• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENUNASAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI SUNGAI BAHAUR ESTATE,

PT WINDU NABATINDO ABADI, KALIMANTAN TENGAH

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

ABSTRAK

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI. Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI.

Magang ini dilakukan di Divisi 3 Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Windu Nabatindo Abadi, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dari bulan Februari hingga Juni 2013. Penulis berstatus sebagai karyawan harian lepas selama satu bulan, sebagai pendamping mandor selama satu bulan dan sebagai pendamping asisten divisi selama dua bulan. Kegiatan ini bertujuan memperluas pengetahuan dan keterampilan penulis tentang aspek teknis dan manajerial di perkebunan kelapa sawit terutama dalam kegiatan penunasan. Pengamatan yang dilakukan meliputi sistem penunasan, teknik penunasan, jumlah pelepah yang dipertahankan, jumlah bunga jantan, bunga betina dan tandan buah per tanaman. Sistem penunasan yang diterapkan yaitu penunasan korektif. Teknik penunasan yang diterapkan belum sepenuhnya mengacu pada standar operasional prosedur perusahaan disebabkan kurang disiplinnya pemanen serta terdapat variasi songgo didalam satu blok. Secara umum, kegiatan penunasan atau pengaturan jumlah pelepah di SBHE sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kendala diantaranya: kekurangan tenaga tunas/pemanen, ketidakmerataan pembagian hanca dan besaran upah.

Kata kunci: kelapa sawit, pengaturan jumlah pelepah, penunasan

ABSTRACT

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI. Pruning Management of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) at Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Central Borneo. Supervised by AHMAD JUNAEDI.

The apprentice was conducted at Division 3 of Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Windu Nabatindo Abadi, Kotawaringin Timur, in Central Borneo Province from February untill June 2013. The assignment composed as field worker for one month, as accompanied foreman for one month and as accompanied of division’s assistant for two months. This apprentice was aimed to extend the knowledge and skill about technical and managerial aspects of oil palm plantation especially in canopy management. The specific observation was conducted on canopy management technique, sum of standed midrib, male and female infloresence and fruit bunch. Management canopy system was applied by corective pruning. The pruning system still was not done as well as standard operasional procedure, that caused by improper work of harvester and less uniformity of planting year in one block. Generally, pruning or canopy management at SBHE have been performed well enough, however there were need some improvement for overcoming less worker number, variation of working area and incentives system.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

MANAJEMEN PENUNASAN KELAPA SAWIT

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI SUNGAI BAHAUR ESTATE,

PT WINDU NABATINDO ABADI, KALIMANTAN TENGAH

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi,

Kalimantan Tengah

Nama : Habib Aulia Rahman Elgani NIM : A24090120

Disetujui oleh

Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga magang dan penyusunan skripsi yang berjudul Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah berhasil diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis khususnya mengucapkan terima kasih pada:

1. Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan, petunjuk dan nasihat selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi.

2. Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc dan Dr Ir Hariyadi, MS sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran, masukan, dan kritik di dalam penyempurnaan skripsi.

3. Dr. Dwi Guntoro, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi.

4. Bapak Muhammad Yusuf Hanafiah selaku asisten divisi 3 dan sebagai pembimbing lapang selama kegiatan magang berlangsung.

5. Bapak Darlin Bin Darwis selaku Estate Manager, Bapak Mukransyah sebagai Mandor 1 dan segenap supervisi kebun divisi 3.

6. Saut Mangasih Hutabarat, Dian Pratiwi, Aslina Putri Nunyai, Fitriyani Noor Medina dan Anisa sebagai teman seperjuangan se lokasi magang. 7. Sri Syawaliyah yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayangnya

terhadap penulis selama menjalani magang.

8. Orang tua serta kakak dan adik atas do’a, kasih sayang, perhatian, nasehat dan kepercayaannya terhadap penulis.

9. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura ’46 yang telah memberikan dukungannya.

10.Seluruh keluarga besar Sungai Bahaur Estate dan PT Bumitama Gunajaya Agro, Kalimantan Tengah.

Semoga Allah SWT meridhoi amal saleh dan memberikan imbalan yang setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Ekofisiologi Kelapa Sawit 2

Penunasan Pelepah Kelapa Sawit 2

Teknik Penunasan Kelapa Sawit 3

METODE MAGANG 3

Tempat dan Waktu 3

Metode Pelaksanaan 3

Pengamatan dan Pengumpulan Data 4

Analisis Data dan Informasi 5

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG 5

Letak Geografis dan Administratif 5

Keadaan Iklim dan Tanah 6

Luas Hak Guna Usaha dan Tata Guna Lahan 6

Keadaan Tanaman dan Produksi 6

Fasilitas Kebun 8

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 8

PELAKSANAAN MAGANG 10

Pelaksanaan Teknis 10

Aspek Manajerial 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Sistem Penunasan 27

Jumlah Pelepah yang Dipertahankan 28

Teknik Penunasan 29

Persentase Under Pruning dan Over Pruning 31

Kondisi Seks Rasio dan Jumlah Tandan Buah pada Berbagai Jumlah Pelepah 31 KESIMPULAN DAN SARAN 34

Kesimpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

(10)

DAFTAR TABEL

1 Luas HGU dan tata guna lahan di SBHE 7

2 Produksi TBS kelapa sawit di SBHE tahun 2008-2012 7

3 Komposisi jumlah tenaga kerja SBHE 9

4 Pedoman aplikasi herbisida 13

5 Rekomendasi pemupukan TM kelapa sawit Divisi 3 SBHE tahun 2013 18

6 Kriteria tingkat kematangan buah 20

7 Hasil taksasi harian dan hasil aktual panen 22

8 Pembagian seksi, basis tandan dan rupiah per tandan 23 9 Jumlah pelepah yang harus dipertahankan dan teknik penunasan

per umur tanaman 28

10 Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok A-008 (tahun

tanam 1998) 28

11 Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok B-009 (tahun

tanam 2003) 29

12 Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok A-011 (tahun

tanam 2008) 29

13 Hasil pengamatan teknik songgo oleh pemanen di Kebun SBHE 30

14 Persentase kondisi penunasan di Kebun SBHE 31

15 Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan per pokok tanaman di Blok A-008 (tahun tanam 1998) 32 16 Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan

per pokok tanaman di Blok B-009 (tahun tanam 2003) 32 17 Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan

per pokok tanaman di Blok A-011 (tahun tanam 2008) 32 18 Rataan bunga jantan, bunga betina dan tandan buah per pokok tanaman

di Kebun SBHE 33

19 Perbandingan rata-rata jumlah pelepah dan berat tandan rata-rata 33

DAFTAR GAMBAR

1 Fasilitas kebun SBHE 8

2 Pokok yang mati dililit Mucuna bracteata dan pokok yang dililit

Mucuna bracteata 11

3 Susunan pelepah pada areal datar-bergelombang 15

4 Buah hermafrodit 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta SBHE dan peta jenis tanah SBHE 36

2 Data curah hujan SBHE tahun 2006-2012 37

3 Peta tahun tanam SBHE 38

4 Struktur organisasi SBHE 39

(11)

Kelapa sawit telah menjadi komoditas yang berpengaruh besar di dalam perdagangan ekspor Indonesia. Hasan (2013) menyatakan prospek jalan bagi olahan kelapa sawit masih menjanjikan di Indonesia karena permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011 jumlah ekspor minyak sawit dan produk turunannya mencapai 14.6 juta ton dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 14.7 juta ton (BPS 2012).

Indonesia telah berhasil menjadi produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia sejak Oktober 2007, bahkan pada bulan Mei 2009, Indonesia telah mampu memproduksi 19 juta ton CPO dari luasan areal 7.52 juta ha. Pada tahun 2007, ekspor CPO dan berbagai produk turunannya mencapai 11.9 juta ton, setara dengan penerimaan USD 7.9 milyar. Perkebunan kelapa sawit memberikan pekerjaan kepada lebih dari 3.3 juta pekerja, baik di lahan maupun di pabrik dan berbagai sektor jasa yang terkait. Menteri Perindustrian Republik Indonesia mengharapkan bahwa Indonesia akan mampu menghasilkan 50 juta ton CPO pada tahun 2020 (Sa’id 2009).

Permasalahan yang dapat menyebabkan fluktuasi produktivitas kelapa sawit adalah kurang baiknya pemeliharaan dan pengelolaan kelapa sawit serta kurang efektifnya pelaksanaan panen dan pengangkutan hasil panen. Hal ini berhubungan dengan studi kelayakan yang tidak sesuai untuk pembuatan kebun kelapa sawit, infrastruktur yang tidak memenuhi standar seperti jalan, keterbatasan pasokan pupuk dan fluktuasi harga crude palm oil (CPO). Salah satu kegiatan pemeliharaan yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit yaitu penunasan (PPKS 2008).

