• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di sub-DAS Progo Hulu (kabupaten Temanggung propinsi Jawa Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di sub-DAS Progo Hulu (kabupaten Temanggung propinsi Jawa Tengah)"

Copied!
563
0
0

Teks penuh

(1)

(Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah)

JAKA SUYANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :

Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu

(Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah)”

adalah benar merupakan karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Jaka Suyana

(4)
(5)

Java Province). Under direction of NAIK SINUKABAN, BUNASOR SANIM, and M. YANUAR JARWADI P.

Due to inadequate soil and water conservation practices in farming activity at tobacco based farming systems, severe erosion and land degradation had been occuring in almost all upland agriculture in Progo Hulu Sub-watershed. This research was conducted : (1) to study land’s biophysic conditions and the characteristics of tobacco based farming systems, (2) to study and analyze the impact of various soil and water conservation practices on erosion, (3) to study and design sustainable conservation farming systems in tobacco based farming systems. The results showed that land use in tobacco-based farming systems at Progo-Hulu sub-watershed was generally (58.4%) suitable to its land capability and only 41.6% were not suitable. The predicted erosion on approximately 77.2% of lands were higher than local tollerable soil loss which need improvement of soil and water conservation techniques. Tobacco based farming systems was dominated by maize-tobacco (51.0%) and chili-tobacco (29.2%) cropping patterns; farmers income on this farming systems were higher than the income that can support worthed life living standard. The application of crop residue (tobacco stems) as mulch with rate of 7 ton/ha and 14 ton/ha combined with grassed bench terraces ((Setaria spacelata) controled erosion as much as 15-19% and 31-43%, respectively. Meanwhile, red bean-tobacco intercropping combined with crop residue mulch with the rate of 7 ton/ha suppressed erosion 13-20%. Sustainable tobacco-based farming systems can be developed in this area by practicing improved soil and water conservation technology with: (a) setaria grass to strengthen terraces + 7 ton/ha of crop residue mulch (RA-2) or red bean and tobacco intercropping + 7 ton/ha of crop residue mulch (RA-4) on 8-15% slope; (b) broadbase terraces + adequate slit pit (RA-5) on 15-30% slope; and (c) setaria grass to strengthen broadbase terraces + 14 ton/ha of crop residue mulch + adequate slit pit (R6) on >30% slope.

(6)
(7)

Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah). Dibawah bimbingan NAIK SINUKABAN sebagai ketua, BUNASOR SANIM, dan M. YANUAR J. PURWANTO sebagai anggota.

Fenomena kerusakan sumberdaya lahan atau degradasi lahan akibat erosi di daerah hulu DAS di Indonesia terus meningkat. Fenomena ini juga terjadi di Sub-DAS Progo Hulu, yang digunakan untuk usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT). Akibat dari teknik budidaya yang kurang mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, pada kemiringan berbukit dan curam, serta curah hujan yang tinggi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu telah menyebabkan terjadinya : (1) erosi yang parah, dan (2) degradasi lahan. Apabila dibiarkan atau tidak segera diperbaiki agroteknologinya, lahan yang telah mengalami proses degradasi tersebut akan menjadi tambah rusak, dan akhirnya menjadi lahan kritis dan mengancam keberlanjutan sistem UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu. Perencanaan sistem pertanian konservasi (SPK) yang komprehensif sangat diperlukan untuk mewujudkan UTLKBT berkelanjutan di Sub-DAS Progo Hulu. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi; dan (3) merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewujudkan sistem UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu.

(8)

permukaan dan erosi (hasil percobaan petak erosi) dianalisis secara destriptif dan dilanjutkan dengan analisis ragam (uji F) dan uji HSD 5%. Pengembangan UTLK berkelanjutan berbasis tembakau disusun berdasarkan perencanaan SPK dengan pendekatan secara holistik mengintegrasikan kajian aspek biofisik (karakteristik lahan) dan aspek sosial ekonomi (karakteristik usahatani), serta percobaan teknologi KTA spesifik lokasi. Nilai prediksi erosi dan pendapatan usahatani digunakan sebagai indikator keberlanjutan usahatani (erosi nilai erosi yang dapat ditoleransikan/ETol dan pendapatan usahatani nilai kebutuhan hidup layak/KHL). Alternatif rekomendasi agroteknologi selanjutnya disimulasikan dengan program Powersim Versi 2.5d.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu terdiri atas 27 satuan lahan (SL), lahan tergolong kelas kemampuan III, IV, V, VI, dan VII. Didominasi oleh kelas kemampuan lahan IV (49,0%), diikuti kelas VI (33,6%), kelas III (9,4%), kelas V (6,1%) dan kelas VII (1,8%). Hasil prediksi erosi berkisar 19,29-198,87 ton/ha/tahun (rata-rata 70,21 ton/ha/th) dan nilai ETol berkisar 10,32-53,11 ton/ha/tahun (rata-rata 33,40 ton/ha/th), terdapat sekitar 22,8% lahan mempunyai nilai prediksi erosi < nilai ETol, dan 77,2% lahan mempunyai nilai prediksi erosi > nilai ETol. Kondisi lahan saat ini telah terjadi degradasi lahan dengan tingkat degradasi berat (21,2 %), tingkat degradasi sedang (69,2 %), dan tingkat degradasi ringan (9,6%).

Luas lahan garapan keluarga petani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu berkisar 0,17-2,50 ha dengan rata-rata 0,66 ha, jumlah anggota keluarga rata-rata 5 orang, dan nilai KHL sebesar Rp. 20.000.000,-/KK/th. Jenis pola tanam pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu didominasi jagung-tembakau (51,0%), cabe-tembakau (29,2%), serta sisanya 19,8% terdiri bawang daun-tembakau, bawang putih-tembakau, kubis-tembakau, bawang merah-tembakau, dan tomat-tembakau. Pendapatan usahatani tertinggi adalah pola tanam cabe-tembakau (Rp. 51.860.000,-/ha/th; R/C 2,41), diikuti tomat-tembakau (Rp. 50.505.000,-/ha/th; R/C 2,41), bawang merah-tembakau (Rp. 43.274.000,-/ha/th; R/C 2,42), bawang daun-tembakau (Rp. 42.607.000,-/ha/th; R/C 2,72), kubis-tembakau (Rp. 32.522.000,-/ha/th; R/C 2,42), jagung-tembakau (Rp. 31.010.000,-/ha/th dengan R/C 2,59), serta bawang putih-tembakau (Rp. 30.411.000,-/ha/th; R/C 2,20). Nilai pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas 0,66 ha untuk semua jenis pola tanam (Rp. 20.071.200,- - Rp. 34.063.200,-/KK/th) masih diatas nilai KHL (Rp. 20.000.000,-/KK/th). Nilai biaya ganti rugi kehilangan unsur hara akibat erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu yaitu sebesar Rp. 23.687.272.374,-/th atau rata-rata Rp. 3.201.608,-/ha/th.

(9)

Hasil kajian rekomendasi agroteknologi dapat diketahui bahwa UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dapat diwujudkan dengan penerapan agroteknologi yang mencakup : (a) pola tanam cabe-tembakau dengan teknologi konservasi RA-1 (teras bangku) pada kemiringan lereng 3-8%, dengan teknologi konservasi RA-2 (teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha) atau RA-4 (teras bangku + tumpangsari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha) pada kemiringan lereng 8-15%, dan dengan teknologi konservasi RA-5 (teras miring + rorak) pada kemiringan lereng 15-30%; dan (b) pola tanam jagung-tembakau dengan teknologi konservasi RA-5 (teras miring + rorak) pada kemiringan lereng 15-30%, dan dengan teknologi konservasi RA-6 (teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak) pada kemiringan lereng >30%.

