• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat Dan Mikoriza Untuk Meningkatkan Ketersediaan Dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat Dan Mikoriza Untuk Meningkatkan Ketersediaan Dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN JAMUR PELARUT FOSFAT DAN MIKORIZA UNTUK

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN DAN SERAPAN P TANAMAN

JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI

OLEH :

RIZKY MARDIANA NASUTION/ 090301184 AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN JAMUR PELARUT FOSFAT DAN MIKORIZA UNTUK

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN DAN SERAPAN P TANAMAN

JAGUNG PADA TANAH INCEPTISOL

SKRIPSI

OLEH :

RIZKY MARDIANA NASUTION/ 090301184 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol

Nama : Rizky Mardiana Nasution

NIM : 090301184

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Ilmu Tanah

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc, PhD. Ir. Fauzi, MP.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABTRACT

RIZKY MARDIANA NASUTION: Utilization Phosphate Solubilizing Fungi and Mycorrhizae in Increase P availability and absorption to Maize on Inceptisols, supervised by T. SABRINA and FAUZI.

P availability in soil is often be the limiting factor on plant growth and production. Phosphate solubilizing organism is one of alternative to solve this problem. The aim of this study was to determine the effect of phosphate solubilizing fungi and mycorrhizae and their interaction to increase availability and P-absorption of Maize on Inceptisols. This research was conducted in the green house, Soil Biology laboratory and Chemical and Soil Fertility Laboratory of Fakultas Pertanian USU in March-August 2013, used Randomized Block Design (RBD) factorial consisting of 2 factors and 4 replications. The first factor was phosphate solubilizing fungi inoculation consisting of 2 treatments (with and without inoculation) and the second factor was mycorrhizae application consisting of 3 treatments (0, 10, 20 g/polybag). Parameters observed were soil pH, P-availability, C-organic, plant height, stem diameter, shoot dry weight, root weight, P-absorption, 100 seeds dry weight, mycorrhizae infection and phosphate solubilizing fungi population. The result showed that phosphate solubilizing fungi inoculation significantly affected phosphate solubilizing fungi population and not affected others parameters, however it increased plant growth and production. Mycorrhizae application decreased soil pH, stem diameter, and increased mycorrhizae infection significantly. Mycorrhizae application dose of 10 g mycorrhizae resulted the highest plant height, shoot dry weight, highest P-absorbtion, 100 seeds dry weight but decreased C-organic and P availability.

(5)

ABSTRAK

RIZKY MARDIANA NASUTION: Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol, dibimbing oleh T. SABRINA dan FAUZI.

Bentuk ketersediaan P di dalam tanah sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman. Organisme pelarut fosfat merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah Inceptisol. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa, Laboratorium Biologi Tanah, dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU pada Maret-Agustus 2013, menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial, dengan 2 faktor dan 4 blok. Faktor pertama adalah inokulasi jamur pelarut fosfat yang terdiri dari 2 perlakuan (tanpa dan dengan inokulasi) dan faktor kedua adalah aplikasi mikoriza yang terdiri dari 3 perlakuan (0, 10, 20 g/polibag). Parameter yang diamati adalah pH tanah, C-organik, P tersedia, tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk, berat kering akar, Serapan P, bobot 100 biji, derajat infeksi mikoriza dan populasi jamur pelarut fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamur pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap populasi jamur pelarut fosfat dan tidak berpengaruh terhadap parameter lainnya namun dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemberian mikoriza berpengaruh nyata menurunkan pH tanah dan diameter batang serta nyata meningkatkan derajat infeksi mikoriza. Pemberian mikoriza dengan dosis 10 g memberikan tinggi tanaman, berat kering tajuk, serapan P, serta bobot 100 biji tertinggi namun menurunkan C-organik dan P tersedia tanah.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1991 dari Ayah Mardin Nasution dan Ibu Sofia Trisdalina Pulungan. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Harapan Mandiri, Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian.

Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA), Paguyuban Karya Salemba Empat (KSE) USU, dan Pengajian Al-Bayan, sebagai

asisten praktikum Pertanian Organik (2012-2013), Rancangan Percobaan (2012-2013), Kesuburan Tanah dan Pemupukan (2013), Bioteknologi Pertanian (2013),

Ekologi dan Biologi Tanah (2013). Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan seperti Indofood Leadership Camp I-III Batch 4 di Magelang dan Bandung. Penulis juga memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2010-2011 , beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) dan Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) 2011-2013.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol”

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis atas kasih sayang baik moril, materil, dan do’a yang telah diberikan kepada penulis, kepada abang dan adik penulis yang telah medukung dan memotivasi penulis, kepada Ibu Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc, PhD dan Bapak Ir. Fauzi, MP. selaku komisi pembimbing penulis yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Di samping itu, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, keluarga besar Yayasan Karya Salemba Empat, laboran Laboratorium Biologi Tanah Kak Rosneli serta teman-teman stambuk 2009 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2013

(8)

DAFTAR ISI

Mikroorganisme Pelarut Fosfat ... 4

Mikoriza ... 7

Pengambilan dan Penanganan Contoh Tanah ... 19

Persiapan Inokulan Jamur Pelarut Fosfat ... 19

Pemberian Perlakuan dan Penanaman ... 19

Pemeliharaan Tanaman ... 20

Pemanenan ... 20

Parameter Pengamatan ... 20

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 22 Pembahasan ... 28 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Sifat kimia tanah Inceptisol akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya ... 22

2. Pertumbuhan dan produksi tanaman akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya ... 24 3. Serapan P dan produksi tanaman akibat pemberian jamur pelarut fosfat

dan mikoriza serta interaksinya ... 25 4. Sifat biologi tanah Inceptisol akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Media spesifik jamur pelarut fosfat (Media Pikovskaya)... 40

2. Deskripsi benih jagung varietas Pioneer 23 ... 40

3. Hasil analisis awal tanah ... 41

4. Hasil analisis awal inokulan mikoriza ... 41

5. Klassifikasi banyaknya infeksi mikoriza ... 41

6. Data pH (H2O) tanah ... 42

17. Sidik ragam berat kering tajuk tanaman ... 45

18. Data berat kering akar tanaman (g) ... 46

19. Sidik ragam berat kering akar tanaman ... 46

20. Data serapan P tanaman (mg/tanaman) ... 46

21. Sidik ragam serapan P tanaman ... 47

22. Data derajat infeksi mikoriza (%) ... 47

23. Sidik ragam derajat infeksi mikoriza ... 47

24. Data populasi jamur pelarut fosfat ( x 105 populasi/ml) ... 48

25. Sidik ragam populasi jamur pelarut fosfat ... 48

(13)

ABTRACT

RIZKY MARDIANA NASUTION: Utilization Phosphate Solubilizing Fungi and Mycorrhizae in Increase P availability and absorption to Maize on Inceptisols, supervised by T. SABRINA and FAUZI.

