ABSTRAK
PERAN SIAMANG (Hylobates syndactylusRaffles, 1821) SEBAGAI PEMENCAR BIJI DI RESORT WAY KANAN TAMAN NASIONAL WAY
KAMBAS LAMPUNG
Oleh
ANDRIAN DWI ATMANTO
DISPERSAL AT WAY KANAN RESORT WAY KAMBAS NATIONAL PARK LAMPUNG
By
ANDRIAN DWI ATMANTO
Way Kambas National Park is one of the tropical rain forests located in Lampung Province. Way Kambas is habitat for gibbon (H. syndactylus), frugivorous primate which plays a role as seeds dispersal process in tropical rain forests with its activities. Purpose of the research is to determine the gibbon’s role as seeds dispersal. It was conducted in August 2012 in the Way Kanan Resort of Way Kambas National Park. The methods used were observation and feces analysis. Based on the research, there were 37 samples of gibbon’s feces and 7 spesies of seed plant dispersed by gibbon include Polygonum chinense, Grewia paniculata, Ficus sp, Bouea macrophylla, Dacryodes rostrata, Aporosa aurita, and Aplaia palembanica. Seeds were distributed by gibbon using the endozoochory process without destroying seeds and dispersed far from the parent trees. Distance ranges of the seed dispersed by gibbons were 0−385 meters. Defecation activity of gibbon was done after waking, feeding activity, and when they moved to other trees with frequency of defecation between 3−6 timesa day. The composition of gibbon’s feces was seeds and leaves. The highest attendance of seeds in feces was Polygonum chinense seeds (42,12%) and the lowest was Aporosa aurita seeds (1,18%). The mean seeds in feces was 7,38 of 273 seeds. In Way Kambas National Park, gibbon plays a role as seeds dispersal, although it needs research about germination and seed fate after dispersed.
PERAN SIAMANG (Hylobates syndactylus
Raffles, 1821)
SEBAGAI PEMENCAR BIJI DI RESORT WAY KANAN
TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
ANDRIAN DWI ATMANTO
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Andrian Dwi Atmanto
Nomor Pokok Mahasiswa : 0814081027
Jurusan : Kehutanan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. NIP 19731012 199903 2001 NIP 19660305 199103 2001
2. Ketua Jurusan Kehutanan
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. …………
Sekretaris : Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. …………
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. …………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1001
kupersemb
Ayahand
serta
yang tak
dan
Saudara-terima kasih atas semu
serta kebe
di Kehutanan baik
Dengan kerendahan hati
upersembahkan karya kecil ini untuk
Ayahanda dan Ibunda tercinta
serta mbak dan adik tersayang
tak pernah berhenti memberikan doa
dan kasih sayang serta tak pernah
lelah menanti keberhasilanku
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Tuguratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat pada tanggal 4 Januari 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Samsudin dan Ibu Birohmah.
Jenjang pendidikan Penulis dimulai pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 2 Tuguratu Suoh Lampung Barat, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Liwa pada tahun 2002 hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2002 Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 40 hari di Desa Kejadian Kecamatan Way Serdang Kabupaten Mesuji. Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan untuk dapat membantu masyarakat desa dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Penulis juga telah melakukan Praktik Umum (PU) pada tahun 2012 di BKPH Pangkalan KPH Purwakarta Perhutani selama ± 35 hari dan di Taman Nasional Way Kambas selama ± 35 hari.
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Siamang
(Hylobates syndactylus Raffles, 1821) Sebagai Pemencar Biji di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas Lampung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya hingga ke akhir zaman.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
3. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P., selaku Pembimbing Utama sekaligus dosen Pembimbing Akademik atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas segala ilmu yang telah diberikan;
7. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan penuh kasih sayang telah memotivasi, mendoakan, dan merestui Penulis selama melaksanakan penelitian dan selamanya hingga ujung waktu, serta mbak dan adik tercinta yang selalu memberikan semangat;
8. Pihak Balai Taman Nasional Way Kambas Lampung dan Kepala Resort Way Kanan, atas segenap izin, bantuan, dan kerjasamanya;
9. Polisi Hutan (Mbah Harjo, Mas Agus) dan saudara Lulu Subangkit atas bantuannya selama di lokasi penelitian;
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, April 2013 Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Nasional Way Kambas
(Harianto, 1988)... 16 2. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Hutan Raya Wan Abdur
Rachman (Andriansyah, 2005) ... 17 3. Jenis tumbuhan pakan siamang pada bulan Agustus 2012 di
Resort Way Kanan TNWK ... 38 4. Jenis tumbuhan pakan yang biji buahnya dipencarkan oleh
siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 39 5. Komposisi kotoran siamang persampel kotoran pada bulan Agustus
2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 47 6. Jumlah dan rata-rata kehadiran biji yang ditemukan pada kotoran
Gambar Halaman
1. Bagan alir kerangka pemikiran... 6
2. Siamang (Hylobates syndactylus) (www.iucnredlist.org)... 7 3. Peta lokasi Resort Way Kanan TNWK (Dipa BTNWK, 2012) ... 24
4. Bentuk buah ara asli (kiri), biji buah ara yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di
Resort Way Kanan TNWK... 40
5. Bentuk buah aseman asli (kiri), biji buah aseman yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di
Resort Way Kanan TNWK... 40
6. Bentuk buah deluak asli (kiri), biji buah deluak yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di
Resort Way Kanan TNWK... 41
7. Bentuk buah gandaria asli (kiri), biji buah gandaria yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus
2012 di Resort Way Kanan TNWK…... .. 42
8. Bentuk buah kenaren asli (kiri), biji buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus
2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 42
9. Bentuk buah pelangas asli (kiri), biji buah pelangas yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus
2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 43
10. Bentuk buah sapen asli (kiri), biji buah sapen yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di
Resort Way Kanan TNWK... 44
11. Buah kenaren yang jatuh setelah dimakan siamang (kiri), biji buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan)
12. Warna dan bentuk kotoran siamang setelah jatuh di tanah pada
bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 46
13. Distribusi kotoran siamang dan jarak pemencaran biji dilihat dari pohon induk (pembagian berdasarkan kelas jarak 10 meter)
pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 54
14. Pohon induk yang bijinya dipencarkan siamang pada bulan
Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 55
15. Pergerakan siamang dalam pemencaran biji pada bulan Agustus
2012 di Resort Way Kanan TNWK... 56
16. Kotoran siamang yang padat (kiri), kotoran siamang yang lembek
(kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK... 60
17. Frekuensi kehadiran biji yang ditemukan dalam kotoran siamang
Lampiran Halaman
Tabel 5. Titik koordinat pohon pakan dan titik koordinat kotoran siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan
TNWK .. ... 75
Gambar 1. Siamang yang sedang melakukan aktivitas makan ... 77
Gambar 2. Siamang sedang melakukan aktivitas istirahat ... 77
Gambar 3. Pengamatan aktivitas makan dan aktivitas defekasi siamang di lapangan menggunakan binokuler... 77
Gambar 4. Pengambilan titik lokasi pohon pakan siamang menggunakan GPS ... 78
Gambar 5. Proses analisis kotoran siamang... 78
Gambar 6. Sampel perbandingan komposisi kotoran siamang antara daun dan biji setelah dilakukan analisis ... 78
Gambar 7. Petugas yang membantu penelitian di lapangan ... 79
Gambar 8. Rekan mahasiswa yang membantu penelitian di lapangan... 79
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Hubungan interaksi yang saling menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivoraumumnya terjadi di hutan hujan tropis. Tumbuhan merupakan sumber pakan bagi hewan dan sebaliknya hewan bermanfaat dalam pemencaran biji tumbuh-tumbuhan sebagai sarana perkembangbiakan dan regenerasi tumbuhan tersebut (Desmukh, 1992; Setia, 2003).
besar dalam mengkonsumsi buah-buahan dengan ukuran yang cukup beragam. Menurut Rusmanto (2001) dalam penelitiannya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, siamang adalah satwa frugivorous dan kemungkinan besar sangat berperan dalam proses pemencaran biji bagi tumbuhan berbiji di hutan tropis. Di hutan sebagai tempat tinggal alami, siamang berperan sebagai penyebar benih lewat pergerakannya (Supriatna dan Wahyono, 2002).