(10)
(11)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan, memperbanyak sebagian atau seluruh

(12)
(13)

(Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah)

JAKA SUYANA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Penguji Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei

(Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta IPB)

: 2. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc

(Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah, Faperta IPB)

Tanggal Ujian Tertutup

: 2 Nopember 2011 Penguji Ujian Terbuka : 1. Dr. Fahmuddin Agus

(Peneliti Balai Penelitian Tanah) : 2. Dr. Ir. Sudrajat, MS

(Staf Pengajar Departemen Agronomi, Faperta IPB)

(15)

Nama Mahasiswa : Jaka Suyana Nomor Pokok : A262030021

Disetujui: Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc. K e t u a

Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi P., MS Anggota

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc Anggota

Diketahui : Ketua Program Studi

Pengelolaan DAS,

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(16)
(17)

Ucapan puji dan syukur panjatkan ke hadhirat Alloh Swt. atas segala limpahan

rahmat, petunjuk dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan

penelitian sampai tersusunnya penulisan disertasi dengan judul : “Pengembangan

Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu

(Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah)”.

Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terlaksana karena bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc selaku ketua komisi

pembimbing yang dengan konsisten telah memberikan bimbingan, arahan dan

masukan mulai dari menyusun proposal sampai penulisan disertasi; Prof. Dr. Ir.

Bunasor Sanim, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang ditengah

kesibukannya secara tulus memberikan masukan, arahan, dan bimbingan mulai dari

penyusunan proposal sampai penulisan disertasi; dan Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi

Purwanto, MS selaku anggota komisi pembimbing atas dorongan moral, bimbingan,

dan arahan mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Asep Sapei dan Dr. Ir.

Suria Darma Tarigan, MSc, masing-masing bertindak sebagai penguji luar komisi

pada ujian tertutup.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada :

1. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Ketua Program Studi Pengelolaan DAS SPs Institut Pertanian Bogor.

3. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Prof. Dr. Sitanala Arsyad, MSc, Prof. Dr. Hidayat Pawitan, MSc, serta Prof. Dr.

(18)

BPPS kepada penulis untuk mengikuti studi program doktor pada Program Studi

Pengelolaan DAS Sekolah Pasca Sarjana Institit Pertanian Bogor.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI atas

kerjasama dalam program penelitian KKP3T tahun anggaran 2009 dengan judul :

“ Ramuan Teknologi Konservasi Pada Usahatani Lahan Kering Terdegradasi Di

Sub-DAS Progo Hulu, DAS Progo”, sehingga lebih menyempurnakan penelitian

di dalam disertasi ini.

8. Staf Laboratorium Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian IPB, Staf Laboratorium

pada Badan Penelitian Tanah Bogor, serta Staf Laboratorium GIS dan

Laboratorium Ilmu Tanah pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Rekan-rekan mahasiswa S-3 Program Studi DAS SPs IPB khususnya angkatan

tahun 2003 atas saling memberi dorongan dan motivasinya.

Semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu

terselesaikannya penelitian dan penulisan disertasi ini. Semoga segala budi baik,

bantuan, perhatian, dan kerjasamanya yang telah diberikan mendapat balasan dari

Alloh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya penulis berharap,

semoga disertasi ini dapat sebagai rujukan maupun memberikan informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2012

(19)

Jawa Tengah sebagai anak ke-dua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak

Wiyono Sajito (almarhum) dan Ibu Hj. Sri Bingah. Pendidikan SD, SMP dan SMA

diselesaikan di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Pendidikan sarjana (S1)

ditempuh pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan lulus

tahun 1987. Pada tahun 1994 lulus pendidikan jenjang S2 (Magister Sains) pada

Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Program Pascasarjana IPB

Bogor. Pada tahun 2003 penulis diterima pada Program Doktor Sekolah

Pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(DAS), dengan bantuan beasiswa BPPS DIKTI.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), sejak tahun 1989 hingga

sekarang. Penulis menikah dengan Sri Mulyani Wisdiati, SE dan telah dikaruniai

seorang putri bernama Fitria Dewi Rosowulan.

Bogor, Januari 2012

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. v

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix

I. PENDAHULUAN ……….. 1

Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ………... 5

Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 6

Kerangka Pemikiran dan Landasan Teori ………. 7

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ……… 11

Kebaruan (Novelty) ………... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 13

Dampak Erosi Pada Peradapan Manusia ……….. 13

Erosi dan Biaya Erosi…..………... 17

Degradasi Lahan ……….…………..…..………….. 24

Kemampuan Lahan ………... 29

Usahatani Tembakau di Lahan Kering Kabupaten Temanggung ……. 32

Sistem Pertanian Berkelanjutan ……… 36

Perencanaan Sistem Pertanian Konservasi ………... 38

Simulasi Model Dinamis ... 41

Hasil-Hasil Penelitian Pada Usahatani Lahan Kering Berbasis Tembakau di Kabupaten Temanggung ………. 43

III. METODE PENELITIAN ……….. 47

Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 47

Bahan, Peralatan dan Jenis Data ... 47

Metode Penelitian ………... 47

A.Peta Satuan Lahan (Land Unit) dan Sifat-sifat Tanah ... 51

B.Analisis Kelas Kemampuan Lahan ……….………. 52

C.Prediksi Erosi dan Nilai Erosi Yang Dapat Ditoleransikan (ETol).. 53

1. Prediksi erosi dengan persamaan USLE ………..……… 53

2. Erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) ………...……... 55

D.Analisis Tingkat Degradasi Lahan ………..…………. 57

1. Analisis tingkat degradasi lahan ……… 57

2. Pengamatan produktivitas lahan ……… 59

(21)

E. Analisis Usahatani ……….………... 60

1. Karakteristik petani …..………. 60

2. Pendapatan usahatani ……… 60

3. Kelayakan usahatani ………. 62

4. Kebutuhan hidup layak ………. 62

5. Kebutuhan luas lahan minimal (Lm) ……… 63

F. Penilaian (Valuasi) Kerugian Ekonomi Akibat Erosi ...……...…... 64

G. Percobaan Petak Erosi Teknologi Konservasi Tanah dan Air Spesifik Lokasi ... 65

H. Simulasi Agroteknologi Pada Perencanaan Sistem Pertanian Konservasi ……….……. 67

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ….……… 71

Lokasi dan Luas ……… 71

Iklim ………. 72

Hidrologi ………... 73

Geologi ……….. 75

Kemiringan Lahan ……… 77

Jenis Tanah ………... 78

Penggunaan Lahan ……… 80

Demografi dan Pertanian ……….………. 81

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 83

Karakteristik Lahan Pada Usahatani Lahan Kering Berbasis Tembakau (UTLKBT) Di Sub-DAS Progo Hulu ……… 83

Satuan Lahan Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu …………. 83

Kelas Kemampuan Lahan Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu ………. 87

Evaluasi Erosi Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu ………... 92

Tingkat Degradasi Lahan Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu ………. 96

a. Tingkat degradasi lahan ………. 96

b. Sifat fisik dan kimia tanah berdasarkan tingkat degradasi lahan ……..……….………... 99

c. Kadar hara daun tembakau berdasarkan tingkat degradasi lahan …………...……….. 100

d. Produktivitas tembakau berdasarkan tingkat degradasi lahan… 103 Karakteristik Usahatani Pada Usahatani Lahan Kering Berbasis Tembakau (UTLKBT) Di Sub-DAS Progo Hulu … 106 Karakteristik Pola Tanam Pada UTLKBT Di Sub-DAS Progo Hulu ………. 106

(22)

Karakteristik Produksi Tanaman Pada UTLKBT Di Sub-DAS

Progo Hulu ……….. 112

Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani ... 114

Analisis Pendapatan dan Kebutuhan Hidup Layak ... 116

Analisis Keberlanjutan UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ... 118

Valuasi Kerugian Ekonomi Akibat Erosi Pada UTLKBT di

Sub-DAS Progo Hulu ... 122

Percobaan Teknologi KTA Spesifik Lokasi Pada UTLKBT Di

Sub-DAS Progo Hulu ……….. 123

a. Tindakan KTA yang telah dilakukan petani ……….. 123

b. Pengaruh teknologi KTA spesifik lokasi terhadap limpasan

permukaan dan erosi ……….. 124

Perencanaan Sistem Pertanian Konservasi Untuk Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau Di

Sub-DAS Progo Hulu ……….. 132

1. Dampak simulasi agroteknologi terhadap ketebalan tanah ………. 142

2. Dampak simulasi agroteknologi terhadap pendapatan petani ……. 146

Arahan Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan

Berbasis Tembakau Di Sub-DAS Progo Hulu ………. 154

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……… ……….. 159

Kesimpulan ………... 159

Saran ………... 160

DAFTAR PUSTAKA ……….. …… 161

LAMPIRAN ………. 171

GLOSSARY ……….. 265

(23)
(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Erosi yang terjadi pada berbagai teknik konservasi di lahan

usahatani berbasis tembakau ……….……… 44

2 Kadar unsur hara dalam tanah yang terangkut erosi pada berbagai

teknik konservasi di lahan usahatani berbasis tembakau ... 45

3 Jenis, sumber dan kegunaan data ... 49

4 Metode analisis tanah ... 51

5 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Sistem Klasifikasi USDA) ... 52

6 Parameter dan kriteria lahan terdegradasi ... 57

7 Kelompok batuan atau bahan induk tanah berdasarkan tingkat

ketahanannya terhadap proses degrdasi lahan ...

