• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instan Saga Milk (Adenanthera pavonina) With Protein Based on Roasting Temperature

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Instan Saga Milk (Adenanthera pavonina) With Protein Based on Roasting Temperature"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SUSU SAGA (Adenanthera pavonina) INSTAN BERPROTEIN

BERDASARKAN SUHU PENGOVENAN

SKRIPSI

Oleh Mira Rizatullah

051203024/ Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRACT

MIRA RIZATULLAH : Instan Saga Milk (Adenanthera pavonina) With Protein Based on Roasting Temperature. Under the supervision of RIDWANTI BATUBARA and ELISAH JULIANTI.

Orther than a mother milk, we known variety of animal milk and also has a lot of developt method how to making vegetabel milk. One of them is soy bean milk. Basically, all the grains that come from plant pods or nuts can be processed into milk. Processing of grain into milk will make the protein more easily digested. Saga seed selected as one alternative because it is cnsidered to have high nutritional content. The objctive of this study was to analyze the effect of roasting temperature treatment concering saga seed chemical content of seed in this study will use experimental design CRD (Completely Randomized Diesign). To eliminate saponins contained in the saga seeds. Boiled beans to exfolite the red skin. Than seed in the roasting and puree. The results showed that roasting temperature on the parameters measured were the best protein at a temperature of 50oC with a value of 58,58 %. While on test ash content, solubility and fat had no significant effect on organoleptik milk from seed saga is not preferred because of the rotten smell gnerated from the seed saga.

(3)

ABSTRAK

MIRA RIZATULLAH : Susu Saga (Adenanthera pavonina) Instan Berprotein Berdasarkan Suhu Pengovenan. Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan ELISAH JULIANTI.

Selain ASI, dikenal berbagai ragam susu hewani dan kini juga telah banyak dikembangkan pembuatan susu nabati, salah satu di antaranya adalah susu kedelai. Pada dasarnya semua biji-bijian yang berasal dari tanaman polong / kacang-kacangan dapat diproses menjadi susu. Pengolahan biji-bijian tersebut menjadi susu akan membuat proteinnya semakin mudah dicerna. Susu apapun asalkan bersih dan dibuat dari bahan yang mengandung gizi tinggi merupakan sumber nutrisi yang sangat berarti bagi tubuh kita, termasuk susu dari bahan baku biji buah Saga. Biji Saga dipilih sebagai salah satu alternatif karena dipandang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Tujuan penelitian penelitian ini adalah menganalisis pengaruh suhu pengovenan biji saga terhadap kandungan protein dan kimia yang lainnya dalam biji saga. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu pengovenan terhadap kandungan kimia biji saga pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Untuk menghilangkan saponin yang terkandung dalam biji saga, biji direbus hingga kulit yang berwarna kemerahan terkelupas. Kemudian biji dioven dan dihaluskan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh suhu pengovenan terhadap parameter yang diamati adalah protein terbaik adalah pada suhu pengovenan terendah yaitu pada suhu 50oC dengan nilai 58,58%. Sedangkan suhu pengovenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu, daya larut dan lemak. Pada uji organoleptik susu dari biji saga tidak begitu disukai karena aroma langu yang ditimbulkan biji saga.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bireuen pada tanggal 14 Januari 1987 dari ayah H. Bustami dan ibu

Hj. Ratna Lestari. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bireuen dan pada tahun yang sama masuk

ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis

memilih program studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU sebagai anggota. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan

dan Pengelolahan Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Desa Mesjid Lama Kabupaten Asahan dan

Hutan Pegunungan Lau Kawar Kabupaten Karo pada tanggal 05-14 Juni 2007. Penulis juga

melaksanakan PKL di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (8 Juni- 8

Agustus 2009). Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Susu Saga (Adenanthera

pavonina) Instan Berprotein Berdasarkan Suhu Pengovenan dibawah bimbingan Ibu Ridwanti

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Susu

Saga (Adenanthera pavonina) Instan Berprotein Berdasarkan Suhu Pengovenan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP dan Ibu

Dr. Ir. Elisah Julianti, M. Si. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai

menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2010

(6)

DAFTAR ISI

Saga (Adenanthera pavonina) ... 11

(7)

Kadar Air ... 24

Kadar Abu ... 25

Daya Larut ... 26

Uji Organoleptik (Uji Hedonik) ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Skala Hedonik dan Skala Numerik ... .31

2. Komposisi Nutrisi Saga, Kedelai dan Kacang Hijau ... .33

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. (a) Biji Saga, (b) Biji Saga Setelah Direbus dan Dikupas Kulit Arinya,

(c) Biji Saga Setelah Dioven, (d) Susu Biji Saga ... 15

2. Penentuan Kadar Lemak ... 16

3. Penentuan Kadar Abu ... 18

4. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap kadar Lemak Susu Biji Saga ... 21

5. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Protein Susu Biji Saga ... 22

6. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Abu Susu Biji Saga ... 25

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 ... 32

Lampiran 2 ... 32

Lampiran 3 ... 33

Lampiran 4 ... 33

Lampiran 5 ... 33

(11)

ABSTRACT

MIRA RIZATULLAH : Instan Saga Milk (Adenanthera pavonina) With Protein Based on Roasting Temperature. Under the supervision of RIDWANTI BATUBARA and ELISAH JULIANTI.

