PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (Guided Discovery) DAN KOOPERATIF TIPE Jigsaw TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI,
KETERAMPILAN PROSES SAINS, DAN SIKAP ILMIAH BIOLOGI SISWA PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN MAKANAN DI
KELAS XI SMA NEGERI 1 SIBOLGA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
MHD. RAFI’I MA’ARIF TARIGAN NIM : 8146174028
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Mhd. Rafi’i Ma’arif Tarigan. Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Keterampilan Proses Sains, dan Sikap Ilmiah Biologi Siswa Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan di Kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran terhadap: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi; (2) keterampilan
proses sains; dan (3) sikap ilmiahsiswa di kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan sampel penelitian
sebanyak 3 kelas yang ditentukan secara total sampling. Kelas XI MIA-4 dibelajarkan dengan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery), kelas XI MIA-5 dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dan kelas XI MIA-6 (kontrol) dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian menggunakan instrument tes hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi, instrument keterampilan proses sains dengan menggunakan tes essay test, dan instrument tes sikap ilmiah siswa dengan menggunakan angket. Teknik analisis data menggunakan Analisis Kovariat (ANAKOVA) pada taraf signifikan α = 0,05 dengan bantuan SPSS 21.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran terhadap hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa (F= 14,792; P= 0,000). Hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model penemuan terbimbing (Guided Discovery) (90,2 ± 5,1) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan model kooperatif tipe jigsaw (87,2 ± 4,5), maupun model konvensional (83,9 ± 5,0); (2) ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran terhadap keterampilan proses sains (F= 15,271; P= 0,000). Keterampilan proses sains yang dibelajarkan dengan penemuan terbimbing (Guided Discovery) (89,4 ± 5,2) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan model kooperatif tipe jigsaw (85,9 ± 5,8), maupun model konvensional (82,9 ± 4,0); (3) ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran terhadap sikap ilmiah siswa (F= 21,096; P= 0,000). Sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran terbimbing (Guided Discovery) (82,7 ± 3,2) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan model kooperatif tipe jigsaw (80,7 ± 2,9); maupun model konvensional (78,0 ± 3,1). Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini diharapkan kepada guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) pada materi sistem pencernaan makanan dalam upaya meningkatkan hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah siswa.
ii ABSTRACT
Mhd. Rafi’i Ma’arif Tarigan. The Effect of Guided Discovery Model, and Cooperative Learning of Jigsaw on the Higher order Thinking, Science Process Skills and Scientific Attitude Biology of The Student the material Digestive System in SMA Negeri 1 Sibolga.Thesis. Postgraduated Program State University of Medan. 2016.
This research was aimed to determine the effect of the learning model on: (1) higher order thinking, (2) science process, and (3) scientific attitudein SMANegeri 1 Sibolga. The research applied experimental queasy method research with 3 classes which were choosing by using total sampling technique. The class XI MIA-4 learn with guided discovery model, class XI MIA-5 with cooperative learning of Jigsaw, and while class XI MIA-6 (control) with conventional model. The research instrument was the test of higher order thinking, science process skills in essay test and scientific attitude in questionnaire. The data analysis technique used Covariat Analysis at the level of significance α = 0.005 by using SPSS 21.0. The results showed that: (1) there was significant effect of learning model on students’ higher order thinking (F= 14.792; P= 0.000). The learning outcomes learn by guided model (90.2 ± 5.1) is significant higher than cooperative learning of Jigsaw model(87.2 ± 4,5), and conventional model (83.9 ± 5.0); (2) There was significance effect of learning model on students’science process skills (F= 15.271; P= 0.000). The students’ science process skill learn by guided model(89.4 ± 5.2)is significant higher than cooperative learning of jigsaw model(85.9 ± 5.8),), and conventional model(82.9 ± 4.0); (3) There was significant effect of learning model on scientific attitude (F= 21.096; P= 0.000),the students’ scientific attitude skills by learn guided discovery(82.7 ± 3.2) is significance higher than cooperative learning of jigsaw(80.7 ± 2.9); and conventional model(78.0 ± 3.1). As the follow up of these research results, it is expected to the teachers to be able to conduct guided discovery model in material digestive system in human as the effort to improve the students’ higher order thinking, science process skills and scientific attitude.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji sykur kehadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif TipeJigsaw Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi, Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Biologi Siswa Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan di Kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga” dengan baik. Tesis ini disusun guna memperoleh gelas Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Selawat dan Salam kepada Nabi Muhammad saw. yang selalu memberi rahmat kepada kita semua.