59

8 Bentuk wilayah, perbedaan tinggi dan kemiringan lereng ... 59

9 Temperatur udara (0C) di Stasiun Kledung ……… 73

10 Luas areal dan produksi beberapa jenis komoditas pertanian di Sub-

DAS Progo Hulu tahun 2007………..………. 82

11 Satuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di

Sub-DAS Progo Hulu ………. 85

12 Kelas kemampuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis

tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 87

13 Uraian sifat-sifat lahan dan evaluasi kesesuaian kelas kemampuan lahan dengan penggunaan lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo

Hulu... 90

14 Hasil perhitungan prediksi erosi dan nilai ETol pada setiap satuan lahan di di Sub-DAS Progo Hulu berdasarkan kelas kemiringan

lereng ... 93

15 Tingkat degradasi lahan pada usahatani lahan kering berbasis

tembakau di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ..……… 97

16 Nilai kisaran sifat-sifat kimia tanah berdasarkan tingkat degradasi

lahan ………..……. 98

17 Nilai kisaran sifat-sifat fisika tanah berdasarkan tingkat degradasi

lahan ………... 98

18 Rata-rata sifat kimia dan fisika tanah berdasarkan tingkat degradasi

lahan ……… 100

19 Kadar hara N, P, dan K pada daun tembakau berdasarkan tingkat

degradasi lahan …... ………... 101

20 Produksi daun tembakau kerosok kering dan batang tembakau

(25)

21 Sebaran luas lahan berbagai pola tanam pada UTLKBT di Sub-DAS

Progo Hulu berdasarkan satuan lahan, Tahun 2007/2008 ... 106

22 Sebaran waktu berbagai jenis pola tanam pada UTLKBT di

Sub-DAS Progo Hulu, Tahun 2007/2008 ... 107

23 Umur petani di lokasi penelitian ………. 110

24 Tingkat pendidikan petani di lokasi penelitian ………... 110

25 Luas penguasaan lahan petani di lokasi penelitian ………. 110

26 Pengalaman/lama sebagai petani di lokasi penelitian ………. 111

27 Jumlah anggota keluarga petani di lokasi penelitian ………... 111

28 Nilai rata-rata berbagai produksi tanaman dan harga pada UTLKBT

di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2007 dan tahun 2008 ... 112

29 Nilai rata-rata produksi dan harga berbagai pola tanam pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ... 113

30 Distribusi produksi, biaya, penerimaan, pendapatan dan kelayakan usahatani berdasarkan jenis tanaman per musim tanam pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ... 115

31 Distribusi biaya, penerimaan, pendapatan dan luas minimal lahan garapan berdasarkan jenis pola tanam per tahun pada UTLKBT di

Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ... 116

32 Pengaruh jenis pola tanam terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan, serta pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas

0,66 ha ... 117

33 Pengaruh pola tanam jagung-tembakau dan cabe-tembakau terhadap nilai pendapatan petani dan prediksi erosi berdasarkan kelas kemiringan lereng pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun

2008 ... 119

34 Nilai kehilangan hara dan biaya ganti rugi kehilangan hara akibat

erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ………… 122

35 Pengaruh perlakuan teknologi konservasi tanah spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi pada kemiringan 30%,

45%, dan 70% (April-September 2009) ……… 125

36 Pengaruh perlakuan teknologi konservasi tanah dan jenis teras

terhadap erosi (April-September 2009) ... 127

37 Pengaruh alternatif rekomendasi agroteknologi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu berdasarkan pola tanam dan kelas kemiringan

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kondisi lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di

Sub-DAS Progo Hulu ….……….. 3

2 Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ... 10

3 Mengukur biaya erosi tanah di lokasi (on-site)dengan

pendekatan biaya pengganti ... 24

4 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan

intensitas dan macam penggunaan lahan ... 31

5 Peta DAS Progo dan tutupan lahannya ... 48

6 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian ... 50

7 Diagram alir sub-model erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo

Hulu ………... 69

8 Diagram alir sub-model pendapatan pada UTLKBT di Sub-DAS

Progo Hulu ………. 69

9 Diagram sebab akibat (causal loop) perencanaan SPK pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ……….. 70

10 Peta lokasi penelitian ... 71

11 Variasi curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan di Sub-DAS

Progo Hulu berdasarkan data curah hujan di stasiun Kledung dari

tahun 1987-2001 ……… 72

12 Peta DAS di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 74

13 Peta geologi di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 75

14a Peta topografi di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 77

14b Peta kemiringan lereng di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 77

15 Peta jenis tanah di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 79

16a Peta citra satelit landsat ETM 7, Mei 2003 ... 80

16b Peta penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Progo Hulu ... 80

17 Peta usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS

Progo Hulu ... 83

18 Peta satuan lahan pada usahatani lahan kering berbasis tembakau

di Sub-DAS Progo Hulu ... 86

19 Peta kelas kemampuan lahan pada usahatani lahan kering

berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 89

20 Histogram prediksi erosi dan ETol pada usahatani lahan kering

berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 92

21 Peta tingkat degradasi lahan pada usahatani lahan kering berbasis

tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 97

22 Histogram kadar hara N, P, dan K pada daun tembakau ……….. 102

(27)

24 Sistem tanam pada “koakan” (lubang untuk pupuk dan untuk

tempat tanam) ... 109

25 Pengaruh pola tanam terhadap nilai prediksi erosi dan

pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas 0,66 ha

berdasarkan kelas kemiringan lereng ……… 120

26 Pengaruh teknologi konservasi terhadap limpasan permukaan dan erosi 126

27 Struktur simulasi agroteknologi pada usahatani lahan kering

berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 134

28 Pengaruh rekomendasi agroteknologi terhadap prediksi erosi dan

pendapatan usahatani pada kemiringan lereng 3-8% (a) dan

kemiringan lereng 8-15% (b) ………. 139

29 Pengaruh rekomendasi agroteknologi terhadap prediksi erosi dan

pendapatan usahatani pada kemiringan lereng 15-30% (a) dan

kemiringan lereng >30% (b) ……….. 140

30 Hasil simulasi rekomendasi agroteknologi pada pola tanam

jagung-tembakau terhadap ketebalan tanah pada kelas

kemiringan lereng 3-8% (a), kemiringan lereng 8-15% (b),

kemiringan lereng 15-30% (c), dan kemiringan lereng >30% (d) 142

31 Hasil simulasi rekomendasi agroteknologi pada pola tanam

cabe-tembakau terhadap ketebalan tanah pada kelas kemiringan lereng 3-8% (a), kemiringan lereng 8-15% (b), kemiringan lereng