Orther than a mother milk, we known variety of animal milk and also has a lot of developt method how to making vegetabel milk. One of them is soy bean milk. Basically, all the grains that come from plant pods or nuts can be processed into milk. Processing of grain into milk will make the protein more easily digested. Saga seed selected as one alternative because it is cnsidered to have high nutritional content. The objctive of this study was to analyze the effect of roasting temperature treatment concering saga seed chemical content of seed in this study will use experimental design CRD (Completely Randomized Diesign). To eliminate saponins contained in the saga seeds. Boiled beans to exfolite the red skin. Than seed in the roasting and puree. The results showed that roasting temperature on the parameters measured were the best protein at a temperature of 50oC with a value of 58,58 %. While on test ash content, solubility and fat had no significant effect on organoleptik milk from seed saga is not preferred because of the rotten smell gnerated from the seed saga.

(12)

ABSTRAK

MIRA RIZATULLAH : Susu Saga (Adenanthera pavonina) Instan Berprotein Berdasarkan Suhu Pengovenan. Dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan ELISAH JULIANTI.

Selain ASI, dikenal berbagai ragam susu hewani dan kini juga telah banyak dikembangkan pembuatan susu nabati, salah satu di antaranya adalah susu kedelai. Pada dasarnya semua biji-bijian yang berasal dari tanaman polong / kacang-kacangan dapat diproses menjadi susu. Pengolahan biji-bijian tersebut menjadi susu akan membuat proteinnya semakin mudah dicerna. Susu apapun asalkan bersih dan dibuat dari bahan yang mengandung gizi tinggi merupakan sumber nutrisi yang sangat berarti bagi tubuh kita, termasuk susu dari bahan baku biji buah Saga. Biji Saga dipilih sebagai salah satu alternatif karena dipandang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Tujuan penelitian penelitian ini adalah menganalisis pengaruh suhu pengovenan biji saga terhadap kandungan protein dan kimia yang lainnya dalam biji saga. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu pengovenan terhadap kandungan kimia biji saga pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Untuk menghilangkan saponin yang terkandung dalam biji saga, biji direbus hingga kulit yang berwarna kemerahan terkelupas. Kemudian biji dioven dan dihaluskan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh suhu pengovenan terhadap parameter yang diamati adalah protein terbaik adalah pada suhu pengovenan terendah yaitu pada suhu 50oC dengan nilai 58,58%. Sedangkan suhu pengovenan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu, daya larut dan lemak. Pada uji organoleptik susu dari biji saga tidak begitu disukai karena aroma langu yang ditimbulkan biji saga.

(13)

LATAR BELAKANG

Pendahuluan

Pohon saga (Adhenantera pavonina) adalah pohon yang buahnya menyerupai petai

(termasuk golongan polong-polongan), dengan biji kecil berwarna merah. Saga umumnya

dipakai sebagai pohon peneduh di pingir jalan-jalan besar. Pohon saga memiliki banyak fungsi

jika dimanfaatkan bagian tubuh dari pohon tersebut misalnya kayunya yang keras sehingga

banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta

Daunnya dapat digunakan sebagai obat-obatan sebagai anti oksidan sedangkan bijinya dapat

diolah menjadi sumber protein bagi kehidupan manusia dan dapat digunakan sebagai pakan

ternak (Hau, 2006). Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat menjadi sumber energi

alternatif

selalu konstan.

Biji saga mengandung saponin pada kulit bijinya yang berwarna merah. Saponin adalah

jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Sumber utama saponin adalah

biji-bijian selain pada biji saga juga terdapat pada kedelai. Saponin memiliki karakteristik berupa

buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat

bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa

pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan

racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun

bagi hewan berdarah dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang

bersifat keras atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin. Saponin dapat menghambat

pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal. Tergantung pada

(14)

mg. Karena saponin dapat larut dalam air dalam penelitian ini dilakukan perlakuan pendahuluan

untuk menghilangkan saponin dengan cara biji direbus sampai berbusa dan warna merah yang

terdapat pada biji terkelupas, adanya saponin ditandai dengan busa jika dilarutkan dalam air.

Selain ASI, dikenal berbagai ragam susu hewani dan kini juga telah banyak

dikembangkan pembuatan susu nabati, salah satu di antaranya adalah susu kedelai. Pada

dasarnya semua biji-bijian yang berasal dari tanaman polong / kacang-kacangan dapat diproses

menjadi susu. Pengolahan biji-bijian tersebut menjadi susu akan membuat proteinnya semakin

mudah dicerna. Susu apapun asalkan bersih dan dibuat dari bahan yang mengandung gizi tinggi

merupakan sumber nutrisi yang sangat berarti bagi tubuh kita, termasuk susu dari bahan baku biji

buah Saga. Biji Saga dipilih sebagai salah satu alternatif karena dipandang memiliki kandungan

gizi yang cukup tinggi.

Di daerah Sumatera Utara, biji pohon saga belum diolah, dan banyak terbuang percuma.