P availability in soil is often be the limiting factor on plant growth and production. Phosphate solubilizing organism is one of alternative to solve this problem. The aim of this study was to determine the effect of phosphate solubilizing fungi and mycorrhizae and their interaction to increase availability and P-absorption of Maize on Inceptisols. This research was conducted in the green house, Soil Biology laboratory and Chemical and Soil Fertility Laboratory of Fakultas Pertanian USU in March-August 2013, used Randomized Block Design (RBD) factorial consisting of 2 factors and 4 replications. The first factor was phosphate solubilizing fungi inoculation consisting of 2 treatments (with and without inoculation) and the second factor was mycorrhizae application consisting of 3 treatments (0, 10, 20 g/polybag). Parameters observed were soil pH, P-availability, C-organic, plant height, stem diameter, shoot dry weight, root weight, P-absorption, 100 seeds dry weight, mycorrhizae infection and phosphate solubilizing fungi population. The result showed that phosphate solubilizing fungi inoculation significantly affected phosphate solubilizing fungi population and not affected others parameters, however it increased plant growth and production. Mycorrhizae application decreased soil pH, stem diameter, and increased mycorrhizae infection significantly. Mycorrhizae application dose of 10 g mycorrhizae resulted the highest plant height, shoot dry weight, highest P-absorbtion, 100 seeds dry weight but decreased C-organic and P availability.

(14)

ABSTRAK

RIZKY MARDIANA NASUTION: Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Inceptisol, dibimbing oleh T. SABRINA dan FAUZI.

Bentuk ketersediaan P di dalam tanah sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman. Organisme pelarut fosfat merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah Inceptisol. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa, Laboratorium Biologi Tanah, dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU pada Maret-Agustus 2013, menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial, dengan 2 faktor dan 4 blok. Faktor pertama adalah inokulasi jamur pelarut fosfat yang terdiri dari 2 perlakuan (tanpa dan dengan inokulasi) dan faktor kedua adalah aplikasi mikoriza yang terdiri dari 3 perlakuan (0, 10, 20 g/polibag). Parameter yang diamati adalah pH tanah, C-organik, P tersedia, tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk, berat kering akar, Serapan P, bobot 100 biji, derajat infeksi mikoriza dan populasi jamur pelarut fosfat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamur pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap populasi jamur pelarut fosfat dan tidak berpengaruh terhadap parameter lainnya namun dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemberian mikoriza berpengaruh nyata menurunkan pH tanah dan diameter batang serta nyata meningkatkan derajat infeksi mikoriza. Pemberian mikoriza dengan dosis 10 g memberikan tinggi tanaman, berat kering tajuk, serapan P, serta bobot 100 biji tertinggi namun menurunkan C-organik dan P tersedia tanah.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Inseptisol tersebar luas dengan sebaran 15,8 persen dari permukaan tanah di dunia (Foth, 1994). Di Indonesia luas Inceptisol mencapai 40.879.687 ha dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Di Sumatera, penyebaran tanah masam berdasarkan ordo tanah berturut-turut adalah Inceptisols (13.412.422 ha), Ultisols (9.391.529 ha), Oksisols (5.929.074 ha), Entisols (595.115 ha) dan Spodosols (16.394 ha) (Mulyani, dkk., 2009). Berdasarkan sebarannya yang cukup luas tanah ini berpotensi untuk pengembangan pertanian lahan kering di Sumatera namun unsur hara fosfor sering menjadi faktor pembatas pada Inceptisol.

Unsur hara fosfor merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah nitrogen. Namun Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Tanah-tanah masam biasanya mengandung ion-ion Al3+, Fe3+ dan Mn2+ terlarut dan tertukarkan dalam jumlah yang cukup nyata. Apabila ada, fosfat akan terjerap pada permukaan koloid dengan ion Al3+, Fe3+ dan Mn2+ bertindak sebagai jembatan (Tan, 1998).

Banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah antara lain penambahan pupuk kandang, guano, dolomit, serta bahan organik yang berasal dari serasah tanaman. Seiring dengan perkembangan bioteknologi pertanian, maka alternatif lain untuk meningkatkan ketersediaan fosfat di dalam tanah adalah dengan memanfaatkan jamur pelarut fosfat dan mikoriza.

(16)

tersedia bagi tanaman melalui sekresi asam-asam organik yang dihasilkan untuk melepaskan P dari kompleks jerapan (Hanafiah, dkk, 2009). Penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat di tanah Ultisol berpengaruh nyata dalam meningkatkan P tersedia tanah dan berat kering akar tanaman jagung (Nasution, 2010). Aplikasi jamur pelarut fosfat sebanyak 20 ml/polybag pada tanah Andisol mampu meningkatkan berat basah dan serapan P tanaman cabai dan menurun dengan meningkatnya dosis yang diaplikasikan (Sembiring, 2012). Inokulasi bakteri pelarut fosfat pada tanah Vertisol dapat meningkatkan P tersedia tanah (Dulur, 2010).

Selain penggunaan mikrobia pelarut fosfat, penggunaan mikoriza juga mampu meningkatkan unsur hara baik makro maupun mikro dan dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman seperti P. Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dan membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara terutama fosfor pada lahan marjinal (Hanafiah, dkk., 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pemanfaatan jamur pelarut fosfat dan mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara P dan serapan P tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah Inceptisol.

Tujuan Penelitian

(17)

Hipotesis Penelitian

- Pemberian jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah Inseptisol.

- Pemberian mikoriza pada taraf tertentu dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah Inseptisol.

- Interaksi jamur pelarut fosfat dan mikoriza pada taraf tertentu dapat meningkatkan ketersediaan dan serapan P tanaman jagung pada tanah Inseptisol.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme Pelarut Fosfat (MPF)

Tanaman hanya dapat menyerap P dalam bentuk yang tersedia. P tanah baru dapat tersedia oleh perakaran tanaman atau mikrobia tanah melalui sekresi asam organik oleh akar atau mikrobia. Oleh karena itu mikrobia yang dapat melarutkan P memegang peranan penting dalam sistem pertanian (Hanafiah, dkk., 2009)

Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).

(19)

Pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikrooganisme dipengaruhi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5-5.5. Pertumbuhan fungi menurun dengan meningkatnya pH. Sebaliknya pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah (Ginting, 2006).

Keberhasilan inokulasi pelarut fosfat pada kondisi lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor biologi, diantaranya adalah kandungan bahan organik. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat. Penambahan bahan organik dengan inokulasi mikroorganisme pelarut fosfat dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat dan ketersediaan P tanah, terutama bila dikombinasikan dengan batuan fosfat (Hanafiah, 1994).

Aktivitas mikroba dalam rhizosfer dapat meningkatkan ketersediaan P dengan menurunkan pH dan melarutkan Fe-P dan Al-P, yang mungkin terikat oleh aluminium dan besi. Akar tanaman juga dapat mengeluarkan asam organik yang dapat melarutkan P dalam jumlah yang cukup besar dalam bentuk hydroxylapatite (Syers, dkk., 2008).

(20)

tumbuh, sedangkan mikroba yang lain tidak menunjukkan ciri tersebut (Raharjo, dkk., 2007). Beberapa jamur dan bakteri yang besar perannya dalam pembebasan senyawa-senyawa fosfat organik adalah Aspergillus, Penicillium, Bacillus dan Pseudomonas melalui sekresi sejumlah asam organik seperti asam format, asetat, propionate, laktat, glikolat, fumarat dan suksinat (Hanafiah, dkk., 2009).