Pahan (2008) menyatakan bahwa kapasitas produksi kelapa sawit ditentukan oleh ukuran tajuk atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis. Pengelolaan tajuk secara tepat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi kelapa sawit. Luas daun akan meningkat secara progresif pada umur 8-10 tahun setelah tanam. Hal tersebut dikarenakan adanya pertambahan anak daun dan rata-rata ukurannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tajuk antara lain genetik bahan tanaman, jarak tanam, tunas pokok, hama dan penyakit, status hara daun dan pemanenan. Pohon kelapa sawit normal yang dibudidayakan memiliki 40-50 pelepah daun pada satu pohon. Apabila tidak dilakukan penunasan, maka jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 pelepah (Setyamidjaja 2006).

(12)

Tujuan

Kegiatan magang ini mempunyai tujuan umum menambah pengalaman, meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial di perkebunan kelapa sawit, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami proses kerja secara nyata. Tujuan khusus dalam kegiatan magang ini adalah mempelajari teknik dan manajemen penunasan yang tepat di dalam mempertahankan jumlah optimum pelepah yang sesuai dengan umur tanaman kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA

Ekofisiologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 ºC dengan suhu maksimum 33 ºC dan suhu minimum 22 ºC sepanjang tahun. Curah

hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan adalah 1250-3000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan jumlah bulan kering kurang

dari 3 bulan). Curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm. Kelapa sawit lebih toleran dengan curah hujan yang tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya, meskipun demikian dalam kriteria klasifikasi kesesuaian lahan nilai tersebut menjadi faktor pembatas ringan. Jumlah bulan kering lebih dari 3 bulan merupakan faktor pembatas bobot. Adanya bulan kering yang panjang dan curah hujan yang rendah akan menyebabkan terjadinya defisit air (PPKS 2007).

Lama penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam per hari dengan kelembaban nisbi pada kisaran 50-90 % (optimal pada 80 %). Aspek iklim lainnya yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah ketinggian tempat dari permukaan laut atau elevasi. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-400 m di atas permukaan laut. Bentuk wilayah merupakan faktor penentu produktivitas yang mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah dan air, pembuatan jaringan jalan, dan keefektivitasan pemupukan. Pertumbuhan kelepa sawit di pengaruhi kondisi di sekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan, keraparan tanaman dan umum tanaman (Setyamidjaja 2006).

Penunasan Pelepah Kelapa Sawit

Risza (2010) menyatakan bahwa penunasan kelapa sawit merupakan pemangkasan daun sesuai umur tanaman serta pemotongan pelepah yang tidak produktif (pelepah sengkleh, pelepah kering, dan pelepah terserang hama dan penyakit) untuk menjaga luasan permukaan daun (leaf area) yang optimum agar mendapat produksi yang maksimum. Tujuan penunasan yaitu memudahkan pemanenan, melancarkan terjadinya proses penyerbukan secara alami, memudahkan pengamatan buah yang matang panen, menghindari brondolan tersangkut di ketiak pelepah dan mengurangi kelembaban yang dapat menimbulkan serangan hama Tirathaba dan cendawan Marasmius.

(13)

radiasi sinar matahari menjadi karbohidrat. Kegiatan pengelolaan tajuk yang tepat dapat dilakukan melalui penunasan. Penunasan dapat dilakukan bersamaan dengan kegitatan panen (potong) buah atau pada waktu lain secara periodik. Pemanen melakukan penunasan terhadap pelepah yang menjepit buah guna memudahkan potong buah, terutama pada pokok yang buah sudah tinggi (dengan alat panen egrek). Panen tanpa penunasan (curi buah) umumnya dapat dilakukan pada tanaman yang buahnya masih rendah (dengan alat panen dodos).

Teknik Penunasan Kelapa Sawit

Teknik penunasan pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) disebut dengan istilah songgo, yaitu penunasan yang hanya meyisakan beberapa pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Terdapat songgo satu, songgo dua dan songgo tiga tetapi yang paling sering digunakan di perkebunan kelapa sawit yakni teknik songgo dua yaitu hanya menyisakan dua lingkar pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Teknik songggo ini disesuaikan dengan umur TM kelapa sawit yang akan dilakukan penunasan (Risza 2010).

Teknik songgo tiga dilakukan pada TM yang berumur 4-7 tahun yakni dengan menyisakan tiga lingkar pelepah dari tandan buah paling bawah, teknik songgo dua dilakukan pada TM berumur 8-14 tahun sedangkan teknik songgo satu dilakukan pada TM yang berumur di atas 15 tahun (Pahan, 2008). Pada prakteknya teknik songgo dua sering dilakukan untuk mendapatkan ILD (Indeks Luas Daun) yang optimum yang sebesar 5-7. ILD merupakan rasio luas daun terhadap luas lahan. Nilai ILD dipengaruhi oleh waktu penyinaran, temperatur udara, kelembaban tanah, dan karakteristik genetik tanaman. ILD akan optimum jika penutupan tajuk optimum dan penutupan tajuk dianggap optimum jika lebih dari 80 % cahaya matahari yang datang dapat diserap oleh tanaman (Pahan 2008).

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang ini dilaksanakan di Divisi 3 Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT Windu Nabatindo Abadi, Bumitama Gunajaya Agro Group, Wilayah VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan magang berlangsung selama 4 bulan, dari tanggal 11 Februari hingga 10 Juni 2013.

Metode Pelaksanaan

(14)

manajemen kanopi (tunas pokok dan sanitasi pelepah sengkleh), pengambilan LSU (Leaf Sampling Unit), sensus bobot tandan rata-rata dan kegiatan panen.

Satu bulan selanjutnya penulis berstatus sebagai pendamping mandor. Tugasnya adalah mendampingi mandor atau ditugaskan sebagai mandor dengan kegiatan memberi pengarahan pekerjaan pada saat apel pagi, mengawasi pekerjaan karyawan dan membuat Laporan Harian Mandor (LHM). Kemandoran yang diikuti meliputi kemandoran panen, kemandoran perawatan, kemandoran pemupukan, kemandoran chemist, dan kerani panen. Penulis juga beberapa kali ditugaskan sebagai mandor untuk menggantikan mandor yang sedang cuti atau berhalangan hadir, status mandor yang pernah dijalani yaitu mandor panen, mandor perawatan manual, mandor chemist, kerani panen dan mandor pengambilan LSU (Leaf Sampling Unit).

Kegiatan selama dua bulan selanjutnya yaitu sebagai pendamping asisten divisi. Kegiatan–kegiatan yang dilakukan antara lain: membantu administrasi divisi dengan membuat monitoring pekerjaan harian mandor, membantu menyusun rencana dan anggaran biaya divisi, melakukan pemeriksaan mutu hanca panen, chemist dan pupuk kemudian melaporkan hasil pemeriksaan tersebut kepada asisten kebun dan melakukan kunjungan ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Metode pengambilan data dilakukan secara langsung (data primer) dan tidak langsung (data sekunder). Data primer adalah informasi yang didapatkan secara langsung melalui pengamatan di lapangan maupun diskusi dengan KHL, mandor dan asisten kebun, sedangkan data sekunder digunakan untuk melengkapi informasi di lapang dan diperoleh dari arsip laporan manajemen di kantor administrasi kebun maupun studi pustaka.

Data primer yang dikumpulkan antara lain: a. Sistem penunasan

Sistem penunasan yang diamati berupa realisasi penerapan sistem penunasan di lapangan, rotasi penunasan serta sistem pembayaran penunasan. Data diambil melalui wawancara terhadap mandor panen, asisten kebun dan karyawan penunasan.

b. Jumlah pelepah yang dipertahankan

Data diperoleh bersamaan dengan pengamatan teknik penunasan. Jumlah pelepah yang diamati kemudian dikategorikan menjadi 6 interval dan dibandingkan dengan SOP (Standart Operational Procedure) perusahaan tentang jumlah pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman.

c. Teknik penunasan

(15)

d. Jumlah bunga jantan, bunga betina dan tandan buah

Data tersebut diperoleh bersamaan dengan pengamatan teknik penunasan. Data ini kemudian dianalisis kaitannya dengan banyaknya jumlah pelepah yang dipertahankan.

Data sekunder yang dikumpulkan antara lain meliputi: (1) kondisi kebun, yang terdiri dari: peta areal, letak geografis, topografi lahan, jenis tanah, produksi dan produktivitas, iklim dan curah hujan, luas areal, tata guna lahan, jenis varietas, umur tanaman, komposisi dan populasi tanaman; (2) standar dan target kebun yang meliputi: pemeliharaan, pemanenan, produksi dan tenaga kerja; (3) organisasi dan manajemen yang meliputi: struktur organisasi, jumlah dan status karyawan; (4) sarana dan prasarana kebun.