Pada biji pohon saga terkandung sejumlah protein (2,44 g/100g), lemak (17,99/100gr), dan

mineral, diambil dari perbandingan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan pokok,

mengandung gula rendah (8,2g/100g), tajin (41,95g/100g), dan zat penyusun lainnya adalah

karbohidrat. Kandungan anti nutrisi yaitu methionin dan cystine yang merupakan jenis asam

amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan tingkat total asam yang mengandung

lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %. Berdasarkan pemikiran tersebut

diharapkan saga dapat dijadikan bahan alternatif pengganti protein dalam bentuk susu yang dapat

di konsumsi oleh masyarakat (Anggraini, 2009).

Pembuatan susu saga instan dilakukan dengan perlakuan pengovenan untuk melihat suhu

yang tepat yang baik digunakan untuk pengolahan biji saga. Salah satu cara untuk mengawetkan

(15)

Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh suhu pengovenan biji saga terhadap kandungan protein dan kimia

yang lainnya dalam biji saga.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi dalam

pengolahan biji saga serta meningkatkan nilai mutu pohon saga (Adhenantera pavonina).

Tersedianya alternatif penganti susu nabati yang berprotein tinggi.

Hipotesis Penelitian

Perbedaan tinggi suhu pengovenan pada perlakuan awal memberi pengaruh terhadap

(16)

TINJUAN PUSTAKA

Susu Nabati

Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu

membantu pertumbuhan mereka. Sedangkan untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang

tulang agar tidak keropos. Susu mengandung banyak vitamin dan protein. Oleh karena itu, setiap

orang dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang dikemas dalam bentuk yang unik.

Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk membeli dan minum susu. Ada juga susu yang

berbentuk fermentasi (Nugraha, 2009).

Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna makanan

padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk seperti mentega,

yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lain untuk konsumsi manusia.

Semua orang di dunia ini membutuhkan susu untuk menopang kehidupannya. Baik dari bayi

sampai orang yang sudah lanjut usia (Nugraha, 2009).

Susu adalah suatu emulsi lemak dalam air, serta larutan berbagai senyawa mineral. Nilai

gizi yang terdapat dalam susu sangat tinggi, karena mengandung zat-zat yang sangat dibutuhkan

oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan garam-garam mineral. Selain itu,

susu juga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh, hal ini menjadikan susu sebagai bahan pangan

andalan dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat (Winarno, 1992).

Susu Kedelai (Salah Satu Susu Nabati)

Kebanyakan susu yang beredar di pasaran sekarang ini adalah susu hewani atau susu sapi,

namun produksinya kecil dan harganya relatif mahal sehingga daya beli masyarakat kurang.

Untuk memecahkan permasalahan kurangnya produksi susu dalam negeri dan meningkatkan

(17)

susu kedelai (soymilk). Susu kedelai merupakan susu yang memiliki kadar protein yang tinggi,

bebas laktosa dan kasein, memiliki kadar natrium yang rendah, tidak mengandung kolesterol,

dan mengandung beberapa gram asetat (Galeaz dan Navis, 1999).

Susu kedelai merupakan salah satu minuman suplemen (tambahan) yang dianjurkan

diminum secara teratur sesuai kebutuhan tubuh. Sebagai minuman tambahan, artinya susu

kedelai bukan merupakan obat, tetapi bisa menjaga kondisi tubuh agar tetap fit sehingga tidak

mudah terserang penyakit. Pada prinsipnya terdapat dua bentuk susu kedelai, yaitu susu kedelai

cair dan susu kedelai bubuk. Bentuk cair jauh lebih banyak dibuat dan diperdagangkan. Susu

kedelai dapat disajikan dalam bentuk murni, artinya tanpa penambahan gula dan cita rasa baru.

Dapat juga ditambah gula atau flavor (essen/cita rasa) seperti moka, pandan, vanili, coklat,

strawberry dan lain-lain. (Amrin, 2005).

Susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi karena komposisi dan mutu

proteinnya hampir sama. Susu ini baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu sapi, yaitu

orang-orang yang tidak memiliki atau kurang enzim laktase dalam saluran pencernaannya,

sehingga tidak mampu mencerna laktosa dalam susu sapi. Susu kedelai mampu menggantikan

susu sapi karena protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino hampir mirip dengan susu

sapi. Komposisi asam amino metionin dan sistein dalam protein susu kedelai lebih sedikit

daripada susu sapi. Akan tetapi, karena kandungan asam amino lisin yang cukup tinggi, maka

susu kedelai dapat meningkatkan nilai gizi protein dari nasi dan makanan sereal lainnya

(Koswara, 2005).

Susu kedelai juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak mengandung

kolesterol tetapi mengandung fitokimia, yaitu suatu senyawa dalam bahan pangan yang

(18)

digunakan sebagai pengemulsi pada margarin, pembuatan roti dan lainnya. Lesitin dari kacang

kedelai mempunyai sifat lebih unggul sebagai peremaja sel tubuh, jika dibandingkan lesitin dari

bahan-bahan lain. Kandungan lesitin bersama dengan zat-zat lain pada kacang kedelai

merupakan senyawa yang sangat berkhasiat sebagai obat awet muda, dan mempertinggi daya

tahan tubuh (Cahyadi, 2005).