Gambar 1. Isolat jamur pelarut fosfat dalam biakan media Pikovskaya

Asam-asam organik sangat berperan dalam pelarutan fosfat karena asam organik

tersebut relatif kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil (-COO−) dan hidroksil (-O−) yang bermuatan negatif sehingga memungkinkan untuk membentuk senyawa

komplek dengan ion (kation) logam yang biasa disebut chelate. Asam-asam organik meng-chelate Al, Fe atau Ca, mengakibatkan fosfat terlepas dari ikatan AlPO4.2H2O, FePO4.2H2O, atau Ca3(PO4)2 sehingga meningkatkan kadar fosfat-terlarut dalam tanah. Keadaan ini akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah. Pelarutan fosfat dari Al-P atau Fe-P pada tanah masam oleh asam organik yang dihasilkan MPF sebagai berikut:

(21)

O O O

Sedangkan reaksi pelarutan fosfat dari Ca-P pada tanah basa oleh asam organik sebagai berikut:

Penginokulasian jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai sebesar 67,43% dibandingkan pemberian dosis pupuk P yang sama dan 36,28% dibandingkan pemakaian dosis pupuk P yang direkomendasikan, serta dapat

mengurangi pemakain pupuk anorganik sekitar 50% pada tanaman kedelai (Dasumiati dan Pikoli, 2009). Jamur memiliki efisiensi yang lebih untuk melarutkan

fosfat dibandingkan bakteri. Oleh karena itu perlu ada pengembangan strain jamur sebagai pupuk fosfat (Sanjotha, dkk., 2011).

Mikoriza

Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Pada umumnya, tanah yang dikelola secara organik menunjukkan adanya peningkatan mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman (Hanum, 2012).

(22)

paling luar, namun tidak masuk ke dalam sel tanaman inang. Tipe mikoriza ini paling banyak dijumpai pada tanaman berkayu seperti pinus. Sementara itu, pada endomikoriza (mikoriza internal), hifanya masuk ke dalam sel-sel korteks hingga ke endodermis tanaman inang. Endomikoriza dapat menembus dinding sel-sel korteks, tetapi tidak dapat melewati pita kaspari. Disamping itu, meskipun masuk ke dalam sel cendawan ini tidak merusak membran plasma atau membran vakuola sel tanaman inang. Di dalam sel, endomikoriza membentuk arbuskula yang berisi butiran-butiran fosfor, yang kemudian arbuskula tersebut menghilang setelah fosfor diserap oleh tanaman (Zulkarnain, 2009).

Jamur mikoriza memainkan peran penting dalam akuisisi nutrisi di banyak spesies tanaman. Ada dua tipe hubungan yang penting bagi nutrisi tanaman. Mikoriza Arbuskula (AM) menyerang akar dan mengembangkan miselium internal, bersama-sama memperpanjang miselium eksternal yang dapat meningkatkan panjang akar efektif. Semua mikoriza mengambil senyawa karbon yang dihasilkan oleh fotosintesis pada daun tanaman inang dan sebagai imbalannya mikoriza memasok nutrisi, khususnya P dan mikronutrien, yang mereka ambil dari larutan tanah. Simbiosis ini memainkan peranan besar dalam tanah miskin P dan mikronutrien, terutama seng (Zn). Ada perbedaan antara genotip AM, misalnya antara mereka memanfaatkan Al fosfat di tanah masam dan mereka menggunakan hydroxylapatites dalam keadaan tanah netral/alkali. Penggunaan mulsa sisa tanaman dapat meningkatkan perkembangan jamur mikoriza. Efisiensi AM dibatasi oleh suhu rendah, stres air dan pH tanah <5.0 serta oleh salinitas, konsentrasi racun Al, Fe dan Mn, dan juga oleh penambahan besar pupuk P larut (Amberger, 2006).

(23)

berguna untuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Manfaat CMA bagi ekosistem, CMA menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia bagi tanaman. CMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur. Mikoriza juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan obat-obatan, terutama jenis ektomikoriza, seperti jamur kuping dan jamur merang. Jenis ini mudah dikenali dan dapat dikonsumsi karena mempunyai batang buah dan mengandung protein yang tinggi, vitamin, fosfat, dan kalsium. Namun, jenis ini juga mengandung bahan toksik sehingga dapat menyebabkan keracunan bila dikonsumsi (Musfal, 2010).

Keuntungan lain yang diperoleh dari cendawan ini adalah dapat dijadikan sebagai bioindikator kualitas lingkungan, mempertahankan stabilitas ekosistem dan keanekaragaman hayati karena dapat mempercepat terjadinya suksesi secara alamiah pada habitat-habitat yang mengalami gangguan yang ekstrim, memperbaiki struktur tanah, sebagai jembatan transfer karbon dari akar tanaman ke organisme tanah lainnya. Keberadaan cendawan di dalam tanah bersinergis dengan mikroba potensial seperti bakteri penambat nitrogen (keberadaan CMA diperlukan tanaman leguminosa untuk

pembentukan bintil akar dan efektifitas penambatan nitrogen oleh rhizobium/bradyrhizobium) dan bakteri pelarut fosfat, jasad-jasad renik selulotik seperti

Tricoderma sp. (Husna, dkk., 2007)

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan CMA. Lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman biasanya juga cocok untuk perkembangan spora CMA. Cendawan ini dapat hidup dalam tanah yang berdrainase

(24)

tanah dengan kadar mineral tinggi, baik pada hutan primer, hutan sekunder,

kebun, padang alang-alang, pantai dengan salinitas tinggi, dan lahan gambut (Soelaiman dan Hirata, 1995 dalam Musfal, 2010).

Selain itu, efektivitas mikoriza juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, suhu, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobia, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza (Hanum, 2012).

Penggunaan pupuk dan insektisida pada pertanian konvensional dapat mempengaruhi perkembangan simbiosis mikoriza arbuskuler dalam tanah. Misalnya penggunaan dosis pupuk P yang tinggi dapat menekan kolonisasi mikoriza pada akar tanaman. Oleh karena itu ada batas maksimal pemberian pupuk P untuk berfungsinya simbiosis secara optimal (Simanungkalit, 2006).

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung

mikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara (Hanafiah, dkk., 2009). Akar-akar tanaman mengantarkan bahan-bahan ke fungi

(25)

Gambar 2. Infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung

Jika mikoriza harus efektif dalam serapan hara, hifanya harus tersebar melampaui zona defisiensi hara dan berkembang disekitar akar. Zona defisiensi hara terbentuk jika hara dalam larutan tanah hilang lebih cepat dibandingkan kecepatan penggantian melalui difusi. Untuk ion-ion yang kurang mobil seperti fosfat, zona defisiensi akar dapat terbentuk di dekat akar. Hifa dapat menjembatani zona defisiensi

dan tumbuh dalam tanah dengan penyediaan fosfor yang cukup (Handayanto dan Chairiah, 2007).

Perkembangan CMA berkorelasi erat dengan jumlah eksudat akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan eksudat yang mengandung bahan-bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino yang berguna bagi perkecambahan spora mikoriza tersebut. Adanya CMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Bagi tanaman sendiri pengaruh adanya mikoriza sangat menguntungkan karena terjadinya pemindahan unsur hara dari mikoriza ketanaman inang ini menyebabkan kepekaan unsur hara terutama P jaringan tanaman yang terinfeksi, jauh lebih tinggi daripada yang tidak terinfeksi (Simanjuntak, 2004).

(26)

asosiasi mikoriza atau terhadap komponen tertentu pada rizosfer (Handayanto dan Chairiah, 2007). Mikoriza diketahui berinteraksi sinergis dengan

bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat dan pada tanaman gandum. Kolonisasi oleh mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, b. japonicum (Hanum, 2012).

Inokulasi CMA mampu meningkatkan persentase infeksi CMA, sehingga berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan hasil jagung. Adanya pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan hasil jagung akibat inokulasi CMA disebabkan lebih tingginya serapan P pada tanaman jagung (Mahbub, 2004).

CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskular) dapat mengefisienkan penggunaan pupuk hingga 50%. Pemberian 50% pupuk NPK ditambah CMA 15 g/batang memberikan hasil pipilan kering jagung yang tidak jauh berbeda dengan pemberian 100% NPK (Musfal, 2010).

(27)

Unsur Hara Fosfor

Unsur fosfor (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat di dalam tanah jarang yang melebihi 0.01% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Ginting, 2006).

Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4-, HPO42-, dan PO43- dimana jumlah dari masing-masing bentuk sangat tergantung pada pH tanah. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai bentuk H2PO4- dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO43- (Damanik, dkk., 2011).

Pada tanaman, fosfor berperanan dalam transfer energi, bagian dari ATP (adenosin trifosfat), ADP (adenosin difosfat), penyusun protein, koenzim, asam nukleat, dan senyawa-senyawa metabolik yang lain. Karena keterlibatan unsur P yang begitu

banyak, maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi sangat penting (Anas dan Premono, 1993).

Didalam tanah kandungan P total berkisar 0,02-0,15% P tergantung pada bahan induk penyusun tanah tersebut. Kandungan P organik di dalam tanah mineral berkisar 20-80%. Fosfat organik berasal dari senyawa-senyawa yang dibentuk di dalam sel tanaman, hewan dan mikroorganisme yang akan terlepas ketika organisme itu mati. Bentuk utama dari P organik di dalam tanah adalah ester dari asam orthophosphoric (Hanafiah, dkk., 2009).

(28)

ion fosfat dalam larutan tanah, (2) P yang terpresipitasi dengan Fe dan Al, dan menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman (Bardgett, 2005).

Defisiensi P oleh tanaman dapat disebabkan oleh dua faktor. Yang pertama adalah di mana P secara kimia terikat sebagai Fe atau Al-Fosfat, seperti pada tanah berpasir Ferralsols. Yang kedua adalah kapasitas Fe dan Al oksida dalam beberapa mineral liat kuat menyerap P yang ditambahkan dalam bentuk larut air seperti pada Nitosols (Amberger, 2006).

Awalnya P dalam senyawa larut dalam air, seperti fosfat monocalcium dalam superfosfat, dan masuk ke dalam larutan tanah sebagai ion fosfat. P ini kemudian diambil oleh akar atau terserap cepat ke partikel mineral atau bahan organik yang membentuk sebagian besar tanah. P ini akan terikat pada permukaan senyawa

aluminium, besi atau kalsium. Jenis dan proporsi dari senyawa ini relatif terutama tergantung pada sifat dan ukuran partikel liat dan keasaman tanah. Pada

awalnya reaksi adsorpsi berlangsung lambat untuk menghasilkan senyawa kalsium besi dan aluminium kurang mudah larut. Kecepatan yang teradsorpsi

dengan P dilepaskan kembali ke larutan tanah untuk mengisi P diambil oleh akar tanaman tergantung pada kekuatan ikatan memegang P pada permukaan yang berbeda (Johnston, 2000).

(29)

Inseptisol

Inseptisol tersebar luas di Indonesia dengan luas 40.879.687 ha dari total lahan kering masam di Indonesia yaitu 102.817.113 ha dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera (13.412.422 ha), Kalimantan (10.968.100 ha) dan Papua (9.928.395 ha) sedangkan luasnya di Jawa, Bali dan Sulawesi berturut-turut adalah 2.124.623 ha, 38.884 ha dan 4.407.263 ha (Mulyani, dkk., 2009).

Inseptisol berasal dari bahasa latin inceptum yang berarti mulai. Perkembangan horizon genetik baru dimulai dalam inceptisol masih dianggap lebih tua dibandingkan entisol. Secara khas Inceptisol mempunyai epipedon okerik dan mungkin memiliki horizon diagnosis lainnya, tetapi memperlihatkan sedikit bukti tentang pencucian dan penimbunan. Bukti mengenai pengaruh cuaca yang ekstrem tidaklah ada. Inceptisol tidak cukup memiliki sifat-sifat yang mencirikan untuk ditempatkan dalam salah satu dari delapan ordo tanah yang lainnya (Foth, 1994).

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Banyak Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Pada tanah ini tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif (Hardjowigeno, 2003).

(30)

penumpukan liat <20% dari horizon diatasnya , mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik yang sangat masam, tanah sawah (aquept) dan tanah latosol. Sifat-sifat lain dari tanah ini adalah mempunyai warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk, warna batuan, iklim dan letak ketinggian. Perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang (Munir, 1995).

Banyak Inceptisol berupa tanah-tanah debu vulkanik dan merupakan tingkat perkembangan terakhir Ultisol dan Oksisol di tropika basah. Tanah-tanah ini memiliki tanah liat amorf dan biasanya sangat asam. Banyak yang secara intensif digunakan untuk menghasilkan tebu, kopi, dan tanaman-tanaman lainnya (Foth, 1994).

(31)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian

ini dimulai pada Maret 2013 sampai dengan Agustus 2013. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah Inseptisol Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU Kecamatan Medan Baru, benih tanaman jagung (Zea mays L.) sebagai tanaman indikator. Jamur pelarut fosfat jenis Aspergillus niger dan Mikoriza koleksi Laboratorium Biologi Tanah, media Pikovskaya (Lampiran.1) sebagai media spesifik untuk pertumbuhan Aspergillus niger, pupuk dasar meliputi Urea, Batuan Fosfat dan KCl serta bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk keperluan analisis laboratorium.

(32)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan dan 4 ulangan serta 2 tahap yaitu vegetatif dan generatif : Faktor I : Jamur Pelarut Fosfat

J0 : Tanpa Pemberian

J1: 108 populasi/ml inokulum Faktor II : Mikoriza

M0 : Tanpa pemberian M1 : 10 gr/polybag M2 : 20 gr/polybag

Dengan demikian jumlah unit penelitian diperoleh sebanyak 48 unit (2x3x4x2). Adapun susunan kombinasi perlakuan yaitu:

J0M0 J0M1 J0M2 J1M0 J1M1 J1M2 Model linier Rancangan Acak Kelompok :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + Σijk

Dimana :

Yijk : Respon yang diperoleh pada pemberian jamur pelarut fosfat ke-j dan mikoriza ke-k pada ulangan ke-i

µ : Nilai Tengah Umum

ρi : Pengaruh ulangan ke-i

(33)

(αβ)jk : Pengaruh interaksi pemberian jamur pelarut fosfat ke-j dan pemberian mikoriza ke-k

Σijk : Faktor galat dari perlakuan

Selanjutnya data di analisis dengan Analisis Varian pada setiap parameter yang di ukur dan di uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan Uji Jarak Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan dan Penanganan Contoh Tanah

Tanah Inseptisol diambil dari Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU, Kecamatan Medan Baru, secara komposit pada kedalaman 0-20 cm dari permukaan

tanah. Lalu tanah dikering udarakan dan dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan 10 mesh dan dilakukan analisis tanah awal. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam polybag setara dengan 10 kg berat tanah kering oven.

Persiapan Inokulan Jamur Pelarut Fosfat

Pertama-tama adalah pembuatan media selektif Pikovskaya (Lampiran 1.) dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan media ke dalam medium 1 liter aquades, selanjutnya diaduk hingga homogen kemudian disterilkan pada autoklaf dengan suhu 1210C selama 30-40 menit lalu dibiarkan hingga dingin. Selanjutnya dimasukkan isolat sebanyak 2 hingga 3 ose kemudian diguncang selama 3 hari.

