• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinetic Reaction Model of Chitosan-Alginate Gel Coated Ketoprofen Based on In Vitro Dissolution test.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinetic Reaction Model of Chitosan-Alginate Gel Coated Ketoprofen Based on In Vitro Dissolution test."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kitosan-Alginat Berdasarkan Uji Disolusi secara

. Dibimbing oleh

PURWANTININGSIH SUGITA dan LAKSMI AMBARSARI.

Modifikasi gel kitosan oleh hidrogel alami seperti alginat dengan penaut-silang

tripolifosfat (TPP) berpotensi untuk digunakan sebagai penyalut yang baik dalam

sistem pengantaran obat. Sistem pengantaran obat yang telah banyak dipelajari

umumnya berukuran mikro. Pada penelitian ini, gel kitosan-alginat dengan

penaut-silang TPP digunakan untuk menyalut ketoprofen dalam nanokapsul

menggunakan metode pengeringan semprot dengan meragamkan konsentrasi

kitosan, alginat, dan TPP. Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dikaji model

kinetika kimianya berdasarkan uji disolusi secara

. Nanopartikel yang

dihasilkan pada penelitian ini memiliki kisaran ukuran 220–8857 nm. Hasil

disolusi menunjukkan ketoprofen tersalut kitosan-alginat dengan penaut-silang

TPP lepas terkendali pada medium asam dan maksimum pada medium basa.

Model kinetika pelepasan ketoprofen secara umum mengikuti persamaan Higuchi,

Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell.

YOGI NUGRAHA. Kinetic Reaction Model of Chitosan-Alginate Gel Coated

Ketoprofen

Based

on

Dissolution

test.

Supervised

by

PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.

(3)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

(4)

NIM

: G44086017

Disetujui

Pembimbing I,

!"#$"$"%&$'

%$#!(

NIP 19631217 198803 2 002

Pembimbing II,

!)&*$

*+! &! $(

NIP 19601118 199403 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

"

,-.!

! !-$(

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai

Maret 2010 di Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia FMIPA IPB,

Laboratorium Biokimia Departemen Biokimia FMIPA IPB, serta di Laboratorium

Akademi Kimia Analisis Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita,

MS dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS. selaku pembimbing atas segala bantuan dan

motivasi yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian ini. Selain

itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta dan seluruh

keluarga atas segala doa dan dukungannya, rekan-rekan Ekstensi Kimia, dan

semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.

(6)

ke-8 dari 10 bersaudara dari pasangan Bapak H. Hasanudin NZ dan Ibu Hj. Ulan.

Penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Ciawi pada tahun 2004. Pada

tahun 2005 penulis melanjutkan studi di Program Diploma Keahlian Analisis

Kimia Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama

penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada Program Kimia

Penyelenggaraan Khusus.

(7)

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kitosan ... 1

Alginat ... 2

Uji Disolusi ... 2

Kinetika Pelepasan Obat ... 3

Nanoenkapsulasi ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Nanopartikel ... 5

Disolusi Nanopartikel ... 5

Kinetika Disolusi ... 6

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 7

Saran ... 7

DAFTAR PUSTAKA ... 7

(8)

!0!*!"

1 Formulasi nanokapsul ketoprofen ... 4

2 Pelepasan ketoprofen selama 3 jam ... 6

3 Model kinetika formula ... 7

!0!*!"

1 Struktur kitosan... 2

2 Struktur berulang alginat ... 2

3 Penyalutan obat dalam nanopartikel kitosan ... 4

4 Nanopartikel tanpa ketoprofen (a) dan dengan ketoprofen (b) ... 5

5 Foto SEM permukaan nanopartikel tersalut gel kitosan-alginat dengan

penaut-silang TPP tanpa (a) dan dengan penambahan ketoprofen (b) pada

perbesaran 20 000

×

... 5

6 Pengaruh waktu terhadap persen pelepasan ketoprofen pada medium asam (i)

dan basa (ii) pada formula F (a), H (b), dan M (c) ... 6

7 Pembengkakan difusi reservoar (a) dan difusi matriks (b) ... 7

8 Proses erosi ruahan (a) dan erosi permukaan (b) ... 7

!0!*!"

1 Diagram alir penelitian ... 11

2 Efisiensi enkapsulasi berbagai formula ... 12

3 Kinetika disolusi ketoprofen pada medium asam (pH 1.2) ... 13

(9)

Pengobatan penyakit peradangan kronis seperti artritis reumatoid umumnya membutuhkan waktu lama dan dosis yang tinggi (Dollery 1999). Salah satu obat yang digunakan secara luas untuk artritis reumatoid adalah ketoprofen, suatu obat antiradang nonsteroid (NSAID) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Namun, obat ini menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung dan usus, karena waktu paruh eliminasinya cepat dalam tubuh, yaitu 1.5–2 jam (Patil . 2005), sehingga harus sering dikonsumsi. Akumulasi ketoprofen sampai lebih dari 300 mg di dalam tubuh bahkan dapat mengakibatkan pendarahan lambung (AMA 1991). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengantaran obat yang terkendali untuk mengurangi efek samping tersebut.

Sistem pengantaran-terkendali ketoprofen dalam bentuk mikrokapsul pernah dilaporkan oleh Yamada (2001) dan indometasin oleh Tiyaboonchai dan Rithidej (2003) dengan kitosan sebagai salah satu bahan penyalutnya. Kitosan dapat dibentuk menjadi gel dan dapat dimanfaatkan sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo . 2005). Namun, gel kitosan bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi untuk memperbaiki sifat reologinya seperti kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat. Modifikasi yang pernah dilakukan di antaranya dengan karboksimetil selulosa (Sugita . 2007a), gom guar (Sugita . 2007c), dan alginat (Sugita 2007b).

Gel kitosan termodifikasi telah diuji kemampuannya sebagai penyalut ketoprofen melalui uji disolusi. Gel kitosan termodifikasi-gom guar dengan penaut-silang glutaraldehida didapati belum mampu mengendalikan pelepasan ketoprofen dalam pH lambung (1.2) (Sugita 2007b). Ketoprofen tersalut rangkap kitosan-gom guar termodifikasi alginat-ion Ca2+ telah memiliki persen pelepasan yang lebih rendah dalam pH asam, yaitu sebesar 3.55%, tetapi ukuran kapsul besar (0.7–2.0 mm). Meskipun pelepasan dalam pH asam terkendali, pelepasan dalam pH basa belum maksimum, yaitu hanya 8.47– 40.91% (Setyani 2009). Belum lama ini, Arianto (2010) melaporkan bahwa ketoprofen tersalut kitosan termodifikasi alginat dengan penaut-silang glutaraldehida dan surfaktan Tween 80 2% (v/v) dapat lepas secara terkendali. Persen pelepasan pada medium

asam 10.69% dan pada medium basa 99.58%. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan pun lebih baik, yaitu berkisar 150–6000 nm, dengan bentuk bulat.

Sistem pengantaran obat yang telah banyak diteliti umumnya berukuran mikro. Akan tetapi, bentuk mikrokapsul memiliki kelemahan, salah satunya adalah kemampuan penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas (Wahyono 2010). Karena itu, dikembangkan sistem pengantaran obat dengan berukuran nanometer. Naphtaleni (2010) partikel telah melaporkan enkapsulasi ketoprofen tersalut kitosan-alginat dengan tripolifosfat (TPP) sebagai penaut-silang pada ukuran nanometer dengan meragamkan konsentrasi surfaktan yang digunakan dan lama waktu sonikasi. Jumlah partikel berukuran nano terbanyak diperoleh pada waktu sonikasi 15 menit dengan Tween 80 3% (v/v), yaitu sebesar 53.23%. Sementara nilai efisiensi enkapsulasi terbesar ialah 51.2– 52.3% yang diperoleh pada waktu sonikasi 29 sampai kurang lebih 53 menit dengan kisaran konsentrasi surfaktan 1.3–2.3%.

Dalam penelitian ini, model kinetika dan mekanisme pelepasan ketoprofen dari nanopartikel tersebut dikaji. Metode Naphtaleni (2010), dimodifikasi dengan menambahkan tahap sentrifugasi serta meragamkan konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP dengan menggunakan rancangan percobaan Box Behnken. Kinetika pelepasan ketoprofen dipelajari melalui uji disolusi secara selama 3 jam pada pH asam dan basa. Kinetika dan mekanisme disolusi ketoprofen kemudian dikaji melalui metode grafis berdasarkan koefisien determinasi ( ) yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan orde ke-0, ke-1, Higuchi, Hixson-Crowell, dan Korsmeyer-Peppas. Persamaan orde ke-0, ke-1, dan Hixson-Crowell menunjukkan bahwa pelepasan obat terjadi melalui mekanisme erosi, sedangkan persamaan Higuchi dan Korsmeyer-Peppas menunjukkan bahwa obat terlepas melalui mekanisme difusi.

$# &!"

Kitosan, (C6H11NO4) , merupakan padatan

(10)

Gambar 1 Struktur kitosan (R : NH2) (Sugita

2009)

Kitosan bersifat biodegradabel, biokompatibel, dan secara biomedis, nontoksik. Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, dan asam

asetat 1%, tetapi tidak larut dalam asam/basa kuat (Sugita 2009). Kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD), yang nilainya beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi (Muzi 1990 diacu dalam Jamaludin 1994).

