2 Pola Kegiatan Komersial

Perkembangan kegiatan komersial antara lain ditandai dengan

keanekaragaman jenis barang dan jasa yang diperdagangkan dan luasnya skala

pelayanan kegiatan yang dipengaruhi oleh beberapa aspek. Menurut Jones dan

Simmons (1993) dalam Gultom (2008), ditinjau dari sudut pandang penawaran, skala

pelayanan dan jenis barang atau jasa yang diperdagangkan sangat dipengaruhi oleh

distribusi konsumen secara spasial dan juga tingkat kompetensi yang ditimbulkan

oleh pola lokasi kegiatan komersial lainnya. Ditinjau dari sisi permintaan,

perkembangan kegiatan komersial tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pasar yang

terdiri dari aspek:

a. Lokasi mempengaruhi ukuran pasar yang terdiri dari elemen jumlah polulasi dan

rumah tangga serta tingkat pendapatan konsumen

(18)

c. Faktor kependudukan, terdiri dari usia, jenis kelamin dn komposisi rumah tangga

dalam pasar

d. Gaya hidup

Berry (dalam Hartsorn, 1992) mengklasifikasikan tiga kelompok utama dalam pola

perkembangan kegitan komersial khususnya untuk kondisi perilaku konsumen yang

lebih kompleks dan kondisi pasar yang tidak beraturan pada metropolitan yaitu:

a. Memusat (centers)

b. Mengikuti jaringan jalan (ribbons)

c. Kawasan usaha

2.2 Sistem Transportasi

Sedangkan transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan,

menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke

tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat

berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Transportasi merupakan kegiatan perpindahan

orang dan barang dari suatu tempat (asal) ke tempat (tujuan) dengan menggunakan

sarana (kendaraan) (Wijayanto, 2009). Adapun yang akan dibahas dalam sistem

transportasi adalah jaringan prasarana jalan

Jalan menurut UU No.38 Tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi

darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan

tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting

terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan

dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai

keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan

memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan

nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran

(19)

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan

jalan sekunder.

1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di

tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang

berwujud pusat-pusat kegiatan.

2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan

perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,

jalan lokal, dan jalan lingkungan:

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama

dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata

sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat

dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan

masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Klasifikasi jalan menurut kelas jalan adalah sebagai berikut:

1. Jalan Kelas I

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran

lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukaran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan

(20)

2. Jalan kelas II

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran

lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjng tidak melebihi 18.000 mm dan

muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.

3. Jalan Kelas III A

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm

dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 18 ton.

4. Jalan Kelas III B

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm

dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 8 ton.

5. Jalan Kelas III C

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm

dan muatan sumbu terberat yang dijinkan adalah 8 ton.

2.3 Sistem Lalu Lintas a. Terbentuknya Pergerakan

Ada beberapa alasan mengapa suatu pergerakan terbentuk. Pertama adalah

kenyataan bahwa pergerakan terbentuk karena memang manusia membutuhkan

pergerakan tersebut bagi kegiatan kesehariannya, baik dalam skala lokal di mana

mereka tinggal maupun dalam skala antar wilayah.

Dalam skala lokal pergerakan timbul karena aktivitas manusia tidak selamanya

dapat dilakukan di tempat mereka tinggal, apakah di kantor, di pabrik ataupun di

daerah pertanian. Sedangkan dalam skala wilayah yang lebih besar dijumpai

kenyataan bahwa secara spasial terjadi pemisahan antara satu potensi sumber

daya dengan sumber daya yang lain. Sedangkan untuk memanfaatkan suatu

(21)

tempat lainnya, sedemikian sehingga akan membutuhkan pemindahaan sumber

daya dari satu tempat ke tempat lainnya.

b. Waktu Terjadinya Pergerakan

Waktu terjadinya pergerakan sangat tegantung pada kapan seseorang melakukan

aktivitas untuk kehidupan kesehariannnya. Dengan demikian waktu perjalanan

sangat tergantung dari maksud perjalanan. Perjalanan ke tempat kerja atau

perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang

dominan, dan karenanya sangat penting untuk diamati secara cermat. Karena

pola kerja biasa dimulai sekitar jam 08.00 dan berakhir pada jam 16.00, maka

waktu perjalanan untuk maksud tujuan kerja biasanya mengitkuti pola kerjanya.

Dalam hal ini kita dapat menjumpai bahwa pada pagi hari, sekitar jam 06.00

sampai jam 08.00 akan dijumpai banyak perjalanan untuk tujuan bekerja. Pada

sore hari sekitar jam 16.00 sampai 18.00 dijumpai banyak perjalanan dari tempat

kerja ke tempat rumah masing-masing. Mengingat jumlah perjalanan dengan

maksud kerja ini merupakan jumlah yang dominan, maka kita dapatkan bahwa

teradinya perjalanan dengan maksud kerja ini menyebabkan waktu puncak, di

mana dijumpai perjalanan paling banyak.