Analisis Data dan Informasi

Analisis dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh. Adapun metode analisis yang digunakan berupa uji t –student (Riyono 2011), analisis kuantitatif dengan statistik, analisis kualitatif dan analisis deskriptif sesuai dengan karakteristik data yang diperoleh. Data hasil tersebut dibandingkan dengan pustaka dan standar yang berlaku di perusahaan.

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG

PT Windu Nabatindo Abadi (WNA) merupakan perusahaan agribisnis kelapa sawit yang tergabung dalam Bumitama Gunajaya Agro Grup (BGA). Perusahaan ini terletak di wilayah 4 manajemen BGA yang bertempat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. BGA menempatkan dua perusahaan di daerah tersebut selain PT WNA yaitu PT Windu Nabatindo Lestari (WNL). PT WNA memiliki tiga manajemen kebun kelapa sawit, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE), Sungai Cempaga Estate (SCME) dan Bangun Koling Estate (BKLE). PT WNA juga memiliki satu unit pabrik kelapa sawit yaitu Selucing Agro Mill (SAGM). Penulis tergabung di dalam manajemen Kebun SBHE. Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal dari PT Surya Barokah dengan luas areal 3 987 ha.

Letak Geografis dan Administratif

(16)

Keadaan Iklim dan Tanah

Keadaan iklim di SBHE menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson termasuk tipe iklim A (sangat basah). Curah hujan selama 4 tahun terakhir (2009-2012) di SBHE yaitu sebesar 3 543 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 137 hari/tahun. Suhu rata-rata Kebun SBHE adalah 27oC dengan kisaran suhu 23-33oC. keadaan curah hujan di SBHE tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan tingkat kemiringan 0-8 % dan sedikit bergelombang dengan tingkat kemiringan 9-15 %. Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28 %, kaolin sebesar 19.86 %, ultisol sebesar 17.73 % dan tanah entisol sebesar 0.71 %. Peta jenis tanah di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1. Tanah yang paling dominan di SBHE adalah tanah inceptisol. Menurut Resman et al (2006) tanah inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih remah dibandingkan dengan tanah yang matang. Jenis tanah ini juga memiliki warna yang beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai, warna coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi dan warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi.

Kesesuaian lahan di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S3 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung. Pemanfaatan lahan dengan kelas kesesuaian S3 harus diimbangi dengan upaya peningkatan kesuburan tanah. Upaya yang telah dilakukan SBHE di dalam meningkatkan kesuburan tanah, diantaranya penanaman LCC (Legum Cover Crop), pemupukan anorganik yang efektif dan efisien dan pengaplikasian bahan organik dengan menggunakan JJK (Tandan Kosong) dan pelepah.

Luas Hak Guna Usaha dan Tata Guna Lahan

Luas Hak Guna Usaha (HGU) PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589 ha yang terbagi kedalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE) 4 283.5 ha, Bangun Koling Estate (BKLE) 2 505 ha dan Sungai Cempaga Estate (SCME) 3 097 ha. SBHE mengelola 5 divisi dengan perincian areal kerjanya sebagai berikut: Divisi 1 memiliki 24 blok dengan luas areal 764.2 ha, Divisi 2 memiliki 31 blok dengan luas 735.4 ha, Divisi 3 memiliki 24 blok dengan luas 689.9 ha, Divisi 4 terdiri dari 32 blok dengan luas 1199.2 ha. dan Divisi 5 memiliki 30 blok dengan luas areal 894.9 ha. Luas areal dan tata guna lahan di SBHE dapat dilihat pada Tabel 1.

Keadaan Tanaman dan Produksi

(17)

dari kebun sebelumnya dan juga jarak tanam antar pohon yang beragam. Kebun yang diterima SBHE kemudian dilakukan konsolidasi dan ditambah dengan menanam tanaman sisipan pada pokok yang kerdil, abnormal, tidak produktif dan mati. Kondisi ini menyebabkan SBHE memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, yaitu dalam satu blok memiliki beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam.

Tabel 1 Luas HGU dan tata guna lahan di SBHE

Uraian Luas (ha)

I. Areal diusahakan

A. Areal yang ditanam

Tanaman Menghasilkan (TM) 3 987.5

Total areal ditanam 3 987.5

B. Areal prasarana

Emplasemen/bangunan lainnya 42.0

Jalan dan jembatan 139.0

Total areal prasarana 181.0

II. Areal mungkin bisa ditanam/perluasan

C. Okupasi 45.0

Total areal mungkin bisa diusahakan 45.0

D. Bukit, sungai, lembah, rawa, tanah tandus 70.0

Total areal tidak bisa diusahakan 70.0

Grand total 4 283.5

Sumber: Data Kebun SBHE (2013).

Saat ini SBHE hanya mengelola Tanaman Menghasilkan (TM) kelapa sawit yang terdiri dari kebun inti dan kebun plasma. Kebun inti terletak di divisi 4 dan 5 dengan luas 2 069.1 ha sedangkan kebun plasma terletak di Divisi 1, 2 dan 3 dengan luas 2 214.4 ha. terdapat 12 tahun tanaman yang berbeda, yaitu tahun 1998, 1999, 2000, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010. Setiap divisi SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda. Peta tahun tanam di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3. Produksi TBS di SBHE selama 5 tahun terakhir (2008-2012) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi TBS kelapa sawit di SBHE tahun 2008-2012

No Tahun

(18)

Fasilitas Kebun

Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh SBHE, yaitu: kantor kebun, kantor divisi, poliklinik, Tempat Penitipan Anak (TPA), kantor Block Manuring System (BMS), rumah Intenal Training Mandor (ITM), gudang dan alat-alat kebun, tempat ibadah seperti mesjid dan gereja, perumahan dan beberapa fasilitas olahraga seperti lapangan bola, badminton dan voli. Fasilitas yang disediakan bertujuan meningkatkan kinerja karyawan dan staf kebun agar lebih produktif dengan output kerja yang tinggi dan mampu memenuhi standar yang diharapkan kebun. Perumahan induk atau emplasmen utama terletak di sekitar kantor kebun yang dihuni oleh para staff kebun dan para supir truk. Perumahan karyawan harian tetap, karyawan harian lepas dan para supervisi kebun (mandor, mantri tanam dan kerani buah) terletak di divisi masing-masing. Semua perumahan di SBHE telah dilengkapi oleh listrik dan air dan juga disediakan bus sekolah untuk antar-jemput semua putra-putri karyawan SBHE. Beberapa fasilitas yang tersedia di SBHE dapat dilihat pada Gambar 1.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PT Windu Nabatindo Abadi dipimpin oleh seorang kepala wilayah yang bertanggung jawab kepada GMP (General Manager Plantation). Seorang kepala wilayah dibantu oleh admin wilayah, departemen support, staf GIS (Geographic Information System), estate manager, mill manager, kepala tata usaha dan kepala traksi wilayah dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

Gambar 1. Fasilitas Kebun SBHE (a.kantor kebun; b. kantor divisi; c. gudang pupuk; d. poliklinik; e. rumah ITM; f. kantor BMS; g. perumahan karyawan; h. TPA; i. mesjid)

a b c

d e f

(19)

Kebun SBHE dipimpin oleh seorang Estate Manager (EM) yang memiliki atasan langsung kepala wilayah dan bawahan langsung seorang Kepala Administrasi Estate (Kasie), asisten kepala kebun dan asisten divisi. Seorang asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani divisi, mandor panen, mandor perawatan, kerani divisi, kerani transport, mandor pupuk dan mandor chemist. Struktur organisasi SBHE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Estate manager bertugas mengendalikan semua kegiatan di kebun dalam rangka mencapai produksi dan mutu yang maksimal. Rincian tugas seorang estate manager adalah sebagai berikut: 1) melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta melaporkannya secara komprehensif kepada kepala wilayah, 2) menyusun anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital, sumber daya manusia dan biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan asisten divisi dan kasie beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu sekali) dalam upaya peningkatan/perbaikan kinerja. Asisten kepala bertugas membantu dan bertanggung jawab kepada manager dalam pengelolaan seluruh pekerjaan agronomi dan bertugas melakukan kunjungan secara periodik ke setiap divisi.

Asisten divisi memiliki tugas di dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan teknis di lapangan pada divisi masing-masing, meningkatkan produktivitas melalui pengembangan kompetensi dan karier sumber daya manusia di divisi. Tugas lainnya yaitu memonitoring semua kegiatan di lapangan dan bertanggung jawab langsung kepada estate manager, dan dalam melaksanakan tugasnya asisten divisi dibantu oleh para supervisi kebun yang terdiri dari mandor I, mandor panen, mandor perawatan, mandor pupuk, mandor chemist, kerani panen dan kerani transport.