Larutan kitosan pada batas konsentrasi tertentu dalam larutan asam asetat 1% dapat membentuk gel (Khan . 2002). Gel kitosan tersebut dapat menahan air dalam strukturnya sehingga disebut hidrogel yang dapat membentuk jejaring tiga dimensi (Wang . 2004). Berdasarkan proses pembentukannya, hidrogel dapat dibedakan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia melibatkan tautan-silang takdapat balik melalui ikatan kovalen, sedangkan hidrogel fisika melibatkan tautan-silang ionik yang dapat balik (Stevens 2001 dan Berger . 2004).

Gel kitosan bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi untuk memperbaiki sifat reologinya seperti kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat (Wahyono . 2010). Modifikasi yang pernah dilakukan di antaranya dengan penambahan alginat (Sugita 2007b; Setyani 2009; Naphtaleni 2010; Arianto 2010; Wahyono . 2010).

0%$"!#

Alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut cokelat jenis . Polimer linear ini terdiri atas residu-residu asam β-(1-4)-D-manuronat (M) dan asam α-(1-4)-L -guluronat (G) yang membentuk blok homopolimer M atau G dan blok

heteropolimer MG (Chaplin 2005) (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur berulang alginat

Alginat dapat digunakan untuk memperbaiki struktur dasar kitosan. Gel kitosan-alginat terjadi karena terbentuknya jejaring tiga dimensi antara molekul kitosan dan alginat yang terentang pada seluruh volume gel dengan menangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jejaring serta interaksi molekul yang mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel. Untuk memperkuat jejaring di dalam gel lazim digunakan molekul lain sebagai penaut-silang (Arianto 2010). Interaksi kitosan dengan alginat menghasilkan kompleks polielektrolit (Cardenas . 2003) yang dapat memperbaiki struktur dasar kitosan (Arianto 2010). Modifikasi kitosan-alginat telah banyak diteliti dan hasilnya, kitosan-alginat berpotensi sebagai penyalut sediaan obat lepas lambat (Setyani 2009; Arianto 2010; Wahyono . 2010).

.$ $& 0 &$

Uji disolusi merupakan suatu metode fisiko kimia yang digunakan dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat berdasarkan pengukuran parameter laju pelepasan dan melarutnya zat berkhasiat dari sediaannya. Proses disolusi diawali dengan masuknya larutan bufer ke permukaan mikrokapsul sehingga mikrokapsul membengkak dan membentuk pori. Kemudian bufer berinteraksi dengan zat aktif sehingga terjadi pelarutan dan pelepasan zat aktif secara bertahap (Martin 1993). Uji disolusi ini diterapkan pada sediaan obat padat untuk mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium cair yang diketahui volumenya pada waktu, suhu, dan peralatan tertentu (Siregar 1986).

(11)

$",#$)! ,0,1!&!" +!#

Kinetika pelepasan obat dapat menggambarkan laju pelepasan obat dan model pelepasannya. Laju pelepasan obat diamati dengan menggunakan parameter waktu paruh (1/2), orde reaksi, dan tetapan

laju. Umumnya kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti orde kenol atau kesatu (Shoaib . 2006; Sarvanan . 2007). Reaksi orde kenol dapat dituliskan sebagai [A] = [A]0 – atau (1)

dengan [A] ialah konsentrasi obat yang tersisa di dalam sediaan setelah waktu , [A]0 ialah

konsentrasi obat mula-mula, persen pelepasan, dan tetapan laju. Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan dengan

2 [A]0

2

1 = ... (2)

sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut: ln [A] = ln [A]0 – ... (3)

2 ln

2

1 = ... (4)

(Dogra dan Dogra1990; Atkins 1996).

Pelepasan obat dari sediaan dapat berlangsung dengan mekanisme erosi atau difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Proses ini umumnya terjadi pada sediaan berbentuk tablet. Sementara mekanisme difusi mengikuti hukum Fick pertama yang diturunkan dari orde reaksi ke-1:

!

!" [ − ]

= ... (5)

dengan ! !"

adalah laju disolusi massa, luas

permukaan penghalang, koefisien difusi, konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, konsentrasi obat dalam medium, ketebalan membran, dan waktu.

Pelepasan obat secara difusi pada prinsipnya ialah perpindahan obat melalui bahan penghalang atau matriks. Difusi lazim terjadi pada sediaan obat yang menggunakan penyalut dan dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang dikembangkan dari hukum Fick:

2 1

2      = ! !

atau =(2 )12 12(6)

dengan

! !

adalah laju pelepasan obat,

jumlah obat per satuan volume matriks,

koefisien difusi obat melalui matriks, kelarutan dalam matriks, waktu, dan jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan dari matriks. Dengan menyatakan nilai (2 )1/2 sebagai , maka persamaan (6) akan menjadi persamaan (7).

2 1

= ...(7) Pelepasan secara difusi juga dapat digambarkan melalui pendekatan model kinetik Korsmeyer-Peppas melalui:

= ...(8) adalah fraksi obat yang terlepas pada waktu , tetapan laju, dan eksponen pelepasan.

Pelepasan obat secara erosi dapat digambarkan melalui pendekatan model kinetika yang dikemukakan oleh Hixson-Crowell melalui persamaan

=

− 13

3 1

...(9) adalah jumlah obat yang terlepas pada waktu , 0 adalah jumlah obat awal dalam

sediaan obat, dan adalah tetapan laju. Persamaan 1–9 telah digunakan oleh Arianto (2010) untuk menentukan kinetika pelepasan ketoprofen dari matriks gel kitosan-alginat, dengan penaut-silang grutaraldehida pada medium asam maupun basa pelepasan berlangsung mengikuti model kinetika Hixson-Crowell.

!" ,")!1& 0!&$

Nanoenkapsulasi merupakan teknik penyalutan obat ke dalam partikel dengan diameter 1–1000 nm. Nanopartikel. Padatan pembawa obat berukuran nano dapat bersifat dapat urai maupun tidak, dapat dibentuk bola nano ( ) atau nanopartikel. Pada bola nano, obat terjerap pada di permukaan atau terenkapsulasi di antara partikel, sedangkan pada nanopartikel obat dapat tersalut di dalam membran polimer dan juga terjerap di permukaan kapsul (Reis . 2005).

Gambar 3 Penyalutan obat dalam

nanopartikel kitosan

(12)

Nanopartikel banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan mikropartikel. Keuntungan nanopartikel antara lain adalah dapat mengendalikan dan menahan pelepasan obat baik selama pengantaran maupun di lokasi target sehingga meminimumkan efek samping dan meningkatkan efek terapi obat (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel juga lebih mudah masuk ke jaringan intrasel dan lebih mudah diserap dalam usus daripada mikropartikel (Reis . 2005).

Penggunaan polimer alami seperti kitosan, gelatin, dan alginat sebagai bahan pengantar obat berukuran nano sudah banyak dipelajari. Calvo . (1997) mengembangkan metode untuk membuat nanopartikel kitosan dengan cara gelasi ionik. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada adanya interaksi elektrostatik antara gugus amonium pada kitosan dengan polianion seperti TPP. Selain metode gelasi ionik, nanopartikel kitosan juga dapat dibuat dengan metode mikroemulsi, emulsifikasi dan difusi pelarut, serta kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai dan Rithidej 2003).

!'!" -!" 0!#

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kitosan niaga dari Brataco dengan spesifikasi nilai kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi (DD), dan bobot molekul berturut-turut sebesar 10.67%, 0.27%, 73.76%, dan (3.7 × 105) g/mol, TPP, alginat, larutan bufer klorida (KCl-HCl) (1:2) pH 1.2, larutan bufer fosfat (NaH2PO4·H2

O-Na2HPO4·12H2O) (1:3) pH 7.4, Tween 80,

dan ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.

Alat-alat yang digunakan antara lain alat disolusi dayung Hansen, spektrofotometer ultraviolet UV-1700 PharmaSpec, dan mikroskop elektron susuran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.

,# -, ,",0$#$!"

Penelitian ini meliputi pembuatan nanopartikel ketoprofen tersalut kitosan-alginat, dan uji disolusi secara

Diagram alir penelitian disajikan dalam Lampiran 1.

,*+ !#!" *+$"!&$ * 0! !" )!1& 0

Kombinasi formula dibuat dengan menggunakan model rancangan percobaan Box Behnken dengan 3 tingkat 3 faktorial. Hasil yang diperoleh berupa kombinasi ragam konsentrasi material yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel (Tabel 1).

Tabel 1 Formulasi nanokapsul ketoprofen Kode formula [Kitosan] (% b/v) [Alginat] (% b/v) [TPP] (% b/v)

A 1.75 0.500 4.0

B 1.75 0.750 4.0

C 1.75 0.500 5.0

D 2.00 0.500 4.5

E 1.50 0.750 4.5

F 1.75 0.750 5.0

G 2.00 0.750 4.5

H 1.75 0.625 4.5

I 2.00 0.625 5.0

J 2.00 0.625 4.0

K 1.50 0.500 4.5

L 1.50 0.625 5.0

M 1.50 0.625 4.0

,*+,"# )!" !" 1! #$),0 2* -$ $)!&$ !1'#!0,"$ 3

Sebanyak 228.6 mL larutan kitosan dalam asam asetat 1% (v/v) ditambahkan dengan 38.1 mL larutan alginat sambil diaduk. Setelah itu, 7.62 mL TPP ditambahkan sambil diaduk hingga homogen, dan larutan disonikasi selama 30 menit.