Pemberian Perlakuan dan Penanaman

(34)

tanam. Mikoriza diaplikasikan pada saat tanam yaitu pada tiap lubang tanam sedalam 2-3 cm dan kemudian ditanam benih jagung sebanyak 3 biji/polybag. Jamur pelarut fosfat diaplikasikan setelah tanaman tumbuh atau ± berumur 1 hingga 2 minggu.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman setiap hari sampai tanaman dalam keadaan kapasitas lapang. Kemudian satu minggu setelah tanam dilakukan penjarangan dengan meninggalkan satu tanaman. Setelah itu dilakukan penyiangan dan pemberantasan hama dan penyakit

Pemanenan

Pemanenan dilakukan dua tahap, pemanenan pertama dilakukan pada masa akhir vegetatif tanaman yaitu setelah tanaman berumur ± 6-7 minggu setelah tanam dan pemanenan kedua dilakukan pada masa akhir generatif tanaman yaitu setelah tanaman berumur ± 13-14 minggu setelah tanam. Tanaman dipotong pada buku pertama dekat permukaan tanah atau tajuk tanaman.

Parameter Pengamatan

1. pH H20 dengan metode Elektrometri pada akhir vegetatif 2. C-Organik Metode Walkey and Black pada akhir vegetatif 3. P tersedia tanah dengan metode Bray II pada akhir vegetatif 4. Tinggi tanaman (cm) pada akhir vegetatif

5. Diameter tanaman (cm) pada akhir vegetatif

6. Berat kering tajuk tanaman(g/polybag) pada akhir vegetatif 7. Berat kering akar tanaman (g/polybag) pada akhir vegetatif

(35)

10. Populasi Jamur Pelarut Fosfat Metode MPNpada akhir vegetatif 11. Bobot 100 biji (g/polybag) pada akhir generatif

Analisis Parameter

Setiap perlakuan dilakukan analisis awal sesuai dengan parameter pengamatan. Pengukuran pH (H2O) menggunakan perbandingan 1 : 2,5 yang diukur menggunakan pH meter. Parameter P-Tersedia tanah dilakukan dengan menggunakan metode P-Bray

II, Serapan P Tanaman menggunakan metode pengabuan kering, pengamatan C-organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkey and Black. Parameter derajat

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sifat Kimia Tanah Inceptisol

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dan jamur pelarut fosfat serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap C-Organik dan P tersedia tanah (Lampiran 9 dan 11). Namun mikoriza berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan pH tanah (Lampiran 7). Sementara pemberian jamur pelarut fosfat serta interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Perubahan sifat kimia tanah Inceptisol disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat kimia tanah Inceptisol akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya

Perlakuan pH Tanah C-Organik P-Tersedia ---- ----%---- ----ppm----

(37)

Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa pemberian mikoriza sebanyak 10 g/polybag (M1) menurunkan pH tanah (7.39) nyata lebih rendah daripada tanpa

pemberian mikoriza (7.45) maupun dengan aplikasi mikoriza sebanyak 20 g/polybag (7.47). Sementara aplikasi jamur pelarut fosfat maupun interaksi anatara

jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam perubahan pH tanah.

Pemberian jamur pelarut fosfat menurunkan C-organik tanah (1.41%) daripada tanpa pemberian jamur pelarut fosfat (1.50%). Pemberian mikoriza sebanyak 10 g/polybag (M1) juga menurunkan C-organik tanah (1.39%) lebih rendah daripada tanpa pemberian mikoriza (1.49%) maupun dengan aplikasi mikoriza sebanyak 20 g/polybag (1.48%). Interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza juga menurunkan C-organik tanah yang lebih rendah daripada perlakuan kontrol (1.62%).

Pemberian jamur pelarut fosfat menurunkan P tersedia tanah (45.79 ppm) daripada tanpa pemberian jamur pelarut fosfat (52.59 ppm). Pemberian mikoriza sebanyak 10 g/polybag (M1) juga menurunkan P tersedia tanah (45.40 ppm) lebih rendah daripada tanpa pemberian mikoriza (55.33 ppm) maupun dengan aplikasi mikoriza sebanyak 20 g/polybag (46.80 ppm). Interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza juga menurunkan P tersedia tanah lebih rendah daripada perlakuan kontrol (61.32 ppm).

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Dari hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian jamur pelarut fosfat dan

(38)

diameter tanaman (Lampiran 15). Sementara pemberian jamur pelarut fosfat serta interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tanaman. Pertumbuhan dan produksi tanaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan dan produksi tanaman akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya

(39)

Tabel 3. Serapan P dan produksi tanaman akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya

Perlakuan Serapan P Bobot 100 Biji

---mg P/tan--- ---g---

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 2. dan 3. dapat dilihat bahwa pemberian jamur pelarut fosfat tidak berpengaruh secara statistik terhadap semua peubah amatan pertumbuhan dan produksi tanaman (tinggi, diameter, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji). Namun pemberian jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan diameter tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji tanaman dibandingkan tanpa pemberian jamur pelarut fosfat.

(40)

10 g/polybag menurunkan berat kering akar dengan semakin meningkatnya dosis mikoriza yang diberikan dibandingkan tanpa pemberian mikoriza.

Interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P tanaman serta bobot 100 biji.

Sifat Biologi Tanah Inceptisol

(41)

Tabel 4. Sifat biologi tanah Inceptisol akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya

Perlakuan Derajat Infeksi Mikoriza Populasi Jamur Pelarut Fosfat

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa pemberian mikoriza sebanyak 20 g/polibag berpengaruh nyata meningkatkan derajat infeksi mikoriza (66.13%) daripada pemberian mikoriza 10 g/polibag (56.38%) dan tanpa pemberian mikoriza (45.25%). Sementara aplikasi jamur pelarut fosfat maupun interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan derajat infeksi mikoriza. Derajat infeksi mikoriza meningkat pada perlakuan aplikasi jamur pelarut fosfat dibandingkan tanpa aplikasi jamur pelarut fosfat. Demikian juga halnya pada perlakuan interaksi dimana aplikasi jamur pelarut fosfat meningkatkan derajat infeksi mikoriza.

Pemberian jamur pelarut fosfat berpengaruh nyata meningkatkan jumlah

(42)

(21.7 x 105 sel/ml) daripada tanpa pemberian mikoriza (24.4 x 105 sel/ml) maupun aplikasi mikoriza 20 g/polibag (21.8 x 105 sel/ml). Interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan jumlah populai jamur pelarut fosfat.

Pembahasan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian mikoriza sebanyak 10 g/polybag (M1) menurunkan pH tanah nyata lebih rendah daripada tanpa pemberian mikoriza (M0) maupun dengan aplikasi mikoriza sebanyak 20 g/polybag (M2). Pemberian mikoriza pada taraf M1 juga menurunkan C-organik tanah lebih rendah daripada M0 maupun dengan M2 dimana penurunan C-organik tanah ini juga sejalan dengan penurunan P tersedia tanah pada taraf M1 yang lebih rendah daripada M0 maupun dengan M2. Penurunan pH tanah dan C-organik dikarenakan oleh aktivitas mikrobia tersebut yang juga berperan dalam mendekomposisi bahan organik sehingga akan melepaskan CO2 yang akan membentuk asam karbonat dan melepaskan H+ ke dalam larutan tanah yang menyebabkan penurunan pH tanah dan kadar C-Organik tanah. Menurut Raiesi dan Ghollarata (2006) ketersediaan C dapat menjadi faktor pembatas terhadap aktivitas mikroba dimana ketersediaan P dan C secara bersamaan membatasi respirasi mikroba di dalam tanah berkapur tetapi ketersediaan C jauh lebih penting dibandingkan ketersediaan P untuk aktivitas mikroba tersebut.