Tenaga kerja di SBHE terdiri dari karyawan staf dan non-staf. Tenaga kerja staf terdiri dari estate manager, asisten divisi dan kasie. Karyawan non-staf terdiri dari karyawam bulanan, Karyawan Harian Tetap (KHT) dan Karyawan Harian Lepas (KHL). KHL yang bekerja di SBHE berjumlah 196 orang, KHT berjumlah 443 orang dan karyawan bulanan berjumlah 53 orang. Sehingga jumlah total tenaga kerja di Kebun SBHE berjumlah 700 orang. Rasio pekerja per ha di Kebun SBHE adalah 0.17 HK/ha dan hal tersebut bisa dikatakan baik karena norma ITK untuk perkebunan kelapa sawit adalah 0.2 HK/ha. Komposisi jumlah tenaga kerja di SBHE dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi jumlah tenaga kerja SBHE

No Status Pegawai Jumlah (orang)

1 Staf 8

2 Bulanan 14

3 Karyawan Harian Tetap (KHT) 199

4 Karyawan Harian Lepas (KHL) 180

Indeks Tenaga Kerja (ITK) 0.17

(20)

PELAKSANAAN MAGANG

Pelaksanaan Teknis

Kegiatan magang yang dilakukan selama di kebun SBHE yaitu menjadi karyawan harian lepas selama satu bulan, kemudian berstatus pendamping mandor atau berperan menggantikan mandor yang berhalangan masuk kerja selama satu bulan berikutnya, dan menjadi pendamping asisten divisi dan melakukan kegiatan manajerial serta administrasi dikantor kebun selama dua bulan terakhir. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi karyawan harian lepas diantaranya: pengendalian gulma secara manual (perawatan piringan, gawangan dan dongkel anak kayu), pengendalian gulma secara kimiawi (penyemprotan piringan, gawangan dan spot lalang), penunasan, pengambilan LSU (Leaf Sampling Unit), pemupukan dan pemanenan.

Pelaksanaan kegiatan di lapangan selalu diawali dengan kegiatan apel pagi. Apel pagi bertujuan untuk mengabsensi karyawan oleh mandor, menjelaskan pekerjaan yang akan dilakukan dihari tersebut dan juga sebagai sarana mengecek kesiapan karyawan sebelum bekerja. Pelaksanaan teknis dilakukan di Divisi 3 SBHE. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan penulis dapat dilihat pada jurnal harian magang pada Lampiran 5, 6 dan 7.

Pengendalian Gulma

Gulma di perkebunan kelapa sawit merupakan vegetasi yang tumbuh secara alami dan menjadi pesaing bagi tanaman utama yaitu kelapa sawit sehingga keberadaannya merugikan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit serta mengganggu aktivitas di lapangan. Pengendalian gulma di SBHE difokuskan pada areal piringan dan gawangan. Tujuan pengendalian gulma di piringan, yaitu: a) pada TBM dapat mengurangi kompetisi unsur hara dan meningkatkan pertumbuhan akar dikarenakan akar halus tanaman masih berada disekitar piringan/pokok, b) pada TBM dan TM dapat mempermudah kontrol pemupukan, c) pada TM dapat mengurangi kompetisi unsur hara dan memudahkan pengutipan brondolan. Tujuan pengendalian gulma di gawangan, yaitu: a) mengurangi kompetisi hara, pertumbuhan akar, air dan sinar matahari, b) mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain, c) menekan populasi hama (terutama pada TBM). Perusahaan menerapkan konsep pengelolaan gulma terpadu (integrated weed management) dengan memberdayakan seluruh komponen pengendalian yang meliputi: kultur teknis dan tindakan preventif, biologis, manual dan kimiawi. Gulma-gulma yang dimanfaatkan di Kebun SBHE antara lain Calopogonium mucunoides (kacangan penutup tanah), Mucuna bracteata (kacangan penutup tanah), Turnera ulmifolia, Cuscuta compressi (tali putri), Nephrolepis bisserata, Ageratum conyzoides (babadotan), Vertiveria zizanioides, dan lain-lain. Pengendalian gulma di SBHE ada dua yaitu pengendalian gulma secara manual dan kimia. Gulma-gulma yang ditemukan di lapang terdiri dari gulma berdaun lebar dan berdaun sempit. Tetapi, gulma yang paling dominan adalah gulma dari golongan berdaun lebar.

(21)

pekerjaan yang dilakukan antara lain: garuk piringan manual, tarik goloran di pokok sawit (gulma yang merambat termasuk tanaman kacangan) dan dongkel anak kayu atau tumbuhan pengganggu di gawangan. Pengendalian gulma secara manual yang sering dilakukan yaitu pembabatan gulma berkayu dengan menggunakan parang. Pembabatan gulma lebih efektif dilakukan pada areal dengan kondisi pertumbuhan gulma yang berat. Pembabatan manual difokuskan pada tanaman berkayu dari pada semak dengan metode penebasan batang pohon setinggi ± 20 cm dari permukaan tanah.

Divisi 3 SBHE memiliki areal pertanaman yang berbentuk datar dan bergelombang. Pada kondisi pertumbuhan gulma yang berat output karyawan ditetapkan sebesar 0.5 ha/HK. Sedangkan dalam kondisi ringan karyawan dapat mencapai output sebesar 2 ha/HK. Pengendalian gulma secara manual dikoordinir oleh seorang mandor yang memiliki 10 orang karyawan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada Blok C-013 yang memiliki kondisi pertumbuhan gulma yang sangat lebat, karyawan hanya dapat mencaai output sebesar 0.25 ha/HK. Hal ini tidak mencapai target output per HK yang sebesar 0.5 ha. berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa besarnya output karyawan pengendalian manual tergantung pada kondisi pertumbuhan gulma.

Kacang-kacangan Mucuna bracteata (MB) berguna di dalam menekan pertumbuhan gulma. Kerugian yang disebabkan kacang-kacangan jenis ini yaitu memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga pengendalian pertumbuhan harus sering dilakukan dan berimbas pada tingginya biaya pengendalian MB. Penulis mengamati pertumbuhan MB di Blok D-009 dan D-008, dan melihat bahwa pada kedua blok tersebut pengendalian MB tidak dilakukan secara efektif sehingga akhirnya MB melilit pokok dan mengganggu pertumbuhan tanaman utama. MB yang melilit tanaman kelapa sawit dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil bahkan mati yang terlihat pada Gambar 2.

Dongkel Anak Kayu (DAK) merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual selektif dengan cara mencabut semua jenis gulma berkayu yang berada pada piringan, gawangan maupun jalan pikul, kemudian gulma tersebut dibuang ke gawangan mati. Alat yang digunakan yaitu cados (cangkul kecil dengan lebar ± 14 cm). Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 ha/HK.

Pengendalian Gulma Secara Kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan kegiatan pengendalian gulma dengan mengunakan herbisida yang umumnya diaplikasikan dengan cara penyemprotan langsung pada gulma.

Gambar 2 Pokok yang mati dililit Mucuna bracteata (kiri) dan pokok yang dililit

(22)

Penyemprotan dilakukan di areal gawangan, piringan, jalan pikul dan TPH (Tempat Pengumpulan Hasil).

Jenis herbisida yang digunakan merupakan herbisida kontak dan sistemik. Heribisida kontak bekerja secara efektif dengan mematikan jaringan tumbuhan yang hanya terkena semprotan, sedangkan herbisida sistemik bekerja secara efektif dengan mengalirkan racun kedalam jaringan tumbuhan sehingga mematikan jaringan sasarannya, seperti daun, tunas, titik tumbuh sampai perakarannya. Bahan herbisida yang diaplikasikan di kebun diantaranya: primaxon/paraquat, metaprima dan glifosat.

Primaxon merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat kontak berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua dan mengandung bahan aktif paraquat diklorida 276 g/l dalam kemasan isi 20 liter yang berfungsi mengendalikan jenis gulma berdaun lebar, berdaun sempit dan teki. Penggunaan herbisida ini menyebabkan gulma gulma dapat cepat rusak dan mati, namun gulma yang diaplikasian dapat dengan cepat tumbuh dan subur jika penyemprotan tidak dengan merata mengenai seluruh bagian gulma.

Metaprima adaah herbisida purna tumbuh yang bersifat selektif berbentuk butiran berwarna putih keabuan yang dapat dicampur dalam air dan mengandung metil metsulfuron 20%. Herbisida ini digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar seperti Melastoma malabatricum, Lantana camara, Chromolaena odorata, Mikania micrantha dan lain-lain.