Sebanyak 250 mL larutan ketoprofen 0.8% (b/v) dalam etanol 96% dicampurkan ke dalam larutan tersebut hingga nisbah bobot kitosan-ketoprofen 2:1. Selanjutnya, 5 mL Tween 80 3% (b/v) ditambahkan sambil diaduk pada suhu kamar sampai homogen. Larutan kemudian disonikasi selama 30 menit dan disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 15 000 rpm. Digunakan ragam konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Nanopartikel dibentuk dengan

menggunakan alat pengering semprot yang memiliki diameter lubang 1.5 mm, suhu inlet 150 oC, suhu outlet 70 oC, laju alir 60 rpm, dan tekanan semprot pada skala 2 bar. Juga dibuat nanopartikel kosong tanpa penambahan ketoprofen.

.$ $& 0 &$ &,4! ! 2 ,1),& 5563

Uji disolusi nanopartikel dilakukan dengan alat disolusi tipe 2 (metode dayung Hansen). Sebanyak 500 mg nanopartikel ditimbang dan dimasukkan ke dalam bilik disolusi. Uji

(13)

disolusi dilakukan dalam medium asam (pH 1.2) dan medium basa (pH 7.4) selama 3 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Pengambilan alikuot pada disolusi asam maupun basa dilakukan setiap 15 menit dengan volume setiap kali pengambilan 15 mL. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang diambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 mL. Konsentrasi ketoprofen dalam larutan alikuot diukur dengan alat

spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 258.6 nm (untuk disolusi pada pH 1.2) dan 260 nm (untuk disolusi pada pH 7.4).

0 %$ !" 1! #$),0

Nanopartikel yang diperoleh pada penelitian ini secara visual berbentuk butiran halus berwarna kuning, rapuh, dan mudah menjerap uap air sehingga terdapat bagian yang menggumpal. Nanopartikel tanpa maupun dengan penambahan ketoprofen memiliki bentuk visual yang serupa (Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4 Nanopartikel tanpa (a) dan dengan ketoprofen (b).

Analisis morfologi nanopartikel dengan

SEM menunjukkan bahwa permukaan

nanopartikel gel kitosan-alginat tanpa penambahan ketoprofen terlihat bulat (sferis) dan kisut dengan ragam ukuran 277–6000 nm (Gambar 5a). Setelah penambahan ketoprofen (Gambar 5b), bentuknya menjadi halus, dan tidak kisut lagi dengan ukuran berkisar 400– 5000 nm. Nanopartikel berukuran lebih besar setelah penambahan ketoprofen. Hal ini disebabkan oleh terisinya ruang kosong di dalam nanopartikel oleh ketoprofen.

(a)

(b)

Gambar 5 Foto SEM permukaan nanopartikel tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP tanpa (a) dan dengan penambahan ketoprofen (b) pada perbesaran 20 000×.

$& 0 &$ !" 1! #$),0

Pengujian disolusi nanopartikel hanya dilakukan terhadap formula dengan nilai efisiensi enkapsulasi ketoprofen tertinggi (Lampiran 2). Uji efisiensi enkapsulasi telah dilakukan sebelumnya oleh Sari (2011), dan diperoleh formula F, H, dan M sebagai yang tertinggi efisiensi enkapsulasinya.

(14)

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Pengaruh waktu terhadap persen pelepasan ketoprofen pada medium asam (i) dan basa (ii) pada formula F (a), H (b), dan M (c).

Berdasarkan Tabel 2, formula F, H, dan M memiliki persen pelepasan ketoprofen yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ketoprofen, alginat, dan TPP

memengaruhi pelepasan ketoprofen.

Pelepasan ketoprofen paling terkenndali ditunjukkan oleh formula H karena pelepasan ketoprofen paling rendah pada medium asam dan paling tinggi pada medium basa.

Tabel 2 Pelepasan ketoprofen selama 3 jam

Formula Pelepasan Ketoprofen(%)

Asam Basa

F 42.47 82.92

H 40.49 86.13

M 43.99 81.48

Menurut Tan . (2003), konsentrasi alginat yang lebih tinggi akan menghasilkan

mikrokapsul yang tidak berpori sehingga ketoprofen sulit lepas. Sutriyo . (2005) juga mengemukakan hal yang sama, yaitu tebalnya lapisan gel akan menyebabkan senyawa aktif semakin sulit terlepas. Dibandingkan dengan formula F dan H, formula M tersusun atas kitosan, alginat, dan TPP dengan konsentrasi lebih kecil (Tabel 1). Hal ini memengaruhi kekuatan jejaring nanopartikel yang dihasilkan sehingga formula M memiliki pelepasan ketoprofen terbesar dalam medium asam dengan rerata pelepasan sebesar 43.99%.

Keberadaan alginat dan TPP secara nyata

telah memperkuat jejaring matriks

nanopartikel kitosan. Hal ini sejalan dengan penelitian Arianto (2010) yang menyatakan bahwa mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP menunjukkan obat lepas terkendali pada medium asam dan maksimum pada medium basa. Mikrokapsul kitosan-alginat dengan penaut-silang glutaraldehida yang dihasilkan pada penelitian Arianto (2010) masih lebih baik dibandingkan dengan nanopartikel yang dihasilkan pada penelitian ini karena pelepasan ketoprofen pada medium asam dari mikrokapsul yang dihasilkan jauh lebih kecil, yaitu 10.69%.

$",#$)! $& 0 &$

Model kinetika pelepasan ketoprofen dalam medium asam maupun basa ditentukan dengan metode grafis, yaitu dengan melihat nilai koefisien determinasi ( ) tertinggi yang diperoleh dari kurva hubungan antara persen pelepasan ketoprofen dan waktu melalui pendekatan kinetika. Berdasarkan nilai (Lampiran 3 dan 4), diketahui bahwa pada medium asam pelepasan ketoprofen untuk formula H dan M mengikuti persamaan Higuchi, sedangkan untuk formula F mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dengan nilai <0.45. Kedua persamaan tersebut menggambarkan bahwa pelepasan obat terjadi melalui mekanisme difusi. Berbeda dengan medium asam, pada medium basa pelepasan ketoprofen pada formula F mengikuti persamaan Hixson-Crowell yang menandakan obat terlepas melalui mekanisme difusi disertai perubahan ukuran permukaan partikel atau disertai erosi (Merchant . 2006). Sementara untuk formula H dan M pelepasan yang terjadi berturut turut mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dan Higuchi. Model kinetika ketiga formula terangkum pada Tabel 3.

(15)

Tabel 3 Model kinetika formula

Formula Model Kinetika

Asam Basa

F

Korsmeyer-Peppas

Hixson-Crowell

H Higuchi

Korsmeyer-Peppas

M Higuchi Higuchi

Pelepasan ketoprofen melalui mekanisme difusi pada nanopartikel dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu pembengkakan difusi reservoar (Gambar 7a) dan pembengkakan difusi matriks (Gambar 7b). Pelepasan obat terjadi karena sistem nanopartikel menjerap cairan bufer yang menyebabkan gel membengkak (# ). Pembengkakan ini memperbesar pori-pori dan ukuran nanopartikel yang memungkinkan obat berdifusi dari jejaring yang mengembang ke lingkungan luar (Kadri 2001). Pelepasan obat secara pembengkakan difusi reservoar terjadi pada sistem bola nano

sedangkan pelepasan obat secara

pembengkakan difusi matriks terjadi pada sistem nanokapsul.

Gambar 7 Pembengkakan difusi reservoar (a) dan difusi matriks (b) (Terirai 2005).

Pada mekanisme erosi, pelepasan ketoprofen terjadi karena terkikisnya lapisan penyalut. Terkikisnya polimer penyalut ini dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis yang memungkinkan ketoprofen terlepas dari sistem penyalut (Kadri 2001). Proses erosi ini dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu erosi ruahan (Gambar 8a), dan erosi permukaan (Gambar 8b)

Gambar 8 Proses erosi ruahan (a) dan erosi permukaan (b) (Terirai 2005).

$*1 0!"

Dari 3 formula uji, formula terbaik adalah formula H dengan konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP berturut turut sebesar 1.75%; 0.265%; dan 4.5%. Kinetika pelepasan ketoprofen dari matriks nanopartikel secara umum mengikuti persamaan Higuchi, Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell. Pelepasan cenderung dikendalikan melalui mekanisme difusi.

! !"

Perlu dilakukan uji morfologi nanopartikel setelah mengalami disolusi agar diketahui ketahanan nanopartikel di medium asam dan basa.

[AMA] American Medical Association. 1991.

$ . Ed ke-8.

Arianto BD. 2010. Perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat berdasarkan ragam konsentrasi tween 80 [skripsi]. Bogor:

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Atkins PW. 1996. % & ' ! . Ed ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga.