Di samping kedua puncak tersebut, dijumpai pula waktu puncak lainnya, yaitu

sekitar jam 12.00 sampai 14.00, di mana pada saat itu orang-orang yang bekerja

bepergian untuk makan siang dan kembali lagi ke kantornya masing-masing.

Tentu saja jumlah perjalanan yang dilakukan pada siang hari ini tidak sebanyak

pagi hari atau sore hari, mengingat bahwa makan siang terkadang dapat

dilakukan di kantor ataupun kantin di sekitar kantor. Perjalanan dengan maksud

sekolah ataupun pendidikan cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan

alasan lain, sehingga pola perjalanan sekolah ini turut mewarnai pola waktu

puncak perjalanan. Mengingat bahwa sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai

menengah pada umumnya terdiri dari dua shift, yaitu sekolah pagi dan sekolah

sore, maka pola perjalanan sekolahpun dipengaruhi oleh keadaan ini. Dalam hal

ini dijumpai 3 (tiga) puncak pergerakan, yaitu pada pagi hari jam 06.00 - 07.00,

(22)

c. Karakteristik Lalu Lintas

Pada dasarnya sistem lalu lintas jalan yang ada atau tersedia tidak selalu dapat

menghubungkan ke setiap tempat tujuan. Umumnya pada sistem lalu lintas

terdapat komponen utama, yaitu benda yang digerakkan, ruas jalan (way link),

persimpangan jalan (way intersection), dan terminal. Ruas jalan, persimpangan,

jalan, dan terminal dalam sistem lalu lintas biasanya dianggap sebagai fasilitas

tetap karena mereka tetap berada pada suatu lokasi tertentu (berbeda halnya

dengan kendaraan atau peti kemas).

d. Arus Lalu Lintas

Ada beberapa cara yang dipakai para ahli lalu-lintas untuk mendefinisikan arus

lalu-lintas, tetapi ukuran dasar yang sering digunakan adalah konsentrasi aliran,

kecepatan dan kapasitas dari jaringan jalan yang dilalui. Aliran dan volume

lalu-lintas sering dianggap sama, meskipun istilah aliran lebih tepat untuk

menyatakan arus lalu-lintas dan mengandung pengertian jumlah kendaraan yang

terdapat dalam ruang yang diukur dalam satu interval waktu tertentu, sedangkan

volume lalu-lintas lebih sering terbatas pada suatu jumlah kendaraan yang

melewati satu titik dalam ruang selama satu interval waktu tertentu.

Arus lalu-lintas tersusun mula-mula dari kendaraan tunggal yang terpisah, yang

bergerak menurut kecepatan yang dikehendaki oleh pengemudinya, tanpa

terhalang dan tidak tergantung pada kendaraan lain. Dengan adanya perbedaan

kecepatan, kendaraan yang lebih cepat akan terus mendekati kendaraan yang

lebih lambat, bila keadaan lalu-lintas menghalangi kendaraan yang akan

mendahuluinya, maka terbentuklah satu arus tunggal.

Dengan meningkatnya arus, konsentrasi juga akan meningkat sehingga akan

menimbulkan gangguan yang disebabkan ketidakmampuan pengendara untuk

menjaga jarak secara tetap dan tanpa adanya perubahan waktu, yang akhirnya

akan menyebabkan ketidakstabilan dan hasil yang lebih rendah dari pada hasil

maksimum. Secara teoretis pada kondisi demikian tingkat arus maksimum tidak

dapat dicapai lagi sampai volume lalu-lintas input dikurangi. Tetapi bila arus

(23)

akan turun sehingga ruang yang tersedia akan berkurang yang dapat mengurangi

arus.

Pada saat kecepatan kendaraan sama dengan nol, konsentrasi akan mencapai

nilai maksimum yang lebih dikenal dengan istilah konsentrasi kemacetan (Jam

Concentration), saat kendaraan saling berdesak-desakan ( F.D. Hobbs, 1995).

Adanya konsentrasi kemacetan, tidak terlepas dari kondisi jalan yang dapat

menampung pergerakan arus lalu-lintas dalam satu interval waktu tertentu atau

lebih tepatnya dapat disebut kapasitas jalan, yaitu kemampuan jalan dalam

menampung jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati sebuah titik pada

interval waktu tertentu, yang diukur dalam unit kendaraan smp/jam.

