• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Unsur Pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Unsur Pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI UNSUR PIMPINAN FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh

:

DEWI SUSANTI

NIM : 061000046

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSEPSI UNSUR PIMPINAN FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

DEWI SUSANTI

NIM : 061000046

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

PERSEPSI UNSUR PIMPINAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TAHUN 2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

DEWI SUSANTI NIM : 061000046

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Maret 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dra. Syarifah, MS Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes NIP. 19611219 198703 2 002 NIP. 19620604 199203 1 001

Penguji II Penguji III

Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM Drs. Tukiman, MKM NIP. 19671219 199303 1 003 NIP. 19611024 199003 1 003

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

PERSEPSI UNSUR PIMPINAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TAHUN 2011

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan penggunaan rokok. Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui dan memahami persepsi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011 karena unsur pimpinan merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam menentukan suatu kebijakan yang akan ditetapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah enam orang.

Hasil penelitian menunjukkan semua informan setuju di Fakultas Kesehatan Masyarakat ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan. Informan juga memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikannya. Rancangan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok yang dinyatakan oleh beberapa informan yaitu berupa aturan tertulis beserta sanksinya, diawali dengan himbauan dan lebih bersifat pada penyadaran dengan menggunakan tahapan-tahapan promosi kesehatan. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar unsur pimpinan menyegerakan penetapan kawasan tanpa rokok dan mengadakan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

(5)

ABSTRACK

PERCEPTION OF THE LEADERSHIPS ELEMENTS FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERCITY OF NORTH SUMATERA

ABOUT NO SMOKING AREA YEAR 2011

No Smoking Area is a place or area that prohibited for production, sales, advertising, promotion and use of cigarettes activities. Determination of No Smoking Area is an effort to protect the public against the risk of health problems due to the threat of contaminated environment. This is background of researcher to conduct the research with using a qualitative studies to identify and understand the perception of the leadership element of the Public Health Faculty, University of North Sumatera about No Smoking Area year 2011 because the leadership is the people who are influential in establish a policy to be determined.

This study uses a qualitative approach that utilizes a data collection technique with in-depth interviews to six-person as informant.

The results showed all informants are agreeing on the No Smoking Area in Public Health Faculty because it has a positive impact especially in health sector. Informants also had a strong commitment to realize it. The policy draft regarding to No Smoking Area expressed by several informants in written rules and sanctions, it starts with the appeal and the to awareness by using the health promotion steps. Therefore, researcher suggest that the leadership element to sets the No Smoking Area immediately and dissemination of guidelines for implementation of the No Smoking Area.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Dewi Susanti

Tempat/Tanggal Lahir : Batusangkar, 27 September 1987

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Alamat : Jln. B. Wijaya Kusuma No. 42 B, Padang Bulan,

Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1993-1994 : TK. Mahad Islami Payakumbuh 2. Tahun 1994-2000 : SDN 28 Rambatan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunia yang tiada terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul Persepsi Unsur Pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011 .

Skripsi ini merupakan hasil proses belajar yang telah penulis terima selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dalam rangka memperoleh gelar sarjana.

Dalam pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moral maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Syarifah, MS selaku dosen pembimbing I yang telah banyak mengarahkan pikiran dan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, motivasi terbaik yang tiada terhingga dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

4. Bapak Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM selaku dosen penguji I yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan hasil dari skripsi ini.

5. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Bagian Departemen PKIP FKM USU dan dosen penguji II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan untuk memaksimalkan hasil dari skripsi ini.

6. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen Pembina Akademik yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai FKM USU khususnya staf edukatif dan non edukatif Departemen PKIP yang telah banyak membantu, memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat serta motivasi dalam menjalani pendidikan selama di FKM USU.

8. Kedua orang tua yang tercinta Ayahanda Tamsil M.Noer dan Ibunda Armaini Idris yang telah memberikan motivasi, semangat, dukungan serta memperjuangkan anak-anaknya agar menjadi anak yang berbakti pada agama, nusa dan bangsa.