15-30% (c), dan kemiringan lereng >15-30% (d)…...………. 144

32 Hasil simulasi rekomendasi agroteknologi pada pola tanam

jagung-tembakau terhadap pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas 0,66 ha pada kelas kemiringan lereng 3-8% (a), kemiringan lereng 8-15% (b), kemiringan lereng 15-30% (c), dan

kemiringan lereng >30% (d) ……….. 147

33 Hasil simulasi rekomendasi agroteknologi pada pola tanam

cabe-tembakau terhadap pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas 0,66 ha pada kelas kemiringan lereng 3-8% (a), kemiringan lereng 8-15% (b), kemiringan lereng 15-30% (c), dan

kemiringan lereng >30% (d) ……….. 150

34 Peta arahan penerapan agroteknologi pada usahatani lahan

kering berbasis tembakau berkelanjutan di Sub-DAS Progo Hulu 156

35 Peta arahan penerapan agroteknologi pada usahatani lahan

kering berbasis tembakau berkelanjutan dan penggunaan lahan di

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kriteria faktor penghambat/pembatas klasifikasi kemampuan lahan.. 171

2 Penilaian struktur tanah dan permeabilitas tanah ………... 174

3 Nilai faktor C dan CP ... 175

4 Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) ………. 176

5 Faktor kedalaman beberapa sub order tanah ……….. 177

6 Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman ………… 178

7 Petak erosi (plot erosi) pada percobaan ramuan teknologi konservasi

spesifik lokasi ………. 179

8 Data curah hujan rerata bulanan di daerah penelitian ………. 180

9 Sifat-sifat tanah pada usahatani lahan kering berbasis tembakau di

Sub-DAS Progo Hulu ………. 181

10 Hasil klasifikasi kelas kemampuan lahan pada usahatani lahan

kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ... 185

11 Faktor erosivitas hujan (nilai R) daerah penelitian ... 190

12 Perhitungan nilai erodibilitas tanah (nilai K) daerah penelitian ... 191

13 Perhitungan nilai LS daerah penelitian ………... 192

14 Perhitungan nilai CP daerah penelitian ... 193

15 Perhitungan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan (nilai ETol) 196

16 Hasil perhitungan prediksi erosi dan nilai ETol pada UTLKBT di

Sub- DAS Progo Hulu ... 197

17 Penilaian tingkat degradasi lahan pada usahatani lahan kering

berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ……...………... 198

18 Kondisi kenampakan lahan pada usahatani lahan kering berbasis

tembakau di Sub-DAS Progo Hulu berdasarkan tingkat degradasi

lahan ……… 201

19 Analisis ragam (Anova) beberapa variabel sifat kimia dan fisika

tanah berdasarkan tingkat degradasi lahan ….……… 203

20 Analisis sidik ragam (Anova) parameter kadar hara (N, P, dan K)

daun tembakau berdasarkan tingkat degradasi lahan ……….. 215

21 Analisis sidik ragam (Anova) beberapa parameter produktivitas

tanaman tembakau berdasarkan tingkat degradasi lahan ………….... 218

22 Harga pasar hasil tembakau dan beberapa jenis produksi tanaman

pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ……… 221

23 Beberapa contoh mutu tembakau rajangan temanggung pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ……… 222

24 Hasil analisis pendapatan usahatani selama setahun per hektar pada

(29)

25 Perhitungan nilai kebutuhan hidup layak pada UTLKBT di

Sub-DAS Progo Hulu tahun 2008 ... 228

26 Analisis ragam (Anova) pengaruh jenis pola tanam terhadap biaya

dan pendapatan usahatani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu.. 229

27 Pengaruh pola tanam (jagung-tembakau dan cabe-tembakau)

terhadap pendapatan usahatani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo

Hulu berdasarkan kemiringan lereng ……….. 233

28 Pengaruh pola tanam terhadap nilai prediksi erosi dan ETol

berdasarkan kemiringan lereng ... 234

29 Penghitungan biaya ganti unsur hara yang hilang akibat erosi pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ……… 235

30 Nilai kehilangan unsur hara akibat erosi pada UTLKBT di

Sub-DAS Progo Hulu ………. 240

31 Nilai biaya ganti rugi kehilangan unsur hara akibat erosi pada

UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu ………...……. 241

32 Jenis teknik konservasi tanah (teras batu dan teras bangku miring)

yang sudah dilakukan petani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu 242

33 Jumlah limpasan permukaan bulanan pada teras batu dan teras

bangku miring, serta pengaruh perlakuan teknik KTA terhadap

limpasan permukaan, koefisien limpasan, dan penurunan limpasan... 243

34 Jumlah erosi bulanan pada teras batu dan teras bangku miring, serta

pengaruh perlakuan teknik KTA terhadap erosi dan penurunan erosi 245

35 Hasil sidik ragam limpasan permukaan dan erosi dari perlakuan

teknologi konservasi tanah spesifik lokasi ………. 247

36 Hasil sidik ragam uji dua arah pengaruh teknologi konservasi tanah

dan kemiringan lereng terhadap nilai erosi ………. 253

37 Perlakuan mulsa batang tembakau dan rumput Setaria spacelata

pada percobaan plot erosi ... 254

38 Hasil analisis kadar hara pada batang tembakau dan bahan mulsa

sisa tanaman lainnya ... 255

39 Produksi rumput Setaria spacelata umur 5 bulan (April-Sept 2009)

dari percobaan plot erosi ... 256

40 Produksi koro merah dari percobaan plot erosi ... 257

41 Produksi daun tembakau dari percobaan plot erosi ... 258

42 Pernyataan (persamaan) matematik dari struktur model simulasi

agroteknologi ………..………… 259

43 Perhitungan biaya konservasi dan hasil ikutan dari rekomendasi

agroteknologi (teknologi KTA) ……….. 263

44 Hasil perhitungan nilai keuntungan dari pengurangan erosi akibat

(30)

Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai) mempunyai peranan yang semakin penting, terutama dalam upaya pemanfaatannya secara berkelanjutan. Kerusakan sumberdaya lahan terutama di bagian hulu DAS akan menurunkan produktivitas lahan, yang selanjutnya mempengaruhi fungsi produksi, fungsi ekologis, dan fungsi hidrologis DAS (World Bank 1993).

Degradasi lahan yang diakibatkan erosi di wilayah hulu suatu DAS akan berpengaruh buruk pada wilayah on-site maupun wilayah off-site. Pada wilayah

on-site yaitu berupa penurunan produktivitas lahan, penurunan pendapatan petani, dan terjadinya lahan kritis. Sedangkan pada wilayah off-site yaitu sedimentasi, polusi air, kekeringan, dan banjir. Dengan ataupun tanpa memperhatikan wilayah hilir (off-site), permasalahan degradasi lahan akan lebih dirasakan dan berdampak negatif di wilayah hulu (on-site). Menurut Holy (1980), keberhasilan pengelolaan sumberdaya lahan pada daerah hulu selain menguntungkan daerah tersebut juga akan dapat menyelamatkan daerah hilirnya, karena menurunnya sedimentasi, polusi air, resiko banjir dan kekeringan.

Fenomena kerusakan lahan terutama di daerah hulu DAS di Indonesia terus meningkat, hal ini dapat dilihat berdasarkan jumlah DAS prioritas yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 1984 terdapat 22 DAS super prioritas (Arsyad 2006); pada tahun 1999 terdapat 62 DAS prioritas I, 232 DAS prioritas II dan 178 DAS prioritas III (Ditjen RRL Dephut 1999); dan pada tahun 2004 jumlah DAS prioritas I meningkat menjadi 65 DAS (Ditjen Sumberdaya Air 2004).

(31)

landai, bergelombang, berbukit, agak curam, curam sampai sangat curam; kepadatan penduduk relatif tinggi dengan mata pencaharian pokok bertani tanaman tembakau, jagung, sayuran, dan padi sawah.