2.4 Kinerja Jalan

Kinerja jalan dapat diukur dengan menggunakan arus lalu lintas dan waktu

tempuh, kapasitas jalan, volume jalan, Volume Capacity Ratio, dan Level of Service.

a. Arus Lalu Lintas dan Waktu Tempuh

Besarnya waktu tempuh pada suatu ruas jalan sangat tergantung dari besarnya

arus dan kapasitas ruas jalan tersebut. Hubungan antara arus dengan waktu

tempuh adalah jika arus bertambah maka waktu tempuh akan bertambah (Tamin,

2000). Hal ini sebenarnya merupakan konsep dasar teori antrian yang menyatakan

bahwa tundaan yang terjadi pada tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan yang

tersebar secara acak.

Konsep dasar antrian dalam waktu pelayanan merujuk pada waktu minimum yang

dibutuhkan kendaraan untuk melalui suatu ruas jalan sesuai dengan tingkat

pelayanan jalan yang ada. Waktu pelayanan adalah waktu tempuh yang

dibutuhkan ketika kondisi arus bebas (tidak ada kendaraan lain pada ruas jalan),

sehingga tundaan antrian dapat dipertimbangkan sebagai pertambahan waktu

tempuh akibat adanya kendaraan lain. Dimana waktu tempuh dapat dinyatakan

sebagai berikut :

(24)

b. Kapasitas Jalan

Arus Lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus lalu

lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, semakin tinggi waktu tempuh yang

dibutuhkan. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan disebut

kapasitas ruas jalan tersebut (Tamin, 2000).

Dengan kata lain kapasitas suatu jalan dapat berdefinisi jumlah kendaraaan

maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Kapasitas ruas

jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan atau dalam Satuan Mobil

Penumpang (smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh atau

kecepatan tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat arus rendah

akan menyebabkan penambahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan

dengan penambahan kendaraan pada saat arus tinggi. Jika arus lalu lintas

mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat

apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain

atau bergerak sangat lamban (Wijayanto, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur,

ada tidaknya pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradien jalan,

didaerah perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Persamaan untuk menghitung

kapasitas jalan daerah perkotaan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

C : Kapasitas (smp/jam)

Co : Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw : Faktor penyesuaian lebar jalan

FCsp : Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak

terbagi)

FCsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb

FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota

(25)

c. Volume Capacity Ratio

Merupakan perbandingan antara volume yang melintas (smp) dengan kapasitas

pada suatu ruas jalan tertentu (smp). Besarnya volume lalu lintas diperoleh

berdasarkan survey yang dilakukan di ruas jalan, sedangkan besarnya kapasitas

diperoleh dari lingkungan ruas jalan dan survey geometrik yang meliputi

potongan melintang, persimpangan, alinyamen horizontal, dan alinyamen vertikal.

Selanjutnya dihitung berdasarkan model yang di kembangkan oleh Indonesian

Highway Capacity Manual (IHCM).

Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

VCR : Volume kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan)

V : Volume lalu lintas (smp/jam)

C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)

Smp : Satuan Mobil Penumpang

Sedangkan standar nilai VCR ditetapkan berdasarkan (Indonesia

Highway Capacity Manual) adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Kriteria Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan Kriteria Nilai

A TP Sangat Tinggi 0,00-0,20

Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linear

antara dua variabel atau lebih yang ditemukan oleh Karl Pearson pada tahun 1900.

(26)

melainkan hanya hubungan searah saja. Jadi dalam hal ini persyaratan yang harus

dipenuhi adalah sesama variabel bebas tidak boleh saling berkorelasi sedangkan

antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas harus ada korelasi. Persamaan uji

korelasi mempunyai nilai R yang harganya diantara -1 dan 1 (-1 ≤ R ≤ +1). Apabila

nilai R mendekati – 1 berarti kedua variabel saling liniear negatif artinya peningkatan

nilai dari salah satu variabel akan mengakibatkan penurunan nilai variabel lainnya

demikian pula sebaliknya jika nilai R mendekati +1. Namun apabila nilai R

mendekati 0 dapat dikatakan bahwa tidak adanya korelasi antara kedua variabel

tersebut.

2.5.1 Tipe-Tipe Variabel A. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang

mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya

diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menetukan hubungannya dengan

suatu gejala yang diobservasi.

B. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika

dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel yang

variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh

variabel bebas.

C. Variabel Moderat

Variabel moderat adalah variabel bebas kedua yang sengaja dipilih oleh

peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan

antara variabel bebas pertama dan variabel tergantung. Variabel moderat merupakan

variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk

mengetahui apakah variabel tersebut mengubah hubungan antara variabel bebas dan

variabel tergantung.

D. Variabel Kontrol

Dalam penelitian ini peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan

(27)

variabel yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut variabel kontrol. Variabel

kontrol didefinisikan sebagai variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk

menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol variabel tersebut akan mempengaruhi

gejala yang sedang dikaji.