Dalam kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Binari Manurung, M.Si., selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Mufti Sudibyo, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah tulus dan gigih membimbing serta memberi motivasi yang kuat dalam penyususn tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Herbert Sipahutar, M.Sc, Ibu Dr. Fauziyah Harahap, M.Si, Bapak Dr. Hasruddin, M.Pd., selaku narasumber yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
3. Bapak Drs. Zulkifli Simatupang, M.Pd, Ibu Dr. Melva Silitonga, MS dan Ibu Dr. Martina Restuati, M.Si selaku validator ahli instrumen kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah yang telah banyak memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan instrumen penelitian ini.
4. Bapak Gunung Lubis, S.Pd, M.M selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sibolga yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian do sekolah yang beliau pimpin termasuk dalam pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
iv
6. Terimakasih yang takterhinggabesarnyakepadaayahandaDr. H. Mardinal Tarigan, MA danIbu Dra. Paini, MA yang telahbanyakmemberikansemangatdandorongansertadoa demi penyelesaiantesisini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang bersifat positif konstruktif demi kesempurnaan tesis ini. Keberkahan dan Ridha Allah swt. bersama kita, semoga kita semua berhasil dan diberikan yang terbaik oleh-Nya. Amin. Wassalam.
Medan, April 2016 Penulis
v
BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1.6.3 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)………... ... 24
2.1.6.4 Langkah-langkah Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)... ... 25
2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif……… 26
2.1.7.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw... 27
2.1.8 Model Pembelajaran Konventional... 32
2.2. Kerangka Berpikir………... 33
2.2.1. Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing dan Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi……… 33
vi
2.2.3 Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing dan Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian... 59
4.3 Keterbatasan Penelitian……… 62
BAN V SIMPULAN, IMPILKASI, DAN SARAN……… 64
5.1 Simpulan……….. 64
5.2 Implikasi……….. 65
5.3 Saran……… 66
DAFTAR PUSTAKA……….. 67
vii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ... 17
Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah ... 19
Tabel 2.3. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 32
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian ... 40
Tabel 3.2. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 47
Tabel 3.3. Kisi-kisi Soal Keterampilan Proses Sains ... 48
Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Sikap Ilmiah Siswa ... 49
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1. Tingkatan Kognitif Domain Taksnomi Bloom ... 14
Gambar 2.2. Tahapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)………. 25
Gambar 2.3. Ilustrasi Kelompok Jigsaw……… 28
Gambar 2.4. Tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw………... 30
Gambar 3.1. Bagan Rancangan Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 45
Gambar 4.1. Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw, dan Konvensional Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa (F hitung = 14,792 dan p = 0,000)………. ... 57
Gambar 4.2. Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw, dan Konvensional Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa (F hitung = 14,786 dan p = 0,000)………. ... 58
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Silabus Pembelajaran Jelajah Alam Sekitar ... 85
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) JAS dengan Metode Investigasi Kelompok... 90
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) JAS dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 97
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional .... 106
Lampiran 5. Angket Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Biologi ... 112