9. Saudaraku yang tersayang Ferry Arta, Adi Arta dan Syurya Arta atas bantuan dana, fasilitas, dan kesabarannya agar penulis dapat menyelesaikan studi.

(9)

11. Kakak iparku yang tersayang. Kak Sareena, Nurul dan Uni Rina yang telah memberikan motivasi dan dukungannya.

12. Keponakanku yang tersayang Iqbal dan Ryu yang selalu melukis tawa dan canda. 13. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2006, semoga kita menjadi orang yang

berhasil seperti harapan pertama kita masuk FKM USU.

14. Rekan-rekan di Departemen PKIP yang selalu membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Keluarga besar Aritha yang memberikan motivasi dan dukungan serta berbagi sedih dan tawa bersama, semoga kita selalu berada dalam persahabatan yang hangat.

16. Kak Rancid, Bang Ridho, Bang Goam, Bang Ono, Tedy, Ayu , Om Ket, Amy, Nining, Tian Cipleks, Kak Iren, Kak Ina, Bang Irus, Abang Tua, Bang Darma, Bang Jalal, Bang Idris dan Bang Posman yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

17. Yati, Ade, Tiwi, Dery dan Yujel yang tiada henti-hentinya menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Maret 2011

(10)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1 Pengertian Persepsi ... 10

2.2 Perilaku Hidup Sehat ... 13

2.3 Teori yang Memengaruhi Persepsi... 14

2.3.1 Health Belief Model... 14

2.3.2 Teori Stimulus-Organisme-Respon... 15

2.4 Perilaku Merokok dan Alasan Merokok ... 16

2.4.1 Perilaku Merokok... 16

2.4.2 Alasan-alasan Merokok... 19

2.5 Rokok dan Unsur-Unsur di Dalam Rokok... 20

2.10 Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok ... 32

2.11 Perubahan Perilaku Menurut WHO ... 39

(11)

BAB III METODE PENELITIAN... 42

3.1 Jenis Penelitian... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3.3 Pemilihan Informan... 43

3.4 Metode Pengambilan Data ... 44

3.5 Defenisi Istilah ... 44

3.6 Instrumen Pengambilan Data ... 46

3.7 Teknik Analisis Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN... 47

4.1 Gambaran Daerah Penelitian... 51

4.2 Karakteristik Informan... 50

4.3 Hasil Wawancara ... 53

4.3.1 Distribusi Tentang Persepsi Informan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok yang Telah Menjadi Ketetapan di Beberapa Daerah dan Beberapa Universitas di Indonesia (UI, UGM, dan UNAIR) ... 53

4.3.2 Distribusi Tentang Dampak Kawasan Tanpa Rokok bagi Dunia Pendidikan dan Kesehatan... 58

4.3.3 Distribusi Efek Rokok yang Dirasakan Oleh Informan Sendiri ... 61

4.3.4 Distribusi Tentang Persepsi Unsur Pimpinan Mengenai Jika FKM USU Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok... 62

4.3.5 Distribusi Tentang Kawasan Tanpa Rokok Merupakan Cara Preventif Dalam Meningkatkan Kesehatan... 64

4.3.6 Distribusi Tentang Komitmen Unsur Pimpinan FKM USU Dalam Menetapkan Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Kebijakan Kesehatan... 66

4.3.7 Distribusi Tentang Rancangan Kebijakan yang Sesuai Untuk Penetapan Kawasan Tanpa Rokok di FKM USU ... 68

BAB V PEMBAHASAN... 71

(12)

Kesehatan ... 76

5.3 Efek Rokok yang Dirasakan Oleh Informan Sendiri ... 79

5.4 Persepsi Unsur Pimpinan Mengenai jika FKM USU Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok... 81

5.5 Kawasan Tanpa Rokok Merupakan Cara Preventif Dalam Meningkatkan Kesehatan... 85

5.6 Komitmen Unsur Pimpinan FKM USU Dalam Menetapkan Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Kebijakan Kesehatan... 85