Oleh sebab itu, diperlukan penelitian mengenai peranan siamang sebagai agen pemencaran biji yang mempunyai implikasi pada pelestarian hutan hujan tropis yang secara ekologis membantu regenerasi hutan melalui penyebaran biji. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya pelestarian hutan hujan tropis dan upaya perlindungan terhadap siamang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apa sajakah jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan oleh siamang? 2. Bagaimanakah cara siamang dalam memencarkan biji dari pohon asalnya? 3. Berapakah jarak pemencaran biji yang dapat dilakukan oleh siamang dari
pohon asalnya?
4. Bagaimanakah perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
3
2. Mengetahui cara pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dari pohon asalnya.
3. Mengetahui jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dari pohon asalnya.
4. Mengetahui perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran siamang dalam pemencaran biji yang berguna untuk regenerasi hutan. Selain itu, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya pelestarian hutan hujan tropis dan upaya konservasi terhadap siamang di Taman Nasional Way Kambas khususnya, dan di Indonesia umumnya.
E. Kerangka Pemikiran
Taman Nasional Way Kambas adalah sebuah taman nasional yang ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis Pulau Sumatera beserta kekayaan alam hayati yang dimilikinya. Berhubungan dengan salah satu fungsi dari taman nasional sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman satwa, maka perlu upaya pengelolaan yang baik untuk menjaga agar keberadaan satwa di dalam taman nasional tetap lestari (Saadudin, Sularso, Sibarani, dan Gucci, 2008).
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 serta termasuk dalam Appendix I, CITES (IUCN, 2000).
Keberadaan primata penting dalam regenerasi hutan tropis dengan cara menyebarkan biji dari buah yang dimakannya. Pada kondisi alami, sebenarnya kita tidak perlu melakukan reboisasi atau penanaman hutan karena hal tersebut sudah dilakukan oleh satwa yang mendiami hutan tersebut, salah satunya adalah siamang (Master, 2009). Biji-biji dari buah atau tumbuhan yang dimakan oleh siamang akan masuk dalam organ pencernaan dan akan dibawa pergi meninggalkan pohon induknya mengikuti ke mana satwa tersebut bergerak untuk kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Kotoran atau biji yang dikeluarkan jika jatuh pada lingkungan yang cocok akan berkecambah dan tumbuh menjadi pohon-pohon baru yang nantinya akan menggantikan pohon yang telah tua, mati atau tumbang. Peran siamang tersebut akan sangat membantu upaya perlindungan keaneragaman hayati dan regenerasi hutan secara alami guna menjaga keseimbangan ekosistem hutan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi Siamang
Siamang diklasifikasikan sebagai berikut (Napier dan Napier, 1986).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Primata
Familia : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : H. syndactylus Raffles.
B. Morfologi Siamang
Siamang merupakan jenis kera tidak berekor yang terbesar dibanding dengan jenis
Hylobates lainnya, mempunyai kantung suara yang dipergunakan pada saat
siamang bersuara serta memiliki lengan yang lebih panjang dan lebih kuat (Dixon,
1981). Siamang mempunyai badan yang berbulu hitam seluruhnya, panjang dan
kelihatan seperti kusut, kecuali sekitar mulut berwarna agak keputihan (Gittin dan
Raemaekers, 1980). Siamang memiliki kantung suara di bawah dagu yang dapat
dipergunakan untuk resonansi suara ketika bersuara atau berteriak (Napier dan
Napier, 1967). Siamang mempunyai kantong suara yang dapat membesar dengan
warna kelabu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Jantan
dibedakan dengan betina melalui rambut scrotalyang menjuntai di antara kedua
paha dari individu jantan, sedangkan pada betina tidak. Betina relatif lebih kecil
dari jantan dan beratnya kurang lebih 92% dari berat jantan (Fedigan, 1992).
Siamang merupakan anggota keluarga Hylobatidae yang paling besar. Panjang
rentang tangan mencapai 1,5 m dengan panjang badan berkisar antara 800−900 mm. Berat tubuh rata-rata siamang dewasa sekitar 11,2 kg. Rambut siamang baik
jantan maupun betina berwarna hitam pekat, kecuali rambut di muka yang
berwarna kecokelatan (Supriatna dan Wahyono, 2002). Famili Hylobatidae
memiliki rentang tangan hampir dua kali panjang tubuhnya. Lengan famili
Hylobatidae juga langsing dengan jemari yang panjang dan agak melengkung
seperti kait, ibu jari pendek dan sangat senjang dari telapak tangan jika
9
antara ibu jari dan pergelangan tangan berupa sendi peluru sehingga membuat
mobilitasnya meningkat (Chivers, 1974).
Seluruh primata memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang sama dan
rancangan tubuh primitif (tidak terspesialisasi). Kekhasan lain dari primata ini
adalah kuku jari. Ibu jari dengan arah yang berbeda juga menjadi salah satu ciri
khas primata, tetapi tidak terbatas dalam primata saja, opossum juga memiliki
jempol berlawanan. Pada primata kombinasi dari ibu jari berlawanan. Jari kuku
pendek (bukan cakar) dan jari panjang yang menutup ke dalam adalah sebuah
relik dari posisi jari moyangnya pada masa lalu yang barangkali menghuni pohon
(Ilham, 2010).
C. Habitat dan Penyebaran
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun
biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup
serta berkembangbiaknya satwa-satwa liar (Alikodra, 1990). Guna mendukung
keberlangsungan kehidupan siamang, diperlukan satu kesatuan kawasan yang
menjamin keberlangsungan hidupnya yaitu kawasan yang terdiri dari berbagai
komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan yang
dipergunakan untuk tempat hidup dan berkembangbiak. Siamang menempati
hutan tropis primer atau sekunder mulai dataran rendah hingga perbukitan dengan
ketinggian 3.800 m (Harianto, 1988).
Siamang banyak mendiami hutan di Pulau Sumatera. Siamang hidup monogami
Mereka hidup di dataran seluas 23 ha. Siamang adalah kelompok primata sejati
hutan yang membutuhkan pohon untuk mempertahankan hidupnya. Siamang
membutuhkan hutan sebagai tempat mencari makan, bermain, beristirahat, dan
melakukan aktivitas sosial lainnya (Larasati, 2009).
D. Tingkah Laku
Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), tingkah laku hewan adalah
tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling berkaitan baik secara
individual maupun secara bersama-sama. Tingkah laku merupakan pula cara
hewan tersebut berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan
makhluk hidup maupun benda-benda. Kehidupan setiap satwa mempunyai bentuk
atau corak tingkah laku dan kehidupan sosial tertentu yang tidak terpengaruh
langsung oleh lingkungan fisik habitatnya. Selanjutnya dikatakan bahwa
faktor-faktor genetik yang mempengaruhi tingkah laku dapat bermodifikasi akibat
pengaruh lingkungan seperti dalam penyediaan jumlah dan jenis makanannya
(Chivers,1974). Sebagian besar ordo primata membentuk kelompok-kelompok
sosial dalam hidupnya. Banyaknya individu dalam kelompok kera dipengaruhi
oleh jumlah persediaan makanan (Freeland, 1976).
Aktivitas siamang dalam kehidupannya sehari-hari dapat dibedakan berdasarkan
perilaku berikut.
1. Perilaku Istirahat
Saat istirahat siamang menghindari teriknya sinar matahari dengan cara turun ke
bagian tajuk yang paling rendah. Pada periode istirahat terjadi interaksi sosial
11
dimana jantan dewasa merupakan kegiatan pusatnya. Kegiatan istirahat akan
meningkat sejalan dengan penurunan intensitas makan selama aktivitas
berlangsung (Chivers, 1972).