Terjemahan dari: ( ) ).

(16)

applications. $ ' ( *

57:193-194.

Calvo P. Vila-Jato JL, Alonso MJ. 1997. Evaluation of cationic polymer-coated nanocapsules as ocular drug carriers. '

( 153:41-50.

Cardenas A, Monal WA, Goycoolea FM, Ciapara IH, Peniche C. 2003. Diffusion through membranes of the polyelectrolyte complex of chitosan and alginate.

+ * 3:535-539.

Chaplin M. 2005. . Applied Science,

London South Bank University.

http://chem.skku.ac.kr/~wkpark/tutor/mirr or/www.martin.chaplin.btinter.net.co.uk/h ygua.htmL[15 Jun 2010]

Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Ed ke-4. 1995. Jakarta: Depkes RI.

Dogra S, Dogra SK. 1990. % & ! , . Mansyur U, Penerjemah. Jakarta: UI-Press.

Dollery C. 1999. - . Ed ke-2.

Edinburgh: Churchill Livingstone.

Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian kitosan limbah udang windu ((

! fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb2+, Cr6+, dan Ni2+ [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kadri BV. Mechanism of drug release from matrix tablets involving moving boundaries [tesis]. Toronto: Graduate Department of Pharmaceutical Sciences, University of Toronto.

Khan TA, Peh KK, Chang HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of chitosan: The influence of analytical

methods. ' ( ( 5:

205-212.

Martin A. 1993. ( ) ( ). Ed. ke-4. Philadelphia: Lea & Febiger.

Merchant HA . 2006. Once-daily tablet formulation and in vitro release evaluation of cefpodoxime using hydroxypropyl

methylcellulose: A technical note. (

( - 78: E1-E6.

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles-A

review. ' ( 5:561-573.

Naphtaleni. 2010. Nanoenkapsulasi

ketoprofen tersalut kitosan-alginat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Patil PR, Praveen S, Rani RHS, Paradkar AR. 2005. Bioavailability assessment of ketoprofen incorporated in gelled self-emulsifying formulation: A technical note.

( ( - 6: E9-E13.

Reis CP, Neufeld RJ, Ribeiro AJ, Veiga F. 2005. Nanoencapsulation: A method for preparation of drug loaded polymeric

nanoparticle. !/ . *

+ !2:8-21

Sari YA. 2011. Preparasi dan Pencirian nanopartikel ketoprofen tersalut kitosan alginat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sarvanan M . 2007. Hydroxypropyl methylcellulose based cephalexin extended release: Influence of formulation, hardness and storage on release

kinetics. ( * 5:978-983.

Setyani YA. 2009. Perilaku disolusi ketoprofen tersalut rangkap dalam gel kitosan-gom guar dengan alginat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Shoaib MH, Tazeen J, Merchant HA, Yousuf RI 2006. Evaluation of drug release kinetics from ibuprofen matrix using

HPMC. ' ( 19: 119-124.

Siregar, CJP. 1986. * 0 (

( 1 + ( 0 & .

Jakarta: Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Nasional.

Stevens MP. 2001. % ( . Sopyan I, penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Terjemahan dari: ( ) ):

(17)

Sugita P, Sjahriza A, Rachmanita. 2007a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-karboksimetilselulosa. ' )6: 57-58.

Sugita P, Sjahriza A, Utomo DW. 2007b. Optimization synthesis chitosan-xanthan gum gel for metal adsorption. Di dalam:

( ! 2 3

MAT/33-4

Sugita P, Srijanto B, Amelia F, Arifin B. 2007c. Perilaku disolusi ketoprofen tersalut kitosan-gom guar. Di dalam: Seminar Bersama ITB-UKM Malaysia. Bandung: ITB Pr.

Sugita P, Sjahriza A, Wahyono D, Wukirsari

T. 2009. % 0 *

+ . Bogor: IPB Pr.

Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propranonol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa, dan hidroksipropil metil selulosa.

+ 1 % 3 2:145-153.

Tan T-W, Hu B, Xian-Hua, Zhang M. 2003. Release behaviour of ketoprofen from chitosan/alginate microcapsules. '

* 0 ( ) 18: 207–218.

Terirai C. 2005. Cross-linked chitosan matrix system for sustained drug release [disertasi]. Tshwane: Tshwane Univesity of Technology.

Tiyaboonchai W, Ritthidej GC. 2003. Development of indomethacin sustained release microcapsule using chitosan-carboxymethyl cellulose complex

coacervation. '

- 25: 245-254.

Wahyono D, Sugita P, Ambarsari L. 2010. Sintesis nanopartikel kitosan dengan metode ultrasonikasi dan sentrifugasi serta karakterisasinya. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains III:242–247.

Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. ( ) 53:911-918

Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of sustained release chitosan-coated ketoprofen

microparticles. 4

(18)
(19)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Campuran kitosan-alginat dan penaut-silang TPP disonikasi selama 15 menit

Larutan ketoprofen tersalut kitosan-alginat disonikasi

kembali 15 menit

Uji disolusi secara

(konsentrasi ketoprofen diukur dengan spektrofotometer UV 258.5 nm untuk medium basa dan 260.5 nm untuk medium

asam)

Tween 80 3% Larutan

ketoprofen

Sentrifugasi 20 menit 15 000 rpm

rpm

(20)

Lampiran 2 Efisiensi enkapsulasi berbagai formula (Sari 2011)

Formula Rata-rata Efisiensi (%)

A 59.79

B 49.54

C 44.91

D 54.54

E 43.89

F 80.43

G 46.3

H 73.78

I 58.97

J 47.51

K 64.99

L 60.63

(21)

Lampiran 3 Kinetika Disolusi ketoprofen pada medium asam (pH 1.2)

Formula Model kinetik Persamaan regresi 2

F Orde ke-0 = 0.293 + 26.27 0.293 0.523

Orde ke-1 ln = -0.002 + 4.840 -0.002 0.542

Higuchi = 4.7311/2 + 14.05 4.731 0.752

Hixson-Crowell 1/3 = 0. 005 + 0.587 0.005 0.433

Korsmeyer-Peppas log = 0.034 log + 1.752 1.752 0.806 0.034

H Orde ke-0 = 0.359 + 10.67 0..359 0.821

Orde ke-1 ln = -0.002 + 4.978 -0.002 0.843

Higuchi = 5.0441/2 + 2.639 5.044 0.964

Hixson-Crowell 1/3 = 0.007 + 0.372 0.007 0.634

Korsmeyer-Peppas log = 0.190 log + 1.380 1.380 0.880 0.190

M Orde ke-0 = 0.447 + 11.43 0.447 0.885

Orde ke-1 ln = -0.003 + 5.183 -0.003 0.894

Higuchi = 6.2891/2 + 1.364 6.289 0.944

Hixson-Crowell 1/3 = 0.003 + 5.376 0.003 0.725

Korsmeyer-Peppas log = 0.366 log + 0.652 0.652 0.652 0.366

Lampiran 4 Kinetika Disolusi ketoprofen pada medium basa (pH 7.4)

Formula Model kinetik Persamaan regresi 2

F Orde ke-0 = -0.195 + 151.6 0.195 0.912

Orde ke-1 ln = 0.007 + 2.304 0.007 0.895

Higuchi = -3.0781/2 + 167.5 3.078 0.882

Hixson-Crowell 1/3 = 0.002 + 0.044 0.002 0.987

Korsmeyer-Peppas log = -0.126log + 2.168 0.126 0.814 0.126

H Orde ke-0 = 0.690 + 59.74 0.690 0.588

Orde ke-1 ln = -0.016 + 4.435 -0.01 0.812

Higuchi = 11.271/2 + 27.67 11.27 0.840

Hixson-Crowell 1/3 = -0.012 + 3.796 -0.01 0.726

Korsmeyer-Peppas log = 0.241log + 1.673 1.763 0.856 0.241

M Orde ke-0 = 1.381 + 50.19 1.381 0.737

Orde ke-1 ln = -0.034 + 5.023 -0.03 0.814

Higuchi = 17.641/2 + 10.53 26.82 0.922

Hixson-Crowell 1/3 = -0.026 + 4.648 -0.02 0.666

(22)

Kitosan-Alginat Berdasarkan Uji Disolusi secara

. Dibimbing oleh

PURWANTININGSIH SUGITA dan LAKSMI AMBARSARI.

Modifikasi gel kitosan oleh hidrogel alami seperti alginat dengan penaut-silang

tripolifosfat (TPP) berpotensi untuk digunakan sebagai penyalut yang baik dalam

sistem pengantaran obat. Sistem pengantaran obat yang telah banyak dipelajari

umumnya berukuran mikro. Pada penelitian ini, gel kitosan-alginat dengan

penaut-silang TPP digunakan untuk menyalut ketoprofen dalam nanokapsul

menggunakan metode pengeringan semprot dengan meragamkan konsentrasi

kitosan, alginat, dan TPP. Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dikaji model

kinetika kimianya berdasarkan uji disolusi secara

. Nanopartikel yang

dihasilkan pada penelitian ini memiliki kisaran ukuran 220–8857 nm. Hasil

disolusi menunjukkan ketoprofen tersalut kitosan-alginat dengan penaut-silang

TPP lepas terkendali pada medium asam dan maksimum pada medium basa.