Susu kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya terutama kalsium

lebih sedikit daripada susu sapi. Oleh karena itu, dianjurkan penambahan atau fortifikasi mineral

dan vitamin pada susu kedelai yang diproduksi oleh industri besar. Secara umum, susu kedelai

mengandung vitamin B2, B3 niasin, piridoksin dan golongan vitamin B lain yang tinggi (kecuali

vitamin B12). Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah tinggi adalah vitamin E dan K

(Koswara, 2005).

Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini

disamping sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan

pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang

tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang

dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru

yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi

secara besar-besaran, pada masa kehamilan proteinlah yang membentuk jaringan janin dan

(19)

rombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan

mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1992).

Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak

dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik

langsung maupun tidak langsung dengan mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan

pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan

dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein dapat bereaksi dengan asam dan

basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno, 1992).

Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada

sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan

separuh atau 50 % dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri

dari protein, dan dalam tenunan segar sekitar 20 %. Fungsi protein bagi tubuh adalah sebagai

enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Winarno,

1992).

Lemak

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang

berbeda-beda. Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga

kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang

lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat

menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram.

(20)

asam linoleat, linolenat dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah

akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan lemak jga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi

vitamin-vitamin A, D, E dan K (Winarno, 1992).

Mineral

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.

Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau

kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat-zat organiknya

tidak, karena itulah disebut abu.

Dalam tubuh, mineral-mineral ada yang bergabung dengan zat organik, ada pula yang

berbentuk ion-ion bebas. Dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan

pengatur. Sampai sekarang ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan oleh

manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik. Yang telah pasti adalah natrium,

klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam

jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan,

tembaga, zink, kobalt dan flour hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena

itu disebut trace element atau mineral mikro. Tiga elemen lainnya yaitu aluminium, boron dan

vanadium telah ditemukan dalam jaringan tubuh hewan, tetapi belum tuntas benar pendapat para

ilmuan apakah elemen tersebut benar-benar mempunyai fungsi khusus dalam tubuh manusia

(21)

Cita Rasa

Penilaian dengan indra juga disebut dengan penilaian organoleptik atau penilaian

sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indra banyak

digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penelitian cara ini

disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penelitian ini

dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penelitian dengan indra

bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif (Soekarno,1981).

Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan

rangsangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Dalam

hal bau lebih banyak sangkut pautnya dengan panca indra penghirup. Keterangan mengenai jenis

bau yang keluar dari makanan dapat diperoleh dari epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang

berwarna kuning kira-kira sebesar perangko yang terletak pada bagian atap hidung di atas tulang

turbinate. Manusia mempunyai 10-20 juta sel olfaktori (kelinci 100juta) dan sel-sel ini bertugas

mengenali dan menentukan jenis bau yang masuk. Sel-sel ini terletak pada epitel olfaktori

tersebut. Setiap sel olfaktori mempunyai ujung-ujung yang berupa rambut-rambut halus yang

disebut silia yang berada pada lapisan mukosa epitel olfaktori (Winarno, 1992).

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Penginderaan

cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit. Rasa

makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila

yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Agar suatu senyawa dapat dikenal rasanya, senyawa

tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan

mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf pusat susunan syaraf (Winarno,

(22)

Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebanarnya bukan satu tanggapan melainkan

campuran dari tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti

penglihatan sentuhan dan pendengaran. Jadi kalau kita menikmati atau merasakan makanan

sebenarnya diwujudkan bersama-sama oleh kelima indra dan keempat kesan perabaan. Peramuan

rasa itu adalah sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang

memakainya. Indra pencicip berfungsi untuk menilai cicip (taste) dari suatu makanan. Indra

pencicip terdapat dalam rongga mulut, terutama pada permukaan lidah dan sebagian langit-langit

lunak (palatum mole) (Soekarto, 1981).

Selain komponen-komponen cita rasa, komponen yang juga penting adalah timbulnya

perasaan seseorang setelah menelan suatu makanan. Bahan makanan yang mempunyai sifat

merangsang syaraf perasa di bawah kulit muka, lidah, maupun gigi akan menimbulkan perasaan

tertentu. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan

oleh bahan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa perubahan

tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat

mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.

Semakin kental suatu bahan, maka penerimaan terhadap intensitas rasa, bau dan cita rasa

semakin berkurang. Penambahan zat-zat pengental seperti CMC (carboxy methyl cellulose) dapat

mengurangi rasa asam sitrat, rasa pahit cafein, atau manis sukrosa; sebaliknya akan

meningkatkan rasa asin NaCl dan rasa manis sakarin (Winarno, 1992).

Saga (Adhenantera pavonina)

Pohon saga berasal dari India tetapi sudah lama beradaptasi dengan iklim di Indonesia.

(23)

secara langsung baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, yakni pada ketinggian 1-600

mdpl. Menyukai pH sedikit asam, dapat tumbuh di seluruh daerah dataran rendah beriklim tropis

dengan curah hujan 3000-5000 mm per tahun. Pada umumnya tinggi pohon Saga pohon yang tua

bisa mencapai 20-30 m. Saga pohon termasuk tanaman deciduos atau berganti daun setiap tahun.