Di wilayah Sub-DAS Progo Hulu, sistem usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) memiliki nilai keunggulan komparatif dan telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sejak masa lalu secara turun temurun. Nilai keunggulan komparatif dan nilai strategis tanaman tembakau di wilayah Sub-DAS Progo hulu diantaranya, yaitu : (a) secara agroklimat sebagai komoditas yang dapat dibudidayakan pada musim kemarau (april-september), mempunyai nilai ekonomi tinggi dan laku dipasar; (b) tembakau rajangan yang dihasilkan mempunyai ciri spesifik aromatis berperan sebagai pemberi rasa dan aroma pada rokok kretek yang sulit dicari penggantinya, hampir semua pabrik rokok kretek membutuhkannya (Mukani & Isdijoso 2000); (c) menyumbang 70-80% total pendapatan petani (Balittas 1994, diacu dalam Rochman dan Suwarso 2000); (d) berkontribusi dalam pengembangan industri pedesaan (pembuatan rigen, keranjang, mesin perajang/gobang); (e) berkontribusi dalam pengembangan jasa transportasi untuk pengangkutan pupuk kandang (dibutuhkan sekitar 40.600 truk pengangkut pupuk kandang per tahun), saprodi, dan hasil panen; (f) terdapat sekitar 650 pedagang tembakau dalam tataniaga tembaku (pengolah hasil, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan perwakilan pabrik/”grader”) (Andrias

et al. 2003); (g) penyerapan tenaga kerja padat karya dari budidaya sampai pasca panen; (h) mendukung pengembangan roda perekonomian daerah dan pendapatan daerah, pada tahun 2002 kontribusi komoditas tembakau terhadap PDRB Kabupaten Temanggung sebesar Rp. 215.610.380.000,- atau 10,4% (Mamat 2006); (i) secara tidak langsung berfungsi sebagai kawasan “konservasi biotik/genetik” dari beberapa jenis kultivar tembakau lokal (seperti kemloko, gober dan sitieng) yang selama ini telah berkembang dan beradaptasi di lereng gunung Sumbing dan gunung Sindoro yang sering disebut sebagai tembakau ”srintil”.

(32)

lahan. Tekanan penduduk terhadap lahan mengakibatkan perlakuan ”over intensif” terhadap lahan kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (KTA), serta telah memanfaatkan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi dan kemampuannya terutama di lereng gunung Sumbing dan gunung Sindoro yang memiliki kemiringan lereng diatas 30% (Gambar 1). Akibat dari teknik budidaya yang kurang memperhatikan kaidah KTA, pada kemiringan agak curam-curam, dan curah hujan yang tinggi di wilayah ini telah menyebabkan terjadinya erosi yang parah dan degradasi lahan (Djajadi 2000; GGWRM-EU 2004).

Gambar 1 a. Kondisi lahan pada UTLKBT di lereng Gunung Sumbing

Gambar 1 b. Kondisi lahan pada UTLKBT di lereng Gunung Sindoro

Gambar 1. Kondisi lahan pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu

(33)

>30% (28,4%), dengan curah hujan yang tinggi (> 2.000 mm/tahun).

Degradasi lahan akibat erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu telah menyebabkan penurunan kesuburan tanah, penurunan produktivitas lahan, serta kerusakan lahan dan terjadinya lahan kritis. Penurunan kesuburan tanah ditandai dengan kebutuhan pupuk kandang dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Menurut Rachman et al. (1988) dosis pupuk kandang untuk tanaman tembakau semula cukup sekitar 22,5 ton/ha, dan pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 30 ton/ha (Djajadi 2000).

Penurunan produktivitas lahan ditunjukkan oleh tingkat produktivitas tembakau rajangan yang relatif rendah yaitu berkisar 0,28-0,52 ton/ha dengan rata-rata 0,429 ton/ha (Isdijoso & Mukani 2000), lebih rendah dibandingkan tembakau rajangan Madura yang mempunyai produktivitas berkisar 0,58-0,66 ton/ha (Hartono et al. 1991) dan jauh lebih rendah dibandingkan tembakau asepan Boyolali yang mempunyai produktivitas sekitar 1,2 ton/ha (Syukri 1991). Sedangkan kerusakan lahan ditandai dengan hilangnya lapisan top soil serta kenampakan adanya erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), dan bahan induk tanah, serta terjadinya lahan kritis seluas 3.029 ha (GGWRM-EU 2004).

Menurut Sinukaban (2003), terjadinya lahan kritis disebabkan oleh adanya proses degradasi lahan. Degradasi lahan merupakan suatu proses kemunduran kualitas lahan atau produktivitas lahan menjadi lebih rendah, baik bersifat sementara maupun permanen, sehingga pada akhirnya lahan tersebut berada pada tingkat kekritisan tertentu (Dent 1993).

(34)

menekan erosi atau mengendalikan degradasi lahan (erosi ≤ erosi yang dapat ditoleransikan), meningkatkan pendapatan petani (pendapatan ≥ nilai kebutuhan hidup layak) dengan menggunakan agroteknologi yang memadai serta bersifat site specifik (khas kondisi setempat) (Sinukaban 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu, yang meliputi : kajian kondisi eksisting UTLKBT tentang kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani, dan kajian pengaruh teknologi KTA spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi. Karakteristik kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani, serta teknologi KTA spesifik lokasi tersebut sangat diperlukan dalam merumuskan perencanaan SPK yang komprehensif untuk pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah).

Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang menjadi pokok perhatian dan pendekatan dalam penelitian ini adalah :

1. Sistem usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu selama ini telah memberikan kesejahteraan kepada petani secara turun temurun, disamping itu juga telah menyebabkan terjadinya pemanfaatan lahan secara ”over intensif” kurang memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air. Erosi tanah pada kawasan UTLKBT sudah berlangsung cukup lama dan disinyalir telah menyebabkan terjadinya degradasi lahan, ditandai dengan hilangnya lapisan tanah bagian atas (top soil) yang subur, menurunnya kesuburan tanah dan produktivitas lahan, serta menyebabkan usahatani menjadi semakin tidak efisien karena input usahatani terutama pupuk yang semakin meningkat.

(35)

tersebut akan menjadi tambah rusak, dan akhirnya menjadi lahan kritis (lahan tidak produktif) yang selanjutnya berdampak pada pemiskinan petani. SPK merupakan solusi tepat untuk mengatasi permasalahan degradasi lahan dan upaya pengembangan sistem usahatani lahan kering (UTLK) berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. Untuk itu diperlukan kajian pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu, dengan memperhatikan kondisi biofisik lahan dan kondisi sosial ekonomi petani.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi eksisting usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu, dari aspek biofisik lahan dan sosial ekonomi (karakteristik usahatani)?

2. Bagaimana teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi yang sesuai dan memadai?

3. Bagaimana merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewujudkan sistem UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian :

1. Mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu.

2. Mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi.

(36)

1. Memberikan gambaran kondisi eksisting usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi petani, pemerintah daerah, dan peneliti di dalam pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu.

3. Sebagai data dasar (benchmark data) untuk penelitian selanjutnya di bidang konservasi tanah dan air, serta bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam merumuskan sistem usahatani lahan kering berkelanjutan.

Kerangka Pemikiran dan Landasan Teori

Usahatani lahan kering berbasis tembakau merupakan sistem usahatani lahan kering dimana tanaman tembakau sebagai komoditas unggulan sehingga petani lebih memilih menanam tembakau dibandingkan komoditas lain. Tanaman tembakau ditanam petani pada musim kemarau (april-september), sedangkan tanaman jagung dan sayuran (cabe, bawang daun, bawang putih, kubis, bawang merah, tomat, dan lainnya) ditanam petani pada musim penghujan (oktober-maret). Permasalahan utama pada usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT) di Sub-DAS Progo Hulu adalah kemunduran daya dukung lahan (degradasi lahan) akibat erosi yang parah dan telah berlangsung selama ini (Djajadi 2000; GGWRM-EU 2004).

(37)

erosion), erosi parit (gully erosion), dan bahan induk tanah, serta terjadinya lahan kritis seluas 3.029 ha (GGWRM-EU 2004).

Perencanaan Sistem Pertanian Konservasi (SPK) merupakan solusi tepat untuk mengatasi permasalah degradasi lahan dan upaya pengembangan UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dalam kerangka pengelolaan DAS yang lestari. Perencanaan SPK bertujuan untuk mewujudkan sistem usahatani yang berkelanjutan, yang merupakan salah satu pendekatan atau implementasi dari pembangunan berkelanjutan (upaya mensinkronkan dan memberi bobot yang sama terhadap tiga aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya).