Kleen Up (Glifosat) adalah herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik berbentuk larutan dalam air, berwarna coklat muda, digunakan untuk mengendalikan alang-alang (Imperata cylindrica), Paspalum conjugatum, Axonopus compressus dan lain-lain. Heribisida ini mengandung bahan aktif isopropil amina glifosat 480 g/l. Penggunaan glifosat akan tampak hasilnya setelah 14 hari aplikasi, minimal dalam jangka waktu 7 hari baru mulai terlihat efeknya berupa daun yang menguning. Hal ini dikarenakan glifosat bekerja secara sistemik sehingga gulma yang telah diaplikasikan berangsur-angsur akan mati hingga ke akar.

Penyemprotan yang dilakukan di gawangan menggunakan primaxon/ paraquat dicampur dengan metaprima dengan dosis 0.375 lt/ha untuk primaxon dan 25 g/ha untuk metaprima. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan perbandingan primaxon+metaprima:air sebesar 1:1. Penyemprotan selain di gawangan juga dilakukan di piringan dan jalan pikul. Herbisida yang digunakan adalah glifosat dengan dosis 0.25 lt/ha, selanjutnya dilakukan pengenceran dengan perbandingna 1:1. Gulma berdaun lebar tumbuh tidak hanya di gawangan namun juga dapat tumbuh di piringan maupun jalan pikul sehingga dapat mengganggu aktifitas panen dan pemupukan sehingga dalam mengatasi hal tersebut mandor semprot melakukan pencampuran glifosat dengan metaprima dengan dosis metaprima sebesar 18.75 g/ha.

Divisi 3 SBHE mimiliki tanaman kelapa sawit yang berumur di atas 5 tahun keatas. Pedoman aplikasi yang digunakan di dalam pengaplikasian herbisida di SBHE dapat terlihat pada Tabel 4.

(23)

output pekerja semprot, baik dari segi luasan maupun dari kualitas hasil semprot. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan kapasitas 15 liter/kep. Alat ini dilengkapi dengan pengatur tekanan sehingga didapatkan tekanan yang konstan, sehingga nozel yang paling tepat digunakan pada alat ini yaitu nozel jenis VLV (Very Low Volume) seperti VLV 200 dan 100. Penggunaan VLV cocok pada situasi gulma yang tergolong berat. Nozel VLV 200 digunakan untuk aplikasi herbisida pada gawangan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 970-1180 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan dalam keadaan standar adalah 156 l/ha. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan jarak lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan flow rate 420-640 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan yaitu sebesar 69 l/ha. Selain alat semprot perlengkapan lainnya yang harus digunakan seorang penyemprot, diantaranya: sarung tangan, masker, topi, kaca mata, apron, sepatu boot dan bendera (merah dan kuning). Seorang mandor semprot juga harus mengkoordinir seorang karyawan pengairan yang bertugas untuk mencampur bahan sesuai dosis yang dianjurkan, mempersiapkan pengenceran, mengisi ulang kep dengan memberi herbisida kepada seiap karyawan dan memantau bendera yang menandakan posisi penyemprot. Perlengkapan yang harus digunakan oleh seorang karyawan pengairan, yaitu: sarung tangan, masker, angkong, gelas ukur, dan

Sasaran semprot Bahan Alat semprot Kalibrasi vol. semprot

Lokasi dominan Gulma herbisida Nama

Dosis

Rumput Glifosat 250 Knapsack

sprayer

Daun lebar Floroksipir 62.5 Knapsack

sprayer

Sumber: Pedoman aplikasi herbisida BGA (2013)

(24)

khusus semprot (TKS) yang memiliki tangki air. Tangki di dalam truk ini berfungsi sebagai tempat pencampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah besar. Kapasitas 1 tangki adalah 1900-2000 l dan mampu memenuhi 126 kep.

Rincian instruksi pekerjaan karyawan semprot, sesuai dengan ketentuan perusahaan, yaitu:

1) Tenaga semprot memulai dari jalan pikul/ hanca yang telah ditentukan berdasarkan nomor urut tenaga kerja atau KKP (Kelompok Kerja Penyemprot) ditandai dengan bendera merah bernomor dan nomor alat semprot.

2) Penyemprotan dilakukan dengan ketinggian nozel ± 40 cm dari permukaan gulma. Tangkai sprayer tidak diperbolehkan diayun saat penyemprotan dan diharuskan searah dengan arah angin.

3) Penyemprotan gulma dilakukan di TPH, piringan, jalan pikul, jalan tengah dan jalan kumis dari arah Colection Road (CR) menuju barisan pokok secara selang-seling.

4) Jika larutan di knapsack habis, kemudian dilakukan penandaan batas akhir penyemprotan dengan menancapkan bendera kuning dan tenaga semprot keluar menuju kendaraan TKS untuk melakukan pengisian ulang larutan. 5) Kemudian penyemprot pindah ke jalan pikul/hanca berikutnya dengan

membawa bendera merah. Kastrasi

Kastrasi. Kastrasi merupakan kegiatan membuang semua produk generatif, yaitu bunga jantan, betina dan buah (baik dalam kondisi segar maupun kering). Tujuan dilakukannya kastrasi adalah: mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke pertumbuhan vegetatif, membuat pokok kelapa sawit yang telah dikastrasi lebih kuat dan pertumbuhannya seragam, membuat pertumbuhan buah yang lebih besar dan seragam, dan menghambat perkembangan hama dan penyakit (Tirathaba, Marasmius, tikus dan sebagainya).

Kastrasi dilakukan pada pokok kelapa sawit yang beralih dari TBM ke TM. Kastrasi mulai dilaksanakan saat lebih dari 50 % pokok kelapa sawit TBM dalam satu blok telah mengeluarkan bunga (jantan atau betina). Pada umumnya kastrasi dilakukan saat tanaman berumur 16 bulan di lapangan. Pelaksanaan kastrasi di SBHE difokuskan pada tanaman sisipan yang ditanam pada tahun 2011 dan 2012. Penanaman pokok sisipan dilakukan dikarenakan pokok utama telah mati atau pertumbuhannya abnormal akibat beberapa hal, diantaranya: serangan hama dan penyakit, kekurangan unsur hara, genetik abnormal, lilitan MB dan sebagainya.

Manajemen Kanopi

(25)

Tunas Pokok. Tunas pokok (pruning) adalah kegiatan memotong pelepah untuk mendapatkan jumlah pelepah yang optimum disetiap pokok kelapa sawit berdasarkan umur/pertumbuhan tanaman. Penunasan yang tepat harus menghindari terjadinya tunas pelepah yang berlebihan (over pruning) atau tunas pelepah yang lambat (under pruning). Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena berkurangnya areal fotosintesis dan pokok mengalami stres yang terlihat melalui: peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan seks rasio (peningkatan bunga jantan) dan penurunan BTR (Bobot Tandan Rata-Rata). Under pruning adalah terlambatnya kegiatan pemeliharaan sejumlah pelepah yang sudah tidak produktif sehingga menyebabkan “pokok gondrong”. Under pruning mengakibatkan terganggunya pelaksanaan potong buah sehingga output panen tidak maksimal dan losses produksi meningkat.

Penunasan di Kebun SBHE menggunakan sistem tunas korektif (Maintenance corective Pruning) yaitu kegiatan penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen oleh tenaga pemanen itu juga (bukan oleh tim tunas khusus). Penunasan korektif dilakukan dikarenakan Kebun SBHE rata-rata memiliki tanaman di atas TM-2. Penunasan dengan sistem progresive pruning dibayar dengan harga tunasan sebesar Rp600 per tanaman. Tenaga kerja mendapatkan upah dari hasil panen dan pruning dan akan diterima satu kali dalam sebulan. Kegiatan pruning terdiri dari 4 seksi yaitu seksi A, B, C, dan D. Setiap seksi harus diselesaikan dalam satu bulan dengan rata-rata luasan sebesar 150 ha. Kebun menetapkan rotasi pruning sebanyak 3 kali dalam setahun sehingga biaya yang dikeluarkan oleh kebun untuk kegiatan pruning 3 kali rotasi adalah Rp1 600 per tanaman.