Daun majemuk menyirip genap berseling, jumlah anak daun bertangkai 2 - 6 pasang, helaian

daun 6 - 12 pasang, panjang tangkainya mencapai 25 cm, daun berwarna hijau muda. Bunga

kecil-kecil berwarna kekuning-kuningan, korola 4 – 5 helai, benang sari berjumlah 8 – 10.

Polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15 sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan

pecah dengan sendirinya, berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10 – 12 butir biji. Biji

dengan garis tengah 5 – 6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap.

Perawatan tanaman saga tidak terlalu sulit. Untuk mendapatkan tanaman yang tumbuh dengan

baik dan sehat, media tanaman atau lahan yang di tanami harus subur, gembur dan drainase

diatur dengan baik (Suryowinoto, 1997).

Sistematika saga adalah sebagai berikut :

Kerajaan :

Divisi :

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili :

Genus :

(24)

Pemeliharaan Tanaman Saga (Adhenantera pavonina)

Penyiraman dan pemupukan perlu dilakukan secara teratur sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan tanaman. Penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan setiap hari kecuali pada musim

hujan. Penyiraman dapat dilakukan pada pagi hari pada saat cuaca cerah tetapi bila terpaksa

dapat dilakukan pada sore hari. Pada saat tanaman sedang aktif dalam pertumbuhan perlu

dipupuk dengan pupuk yang kandungan nitrogennya tinggi. Sedangkan pada saat tanaman mulai

berbunga, untuk merangsang pembungaan perlu dipupuk dengan pupuk yang kandungan

fosfornya tinggi. Dengan perawatan, penyiraman dan pemupukan yang teratur sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan tanaman dalam setiap fase pertumbuhan, secara fisiologis tanaman ini

akan tumbuh dengan baik dan sehat (Suryowinoto, 1997).

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan bijinya yang sudah tua atau dengan

pencangkokan. Bila perbanyakan dilakukan dengan bijinya, sebaiknya biji-biji tersebut

disemaikan terlebih dahulu. Tempat persemaian dapat menggunakan pot atau bedengan bila

jumlah biji yang telah tumbuh tingginya kira-kira sudah mencapai 10 cm dapat dipindahkan ke

pot atau polybag. Setelah bibit dalam pot atau polybag itu sudah mencapai 25-50 cm dan sudah

cukup kuat sudah dapat ditanam di tempat yang telah siap untuk penanaman (Suryowinoto,

1997).

Bila perbanyakan dilakukan dengan cara pencangkokan, cabang atau ranting yang akan

dicangkok harus dipilih yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Beberapa lama setelah

dilakukan pencangkokan akan keluar akar-akarnya. Bila jumlah akar-akar cangkokan ini sudah

cukup banyak dan diperkirakan sudah dapat hidup untuk ditanam, bibit cangkokan ini sudah

(25)

Pohon saga mampu memproduksi biji kaya protein serta memiliki ongkos produksi yang

murah. Hal tersebut karena penanaman pohon saga tidak memerlukan lahan khusus karena dapat

tumbuh pada lahan yang kritis, tidak perlu dipupuk atau perawatan yang intensif, jadi bersifat

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,

Univesitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai

dengan bulan Februari 2010.

Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang akan digunakan adalah panci, spatula, kompor gas, saringan,

blender biji, oven blower, timbangan, beaker glass, gelas ukur, kertas saring, labu kejedhal,

soxhlet, pipa titrasi, erlenmeyer, buret, aluminium foil, cawan porselein.

Bahan yang digunakan adalah biji saga yang telah tua yang diperoleh dari lapangan FISIP

Universitas Sumatera Utara, gula, vanili dan garam.

Metode Penelitian Persiapan Bahan Baku

Biji yang telah dikumpulkan dicuci bersih, kemudian direbus dengan air mendidih

dengan perbandingan tinggi bahan baku dan air 1 : 3 hingga kulitnya terkelupas kemudian

ditiriskan. Biji yang telah direbus dikupas kulit arinya kemudian 1kg biji saga yang telah dikupas

direndam dalam 10 gr soda kue selama 15 menit. Kemudian biji ditimbang sebanyak 250 gr

untuk masing-masing perlakuan dan ulangan. Dioven pada suhu 50oC, 60oC, 70oC dan 80oC

(27)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. (a) Biji Saga, (b) Biji Saga Setelah Direbus dan Dikupas Kulit Arinya, (c) Biji Saga Setelah Dioven, (d) Susu Biji Saga

Biji yang kering ditimbang sebanyak 60 gr dicampur dengan gula 20 gr dengan

perbandingan 3 : 1, ditambahkan garam 1 gr dan vanili 0,5 gr untuk menambah rasa dan aroma,

kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan 60 mesh. Tepung biji saga yang telah halus

dikondisikan selama satu minggu kemudian diuji sifat kimianya.

Pengujian Sifat Kimia Uji Lemak

Bahan ditimbang sebanyak 5 gr dan dimasukkan ke dalam selongsong kemudian

dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet. Dimasukkan heksan ke dalam labu didih 2/3 bagian

(28)

dikeringkan dengan suhu 105oC dalam oven selama 1-2 jam hingga konstan kemudian

didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya. Dihitung persen lemaknya :

% Kadar lemak

(Sudarmadji, 1984)

Gambar 2. Penentuan Kadar Lemak

Uji Protein

Bahan ditimbang seberat 0,2 gr dimasukkan ke dalam labu kjeldhal ditambahkan 2 gr

campuran K2SO4 dan CuSO4 1 : 1 dalam 3 ml H2SO4 pekat, didestruksi hingga berwarna hijau

jernih dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan ke erlenmeyer.