E. Variabel Pengganggu

Variabel bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan variabel-variabel

kongkrit. Ketiga variabel yaitu variabel bebas, moderat dan kontrol dapat

dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga variabel tersebut dapat dilihat atau

diobervasi. Lainnya halnya dengan variabel pengganggu, variabel tersebut bersifat

hipotikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis

dapat mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan tergantung yang sedang

diteliti. Oleh karena itu, variabel pengganggu didefinisikan sebagai variabel yang

secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang dilteliti tetapi tidak bisa

dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari

pengaruh-pengaruh variabel bebas dan variabel moderat terhadap gejala yang sedang diteliti.

2.5.2 Skala Pengukuran

Skala pengukuran dalam penelitian ada empat yaitu nominal, ordinal, interval dan

ratio. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam subbab dibawah ini.

A. Nominal

Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan objek,

individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasikan jenis kelamin, agama,

pekerjaan dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal diatas digunakan

angka-angka sebagai simbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal,

maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisis datanya.

B. Ordinal

Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif

karakteristik yang bebeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat

pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana

(28)

karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan

kelebihannya

C. Interval

Skala interval memiliki karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal

dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu dengan adanya interval yang

tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik

antara satu individu atau objek dengan lainnya. Skala pengukuran interval

benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dilakukan operasi

aritmatik misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala ini

mengunakan statistik parametrik.

D. Ratio

Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh

skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0

(nol) empiris absolut. Nilai absolut nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya

suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran rasio biasanya dalam bentuk

perbandingan antara satu individu atau objek tertentu dengan lainnya.

2.5.3 Korelasi Non Parametrik Spearman

Korelasi spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh

antara dua variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung.

Korelasi ini bersifat non-parametrik. Angka korelasi dapat berupa angka positif (+)

atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, hubungan variabel bersifat

searah. Serah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel

tergantungnya pun besar. Jika korelasi menghasilkan angka negatif, hubungan antara

kedua variabel bersifat tidak searah. Tidak searah mempunyai makna jika variabel

bebas besar maka variabel tergantung menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0

samapai dengan 1. Dengan ketentuan jika angka mendekati satu hubungan kedua

variabel menjadi kuat. Jika angka korelasi mendekati nol hubungan kedua variabel

(29)

2.5.4 Korelasi Parametrik Pearson Product Moment

Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan

dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala interval

(parametrik) dimana SPSS menyebutnya sebagai scale. Dalam korelasi tidak

dibedakan antara variabel bebas dan variabel tergantung karena fokus pengukuran

adalah besar kecilnya hubungan dua variabel yang dikorelasikan. Korelasi dapat

menghasilkan angka positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka

positif maka hubungannya searah, searah mempinyai makna jika variabel bebasnya

besar maka variabel tergantungannya juga besar. Jika korelasi menghasilkan angka

negatif, maka jika variabel bebasnya besar maka variabel tergantungnya menjadi

kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Dengan ketentuan jika angka

mendekatai satu hubungan kedua variabel semakin kuat. Jika angka korelasi

(30)

BAB III

SISTEM AKTIVITAS, TRANSPORTASI

DAN LALU LINTAS

3.1 Sistem Aktivitas

Sistem aktivitas merupakan kawasan-kawasan dengan kegiatan-kegiatan yang

menimbulkan reaksi antar manusia. Fungsi-fungsi tersebut diimplementasikan

kedalam bentuk pola dan intensitas guna lahan di kawasan-kawasan kegiatan tersebut.

3.1.1 Karakterisitik Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

Berdasarkan observasi di lapangan, sistem aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

adalah kegiatan pendidikan tinggi, perdagangan dan jasa, kegiatan permukiman,

kegiatan perkantoran, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Jenis-jenis kegiatan yang

terdapat di Jalan Raya Jatinangor dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel III.1. Tabel III.1

Sistem Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

No Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

1. Universitas Padjajaran

2. Institut Pemerintahan Dalam Negeri

3. Institut Manajemen Koperasi Indonesia

4. Universitas Winayamukti

5. Jatinangor Town Square

6. Griya Toserba

13. Perdagangan dan Jasa lainnya

14. Sekolah

15. Rumah Penduduk dan Kost-Kostan

(31)

3.1.2 Intensitas Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

Intensitas aktivitas masyarakat di Jalan Raya Jatinangor akan dijelaskan

berdasarkan jenis aktivitasnya. Dalam RUTR Kecamatan Jatinangor disebutkan

bahwa pembangunan terjadi dengan memanfaatkan ruang sesuai dengan lahan yang

dimiliki berdasarkan kebutuhan masing-masing tanpa melihat kondisi secara

keseluruhan. Pembentukan ruang terjadi mengikuti perkembangan kegiatan penduduk

internal Jatinangor maupun keterkaitan dengan wilayah lainnya. Aktivitas di Jalan

Raya Jatinangor sebagian besar merupakan aktivitas lahan terbangun dengan

kelompok-kelompok aktivitas sebagai berikut:

