• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis penguatan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kecamatan Antapani : (studi kasus Kecamatan Antapani Kota Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis penguatan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kecamatan Antapani : (studi kasus Kecamatan Antapani Kota Bandung)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Data Pribadi

Nama : Christian E. E. Dura

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Same, 04 Desember 1991

Agama : Kristen-Katolik

Kota/Kab. : Kota Kupang

Suku Bangsa : Timor Warga Negara : Indonesia

Alamat Kost : Kel. Cikutra Kec. Cibeunying Kidul, Bandung

Telephone : 081214082607

Email : detriturador@yahoo.com

Pendidikan

SD : SDN 1 Oebobo Kupang (1997 - 2003)

SMP : SMP Negeri 1 Kupang (2003 - 2006)

SMU : SMA Negeri 5 Kupang (2006 - 2009)

Perguruan Tinggi : UNIKOM Bandung (2009 - 2013)

(Program Sarjana (S1) Perencanaan Wilayah dan Kota)

Pengalaman Organisasi

1) SMP 1 Kupang : Anggota OSIS, Anggota Pramuka 2) SMAN 5 Kupang : Anggota OSIS, Anggota Pramuka

3) Perguruan Tinggi : HIMA Planologi UNIKOM Bandung (2009-2013)

Penelitian yang Pernah Dilakukan

 Studio Proses Perencanaan : Identifikasi Dampak Perkembangan TIK terhadap Pola Pergerakan (Orang dan Barang) Di Kota Bandung. UNIKOM, Bandung 2010.

(4)

 Kerja Praktik PT. Maha Charisma Adiguna, Kupang

Pengalaman Seminar

 Seminar “Pemecahan Rekor Muri dengan Peserta Terbanyak dan Waktu

Terlama Merakit dan Instalasi PC” Lab Hardware UNIKOM, 4 Januari 2013

(bersertifikat) Kuliah Umum

 Pengembangan Baros Cyber City Dalam Konteks Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah

Kemampuan Komputer :

 Microsoft office (word, excel, powerpoint)

(5)

(STUDI KASUS : KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Sarjana Strata 1

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh

Christian. E. E. Dura 1.06.09.017

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(6)

ii

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, bimbingan dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Penguatan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Antapani”. Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat akademis dalam menempuh ujian sidang sebagai proses penyelesaian studi Program Strata Satu (S1) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Komputer Indonesia.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari betul bahwa tanpa adanya bantuan dari semua pihak tidak mungkin tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Rifiati Safariah ST., MT. yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, dan tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua Orangtuaku tercinta. Terimakasih banyak atas segala bantuan,

dorongan, semangat serta do’a agar bisa menyelesaikan studi di Jurusan

Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Komputer Indonesia.

2. Buat Kakak Tercinta (Rini), Terimakasih atas banyaknya bantuan, inspirasi, dorongan serta doa yang telah diberikan.

3. Buat Seluruh Keluarga ku di Timor-Leste, Kupang, Flores, Jakarta, Malang,

Terimakasih atas do’a dan dukungannya selama ini.

4. Bapak Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, Ir., M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

5. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer.

(7)

Wilayah dan Kota angkatan 2009.

8. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, MT. serta seluruh dosen pengajar khususnya jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota yang sudah banyak membagi berbagai ilmu serta pengalaman berharganya kepada penulis.

9. Teh Fitri, yang telah memberi kemudahan dalam mengurus surat-surat izin. 10. Buat sahabat – sahabat kampus khususnya Jurusan Perencanaan Wilayah

dan Kota angkatan 2009 (Alfan, Ivan, Arif, Ryan, Angga, Ichi, Deni, Rizal, Syarief, Yogi, Ridho, Tommy, Meiske, Marga). Terima kasih untuk kerjasama dan kebersamaannya semoga pertemanan ini semakin erat.

11. Semua alumni dan mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Terima kasih untuk kebersamaannya selama kuliah serta doanya.

12. Teman-teman tercinta yang ada di Pahlawan (The Hero), Lengkong, Binong, Cikutra, Gasibu, Cikaso

13. Internet yang telah memberikan berbagai informasi kepada penulis.

14. Segala sumber-sumber terkait yang telah memberikan kecerahan dan pemahaman berarti sehingga membuat penulis lebih mengerti.

Penulis berharap semoga segala niat baik pada semua pihak yang tersebut diatas dibalas setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari betul bahwa dalam penyusunan laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun cara penyusunannya. Untuk itu penulis selalu terbuka terhadap saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan tugas akhir ini. Semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa Universitas Komputer Indonesia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota pada khusunya dan dapat memberikan hasil guna untuk para pembaca pada umumnya.

Bandung, Agustus 2013 Penulis

(8)

iv

ABSTRAK ... i

KATAPENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Sasaran ... 3

1.4 Ruang Lingkup ... 4

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ... 4

1.4.2 Ruang Lingkup Materi ... 4

1.5 Metodologi Penelitian ... 6

1.5.1 Metodologi Pengumpulan Data ... 6

1.5.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 7

1.5.3 Metode Analisis Penetlitian ... 8

1.5.4 Kerangka Pemikiran ... 11

1.5.5 ... Variabel Penelitian ... 12

1.6 Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsepsi Ruang Terbuka Hijau ... 16

2.1.1 Pengertian RTH (Ruang Terbuka Hijau) ... 16

2.1.2 Fungsi dan Manfaat RTH ... 17

2.2 Tipologi RTH... 20

2.3 Kategori RTH ... 22

2.4 Pola dan Struktur Fungsional... 23

2.5 Perkembangan dan Pembangunan RTH Kota ... 23

(9)

2.7 Teknis Perencanaan ... 25

2.8 Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan ... 26

2.8.1 Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah ... 26

2.8.2 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 26

2.8.3 Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu ... 27

2.9 Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ... 27

2.10 Faktor Pertimbangan Dalam Penyediaan RTH ... 28

2.11 Konsep Green City ... 29

2.11.1. Pengertian Green City ... 30

2.11.2 Atribut Green City ... 30

2.11.3 Green Building ... 31

2.12 Pengembangan RTH Di Wilayah Bandung Berdasarkan RTRW Kota Bandung 2013 ... 31

2.13 Isu-Isu Ruang Terbuka Hijau ... 32

2.14 Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ... 32

2.15 Kriteria Umum Pengembangan RTH ... 36

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Gambaran Umum RTH Kota Bandung ... 40

3.2 Gambaran Umum Kecamatan Antapani ... 43

3.2.1 Batas Administrasi... 43

3.2.2 Jumlah Penduduk... 43

3.2.3 Pemanfaatan Lahan ... 46

3.3 Gambaran Umum RTH Kecamatan Antapani ... 47

3.3.1 Sebaran RTH di Kec. Antapani Per Kelurahan ... 48

3.3.1.1 Kelurahan Antapani Kidul ... 48

3.3.1.2 Kelurahan Antapani Tengah ... 50

3.3.1.3 Kelurahan Antapani Kulon ... 52

3.3.1.4 Kelurahan Antapani Wetan ... 54

(10)