Ditambahkan 3 tetes indikator mengsel dalam erlenmeyer 250 ml kemudian disuntikkan ± 7 ml

NaOH 40 % sampai warna hitam. Disediakan penampung yang berisi 25 ml H2SO4 0,02N.

Kemudian didestilasi dan dititrasi dengan NaOH 0,02 N Dihitung kadar protein dengan rumus :

(29)

Dimana :

a = berat contoh (gr)

b = titrasi blanko (ml)

c = titrasi contoh (ml)

N = normalitas NaOH yang digunakan

Fk = faktor konversi (6,25)

(Sudarmadji, 1984)

Kadar Air

Disiapkan cawan yang telah diketahui beratnya dan dimasukkan bahan sebanyak 3 gr ke

dalamnya, kemudian dioven dengan suhu 50oC selama 4-5 jam. Didiamkan selama setengah jam

di dalam desikator kemudian ditimbang beratnya. Dilakukan pengovenan hingga beratnya

konstan. Kemudian dihitung :

% Kadar Air (Berat Basah) =

(Sudarmadji, 1984)

Penentuan Kadar Abu

Disiapkan cawan pengabuan yang telah dibakar dalam tanur, didinginkan dalam tanur

dan ditimbang kemudian masukkan sampel seberat 5 gr ke dalamnya, dimasukkan ke dalam

tanur pengabuan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap

(30)

berikutnya. Setelah didapat abu didinginkan didalam desikator, kemudian ditimbang dan

dihitung kadar abunya dengan rumus:

% Abu

(Sudarmadji, 1984)

Gambar 3. Penentuan Kadar Abu

Penentuan Daya Larut

Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

kemudian dibilas dengan aqaudest yang telah dipanaskan dengan suhu 500C sampai volumenya

lebih kurang 100 ml lalu dikocok dan dibiarkan beberapa menit sambil terkadang

digoyang-goyangkan. Ditambahkan air sampai tanda tera, kemudian disaring filtrat dan diambil dengan

pipet volume sebanyak 10 ml ke atas pinggan porselein 50 ml yang telah diketahui beratnya.

Diuapkan pinggan porselein diatas penangas air kemudian pinggan porselein dipanaskan dalam

(31)

Daya larut

Dimana :

A = berat pinggan porselein dan isinya

B = berat pinggan kosong

C = berat sampel

(Sudarmadji, 1984)

Penentuan Uji Organoleptik (Uji Hedonik)

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, dan mengemukakan tingkat

kesukaannya atau disebut juga dengan skala hedonik.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala

numerik. Pengujian ini akan diberikan pada 15 panelis untuk pengujian terhadap rasa, aroma dan

warna. Skala yang digunakan pada tabel 1 :

Tabel 1. Skala Hedonik dan Numerik

Skala Hedonik Skala numerik

(32)

Rancangan Percobaan

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu pengovenan terhadap kandungan kimia biji

saga pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap).

Model umum rancangannya yaitu:

Yij = µ + τi + ∑ij

dimana :

Yij = Pengamatan ulangan ke-j perlakuan ke-i

µ = Rataan umum/nilai tengah

τi = Pengaruh perlakuan ke-i (pengaruh suhu)

∑ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j (galat/error/sisa)

Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis sidik

ragam (Anova) berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata). Dengan hipotesis yang diuji

adalah :

Ho : adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan suhu (50, 60, 70 dan 80oC)

terhadap kandungan kimia biji saga

H1 : tidak adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan suhu (50, 60, 70 dan 80oC)

terhadap kandungan kimia biji saga

Jika F-hitung lebih kecil dari F-tabel, maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu

tingkat kepercayaan tertentu. Dan jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka perlakuan

berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Dan untuk uji lanjutan dilakukan uji

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lemak

Proses pemanasan maka makanan akan menjadi awet, tekstur, aroma dan rasa lebih baik

serta daya cerna meningkat. Salah satu komponen gizi yang dipengaruhi oleh pemanasan adalah

lemak. Akibat pemanasan tersebut maka lemak dalam bahan pangan akan mencair sehingga

menambah palatabilitas bahan tersebut. Hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen

lemak menjadi produksi volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam dan hidrokarbon yang

sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor.

Gambar 4. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Lemak Susu Biji Saga

Nilai rata-rata kadar lemak yang tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu pada suhu

70oC sebesar 26,39 % sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan A pada suhu 50oC

sebesar 20,65 %(Gambar 4). Berdasarkan Lampiran 1 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang

berpengaruh nyata (P > 0,05) suhu pengovenan terhadap lemak yang terkandung pada susu saga.