Penyusunan Pelepah. Penyusunan pelepah setelah pruning disusun diantara pokok dalam barisan atau di tengah gawangan mati sehingga membentuk huruf U (U shape) dengan lebar 1.5 m. Pelepah tidak diperbolehkan disusun di piringan, jalan pikul dan parit/sungai. Keuntungan cara penyusunan pelepah tersebut adalah sebagai berikut: seorang pemanen tidak mudah melakukan

“curi buah” pada hanca pemanen lainnya, menekan pertumbuhan gulma di tengah

gawangan, menjaga keselamatan kerja pemanen dari duri pelepah dan sebagai bahan pupuk organik yang dapat menambah hara tanah, menjaga struktur tanah dari erosi dan mempertahankan kelembaban sehingga merangsang pertumbuhan akar. Susunan pelepah di SBHE dengan areal datar-bergelombang dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan: = Jalan pikul = Susunan pelepah = Parit

= Pokok sawit Gambar 3 Susunan pelepah pada areal datar-bergelombang

(26)

Pengambilan Leaf Sampling Unit

Leaf Sampling Unit (LSU) merupakan kegiatan pengambilan contoh daun yang akan dilakukan pengujian unsur hara di dalam daun tersebut sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan untuk satu tahun yang akan datang. Kegiatan LSU dilakukan satu tahun sekali oleh kebun yang dikoordinasi oleh Departemen Riset BGA. Pelaksanaan LSU dilakukan pada bulan April-Juni atau sekitar 2-3 bulan setelah pemupukan semester I. Jumlah tanaman yang diambil sampel dalam satu blok LSU adalah 10 % dari total pohon dalam blok. Pengambilan sampel daun dilakukan oleh 2 tim dalam 1 kebun yang terdiri dari 2 orang/tim. Tugas dalam 1 tim berbeda, satu orang bertugas sebagai pengambil daun dan memasukkannya ke dalam plastik sedangkan satu orang lagi bertugas memotong pelepah ke-17 dengan menggunakan parang (untuk tanaman rendah) atau egrek (untuk tanaman tinggi) dan bertugas memberi tanda LSU di pokok kelapa sawit. Sampel daun yang telah diambil dianalisis di laboratorium dan hasilnya digunakan sebagai acuan rekomendasi pupuk tahun berikutnya. Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh daun adalah parang, gunting untuk pruning, egrek/dodos, clip board, kantong plastik transparan, cat dan kuas, form pengukuran pohon sampel yang telah diisi oleh mandor, label, dan alat tulis (pensil).

Daun yang diambil adalah daun yang berasal dari pelepah ke-17. Pelepah ke-17 dipilih karena penyerapan unsur hara paling tinggi terdapat pada pelepah 17 sehingga dinilai dapat menggambarkan status hara pada tanaman dibanding daun yang lain. Selain itu, pelepah ke-17 menunjukkan perbedaan yang paling mencolok dalam tingkat kandungan hara N, P dan K. Pelepah ke-17 diturunkan dengan egrek kemudian diraba. Sampel daun yang diambil adalah anak daun yang di tengah, yaitu anak daun yang terletak dua jengkal ke bagian pangkal dari mata pancing. Mata pancing berbentuk tonjolan apabila diraba. Jumlah anak daun yang diambil adalah 3 lembar anak daun sebelah kanan pelepah dan 3 lembar anak daun sebelah kiri pelepah, sehingga total jumlah daun yang diambil dalam satu tanaman sampel adalah 6 lembar daun per tanaman.

Semua sampel daun yang telah diambil dimasukkan dalam kantong plastik kemudian langsung dikirim ke Departemen Riset pada hari yang sama. Sistem pengujian LSU di laboratorium menggunakan sistem VIVO yaitu sistem pengujian terlebih dahulu pada daun sebelum diolah. Beberapa ketentuan pengambilan daun LSU yaitu :

1. Pengambilan tidak boleh dilakukan pada saat hujan karena unsur hara tidak seimbang yang disebabkan oleh pencucian oleh air hujan. Pengambilan disarankan dilakukan keesokan harinya;

2. Tanaman sampel digeser satu ke belakang apabila tanaman ke 10 abnormal, daun pelepah 17 dan 9 terserang HPT;

3. Tanaman sampel yang diambil adalah tanaman ke-3 dari CR apabila jumlah tanaman tersisa 9 dari tanaman sampel sebelumnya;

4. Tanaman sisipan tidak boleh dijadikan sebagai tanaman sampel, tanaman sampel digeser sampai ditemukan tanaman bukan sisipan;

(27)

6. Jumlah tanaman sampel yang diambil per blok adalah 10 % dari luas areal blok;

7. Apabila tanaman terlalu tinggi (tidak dapat dicapai egrek), tanaman sampel yang diambil adalah tanaman yang terletak sebelum tanaman tersebut; 8. Penentuan pelepah 1 harus dilakukan dengan mengelilingi tanaman dan

dianjurkan agar tidak ragu-ragu dalam penentuan pelepah 1;

9. Apabila tanaman dipisahkan oleh sungai (tidak mungkin dilalui), dilakukan pergeseran tanaman ke samping;

10.Pergeseran tanaman yang dilakukan adalah 10 tanaman setelah tanaman sampel sebelumnya.

Pemupukan

Pemupukan adalah kegiatan memberi nutrisi atau hara tambahan pada tanaman agar produksi tanaman menjadi optimal. Prinsip utama dalam pengaplikasian dan penaburan pupuk adalah setiap jenis pupuk yang diterima oleh setiap pokok harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dalam buku rekomendasi/program pemupukan. Rekomendasi pemupukan di SBHE dibuat oleh Departemen Riset berdasarkan pertimbangan beberapa faktor, diantaranya: produksi TBS aktual, proyeksi produksi TBS, umur tanaman, status nutrisi tanaman, analisa daun (LSU). Observasi lapangan, sejarah pemupukan, kesuburan tanah, data curah hujan, hasil percobaan pupuk dan lain-lain.

Pemupukan di SBHE menggunakan Sistem Pemupukan Blok (Block Manuring System) yaitu sistem pemupukan oleh satu KKP penabur yang terkonsentrasi dalam 1-2 hanca (3-6 jalan pikul) dan dikerjakan blok per blok. Tujuan dibentuknya sistem BMS untuk meningkatkan output pekerja pemupukan dari segi luasan (hanca pupuk) dan kualitas hasil pemupukan. SBHE memiliki 2

rayon BMS yang terdiri dari Rayon A dan Rayon B. Rayon A berpusat di Divisi 1 dengan daerah pekerjaan pada areal Divisi 1, 2 dan 3. Sedangkan

Rayon B berpusat di Divisi 4 dengan daerah pekerjaan pada areal Divisi 4 dan 5. Jenis dan Dosis Pupuk. Pupuk yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit adalah pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik yang digunakan merupakan pupuk yang umumnya mengandung garam mineral kecuali pada pupuk urea. Pupuk anorganik terdiri dari pupuk mikro dan pupuk makro, secara umum pupuk mikro dubutuhkan tanaman dalam dosis yang sedikit sedangkan pupuk makro dibutuhkan tanaman dalam dosis yang banyak. Jenis dan dosis pupuk yang diaplikasikan tergantung kepada umur dan kondisi tanaman.

Penentuan dosis pupuk di SBHE dibedakan berdasarkan umur tanaman agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. beberapa jenis pupuk dilakukan dengan dua tahap aplikasi, seperti pupuk urea, MOP dan HGFD (High Grade Fertilizer Borate). Sedangkan jenis pupuk lainnya kebanyakan diaplikasikan hanya satu tahap aplikasi. Data rekomendasi pemupukan TM kelapa sawit tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.

(28)

Tabel 5 Rekomendasi pemupukan TM kelapa sawit Divisi 3 SBHE tahun 2013

Waktu Pemupukan. Waktu pemupukan sangat menentukan efisiensi dan efektivitas penyerapan hara pada tanaman. Pemupukan yang optimum dilakukan pada saat curah hujan 60 mm/bulan dan maksimum 300 mm/bulan. Awal tahun 2013 memiliki kondisi curah hujan yang tinggi, curah hujan di SBHE dapat terlihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa saat penulis melakukan magang (Februari-April) SBHE memiliki curah hujan di atas 300 mm/bulan. Hanya bulan februari yang memenuhi standar waktu pemupukan dengan curah hujan sebesar 277 mm/bulan. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pelaksanaan pemupukan tetap dilangsungkan walaupun dengan kondisi curah hujan/bulan yang tinggi. Waktu pemupukan di kebun lebih ditentukan kondisi hari saat akan dilakukan pemupukan, jika hari tersebut terdapat hujan yang tidak begitu lebat (gerimis) maka pemupukan tetap dilangsungkan tetapi jika hujan lebat, maka kegiatan pemupukan beralih ke pengendalian gulma secara manual. Kondisi tersebut dilaksanakan untuk menjaga rotasi atau bulan aplikasi pemupukan pada blok-blok yang ditargetkan harus selesai bulan tersebut. Hal lainnya selain hujan yang mempengaruhi ketidaksesuaian waktu pemupukan yaitu waktu musim panen puncak (peak crop) dimana tanaman menghasilkan buah yang tinggi diikuti jumlah brondolan yang tinggi menyebabkan pemupukan ditunda sampai panen selesai dilakukan dan gulma yang mencapai titik kritis.