2. Perilaku Makan
Makan adalah aktivitas yang menghabiskan waktu paling besar setiap jam dan
setiap hari bila dibandingkan dengan bergerak dan hampir berimbang dengan
waktu istirahatnya. Pada saat memilih pakan, seekor hewan dengan nalurinya
akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak membahayakan
kesehatan, dan mempunyai bau serta cita rasa yang sesuai dengan seleranya
(Sutardi, 2008). Siamang sangat selektif dalam memilih pakannya, hal tersebut
berkaitan dengan strategi makan dan ketersediaan pakan. Matsuzawa (1950)
menyatakan bahwa primata pada umumnya menyukai pakan dengan rasa manis.
Siamang akan banyak memakan buah ketika musim buah tiba, tapi ketika tidak
ada akan lebih banyak mengkonsumsi pucuk daun (Harianto, 1988). Keluarga
siamang dapat melakukan kegiatan makan pada pohon yang sama untuk 2 sampai
3 hari berturut-turut dengan sesekali melakukan penjelajahan dan biasanya tidur
pada pohon yang berdekatan dengan pohon sumber makanan tersebut. Lamanya
kegiatan makan di suatu pohon sangat bervariasi terutama ditentukan oleh jenis
dan kelimpahan makanan (Rinaldi, 1992). Penyebaran pakan sangat penting bagi
individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses ke
sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu dominan
(Heulin dan Cruz, 2005).
Kelompok siamang ini memiliki insting yang cukup tinggi terhadap cuaca.
aktivitasnya dan bergerak ke bagian hutan yang lebih aman. Aktivitas makan juga
tetap dilakukan oleh kelompok siamang ini ketika sedang hujan dengan
memanfaatkan sumber makanan yang ada di pohon tempat siamang berteduh,
akan tetapi aktivitas makan ini lebih sedikit dibandingkan saat cerah. Pergerakan
siamang setiap hari lebih banyak tujuannya untuk mencari makan (Sipayung,
2011).
3. Perilaku Bergerak
Nurcahyo dalam penelitiannya mengenai pola jelajah harian siamang yang
dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 1998, menyebutkan bahwa day range
siamang sejauh 672 meter. Berdasarkan penelitian pada bulan Februari 2001
hingga Januari 2002 di lokasi yang sama terjadi peningkatan day range menjadi
898 meter (Nurcahyo, 2001). Betina lebih sering memimpin pada saat melakukan
penjelajahan dalam wilayahnya dari pada jantan. Seringkali betina jalan duluan
dan kadang menunggu untuk beberapa saat kemudian kembali ke belakang jika
anggota yang lain tidak mengikuti (Chivers, 1974). Bismark (1986) mengatakan
bahwa marga Hylobatidae melakukan aktivitas bergerak atau berpindah dalam
kaitannya dengan pengontrolan wilayah dan aktivitas pencarian serta pemilihan
pohon pakan yang kesemuanya merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya serta merupakan upaya kelompok untuk menghindari predator atau
bahaya.
Siamang adalah satwa arboreal, oleh karena itu satwa ini sangat membutuhkan
tumbuh-tumbuhan terutama pohon sebagai tempat melakukan aktivitas hariannya.
Aktivitas berpindah siamang adalah suatu pergerakan siamang untuk berpindah
13
pohon yang digunakan untuk istirahat atau tidur. Aktivitas bergerak siamang
menggunakan pohon-pohon di strata menengah dengan tinggi pohon 15−30 m seperti damar (Shorea javanica) dan bayur (Pterospermum javanicum) (Yuliana,
2012).
E. Sistem Sosial
Komposisi serta struktur sosial famili Hylobatidea mempunyai keunikan yaitu
membentuk kelompok inti berupa keluarga kecil sehingga berbeda dengan kerabat
kera-kera lain. Anggota famili ini hidup dalam pasangan dengan jumlah anak
sampai empat ekor dan setelah anak tersebut dewasa akan meninggalkan
kelompok karena anggota famili Hylobatidae yang lebih dewasa sangat galak
terhadap yang muda dari jenis kelamin sama (Anonim, 1988). Marga Hylobates
menganut sistem monogami yaitu hanya terdapat satu pasang jantan dan betina
dewasa ditambah satu sampai tiga individu muda dalam keluarga (Tenaza, 1975).
Individu pada jenis yang sama akan memiliki kebutuhan yang sama dan cara
untuk mendapatkan relatif sama, sehingga dalam memenuhi kebutuhan tersebut
satu individu memerlukan interaksi dengan individu lainnya sehingga terjadilah
hubungan dan berlanjut antar beberapa individu yang lebih banyak. Hubungan
tersebut akan menghasilkan suatu aturan sosial dan membentuk struktur sosial
dengan kebiasaan yang diterapkan dalam kelompok tersebut (McFarland, 1999).
Siamang merupakan primata yang bersifat monogamous. Memiliki kelompok
yang kecil yang hanya terdiri dari satu jantan dewasa, satu betina dewasa, dan
beberapa individu muda. Menurut Kawabe (1970), komposisi tiap kelompok
melakukan perkawinan pada umur 8−9 tahun. Masa kehamilan antara 7−8 bulan dengan jarak kelahiran antara 2−2,5 tahun. Masa hidup dapat mencapai 25 tahun (Supriatna dan Wahyono, 2002).
Suku Hylobatidae hidup secara berkelompok dan mempertahankan teritorinya
dengan suara atau tanda-tanda khusus lainnya (Alikodra, 2002). Betina berperan
menentukan arah pergerakan dan bertanggungjawab terhadap pertemuan dengan
kelompok lain. Akan tetapi apabila ada konflik di antara kelompok, betina tidak
terlibat karena betina tidak mempunyai hirarki dominan (Van, Assink, dan
Salafsky, 1992).
Gittin dan Raemaekers (1980), membagi kelas umur pada siamang ke dalam lima
kelas umur berbeda berdasarkan ukuran badan dan tingkat perkembangan perilaku
sebagai berikut.
1. Bayi (infant)
Individu siamang yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu yang
baru dilahirkan hingga umur 2 tahun dengan ukuran badan yang sangat kecil.
Bayi siamang belum bisa beraktivitas dan selalu dalam gendongan induk
betinanya pada tahun pertama. Induk jantan selanjutnya akan mengambil alih
pengasuhan bayi pada tahun kedua (parental care).
2. Juvenile I (anak-anak)
Juvenile adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4 tahun.
Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi serta mampu beraktivitas
15
3. Juvenil II (remaja besar)
Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-individu yang
berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran badannya sedang dan sering
melakukan aktivitas sendiri namun tidak dalam jarak yang sangat jauh dari
kelompoknya.
4. Sub-adult (pra-dewasa)
Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari kelompoknya,
namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya. Belum matang secara seksual
dan badannya hampir sama dengan ukuran badan individu dewasa.
5. Adult (dewasa)
Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari kelompoknya dan
ukuran badan telah maksimal.
Primata pada umumnya adalah tipikal omnivora (Cowlishaw dan Dunbar, 2000).
Siamang dikenal sebagai pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah,
daun, bunga, dan biji-bijian. Menurut Nurcahyo (1999) pada penelitiannya di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, siamang lebih banyak mengkonsumsi
buah-buahan dengan prosentase sekitar 52,07% dibandingkan dengan dedaunan
(42,63%) dan bunga (5,3%). Siamang memakan hampir semua bagian tumbuhan
seperti daun, buah, biji, dan bunga. Selain itu, satwa ini juga mengkonsumsi
beberapa jenis serangga. Berikut ini beberapa jenis tumbuhan pakan siamang di
Taman Nasional Way Kambas (Tabel 1) dan Taman Hutan Raya Wan Abdul
Tabel 1. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Nasional Way Kambas (Harianto, 1988).