A. Kegiatan Perguruan Tinggi

Areal perguruan tinggi merupakan areal yang pemanfaatannya digunakan

untuk kegiatan akademi dan penunjang-penunjangnya. Ruang untuk perguruan tinggi

berada pada letak ketinggian 750 – 850 mdpl. Berikut ini adalah perguruan tinggi

yang berada di Jatinangor:

1. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

IPDN memiliki luas 285 Ha digunakan sebagai kampus 80 Ha sebagian besar

difungsikan untuk laboratorium dan areal praktek, kampus IPDN merupakan

kampus yang paling tertata pembangunannya. Kegiatan di kampus IPDN

memberikan pengaruh terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena

setiap hari terdapat kegiatan perkuliahan yang menimbulkan tarikan dan

(32)

Gambar 3.1

Institut Pemerintahan Dalam Negeri

2. Insititut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN)

IKOPIN memiliki areal seluas 17 Ha, lebih dari 80% dimanfaatkan untuk sarana

pendidikan, sebagian kecil di bagian utara dimanfaatkan untuk bendungan air.

Dalam penataan bangunan IKOPIN sudah menyerasikan bangunan dan

pepohonan. Kegiatan yang ditimbulkan oleh IKOPIN memberikan kontribusi

terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena menimbulkan tarikan

dan bangkitan pergerakan terutama pada hari kerja.

Gambar 3.2

(33)

3. Universitas Winayamukti (UNWIM)

UNWIM memiliki luas areal sebesar 51 Ha dengan pemanfaatan sarana

pendidikan dibawah 40%. Sebagian besar masih digunakan sebagai ruang

terbuka hijau (RTH), laboratorium

kehutanan dan pertanian yang

digarap masyarakat. UNWIM

merupakan salah satu kegiatan

pendidikan tinggi yang tidak terlalu

memberikan kontribusi tarikan dan

bangkitan pergerakan yang tinggi

terhadap Jalan Raya Jatinangor.

Gambar 3.3

Universitas Winaya Mukti

4. Universitas Padjajaran (UNPAD)

UNPAD memiliki luas areal sebesar 175 Ha, dengan pemanfaatan 40% untuk

sarana kampus dan lainnya digunakan sebagai laboratorium lapangan. UNPAD

merupakan salah satu kegiatan yang paling berpengaruh dalam kinerja pelayanan

jalan karena tarikan dan bangkitan yang tinggi terutama pada hari-hari kerja.

Gambar 3.4 Universitas Padjajaran

(34)

Kegiatan komersial merupakan kegiatan turunan akibat adanya kegiatan

perguruan tinggi di Jatinangor, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan

komersial bukan hanya sebagai multiplier effect dari kegiatan perguruan tinggi akan

tetapi sebagai salah satu kegiatan yang menunjang karena dibutuhkan oleh

masyarakat. Kegiatan permukiman mendominasi di jalan utama Jalan Raya Jatinagor

dari arah Sumedang menuju Bandung, seperti mall, toserba, toko, restoran, café,

bengkel, dan sebagainya kecuali rest area yang berada sebelum jalan lingkar. Jenis

kegiatan komersial di Jatinangor ini adalah mengikuti jaringan jalan (ribbons).

Berikut ini adalah penjelasan intensitas aktivitas kegiatan-kegiatan komersial yang

menjadi kajian dalam studi ini:

1. Jatinangor Town Square

Jatinagor Town Square (JATOS) merupakan satu-satunya mall termegah dan

terlengkap yang berada di Kabupaten Sumedang. Memilki intensitas kegiatan

dari Hari Senin sampai dengan Hari Minggu mulai pukul 09.00-22.00 WIB.

Sebagai satu-satunya mall yang berada di Jatinangor, JATOS memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor,

hal tersebut juga dikarenakan lokasi JATOS yang berada tepat di kawasan

komersial Jatinangor.

2. Griya Toserba

GRIYA toserba adalah salah satu cabang perusahaan retail terkemuka di Jawa

Barat "YOGYA Group" sebagai lokasi perbelanjaan kebutuhan sehari-hari.

Sebagai salah satu lokasi perbelanjaan modern di Jatinangor, GRIYA cukup

memberikan kontribusi terhadap tarikan dan bangkitan pergerakan di Jalan Raya

Jatinangor. Intensitas kegiatan GRIYA toserba dimulai dari pukul 09.00-21.00

WIB dari Hari Senin-Hari Sabtu.

3. Rest Area (Saung Budaya)

Pada awal didirikan REST AREA ini merupakan saung budaya atas prakarsa

Bupati kabupaten Sumedang yang kemudian menjadi rest area. Sebagai salah

satu lokasi berkumpulnya restoran, rest area tidak terlalu memberikan banyak

(35)

bangkitan yang dihasilkan kecil. Intensitas kegiatan dimulai dari pukul

08.00-20.00 WIB dari Hari Senin-hari Minggu.