Cara dan Lokasi Penempatan. Cara pemupukan menentukan jumlah pupuk yang dapat diserap secara efektif oleh tanaman. Cara aplikasi pupuk yang diterapkan di SBHE berdasarkan Departemen Riset Bumitama Gunajaya Agro Group diantaranya sebagai berikut:

1) Pupuk RP-Guano diaplikasikan di susunan pelepah untuk memacu pertumbuhan akar tersier dan kuarter

2) Pupuk urea dan MOP diaplikasikan di pinggir rumpukan pelepah pada piringan terluar dengan jarak 1.5-2 m dari pokok

3) Jalan pikul tidak diperbolehkan diaplikasikan pupuk

4) Pupuk mikro diaplikasikan dekat pangkal batang dengan jarak 0.5-1 m dari pokok (aplikasi Cu ditugal)

(29)

Pelaksanaan Pemupukan. BMS rayon A memiliki 2 mandor yang terdiri dari mandor tabur dan mandor until. Seorang mandor tabur membawahi KKP pupuk yang terdiri dari 14 KKP dengan 14 karyawan pelangsir dan 28 karyawan penabur pupuk. Sedangkan seorang mandor until membawahi 2 KKP until yang terdiri dari 10 orang karyawan penguntil dan 2 KKP ecer yang terdiri dari 6 orang BMP (Bongkar Muat Pupuk).

Kegiatan pemupukan dimulai dengan penguntilan yang dilakukan oleh karyawan until. Jumlah dan dosis pupuk yang diuntil dilakukan sesuai kebutuhan pupuk tiap pokok kelapa sawit. Contoh perhitungan kebutuhan pupuk: pemupukan pada Blok B-009 (Tahun tanam 2003, seluas 33.01 ha dan jumlah pokok 4 205). Pupuk yang diaplikasikan adalah MOP (Muriate of Potash) dengan kg/untilan sebesar 14 kg. Tiap until untuk diaplikasikan pada 8 pokok TM dengan dosis 1.73 kg/pokok. Blok B-009 membutuhkan pupuk MOP sebanyak 4 205 x 1.73 kg = 7274.6 kg; jumlah karung pupuk yang dibutuhkan 7 274.6 kg :

50 kg = 146 karung dan jumlah until pupuk yang dibutuhkan sebanyak 7 274.6 kg : 14 kg = 520 untilan.

Kegiatan yang dilakukan setelah penguntilan ialah pengeceran pupuk. Pengeceran pupuk merupakan kegiatan memuat pupuk yang telah diuntil dari gudang dan disusun ke dalam truk pupuk serta mendistribusikan secara langsung ke TPP (Tempat Pengumpulan Pupuk). Satu jalan pikul diletakkan 8 untilan yang dapat memenuhi kebutuhan 68 pokok kelapa sawit dimana untilan tersebut diecer 4 untilan di TPP sebelah kiri dan 4 untilan lainnya di sebelah kanan. TPP terletak di areal piringan pokok pertama yang dekat dengan CR (Colection Road). Tujuan peletakan untilan di TPP adalah untuk mengantisipasi jika karung pecah maka pupuk yang tercecer masih di dalam piringan sehingga masih dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Berdasarkan pengamatan di lapang beberapa untilan pupuk tidak diecer di TPP melainkan di TPH ataupun di samping CR.

Selanjutnya mandor tabur mengarahkan para penabur dan pelangsir untuk mengaplikasikan pupuk pada pokok kelapa sawit sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Pemupuk harus menerapkan lima disiplin di dalam mengaplikasikan pupuk. Kelima disiplin tersebut, yaitu: 1) pemupukan dimulai dari jalan tengah, 2) pemupukan sesuai dengan takaran, 3) pupuk harus ditabur merata, 4) setiap pokok wajib terpupuk dan 5) karung dikumpulkan, disusun rapi dan dibawa pulang. Setiap KKP memiki hanca sebanyak 6 jalan pikul dalam satu blok atau setara dengan 3 ha/blok dengan norma kerja sebesar 500 kg/HK. Rata-rata setiap hari kerja harus menyelesaikan 3 blok sehingga Rata-rata-Rata-rata setiap KKP harus menyelesaikan hanca sebanyak 18 jalan pikul atau seluas 9 ha.

(30)

Pemanenan

Definisi panen menurut kebun merupakan suatu rangkaian pekerjaan potong buah dan transport buah ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pada hari yang sama dengan kondisi buah segar dan bersih. Pekerjaan potong buah adalah memotong seluruh tandan layak potong, mengutip seluruh brondolan dan mengumpulkannya ke TPH. Pekerjaan transport buah adalah mengangkut semua buah yang ada di TPH ke PKS.

Kegiatan panen di SBHE menerapkan sistem Block Harvesting System (BHS). Penggunaan sistem ini bertujuan agar kegiatan panen lebih terkonsentrasi, adil bersinergi dan terintegrasi. Kelebihan sistem ini diantaranya: memberikan pendapatan yang lebih baik kepada pemanen, memberikan tingkat kemudahan dalam aktivitas kegiatan potong buah dan memberikan keadilan bagi tenaga potong buah. Kunci sukses kegiatan panen adalah rotasi panen yang tepat waktu, jumlah pemanen yang cukup, kompetensi dan disiplin tenaga panen, supervisi yang efektif, sistem premi dan denda panen, sarana dan prasarana panen yang lengkap, sistem dan organisasi panen yang terintegrasi dan efektif, serta administrasi yang baik.

Kriteria Matang Panen. Kriteria matang panen atau kriteria untuk menentukan tandan buah yang layak potong dilihat berdasarkan jumlah brondolan yang terlepas secara alami. Standar kematangan buah di SBHE yaitu 2 brondolan per kg bobot TBS di piringan. BTR Divisi 3 SBHE yaitu sebesar 14 kg sehingga untuk memudahkan pemanen, maka ditentukan bahwa tandan yang layak potong adalah jika sedikitnya terdapat 5 brondolan yang terlepas secara alami dari tandan dan jatuh ke piringan. Terdapat beberapa kriteria berdasarkan tingkat kematangan buah di lapangan, pemanen tidak diperbolehkan memanen buah mentah (unripe) dan buah kurang matang (under ripe). Kriteria grading berdasarkan tingkat kematangan buah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria tingkat kematangan buah

Kriteria TPH Loading ramp PKS

Mentah 0 brondolan 0 brondolan

Kurang Matang

(Under Ripe) < 1 brondolan/kg < 2 brondolan/kg Matang (Ripe)

sumber: pedoman teknis panen BGA

(31)

adanya brondolan yang jatuh di piringan sehingga buah tersebut sering ditemukan membusuk di ketiak pelepah dan menjadi sarang hama dan penyakit bagi tanaman. Buah hermafrodit jarang ditemukan, kerugian dari buah ini yaitu hanya memiliki brondolan buah yang sedikit sehingga mengurangi bobot tandan rata-rata pada blok tersebut. buah hermafrodit terlihat pada Gambar 4.

Rotasi dan Pusingan Panen. Rotasi panen adalah jumlah frekuensi masuk “kegiatan potong buah tuntas” pada areal/blok/seksi yang sama dalam satuan waktu tertentu. Rotasi panen yang diterapkan di SBHE pada masing-masing divisinya yaitu 6/7 artinya terdapat 6 seksi/hari panen di dalam satu minggu dan seksi tersebut akan dipanen kembali pada 7 hari berikutnya. Pusingan panen adalah jumlah hari yang dibutuhkan pemanen untuk kembali ke areal/blok/seksi yang sudah dipanen sebelumnya. Pusingan panen ditetapkan 7 hari sehingga jumlah seksi panen adalah 6 seksi. Pusingan panen harus dijaga agar tidak terlambat (> 9 hari) atau terlalu cepat (< 6 hari). Pusingan yang terlalu terlambat menyebabkan brondolan meningkat sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas pemanen disebabkan banyak waktunya tersita untuk mengutip brondolan. Akibat lainnya yang disebabkan pusingan terlalu terlambat adalah basis borong sulit tercapai, prestasi kerja (kg/ha) menurun dan biaya panen (Rp/kg) meningkat, peluang losses (tandan masak tinggal dan brondolan tidak terkutip bersih) tinggi, serta kualitas minyak rendah. Rotasi panen terlambat juga mengakibatkan penyelesaian hanca pada seksi panen hari itu menjadi tertunda (Hadi 2004).