No Jenis pohon Nama daerah Bagian yang
dimakan
1 Aglaia palembanica Buah
2 Antidesma stipulare Buni Buah
3 Artocarpus elastica Cempedak/bendo Buah, daun
4 Artocarpus sp Terep Buah, daun
5 Baccaurea sp Menteng/ketupak Buah
13 Dillenia excelsa Sempur Bunga, daun
14 Eugenia sp Jambu-jambuan Buah, bunga, daun
15 Eugenia densiflora Jambu pletek Buah, bunga, daun
16 Eugenia operculata gelam Buah, daun
17 Ficus sp Beringin/ara Buah, daun
18 Garcinia diocia Kandis Buah, daun
19 Garcinia dulcis Mundu Buah
20 Helicia serrata Buah
21 Koompassia malaccensis Kempas Buah, daun
22 Lansium domesticum Duku Buah
23 Litsea sp Tangkalak Daun, buah
24 Mangifera similes Ampalam/kemang Buah
25 Mangifera caesia Binjai Buah
26 Nauclea sp Gempol Buah
27 Naphellium eriopetalum Rambutan Buah
28 Naphelium mutabile Kapulasan Buah, bunga
17
Tabel 2. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Hutan Raya Wan Abdur Rachman (Andriansyah, 2005).
No Jenis pohon Nama daerah Bagian yang
dimakan
7 Ficus fariegata kondang Daun, buah
8 Ficus carica Ara Daun, buah
9 Litsea firma Medang Daun
10 Leucaena aurea Lamtoro/petai cina Daun
11 Samanea saman Ki hujan/trembesi Daun
12 Dillenia aurea Sempur kijang Bunga
F. Status
Sebanyak 70 persen dari 40 spesies primata yang ada di Indonesia dalam status
terancam punah (Ruswandi, 2007). Tingginya angka konsumsi terhadap primata
di Indonesia terjadi karena sebagian masyarakat masih percaya mitos bahwa kera
dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya asma meski
sampai saat ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah (Nursahid, 2011). Dirjen
PHPA tahun 1995 menyebutkan bahwa siamang merupakan salah satu jenis
mamalia langka dan telah dilindungi di wilayah Indonesia sejak jaman kolonial
Belanda melalui Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang-Binatang Liar
1931 No. 348 dan No. 266 (Bashari, 1999).
Keberadaan siamang di Indonesia merupakan jenis primata yang dilindungi.
Status dilindungi tersebut berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1990 dan
yang dilindungi. Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini
karena populasi jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di
alam terancam punah. Populasi siamang cenderung tak terdata secara spesifik.
Meskipun tergolong hewan yang dilindungi dengan status terancam punah,
keberadaan primata yang habitatnya bisa ditemui di kawasan Sumatera dan
semenanjung Malaysia (Kristanti dan Naldi, 2012). Ancaman kepunahan itu
terjadi akibat maraknya perburuan liar, perambahan hutan, dan pembukaan
perkebunan sawit. Dampaknya akan terus mempengaruhi menurunnya populasi
siamang (Ardianto, 2008). Gambaran antara tahun 1995−2000, tidak kurang dari 40% habitat hutan rusak akibat pembalakan hutan, kebakaran, penebangan liar,
dan perubahan lahan menjadi area perkebunan dan pertanian. Kebakaran hutan
merupakan penyumbang cukup besar dalam konversi hutan tersebut (WCS-IP,
2000). Hal tersebut merupakan ancaman keberlangsungan keberadaan habitat
siamang. Siamang penting dikonservasi untuk mempertahankan fungsi hutan,
sebab siamang berperan membantu regenerasi hutan dengan cara
mendistribusikan biji-bijian (Pante, 2008).
G. Pemencaran Biji
Pemencaran merupakan salah satu upaya adaptasi tumbuhan untuk
mempertahankan keberadaan jenisnya dari kepunahan. Secara umum pemencaran
tumbuhan dapat dilakukan dengan perantara angin (anemokori), air (hidrokori),
hewan (zookori), dan tumbuhan itu sendiri (autokori). Menurut Polunin (1994),
cara pemencaran yang dilakukan hewan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
19
melakukan modifikasi sifat atau bentuk agar aktivitas pemencarannya dapat
dilakukan. Pemencaran merupakan suatu aktivitas yang berbeda dengan
perpindahan. Pemencaran hanya berkaitan dengan dari induk dan penyebaran dari
satu tempat ke tempat lain yang baru. Perpindahan menyangkut juga keberhasilan
untuk tumbuh dan menjadi penghuni tetap. Namun istilah pemencaran digunakan
apabila masalah penghunian daerah baru diabaikan, artinya hanya pada proses
perpindahannya saja. Istilah migrasi digunakan bila penekanannya pada
penghunian tempat baru oleh diseminasi/diaspora.
Biji atau buah yang terpencar secara internal oleh hewan pada umumnya memiliki
penampakan yang menarik (berwarna cerah), berair (juicy), organ lembaga atau
bagian vital lainnya terlindungi oleh pembungkus yang tahan hingga tidak rusak
dalam proses pencernaan dan umumnya menjadi pakan hewan. Sifat-sifat ini
dimiliki buah tapoco/ruruhi (Syzygium cormiflorum), sehingga kemungkinan jenis
ini pun dipencarkan hewan. Penampakan buah tapoco/ruruhi yang berwarna
merah hingga ungu tua pada saat masak, dengan rasa masam hingga manis,
merupakan daya tarik bagi hewan untuk memakannya. Penampakan demikian
merupakan ciri-ciri dari tumbuhan yang pemencarannya dilakukan oleh hewan
(Sutarno dan Sudibyo, 1997).
Ekosistem memiliki fungsi yang sangat penting sebagai unsur pembentuk
lingkungan satwa, yang kehadirannya tidak dapat diganti dan harus disesuaikan
dengan batas-batas daya dukung alam untuk terjaminnya keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan ekosistem satwa sendiri (Kuncoro, 2004). Biasanya kelelawar
pohon lain yang dianggap aman sehingga biji akan dipencarkan jauh dari pohon
induk dan memiliki kesempatan berkecambah dan tumbuh sangat besar (Suyanto,
2001).
Keturunan yang berkecambah dekat dengan pohon induknya menjadi kurang
resisten terhadap serangan parasit dan lebih mudah terinfeksi karena memiliki
karakteristik DNA mirip dengan pohon induknya. Penjelasan ini disebut Janzen
Connell Hipotesis (Janzen, 1970, 1974, 1981, 1982, 1983; Connel, 1971; Howe
and Westley, 1988; Schupp, 1992, 1993; Dewi, Furubayashi, dan Koganezawa,
2009). Tingkat kelangsungan hidup benih dekat pohon induknya lebih rendah
karena kerusakan spesies atau pengaruh organisme pembusuk, sehingga
keberhasilan regenerasi benih dipengaruhi oleh jarak dari pohon induknya
(Janzen, 1970; Connel, 1971; Clark and Clark, 1984; Dewi dkk., 2009).
Menjauhkan benih dari pohon induk adalah salah satu persyaratan untuk
penyebaran benih di tempat aman (Nakamura, Hayashida, dan Kubono, 2006).
Primata memiliki peran besar dalam ekologi hutan, yaitu sebagai pemencar biji.
Kemampuannya sebagai penyebar biji-bijian, menyebabkan primata mampu
mempengaruhi proses regenerasi hutan dan menyediakan pakan bagi kelompok
vertebrata frugivora (Koeswara, Gusnia, Saadudin, dan Saputro, 2008).