Gambar 3.5 Gambar 3.6 Jatinangor Town Square Griya

Gambar 3.7

Saung Budaya Sumedang (Rest Area)

C. Kegiatan Perkantoran

Kegiatan perkantoran yang terdapat di Jalan Raya Jatinangor merupakan

kegiatan perbankan dan pemerintahan. Kegiatan perbankan yang terdapat di Jalan

Raya Jatinangor adalah adanya bank-bank yang berada di Jalan Raya Jatinangor.

Kegiatan pemerintahan yaitu dengan keberadaan kantor kecamatan. Intensitas

kegiatan perkantoran di Jalan Raya Jatinangor dimulai dari pukul 08.00-16.00 WIB

setiap Hari Senin-Hari Jumat.

(36)

Kegiatan permukiman merupakan kegiatan yang cukup memberikan

kontribusi terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena di Jatinangor

tidak hanya permukiman untuk masyarakat Jatinangor saja akan tetapi banyak sekali

pendatang dari berbagai daerah yang berkuliah di universitas yang berada di

Jatinangor. Dari banyaknya pendatang tersebut maka muncul rumah kost sehingga

banyak sekali rumah-rumah penduduk dan lahan kosong yang dijadikan sebagai

rumah kost yang tidak hanya membrikan pemasukan kepada masyarakat sekitar tetapi

berdampak terhadap kinerja pelayanan jalan karena tarikan dan bangkitan yang

ditimbulkan dari adanya kegiatan permukiman di Jatinangor.

Gambar 3.8 Rumah Kost

3.1.3 Intensitas Penggunaan Lahan di Jalan Raya Jatinangor

Intesitas penggunaan lahan di Jalan Raya Jatinangor dicerminkan melalui

intensitas ruang, intensitas ruang adalah hubungan antara Koefisien Lantai Bangunan

(KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Tapak Besmen (KTB),

Ketinggian Bangunan, Jarak Bebas, yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi

satu kesatuan yang serasi. Intensitas Ruang diperhitungkan atas areal perencanaan

berupa unit-unit pemilikan tanah yang merupakan gabungan atau pemecahan dari

perpetakan atau persil.

(37)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan persentase yang didasarkan pada

perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil atau tapak

perencanaan yang dikuasai. Nilai KDB diperoleh dengan mempertimbangkan

pada karakteristik dan daya dukung wilayah, guna lahan yang ada serta lebar dan

kelas. Salah satu pertimbangan dalam penentuan KDB dalam rangka penyediaan

ruang parkir yang memadai. Koefisien Dasar Bangunan di Jatinangor berkisar

40%-60%.

B. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan besaran ruang yang dihitung dari

perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan terhadap luas persil atau tapak

perencanaan yang dikuasai. Nilai KLB diperoleh dengan mempertimbangkan

pada karakteristik dan daya dukung wilayah, dalam batas daya dukung prasarana

(jalan dan air bersih) serta sesuai dengan fungsi guna lahan yang direncanakan.

Pertimbangan lain dalam penentuan KLB adalah keselamatan penerbangan dan

desain estetika kota secara vertikal dan keserasian lingkungan.

KLB untuk bangunan yang dipergunakan sebagai aktivitas masyarakat yang

terdapat di Jalan Raya Jatinangor bervariasi, terdapat bangunan-bangunan yang

memiliki lantai lebih dari 2 (dua) lantai seperti JATOS dan bangunan perguruan

tinggi.

3.1.4 Tinjauan terhadap Kegiatan Komersial di Jatinangor A. Jatinangor Town Square

Jatinangor Town Square (JATOS) merupakan mall terbesar di Kabupaten

Sumedang, dibuka pada tahun 2006. Mall ini berada di Jalan Raya Jatinangor

Kecamatan jatinangor dengan lokasi yang sangat strategis karena berada di kawasan

komersial berderet dengan pertokoan namun berada pada Jalan Arteri Primer dan

mengganggu lalu lintas karena banyaknya kendaraan umum yang berhenti dan

ngetem di depan JATOS karena tidak tersedia halte sebagai tempat turun dan

(38)

Jatinangor Town Square (JATOS) memiliki luas 1,5 Ha terdiri dari 5 lantai.

JATOS terdiri dari penyewa-penyewa mulai dari skala lokal sampai dengan skala

internasional, tetapi lebih banyak didominasi oleh skala lokal seperti toko pakaian,

toko sepatu, toko elektronik, optik, toko buku, food court, karaoke, biliard, studio

musik, department store dan toko aksesoris sedangkan untuk skala internasional

adalah restoran cepat saji yaitu KFC dan 21 cinema. JATOS memiliki konsep untuk

menyediakan segala kebutuhan mahasiswa dan keluarga dalam satu tempat.