Lampiran 6. Instrumen Soal Tes Keterampilan Proses Sains ... 115
Lampiran 7. Tes Hasil Belajar Siswa pada Materi Ekosistem ... 121
Lampiran 8. Hasil Validitas Tes Keterampilan Proses Sains ... 131
Lampiran 9. Hasil Validitas Tes Hasil Belajar Biologi ... 132
Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Tes Keterampilan Proses Sains ... 133
Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas Tes Hasil Belajar Biologi ... 135
Lampiran 12. Daya Pembeda Tes Keterampilan Proses Sains ... 138
Lampiran 13. Daya Pembeda Tes Hasil Belajar Biologi ... 139
Lampiran 14. Indeks Tingkat Kesukaran Tes Keterampilan Proses Sains ... 140
Lampiran 15. Indeks Tingkat Kesukaran Tes Hasil Belajar Biologi ... 141
Lampiran 16. Tabel Nilai Instrumen Minat Siswa Pretes ... 142
Lampiran 17. Tabel Nilai Instrumen Minat Siswa Postes... 145
Lampiran 18. Data Pretes dan Postes Minat Belajar Siswa ... 148
Lampiran 19. Data Pretes dan Postes Keterampilan Proses Sains ... 149
Lampiran 20. Data Pretes dan Postes Hasil Belajar Biologi ... 150
Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Data Pretes Minat Belajar Siswa ... 151
Lampiran 22. Hasil Uji Normalitas Data Postes Minat Belajar Siswa ... 152
Lampiran 23. Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Minat Belajar Siswa ... 154
Lampiran 24. Hasil Uji Homogenitas Data Postes Minat Belajar Siswa ... 155
Lampiran 25. Hasil Uji Anacova Minat Belajar Siswa ... 156
Lampiran 26. Hasil Uji Normalitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains ... 159
Lampiran 27. Hasil Uji Normalitas Data Postes Keterampilan Proses Sains ... 160
Lampiran 28. Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Keterampilan Proses Sains ... 162
Lampiran 29. Hasil Uji Homogenitas Data Postes Keterampilan Proses Sains ... 163
Lampiran 30. Hasil Uji Anacova Keterampilan Proses Sains... 164
Lampiran 31. Hasil Uji Normalitas Data Pretes Hasil Belajar Biologi ... 167
Lampiran 32. Hasil Uji Normalitas Data Postes Hasil Belajar Biologi ... 168
Lampiran 33. Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Hasil Belajar Biologi ... 170
Lampiran 34. Hasil Uji Homogenitas Data Postes Hasil Belajar Biologi ... 171
Lampiran 35. Hasil Uji Anacova Hasil Belajar Biologi ... 172
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan survei Trends in International Mathematics and Science Study)
(TIMSS), siswa Indonesia menempati peringkat 40 pada bidang sains. Hasil
penelitian tersebut masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Sedangkan pada PISA 2006, capaian sains untuk Indonesia berada pada peringkat
ke-50 dari 57 negara dengan skor 393. Sedangkan pada PISA 2009, menunjukkan
skor Indonesia kembali turun menjadi 383 dan menduduki peringkat ke-60 dari 65
negara. Pencapaian siswa Indonesia masih banyak berada pada level kemampuan
dasar belum sampai pada level kemampuan yang lebih tinggi. Indonesia
menduduki urutan ke-35 dari 49 negara, hasil PISA 2013 yang lebih
memperhatinkan, Indonesia menempati urutan dua terbawah dari 65 negara
(Anonim, 2013).
Hasil belajar biologi yang dicapai peserta didik belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) rata-rata yang ditetapkan sekolah SMA Negeri 1
Sibolga yaitu 70, terutama materi sistem pencernaan makanan yang dipelajari di
kelas XI, yaitu pada tahun pelajaran 2011/2012 KKM yang ditetapkan sekolah 70,
nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 65; pada tahun pelajaran 2012/2013
KKM yang ditetapkan sekolah masih 70, nilai rata-rata siswa adalah 67; pada
tahun 2013/2014 KKM yang ditetapkan sekolah masih 70, nilai rata-rata siswa
adalah 68. Sumber diperoleh dari Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA
Negeri 1 Sibolga Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil Ujian Nasional (UN) juga
dicapai siswa SMA Negeri 1 Sibolga pada tiga tahun terakhir yaitu pada tahun
pelajaran 2011/2012 nilai rata-rata UN siswa adalah 7,85, pada tahun pelajaran
2012/2013 nilai rata-rata UN siswa adalah 4,07 dan pada tahun pelajaran
2013/2014 nilai rata-rata UN siswa adalah 7,65. Sumber diperoleh dari Dokumen
SMA Negeri 1 Sibolga.