Pemencaran biji secara efektif dapat mengurangi persaingan antara tumbuhan dan
turunannya serta memungkinkan jenis tumbuhan tersebut menyebar ke tempat
baru. Jika tidak ada hewan yang memencarkan biji, maka biji dari tumbuhan
induk akan jatuh dan tumbuh berada di sekitar pohon induk. Keadaan ini akan
21
terhadap faktor lingkungan tergantung spesiesnya. Oleh karena itu pertumbuhan
dan penyebarannya bersifat spasial yang terbatas pada tempat-tempat tertentu dan
jarang tumbuh dalam jumlah besar (Mulyanto, Cahyuningdari, dan Setyawan,
2000). Salah satu keuntungan penyebaran biji melalui kotoran hewan adalah
adanya sifat hewan yang mempunyai mobilitas berpindah tempat yang tinggi,
sehingga satwa liar dapat makan di suatu tempat dan membuang kotorannya yang
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan
Taman Nasional Way Kambas yang terletak di wilayah administratif Kabupaten
Lampung Timur Propinsi Lampung.
B. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah binokuler Bushnell 10-70x70
Zoom 58m/1000MAT-10x, kamera Nikon D3100 lensa 18-55 mm, Global
Position System(GPS) Garmin 60 CsX,tally sheet, komputer dilengkapi software
ArcView GIS 3.3, kantong plastik, bak air, saringan (3mm, 5mm), sarung tangan,
kertas label, alat tulis, dan toples kecil. Bahan sebagai objek dalam penelitian ini
adalah kelompok siamang beserta kotorannya, dan vegetasi hutan di Taman
Nasional Way Kambas.
C. Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Siamang yang diamati adalah satu kelompok yang berada sekitar Resort Way
23
2. Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi jenis-jenis biji yang
dipencarkan, cara dan jarak pemencaran biji, serta aktivitas defekasi.
a. Jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan adalah sumber makanan
yang dikonsumsi oleh siamang berupa buah yang berbiji.
b. Cara pemencaran biji adalah cara biji jatuh ke tanah setelah dikonsumsi oleh
siamang yaitu secara endozoochory atau non-endozoochory.
c. Jarak pemencaran biji adalah jarak biji yang ditemukan dalam kotoran
siamang dari pohon asalnya.
d. Perilaku defekasi adalah perilaku siamang saat membuang kotorannya.
D. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan meliputi jenis
tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan oleh siamang, cara pemencaran biji,
jarak pemencaran biji, dan perilaku defekasi siamang.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data keadaan umum lokasi penelitian
seperti peta lokasi penelitian dan data umum tentang siamang, serta literatur
penunjang lainnya sebagai bahan referensi yang di dapat dari Balai Taman
Gambar 3. Peta lokasi Resort Way Kanan TNWK (Dipa BTNWK, 2012).
E. Metode dan Cara Kerja
Orientasi lapangan dilakukan selama 3 hari dengan tujuan untuk mengenal areal
penelitian, kondisi lapangan, menemukan lokasi keberadaan siamang, dan
25
Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode
penjelajahan dan metode analisis kotoran.
1. Metode Penjelajahan
Penggunaan metode penjelajahan dilakukan dengan mengikuti aktivitas harian
siamang, dimulai pada pagi hari ketika siamang bangun tidur hingga sore hari
ketika siamang telah berada di pohon tidurnya kembali dan dipastikan tidak akan
berpindah. Aktivitas harian siamang yang diamati yaitu berupa aktivitas makan
dan aktivitas defekasi.
a. Aktivitas Makan
Pengamatan dilakukan terhadap jenis tumbuhan pakan yang buahnya teramati
dikonsumsi oleh siamang kemudian dicatat dan diamati jenis serta ciri
penampakan buah tersebut sehingga diperoleh data jenis tumbuhan pakan yang
bijinya dipencarkan. Buah yang dikonsumsi tersebut dikoleksi untuk digunakan
pada saat analisis kotoran. Perilaku makan siamang ketika mengkonsumsi buah
juga diamati dengan melihat apakah biji dari buah tersebut ditelan atau dibuang
serta mengidentifikasi sisa pakan siamang sehingga diperoleh data cara
pemencaran biji. Titik lokasi pohon pakan diidentifikasi untuk menentukan jarak
pemencaran biji.
b. Aktivitas Defekasi
Pengamatan dilakukan dengan mencatat dan mengamati waktu defekasi, perilaku
defekasi, dan mengambil kotoran siamang untuk analisis kotoran. Kotoran yang
diambil adalah kotoran yang masih baru atau fresh, tidak hancur atau utuh, dan
teramati secara langsung ketika dibuang oleh siamang. Titik lokasi ditemukan
ߑsampel biji × 100 %
ߑtotal jumlah biji dalam sampel 2. Metode Analisis Kotoran
Analisis kotoran dilakukan untuk mengetahui komposisi kotoran siamang.
Kotoran diencerkan kemudian dilakukan penyaringan sebanyak 2 kali dengan
saringan yang memiliki ukuran berbeda (3 mm; 5 mm) (Mealey, 1975; Dewi dkk.,
2009). Hasil penyaringan dicatat jenis dan jumlah komposisi kotoran tersebut.
Jika terdapat biji selanjutnya akan diidentifikasi jenis dan jumlahnya. Data
komposisi kotoran yang terdapat biji kemudian dicocokkan dengan data hasil
pengamatan aktivitas makan sehingga data mengenai jenis tumbuhan pakan, cara,
dan jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dapat diketahui.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode studi kepustakaan dan
menganalisis data penunjang sebagai bahan referensi yang mendukung topik
penelitian.
F. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis kotoran dan analisis deskriptif.
1. Analisis Kotoran
Keberadaan biji di dalam kotoran dianalisis menggunakan konsep Present and
Absent dan Percentage of Occurrences (Kunz and Parson, 2009). Biji yang
ditemukan pada kotoran disajikan dalam tabel. Indeks keberadaan biji dihitung
menggunakan rumus berikut.
Frequency of Occurrence: Focᵪ ꞊
27
ߑbiji yang ditemukan di sampel ߑsampel
Rata-rata temuan biji dalam kotoran꞊
2. Analisis Deskriptif
Data pemencaran biji dan perilaku defekasi siamang yang diperoleh melalui
metode penjelajahan dan analisis kotoran, selanjutnya ditabulasikan dan diuraikan
A. Hasil Penelitian
1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas makan siamang, diperoleh 15
jenis tumbuhan yang menjadi pakan siamang (Tabel 3).
Tabel 3. Jenis tumbuhan pakan siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
No Spesies Bagian yang dimakan Habitus
Nama lokal Nama ilmiah Buah Daun Bunga
1 Ara Ficus sp √ √ - Pohon
2 Aseman Polygonum chinense √ √ - Pohon
3 Deluak Grewia paniculata √ - - Pohon
4 Gandaria Bouea macrophylla √ √ - Pohon
5 Kemang Mangifera caesia - √ - Pohon
6 Kenaren Dacryodes rostrata √ √ - Pohon
7 Kenanga Cannanga odorata - √ - Pohon
8 Kiteja Cinnamomum inners - √ - Pohon
9 Mengris Koompassia exelsa - √ - Pohon
10 Meranti Babi Shorea sp - √ - Pohon
11 Mindian Mecrumelum pubescens - √ - Pohon
12 Nangkan Palaqium rostatum - √ - Pohon
13 Pelangas Aporosa aurita √ √ - Pohon
14 Sapen Aplaia palembanica √ - - Pohon
15 Sempu air Dillenia exelsa - √ - Pohon
Tabel 3 memberikan informasi bahwa terdapat 15 spesies tumbuhan pakan
siamang dengan 7 spesies dikonsumsi buahnya dan 8 spesies dikonsumsi
39
pakan yang dikonsumsi buah serta daunnya yaitu jenis aseman (Polygonum
chinense), ara (Ficus sp), kenaren (Dacryodes rostrata), gandaria (Bouea
macrophylla), dan pelangas (Aporosa aurita).
Hasil pengamatan terhadap aktivitas defekasi, dikoleksi sekitar 37 sampel kotoran
siamang. Pada sampel kotoran tersebut ditemukan biji dari buah yang menjadi
pakan siamang dalam keadaan utuh sehingga biji tersebut dapat diidentifikasi
jenisnya. Biji-biji tersebut menggambarkan jenis-jenis biji dari buah yang
dipencarkan oleh siamang (Tabel 4).