4.1.1. Potensi dan Permasalahan RTH

di Kelurahan Antapani Kulon ... 56 4.1.2. Potensi dan Permasalahan RTH

di Kelurahan Antapani Wetan ... 59 4.1.3. Potensi dan Permasalahan RTH

di Kelurahan Antapani Tengah ... 61 4.1.4. Potensi dan Permasalahan RTH

di Kelurahan Antapani Kidul... 63 4.2. Analisis Penguatan Ketersediaan RTH publik ... 65

4.2.1. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

dari Aspek Luas dan Sebaran ... 65 4.2.1.1. Identifikasi Luas RTH Eksisting ... 65 4.2.1.2. Identifikasi Guna Lahan Per Kelurahan ... 66 4.2.1.3. Identifikasi Kebutuhan RTH Berdasarkan

Jumlah Penduduk ... 68 4.2.1.4. Upaya penguatan RTH publik dari aspek

luas dan sebaran ... 71 4.2.2. Analisis Persepsi dan Preferensi tentang ketersediaan

RTH Publik ... 72 4.2.2.1. Analisis Persepsi dan Preferensi tentang Ketersediaan

Jenis dan Fasilitas Taman Kecamatan ... 72 4.2.2.2. Analisis Persepsi dan Preferensi Tentang Ketersediaan

jenis dan fasilitas RTH publik di Kelurahan Antapani Kidul ... 73 4.2.2.3. Analisis Persepsi dan Preferensi Tentang Ketersediaan

jenis dan fasilitas RTH publik di Kelurahan Antapani Tengah ... 84 4.2.2.4. Analisis Persepsi dan Preferensi Tentang Ketersediaan

(11)

4.2.2.5. Analisis Persepsi dan Preferensi Tentang Ketersediaan jenis dan fasilitas RTH publik di Kelurahan Antapani Wetan ...104 4.2.2.6. Upaya penguatan Ketersediaan RTH publik dari aspek

jenis RTH ...114 4.2.2.7. Upaya penguatan Ketersediaan RTH publik dari aspek

fasilitas penunjang ...117 4.3. Analisis Penguatan Ketersediaan RTH Privat

di Kecamatan Antapani...121 4.3.1. Analisis Kesediaan masyarakat dalam penguatan RTH ...121 4.3.2. Upaya penyediaan RTH privat dari aspek

kesediaan masyarakat ...123

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ...125 5.2 Rekomendasi...127

(12)

136 A. Buku Teks

Afifuddin, H. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bogor: Gahlia Indonesia

Bugin, Burhan. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dardak, Hermanto. (2006). Arah Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta : Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.

Joga, nirwono dan Iwan ismaun. (2011). Ruang Terbuka Hijau 30%: Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Kahn, Matthew E. (2006). Green Cities, Urban Growth and The Environment. Brookings Institution Press, Washington, D.C., U.S.A.

Laurie, Ian C. (1979). Nature in cities : the natural environment in the design and development of urban green space. New York : Wiley

Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Gahlia Indonesia.

Purnomohadi, Ning. (2006). Ruang Terbuka Hijau Sebagai unsure Utama Tata Ruang Kota. Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.

(13)

B. Peraturan Perundang-undangan, Laporan dan Buku Rencana

Bappeda Kota Bandung. (2013). Dokumen Raperda RTRW Kota Bandung 2011-2030, Bandung.

Bappeda Kota Bandung. (2013). Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung 2012-2032, Bandung.

BPS Provinsi (2011). Kecamatan Antapani dalam Angka Tahun 2011. Badan Pusat Statistik, Bandung.

Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung. (2013). Dokumen Sebaran RTH Kota Bandung, Bandung.

Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung. (2013). Dokumen Sebaran Taman di Kota Bandung, Bandung.

Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya. (2013). Dokumen RDTR WP Ujungberung 2006, Bandung.

Kementrian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH)

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

C. Laporan Akhir

Alqoriah. 2010. Identifikasi Kecamatan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau yang di Prioritaskan untuk Pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Tugas Akhir Andjelicus, Paulinus J. 2008. Prinsip-prinsip Perancangan Ruang Terbuka Hijau

(14)

Dimastanto, A. (2008). Prinsip-prinsip Perancangan Taman Lingkungan (Studi Kasus: taman lesmana dan taman pandawa). Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Filomeno Martins Da Silva. 2007. Identifikasi Tingkat Kepuasaan Pengunjung Terhadap Ketersediaan Fasilitas Rekreasi Pada Wisata Museum Di Kota

Bandung. Tugas Akhir

Firmasnyah, M, R. 2010. Perangkat Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat (Studi Kasus Kota Bandung).Tugas Akhir. Bandung: Institut teknologi Bandung.

Hakim, Rustam. 2010. The Alternative Of Green Open Space Managemen In Jakarta City, Indonesia. Malaysia : Faculty of Built Environment University Teknologi Malasya

Martam, Salmon Aji. 2006. Ruang Terbuka Hijua Sebagai Utilitas Kota dan Ruang Interaksi Masyarakat. Bandung. Jurusan Arsitektur, Universitas Komputer Indonesia.

Melati, 2012. Persepsi Masyarakat Tentang Peningkatan Ruang Terbuka di Kelurahan Tamansari (Studi Kasus : Kelurahan Tamansari Kota Bandung).

Tuigas Akhir. Universitas Komputer Indonesia.

Ramadhan, A. 2012. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsi Ekologis Sesuai Tipologi Kota. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung. Rahnandahegar Ardin Adinugrah. 2012. Persepsi dan Preferensi, Masyarakat

Kota Lama Tangerang, Aspek Perancangan Kota, Importance Performance

Analysis. Tugas Akhir

(15)

D. Media Elektronik

Amirin, Tatang M. (2011). Populasi dan Sampel Penelitian 4: Ukuran Sampel Rumus Slovin. Tatangmanguny.wordpress.com.

Hakim, Rustam. (2007). Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau.

Rustamhakim.wordpress.com.

(16)

1

Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup yang terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metode penelitian, dan kerangka pemikiran.

1.1. Latar Belakang

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH) kota memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan.

Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi menjadi RTH publik dan RTH Privat. Penjabaran jenis RTH yang termasuk dalam masing-masing tipologi tersebut adalah sebagai berikut:

 RTH publik, yang terdiri atas:  Lindung (kecuali cagar budaya);  Pertanian;

 Taman hijau; dan

 Fasos/fasum hijau (kebun binatang, Sarana Olah Raga, permakaman, taman hijau).

 RTH Privat, yang terdiri atas:  Pertanian Privat;

 Fasos (taman hijau, Sarana Olah raga, permakaman keluarga); dan  Pekarangan (rumah, kantor).

(17)

12,12% dari total luas wilayah (Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung).

Salah satu program untuk menjaga dan mendukung ketersediaan RTH (Ruang Terbuka Hijau) 30% di kota Bandung adalah Kota Hijau (Green City). Green City dikenal sebagai kota ekologis artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2030, Pencapaian Kawasan Lindung sebesar 10% dari luas seluruh wilayah Kota Bandung dan pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi lahan dilakukan secara bertahap, dengan ditentukan prioritas utama dalam mencapai RTH 30% diantaranya mempertahankan dan memelihara ruang terbuka hijau yang ada, mengembalikan kawasan terbangun yang memungkinkan ke fungsi lindung, seperti makam, kawasan perumahan yang dikonservasi dan pembebasan lahan untuk pencadangan kawasan lindung.