Hasil belajar biologi peserta didik yang tergolong rendah dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi yaitu guru. Guru adalah pengajar
yang mendidik. Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar apabila guru tidak
memenuhi syarat sebagai seorang pendidik. Seorang guru dituntut harus dapat
mendidik para siswa dengan baik, baik dengan cara belajar siswa atau sikap siswa
di dalam kelas.Karena suasana belajar yang membosankan dan pasifnya siswa
dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor yang kedua adalah fasilitas. Di sekolah,
hal yang paling diutamakan adalah sarana dan prasarana sekolah.Prasarana
pembelajaran meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat
ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi
buku pelajaran, buku bacaan, perpusatakaan, alat dan fasilitas laboratorium
sekolah. Hal ini didukung dengan pernyataan William & Mary (2008) bahwa
lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses
pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan
prasarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil
dengan baik. Faktor yang ketiga adalah faktor keselarasan antara tuntutan dan
kebutuhan. Di sekolah, siswa dituntut untuk selalu belajar dan mencari informasi
baik di dalam ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas tapi kebutuhan yang
lingkungan peserta didik sendiri. Kebutuhan siswa dalam belajar di rumah tidak
mendukung sepenuhnya dalam belajar. Misalnya : buku, alat tulis sekolah dan
seragam sekolah yang minim dimiliki peserta didik.
Ramos (2013) mengemukakan dalam sebuah jurnal “Higher order thinking
basically means thinking that is taking place in the higher-levels of the hierarchy
of cognitive processing. The most widely accepted hierarchical arrangement of
this sort in education is Bloom Taxonomy, viewing a continuum of thinking skills
starting with knowledge-level thinking to evaluation-level of thinking.” Artinya,
berpikir tingkat tinggi pada dasarnya berarti pemikiran yang terjadi pada tingkatan
hirarki pada proses kognitif. Hal yang paling banyak diterima dalam hirarki
pendidikan adalah Taksnomi Bloom, dilihat dari sebuah kontinum kemampuan
berpikir itu dimulai dari tingkatan pengetahuan berpikir dan tingkat evaluasi
pemikiran. Hal ini didukung dengan pernyataan Anderson & Krathwold (2001)
bahwa konsep berpikir tingkat tinggi diturunkan dari Taksnomi Bloom. Sistem ini
mengidentifikasi kemajuan hierarki yang melibatkan analisis, evaluasi dan
mencipta dianggap sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Salah satu komponen kemampuan berpikir adalah berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran keterampilan berpikir memiliki beberapa kendala. Salah satunya
adalah terlalu dominannya peran guru atau sumber ilmu, sehingga siswa hanya
dianggap sebagai wadah yang akan diisi dengan ilmu oleh guru. Kendala lain
adalah adanya perubahan kurikulum. Hal ini didukung dengan penelitian jurnal
Ramberg (2014) mengungkapkan bahwa perubahan kurikulum KTSP menjadi
kurikulum 2013 membuat guru-guru terkejut karena banyak perubahan
diwajibkan untuk menyelesaikan tugas mengajar dengan sebaik mungkin untuk
sekali pertemuan, guru juga harus mampu menyampaikan tujuan pembelajaran. Di
dalam kurikulum 2013, siswa juga dibebani mata pelajaran
sebanyak-sebanyaknya. Sehingga siswa itu terbebani dengan banyaknya tugas dari sekolah.
Dalam hal ini, guru juga dibebani dengan jam mata pelajaran lebih banyak dan
beban tugas sekolah yang banyak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi SMA Negeri 1 Sibolga
bernama ibu Darwati Waruwu, S.Pd, M.M, diperoleh bahwa kemampuan berpikir
tingkat tinggi belum pernah dilatihkan pada siswa. Guru juga tidak tahan
mengajarkan cara berpikir tingkat tinggi kepada siswa karena tidak adanya
kesempatan guru untuk mengarahkannya karena guru dibebani dengan jam mata
pelajaran lebih banyak dan beban tugas sekolah yang banyak.
Studi kasus di sekolah yang ada di Sibolga terutama di sekolah SMA Negeri
1 Sibolga bahwa siswa belum mampu berpikir tingkat tinggi, peneliti
mengobservasi langsung ke sekolah bahwa guru-guru tersebut kebanyakan
menggunakan metode ceramah dan lebih menekankan model menghafal. Peneliti
melihat ada salah satu guru menyuruh salah satu siswa menulis ke papan tulis
dengan mencatat isi materi sampai habis. Hal ini membuat peserta didik jenuh,
bosan, dan tidak bisa berpikir secara kritis maupun berpikir tingkat tinggi. Hal ini
didukung dengan pernyataan Wirtha & Rapi (2008) mengungkapkan bahwa masih
banyak siswa belajar hanya menghafal konsep-konsep, mencatat apa yang
diceramahkan guru, pasif, dan jarang menggunakan pengetahuan awal sebagai
Menurut Semiawan (1996) bahwa keterampilan proses sains adalah
kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami,
mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Pengklasifikasian
keterampilan proses sains terbagi menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar dan
terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni
mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan
mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan proses terpadu terdiri dari
mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, meyajikan data dalam bentuk
grafik, menggambarkan hubungan antar-variabel, mengumpulkan data,
menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefisinisikan variabel dan
operasional, merancang penelitian dan melaksanakan ekperimen.
Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang
menuntun peserta didik menemukan pengetahuan sendiri. Dalam discovery
terbimbing guru berfungsi sebagai fasilitator. Sebagaimana hasil penelitian yang
dikemukakan Mayer (2004), bahwa pembelajaran penemuan terbimbing dapat
membantu siswa dalam pembelajaran yang efektif di sekolah dan membantu
dalam pembelajaran biologi.
Selain menekankan pada kemampuan kognitif, pendidikan sains melalui
pembelajaran biologi juga dihadapkan kepada pengembangan karakter siswa
sebagai manusia yang memiliki tenggang rasa terhadap sesama yang dapat
berpikir tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga kemampuan berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Untuk itu, melalui pendekatan discovery baik secara
investigasi kelompok diharapkan dapat melatih dan menumbuhkan afektif siswa
dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Rustaman, 2009).
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dengan
aktivitas yang dilakukan siswa, pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menjadi
relavan pula untuk digunakan dalam meningkatkan kerjasama siswa dalam
kelompok dan dalam teknik ini guru harus memperhatikan pengetahuan dan
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan pengetahuan dan
pengalaman itu agar bahan-bahan pelajaran menjadi lebih bermakna (Lie, 2002).
Lord (2001) mengemukakan bahwa pendekatan kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada keseluruhan materi yang dipelajari.
Kemudian Colosi (dalam Tanner 2003) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada satu
metodologi dalam satu kelompok belajar. Kooperatif tipe Jigsaw juga dapat
mengembangkan keahlian siswa dalam mempromosikan pengajaran dan belajar
bersama diantara siswa. Selanjutnya, Slish (2005), menyimpulkan bahwa siswa
yang menggunakan pembelajaran tipe Jigsaw hasil belajarnya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional. Lebih
lanjut Amstrong (2007) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw menolong siswa dalam meningkatkan pengetahuan mereka pada materi
pembelajaran, lebih baik dari pada bentuk pembelajaran konvensional. Sebagai
tambahan, siswa menunjukkan aktivitas pembelajaran kooperatif yang sangat
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat didentifikasi masalah dalam
penelitian ini antara lain : (1) Rendahnya nilai literasi sains siswa Indonesia yang
berada pada peringkat 60 dari 65 negara; (2) Hasil belajar biologi peserta didik
yang tergolong rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu guru, fasilitas di
sekolah dankeselarasan antara tuntutan dan kebutuhan; (3) Hasil belajar Biologi
siswa masih dibawah KKM; (4) Proses pembelajaran biologi di kelas, guru selalu
mengarahkan siswa untuk menghafal dan mencatat isi materi buku; (5) Guru juga
tidak tahan mengajarkan cara berpikir tingkat tinggi kepada siswa karena tidak
adanya kesempatan guru untuk mengarahkannya karena guru dibebani dengan jam
mata pelajaran lebih banyak dan beban tugas sekolah yang banyak.
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut : (1) Model
pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Penemuan
Terbimbing (Guided Discovery) dan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsawuntuk kelompok eksperimen, sedangkan untuk kelompok kontrol
menggunakan model pembelajaran Konvensional; (2) Materi yang diajarkan pada
penelitian ini adalah sistem pencernaan makanan; (3) karakter yang dianalisis
kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah
siswa; (4) Subyek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga; (5)
Kemampuan berpikir tingkat tinggi biologi dibatasi pada ranah kognitif taksnomi
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw, dan konvensional)
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi pada materi sistem pencernaan
makanan di kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga?
2. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw dan konvensional)
terhadap keterampilan proses sains pada materi sistem pencernaan makanan
di kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga?
3. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery, Kooperatif Tipe Jigsaw, dan konvensional)
terhadap sikap ilmiah pada materi sistem pencernaan makanan di kelas XI
SMA Negeri 1 Sibolga?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw dan konvensional)
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi pada materi sistem pencernaan
makanan di kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga.
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw dan konvensional)
terhadap keterampilan proses sains pada materi sistem pencernaan makanan
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran (Penemuan
terbimbing (Guided Discovery), Kooperatif Tipe Jigsaw, dan konvensional)
terhadap sikap ilmiah pada materi sistem pencernaan makanan di kelas XI
SMA Negeri 1 Sibolga.
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai tambahan literature dan
informasi ilmiah bagi guru.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan penyederhanaan
dalam pengajaran dan pendalaman dalam pemahaman materi oleh guru. Manfaat
bagi siswa adalah untuk merangsang/memacu siswa dalam berpikir kritis, berpikir
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil temuan penelitian dan analisis yang telah dilakukan
oleh peneliti, maka diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran penemuan
terbimbing (Guided Discovery). Kooperatif tipe Jigsaw dan konvensional
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi sistem
pencernaan makanan kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga. Hasil kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
penemuan terbimbing (Guided Discovery) 90,2 ± 5,1 secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan hasil kemampuan berpikir tinggi siswa yang
dibelajarkan dengan model kooperatif tipe jigsaw 87,2 ± 4,5 maupun siswa
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional 83,9 ± 4,0.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran penemuan
terbimbing (Guided Discovery). Kooperatif tipe Jigsaw dan konvensional
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi sistem
pencernaan makanan kelas XI SMA Negeri 1 Sibolga. Hasil keteram;ilan
proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran penemuan
terbimbing (Guided Discovery) 89,4 ± 5,2 secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan hasil ketarmpilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan
model kooperatif tipe jigsaw 85,9 ± 5,8 maupun siswa yang dibelajarkan
3. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran penemuan
terbimbing (Guided Discovery). Kooperatif tipe Jigsaw dan konvensional
terhadap sikap ilmiah siswa pada materi sistem pencernaan makanan kelas
XI SMA Negeri 1 Sibolga. Hasil sikap ilmiah yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) 82,7 ± 3,2
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan hasil sikap ilmiah siswa yang
dibelajarkan dengan model kooperatif tipe jigsaw 80,7 ± 2,9 maupun siswa
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional 78,0 ± 3,1
5.2 Implikasi
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh
model penemuan terbimbing (Guided Discovery) dan kooperatif tipe jigsaw
terhadap hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses sains dan
sikap ilmiah siswa. Hal ini member penjelasan dan penegasan bahwa model
penemuan terbimbing (Guided Discovery) dan kooperatif tipe jigsaw merupakan
salah satu faktor yang menjadi perhatian untuk meningkatkan hasil belajar biologi
siswa. Hal ini dapat dimaklumi karena melalui penerapan model pembelajaran
yang tepat dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran
sehingga keberhasilan dan ketercapaian tujuan pembelajaran akan tercapai.
Dengan demikian konsekuensinya apabila penerapan model pembelajaran
yang kurang tepat dalam pembelajaran maka tentu akan berakibat berkurang pula
partisipasi siswa dalam pembelajaran. Melalui penelitian ini menunjukkan bahwa
secara rata-rata hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses
sains dan sikap ilmiah sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
tipe jigsaw dan konvensional. Sedangkan rata-rata hasil kemampuan berpikir
tingkat tinggi, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dengan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada model konvensional. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran penemuan terbimbing efektif
untuk meningkatkan hasil kemampuan berpikir tingkat tinggi, keterampilan proses
sains dan sikap ilmiah siswa, karena model penemuan menekankan pada aktivitas
siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model
pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan
sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
5.3 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka sebagai tindak lanjut
dari penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagi guru khususnya guru biologi diharapkan untuk menggunakan model
pembelajaran seperti model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided
Discovery) dan kooperatif tipe jigsaw ataupun model-model pembelajaran
yang lain selain proses belajar mengajar dalam upaya membangkitkan
motivasi, minat dan perhatian siswa dalam belajar.