Model kinetika pelepasan ketoprofen secara umum mengikuti persamaan Higuchi,

Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell.

YOGI NUGRAHA. Kinetic Reaction Model of Chitosan-Alginate Gel Coated

Ketoprofen

Based

on

Dissolution

test.

Supervised

by

PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.

(23)

Pengobatan penyakit peradangan kronis seperti artritis reumatoid umumnya membutuhkan waktu lama dan dosis yang tinggi (Dollery 1999). Salah satu obat yang digunakan secara luas untuk artritis reumatoid adalah ketoprofen, suatu obat antiradang nonsteroid (NSAID) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Namun, obat ini menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung dan usus, karena waktu paruh eliminasinya cepat dalam tubuh, yaitu 1.5–2 jam (Patil . 2005), sehingga harus sering dikonsumsi. Akumulasi ketoprofen sampai lebih dari 300 mg di dalam tubuh bahkan dapat mengakibatkan pendarahan lambung (AMA 1991). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengantaran obat yang terkendali untuk mengurangi efek samping tersebut.

Sistem pengantaran-terkendali ketoprofen dalam bentuk mikrokapsul pernah dilaporkan oleh Yamada (2001) dan indometasin oleh Tiyaboonchai dan Rithidej (2003) dengan kitosan sebagai salah satu bahan penyalutnya. Kitosan dapat dibentuk menjadi gel dan dapat dimanfaatkan sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo . 2005). Namun, gel kitosan bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi untuk memperbaiki sifat reologinya seperti kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat. Modifikasi yang pernah dilakukan di antaranya dengan karboksimetil selulosa (Sugita . 2007a), gom guar (Sugita . 2007c), dan alginat (Sugita 2007b).

Gel kitosan termodifikasi telah diuji kemampuannya sebagai penyalut ketoprofen melalui uji disolusi. Gel kitosan termodifikasi-gom guar dengan penaut-silang glutaraldehida didapati belum mampu mengendalikan pelepasan ketoprofen dalam pH lambung (1.2) (Sugita 2007b). Ketoprofen tersalut rangkap kitosan-gom guar termodifikasi alginat-ion Ca2+ telah memiliki persen pelepasan yang lebih rendah dalam pH asam, yaitu sebesar 3.55%, tetapi ukuran kapsul besar (0.7–2.0 mm). Meskipun pelepasan dalam pH asam terkendali, pelepasan dalam pH basa belum maksimum, yaitu hanya 8.47– 40.91% (Setyani 2009). Belum lama ini, Arianto (2010) melaporkan bahwa ketoprofen tersalut kitosan termodifikasi alginat dengan penaut-silang glutaraldehida dan surfaktan Tween 80 2% (v/v) dapat lepas secara terkendali. Persen pelepasan pada medium

asam 10.69% dan pada medium basa 99.58%. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan pun lebih baik, yaitu berkisar 150–6000 nm, dengan bentuk bulat.

Sistem pengantaran obat yang telah banyak diteliti umumnya berukuran mikro. Akan tetapi, bentuk mikrokapsul memiliki kelemahan, salah satunya adalah kemampuan penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas (Wahyono 2010). Karena itu, dikembangkan sistem pengantaran obat dengan berukuran nanometer. Naphtaleni (2010) partikel telah melaporkan enkapsulasi ketoprofen tersalut kitosan-alginat dengan tripolifosfat (TPP) sebagai penaut-silang pada ukuran nanometer dengan meragamkan konsentrasi surfaktan yang digunakan dan lama waktu sonikasi. Jumlah partikel berukuran nano terbanyak diperoleh pada waktu sonikasi 15 menit dengan Tween 80 3% (v/v), yaitu sebesar 53.23%. Sementara nilai efisiensi enkapsulasi terbesar ialah 51.2– 52.3% yang diperoleh pada waktu sonikasi 29 sampai kurang lebih 53 menit dengan kisaran konsentrasi surfaktan 1.3–2.3%.

Dalam penelitian ini, model kinetika dan mekanisme pelepasan ketoprofen dari nanopartikel tersebut dikaji. Metode Naphtaleni (2010), dimodifikasi dengan menambahkan tahap sentrifugasi serta meragamkan konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP dengan menggunakan rancangan percobaan Box Behnken. Kinetika pelepasan ketoprofen dipelajari melalui uji disolusi secara selama 3 jam pada pH asam dan basa. Kinetika dan mekanisme disolusi ketoprofen kemudian dikaji melalui metode grafis berdasarkan koefisien determinasi ( ) yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan orde ke-0, ke-1, Higuchi, Hixson-Crowell, dan Korsmeyer-Peppas. Persamaan orde ke-0, ke-1, dan Hixson-Crowell menunjukkan bahwa pelepasan obat terjadi melalui mekanisme erosi, sedangkan persamaan Higuchi dan Korsmeyer-Peppas menunjukkan bahwa obat terlepas melalui mekanisme difusi.

$# &!"

Kitosan, (C6H11NO4) , merupakan padatan

(24)

Pengobatan penyakit peradangan kronis seperti artritis reumatoid umumnya membutuhkan waktu lama dan dosis yang tinggi (Dollery 1999). Salah satu obat yang digunakan secara luas untuk artritis reumatoid adalah ketoprofen, suatu obat antiradang nonsteroid (NSAID) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Namun, obat ini menimbulkan efek samping seperti iritasi lambung dan usus, karena waktu paruh eliminasinya cepat dalam tubuh, yaitu 1.5–2 jam (Patil . 2005), sehingga harus sering dikonsumsi. Akumulasi ketoprofen sampai lebih dari 300 mg di dalam tubuh bahkan dapat mengakibatkan pendarahan lambung (AMA 1991). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengantaran obat yang terkendali untuk mengurangi efek samping tersebut.

Sistem pengantaran-terkendali ketoprofen dalam bentuk mikrokapsul pernah dilaporkan oleh Yamada (2001) dan indometasin oleh Tiyaboonchai dan Rithidej (2003) dengan kitosan sebagai salah satu bahan penyalutnya. Kitosan dapat dibentuk menjadi gel dan dapat dimanfaatkan sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo . 2005). Namun, gel kitosan bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi untuk memperbaiki sifat reologinya seperti kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat. Modifikasi yang pernah dilakukan di antaranya dengan karboksimetil selulosa (Sugita . 2007a), gom guar (Sugita . 2007c), dan alginat (Sugita 2007b).

Gel kitosan termodifikasi telah diuji kemampuannya sebagai penyalut ketoprofen melalui uji disolusi. Gel kitosan termodifikasi-gom guar dengan penaut-silang glutaraldehida didapati belum mampu mengendalikan pelepasan ketoprofen dalam pH lambung (1.2) (Sugita 2007b). Ketoprofen tersalut rangkap kitosan-gom guar termodifikasi alginat-ion Ca2+ telah memiliki persen pelepasan yang lebih rendah dalam pH asam, yaitu sebesar 3.55%, tetapi ukuran kapsul besar (0.7–2.0 mm). Meskipun pelepasan dalam pH asam terkendali, pelepasan dalam pH basa belum maksimum, yaitu hanya 8.47– 40.91% (Setyani 2009). Belum lama ini, Arianto (2010) melaporkan bahwa ketoprofen tersalut kitosan termodifikasi alginat dengan penaut-silang glutaraldehida dan surfaktan Tween 80 2% (v/v) dapat lepas secara terkendali. Persen pelepasan pada medium

asam 10.69% dan pada medium basa 99.58%. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan pun lebih baik, yaitu berkisar 150–6000 nm, dengan bentuk bulat.

Sistem pengantaran obat yang telah banyak diteliti umumnya berukuran mikro. Akan tetapi, bentuk mikrokapsul memiliki kelemahan, salah satunya adalah kemampuan penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas (Wahyono 2010). Karena itu, dikembangkan sistem pengantaran obat dengan berukuran nanometer. Naphtaleni (2010) partikel telah melaporkan enkapsulasi ketoprofen tersalut kitosan-alginat dengan tripolifosfat (TPP) sebagai penaut-silang pada ukuran nanometer dengan meragamkan konsentrasi surfaktan yang digunakan dan lama waktu sonikasi. Jumlah partikel berukuran nano terbanyak diperoleh pada waktu sonikasi 15 menit dengan Tween 80 3% (v/v), yaitu sebesar 53.23%. Sementara nilai efisiensi enkapsulasi terbesar ialah 51.2– 52.3% yang diperoleh pada waktu sonikasi 29 sampai kurang lebih 53 menit dengan kisaran konsentrasi surfaktan 1.3–2.3%.

Dalam penelitian ini, model kinetika dan mekanisme pelepasan ketoprofen dari nanopartikel tersebut dikaji. Metode Naphtaleni (2010), dimodifikasi dengan menambahkan tahap sentrifugasi serta meragamkan konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP dengan menggunakan rancangan percobaan Box Behnken. Kinetika pelepasan ketoprofen dipelajari melalui uji disolusi secara selama 3 jam pada pH asam dan basa. Kinetika dan mekanisme disolusi ketoprofen kemudian dikaji melalui metode grafis berdasarkan koefisien determinasi ( ) yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan orde ke-0, ke-1, Higuchi, Hixson-Crowell, dan Korsmeyer-Peppas. Persamaan orde ke-0, ke-1, dan Hixson-Crowell menunjukkan bahwa pelepasan obat terjadi melalui mekanisme erosi, sedangkan persamaan Higuchi dan Korsmeyer-Peppas menunjukkan bahwa obat terlepas melalui mekanisme difusi.