Kecamatan Antapani merupakan bagian dari SWK (Sub Wilayah Kecamatan) Arcamanik, dengan luas RTH Publik berupa taman dan jalur hijau sebesar 80,19 Ha. Untuk mencapai RTH 30% Kecamatan Antapani harus berkontribusi dalam penyediaan RTH sebesar 1.14% (RTH Publik 0,76% dan RTH Privat 0,38%).(Master Plan RTH Kota Bandung 2012-2032).

Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) WP Ujungberung tahun 2006, Kecamatan Antapani memiliki fungsi sebagai kawasan perumahan, sehingga sebaran RTH di Kecamatan Antapani didominasi oleh RTH Privat yang terdiri dari taman pekarangan perumahan. Ada pula RTH Publik yang tersebar di Kecamatan Antapani yang berada pada lingkungan perumahan terdiri dari Taman RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan.

(18)

RTH dan mengkaji pula mengenai kesediaan masyarakat dalam penguatan RTH privat di Kecamatan Antapani,, sehingga hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu upaya penguatan ketersediaan RTH di Kecamatan Antapani. Dalam penelitian ini pula masyarakat memiliki peranan penting dalam penilaian ketersediaan RTH di Kecamatan Antapani yang akan dilihat melalui analisis Persepsi dan preferensi untuk RTH publik dan analisis kesediaan masyarakat untuk RTH privat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mengkaji upaya penguatan RTH di Kota Bandung khususnya di Kecamatan Antapani, maka penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian berkaitan dengan upaya penguatan fungsi RTH di Kecamatan Antapani. Rumusan pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Apa yang menjadi potensi dan masalah RTH publik dan RTH privat yang dilihat dari aspek fisik, masyarakat dan fasilitas di Kecamatan Antapani? 2) Berapa jumlah luas dan sebaran kebutuhan RTH publik di Kecamatan

Antapani?

3) Bagaimana Persepsi dan Preferensi Masyarakat tentang ketersediaan RTH Publik dalam hal ini jenis dan fasilitas RTH publik?

4) Bagaimana kesediaan masyarakat dalam menyediakan RTH privat, dalam upaya penguatan RTH?

1.3. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini ialah “Menanalisis Penguatan Ketersediaan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kecamatan Antapani” Sedangkan sasaran yang harus dicapai dalam penelitian ini adalah mengkaji mengenai upaya penguatan fungsi RTH di Kota Bandung khususnya di Kecamatan Antapani dilihat dari aspek luas, sebaran, fasilitas RTH Publik maupun kesediaan masyarakat dalam penyediaan RTH Privat adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi Potensi dan Masalah RTH (publik dan privat) yang dilihat dari fisik, fasilitas dan masyarakat di Kecamatan Antapani

(19)

3) Analisis Persepsi dan Preferensi tentang ketersediaan RTH publik berdasarkan jenis dan fasilitas RTH

4) Analisis Kesediaan Masyarakat dalam Penguatan RTH privat 5) Rekomendasi upaya penguatan RTH di Kecamatan Antapani 1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian akan terbagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi yang akan dijelaskan pada sub bab berikut ini :

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Antapani dengan 4 (empat) Kelurahan yaitu Kelurahan Antapani Kulon, Kelurahan Antapani Wetan, Kelurahan Antapani Tengah dan Kelurahan Antapani Kidul.

1.4.2. Ruang Lingkup Materi

(20)

Gambar 1.1.

(21)

1.5. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang tepat bertujuan untuk mencapai tujuan penelitian. Diperlukan metode penelitian yang tepat agar dapat memperoleh data yang relevan serta pelaksanaan penelitian yang tepat. Metode yang dimaksud adalah metode pengumpulan data dan metode analisis. Penjelasan mengenai metodologi penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

1.5.1. Metodologi Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data untuk menganalisis dan menguatkan dalam penelitian ini. Untuk pengumpulan data sendiri dilakukan dengan dua cara yaitu dengan survey primer dan survey sekunder, untuk lebih jelasnya dapat di lihat di bawah ini:

Survey Primer

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner kepada masyarakat di Kecamatan Antapani, Mengobservasi lapangan dan melakukan foto-foto kondisi eksisting.  Survey Sekunder

Dalam survey sekunder dilakukan pencarian data dengan mengambil data yang sudah ada pada instansi terkait ataupun penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai bahan referensi penelitian.

Tabel I.1.

Daftar Kebutuhan Data Penelitian

No Data Suvey Sumber

Sekunder Primer

1 Profil Kecamatan Antapani

Tahun 2011 √

BPS Kota Bandung

2 Master Plan Ruang Terbuka

Hijau Kota Bandung √

BAPPEDA Kota Bandung 3 Sebaran Ruang Terbuka

Hijau Kota Bandung √

(22)

No Data Suvey Sumber Sekunder Primer

5 RDTR WP Ujungberung √ Dinas Tata Ruang Cipta

Karya Kota Bandung 6 Kondisi Eksisting RTH

Kecamatan Antapani √

Observasi Lapangan

7 Persepsi Ketersediaan RTH

di Kecamatan Antapani √

Observasi Lapangan

8 Preferensi Ketersediaan RTH

di Kecamatan Antapani √

Observasi Lapangan

Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2013

1.5.2. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin. Berikut adalah Rumus Slovin yang digunakan:

Keterangan:

n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi

e = Persentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (e = 0,01).

Berdasarkan Rumus Slovin dengan populasi sebanyak 69.256 jiwa dan nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan 10%, maka jumlah sampel yang diperoleh adalah:

(23)

Tabel I.2.

Jumlah Sebaran Kuisioner Per Kelurahan di Kecamatan Antapani

Kecamatan Kelurahan Jumlah

Penduduk

Sampel Kuisioner

Antapani (3,79 Km2)

Antapani Kidul 23.456 34 Antapani Tengah 20.63 30 Antapani Kulon 16.133 23 Antapani Wetan 9.037 13

Jumlah 69.256 100

1.5.3. Metode Analisis Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah metode analisis

deskriptif dan Importance Performance Analysis. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik aspek perancangan kota Ruang Terbuka Hijau, sedangkan

Importance Performance Analysis atau Analisis Tingkat kinerja / persepsi dan kepentingan / preferensi masyarakat digunakan untuk memetakan hubungan antar persepsi dengan preferensi dari atribut-atribut yang telah ditentukan. Importance Performance Analysis terdiri dari dua komponen yaitu, analisis kuadran dan analisis kesenjangan (gap). Dengan analisis kuadran dapat diketahui respon konsumen terhadap atribut yang diplotkan berdasarkan tingkat persepsi dan preferensi dari atribut tersebut. Sedangkan analisis kesenjangan (gap) digunakan untuk melihat kesenjangan antara kinerja suatu atribut dengan harapan konsumen terhadap atribut tersebut.

(24)

Tabel I.3.