(34)

Menurut Balai Informasi Pertanian Ciawi (1985), komposisi nutrisi saga jika

dibandingkan dengan kedelai dan kacang hijau jelas bahwa kandungan lemak dan protein saga

lebih tinggi. Komposisi nutrisi saga, kedelai dan kacang hijau dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Komposisi Nutrisi Saga, Kedelai dan Kacang Hijau

No. Biji Protein Lemak Air

1. Saga 48,2 22,6 9,1

2. Kedelai 34,9 14,1 8,0

3. Kacang Hijau 22,2 1,2 10,0

Sumber : Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1985

Protein

Pada pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi protein akan mengalami

beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut termasuk resemisasi, hidrolisis, disulfurasi

dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat irevesibel dan beberapa reaksi dapat

menghasilkan senyawa-senyawa toksik (Muchtadi dkk, 1992).

Gambar 5. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Protein Susu Biji Saga

(35)

Kadar protein juga berpengaruh pada kandungan air yang terdapat pada biji saga,

semakin rendah nilai kadar air maka kandungan protein yang terdapat pada susu bubuk biji saga

semakin tinggi. Pemanasan pada perlakuan tidak menyebabkan nilai N protein bubuk saga tidak

berubah.

Perbedaan suhu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar protein yang

terkandung dalam biji saga. Hal ini disebabkan oleh terdegradasinya protein pada suhu yang

semakin tinggi (Dapat dilihat pada Gambar 5). Protein bila dipanaskan akan mengalami

denaturasi, konfigurasi dari molekul-molekul protein asli dan sifat imunologis spesifiknya.

Aktifitas enzim akan hilang karena karena terjadi hidrolisis enzimatis dan kenaikan viskositas

protein. Sesudah denaturasi akan diikuti dengan koagulasi atau flokuasi dan akhirnya presipitasi.

Koagulasi merupakan proses penggabungan molekul-molekul protein yang berdekatan dengan

ikatan hidrogen rantai samping. Proses pemanasan protein akan mempengaruhi nilai gizi protein

terjadi perubahan-perubahan kandungan asam-asam amino sehingga pada puncaknya protein

yang terdegradasi tersebut akan mengurangi jumlah kadar protein pada bahan tersebut.

Suhu 50oC adalah suhu yang baik digunakan untuk pengovenan biji saga dengan

persentase kandungan protein biji saga yang dihasilkan adalah 58,58 %. Pada suhu 80oC

kandungan protein biji saga yang dihasilkan paling rendah yaitu 19,15 % (Lampiran 2).

Menurut Leni (2008), bahwa pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya

reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi-reaksi tersebut diantaranya

denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna,

derivatisasi residu asam-asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida dan pembentukan

senyawa secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan pH, adanya

(36)

Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat

selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan

terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki

struktur sekunder, tersier dan quartener. Akan tetapi belum terjadi pemutusan ikatan peptida dan

kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan menyebabkan insolubilisasi

yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya

(Hurrel dkk,1982).

Kadar Air

Suhu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air. Hal ini disebabkan oleh

penyimpanan bubuk susu saga yang tidak kedap udara selama pengkondisian sehingga susu

bubuk saga menyerap air dari udara. Persen kadar air tertinggi pada suhu 80oC adalah sebesar

3,30% dan persen terendah pada suhu 50oC sebesar 2,94%.

Tabel 3. Hubungan Antara Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Air

suhu ulangan rata-rata

1 2 3

Hasil pengujian dapat dilihat bahwa pengaruh suhu pengovenan memberikan pengaruh

tidak berbeda nyata terhadap kadar abu. Hal ini dapat disebabkan biji saga yang digunakan

(37)

biji berwarna merah sehingga kadar abu yang diperoleh tidak memberikan pengaruh yang nyata,

dimana kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahannya dan cara

pengabuannya.

Gambar 6. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Kadar Abu Susu Biji Saga

Suhu pengovenan memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar abu pada

biji saga. Kadar abu pada produk makanan yang layak untuk dikonsumsi adalah di bawah 10%.

Kadar abu yang paling tinggi terdapat pada perlakuan A (suhu 50oC) dengan nilai 6,31 % dan

terendah terdapat pada perlakuan C (suhu 70oC) dengan nilai 2,87 % (Lampiran 4).

Daya Larut

Suhu pengovenan tidak berpengaruh nyata terhadap daya larut biji saga (P > 0,05). Hal

ini daya larut lebih ditentukan oleh pada saringan yang digunakan pada biji. Pada biji saga

memiliki kandungan lemak yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan susu kedelai, sehingga

sulit dilakukan penyaringan biji untuk menghasilkan produk yang lebih halus.

(38)

Gambar 7. Hubungan Suhu Pengovenan Terhadap Daya Larut Susu Biji Saga

Pada grafik dapat dilihat daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan C (suhu 70oC)

dengan nilai 51,95 % dan terendah terdapat pada perlakuan D ( suhu 80oC) dengan nilai 38,46 %.

Penambahan gula juga mempengaruhi persen kelarutan pada bahan yang diuji hal ini disebabkan

karena gula atau sukrosa tersusun atas glukosa atau fruktosa dan sangat mudah larut dalam air.

Organoleptik (Uji Hedonik)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, rasa dari susu saga tidak begitu disukai hal ini

diakibatkan oleh aroma langu yang terdapat pada biji saga hal ini seperti yang dikatakan

Soekarto (1981), pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat mengenali

enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh. Bau-bauan

lebih kompleks dari rasa cicip. Kepekaan pembauan lebih tinggi dari pada pencicipan, zat yang

dapat merangsang indra pembau diperlukan jumlah lebih rendah dari pada indra pencicip.