$# &!"

Kitosan, (C6H11NO4) , merupakan padatan

(25)

Gambar 1 Struktur kitosan (R : NH2) (Sugita

2009)

Kitosan bersifat biodegradabel, biokompatibel, dan secara biomedis, nontoksik. Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, dan asam

asetat 1%, tetapi tidak larut dalam asam/basa kuat (Sugita 2009). Kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD), yang nilainya beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi (Muzi 1990 diacu dalam Jamaludin 1994).

Larutan kitosan pada batas konsentrasi tertentu dalam larutan asam asetat 1% dapat membentuk gel (Khan . 2002). Gel kitosan tersebut dapat menahan air dalam strukturnya sehingga disebut hidrogel yang dapat membentuk jejaring tiga dimensi (Wang . 2004). Berdasarkan proses pembentukannya, hidrogel dapat dibedakan menjadi hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia melibatkan tautan-silang takdapat balik melalui ikatan kovalen, sedangkan hidrogel fisika melibatkan tautan-silang ionik yang dapat balik (Stevens 2001 dan Berger . 2004).

Gel kitosan bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi untuk memperbaiki sifat reologinya seperti kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat (Wahyono . 2010). Modifikasi yang pernah dilakukan di antaranya dengan penambahan alginat (Sugita 2007b; Setyani 2009; Naphtaleni 2010; Arianto 2010; Wahyono . 2010).

0%$"!#

Alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut cokelat jenis . Polimer linear ini terdiri atas residu-residu asam β-(1-4)-D-manuronat (M) dan asam α-(1-4)-L -guluronat (G) yang membentuk blok homopolimer M atau G dan blok

heteropolimer MG (Chaplin 2005) (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur berulang alginat

Alginat dapat digunakan untuk memperbaiki struktur dasar kitosan. Gel kitosan-alginat terjadi karena terbentuknya jejaring tiga dimensi antara molekul kitosan dan alginat yang terentang pada seluruh volume gel dengan menangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jejaring serta interaksi molekul yang mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel. Untuk memperkuat jejaring di dalam gel lazim digunakan molekul lain sebagai penaut-silang (Arianto 2010). Interaksi kitosan dengan alginat menghasilkan kompleks polielektrolit (Cardenas . 2003) yang dapat memperbaiki struktur dasar kitosan (Arianto 2010). Modifikasi kitosan-alginat telah banyak diteliti dan hasilnya, kitosan-alginat berpotensi sebagai penyalut sediaan obat lepas lambat (Setyani 2009; Arianto 2010; Wahyono . 2010).

.$ $& 0 &$

Uji disolusi merupakan suatu metode fisiko kimia yang digunakan dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu sediaan obat berdasarkan pengukuran parameter laju pelepasan dan melarutnya zat berkhasiat dari sediaannya. Proses disolusi diawali dengan masuknya larutan bufer ke permukaan mikrokapsul sehingga mikrokapsul membengkak dan membentuk pori. Kemudian bufer berinteraksi dengan zat aktif sehingga terjadi pelarutan dan pelepasan zat aktif secara bertahap (Martin 1993). Uji disolusi ini diterapkan pada sediaan obat padat untuk mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam medium cair yang diketahui volumenya pada waktu, suhu, dan peralatan tertentu (Siregar 1986).

(26)

$",#$)! ,0,1!&!" +!#

Kinetika pelepasan obat dapat menggambarkan laju pelepasan obat dan model pelepasannya. Laju pelepasan obat diamati dengan menggunakan parameter waktu paruh (1/2), orde reaksi, dan tetapan

laju. Umumnya kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti orde kenol atau kesatu (Shoaib . 2006; Sarvanan . 2007). Reaksi orde kenol dapat dituliskan sebagai [A] = [A]0 – atau (1)

dengan [A] ialah konsentrasi obat yang tersisa di dalam sediaan setelah waktu , [A]0 ialah

konsentrasi obat mula-mula, persen pelepasan, dan tetapan laju. Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan dengan

2 [A]0

2

1 = ... (2)

sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut: ln [A] = ln [A]0 – ... (3)

2 ln

2

1 = ... (4)

(Dogra dan Dogra1990; Atkins 1996).

Pelepasan obat dari sediaan dapat berlangsung dengan mekanisme erosi atau difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Proses ini umumnya terjadi pada sediaan berbentuk tablet. Sementara mekanisme difusi mengikuti hukum Fick pertama yang diturunkan dari orde reaksi ke-1:

!

!" [ − ]

= ... (5)

dengan ! !"

adalah laju disolusi massa, luas

permukaan penghalang, koefisien difusi, konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, konsentrasi obat dalam medium, ketebalan membran, dan waktu.

Pelepasan obat secara difusi pada prinsipnya ialah perpindahan obat melalui bahan penghalang atau matriks. Difusi lazim terjadi pada sediaan obat yang menggunakan penyalut dan dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang dikembangkan dari hukum Fick:

2 1

2      = ! !

atau =(2 )12 12(6)

dengan

! !

adalah laju pelepasan obat,

jumlah obat per satuan volume matriks,

koefisien difusi obat melalui matriks, kelarutan dalam matriks, waktu, dan jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan dari matriks. Dengan menyatakan nilai (2 )1/2 sebagai , maka persamaan (6) akan menjadi persamaan (7).

2 1

= ...(7) Pelepasan secara difusi juga dapat digambarkan melalui pendekatan model kinetik Korsmeyer-Peppas melalui:

= ...(8) adalah fraksi obat yang terlepas pada waktu , tetapan laju, dan eksponen pelepasan.

Pelepasan obat secara erosi dapat digambarkan melalui pendekatan model kinetika yang dikemukakan oleh Hixson-Crowell melalui persamaan

=

− 13

3 1

...(9) adalah jumlah obat yang terlepas pada waktu , 0 adalah jumlah obat awal dalam

sediaan obat, dan adalah tetapan laju. Persamaan 1–9 telah digunakan oleh Arianto (2010) untuk menentukan kinetika pelepasan ketoprofen dari matriks gel kitosan-alginat, dengan penaut-silang grutaraldehida pada medium asam maupun basa pelepasan berlangsung mengikuti model kinetika Hixson-Crowell.

!" ,")!1& 0!&$

Nanoenkapsulasi merupakan teknik penyalutan obat ke dalam partikel dengan diameter 1–1000 nm. Nanopartikel. Padatan pembawa obat berukuran nano dapat bersifat dapat urai maupun tidak, dapat dibentuk bola nano ( ) atau nanopartikel. Pada bola nano, obat terjerap pada di permukaan atau terenkapsulasi di antara partikel, sedangkan pada nanopartikel obat dapat tersalut di dalam membran polimer dan juga terjerap di permukaan kapsul (Reis . 2005).

Gambar 3 Penyalutan obat dalam

nanopartikel kitosan

(27)

Nanopartikel banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan mikropartikel. Keuntungan nanopartikel antara lain adalah dapat mengendalikan dan menahan pelepasan obat baik selama pengantaran maupun di lokasi target sehingga meminimumkan efek samping dan meningkatkan efek terapi obat (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel juga lebih mudah masuk ke jaringan intrasel dan lebih mudah diserap dalam usus daripada mikropartikel (Reis . 2005).

Penggunaan polimer alami seperti kitosan, gelatin, dan alginat sebagai bahan pengantar obat berukuran nano sudah banyak dipelajari. Calvo . (1997) mengembangkan metode untuk membuat nanopartikel kitosan dengan cara gelasi ionik. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada adanya interaksi elektrostatik antara gugus amonium pada kitosan dengan polianion seperti TPP. Selain metode gelasi ionik, nanopartikel kitosan juga dapat dibuat dengan metode mikroemulsi, emulsifikasi dan difusi pelarut, serta kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai dan Rithidej 2003).

!'!" -!" 0!#

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kitosan niaga dari Brataco dengan spesifikasi nilai kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi (DD), dan bobot molekul berturut-turut sebesar 10.67%, 0.27%, 73.76%, dan (3.7 × 105) g/mol, TPP, alginat, larutan bufer klorida (KCl-HCl) (1:2) pH 1.2, larutan bufer fosfat (NaH2PO4·H2

O-Na2HPO4·12H2O) (1:3) pH 7.4, Tween 80,

dan ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.

Alat-alat yang digunakan antara lain alat disolusi dayung Hansen, spektrofotometer ultraviolet UV-1700 PharmaSpec, dan mikroskop elektron susuran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.

,# -, ,",0$#$!"

Penelitian ini meliputi pembuatan nanopartikel ketoprofen tersalut kitosan-alginat, dan uji disolusi secara

Diagram alir penelitian disajikan dalam Lampiran 1.

,*+ !#!" *+$"!&$ * 0! !" )!1& 0

Kombinasi formula dibuat dengan menggunakan model rancangan percobaan Box Behnken dengan 3 tingkat 3 faktorial. Hasil yang diperoleh berupa kombinasi ragam konsentrasi material yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel (Tabel 1).