Menurut Sinukaban (2007), Sistem Pertanian Konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan tindakan/teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi, sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas waktu (sustainable). SPK merupakan sistem pertanian yang khas kondisi setempat (site specifik), dengan demikian maka pemilihan tindakan konservasi tanah, sistem pertanian dan pengelolaannya, serta agroteknologi yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan keadaan setempat.

(38)

berkaitan dengan petani. Kondisi biofisik dan sosial ekonomi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan SPK untuk pengembangan sistem usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu, sedangkan faktor luar (eksternal) merupakan pendukung implementasi perencanaan tersebut. Oleh karena itu SPK nantinya dapat diterapkan secara optimal sesuai konsep sistem pertanian berkelanjutan, yaitu pemilihan alternatif agroteknologi dan komoditi dapat mengurangi erosi ≤ nilai ETol, dapat menjamin pendapatan yang cukup tinggi (pendapatan petani ≥ nilai

kebutuhan hidup layak), serta dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan

(replicable) oleh petani.

(39)

Gambar 2. Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian

Indikator

Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu Usahatani Lahan Kering Berbasis Tembakau

di Sub-DAS Progo Hulu

Penurunan Kualitas Biofisik (Lahan kritis, Kesuburan tanah menurun, Produktivitas menurun)

Karakteristik Sosial-Ekonomi Petani :

• Karakteristik petani & usahatani

(40)

Penelitian yang dilakukan adalah pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu. Penelitian ini difokuskan pada kawasan lahan kering di Sub-DAS Progo Hulu yang digunakan untuk usahatani berbasis tembakau, jadi tidak termasuk lahan sawah, kebun campuran, dan hutan. Adapun ruang lingkup penelitian meliputi :

1. Lokasi penelitian adalah kawasan usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun (lahan tegalan). Usahatani berbasis tembakau merupakan sistem usahatani dimana tanaman tembakau sebagai komoditas unggulan (utama) sehingga petani lebih memilih menanam tembakau dibandingkan komoditas lain.

2. Penelitian kondisi eksisting usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu, meliputi kondisi biofisik lahan (kelas kemampuan lahan, prediksi erosi dan ETol, tingkat degradasi lahan) dan karakteristik usahatani (jenis pola tanam, karakteristik petani, analisis usahatani dan kelayakan usahatani).

3. Penelitian valuasi kerugian ekonomi akibat erosi difokuskan pada ”on site” (lokasi kejadian erosi).

4. Penelitian pengaruh teknologi KTA spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi dilakukan pada ”teras batu” (teras bangku yang diperkuat dengan batu) dan teras bangku miring, dengan pemberian mulsa sisa tanaman berupa batang tembakau sisa panen dan rumput Setaria spacelata sebagai penguat teras.

5. Pengembangan usahatani lahan kering berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu diwujudkan dengan perencanaan sistem pertanian konservasi (SPK) yang dilakukan dengan pendekatan secara komprehensif (mengintegrasikan aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi) dan teknologi KTA bersifat ”site specific” (khas kondisi setempat).

(41)

sinergis untuk mencapai produktivitas dan pendapatan yang cukup tinggi secara terus menerus (umur guna 250 tahun), sumberdaya alam (lahan, air dan genetik tanaman) terpelihara atau tidak terdegradasi, serta sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.

Kebaruan (Novelty)

(42)

Masalah erosi dan dampak yang ditimbulkannya telah dialami manusia sejak manusia mulai bertani, menurut publikasi modern bangsa yang mendiami Mesopotamia sekitar 7000 tahun yang lalu telah mengalami dampak dari erosi dan sedimentasi tersebut (Stallings 1957).

Sepanjang yang diketahui, peradaban barat timbul di Near East. Kebudayaan itu berkembang terus berabad-abad bergerak kearah timur ke China dan kearah barat terus ke Eropa, dan melintasi lautan Atlantik ke Amerika. Kita selalu diingatkan dari dosa kita untuk rakyat Sumerian dari Mesopotamia, pada lebih dari 6000 tahun yang lalu (silam). Perjuangan manusia dengan erosi tanah adalah setua pertanian itu sendiri. Itu dimulai ketika pengembaraan suku-suku purbakala, mungkin di gunung Zagros yang memisahkan Persia dan Mesopotania (Stallings 1957). Pada awalnya sulit merusak keseimbangan alam diantara tanaman penutup dan kekuatan penyebab erosi angin dan air. Semakin manusia menjadi beradab, permintaan manusia pada lahan untuk tambahan pangan dan pakaian bertambah. Dia berubah dari kawanan pengembara (nomadic) menjadi suatu cara budidaya pertanian tertentu dan memulai mengolah tanah. Meningkatnya penggunaan lahan kemudian lebih lanjut merusak tanaman penutup dan menjadikan tanah lebih tidak terlindungi dari kekuatan penyebab erosi.

Erosi merupakan persoalan klasik dalam ilmu konservasi tanah dan air. Walaupun erosi merupakan proses alami oleh air dan angin, tetapi aktivitas manusia dalam penggunaan lahan menjadi penyebab utama percepatan erosi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi terjadi di dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan pada tempat tanah yang terangkut diendapkan.

(43)

jalan dan bangunan lainnya; (3) hilangnya mata air dan memburuknya kualitas air; (4) kerusakan ekosistem perairan; (5) kehilangan nyawa dan harta akibat banjir; (6) meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan; (7) kerugian akibat memendeknya umur waduk; dan (8) meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir.

Pengelolaan tanah yang salah oleh manusia akan menimbulkan erosi sehingga tanah tidak dapat melakukan fungsinya sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, dan media perlindungan lingkungan hidup. Erosi sangat erat kaitannya dengan ketersediaan air terutama ketersediaan air untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Oleh karena itu secara tidak langsung erosi akan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman pertanian (Pimentel et al. 1995). Kehilangan produksi pertanian yang disebabkan oleh erosi pada akhirnya akan mengancam ketersediaan pangan dunia. Di beberapa tempat, kehilangan tanah akibat erosi merupakan penyebab utama terjadinya krisis pangan dan kekurangan gizi (malnutrition) (World Resources Institute 1992).

Membicarakan erosi tidak hanya sebatas pada pembicaraan masalah kehilangan tanah, tetapi secara luas mencakup berbagai aspek kehidupan dan bahkan secara global dapat mengancam stabilitas dunia. Beberapa negara di dunia melaporkan bahwa erosi secara signifikan dapat menurunkan produktivitas pertanian, meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan biaya pengganti kehilangan unsur hara serta biaya pengganti fungsi-fungsi lainnya, sehingga diperlukan biaya yang tinggi untuk menangani dampak yang ditimbulkannya.

Erosi akan menimbulkan dampak bukan saja kehilangan lapisan atas tanah yang subur yang mengakibatkan penurunan produktivitas, tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya kemiskinan manusia. Masalah erosi dan pengaruhnya terhadap perkembangan peradaban berbagai bangsa, seperti antara lain runtuhnya peradapan Mesopotamia yang legendaris itu telah dipaparkan secara panjang lebar oleh Stallings (1957).

(44)

pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah. Ancaman erosi yang tertinggi terjadi di daerah tropika basah yang telah terganggu vegetasinya dan di daerah agak kering, jika dibandingkan dengan erosi di daerah kering dan daerah tropika basah yang belum terganggu vegetasinya (Arsyad 2006).

Asia secara keseluruhan memiliki laju erosi tertinggi dibandingkan dengan benua-benua lainnya, yaitu sebesar rata-rata 166 ton/km2/tahun (El-Swaify, Arsyad dan Krisnarajah 1983). Sebagai perbandingan di Australia besarnya erosi rata-rata adalah yang terendah yaitu sebesar 32 ton/km2/tahun (0,32 ton/ha/tahun) atau seperlima erosi di Asia.