Bobot Persepsi dan Preferensi Setiap Atribut

Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah bobot penilaian kinerja/persepsi dan kepentingan/preferensi untuk setiap variabel dengan rumus:

Dimana:

Xi = Bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja atribut ke-i Yi = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan atribut ke-i n = Jumlah responden

Langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata tingkat persepsi dan preferensi untuk keseluruhan variabel dengan rumus :

Dimana :

Xi = Nilai rata-rata kinerja atribut Yi = Nilai rata-rata kepentingan atribut N = Jumlah atribut

(25)

Keterangan: 1. Kuadran I

Variabel-variabel yang terletak dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang penting dan atau diharapkan oleh konsumen tetapi kondisi persepsi dan atau kinerja aktual yang ada pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak pengembang berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai variabel tersebut. Variabel-variabel yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.

2. Kuadran II

Variabel-variabel di kuadran ini dianggap penting oleh responden dan faktor-faktor yang dianggap oleh responden sudah sesuai dengan yang diharapkannya. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan, karena variabel ini yang menjadikan variabel tersebut memiliki keunggulan di mata responden

3. Kuadran III

Variabel-variabel yang dianggap kurang penting oleh responden dan pada kenyataannya biasa saja atau tidak terlalu istimewa. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan untuk dihilangkan karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh responden amat kecil. 4. Kuadran IV

(26)

1.5.4. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Rekomendasi Penguatan RTH Publik dan

Privat

Analisis Kesediaan Masyarakat dalam Penguatan RTH Privat Analisis Kebutuhan RTH

dari Aspek luas dan Sebaran

Analisis Ketersediaan Jenis dan Fasilitas RTH Publik

Analisis Persepsi Potensi dan Masalah RTH

Publik

Potensi dan Masalah RTH Privat

RTH Kota Bandung baru mencapai 12,12% (Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung) Mencapai RTH Kota

Bandung 30%

UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 RTRW Kota Bandung 2011-2030

Pedoman Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan PERDA Kota Bandung

 Kecamatan Antapani harus berkontribusi dalam penyediaan RTH sebesar 1,14% (Masterplan RTH Kota Bandung)

 Total Luas RTH eksisting Kecamatan Antapani sebesar 4.51 Ha

 RTH di Kecamatan Antapani di dominasi oleh RTH Privat (Taman pekarangan perumahan)

(27)

1.5.5. Variabel Penelitian

Tabel I.4. Variabel Penelitian

No Tujuan dan Sasaran Variabel

Teknik Pengumpulan

Data

Teknik

Analisis Hasil

1 Mengidentifikasi Potensi dan Masalah RTH (Publik dan Privat) yang dilihat dari fisik, fasilitas dan peran serta masyarakat di Kecamatan Antapani

 Aspek fisik  Fasilitas dan

 Peran serta masyarakat

Observasi Analisis Deskriptif

Potensi dan Masalah RTH publik dan privat

berdasarkan fisik, fasilitas dan peran serta masyarakat 2 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka

Hijau dari aspek luas dan sebaran RTH

 Jumlah penduduk  Luas lahan kosong  Sebaran rth

 Luas RTH berdasarkan standar kebutuhan

Kuesioner Deskriptif Kuantitatif

Upaya penguatan RTH publik dari aspek luas dan sebaran

3 Analisis Persepsi dan Preferensi tentang ketersediaan RTH Publik berdasarkan jenis dan fasilitas RTH

 Ketersediaan Jenis RTH yang dimaksud adalah jenis RTH publik berupa Taman, yang terdiri dari

 Taman Kecamatan

 Taman Kelurahan

 Taman RW dan

 Taman RT

 Fasilitas RTH merupakan fasilitas pendukung yang terdiri dari:

 Fasilitas Taman Kecamatan : lapangan, trek lari, wc umum, parkir Kendaraan dan kursi taman

Kuesioner Deskriptif Kuantitatif

Upaya penguatan

(28)

 Fasilitas Taman Kelurahan : lapangan, trek lari, wc umum, kios dan kursi taman.

 Fasilitas Taman RW : Lapangan dan kursi taman

 Fasilitas Taman RT : Arena bermain anak, kursi taman dan jalur pejalan kaki

4 Analisis Kesediaan Masyarakat dalam Penguatan RTH Privat

 Tahu tidaknya masyarakat tentang konsep Green Building sebagai upaya penyediaan RTH privat

 Penting tidaknya menurut masyarakat konsep Green Building sebagai upaya penyediaan RTH privat

 Bersedia tidaknya masyarakat menerapkan konsep Green Building  Bentuk penerapan konsep Green

Building

Kuesioner Analisis Deskriptif

Upaya penguatan RTH privat dari aspek kesediaan masyarakat

5 Rekomendasi upaya penguatan RTH di Kecamatan Antapani

 Upaya Penguatan RTH publik dari aspek luas dan sebaran

 Upaya Penguatan RTH publik dari aspek Jenis

 Upaya Penguatan RTH publik dari aspek Fasilitas

 Upaya Penguatan RTH Privat dari Aspek Kesedian Masyarakat

Hasil Analisis 1-4

Analisis Deskriptif

(29)

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang isi laporan ini, maka sub bab ini menjelaskan tetang sistematika pembahasan, seperti pada uraian di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan secara khusus mengenai penyususnan penelitian ini

diantaranya mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian yang terdiri dari ruang lingkup

wilayah dan ruang lingkup materi, metodologi penelitian terdiri atas metode

pengumpulan data dan metode analisis, kerangka pemikiran dan sistematika

pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan studi ini

yaitu RTH (Ruang Terbuka Hijau). Diantaranya konsep RTH (pengertian,

tujuan, fungsi dan manfaat), jenis-jenis RTH berdasarkan kebijakan yang

ada, standar penyediaan kebutuhan RTH, peraturan perundang-undangan

RTH Kota, serta aspek-aspek yang mendukung identifikasi potensi dan

permasalahan RTH.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum Kecamatan Antapani

meliputi fisik dasar, kependudukan dan penggunaan lahan. Selain itu juga

menjelaskan mengenai kondisi eksisting RTH kota Bandung secara garis

besar dan RTH eksisting Kecamatan Antapani. Ruang Terbuka Hijau yang

dijelaskan pada bab ini antara lain Taman, jalur hijau jalan, taman olahraga,

dan pertanian.

BAB IV ANALISIS PENGUATAN KETERSEDIAAN RTH DI

KECAMATAN ANTAPANI

Bab ini menjelaskan mengenai potensi dan permasalahan RTH di

Kecamatan Antapani berdasarkan kondisi eksisting aspek fisik, selain itu

(30)

ketersediaan RTH di lingkungan. Selain itu mengetahui prioritas Kelurahan

dan jenis RTH yang dapat dijadikan pengembangan RTH setiap Kelurahan.

Prioritas tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan penyediaan RTH

berdasarkan jumlah penduduk. Sedangkan penentuan jenis RTH dilihat

berdasarkan ketentuan peraturan yang sudah ditetapkan untuk

(31)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan beberapa kajian teoritis dan literature yang berkaitan dengan studi ini yaitu penguatan fungsi RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kota Bandung. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi landasan teori yang menjadi dasar atau pedoman dalam penyusuna laporan ini.

2.1. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau

Konsep Ruang Terbuka Hijau terdiri dari Pengertian, Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau.