Tabel 4. Jenis tumbuhan pakan yang biji buahnya dipencarkan oleh siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
No Spesies Habitus
Nama lokal Nama ilmiah Famili
1 Ara Ficus sp Moraceae Pohon
2 Aseman Polygonum chinense Polygonaceae Pohon
3 Deluwak Grewia paniculata Triliaceae Pohon
4 Gandaria Bouea macrophylla Anacardiaceae Pohon
5 Kenaren Dacryodes rostrata Burseraceae Pohon
6 Pelangas Aporosa aurita Euphorboaceae Pohon
7 Sapen Aplaia palembanica Meliaceae Pohon
Buah yang bijinya dipencarkan oleh siamang memiliki ciri-ciri penampakan
sebagai berikut.
a) Ara
Ara memiliki nama ilmiah Ficus sp yang termasuk dalam famili Moraceae. Buah
yang telah masak berwarna orange dan memiliki rasa yang sedikit asam. Buah
ara memiliki ukuran panjang sekitar 15−20 mm dan lebar sekitar 10 mm,
sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang dan lebar sekitar 1−2 mm (Gambar
Gambar 4. Bentuk buah ara asli (kiri), biji buah ara yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
b) Aseman
Aseman memiliki nama ilmiah Polygonum chinenseyang termasuk dalam famili
Polygonaceae. Buah yang telah masak berwarna cokelat dan memiliki rasa asam
dan sedikit manis. Buah aseman memiliki ukuran panjang sekitar 25 mm dan
lebar 20 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 15 mm dan lebar
10 mm (Gambar 5).
41
c) Deluak
Deluak memiliki nama ilmiah Grewia paniculata termasuk dalam famili
Triliaceae. Buah yang telah masak berwarna hijau dan memiliki rasa yang sedikit
sepah. Buah deluak memiliki ukuran panjang dan lebar sekitar 10−15 mm,
sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 8−10 mm dan lebar sekitar
5−6 mm (Gambar 6).
Gambar 6. Bentuk buah deluak asli (kiri), biji buah deluak yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
d) Gandaria
Gandaria memiliki nama ilmiah Bouea macrophylla yang termasuk dalam famili
Anacardiaceae. Buah yang telah masak berwarna kuning hingga jingga dan
memiliki rasa yang agak masam hingga manis serta sedikit bau. Buah gandaria
memiliki ukuran diameter sekitar 25−50 mm. Bijinya memiliki ukuran panjang
Gambar 7. Bentuk buah gandaria asli (kanan), biji buah gandaria yang ditemukan dalam kotoran siamang (kiri) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
e) Kenaren
Kenaren memiliki nama ilmiah Dacryodes rostrata yang termasuk dalam famili
Burseraceae. Buah yang telah masak berwarna ungu dan memiliki rasa sedikit
manis. Buah kenaren memiliki ukuran panjang sekitar 40 mm dan lebar sekitar
20 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 30 mm dan lebar
sekitar 15 mm (Gambar 8).
43
f) Pelangas
Pelangas memiliki nama ilmiah Aporosa aurita yang termasuk dalam famili
Euphorbiaceae. Buah yang telah masak akan berwarna kuning kemerahan dan
memiliki rasa yang sedikit manis. Buah pelangas memiliki ukuran panjang sekitar
20 mm dan lebar sekitar 15 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang
sekitar 15 mm dan lebar sekitar 5−7 mm (Gambar 9).
Gambar 9. Bentuk buah pelangas asli (kiri), biji buah pelangas yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
g) Sapen
Sapen memiliki nama ilmiah Aplaia palembanica yang termasuk dalam famili
Meliaceae. Buah yang telah masak akan berwarna kemerahan dan memiliki rasa
sedikit manis. Buah sapen memiliki ukuran panjang sekitar 10 mm dan lebar
sekitar 8 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 8 mm dan lebar
Gambar 10. Bentuk buah sapen asli (kiri), biji buah sapen yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
2. Cara Pemencaran Biji
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa cara pemencaran terhadap 7
jenis biji dari buah yang dikonsumsi oleh siamang dikategorikan menjadi dua
yaitu sebagai berikut.
a. 7 spesies dikonsumsi buahnya melalui proses endozoochory dan biji dibuang
lewat kotoran dalam keadaan utuh atau tidak hancur.
b. 1 dari 7 spesies yang dikonsumsi buahnya dan melalui proses endozoochory,
juga ditemukan bijinya tidak ditelan melainkan dibuang. Spesies tersebut yaitu
kenaren (Dacryodes rostrata).
Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan biji buah kenaren (Dacryodes
rostrata) yang dijatuhkan siamang setelah dikonsumsi. Pada hari yang sama
ditemukan juga kotoran siamang yang di dalamnya terdapat biji buah kenaren
45
Gambar 11. Buah kenaren yang jatuh setelah dimakan siamang (kiri), biji buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
3. Jarak Pemencaran Biji
Jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang diperoleh dengan mengetahui
titik pohon asal atau pohon induk yang buahnya dimakan oleh siamang dan
mengetahui titik lokasi ditemukan kotoran yang terdapat biji dari buah tersebut
setelah kotoran siamang dianalisis (Lampiran 1). Jarak pemencaran biji yang
dilakukan siamang berdasarkan hasil pengamatan di lapangan cukup bervariasi.
Jarak minimum pemencaran biji yang dilakukan siamang yaitu 0 meter. Jarak
maksimum pemencaran biji yang dapat dilakukan siamang yaitu 385 meter. Biji
akan jauh terpencar karena terbawa oleh pergerakan siamang ketika masih dalam
percernaan.
4. Perilaku Defekasi
a. Karakteristik Kotoran
Kotoran siamang sebelum jatuh ke tanah berbentuk oval memanjang dengan
biasanya berwarna kuning tua atau cokelat tergantung dari makanan yang
dikonsumsi (Gambar 12).
Gambar 12. Warna dan bentuk kotoran siamang setelah jatuh di tanah pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
Kotoran yang jatuh biasanya hancur karena tersangkut cabang, ranting, dan daun,
namun terdapat juga kotoran yang ditemukan utuh tetapi bentuknya telah berubah
karena terbentur tanah. Selain itu kotoran yang ditemukan terkadang lembek dan
ada yang sedikit keras.
b. Komposisi dan Kehadiran Biji Pada Kotoran
Berdasarkan analisis terhadap sampel kotoran siamang yang ditemukan di
lapangan, komposisi kotoran siamang yaitu berupa biji dan daun. Semua biji yang
ditemukan pada kotoran siamang dalam keadaan utuh atau tidak hancur serta
memiliki jumlah yang bervariasi. Sementara itu, daun yang ditemukan pada
kotoran dalam keadaan telah hancur. Semua kotoran yang ditemukan terdapat
daun, akan tetapi tidak semua kotoran tersebut terdapat biji di dalamnya. Berikut
47
Tabel 5. Komposisi kotoran siamang persampel kotoran pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
Kotoran
ke-Komposisi
kotoran Jenis spesies dan jumlah biji perspesies
Jumlah
17 Biji, daun Aseman (15) Deluak (6) Gandaria (2) - 23 18 Biji, daun Aseman (5) Deluak (2) Pelangas (2) Sapen (6) 15 19 Biji, daun Deluak (1) Pelangas (6) Sapen (4) - 11
20 Daun - - - - 0 * Buah Aratidak diinformasikan jumlah bijinya.
c. Aktivitas Defekasi
Pola perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang setiap harinya sama yaitu
setelah bangun tidur dan setelah mengkonsumsi makanan (buah) dalam jumlah
terancam. Aktivitas makan biasanya akan diselingi dengan istirahat sesaat dan
selanjutnya makan kembali. Pada waktu istirahat inilah umumnya siamang
melakukan aktivitas defekasi. Setelah mengkonsumsi buah dalam jumlah besar,
siamang akan istirahat sejenak untuk membuang kotoran. Posisi tajuk yang
digunakan untuk membuang kotoran tergantung dari tajuk tempat siamang makan.