Secara kasar ditaksir sekitar 39 % lahan di India (129 juta hektar) dalam tahun 1980 telah mengalami berbagai bentuk kerusakan dan seluas 74 juta hektar dari padanya telah mengalami erosi yang gawat (Brown and Flavin 1988, diacu dalam Arsyad 2006). Empat belas (14) propinsi di Philipina diperkirakan telah mengalami erosi gawat pada 50 – 80% luas lahannya. Pada 30 propinsi lainnya erosi gawat telah melanda sekitar 4,5 – 48% dari keseluruhan lahan. Penebangan hutan untuk diambil kayunya atau pembukaan tanah-tanah pertanian baru di bukit-bukit dan gunung-gunung telah merupakan penyebab terjadinya erosi dan sedimentasi yang luar biasa di Indochina, Indonesia, Malaysia, dan Philipina. Ditaksir sekitar 25 juta ton tanah hilang setiap tahun dari Sri Langka. Nepal sebanding dengan Haiti (di Carribia) dalam menunjukkan kerusakan lahan yang ekstrim di daerah-daerah pegunungan, tekanan penduduk mendorong petani ke arah lahan-lahan perbukitan dan pegunungan yang lebih mudah tererosi.

Australia memiliki perbedaan-perbedaan masalah erosi yang impresif pada berbagai zone iklimnya, erosi yang hebat umumnya terjadi dibagian Queesland dan meliputi sekitar 25% Territorial Utara terutama daerah beriklim barat di Darwin dan daerah Teluk. Erosi gawat juga telah dilaporkan pada banyak pulau di Pasifik termasuk Fiji, Hawaii dan kepulauan Cook (El-Swaify et al. 1983, diacu dalam Arsyad 2006).

(45)

sekitar 3,1 milyar ton lapisan atas tanah tererosi oleh angin dan air setiap tahunnya, dua milyar ton dari jumlah tersebut dianggap telah melebihi tingkat erosi yang masih dapat dibiarkan. Secara umum untuk setiap ton bijian yang dihasilkan, petani Amerika kehilangan enam ton tanah lapisan atas oleh erosi (Brown & Wolf 1988, diacu dalam Arsyad 2006). Untuk mengatasi ancaman erosi tersebut Pemerintah Amerika Serikat, mulai tahun 1986 mengeluarkan dana melalui Program Conservation Reserve yang tercantum dalam Food Security Act 1985, melalui dua cara yaitu : (a) untuk tanah pertanian yang sangat mudah tererosi petani dibayar rata-rata 48 dollar Amerika untuk setiap acre (0,4 hektar) lahannya agar tidak ditanami dengan tanaman semusim tetapi ditanami rumput atau hutan, dan (b) penerapan cara-cara (metoda) konservasi tanah pada tanah yang tidak begitu mudah tererosi. Untuk kedua program tersebut pemerintah Amerika Serikat dalam tahun 1986 mengeluarkan sebesar 1,4 milyar dollar yang terdiri atas 0,4 milyar untuk membayar petani dan satu milyar dollar untuk menerapkan metoda konservasi. Dalam tahun 2000 diperkirakan Pemerintah Amerika Serikat harus mengeluarkan sekitar 3 milyar dollar untuk program tersebut (Arsyad 2006).

(46)

Arsyad 2006). LIPI-NAS Workshop (1968, diacu dalam Arsyad 2006) menaksir di Jawa terdapat antara 1- 1,5 juta hektar tanah yang menderita rusak berat oleh erosi. Harris Suranggadjiwa (1975, diacu dalam Arsyad 2006) melaporkan perkiraan luas tanah kritis di Indonesia meliputi sekitar 25-30 juta hektar, dan diperkirakan meluas dengan 1-2% per tahun. Erosi yang gawat tidak saja terjadi di pulau Jawa yang telah padat penduduknya, tetapi juga telah melanda berbagai bagian dari pulau besar lainnya di Indonesia (Arsyad 2006).

Luas lahan kritis di Indonesia menurut Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (1993), mencapai 18,3 juta ha yang diantaranya sekitar 59% termasuk semi kritis dan kritis. Sedangkan menurut Dirjen RLPS, Departemen Kehutanan luas lahan kritis di Indonesia telah mencapai lebih dari 35 juta ha, dimana luas lahan yang kritis dan sangat kritis sudah mencapai lebih dari 5 juta ha dan luas lahan agak kritis dan potensial kritis sudah mencapai lebih dari 30 juta ha (Sinukaban 2003).

Disamping itu, kerusakan DAS di Indonesia makin lama semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas sekitar 9,69 juta hektar, pada tahun 1994 meningkat menjadi 39 DAS kritis dengan luas sekitar 12,52 juta hektar (Ditjen RRL 1999), pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 42 DAS kritis dengan luas sekitar 23,71 juta hektar, dan meningkat lagi pada tahun 2004 menjadi 65 DAS kritis (Ditjen Sumberdaya Air 2004).

Erosi dan Biaya Erosi

(47)

Hudson (1976) dan Beasley (1972) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisika yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikan partikel tanah (splash), menyebabkan olakan (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah.

Pawitan (1990) mengemukakan bahwa erosi merupakan rangkaian dua proses yang berbeda, yaitu (1) proses penghancuran tanah asli atau penghancuran kembali dari lapisan terdeposisi, dan (2) pengangkutan tanah asli yang hancur atau pengangkutan kembali sedimen oleh air. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachman (2005), bahwa proses erosi terjadi melalui dua proses yang saling interaktif yaitu proses penghancuran (detachment) partikel tanah dan proses pengangkutan (transport) partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat curah hujan (rainfall) dan aliran permukaan (runoff). Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas.

Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses, yaitu: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh curah hujan; (3) penghancuran oleh aliran permukaan; dan (4) pengangkutan oleh aliran permukaan (Walling 1982). Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi), maka seluruh partikel-partikel yang terdeposit akibat curah hujan akan terdeposit di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel yang terdeposit tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawahnya.

(48)

proses pengangkutan oleh curah hujan dan aliran permukaan.

Selanjutnya Arsyad (2006) menjelaskan bahwa di daerah beriklim tropika basah, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi jatuh butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan

(pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan (Th); dan (2) penghancuran

struktur tanah (Dl) diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut (Tl) oleh air

yang mengalir di permukaan tanah.

Banyak faktor yang mempengaruhi laju erosi tanah. Morgan (1979) mengemukakan bahwa terjadinya erosi tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : curah hujan, limpasan permukaan (aliran permukaan), angin, jenis tanah, lereng, penutup tanah, jumlah penduduk, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah lainnya. Sedangkan oleh Arsyad (2006) disimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah yang dituliskan dalam persamaan diskriptif berikut :

E = f (i, r, v, t, m)

Dimana E adalah erosi, merupakan fungsi dari faktor iklim (i), relief atau topografi (r), tanah (t), vegetasi (v), dan manusia (m).

Iklim. Unsur iklim yang berpengaruh terhadap proses erosi adalah

presipitasi, suhu, dan angin (Bennet 1955). Presipitasi merupakan unsur terpenting, khususnya hujan, lebih-lebih di daerah tropika basah seperti di Indonesia. Sifat-sifat hujan yang menentukan besarnya erosi dan limpasan permukaan adalah intensitas, jumlah, dan distribusi hujan (Baver 1959). Suhu udara mempengaruhi limpasan permukaan dengan mengubah kandungan air tanah yang menyebabkan perubahan kapasitas infiltrasi, sedangkan angin menentukan kecepatan dan arah jauh butir hujan (Schwab et al. 1981).

(49)

Keganasan hujan dalam menimbulkan atau menyebabkan terjadinya erosi ini disebut erosivitas hujan (Hudson 1976).

Curah hujan mempengaruhi erosi dengan dua cara. Pertama, pukulan butir hujan terhadap tanah akan menghancurkan agregat tanah menjadi butir-butir lepas; dan kedua yaitu jumlah dan lamanya hujan akan menimbulkan limpasan permukaan yang merupakan agen pengangkut dalam proses erosi (Wischmeier & Smith 1978).

Tanah. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi meliputi : (1)

sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air; dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah dari dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan dan limpasan permukaan (Arsyad 2006). Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap infiltrasi dan permeabilitas meliputi : tekstur, struktur, bahan organik, kadar air, crusting, bulk density, pelapisan tanah, distribusi dan bentuk pori, agregat, dan jenis mineral liat. Sedangkan ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik.