Dalam setiap bulan Jatos hampir selalu menampilkan tema yang menarik agar

masyarakat tidak bosan untuk berkunjung dan berbelanja di JATOS. Hal tersebut

dilengkapi juga dengan fasilitas yang cukup baik seperti tersedianya rest room atau

toilet di setiap lantai, mushola, bangku istirahat untuk pengunjung, lahan parkir dan

ATM.

Tabel III.2

Rincian Kegiatan Jatinangor Town Square

No Kegiatan Ket.

1. Kegiatan Mall

Dept. Store (Pojok Busana) 1 unit

Supermarket (Superindo) 1 uint

Café (Ohlala) 1 unit

Fast Food (KFC, Baso Lap.Tembak, Paparonz Pizza, Es teller 77, Ichi Bento) 5 unit

Cake and Bakery 1 unit

Hair Salon (Monalisa Salon) 1 unit

Bioskop (21 Jatos) 6 unit

Arena Permainan (Amazone) 1 unit

ATM (Mandiri, Mega, Jabar, Jasa Arta) 4 unit

Optik 1 unit

Studio Musik 1 unit

Karaoke 2 unit

Toko Buku 2 unit

Fitness Centre 1 unit

Billiard 1 unit

Fashion, Accecories, Elektronik Shop 193 unit

2 Fasilitas Penunjang

Toilet 12 unit

Musholla 1 unit

Ruang V3K 1 unit

Bangku Di setiap lantai

Parkir Mobil 150 unit

(39)

No Kegiatan Ket.

Pusat Informasi 1 unit

Pusat Panggilan Mobil 1 unit

Sumber : wawancara dengan pengelola

Gambar 3.9 Jatinangor Town Square

B. Griya Toserba

Griya Toserba dibangun pada tahun 2007, Griya merupakan anak perusahaan

dari Yogya Group yang menjual kebutuhan sehari-hari. Griya memiliki luas

bangunan 5700 m2 dan kapasitas parkir 25 mobil dan 100 motor. Griya menawarkan

kebutuhan sehari-hari seperti sembako, peralatan mandi dan cuci, alat tulis dan lain

sebagainya dengan harga yang bersaing. Pada hari-hari akhir pekan yaitu Hari Jumat,

Sabtu dan Minggu Griya Toserba dipadati oleh pengunjung terutama pada awal

bulan, kapasitas parkir yang disediakan tidak mencukupi sehingga para pengunjung

sering menggunakan badan Jalan Raya Jatinangor sebagai lahan parkir kendaraan

(40)

C. Rest Area

Rest Area di Jatinangor dinamakan Saung Budaya Sumedang dibangun tahun

2000 atas prakarsa Bupati Sumedang saat itu, dengan mengusung visi misi budaya.

Dengan dibantu oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen

Pariwisata, dan Koprasi, Saung Budaya Sumedang terbentuk dengan menghabiskan

dana tak kurang dari 1,4 miliar rupiah. Saung Budaya Sumedang tidak berjalan

sesuai dengan tujuan utamanya, dan sampai saaat ini berubah menjadi rest area

dengan menyediakan restoran dan toilet sebagai fasilitasnya. Rest area memilki luas

3100 m2 dengan kapasitas parkir 20 mobil dan 75 motor.

3.2 Sistem Transportasi 3.2.1 Pola Jaringan Jalan

Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km termasuk ke dalam kelas Jalan

Arteri Primer yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak

jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

Jalan Raya Jatinangor adalah jalan provinsi, jalan ini menghubungakan Kota

Bandung dengan Kabupaten Sumedang,

Pada pertengahan tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2009 adalah

proses pembangunan jalan satu arah yang dimulai dari kampus IKOPIN sampai

dengan gerbang lama UNPAD, pembangunan jalan ini sebagai salah satu usaha

pemerintah untuk menanggulangi kemacetan di Jatinangor.

3.2.2 Desain Geometrik

Jalan Raya Jatinangor memiliki panjang 4,83 km dengan lebar 7,9-11,2 meter.