Posisi tubuh siamang ketika membuang kotoran akan bergelantung dengan dua
tangan, sedangkan kedua kakinya akan bertumpu atau berpegangan pada cabang
atau ranting dengan posisi agak terbuka ke kanan dan ke kiri selanjutnya akan
membuang kotoran. Selain membuang kotoran ketika istirahat juga ditemukan
aktivitas defekasi ketika siamang bergerak atau berpindah ke pohon lain.
Umumnya aktivitas defekasi ini dilakukan ketika siamang berpindah pohon
dengan cara berjalan atau dengan cara bergantung. Tidak ditemukan siamang
yang membuang kotoran ketika berpindah dengan cara melompat. Sehari
umumnya siamang dapat melakukan aktivitas membuang kotoran antara 3−6 kali.
Sekali membuang kotoran biasanya terdapat 2−3 bagian kotoran yang
dikeluarkan.
Lokasi yang dijadikan oleh siamang untuk membuang kotoran juga bervariasi.
Siamang biasanya akan membuang kotoran di pohon pakan dan pohon tidur
sehingga ditemukan beberapa kotoran siamang yang menumpuk pada satu lokasi.
Selain itu, lokasi ini juga tidak menentu ketika siamang membuang kotoran pada
49
B. Pembahasan
1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan
Ketersediaan buah di lokasi penelitian tidak terlalu melimpah karena bertepatan
dengan musim kemarau. Buah sapen (Aplaia palembanica), buah aseman
(Polygonum chinense), buah ara (Ficus sp) dan buah deluak (Grewia paniculata)
merupakan jenis yang melimpah. Jenis buah gandaria (Bouea macrophylla), buah
pelangas (Aporosa aurita), dan kenaren (Dacryodes rostrata) tidak tertalu
melimpah. Menurut Harianto (1988), struktur hutan tropika dataran rendah di
TNWK dibagi menjadi 3 strata yaitu strata A (≥ 41 m), strata B (21−40 m), dan
strata C (≤ 20 m). Pohon yang mendominasi habitat siamang di Way Kambas
adalah Shorea sp, Dacryodes rostrata, Ficus sp, Hopea sp, Blumeodendron sp,
danDillenia excelsa.
Biji atau buah yang terpencar secara internal oleh hewan pada umumnya memiliki
penampakan yang menarik (berwarna cerah), berair (juicy), organ lembaga atau
bagian vital lainnya terlindungi oleh pembungkus yang tahan hingga tidak rusak
dalam proses pencernaan, dan umumnya menjadi pakan hewan (Mudiana, 2005).
Buah-buah yang dikonsumsi siamang memiliki warna yang menarik bagi satwa
pemakan dan memiliki rasa yang cukup enak, manis, asam, dan sepah.
Siamang memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dibandingkan primata lain dan
burung-burung pemakan buah memungkinkan siamang dapat mengkonsumsi
buah dengan ukuran yang cukup besar dan beragam. Menurut Wrangham,
Chapman, dan Chapman (1994), satwa frugivorous dengan ukuran tubuh yang
pemencaran untuk beberapa jenis tumbuhan tertentu yang mempunyai ukuran biji
yang besar seperti tumbuhan Cola lizaeyang termasuk dalam famili Sterculiaceae
yang terdapat di Gabon yang memiliki ukuran biji sangat besar yaitu 35 mm
sehingga membutuhkan gorila dataran rendah dalam pemencaran bijinya
2. Cara Pemencaran Biji
Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat 7 jenis pakan berupa buah yang
dikonsumsi oleh siamang secara endozoochory atau melalui proses pencernaan.
Jumlah 7 pakan berupa buah tersebut, biji yang dikeluarkan bersama kotoran
semua dalam kondisi utuh atau tidak hancur. Hal ini cukup penting bagi proses
pemencaran biji karena biji dari buah yang dikonsumsi tersebut akan terbawa oleh
aktivitas pergerakan siamang selama proses pencernaan dalam tubuh siamang
berlangsung. Proses ini menunjukkan bahwa biji tersebut tidak dibuang secara
langsung di sekitar pohon induk. Pada kasus kedua yaitu terdapat 1 dari 7 buah
tersebut ternyata ditemukan juga tidak melalui proses endozoochory atau biji
tersebut tidak ditelan melainkan langsung dibuang. Buah tersebut yaitu kenaren
(Dacryodes rostrata). Pada saat penelitian ditemukan beberapa biji dari buah
kenaren (Dacryodes rostrata) di sekitar pohon induk yang dibuang atau tidak
ditelan oleh siamang setelah dikonsumsi. Namun, di sekitar lokasi pohon induk
tersebut juga ditemukan kotoran siamang dan setelah diidentifikasi di dalam
kotoran tersebut terdapat biji dari buah kenaren (Dacryodes rostrata). Buah
kenaren (Dacryodes rostrata) memiliki daging buah yang cukup tebal dan ukuran
yang cukup besar yaitu panjang ± 40 mm dan lebar ± 20 mm, sedangkan bijinya
memiliki ukuran panjang ± 30 mm dan lebar ± 15 mm. Daging buah yang tebal
51
mengkonsumsi dan menelan beberapa buah tersebut untuk memenuhi kebutuhan
jumlah pakan hariannya sehingga beberapa buah yang dikonsumsi tidak ditelan
dan dibuang ke tanah. Namun, hal ini belum dapat dijadikan analisis yang tepat
karena belum ada penelitian yang mendalam tentang kasus tersebut.
Berdasarkan penelitian Rusmanto (2001) di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan, menunjukkan pola pemencaran biji dari 43 spesies tumbuhan pakan
siamang yang dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Terdapat 4 spesies (9,3%) dikonsumsi buahnya, tetapi biji tidak ditelan atau
tidak melewati proses digesti. Biji dibuang ke tanah di sekitar pohon induk.
2. Terdapat 1 spesies (2,3%) dikonsumsi buahnya dan biji melewati proses
digesti, tetapi biji ditemukan dalam keadaan hancur dalam kotoran yang
dibuang.
3. Terdapat 38 spesies (88,4%) dikonsumsi buahnya dan melewati proses digesti,
biji ditemukan dalam keadaan utuh dalam kotoran yang dibuang.
Famili Hylobatidae memiliki susunan gigi sama seperti famili Cercopithecidae
yaitu 2/2, 1/1, 2/2, 3/3 = 32, memiliki gigi geraham dan gigi taring yang menonjol
(Vaughan et al., 1999). Owa Jawa (H. moloch), mempunyai susunan gigi 2 1 2 3
/ 2 1 2 3 = 32. Owa Jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga
memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan
berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk menggigit dan mengupas
makanan. Gigi geraham atas dan bawah digunakan untuk mengunyah makanan
(Napier & Napier (1967). Siamang memiliki susunan gigi 2/2, 1/1, 2/2, 3/3 = 32
mengunyah buah yang dimakannya, namun belum cukup literatur untuk
menjelaskan hubungan susunan gigi dengan kondisi biji pada kotoran mengapa
masih utuh atau tidak hancur. Menurut Andy (2010), buah memiliki biji yang
dilapisi kulit ari (epidermis) yang terlindung oleh kulit tanduk yang keras. Biji
yang ditemukan dalam kotoran siamang memiliki kulit biji yang keras. Hal ini
diduga menyebabkan biji tidak hancur oleh gigi geraham siamang.
Siamang memiliki sistem pencernaan yang dapat mencerna kulit dan daging buah.