Kepekaan tanah terhadap erosi berbeda-beda dan ditentukan oleh interaksi sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat-sifat fisik tanah terpenting yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah kapasitas infiltrasi dan daya tahan tanah terhadap dispersi (Hudson 1976). Sifat-sifat tanah yang lain yang juga berpengaruh terhadap erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan bawah dan tingkat kesuburan tanah. Tekstur dan struktur tanah mempengaruhi laju peresapan, permeabilitas, dan kapasitas menahan air dari tanah. Sedangkan kandungan bahan organik berpengaruh terhadap stabilitas struktur tanah (Arsyad 2006).

(50)

terhadap tingkat erosi. Unsur topografi meliputi : kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng (Arsyad 2006).

Morgan (1979) menyatakan bahwa faktor topografi yang paling berperan terhadap erosi tanah adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Erosi meningkat dengan meningkatnya kemiringan lereng, hal ini karena dengan kemiringan yang besar akan memperbesar laju limpasan permukaan dan berakibat kapasitas penggerusan dan pengangkutan meningkat (Kohnke & Bertrand 1959). Kemiringan lereng dan panjang lereng juga berpengaruh terhadap jumlah tanah yang dipindahkan oleh percikan butir-butir hujan, serta jumlah air yang masuk ke dalam permukaan tanah (infiltrasi) dan yang mengalir sebagai limpasan permukaan (Jansson 1982).

Vegetasi. Vegetasi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

besarnya erosi, yang sekaligus mudah dirubah oleh manusia. Pada suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad 2006). Keefektifan vegetasi dalam menekan limpasan permukaan dan erosi dipengaruhi oleh tinggi tajuk, luas tajuk, kerapatan vegetasi, dan kerapatan perakaran (Morgan 1979).

Arsyad (2006) menyatakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap limpasan permukaan dan erosi dibagi dalam empat bagian, yaitu : (1) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (2) mengurangi kecepatan limpasan permukaan dan kekuatan perusak air, (3) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang.

Manusia. Manusia adalah kunci penentu untuk terjadinya erosi, terutama

(51)

Erosi tanah mempunyai dua dampak yaitu erosi tanah on-site dan erosi tanah off-site di daerah hilir akibat terbawa oleh aliran permukaan. Dampak erosi tanah di lokasi yang terpenting adalah berkurangnya kesuburan tanah akibat hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah, berkurangnya kedalaman lapisan tanah atas (topsoil), dan menurunnya kapasitas tanah untuk menahan air yang selanjutnya juga akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang terkena erosi. Sedangkan dampak erosi tanah di luar lokasi adalah merupakan nilai sekarang dari manfaat ekonomi yang hilang akibat erosi lahan lahan pertanian. Dampak ini bersifat spesifik untuk suatu lokasi dan bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain (Barbier 1995). Midmore et al. (1996) menyatakan bahwa biaya lingkungan di luar lokasi yaitu rusaknya infrastruktur berupa sedimentasi pada saluran irigasi dan Pembangkit Tenaga Listrik di situ/reservoar, yang ditimbulkan oleh praktek-praktek usahatani sayur mayur di dataran tinggi Cameron, Malaysia sebesar M$ 2 juta per tahun atau 4 % lebih rendah dari total nilai kotor produksi sayuran di dataran tinggi Cameron, Malaysia.

Erosi tanah menyebabkan hilangnya pendapatan sekarang petani dan akan menyebabkan bertambah tingginya resiko yang akan dialami petani khususnya petani marginal (Barbier 1995). Dampak erosi tanah pada penurunan produktivitas lebih besar terjadi di daerah yang beriklim tropis daripada di daerah beriklim sedang karena daerah tropis mempunyai tanah yang relatif rentan dan iklim yang ekstrim (Lal 1990). Pada daerah berkembang, biaya degradasi lahan akan 15% lebih tinggi dari produk nasional kotornya (Barbier & Bishop 1995).

Pendekatan yang umum digunakan untuk menghitung biaya erosi tanah di lokasi (on site), menurut Barbier (1995) antara lain adalah pendekatan perubahan produktivitas (Productivity Change Approach) dan pendekatan biaya pengganti (replacement cost apporach)

(52)

menunjukkan adanya penurunan produktivitas tahunan sebesar 1% yang setara dengan Rp. 2.686 per hektar.

Fransisco (1998) menggunakan analisis regresi untuk mengukur hubungan antara hasil panen dengan tingkat erosi tanah di Filipina. Hasil analisis pada sistem pertanaman lorong dengan input rendah menunjukkan hasil panen jagung menurun seiring dengan naiknya tingkat erosi tanah.

Metode pendugaan biaya erosi tanah di lahan usahatani dengan pendekatan biaya pengganti (the Replacement Cost Approach) diilustrasikan dalam Gambar 3. Pendekatan biaya pengganti adalah mengukur unsur hara tanah yang hilang melalui erosi dan menghitung nilai unsur hara tanah yang hilang tersebut yang ekuivalen dalam penggunaan pupuk. Dalam metode pendekatan biaya pengganti, semua pengeluaran untuk keperluan pengganti sumberdaya lingkungan, jasa atau aset yang hilang diidentifikasi. Biaya pengganti aset produktivitas, kerusakan akibat kualitas lingkungan yang rendah atau akibat praktek pengelolaan pertanian yang salah dapat dianggap sebagai suatu pendekatan manfaat dari program perlindungan atau perbaikan aset lingkungan (Hufschmidt et al. 1996). Metode ini kadang-kadang juga dipakai dalam metode penilaian sumberdaya yang berhubungan dengan perkiraan biaya pengganti relatif.

Melalui pendekatan biaya pengganti untuk menghitung biaya erosi tanah

on-site, kesuburan tanah diperlakukan sebagai input dalam produksi tanaman. Tanah diasumsikan akan digunakan secara optimal oleh petani. Karena itu, kontribusi unsur hara tanah terhadap produksi (seperti nilai marginal produk dari produksi tanaman) sama dengan atau setara dengan harga unsur hara tanah (Gambar 3). Akibat erosi, total unsur hara tanah yang digunakan , X1, lebih besar

Gambar

Gambar 2.  Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian
Gambar  4.    Skema  hubungan  antara  kelas  kemampuan  lahan  dengan     intensitas  dan  macam  penggunaan  lahan  (Klingebiel  dan  Montgomery 1973, diacu dalam Arsyad 2006)
Tabel 7.  Kelompok batuan atau bahan induk tanah berdasarkan tingkat                 ketahanannya terhadap proses degrdasi lahan
Gambar  8.  Diagram alir sub-model pendapatan pada UTLKBT  di Sub-DAS                       Progo Hulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode: Kerangka pikiran dari laporan ini adalah dengan melakukan identifikasi terhadap sumber bahaya yang ada pada unit Pengerjaan Plat (PPL), lalu memberikan penialaian

Hasil evaluasi dari uji coba terhadap aplikasi yang telah dilakukan membuktikan bahwa aplikasi telah berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya masing-masing dan telah

The ignition temperature of pulverized coal will reduce with pulverized coal fineness thinning; this is because the small pulverized coal particle size can increase

Misalnya jumlah gen dalam sebuah kromosom ada 10, maka nilai nilai fitness yang diinginkan adalah 9*10 = 90, hal ini berarti semua dosen bisa hadir dengan pasti pada setiap

[r]

Watermarking sebagai suatu teknik penyembunyian data pada data digital lain dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, seperti : Tamper-proofing , watermarking digunakan

Ucapan terimakasih ini, secara khusus, kami sampaikan pada Bapak Sri Gunawan, DBA sebagai Ketua FMI Pusat dan delapan Perguruan Tinggi di Jakarta yang menjadi panitia pada

Data-data dan hasil perhitungan alinyemen horisontal yang telah dihitung sebelumnya dengan menggunakan metode AASHTO (American Association of State Highway and