(43)

mikoriza telah meningkatkan penyerapan P untuk metabolisme cendawan sendiri dan untuk ditranslokasikan ke tanaman inang.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pemberian jamur pelarut fosfat tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap pH tanah, C-Organik serta P tersedia tanah (Tabel. 1). pH tanah dengan pemberian jamur pelarut fosfat meningkat dengan rataan 7.44 dibandingkan tanpa pemberian jamur pelarut fosfat dengan rataan 7.43. Kenaikan pH ini berbanding terbalik dengan penurunan kadar C-organik dan P tersedia tanah yang semakin menurun dengan diaplikasikannya jamur pelarut fosfat daripada tanpa aplikasi jamur pelarut fosfat.

Perubahan nilai pH yang tidak signifikan menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pemberian jamur pelarut fosfat terhadap perubahan nilai pH tanah. Menurut Barroso dan Nahas (2005) terdapat hubungan korelasi antara produksi asam organik oleh jamur pelarut fosfat dan pH tanah dengan pertumbuhan jamur tersebut, namun hasil tersebut ternyata tidak konsisten. Pelarutan fosfat tidak selalu disertai dengan penurunan pH oleh produksi asam organik maupun dengan peningkatan pertumbuhan jamur. Isolat dengan kemampuan solubisasi tinggi tidak menunjukkan pertumbuhan tertinggi dan tidak ditandai dengan penurunan pH tetapi menunjukkan produksi asam organik terbesar.

(44)

tinggi konsentrasi sukrosa yang diberikan maka pertumbuhannya akan maksimal. Selain itu, menurut Nakahama, dkk (2009) tedapat hubungan kausal antara kekurangan karbon dengan inisiasi pengembangan konidia jamur dimana konidia tetap terbentuk dibawah kondisi kekurangan karbon.

Sedangkan penurunan P tersedia tanah diduga karena peningkatan pH tanah meskipun peningkatannya tidak signifikan. Penelitian Wahid dan Mehana (2000) menunjukkan adanya korelasi negatif antara pH tanah dengan ketersediaan P dimana penurunan pH tanah semakin meningkatkan P tersedia. Hal ini sejalan dengan Dulur (2010) yang menyatakan peningkatan P-tersedia berhubungan dengan penurunan pH (H20). Penurunan pH (H20) berpengaruh terhadap perubahan berbagai senyawa kimia tanah seperti penurunan jerapan P, CaC03 dan Mg-tertukar.

Dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji (Tabel. 2 dan 3). Namun pemberian mikoriza berpengaruh nyata terhadap diameter tanaman dimana semakin tinggi dosis mikoriza yang diberikan maka diameter tanaman semakin kecil yaitu 16.21 mm pada taraf M2 dibanding M0 yaitu 17.07 mm dan berbanding lurus dengan berat kering akar yang juga semakin menurun dengan meningkatnya taraf mikoriza yang diberikan. Sedangkan pada peubah amatan tinggi tanaman, berat kering tajuk, serapan P, serta bobot 100 biji pemberian mikoriza pada taraf M1 menyebabkan peningkatan pada semua peubah amatan dibandingkan M0 (tanpa aplikasi mikoriza). Hal ini memperlihatkan kemampuan mikoriza melalui jaringan hifa eksternalnya

(45)

Raiesi dan Ghollarata (2006) menunjukkan bahwa simbiosis mikoriza memberikan kontribusi terhadap peningkatan kegiatan fosfatase. Hal ini disebabkan karena kontribusi secara langsung oleh miselium eksternal dan efek tidak langsung terhadap peningkatan status P tanaman.

Pertumbuhan dan produksi jagung mengalami penurunan pada taraf M2. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada taraf M1 memberikan serapan P tertinggi pada tanaman dan P yang terserap ini dimanfaatkan oleh tanaman untuk perkembangan dan pertumbuhan, sehingga juga berpengaruh dan sejalan terhadap penambahan tinggi tanaman, bobot kering tajuk serta bobot 100 biji dan pemberian mikoriza pada taraf M2 akan menurunkan serapan P. Menurut Musfal (2010) Penurunan serapan P pada pemberian CMA dosis tinggi diduga berkaitan dengan kompetisi CMA itu sendiri dalam menginfeksi akar dan kemampuan akar untuk menyerap P yang ada dalam larutan tanah.

(46)

Peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dengan pemberian jamur pelarut fosfat tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan sehingga tidak nyata secara statistik. Hal ini diduga karena aktivitas jamur pelarut fosfat yang lebih baik pada pH tanah rendah sedangkan pH tanah Inceptisol pada penelitian ini adalah netral-agak alkalis sehingga aktivitas jamur tidak optimal yang menyebabkan serapan P oleh tanaman juga tidak optimal. Hasil penelitian Fitriatin, dkk., (2010) menunjukkan bahwa aktivitas fosfatase fungi lebih dominan aktivitas fosfatasenya pada pH masam. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena tidak adanya penambahan bahan

organik sebagai sumber karbon untuk metabolisme jamur pelarut fosfat. Dixon-Hardy (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat solubisasi oleh

Aspergillus niger pada tiga senyawa larut logam menurun dengan menurunnya konsentrasi karbon dan nitrogen (ammonium) dan meningkat dengan menurunnya konsentrasi nitrogen (nitrat). Hal ini juga sejalan dengan Hanafiah (1994) yang menyatakan tanah dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat.

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikoriza berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah populasi jamur pelarut fosfat (Tabel 4.). Derajat infeksi mikoriza semakin meningkat dengan meningkatnya dosis mikoriza yang diberikan. Musfal (2010) menyatakan bahwa infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh dosis CMA atau pupuk yang diberikan.

Derajat infeksi mikoriza pada taraf M2 (66.13%) berbeda nyata dengan

M0 (45.25%) dan tidak berbeda nyata dengan M1 (56.38%). Derajat infeksi

(47)

termasuk kedalam kelas 4 berdasarkan klassifikasi banyaknya infeksi mikoriza (Lampiran 4.). Semakin tinggi derajat infeksi mikoriza dapat mengindikasi semakin

aktif mikoriza tersebut menginfeksi akar dan memperluas daerah serapan akar terhadap air dan unsur hara. Hal ini sesuai literatur Hanafiah, dkk., (2009) yang menyatakan prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara.

Meskipun tidak berpengaruh nyata, namun aplikasi jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan derajat infeksi mikoriza (58.92%) dibandingkan tanpa aplikasi jamur pelarut fosfat (52.92%) yang juga terlihat pada interaksi antara jamur pelarut fosfat dan mikoriza. Menurut Fracchia, dkk (2004) dalam Medina, dkk (2007) eksudat yang disekresi A. niger telah terbukti meningkatkan perkecambahan spora dan miselium Arbuskula Mikoriza. Hal ini sejalan dengan penelitian Medina, dkk (2007) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan hifa Arbuskula Mikoriza dalam tanah dengan pemberian amandemen limbah bit yang difermentasi dengan Aspergillus niger dibandingkan dengan limbah tanpa Aspergillus niger.

Pemberian jamur pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap jumlah populasi jamur itu sendiri tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza (Tabel 4.) Populasi jamur pelarut fosfat semakin meningkat dari 12.1 x 105 sel/ml (J0) menjadi

33.1 x 105 sel/ml (J1). Populasi jamur pelarut fosfat tersebut tidak dipengaruhi oleh

(48)
(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian jamur pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap populasi jamur pelarut fosfat dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter lainnya .