2.1.1. Pengertian RTH (Ruang Terbuka Hijau)

Ruang Terbuka Hijau adalah lahan yang digunakan untuk berbagai kegiatan termasuk di dalamnya olahraga dan bermain, pada suatu area yang luas dengan sifat kepemilikan publik atau semi publik, pada lahan yang tidak terbangun dan tidak memmiliki bangunan di atasnya, pada lahan yang terbuka pemandanganya atau pada tempat-tempat yang berada di luar bangunan (Lynch, 1990).

(32)

pemanfaatan ruangoleh pemerintah kabupaten/kota. Adapun tujuannya adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, serta meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.

2.1.2. Fungsi dan Manfaat RTH

Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu sebagai fungsi ekologis dan sebagai fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi social dan budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika.

 Fungsi utama (intrinsik)

RTH berfungsi ekologis: merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota untuk menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik serta RTH untuk perlindungan sumber daya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar, memberi jaminan pengadaan RTH dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar system sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah serta penahan angin. Selain itu, RTH secara ekologis dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH yang berufungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, dan sempadan sungai. Sedangkan dalam fungsi tambahan (ekstrinsik), RTH dapat berfungsi sebagai social dan budaya yaitu RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi.

 Fungsi Tambahan (ekstrinsik)

(33)

yang berfungsi sosial budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, dan taman pemakaman umum (TPU).

Fungsi Ekonomi: melalui pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan(urban agriculture) dan pengembangan saran wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan, bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

Fungsi estetika: dapat meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan permukimam), maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan), menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung dan manfaat tidak langsung:

 Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah).

 Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

(34)

Tabel II.1.

Jenis, Fungsi, dan Tujuan Pembangunan RTH

(35)

2.2. Tipologi RTH

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan pembagran jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH sebagaimana pada Tabel II.2.

Tabel II.2. Tipologi RTH

Ruang Terbuka

Hijau

Fisisk Fungsi Struktur Kepemilikan

RTH Alami

Ekologis

Pola

Ekologis RTH publik Sosial

Budaya

RTH Non Alamai

Estetika

Pola

Planologis RTH privat Ekonomi

(36)

Tabel II.3. Kepemilikan RTH

Sumbe: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/

Catatan: Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan

yang dimiliki oleh orang perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatanya untuk

kalangan terbatas.

(37)

Tabel II.4.

Fungsi dan Penerapan RTH pada Beberapa Tipologi Kawasan Perkotaan

Tipologi Kawasan Perkotaan

Karakteristik RTH

Fungsi Utama Penerapan Kebutuhan RTH

Pantai  Pengamanan wilayah

pantai

 Sosial budaya  Mmitigasi bencana

 Berdasarkan luas wilayah  Berdasarkan fungsi tertentu

Pegunungan  Konservasi tanah  Konservasi air

 Keanekaragaman Hayati

 Berdasarkan luas wilayah  Berdasarkan fungsi tertentu

Rawan Bencana  Mitigasi/ evakuasi bencana

 Berdasarkan fungsi tertentu

Berpenduduk jarang s.d. sedang

 dasar perencanaan kawasan

 sosial

 berdasarkan fungsi tertentu,  berdasarkan jumlah

penduduk

Berpenduduk Padat  ekologis  sosial  hidrologis

 berdasarkan fungsi tertentu  berdasarkan jumlah

penduduk

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjam Umum No. 05/PRT/M/2008

2.3. Kategori RTH

 Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi: a. Bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung).

b. Bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).

 Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi :

(38)

b. RTH berbentuk jalur/ koridor / linear, meliputi RTH koridor sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH tepi jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH Sabuk hijau (green belt), dan sebagainya.

 Berdasarkan status kepemilikan, RTH diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: a. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau

lahanyang dimiliki oleh pemerintah.

b. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.

2.4. Pola dan Struktur Fungsional

Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, msitektural) antar komponen pembentuknya. Pola RTH terdiri dari RTH struktural, dan RTH non structural (Sumber: Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitecthur Lanskap, Fakultas Pertanian - IPB, 2005).

RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antara komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi, contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (Urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional).

2.5. Perkembangan dan Pembangunan RTH Kota

(39)

1) Inkonsistensi kebijakan dan strategi penataan ruang kota, kurangnya pengertian dan perhatian akan urgensi eksistensi RTH dalam kesatuan wilayah perkotaan. Perencanaan strategis pembangunan RTH di daerah belum memadai, karena dianggap sebagai ruang publik (common property) yang secara ekonomis tidak menguntungkan sehingga saling melepas tanggung jawab;

2) Pemeliharaan RTH tidak konsisten dan tidak rutin. RTH sering dianggap sebagai tempat sampah, gubug liar dan sarang vektor pembawa penyakit, sehingga cenderung lebih menjadi „masalah‟dibanding „manfaat‟

3) Kuraangnya pemahaman (butir l), berakibat tidak tersedianya RTH yang memadai, smakin mengurangi peluang bagi warga kota, terutama anak-anak remaja wanita, manusia usia lanjut dan penyandang cacat, untuk mendapat pendidikan dan pelajaran tentang kehidupan langsung dari alam sekitar, sertafasilitas olahraga, berekreasi dan bermain.

4) Pencemaran ekosistem perkotaan terhadap media tanah, air dan udara semakin meningkat dan menimbulkan penyakit fisik dan psikis yang serius.

2.6. Faktor penyebab Perubahan RTH

Adapun faktor penyebab perubahan RTH yaitu:

1) Terbatasnya lahan yang hendak dibangun pada daerah RTH yang mengalami perubahan.

2) Kebutuhan akan pemenuhan fasilitas yang ingrn dibangun untuk melayani penduduk.

3) Kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap perubahan RTH.

4) Tingkat pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan akan RTH seperti penjelasan berikut:

(40)

yang dapat dirasakan sehingga menimbulkan ketidak pedulian terhadap ada atau tidak adanya penyediaan RTH.

b. Masyarakat tingkat pendapatan sedang, membutuhkan RTH untuk kenyamanan terhadap lingkungannya, sehingga kebutuhan RTH sudah menjadi kebutuhan yang dipentingkan.

c. Masyarakat tingkat pendapatan tinggi, membutuhkan RTH karena sebagai kepentingan aspek visual dan estetika, sehingga kebutuhan akan RTH sudah menjadi kebutuhan utama untuk kegunaan spiritual, keindahan dan kenyamanan.

2.7. Teknis Perencanaan

Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu:

1) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:

a. Kapasitas atau daya dukung alami wilayah.

b. Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayananlainnya).

c. Arah dan tujuan pembangunan kota

RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan Dep PU/RTH Wilayah Perkotaan LPL-30l105 5 RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

2) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH.

3) Struktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi).

(41)

2.8. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan

Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan terdiri dari Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah, Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu.

2.8.1. Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:

1) Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; 2) Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang

terdiridari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;

3) Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal. (Permen No. 5/PRT/M 2008)

2.8.2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

(42)

Tabel II.5.

Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Sumber : Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2008

2.8.3. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.(Permen No. 5/PRT/M 2008)

2.9. Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)

Menurut Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) meliputi : Taman (taman kota, taman wisata alam,taman rekreasi, taman lingkungan perumahan dan pemrukiman taman lingkungan perkantoran dan gedung

komersial, taman hutan raya), hutan kota, hutan lindung, suaka margasatwa, bentang

No Unit

1 250 jiwa Taman RT 250 1,0 Di tengah lingkungan

RT

2 2500 jiwa Taman RW 1.25 0,5

Di pusat Kegiatan RW

3 30.000 jiwa Taman

Kelurahan 9.000 0,3

Taman Kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota

(43)

alam seperti gunung, bukit, lerengdan lembah, cagar alam, kebun raya, kebun binaang, pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur dibawah Tegangan Tinggr (SUTT dan SUTET), sempadan sungai, pantai, bangunan, situ, dan rawa, jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa, gas, dan pedestrian, kawasan dan jalur hijau, daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara dan taman atap (roof garden).

2.10. Faktor Pertimbangan dalam Penyediaan RTH Kota

Faktor Pertimbangan dalam Penyediaan RTH Kota dapat dilihat dari 2 (dua) sisi antara lain : RTH Kota sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau dan merupakan Kebijakan RTH Kota.

a) RTH Kota sebagai bagian dari Ruang Terbuka Kota

Fungsi kota yang beraneka ragam dan kepadatan makin tinggi, maka kualitas lingkungan kota dapat menjadi masalah. Kenyamanan kota yang mendukung produktivitas dan fungsi kota amat ditentukan oleh kualitas lingkungan seperti suhu dan kelembaban, kandungan polusi, bentuk visual bentangan alamnya.

Kehadiran ruang-ruang terbuka kota khususnya RTH sangat membantu meningkatkan kenyamanan yang diperlukan. Kebutuhan RTH kota mutlak diperlukan sebagai bagian dari ruang terbuka dan system tata ruang kota secara keseluruhan untuk menyeimbangkan kawasan terbangun dengan kawasan non terbangun dan juga kawasan non terbangun pada kawasan terbangun.

b) Kebijakan RTH Kota

Selaras dengan pelaksanaan Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004, tentang pemerintah daerah, komitmen untuk mewujudkan pembangunan kota secara berkelanjutan, antara lain telah mensyaratkan pembangunan dan pengelolaan RTH secara konsisten dan professional. Peraturan perundang-undangan mengenai RTH Kota dapat dilihat pada penjelasan beriku

(44)

hijau pertamanan kota, hijau hutan kota, hijau rekreasi kota, hijau kegiatan olahrag hijau pemakaman, kawasan hijau jalur dan hijau pekarangan.

 Permendagri No. 1/2007 tentang Penataan RTHKP Pasal 1 RTH Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya ekonomi, dan estetika.

 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditaman.

 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 30 Distribusi RTH Publik, disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan rencana strukfur danp pola ruang.

 Permendagri No. 1/2007 tentang Penataan RTHKP Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang menpunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (pasal l), luas ideal RTHKp minimal 20% dari luas kawasan perkotaan (pasal 9 (1) Luas RTHKP mencakup RTHKP publik dan privat (pasal 9 (2).

 Departemen PU/RTH Wilayah Perkotaan RTH Kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemic introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan dan kesejahteraan wilayah perkotaan tersebut.

2.11. Konsep Green City (Kota Hijau)

(45)

2.11.1. Pengertian Green City (Kota Hijau)

Ada beberapa pengertian Green City atau dalam Bahasa Indonesia Kota Hijau yang dikutip dari Dokumen Program Pengembangan Kota Hijau, antara lain:

 Kota yang didesan dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energy, air dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air.

 Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati dengan lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal didalamnya maupun bagi para pengunjung kota.

 Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk asset-aset kota-wilayah, seperti asset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.

2.11.2. Atribut Green City (Kota Hijau) Atribut – atribut Kota Hijau antara lain:

1) Green Planning and Design: (Perencanaan dan Perancangan yang sensitive terhadap agenda hijau)

2) Green Openspace: (Perwujudan kualitas, kuantitas dan jejaring RTH perkotaan)

3) Green Waste (Penerapan prinsip 3R yaitu: mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah)

4) Green Transportation: (Pengembangan system transportasi yang

berkelanjutan misalnya : transportasi publik, jalur sepeda, dll)

5) Green Water: (Peningkatan efisiensi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air)

(46)

7) Green Building: (Kontruksi pembangunan taman atap (green roof, roof garden) dan dinding hijau (green wall, vertical garden pada bangunan.

8) Green Community: (Peningkatan kepekaan, kepedulian dan peran serta aktif masyarakat dalam pengembangan atribut-atribut Kota Hijau.

2.11.3.Green Building

Green Building atau Bangunan Hijau merupakan Penerapan bangunan ramah lingkungan yaitu hemat air energy, struktur, dsb) menghijaukan langit kota Akibat keterbatasan lahan, tren pembangunan RTH ke atap-atap bangunan (mal, apartemen, hotel, gedung perkantoran, sekolah, rumah sakit, rumah) menjadi taman atap dan dinding hijau. Penghijauan bangunan terbukti mampu menurunkan suhu kota dan menyerap gas polutan.

2.12. Pengembangan RTH di Wilayah Bandung Berdasarkan RTRW Kota Bandung, 2013

Tahapan Pembangunan Program Pengembangan Kawasan Lindung Pencapaian Kawasan Lindung sebesar 10% dari luas seluruh wilayah Kota Bandung dan Pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi lahan dilakukan secara bertahap. Tahapan pengembangan program efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dan buatan ditentukan dengan kriteria tingkat kerusakan dan kekritisannya. Prioritas utama adalah yang kritis, kemudian yang tingkat kerusakannya lebih besar.

Prioritas I : 1) Mempertahankan dan memelihara ruang terbuka hijau yang ada, termasuk penghijauan kawasan Bandung utara dan pengendalian perkembangan perumahan liar dan terencana.

2) Mengembalikan kawasan terbangun yang memungkinkan ke fungsi lindung, seperti makam, kawasan perumahan yang dikonservasi.

Prioritas II : Pembebasan lahan untuk pencadangan kawasan lindung, terutama pada sempadan sungai dan mata air.

(47)

2.13. Isu-isu Ruang Terbuka Hijau

Isu yang berkaitan dengan ruang terbuka publik antara lain RTH secara umum, terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, seperti menurunya kualitas lingkungan hidup perkotaan, bencana banjir, longsor dan perubahan perilaku social masyarakat yang cenderung kontra-produktif seperti kriminalitas dan vandalisme.

Dari aspek kondisi lingkungan hidup (LH), rendahnya kualitas air tanah, tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan keberadaan RTH secara ekologis. Tingginya frekuensi banjir dan tanah longsor di perkotaan dewasa ini juga diakibatkan karena terganggunya system tata air akibat dari kuranya daerah resapan air. Kondisi tersebut secara ekonomi juga dapat menurunkan tingkat produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat harapan hidup masyarakat.

Secara sosial, tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal diantara kelompok masyarakat perkotaan secara tidak langsung, juga dapat disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat menyalurkan kebutuhan interaksi social untuk pelepas ketegangan (stress) yang relative banyak dialami oleh masyarakat perkotaan.

Secara teknis, isu yang berkaitan dengan RTH perkotaan adalah menyangkut terjadinya sub-optimalisasi penyediaan RTH baik secara kuantitatif maupun kualitatif, lemahnya kelembagaan dan SDM, kurangnya keterlibatan Stakeholder dalam pengelolaan RTH serta selalu terbatasnya ruang atau lahan di perkotaan yang dapat digunakan sebagai RTH.