Buah yang dimakan dipilih buah yang matang, setelah masuk ke lambung kulitnya
tercerna sedang bijinya yang tidak tercerna dikeluarkan melalui kotoran (Setia,
2003). Kelompok primata frugivora memiliki lambung yang relatif sederhana dan
dinding yang licin diikuti oleh saluran usus kecil yang pendek dan memiliki
sekum yang menyokong mikrobakteri memecahkan bahan makanan dari tanaman
(NRC, 2003). Primata pemakan tumbuhan memiliki adaptasi saluran pencernaan
yaitu spesialisasi anatomi pada lambung, sekum, dan usus besar. Primata
umumnya memiliki sekum dan kolon yang relatif tidak besar. Sistem pencernaan
ini beradaptasi sejajar dengan pemilihan pakan. Banyak primata yang telah
beradaptasi sistem pencernaannya sehingga sistem ini terdiri dari lambung,
sekum, dan atau kolon (Tunquist dan Hong, 1995). Berdasarkan literatur tersebut
diduga bahwa sistem pencernaan siamang yang sederhana tersebut menyebabkan
biji tidak hancur selama proses pencernaan berlangsung.
Pola pemencaran secara endozoochory (melalui proses pencernaan) menyebabkan
biji membutuhkan waktu cukup lama untuk jatuh ke tanah dan memungkinkan
53
teritori siamang melalui pergerakannya. Sebaliknya pola pemencaran tanpa
melalui proses endozoochory menyebabkan biji jatuh langsung di bawah pohon
induk. Pola konsumsi buah dan sistem pencernaan yang dilakukan siamang
tersebut membuktikan bahwa siamang mampu berperan sebagai agen pemencar
biji utama (first seed dispersal) pada habitatnya. Pemencaran biji ini terlihat
ketika siamang dapat menjauhkan biji tersebut dari pohon induknya.
3. Jarak Pemencaran Biji
Siamang memiliki pola pemencaran biji secara endozoochory yang
memungkinkan biji tersebar pada wilayah teritori melalui pergerakan hariannya.
Kebutuhan siamang akan buah-buahan sangat mempengaruhi aktivitas pergerakan
hariannya. Jika ketersediaan buah melimpah siamang tidak terlalu aktif bergerak
ke seluruh wilayah teritorinya, pergerakan hanya dilakukan di sekitar sumber
pakan. Sebaliknya ketika persediaan buah menipis, siamang akan aktif bergerak
ke wilayah teritorinya untuk mencari buah-buahan. Pergerakan ini menyebabkan
siamang secara tidak langsung menyebarkan biji yang ada dalam sistem
pencernaannya melalui kotoran yang dibuang pada wilayah teritori. Menurut
Harianto (1988), rata-rata jarak perjalanan siamang di TNWK setiap harinya yaitu
0,65 km. Menurut Nurcahyo (1999), siamang di TNBBS memiliki jarak jelajah
sekitar 0,67 km. Jarak tersebut memungkinkan siamang melakukan pemencaran
biji sejauh 385 m dari pohon induknya.
Pada lokasi penelitian di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas,
diketahui terdapat cukup banyak kelompok siamang yaitu sekitar 6 kelompok
luas. Pada saat penelitian
terjadi perkelahian untuk
Luas lokasi penelitian yang
diamati yaitu ± 9 hektar.
perbedaan jarak pemencaran
Taman Nasional Bukit Barisa
Setiap biji yang dipencarkan ole
Berdasarkan hasil penelitian
pohon induk dan beberapa kotoran ditemukan jauh dari p
Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian sering terjadi perjumpaan dengan kelompok
untuk memperebutkan daerah kekuasaan serta sumber
penelitian yang merupakan homerange dari kelompok siamang
9 hektar. Hal ini diduga menjadi faktor yang menyebabkan
pemencaran dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan
ional Bukit Barisan Selatan.
dipencarkan oleh siamang memiliki distribusi yang berbeda
elitian, kotoran siamang lebih banyak ditemukan
n beberapa kotoran ditemukan jauh dari pohon induk (Gambar 13).
menunjukkan bahwa sebagian besar biji terdistribusi dekat dengan
Distribusi kotoran siamang dan jarak pemencaran biji dilihat pohon induk (pembagian berdasarkan kelas jarak 10 meter) bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.
90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290 310 330 350
ditemukan jauh dari pohon induk (Gambar 13).
dekat dengan pohon
Biji yang masih ada dalam organ pencernaan siamang dapat terpencar jauh dari
pohon induk akibat pergerakan siamang (Gambar 14 dan Gambar 15). Menurut
Mulyanto, Cahyuningdari, dan Setyawan (2000), pemencaran biji secara efektif
dapat mengurangi persaingan antara tumbuhan dan turunannya serta
memungkinkan jenis tumbuhan tersebut menyebar ke tempat baru. Jika tidak ada
hewan yang memencarkan biji, maka biji dari tumbuhan induk akan jatuh dan
tumbuh di sekitar pohon induk. Keadaan ini akan menambah persaingan untuk
mendapatkan hara di sekitarnya. Menurut Janzen (1970); Dewi dkk., (2009),
keberhasilan benih untuk tumbuh kembali dibatasi oleh jarak dari pohon
induknya. Tingkat kelangsungan hidup benih yang dekat pohon induk lebih
rendah dan kurang resisten terhadap serangan parasit serta lebih mudah terinfeksi
karena memiliki karakteristik DNA yang mirip dengan pohon induknya.
Kondisi biji setelah dipencarkan oleh siamang secara endozoochoryakan tumbuh
berkecambah ataupun mati sangat tergantung oleh beberapa hal. Faktor agen
pemencar biji sekunder (secondary seed dispersal) dan predator biji sangat
berpengaruh. Hasil penelitian Rusmanto (2001) tentang pemencaran biji oleh
siamang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dari 7 spesies sampel untuk
tes perkecambahan hanya 1 yang mengalami perkecambahan yaitu biji dari
spesies Polyalthia leterifolia, sedangkan 6 spesies lainnya tidak berkecambah.
Selama pengamatan dalam kontrol 2 minggu, 6 spesies tersebut sudah mulai
rusak atau menghilang yang disebabkan oleh predator biji (hewan pengerat seperti
tupai tanah) atau agen pemencar biji sekunder (dung beetle). Andresen (1999)
menjelaskan bahwa agen pemencar biji sekunder (dung beetle) sangat efisien
58
menjauhi pohon induk dan juga berfungsi menurunkan tingkat pengelompokkan
biji pada saat defekasi serta mengurangi tingkat predasi biji oleh hewan pengerat.
Peran vital lainnya adalah sebagai agen penyebar biji tumbuhan dengan jalan
membenamkan biji yang terdapat pada kotoran hewan ke dalam tanah (seed bank)
sehingga mendukung terjadinya perkecambahan biji (Andresen, 2001). Kumbang
kotoran berperan dalam menjaga penyebaran sehingga turut menjaga kemampuan
regenerasi hutan (Estrada et al., 1999). Kumbang kotoran (dung beetle) mampu
memencarkan biji dari tempat biji tersebut didesposisikan oleh siamang ke tempat
lainnya (Rusmanto, 2001). Jenis kumbang Canthon fulgidus dan C. luteicollis
termasuk dalam famili Scarabaeidae, mampu memindahkan biji hingga jarak 188
± 57 cm dan 82 ± 47 cm (Forget, 1992).
Hasil penelitian ditemukan 2 (dua) ekor kumbang kotoran jenis Onthophagus sp1
dengan warna yang berbeda, satu berwarna hitam dan satu berwarna cokelat.
Kumbang ini ditemukan pada kotoran siamang pada saat analisis kotoran.
Kumbang kotoran jenis Onthophagus sp1 adalah jenis kumbang kotoran yang
memiliki bentuk badan bulat, punggung sayap beruas, bagian dada mulus agak
besar, dan berwarna cokelat sampai hitam (LIPI, 2011).
Selain itu, habitat tempat biji didesposisikan dan faktor dari spesies tumbuhan itu
sendiri seperti kerasnya kulit biji yang menyebabkan biji sukar berkecambah juga
berpengaruh. Apabila biji didesposisikan pada kondisi lingkungan yang cocok,
tentunya biji dapat berkecambah (Graham et al., 1995). Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui nasib biji tersebut setelah