Tabel 1 Formulasi nanokapsul ketoprofen Kode formula [Kitosan] (% b/v) [Alginat] (% b/v) [TPP] (% b/v)

A 1.75 0.500 4.0

B 1.75 0.750 4.0

C 1.75 0.500 5.0

D 2.00 0.500 4.5

E 1.50 0.750 4.5

F 1.75 0.750 5.0

G 2.00 0.750 4.5

H 1.75 0.625 4.5

I 2.00 0.625 5.0

J 2.00 0.625 4.0

K 1.50 0.500 4.5

L 1.50 0.625 5.0

M 1.50 0.625 4.0

,*+,"# )!" !" 1! #$),0 2* -$ $)!&$ !1'#!0,"$ 3

Sebanyak 228.6 mL larutan kitosan dalam asam asetat 1% (v/v) ditambahkan dengan 38.1 mL larutan alginat sambil diaduk. Setelah itu, 7.62 mL TPP ditambahkan sambil diaduk hingga homogen, dan larutan disonikasi selama 30 menit.

Sebanyak 250 mL larutan ketoprofen 0.8% (b/v) dalam etanol 96% dicampurkan ke dalam larutan tersebut hingga nisbah bobot kitosan-ketoprofen 2:1. Selanjutnya, 5 mL Tween 80 3% (b/v) ditambahkan sambil diaduk pada suhu kamar sampai homogen. Larutan kemudian disonikasi selama 30 menit dan disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 15 000 rpm. Digunakan ragam konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Nanopartikel dibentuk dengan

menggunakan alat pengering semprot yang memiliki diameter lubang 1.5 mm, suhu inlet 150 oC, suhu outlet 70 oC, laju alir 60 rpm, dan tekanan semprot pada skala 2 bar. Juga dibuat nanopartikel kosong tanpa penambahan ketoprofen.

.$ $& 0 &$ &,4! ! 2 ,1),& 5563

Uji disolusi nanopartikel dilakukan dengan alat disolusi tipe 2 (metode dayung Hansen). Sebanyak 500 mg nanopartikel ditimbang dan dimasukkan ke dalam bilik disolusi. Uji

(28)

Nanopartikel banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan mikropartikel. Keuntungan nanopartikel antara lain adalah dapat mengendalikan dan menahan pelepasan obat baik selama pengantaran maupun di lokasi target sehingga meminimumkan efek samping dan meningkatkan efek terapi obat (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel juga lebih mudah masuk ke jaringan intrasel dan lebih mudah diserap dalam usus daripada mikropartikel (Reis . 2005).

Penggunaan polimer alami seperti kitosan, gelatin, dan alginat sebagai bahan pengantar obat berukuran nano sudah banyak dipelajari. Calvo . (1997) mengembangkan metode untuk membuat nanopartikel kitosan dengan cara gelasi ionik. Mekanisme pembentukan nanopartikel kitosan didasarkan pada adanya interaksi elektrostatik antara gugus amonium pada kitosan dengan polianion seperti TPP. Selain metode gelasi ionik, nanopartikel kitosan juga dapat dibuat dengan metode mikroemulsi, emulsifikasi dan difusi pelarut, serta kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai dan Rithidej 2003).

!'!" -!" 0!#

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kitosan niaga dari Brataco dengan spesifikasi nilai kadar air, kadar abu, derajat deasetilasi (DD), dan bobot molekul berturut-turut sebesar 10.67%, 0.27%, 73.76%, dan (3.7 × 105) g/mol, TPP, alginat, larutan bufer klorida (KCl-HCl) (1:2) pH 1.2, larutan bufer fosfat (NaH2PO4·H2

O-Na2HPO4·12H2O) (1:3) pH 7.4, Tween 80,

dan ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.

Alat-alat yang digunakan antara lain alat disolusi dayung Hansen, spektrofotometer ultraviolet UV-1700 PharmaSpec, dan mikroskop elektron susuran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.

,# -, ,",0$#$!"

Penelitian ini meliputi pembuatan nanopartikel ketoprofen tersalut kitosan-alginat, dan uji disolusi secara

Diagram alir penelitian disajikan dalam Lampiran 1.

,*+ !#!" *+$"!&$ * 0! !" )!1& 0

Kombinasi formula dibuat dengan menggunakan model rancangan percobaan Box Behnken dengan 3 tingkat 3 faktorial. Hasil yang diperoleh berupa kombinasi ragam konsentrasi material yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel (Tabel 1).

Tabel 1 Formulasi nanokapsul ketoprofen Kode formula [Kitosan] (% b/v) [Alginat] (% b/v) [TPP] (% b/v)

A 1.75 0.500 4.0

B 1.75 0.750 4.0

C 1.75 0.500 5.0

D 2.00 0.500 4.5

E 1.50 0.750 4.5

F 1.75 0.750 5.0

G 2.00 0.750 4.5

H 1.75 0.625 4.5

I 2.00 0.625 5.0

J 2.00 0.625 4.0

K 1.50 0.500 4.5

L 1.50 0.625 5.0

M 1.50 0.625 4.0

,*+,"# )!" !" 1! #$),0 2* -$ $)!&$ !1'#!0,"$ 3

Sebanyak 228.6 mL larutan kitosan dalam asam asetat 1% (v/v) ditambahkan dengan 38.1 mL larutan alginat sambil diaduk. Setelah itu, 7.62 mL TPP ditambahkan sambil diaduk hingga homogen, dan larutan disonikasi selama 30 menit.

Sebanyak 250 mL larutan ketoprofen 0.8% (b/v) dalam etanol 96% dicampurkan ke dalam larutan tersebut hingga nisbah bobot kitosan-ketoprofen 2:1. Selanjutnya, 5 mL Tween 80 3% (b/v) ditambahkan sambil diaduk pada suhu kamar sampai homogen. Larutan kemudian disonikasi selama 30 menit dan disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 15 000 rpm. Digunakan ragam konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Nanopartikel dibentuk dengan

menggunakan alat pengering semprot yang memiliki diameter lubang 1.5 mm, suhu inlet 150 oC, suhu outlet 70 oC, laju alir 60 rpm, dan tekanan semprot pada skala 2 bar. Juga dibuat nanopartikel kosong tanpa penambahan ketoprofen.

.$ $& 0 &$ &,4! ! 2 ,1),& 5563

Uji disolusi nanopartikel dilakukan dengan alat disolusi tipe 2 (metode dayung Hansen). Sebanyak 500 mg nanopartikel ditimbang dan dimasukkan ke dalam bilik disolusi. Uji

(29)

disolusi dilakukan dalam medium asam (pH 1.2) dan medium basa (pH 7.4) selama 3 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Pengambilan alikuot pada disolusi asam maupun basa dilakukan setiap 15 menit dengan volume setiap kali pengambilan 15 mL. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang diambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 mL. Konsentrasi ketoprofen dalam larutan alikuot diukur dengan alat

spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 258.6 nm (untuk disolusi pada pH 1.2) dan 260 nm (untuk disolusi pada pH 7.4).

0 %$ !" 1! #$),0

Nanopartikel yang diperoleh pada penelitian ini secara visual berbentuk butiran halus berwarna kuning, rapuh, dan mudah menjerap uap air sehingga terdapat bagian yang menggumpal. Nanopartikel tanpa maupun dengan penambahan ketoprofen memiliki bentuk visual yang serupa (Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4 Nanopartikel tanpa (a) dan dengan ketoprofen (b).

Analisis morfologi nanopartikel dengan

SEM menunjukkan bahwa permukaan

nanopartikel gel kitosan-alginat tanpa penambahan ketoprofen terlihat bulat (sferis) dan kisut dengan ragam ukuran 277–6000 nm (Gambar 5a). Setelah penambahan ketoprofen (Gambar 5b), bentuknya menjadi halus, dan tidak kisut lagi dengan ukuran berkisar 400– 5000 nm. Nanopartikel berukuran lebih besar setelah penambahan ketoprofen. Hal ini disebabkan oleh terisinya ruang kosong di dalam nanopartikel oleh ketoprofen.

(a)

(b)

Gambar 5 Foto SEM permukaan nanopartikel tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP tanpa (a) dan dengan penambahan ketoprofen (b) pada perbesaran 20 000×.

$& 0 &$ !" 1! #$),0

Pengujian disolusi nanopartikel hanya dilakukan terhadap formula dengan nilai efisiensi enkapsulasi ketoprofen tertinggi (Lampiran 2). Uji efisiensi enkapsulasi telah dilakukan sebelumnya oleh Sari (2011), dan diperoleh formula F, H, dan M sebagai yang tertinggi efisiensi enkapsulasinya.

(30)

disolusi dilakukan dalam medium asam (pH 1.2) dan medium basa (pH 7.4) selama 3 jam pada suhu (37 ± 0.5) °C dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Pengambilan alikuot pada disolusi asam maupun basa dilakukan setiap 15 menit dengan volume setiap kali pengambilan 15 mL. Setiap kali pengambilan alikuot, volume medium yang diambil digantikan dengan larutan medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama. Volume medium disolusi yang digunakan sebanyak 500 mL. Konsentrasi ketoprofen dalam larutan alikuot diukur dengan alat

spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 258.6 nm (untuk disolusi pada pH 1.2) dan 260 nm (untuk disolusi pada pH 7.4).