Angka Kerapatan Panen (AKP). Kegiatan penentuan AKP dinamakan taksasi produksi, kegiatan ini dilakukan sehari sebelum dilaksanakan panen pada blok yang akan dipanen. Tujuan dari penentuan AKP adalah mengetahui banyaknya tandan yang akan dipanen pada hari esok, jumlah pemanen yang diperlukan dan menentukan kebutuhuan jumlah unit transportasi (truk). pengamatan AKP umumnya dengan mengambil sampel 10 % dari jumlah pokok yang ada dalam blok. Berikut cara perhitungan untuk mengetahui angka kerapatan panen:

Angka Kerapatan Panen (%) = Jumlah janjang yang akan di panen

Jumlah pokok sampel x 100 %

Penulis melakukan pengamatan terhadap jumlah tandan layak panen pada Blok B12, B11, B10 dan B09 sehari sebelum blok-blok tersebut dipanen pada tanggal 16 Mei 2013. Hasil perhitungan AKP pada keempat blok tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

(32)

Tabel 7 Hasil taksasi harian dan hasil aktual panen

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa hasil estimasi jika dibandingkan dengan hasil aktual jumlah tandan hanya memiliki selisih 96 tandan atau 3.4 % sedangkan kg/bobot tandan memiliki selisih 790 kg atau 2 %. Toleransi selisih antara hasil aktual dengan taksasi harian yang berlaku di SBHE adalah 5 %, dengan begitu taksasi yang dilakukan penulis dapat dikatakan sesuai.

Sistem dan Organisasi Panen. Hanca panen yang digunakan SBHE adalah sistem hanca giring tetap permandoran, artinya mandor potong buah yang satu dengan yang lain telah memiliki hanca yang tetap, sementara tenaga potong buah pada dasarnya telah memiliki hanca yang tetap, namun hancanya dapat dirubah sesuai kebutuhan/kondisi kerapatan buah. Kelebihan hanca giring tetap diantaranya: cocok untuk areal yang sudah homogen, tanggung jawab karyawan terhadap hanca tinggi, buah terkonsentrasi, transport TBS lebih cepat dan waktu pengangkutan ke PKS lebih pendek, jumlah tenaga kerja dapat diatur sesuai kondisi kematangan buah, output mandoran dan karyawan dapat dipacu menjadi lebih besar. Kekurangan dari penerapan sistem hanca giring tetap ini adalah kurang cocok untuk areal yang baru dilaksanakan panen, dimana tanaman masih heterogen.

Organisasi pelaksana kegiatan panen terdiri dari pemanen, mandor panen, kerani panen, kerani transport, mandor satu dan asisten divisi. Kebutuhan Tenaga Keja Panen (TKP) dalam satu hari dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:

Kebutuhan TKP = A x B x C xD E

Keterangan:

A = Luas hanca yang akan dipanen (ha) B = Angka Kerapatan Panen (%) C = Bobot tandan rata-rata (kg) D = Populasi tanaman per ha

E = Kapasitas panen per pemanen (kg/HK)

Jumlah tenaga panen di Divisi 3 SBHE yaitu sebesar 29 pemanen dengan luasan areal kerja blok sebesar 632.86 ha. terdapat dua kemandoran panen dengan total 8 KKP (Kelompok Kecil Pemanen) dimana 1 KKP terdiri dari 4 orang. Pembagian seksi, basis dan rupiah tandan per kg dalam kondisi normal di Divisi 3 dapat terlihat pada Tabel 8.

(33)

BGA yang disampaikan pada setiap wilayah dan estate. Penentuan basis tandan didasarkan pada pertimbangan produktivitas TBS kebun dalam setahun, bobot tandan rata-rata, kelas lereng dan tinggi pokok.

Contoh perhitungan upah yang didapat pemanen dalam satu hari, diketahui upah 1 HK sebesar Rp 67 558,00. Seorang pemanen pada seksi B mampu

memanen sebanyak 150 Tandan (basis tandan sebesar 115 tandan dan Rp/tandan Rp 335,00). Basis tandan mampu dipenuhi pemanen tersebut sehingga Ia telah

memenuhi upah 1 HK sebesar Rp 67 558,00. Upah tambahannya berupa premi, premi siap borong pemanen yang telah mencapai basis yaitu sebesar Rp 8 500,00. Lebih borong tandannya sebesar 150 – 115 tandan = 35 tandan. Upah lebih borong pemanen tersebut 35 tandan x Rp 335,00 = Rp 11 725,00. Maka upah pemanen tersebut pada hari itu yaitu sebesar Rp 67 558,00 + Rp 8 500,00 + Rp 11 725,00 = Rp 87 783,00.

Tabel 8 Pembagian seksi, basis tandan dan rupiah per tandan

Seksi Blok Tahun tanam Luas (ha) Basis (tandan) Harga/tandan (Rp-)

A rata-rata premi pemanen kemandorannya. Premi yang diberikan kepada kerani panen adalah 125 % dari rata-rata premi pemanen kemandorannya. Premi mandor I adalah 125 % dari rata-rata premi mandor panen dan premi krani transport adalah sebesar 110 % dari rata-rata premi krani panen.

Kriteria Pemanen. Kriteria pemanen berdasarkan hasil kerjanya dapat digolongkan menjadi 3 kriteria, yaitu pemanen sangat baik, pemanen baik, dan pemanen buruk. Berikut adalah ketentuan dari ketiga kriteria pemanen tersebut:

(34)

1) Pemanen sangat baik

a. Memenuhi kriteria pemanen baik

b. Mampu melebihi output standar 1 200 kg/HK dan output rata-rata pemanen lain.

2) Pemanen baik

a. Tidak memanen buah mentah

b. Brondolan dikutip bersih (25 brondolan/ha) c. Tidak ada buah tinggal

d. Tidak ada pelepah sengkleh

e. Memenuhi output standar min 1 200 kg/HK

f. Presentasi HK efektif tinggi (jarang mangkir, izin, sakit atau kehadiran minimal 78 %/tahun).

3) Pemanen buruk

a. Memanen buah mentah

b. Brondolan tidak dikutip bersih (> 25 brondol/ha) c. Ada buah tinggal

d. Ada pelepah sengkleh (terkulai)

e. Tidak memenuhi output standar (< 1 200 kg/HK) f. Presentasi HK efektif rendah (kehadiran <78%/tahun).

Transportasi Buah. Alat angkut yang digunakan SBHE untuk mengangkat buah ke PKS adalah truk. Penentuan kebutuhan truk per divisi berdasarkan hasil taksasi yang telah dilakukan sehari sebelumnya oleh mandor panen. Kapasitas satu unit truk adalah 7-7.5 ton TBS. Kelancaran transportasi buah sangat penting agar buah yang telah dipanen dapat segera tiba di PKS untuk diolah. Keterlambatan transportasi atau buah belum tiba di PKS dalam jangka waktu 24 jam setelah buah dipanen akan membuat buah restan. Buah restan dapat menurunkan kualitas minyak dengan terjadinya peningkatan ALB (Asam Lemak Bebas). Menurut PPKS (2007) kandungan ALB pada TBS yang baru dipotong hanya berkisar 0.2-0.7 % dan akan meningkat sebesar 0.9-1.0 % setiap 2 jam, semakin tinggi ALB pada TBS maka semakin menurun kualitas minyak yang dihasilkan. Beberapa faktor teknis yang menyebabkan keterlambatan buah di PKS diantaranya: rusaknya infrastruktur, antrian di PKS, unit/kendaraan rusak dan kurangnya unit/truk yang dialokasikan disaat terjadinya panen puncak.

Aspek Manajerial

Gambar

Gambar 1. Fasilitas Kebun SBHE (a.kantor kebun; b. kantor divisi; c. gudang pupuk;
Gambar 2 Pokok yang mati dililit
Tabel 4 Pedoman aplikasi herbisida
Tabel 6 Kriteria tingkat kematangan buah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah rumus korelasi Chi Square yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan harga diri

Hal tersebut diperlukan untuk meyakinkan rakyat memilih Golkar, peran militer pada pemilu 1992 dan 1997 melakukan intervensi kepada rakyat untuk memilih

Pada kegiatan KKN-PPM periode XIII ini, penulis berkesempatan untuk mendampingi keluarga Ibu I Wayan Wija yang bertempat tinggal di Banjar Dinas Tonja. Luas areal rumah

Dengan menggunakan rangkaian pada Gambar 9.3, maka besar arus listrik yang mengalir melalui lampu pijar dan beda potensial antara ujung-ujung lampu pijar dapat diketahui

Membawa : Laptop, Kabel Roll, Modem dan Flasdisk Acara : Kualitas Data Sekolah. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) wujud pemakaian bahasa Jawa oleh santri pondok pesantren Hadziqiyyah Kabupaten Jepara antara lain

Convention dan Exhibition Centre di Solo Baru Penekanan pada Arsitektur Modern Kontemporer adalah sebuah bangunan yang menjadi wadah pusat koordinasi kegiatan yang

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, guru akan memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan media pembelajaran Karsunaga dalam peningkatan performansi