2. Bagi mahasiswa calon guru diharapkan menggunakan model-model
pembelajaran lain selain model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided
Discovery) dan Kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran sehingga proses
67
DAFTAR PUSTAKA
Afifudn, A. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Menggambar Bentuk di SMA Negeri 3
Tuban. Jurnal Pendidikan Seni Rupa 2(3): 117-126.
Akibobola, A. O & Afolabi, F. O. 2010. Constructivist Practices Through Guided Discovery Approach. The Effect on Studen’t Cognitive Achievement in
Nigerian Senior Secondary School Physics. Eurasian Journal of
Physics and Chemistry Education 2 (1) : 16-25.
Altiparmark, M. 2009. Hands on Group Work Paper Model for Teaching DNA
Structure, Central Dogma, Recombinant DNA. Journal US-China
Education Review 6 (1): 21-28.
Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching,
and Assesing. NewYork: Longman.
Anonim. 2013. Buku Pedoman Guru Biologi Edisi Ke-4. Jakarta: Penerbit PT.
Indeks.
Armstrong, Nshu-Mei Chang & Marguerite Bricman. 2007. Cooperative Learning
in Industrial-Sized Biology Classes. CBE-Life Sciences Education 6 (2):
163-171.
Ansberry, R. K. 2005. Picture-Perfect Science Lessons Using Children’s Book to
Qiude Inquiry. Virginia: NSTA.
Anwar, H. 2009. Penilaian Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal
Pelangi Ilmu, (Online), 2 (5), (http://ejurnal.ung.ac.id/index.
Php/JPI/article/view/593. Diakses 16 Oktober 2015).
Arends, R.I. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Edisi Dua,
(Penerjemah: Helly Prayitno Soetjipto dan Sri Mulyantino Soetijipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Colosi, J.C adn Charlotte Rappe Zales. 1998. Jigsaw Cooperative Learning
Improve Biology lab Courses. Bioscience.
Dahar, R., W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan Oleh Benyamin
68
Febriani, H. 2010. Pengaruh Pembelajaran Discovery dan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Siswa dan Keterampilan Sosial Siswa SMP Swasta PGRI 2 Medan.Tesis.
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Gholamin, A. 2013. Studying the Effect of Guided Dicovery Learning on Reinforcing the Creative Thinking of Sixth Grade Girl Students in Qom
During 2012-2013 Academic Year. Journal of Applied Science and
Agriculture8(5): 576-584.
Hamalik. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Harahap, M.D. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Keterampilan Proses Sains, Sikap Ilmiah, dan Hasil Belajar IPA Siswa SMP Negeri 8
Padangsidempuan. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Hartman, B., K. 2009. Effecttiveness of Problem Based Learning in Introductory
Business Courses. Journal of Instructional Pedagogies1(4): 1-9.
Heong, Y. 2011. TheLevel ofMarzano Higher OrderThinkingSkills Among
Technical Education Students .InternationalJournal of Social and
humanity1 (2): 121-125.
Ida. 2012. Implementasi Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar
Biologi ditinjau dari Intelligence Quotient (IQ). Tesis.Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning, Mengembangkan Kemampuan Berkelompok.
Bandung: Alfabeta.
Jacobsen, D. A. 2009. Methood for Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Joice, B. & Weil, M. 1972. Conceptual Complexity Teaching Stle and Models of
Teaching. Columbia University.
Kawuwung,F. 2011.”Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, danKemampuan
Berpikir Tingkat Tinggidi SMP Kabupaten MinahasaUtara”. Jurnal El-hayah 1(4): 23-27.
Krathwohl,D.R.& Anderson,L.W.2001.ATaxonomy ForLearning,Teaching,And
Assesing; ARevisionOfBloom’s Taxonomy OfEducationObjective:
(tersediadi www.purdue.edu/geri.Diakses 14 Oktober2015).
Krathwohl, D. R.2002.A revision ofBloom’s Taxonomy: an overview-Theory
IntoPractice, Collegeof Education, TheOhio StateUniversityPohl.
2000.Learning to think, thinking to learn:(tersediadi
www.purdue.edu/geri. Diakses 14 Oktober 2015).
69
Lord, T.R. 2001. 101 Reasons for Using Cooperative Learning in Biology
Teaching. The American Biology Teacher 63 (1) : 30-35.