0 %$ !" 1! #$),0

Nanopartikel yang diperoleh pada penelitian ini secara visual berbentuk butiran halus berwarna kuning, rapuh, dan mudah menjerap uap air sehingga terdapat bagian yang menggumpal. Nanopartikel tanpa maupun dengan penambahan ketoprofen memiliki bentuk visual yang serupa (Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4 Nanopartikel tanpa (a) dan dengan ketoprofen (b).

Analisis morfologi nanopartikel dengan

SEM menunjukkan bahwa permukaan

nanopartikel gel kitosan-alginat tanpa penambahan ketoprofen terlihat bulat (sferis) dan kisut dengan ragam ukuran 277–6000 nm (Gambar 5a). Setelah penambahan ketoprofen (Gambar 5b), bentuknya menjadi halus, dan tidak kisut lagi dengan ukuran berkisar 400– 5000 nm. Nanopartikel berukuran lebih besar setelah penambahan ketoprofen. Hal ini disebabkan oleh terisinya ruang kosong di dalam nanopartikel oleh ketoprofen.

(a)

[image:30.595.324.511.83.391.2]

(b)

Gambar 5 Foto SEM permukaan nanopartikel tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP tanpa (a) dan dengan penambahan ketoprofen (b) pada perbesaran 20 000×.

$& 0 &$ !" 1! #$),0

Pengujian disolusi nanopartikel hanya dilakukan terhadap formula dengan nilai efisiensi enkapsulasi ketoprofen tertinggi (Lampiran 2). Uji efisiensi enkapsulasi telah dilakukan sebelumnya oleh Sari (2011), dan diperoleh formula F, H, dan M sebagai yang tertinggi efisiensi enkapsulasinya.

(31)

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Pengaruh waktu terhadap persen pelepasan ketoprofen pada medium asam (i) dan basa (ii) pada formula F (a), H (b), dan M (c).

Berdasarkan Tabel 2, formula F, H, dan M memiliki persen pelepasan ketoprofen yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ketoprofen, alginat, dan TPP

memengaruhi pelepasan ketoprofen.

Pelepasan ketoprofen paling terkenndali ditunjukkan oleh formula H karena pelepasan ketoprofen paling rendah pada medium asam dan paling tinggi pada medium basa.

Tabel 2 Pelepasan ketoprofen selama 3 jam

Formula Pelepasan Ketoprofen(%)

Asam Basa

F 42.47 82.92

H 40.49 86.13

M 43.99 81.48

Menurut Tan . (2003), konsentrasi alginat yang lebih tinggi akan menghasilkan

mikrokapsul yang tidak berpori sehingga ketoprofen sulit lepas. Sutriyo . (2005) juga mengemukakan hal yang sama, yaitu tebalnya lapisan gel akan menyebabkan senyawa aktif semakin sulit terlepas. Dibandingkan dengan formula F dan H, formula M tersusun atas kitosan, alginat, dan TPP dengan konsentrasi lebih kecil (Tabel 1). Hal ini memengaruhi kekuatan jejaring nanopartikel yang dihasilkan sehingga formula M memiliki pelepasan ketoprofen terbesar dalam medium asam dengan rerata pelepasan sebesar 43.99%.

Keberadaan alginat dan TPP secara nyata

telah memperkuat jejaring matriks

nanopartikel kitosan. Hal ini sejalan dengan penelitian Arianto (2010) yang menyatakan bahwa mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP menunjukkan obat lepas terkendali pada medium asam dan maksimum pada medium basa. Mikrokapsul kitosan-alginat dengan penaut-silang glutaraldehida yang dihasilkan pada penelitian Arianto (2010) masih lebih baik dibandingkan dengan nanopartikel yang dihasilkan pada penelitian ini karena pelepasan ketoprofen pada medium asam dari mikrokapsul yang dihasilkan jauh lebih kecil, yaitu 10.69%.

$",#$)! $& 0 &$

Model kinetika pelepasan ketoprofen dalam medium asam maupun basa ditentukan dengan metode grafis, yaitu dengan melihat nilai koefisien determinasi ( ) tertinggi yang diperoleh dari kurva hubungan antara persen pelepasan ketoprofen dan waktu melalui pendekatan kinetika. Berdasarkan nilai (Lampiran 3 dan 4), diketahui bahwa pada medium asam pelepasan ketoprofen untuk formula H dan M mengikuti persamaan Higuchi, sedangkan untuk formula F mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dengan nilai <0.45. Kedua persamaan tersebut menggambarkan bahwa pelepasan obat terjadi melalui mekanisme difusi. Berbeda dengan medium asam, pada medium basa pelepasan ketoprofen pada formula F mengikuti persamaan Hixson-Crowell yang menandakan obat terlepas melalui mekanisme difusi disertai perubahan ukuran permukaan partikel atau disertai erosi (Merchant . 2006). Sementara untuk formula H dan M pelepasan yang terjadi berturut turut mengikuti persamaan Korsmeyer-Peppas dan Higuchi. Model kinetika ketiga formula terangkum pada Tabel 3.

(32)
[image:32.595.325.509.84.198.2]

Tabel 3 Model kinetika formula

Formula Model Kinetika

Asam Basa

F

Korsmeyer-Peppas

Hixson-Crowell

H Higuchi

Korsmeyer-Peppas

M Higuchi Higuchi

Pelepasan ketoprofen melalui mekanisme difusi pada nanopartikel dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu pembengkakan difusi reservoar (Gambar 7a) dan pembengkakan difusi matriks (Gambar 7b). Pelepasan obat terjadi karena sistem nanopartikel menjerap cairan bufer yang menyebabkan gel membengkak (# ). Pembengkakan ini memperbesar pori-pori dan ukuran nanopartikel yang memungkinkan obat berdifusi dari jejaring yang mengembang ke lingkungan luar (Kadri 2001). Pelepasan obat secara pembengkakan difusi reservoar terjadi pada sistem bola nano

sedangkan pelepasan obat secara

pembengkakan difusi matriks terjadi pada sistem nanokapsul.

Gambar 7 Pembengkakan difusi reservoar (a) dan difusi matriks (b) (Terirai 2005).

Pada mekanisme erosi, pelepasan ketoprofen terjadi karena terkikisnya lapisan penyalut. Terkikisnya polimer penyalut ini dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis yang memungkinkan ketoprofen terlepas dari sistem penyalut (Kadri 2001). Proses erosi ini dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu erosi ruahan (Gambar 8a), dan erosi permukaan (Gambar 8b)

Gambar 8 Proses erosi ruahan (a) dan erosi permukaan (b) (Terirai 2005).

$*1 0!"

Dari 3 formula uji, formula terbaik adalah formula H dengan konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP berturut turut sebesar 1.75%; 0.265%; dan 4.5%. Kinetika pelepasan ketoprofen dari matriks nanopartikel secara umum mengikuti persamaan Higuchi, Korsmeyer-Peppas, dan Hixson-Crowell. Pelepasan cenderung dikendalikan melalui mekanisme difusi.

! !"

Perlu dilakukan uji morfologi nanopartikel setelah mengalami disolusi agar diketahui ketahanan nanopartikel di medium asam dan basa.

[AMA] American Medical Association. 1991.

$ . Ed ke-8.

Arianto BD. 2010. Perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat berdasarkan ragam konsentrasi tween 80 [skripsi]. Bogor:

Gambar

Gambar 1  Struktur kitosan (R : NH2) (Sugita ������2009)
Gambar 3
Tabel 1  Formulasi nanokapsul ketoprofen
Gambar 5  Foto SEM permukaan nanopartikel tersalut gel kitosan-alginat dengan penaut-silang TPP tanpa (a) dan dengan penambahan ketoprofen (b) pada perbesaran 20 000×
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akad nikah mereka sah karena mempelai pria dianggap beragama Islam, setelah mempelai pria itu mengeluarkan statement ke media bahwa dia

menulis karangan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu berturut-turut dari 61,5% pada siklus I dan 88% pada siklus II. 2) Dapat meningkatkan aktivitas

Gelagat kepatuhan pembayaran zakat pendapatan: kajian kes universiti utara malaysia, Kertas Kerja yang dibentangkan pada Seminar Ekonomi dan Kewangan Islam anjuran

Penelitian longitudinal menilai surgically induced astigmatism (SIA) oleh insisi clear cornea di meridian yang steep pada penderita dengan riwayat astigmatisma yang

Hasil studi pendahuluan atau temuan lapangan selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis sehingga hasil ini bersifat deskriptif dan analitis, dengan mengacu pada tujuan studi

Berdasarkan deskripsi di atas, maka dianggap sangat mendesak untuk dilakukan perubahan manajemen SMK dalam penyelarasan diri dengan tuntutan kompetensi lulusan yang

Comparison of the keratometric corneal astimatic power phacoemulsification : clear temporal corneal incision versus superior scleral tunnel incision.. Effect on

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh yang berbarti terhadap peningkatan hasil belajar keterampilan poomsae I mata kuliah T &amp;