2. Pemberian mikoriza berpengaruh nyata menurunkan pH tanah dan diameter tanaman serta nyata meningkatkan derajat infeksi mikoriza.

3. Pemberian mikoriza dengan dosis 10 g memberikan tinggi tanaman, berat kering tajuk, serapan P, serta bobot 100 biji tertinggi namun menurunkan C-organik dan P tersedia tanah.

4. Interaksi jamur pelarut fosfat dan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat kimia Inceptisol, pertumbuhan dan produksi serta sifat biologi Inceptisol pada semua peubah amatan.

Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, I., dan M. E. Premono. 1993. Mikroorganisme Tanah Pelarut Fosfat dan Peranannya Dalam Pertanian. Dalam Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Medan, 7-10 Desember 1993. 13 hlm.

Amberger, A. 2006. Soil Fertility and Plant Nutrition in The Tropics and Subtropics. IFA and IPI. Paris and Hoagen.

Bardgett, R. D. 2005. The Biology of Soil. A Community and Ecosistem Approach. Oxford University Press.

Barroso, C. B. dan E. Nahas. 2005. The Status of Soil Phosphate Fractions and The Ability of Fungi to Dissolve Hardly Soluble Phosphates. Applied Soil Ecology 29 : 73-83.

Damanik, M. M. B., B. E., Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Dasumiati dan M. R. Pikoli. 2009. Pemanfaatan Fungi Pelarut Fosfat Asal Contoh Tanah Tiga Raksa Tangerang Dalam Meningkatkan Produktivitas Kedelai. Jurnal Biologi Lingkungan 3 (2) : 67-74.

Dixon-Hardy, J. E., V. I. Karamushka, T. G. Gruzina, G. N. Nikovska, J. A. Sayer and G. M. Gadd. 1998. Infuence of The Carbon, Nitrogen and Phosphorus Source on The Solubilization of Insoluble Metal Compounds by Aspergillus niger. Mycol. Res. 102 (9) : 1050-1054.

Dulur, N. W. D. 2010. Kajian Bahan Organik Dan Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Tahana P Di Tanah Vertisol. Agroteksos. 20 (2-3) : 119-124.

Fitriatin, B. M., A. Yuniarti., O. Mulyani., F. S. Fauziah., dan M. D. Tiara. 2009. Pengarih Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, P Tanaman dan Hasil Padi Gogo pada Ultisol. Jurnal Agrikultura 20 (3) : 210-215.

Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. Terjemahan Soenartono Adisoemarto. Erlangga. Jakarta.

(51)

Hanafiah, A. S. 1994. Mikroorganisme Pelarut P Sebagai Suatu Alternatif Pengganti Fungsi Pupuk TSP dan Kapur Dalam Upaya Mengatasi Ketersediaan Fosfat Bagi Tanaman. Dalam Seminar Hasil-Hasil Pertanian RATA XV.BKS-PTN Barat Bandar Lampung.

Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Handayanto, E, dan K. Hairiah. 2007. Biologi Tanah : Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Malang.

Hanum, C. 2009. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan.

Hardjowigeno, S. 2003. Klassifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Husna, F. D. Tuheteru dan Mahfudz. 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Memacu Pertumbuhan Jati di Muna. Info Teknis 5 (1) : 1-4.

Johnston, A. E. 2000. Soil and Plant Phosphate. The International Fertilizer Industry Association. Paris.

Mahbub, I. A. 2004. Pengaruh Mikoriza Dan Kapur Super Fosfat Terhadap Ketersediaan P Tanah, Serapan P Tanaman Dan Hasil Jagung Pada Ultisol. Jurnal Agronomi 8 (2) : 121-124.

Medina, A., I. Jakobsen, N. Vassilev, R. Azeon, dan J. Larsen. 2007. Fermentation of Sugar Beet Waste by Aspergillus niger Facilitates Growth And P Uptake of External Mycelium of Mixed Populations of Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Soil Biology & Biochemistry 39 : 485-492.

Mulyani, A., A. Rachman, dan A. Dairah. 2009. Penyebaran Lahan Masam, Potensi Dan Ketersediaannya Untuk Pengembangan Pertanian. Fosfat Alam. Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam Sebagai Sumber Pupuk P. Balai Besar Penelitian Tanah. Bogor.

Munir, M. 1995. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian 29 (4) : 154-158.

(52)

Nasution, W. R. S. 2010. Ketersediaan Hara P dan Respon Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Tanah Ultisol Tambunan A Akibat Pemberian Guano dan

Mikroorganisme Pelarut Fosfat (MPF). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 49 hlm.

Pawar, V. C., dan V. S. Thaker. 2009. Acid Phophatase and Invertase Activities of Aspergillus niger. Mycoscience. 50 : 323-330.

Raharjo, B., A. Suprihadi, Agustina, D. K. 2007. Pelarutan Fosfat Anorganik oleh Kultur Campur Jamur Pelarut Fosfat Secara In Vitro. Jurnal Sains & Matematika 15 (2) : 45-54.

Raiesi, F., dan M. Ghollarata. 2006. Interactions Between Phosphorus Availability and An AM Fungus (Glomus intraradices) and Their Effects on Soil Microbial Respiration, Biomass and Enzyme Activities in A Calcareous Soil. Pedobiologia 50 : 413-425.

Santosa, E. 2007. Metoda Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Santoso, E., M. Turjaman., dan R. S. B. Irianto. 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi. Prosiding. Expose Hasil-Hasil Penelitian : Konservasi dan Rehalibitas Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006. 10 hlm.

Sanjotha, P., P. Mahantesh., dan C.S. Patil. 2011. Isolation and Screening of Efficiency of Phosphate Solubilizing Microbes. International Journal of Microbiology Research 3 : 56-58.

Sembiring, M. 2012. Peningkatan Pertumbuhan dan Serapan Hara P Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Dengan Menggunakan Bakteri dan Jamur Pelarut Fosfat Pada Tanah Andisol. Laporan Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Simanjuntak, D. 2004. Manfaat Pupuk Organik Kascing Dan Cendawan Mikoriza

Arbuskula (CMA) Pada Tanah Dan Tanaman. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian2 (1) : 1-3.

Simanungkalit. R. D. M. 2006. Cendawan Mikoriza Arbuskuler. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Sulistiyono, E., M. H. B. Djoefrie., dan I. Heningtyas. 1999. Pengaruh Inokulasi

(53)

Sutedjo, M. M., Kartasapoetra, A. G., dan Sastroatmodjo, S. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Syers, J. K., A. E. Johnston., D. Curtin. 2008. Efficiency of Soil And Fertilizer Phosphorus Use. Fao Fertilizer And Plant Nutrition Bulletin.

Tan, K. H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Terjemahan Goenardi, D. H dan B. Radjagukguk. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahid, O. A. A., dan T. A. Mehana. 2000. Impact of Phosphate Solubilizing Fungi on The Yield and Phosphorus Uptake by Wheat and Faba Bean Plants. Microbiol. Res. 155 : 221-227.

Wakelin, S., C. Mander, E. Gerard, J. Jansa, A. Erb, S. Young, L. Condron, dan M. O’Callaghan. 2012. Responses of Microbial Communities to Contrasted

Histories of Phosphorus Fertilisation in Pasture. Applied Soil Ecology 61 : 40-48.