Kadang-kadang jumlah yang tidak dapat dikenali dengan analisa kimiawi masih dapat dikenali

dengan pembauan. Dalam banyak hal, enaknya makanan ditentukan oleh baunya. Hal ini jelas

ditunjukkan bahwa orang yang sedang pilek tidak dapat menikmati enaknya makanan.

(39)

Penambahan gula, garam dan vanili tidak merubah cita rasa dan aroma dari biji buah saga

pohon. Rata-rata yang diperoleh untuk rasa dan aroma adalah 2 yang berarti tidak suka,

sedangkan warnanya masih disukai dengan nilai rata-rata 3 (Lampiran 6).

Ketidaksukaan juga timbul akibat tekstur dari susu bubuk yang tidak begitu terlarut

dalam air, beberapa panelis menyebutkan bahwa produk susu yang dihasilkan masih terasa kasar,

taste-nya seperti minuman sereal. Dalam Winarto (1992), Selain komponen-komponen cita rasa,

komponen yang juga penting adalah timbulnya perasaan seseorang setelah menelan suatu

makanan. Bahan makanan yang mempunyai sifat merangsang syaraf perasa di bawah kulit muka,

lidah, maupun gigi akan menimbulkan perasaan tertentu. Tekstur dan konsistensi suatu bahan

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh suhu pengovenan terhadap parameter yang

diamati adalah protein terbaik adalah pada suhu pengovenan terendah yaitu pada suhu 50oC

dengan nilai 58,58%. Sedangkan suhu pengovenan tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap kadar abu, daya larut dan lemak. Pada uji organoleptik susu dari biji saga tidak begitu

disukai karena aroma langu yang ditimbulkan biji saga.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam pengolahan susu biji saga untuk memperbaiki

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, T. 2005. Susu Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anggraini, N. 2009. Solusi Alternatif Pengganti Tempe Kedelai.

[maret 2010].

Cahyadi, W. 2005. Kedelai Alternativ Pemasok Protein.

Departemen Kesehatan. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhrata. Jakarta.

Galeaz, R.D. and Navis, S.R., 1999, Soymilk-DrinkUp, Soyfoods USA, Vol. 4 (8),

Hau, D.K.J., Nulik dan H. Lay. 2006. Kandungan Biji Saga Pohon.

Hurrel, R.F., P.A Pinot dan J.L Cuq. 1982. Food Processing. Brit J.

Koswara, S., 2005. Susu dan Yoghurt Kedelai

Leni, H.L. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Muchtadi, D., Nurheni Sri Palupi dan Astawan. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi Dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. UGM-Press. Yogyakarta.

Nugraha, A. Y. W. dan Frederikus T. S. 2009. Pembuatan Susu Dari Biji Buah Saga (Adenanthera Pavonina) Sebagai Alternatif Pengganti Nutrisi Protein Susu Sapi Dan Susu Kedelai. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia UNDIP [Makalah Penelitian]. Semarang.

Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan. PUSBANGTEPA/ food technology development center IPB. Bogor.

Sudarmadji, S dan Bambang H. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi ke III. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta

Suryowinoto, S. 1997. Flora Eksotika Tanaman Peneduh. Kanisius. Yogyakarta.

(42)
(43)

LAMPIRAN Lampiran 1

Ansira : Uji Lemak Versus Suhu

Source DF SS MS F P

Tabel. Persen Rata-rata Pengaruh Suhu Terhadap Kandungan Lemak

Suhu Ulangan Rata-Rata

1 2 3

Ansira : Protein Versus Suhu

Source DF SS MS F P

Hasil Uji Jarak Duncan

Perlakuan (suhu) Rata-rata Notasi

80oC 19,15 a

70 oC 25,16 a

60 oC 40,26 b

50 oC 58,58 c

Tabel. Persen rata-rata pengaruh suhu terhadap kandungan protein

Suhu Ulangan Rata-rata

1 2 3

(44)

Lampiran 3

ANSIRA: kadar air versus suhu

Source DF SS MS F P

Tabel. Persen Rata-rata Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Air

suhu ulangan rata-rata

1 2 3

Ansira : Kadar Abu Versus Suhu

Source DF SS MS F P

Tabel. Persen Rata-rata Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Abu

Suhu ulangan rata-rata

1 2 3

Ansira : Daya Larut Versus Suhu

(45)

Tabel. Persen Rata-rata Pengaruh Suhu Terhadap Daya Larut

Suhu Ulangan Rata-rata

1 2 3

Skala Hedonik Skala numerik Rasa Aroma Warna

Gambar

Gambar 1. (a) Biji Saga, (b) Biji Saga Setelah Direbus dan Dikupas Kulit Arinya, (c) Biji Saga Setelah Dioven, (d) Susu Biji Saga
Gambar 2. Penentuan Kadar Lemak
Gambar 3. Penentuan Kadar Abu
Tabel 1. Skala Hedonik dan Numerik Skala Hedonik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga apabila bahan baku susu yang digunakan dalam pembuatan yoghurt drink memiliki kadar protein yang cukup tinggi maka nilai protein yang dihasilkan pada