Jenis permukaan merupakan hotmik dengan jumlah lajur 3-5 lajur, untuk pembagian

arah bervariasi 1 dan 2 arah. Persimpangan di ruas Jalan Raya Jatinangor terdiri dari 3

persimpangan tidak bersinyal. Jalan Raya jatinangor memiliki median yang berupa

(41)

Tabel III.3

Desain Geometrik Jalan Karakteristik Ket. Panjang ruas jalan 4,83 Km Lebar jalan 7,9-11,2 M Jenis permukaan Hotmik dan beton Lajur 3-5 lajur Arah 1 dan 2 arah

Simpang 3 simpang (tidak bersinyal) Median 50 cm

Sumber : Data Desain Geometrik Dishub dan Hasil Survey Primer, 2010

Gambar 3.10 Gambar 3.11 Permukaan Beton Permukaan Hotmik

3.2.3 Kualitas Fisik Jalan

Kualitas fisik Jalan Raya Jatinangor di jelaskan ke dalam beberapa bagian karena

arah pergerakan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah kualitas fisik jalan di Jalan

Raya Jatinangor:

1) Ruas V1 (Jalan Raya Jatinangor dari dan ke Bandung)

Kualitas fisik Jalan Raya jatinangor pada ruas V1 cukup baik dan tidak ada jalan

(42)

2) Ruas V2 (Jalan Raya Jatinangor Baru 1 dari arah Bandung)

Jalan ini merupakan jalan lingkar yang dibangun untuk mengurangi kemacetan di

Jalan Raya Jatinangor. Kondisinya baik dan tidak ada jalan yang berlubang.

3) Ruas V3 (Jalan Raya Jatinangor Persimpangan Jalan Winayamukti 2)

Secara fisik dan kualitas, kondisi fisik jalan ini cukup baik namun masih terdapat

beberapa titik jalan yang bergelombang.

3.2.4 Sistem Perparkiran

Sistem perparkiran di ruas Jalan Raya Jatinangor sebagian besar merupakan

sistem perparkiran on street parking. Kondisi sistem perparkiran yang demikian

dapat terlihat pada hampir seluruh ruas jalan, terutama pada kawasan perdagangan

dan jasa serta kawasan pendidikan, sistem perparkiran off street parking hanya

tersedia di beberapa tempat saja seperti JATOS dan GRIYA serta di institusi

pendidikan tinggi dan kantor-kantor.

3.2.5 Terminal

Terminal merupakan Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang

berfungsi sebagai pelayanan umum, tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan

dan pengoperasian lalu lintas, prasarana angkutan yang merupakan bagian dari

sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, serta unsur tata

ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota (Juknis LLAJ,

1995). Terminal yang berada di Jalan Raya Jatinangor antara lain adalah terminal

DAMRI jurusan Dipatiukur-Jatinangor dan Ledeng-Jatinangor serta terminal

bayangan angkutan umum. Terminal DAMRI berlokasi di jalan lingkar, tidak tersedia

fasilitas utama dan penunjang terminal penumpang padahal terminal DAMRI ini

adalah penghubung antar kota (Bandung-Sumedang). Sedangkan terminal bayangan

merupakan terminal ilegal yang merupakan lokasi angkutan umum untuk

memberhentikan kendaraan, semua ini dilakukan karena tidak tersedianya terminal

(43)

3.2.6 Angkutan Penumpang dan Barang

Angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara

terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan

tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat,

teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sistem

jaringan trayek yang melalui ruas Jalan Raya Jatinangor dibagi ke dalam 2 jenis

trayek yaitu Jaringan Trayek Dalam Kota dan Jaringan Trayek Antar Kota Antar

Propinsi.

Angkutan penumpang yang terdapat pada Jalan Raya Jatinangor adalah

angkutan penumpang dengan trayek Sumedang-Cileunyi untuk jaringan trayek dalam

kota, sedangkan untuk jaringan trayek antar kota antar provinsi dilayani oleh trayek

angkutan umum Gedebage-Majalaya, Bus DAMRI Jatinangor-Dipatiukur dan

Jatinangor-Ledeng, bus dan mini bus Antar Kota Antar Provinsi dan elf Antar Kota.

Angkutan barang yang terdapat pada Jalan Raya Jatinangor adalah angkutan

pick up, truk as 2 dan 3 serta truk gandeng. Angkutan ini digunakan untuk

mendistribusikan barang dari dan menuju kawasan-kawasan yang terdapat disekitar

Jalan Raya Jatinangor seperti kawasan yang dimanfaatkan kawasan komersial serta

ada juga angkutan barang yang hanya melintas saja karena ruas Jalan Raya Jatinangor

merupakan Jalan Arteri Primer yang artinya menghubungkan antar kota antar

provinsi.

3.2.7 Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor

Perhitungan kapasitas ruas Jalan Raya Jatinangor dilakukan berdasarkan

karakteristrik geometri yang dimiliki oleh ruas Jalan Raya Jatinangor. Karakteristik

geometrik pada ruas Jalan Raya Jatinangor di titik pengamatan memiliki karakteristik

yang berbeda-beda, sehingga kapasitas jalan pada titik-titik pengamatan memiliki

Gambar

Tabel III.1
Gambar 3.7 Saung Budaya Sumedang (Rest Area)
Tabel III.2
Gambar 3.13 Komposisi Tipe Kendaraan di Jalan Raya Jatinangor Pada Hari Rabu
+7

Referensi

Dokumen terkait