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formula Media Spesifik Jamur Pelarut Fosfat (Media Pikovskaya)

Nama Bahan Jumlah

Lampiran 2. Deskripsi Benih Jagung Varietas Pioneer 23 Tanggal dilepas : 29 Juli 2003

Asal : F1 dari silang tunggal (single cross) antara galur murni F30B80 dengn M30B80, keduanya adalah galur murni tropis yang dikembangkan oleh Pioneer Hi-Bred (Thailand) Co., Ltd. dan Hi-Bred dan Philippines, Inc. Keragaman tanaman : Sangat seragam Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan rebah

Bentuk malai : Besar, tegak, dan terbuka Warna malai : Ungu

Warna sekam : Hijau keunguan

Warna rambut : Hijau terang/putih dengan warna kemerahan di ujungnya Tongkol : Sedang, panjang, dan silindris

Kedudukan tongkol : Di pertengahan tinggi tanaman (+ 100 cm) Kelobot : Menutup biji dengan baik

Tipe biji : Semi mutiara Warna biji : Oranye

(55)

Jumlah baris/tongkol : 12 - 14 baris Bobot 1000 biji : + 301 g

Rata-rata hasil : 6,3 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 10,5 t/ha pipilan kering

Ketahanan : - Tahan terhadap bercak daun, kelabu C. maydis, dan busuk tongkol Diplodia;

- Cukup tahan terhadap busuk tongkol Gibberella, hawar daun, H. turcicum, karat daun, dan virus;

serta ketahanan sedang terhadap perkecambahan tongkol - Agak rentan terhadap bulai dan rentan terhadap busuk

batang bakteri

Keunggulan : Potensi hasil tinggi, kualitas bijinya baik dengan, pengisian yang baik.

Batangnya kokoh dan perakaran baik, tahan terhadap kerobohan

Lampiran 3. Hasil Analisis Awal Tanah

Jenis Analisis Nilai Satuan Kriteria

pH (H2O) tanah 7,56 - Agak alkalis

Lampiran 4. Hasil Analisis Awal Inokulan Mikoriza

Jenis Analisis Nilai Satuan Kriteria

Jumlah Spora Mikoriza 102 spora - -

Derajat Infeksi Mikoriza >80% - -

Lampiran 5. Klassifikasi banyaknya Infeksi Mikoriza

Klassifikasi Banyak Infeksi (%)

(56)

Lampiran 6. Data pH (H2O) Tanah

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 7. Tabel Sidik Ragam pH (H2O) Tanah

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan Blok Total Rataan

(57)

Lampiran 9. Tabel Sidik Ragam C-Organik Tanah

Lampiran 10. Data P-Tersedia Tanah

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 11. Tabel Sidik Ragam P-Tersedia

(58)

Lampiran 12. Data Tinggi Tanaman

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 13. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Perlakuan Blok Total Rataan

(59)

Lampiran 15. Tabel Sidik Ragam Diameter Tanaman

Lampiran 16. Data Berat Kering Tajuk Tanaman

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 17. Tabel Sidik Ragam Berat Kering Tajuk Tanaman

(60)

Lampiran 18. Data Berat Kering Akar Tanaman

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 19. Tabel Sidik Ragam Berat Kering Akar Tanaman

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Lampiran 20. Data Serapan P Tanaman

Perlakuan Blok Total Rata-Rata

(61)

Lampiran 21. Tabel Sidik Ragam Serapan P Tanaman

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Blok 3 2873.44 957.81 0.3325 tn 3.2873 5.4169 Perlakuan 5 27874.83 5574.97 1.9355 tn 2.9012 3.9391 Jamur Pelarut Fosfat 1 7323.18 7323.18 2.5425tn 4.2793 8.6831 Mikoriza 2 17962.86 8981.43 3.1182tn 3.6823 5.6636

Lampiran 22. Data Derajat Infeksi Mikoriza

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

Lampiran 23. Tabel Sidik Ragam Derajat Infeksi Mikoriza

(62)

Lampiran 24. Data Populasi Jamur Pelarut Fosfat ( x 106 populasi/ml)

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III IV

J0M0 11.832 13.784 11.832 11.832 49.280 12.320

J0M1 12.649 10.954 10.954 14.142 48.700 12.175

J0M2 11.832 11.832 11.832 11.832 47.328 11.832

J1M0 31.622 34.641 45.276 34.641 146.18 36.545

J1M1 22.360 34.641 39.370 28.284 124.656 31.164

J1M2 21.213 28.284 31.622 45.276 126.397 31.599

Total 111.510 134.137 150.888 146.008 542.544 135.636 Rataan 18.585 22.356 25.148 24.334 90.424 22.606

Lampiran 25. Tabel Sidik Ragam (transformasi √(x + 0,5)) Populasi Jamur Pelarut Fosfat

SK db JK KT F.hit F.05 F.01

Blok 3 154.0897 51.3632 1.772265 tn 3.2873 5.4169 Perlakuan 5 2716.425 543.285 18.74581** 2.9012 3.9391 Jamur Pelarut Fosfat 1 2644.438 2644.438 91.24517** 4.2793 8.6831 Mikoriza 2 40.05374 20.02687 0.691018 tn 3.6823 5.6636 Interaksi 2 31.93335 15.96668 0.550923 tn 3.6823 6.3588

Galat 15 434.7252 28.98168

Total 23 3305.24

KK = 23,81%

Keterangan : tn : tidak nyata

(63)

Lampiran 26. Foto Penelitian

A.Pertumbuhan Tanaman Pada Akhir Vegetatif

J0M0 J0M1 J0M2

J0 : tanpa jamur pelarut fosfat

M0 : tanpa mikoriza

M1 : 10 g/polybag mikoriza M2 : 20 g/polybag mikoriza

J1M0 J1M1 J1M2

J1 : jamur pelarut fosfat ( x 108 populasi/ml)

M0 : tanpa mikoriza

(64)

Gambar

Gambar 1. Isolat jamur pelarut fosfat dalam biakan media  Pikovskaya
Gambar 2. Infeksi mikoriza pada akar tanaman jagung
Tabel 1. Sifat kimia tanah Inceptisol akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan                                                mikoriza serta interaksinya
Tabel 2. Pertumbuhan dan produksi tanaman akibat pemberian jamur pelarut fosfat dan mikoriza serta interaksinya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya produk cacat yang ditemukan dalam proses produksi maupun produk jadi maka akan menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan

7) Mengenai Legal Standing Pemohon praperadilan (LSM Sorot Indonesia), dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP disebutkan bahwa permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya

Hal ini juga terjadi pada Mahasiswa Tingkat Pertama Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Berdasarkan data hasil Focus Group Discussion pada subjek penelitian

Memaksimalkan penggunaan komputer sebagai sarana teknologi informasi merupakan hal yang perlu dilakukan oleh PT Sukses Mandiri Utama untuk meningkatkan

PT merupakan organisasi yang bersifat non-profit sehingga pengukuran kinerjanya juga harus disesuaikan dimana lebih diarahkan bukan hanya hasil akhir tapi juga berdasar

Tujuan dalam penelitian ini : (1) Menguji kontribusi minat dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar matematika secara tidak langsung melalui kedisiplinan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi terbaik campuran selulosa asetat dan kitosan dalam mencegah biofouling. Dan untuk mengkaji pengaruh metode pembuatan

Mereka menjelaskan gaya hidup ini dengan menggunakan prinsip jahiliyyah (ketidaktahuan), dengan alasan bahwa mereka yang tidak menjalankan agama seperti mereka adalah