Martomidjojo, R. 2009. Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains. Tersedia pada:
http//russamimartowidjojocentre.blogspot.com. Diakses tanggal 14 Oktober 2015.
Mayer, R.E. 2004. Should There Be a There-Strikes Rule Against Pure Discovery
Learning. American Psychologist59 (1) :14-19.
Mirasi, W. 2013. Comparing Guided Discovery and Exposition-with-Interaction
Methods in Teaching Biology in Secondary Schools. Mediterranean
Journal of Social Science4(14): 81-87.
Mfon, E. U. 2010. Effect of Guided-Discovery, Student-Centered Demostration and the Ekpository Instructional Strategies on Student’s Performance in
Chemistry. African Journals Online 4(4): 389-398.
Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004, (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Penerbit
PT. Grasindo.
Opara, A. J. & Oguzor, S.N. 2010. Inquiry Instructional Method and School
Science Curiculum. Currend Research Joernal Science. 3 (2):188-198.
Rahayu, S. 2004. Implikasi Pembelajaran Kooperatif dalam Mata Pelajaran IPA
Bersarkan Kurikulum 2004. Makalah disajikan dalam Seminar dan
Workshop Calon Fasilitator Kaloborasi dengan UM-MGMP MIPA Kota Malang. 19-20 Maret 2004.
Ramos, L. J. 2013. Higher Order Thinking Skills and Academic Performance in
Physics of College Students: A Regression Analysis. International
Journal of Innovative Interdisiciplinary Research 4(4): 48-60.
Ramberg, R.M. 2014. What Makes Reform Work?-School-Based Conditions as Predictors of Teacher’s Changing Practice after a National Curriculum
Reform. International Education Studies7(6): 46-65.
Rezak, C.J. 2006. Improving Corporate Training Results with Discovery Learning
Methodolog. Florida: p.11.
Robert, E. S. 2008. Cooperative learning . Bandung: Nusa media.
Rusche, S.N. & K. Jason. 2011. “You Have to Absorb Yourself in It”. Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and
Self-knowledge. Teaching Sociology 39 (4) 338-353, American Sociological
70
Rustaman.2007.StrategiBelajarMengajarBiologi,Malang:Universitas Negeri
Malang.
Rustaman. 2009. Keterampilan Proses Sains. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Depok: Raja Grafindo.
Saefuddin, A & Berdiati, I. 2014. Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Sani,R.A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, W. 2006. Metode Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sarosa. 2004. Penggunaan Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar dan
Pengembangan ilmu pengetahuan. Jurnal Bioginesis2 (1): 50-57.
Sartika, D. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek, Penemuan
Terbimbing Terhadap Pengetahuan Biologi, Sikap Ilmiah dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Diponegoro Kisaran. Tesis. Medan: Pascasarjana Unimed.
Semiawan, C. 1996. Pendekatan ketrampilan proses. Jakarta: PT. Gramedia.
Slavin, R.E. 2009. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Penerbit Nusa Media.
Slish, D.F. 2005. Assement of The Use of The Jigsaw Method and Active
Learning in Non-majors, Introductory Biology. Dept of Biological
Science Suny, Plattsburgh 101 Broad Street Plattsburgh, NY 12901.
Supriono, A. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sutikno, M.S. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Lombok: Holistica.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: PT. Masmedia Buana Pustaka.
Tan, O.S. 2003. Problem Based Learning Innovation. GALE Cengage Learning,
Singapore: Sing Lee Press.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Innovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
71
Westwood, P. 2008. What Teachers Need to Know About Teaching Method.
Camberwell, Victoria: ACER Press.
William. & Mary. 2008. The Walls Speak: The Interplay of Quality Facilities,
School Climate, and Student Achievement. Journal of Educational
Administration46(1): 55-73.
Wirtha,I.M.& Rapi,N.K. 2008. Pengaruh Model Pembelajarandan Penalaran FormalTerhadap PenguasaanKonsepFisika dan SikapIlmiah Siswa SMA
Negeri 4 Singaraja.JurnalPenelitian dan Pengembangan Pendidikan
Lembaga Pendidikan Undiksha1(2):15-29.
Yen, S.T. & Halili, H. S. 2015. Effective Teaching of Higher-Order Thinking
(HOT) In Education. The Online Journal of Distance Education and