2.14. Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

(48)

Dalam kaitan itu maka dibutuhkan alokasi dan pemanfaatan RTH yang sepadan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota. Dengan pertimbangan bahwa penduduk adalah merupakan isi (content) objek dan subjek pembangunan, maka strategi pengembangan RTH Kota yang tepat adalah jika pengembangan RTH disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota.

Beberapa acuan dapat digunakan untuk mengukur standar kebutuhan dan alokasi ruang terbuka hijau, antara lain:

a) Kepmen PU Nomor 378/IGTS/1987 yang menentukan standar kebutuhantaman meliputi fasilitas/sarana olah raga, taman bermain, dan kuburan.Adapun standar perencanaan taman dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel II.6.

Standar Perencanaan Taman

NO Jumlah

Penduduk Jenis RTH

Luas

Minimal satu unit taman dan sekaligus tempat bermain anak-anak

250 1

2 2, 500 jiwa

Minimal satu unit taman dengan dilengkapi sarana olah raga

1,250 0.5

3 30,000 jiwa

Satu unit taman dengan dilengkapi lapangan serba guna dan terbuka

9,000 0.3

4 120,000 jiwa

Satu lapangan hijau yang

terbuka 24,000 0.2

5 480,000 jiwa

Suatu kompleks terdiri dari stadion, taman bermain, area parkir, dan bangunan fungsional

144,000 0.3

(49)

Selain standar kebutuhan taman sebesar 2,3 m2 per kapita, masih harus disediakanjalur-jalur hijau sebagai cadangan/sumber-sumber alam sebesar 15 m2 per kapita sehingga total sebesar 173 m2 per kapita. Standar lahan perkuburan ditentukan berdasarkan sistem penyempurnaan yang dianut sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

b) Pedoman dari Drabkin (1977)

Drabkin menyatakan, untuk kota-kota di Negara berkembang disarankan open space seluas 16 m2 / pdk. Kota metropolitan Negara maju 48 m2 / pdk, dengan kepadatan kota ideal rata-rata 35 orang/hektar. Open space lebih berorientasi kepada kepentingan dan kesenangan (pleasure) serta peningkatan kualitas kota.

Green spaces yang dimaksudkan (48 m2 / pdk) itu diperhitungkan pada tingkat kepadatan ideal 35 jiwa / ha. Angka itu bila dilihat pada elemen kota lainnya belum termasuk RTH kawasan perumahan, jalan, komersial, dan industry, serta kantor pemerintah. Bila dikaitkan dengan RTH pada elemen lainnya berarti luas ruang hijau di atas tentunya lebih besar lagi.

Di bawah ini di tampilkan Tabel II.7. Pedoman Alokasi RTH di Negara maju secara umum menurut pedoman Drabkin di atas, untuk kepentingan perbandingan perkiraan alokasi RTH (green open spaces) secara umum.

Tabel II.7. Pedoman Alokasi RTH

No Alokasi Lahan Kota (Aktivitas Kota)

Range (M2/Org)

Average (M2 / Org)

1 Residensial 100 - 150 125

2 Green spaces 40 - 56 48

3 Roads 30 - 50 40

4 Publik services 20 - 40 30

5 Industry 20 - 40 30

6 Commercial service 10 - 14 12

220 - 350 285

(50)

c) Pedoman dari Brown dalam AB Grove dkk (1983)

Menurut pandangan Brown dalam tulisan berjudul “ Design of Planting and Pave Areas and their Role in the City”, di kemukakan bahwa daerah seluas 30 hingga 40 meter persegi ditanami pohon-pohon, yang setiap hari mensuplay oksigen untuk satu orang.

d) Kota taman dari Howard (1965)

Kota taman menurut Howard (1965:26) adalah kota yang sengaja dirancang sebagai permukiman sehat, untuk taman 9 acres/1.000 penduduk di dalam kota. Di luar kota dikelilingi oleh daerah hijau (green belt) yang dipertahankan secara permanen, dan difungsikan juga sebagai pertanian. Sebagian besar status tanah milik publik 36,78 m2 /pdk untuk taman, dan 5.000 acres dengan 32.000 penduduk untuk green belt (638,58 m2 / pdk). e) Permen PU Nomor 5/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan perkotaan.

f) KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brasil (1992) dan Johannes burg Afrika Selatan (2002) menyepakati sebuah kota sehat idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota.

g) Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyatakan bahwa luas minimal RTH Kawasan Perkotaan adalah minimal 20% dari luas wilayah.

h) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa:  Ruang Terbuka Hijau (RTH) terdiri dari RTH publik dan RTH privat.  Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari

luas wilayah kota.

(51)

i) PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ditetapkan kriteria ruang terbuka hijau kota yaitu:

 Lahan dengan luas paling sedikit 2,500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;  Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu

hamparan dan jalur; dan

 Didominasi komunitas tumbuhan.

2.15. Kriteria Umum Pengembangan RTH

Kriteria pengembangan kawasan yang terbuka hijau merupakan suatu keterkaitan hubungan antara bentang alam atau peruntukan kriteria vegetasi.

1) Letak Lokasi:

a) Ruang Terbuka Hijau dikembangkan sesuai dengan kawasan-kawasan peruntukan ruang kota, yaitu:

 Kawasan pemukiman kepadatan tinggi  Kawasan pernukiman kepadatan sedang;  Kawasan pemukiman kepadatan rendah;  Kawasan Industri;

 Kawasan Perkantoran;

 Kawasan sekolah/kampus perguruan Tinggi;  Kawasan perdagangan;

 Kawasan jalur jalan;  Kawasan jalur sungai;  Kawasan jalur pesisir pantai;

 Kawasan jalur pengaman utilitas/instalasi.

b) Pada tanah yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan ketinggian di atas permukaan laut serta penduduknya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengaman utilitas.

(52)

2) Jenis Vegetasi:

Jenis vegetasi adalah rumput, semak, pohon dan lain-lain. Pemilihan vegetasi untuk peruntukan Ruang Terbuka Hijau Kota dengai kriteria umum adalah : bentuk morphologi, evariasi memiliki nilai keindahan, penghasil oksigen tinggi, tahan cuaca dan hama penyakit, memiliki peredam intensif daya resapan airtinggi, pemeliharaannya tidak intensif sedangkan untuk jenis vegetasi sesuai dengan sifat dan bentuk serta peruntukannya:

a) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pertamanan kota:  Jenis tanaman tahunan atau musiman;

 Kecepatan tumbuhnya sedang;

 Karaktenistik tanaman : tidak bergetah, beracun, dahan tidak mudah patah, perakanan tidak mengganggu pondasi, struktur daun tengah rapat sampai rapat;

 Jenis ketinggian bervaniasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang;  Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya;

 Jarak tanaman setengah rapat, 90% dari luas harus dihijaukan; b) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau hutan kota:

 Karakteristik tanaman struktur daun rapat ketinggian vegetasi bervariasi;  Kecepatan tumbuhnya cepat;

 Dominanjenis tanaman tahunan  Berupa habitat tanaman lokal, dan

 Jarak tanaman rapat, 90%-100% dari luas areal harus dihijaukan. c) Karakteristik vegetasi untuk kawasan hijau rekreasi kota:

 Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat, ketinggian vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang

 Kecepatan tumbuhnya sedang;

(53)

 Berupa habitat tanaman lokal, dan

 Sekitar 40%-60% dan luas areal harus dihijaukan. d) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau kegiatan olah raga:

 Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi;

 Jenis tanaman tahunan atau musiman;

 Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, dan

 Jarak tanaman tidak rapat,40%-60% dan luas areal harus dihijaukan. e) Kritenia vegetasi untuk kawasan hijau pemakaman:

 Kriteria tanaman : perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun renggang sampai setengah rapat, dominan warna hijau

 Jenis tanaman tahunan atau musiman;

 Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, dan

 Jarak tanaman renggang sampai setengah rapat, sekitar 50% dan luas areal harus dihijaukan.

f) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pertanian:

 Karakteristik tanaman: struktur daun rapat warna dominan hijau;

 Kecepatan tumbuhnya bervariasi dengan pola tanam diarahikan sesingkat mungkin lahan terbuka

 Jenis tanaman tahunan atau musiman;  Berupa habitat tanaman budidaya, dan

 Jarak setengah rapat sampai 80%-90% dan ruas areal harus dihijaukan. g) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau jalur hijau:

 Kriteria tanaman : struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi;

(54)

 Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, dan Jarak tanaman setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari luas area yang harus dihijaukan.

h) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau perakaran :  Kecepatan tumbuhnya bervariasi;

 Pemeliharnan relatif

 Jenis tanaman tahunan atau tanaman musiman;  Berupa habitat tanaman lokal atau tanaman budidaya

 Jarak tanaman bervariasi, persentase hijau disesuakan dengan intensitas kepadatan penduduk.

(55)

40

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum Kecamatan Antapani yang terdiri dari fisik dasar kecamatan, pemanfaatan lahan dan kependudukan. Selain itu, di bahas pula mengenai gambaran umum RTH di Kota Bandung dan RTH yang tersebar di Kecamatan Antapani.

3.1. Gambaran Umum RTH Kota Bandung

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah Kota Bandung tersebar dengan luas yang beragam pada masing-masing wilayah kota (SWK). RTH pada delapan sub-wilayah kota tersebut mencapai luas total 608,92 Ha dan tersebar di 30 Kecamatan dengan proporsi luas RTH dibandingkan terhadap luas wilayah yang berbeda berdasarkan kategorinya. Perbedaan ini disebabkan oleh rencana pengembangan kota pada masing-masing kecamatan disesuaikan dengan karakteristik lokasi setiap kecamatan tersebut. Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung terdiri dari RTH Privat dan RTH publik. Ruang Terbuka Hijau publik di Kota Bandung terdiri dari taman kota dan kebun bibit, RTH pemakaman, tegangan tinggi, sempadan sungai, jalur hijau jalan, sempadan kereta api, hutan konservasi, penanganan lahan kritis, dan RTH dari bag. Asset, sedangkan RTH Privat terdiri dari RTH kawasan permukiman, pendidikan, kawasan militer, kawasan perdagangan dan industry, dan RTH perkantoran dan gedung komersial.

(56)

Tabel III.1.

Rekapitulasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Eksisting Di Kota Bandung Sampai Tahun 2012

(Hasil Updating)

Ruang Terbuka Hijau

Proporsi terhadap Luas

Wilayah Kota Bandung

(16.729 Ha)

Ha %

1. Taman Kota dan Kebun bibit 218.07 1.30%

2. RTH Pemakaman 148.24 0.89%

3. Tegangan Tinggi 10.17 0.06%

4. Sempadan Sungai 18.31 0.11%

5. Jalur Hijau Jalan 176.91 1.06%

6. Sempadan Kereta Api 6.420 0.04%

7. Hutan Konservasi 4.120 0.02%

8. Penanganan Lahan Kritis 416.920 2.49%

9. RTH dari Bag. Aset 70.13 0.42%

JUMLAH I 1069.290 6.39%

Potensi RTH Lainnya :

10. RTH Kawasan Permukiman 122.12 0.73%

11. RTH Pendidikan 56.18 0.34%

12. RTH Kawasan Militer 114.01 0.68%

13. RTH Kawasan Perdagangan dan Industri 225 1.34% 14. RTH Perkantoran dan Gedung Komersial 441.16 2.64%

JUMLAH II 958.47 5.73%

JUMLAH I + JUMLAH II 2,027.76 12.12%

(Sumber : Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, 2012)

(57)

memberikan kontribusi terbesar terhadap RTH Kota Bandung adalah jenis RTH dalam penanganan lahan kritis, taman kota dan kebun bibit dan jalur hijau jalan penyebarannya didominasi di wilayah pengembangan (WP) Cibeunying. Sedangkan RTH Privat yang memberikan kontribusi terbesar terhadap RTH Kota Bandung adalah RTH perkantoran dan gedung komersial, RTH kawasan perdagangan dan industry dan juga RTH kawasan permukiman. Untuk memperjelas dapat dilihat pada gambar diagram berikut.

Gambar 3.1. Diagram Proporsi RTH

Terhadap Luas Wilayah Kota Bandung (16.729 Ha)

Jenis RTH publik yang memberikan kontribusi terkecil untuk RTH Kota Bandung adalah RTH sempadan kereta api, RTH sempadan sungai dan RTH sempadan jalur bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sedangkan RTH Privat yang memberikan kontribusi terkecil dalam penyediaan RTH Kota Bandung adalah RTH kawasan militer dan pendidikan.

Taman Kota dan Kebun

Gambar

Tabel II.1.
Tabel II.2.
Tabel II.3.
Tabel II.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

di kedua taman tersebut sudah cukup sesuai untuk sebuah taman tingkat kecamatan. Berdasarkan hasil analisis jangkauan pelayanan RTH yang telah dilakukan, baik..

Taman Alun Kapuas merupakan taman kota yang ditetapkan Dinas Pertamanan sebagai Ruang Terbuka Hujau (RTH) di Kota Pontianak. Terkait dengan fungsi RTH sebagai

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Garut dalam penyusunan rencana Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Garut RTH terdekat

Kawasan Kota Tabanan terdiri dari 4 Satuan pengembangan (SP) yaitu SP Pusat Kota meliputi Kelurahan Delod Peken, Kota Tabanan dan Kelurahan Dauh Peken, SP Pengembangan

Keanekaragaman jenis vegetasi pohon yang lebih tinggi menjadi faktor yang mempengaruhi RTH gedung Pancasila memiliki lebih banyak jenis spesies yang hidup di

Skripsi yang berjudul Evaluasi Ruang Terbuka Hijau(RTH) Taman Kota Dan Jalur Hijau Jalan Di Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur disusun sebagai salah

Jenis Tumbuhan Bukan Pohon pada RTH Hutan Kota Taman Beringin, Taman Olahraga dan Rekreasi Gadjah Mada, dan Taman Kota Ahmad Yani... Jenis Rumput dan Semak pada RTH Hutan Kota

Oleh karena itu usaha pengembangan RTH tidak hanya dapat dilakukan pada usaha pengadaan lapangan olahraga taman kota, jalur hijau dan sempadan jalan serta