5.7 Rancangan Kebijakan yang Sesuai Untuk Penetapan Kawasan Tanpa Rokok di FKM USU ... 88

5.8 Kawasan Tanpa Rokok dari Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threatment)... 93

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 95

6.1 Kesimpulan ... 95

6.2 Saran... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Surat Penelitian

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Informan . 50

Tabel 4.2. Persepsi Informan Mengenai Kawasan yang Telah Menjadi Ketetapan di Beberapa Daerah dan Beberapa

Universitas di Indonesia (UI, UGM, dan UNAIR) ... 53 Tabel 4.3. Dampak Kawasan Tanpa Rokok bagi Dunia

Pendidikan dan Kesehatan ... 58 Tabel 4.4. Efek Rokok yang Dirasakan Oleh Informan

Sendiri .. 51

Tabel 4.5. Persepsi Unsur Pimpinan Mengenai jika FKM USU

Ditetapkan Sebagai Kawasan Tanpa Rokok ... 62 Tabel 4.6. Kawasan Tanpa Rokok Merupakan Cara Preventif

Dalam Meningkatkan Kesehatan ... 64 Tabel 4.7. Komitmen Unsur Pimpinan FKM USU Dalam Menetapkan

Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Kebijakan Kesehatan... 66 Tabel 4.8. Rancangan Kebijakan yang Sesuai Untuk Penetapan

(14)

ABSTRAK

PERSEPSI UNSUR PIMPINAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK TAHUN 2011

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan penggunaan rokok. Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui dan memahami persepsi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tentang Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011 karena unsur pimpinan merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam menentukan suatu kebijakan yang akan ditetapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah enam orang.

Hasil penelitian menunjukkan semua informan setuju di Fakultas Kesehatan Masyarakat ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan. Informan juga memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikannya. Rancangan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok yang dinyatakan oleh beberapa informan yaitu berupa aturan tertulis beserta sanksinya, diawali dengan himbauan dan lebih bersifat pada penyadaran dengan menggunakan tahapan-tahapan promosi kesehatan. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar unsur pimpinan menyegerakan penetapan kawasan tanpa rokok dan mengadakan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

(15)

ABSTRACK

PERCEPTION OF THE LEADERSHIPS ELEMENTS FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERCITY OF NORTH SUMATERA

ABOUT NO SMOKING AREA YEAR 2011

No Smoking Area is a place or area that prohibited for production, sales, advertising, promotion and use of cigarettes activities. Determination of No Smoking Area is an effort to protect the public against the risk of health problems due to the threat of contaminated environment. This is background of researcher to conduct the research with using a qualitative studies to identify and understand the perception of the leadership element of the Public Health Faculty, University of North Sumatera about No Smoking Area year 2011 because the leadership is the people who are influential in establish a policy to be determined.

This study uses a qualitative approach that utilizes a data collection technique with in-depth interviews to six-person as informant.

The results showed all informants are agreeing on the No Smoking Area in Public Health Faculty because it has a positive impact especially in health sector. Informants also had a strong commitment to realize it. The policy draft regarding to No Smoking Area expressed by several informants in written rules and sanctions, it starts with the appeal and the to awareness by using the health promotion steps. Therefore, researcher suggest that the leadership element to sets the No Smoking Area immediately and dissemination of guidelines for implementation of the No Smoking Area.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam meluruskan kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut reformasi total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan yang terus-menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai (Depkes, 1999).

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat (Depkes, 1999).

(17)

eksklusif, kepemilikan atau ketersediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), tidak merokok, melakukan aktivitas fisik setiap hari, makan buah dan sayur setiap hari, tersedia air bersih, tersedia jamban, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni, serta lantai rumah bukan tanah (Puskelinfo, 2009).

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan individu atau masyarakat lebih banyak bergantung pada pilihan gaya hidup ketimbang unsur bawaan keluarga. Aktivitas yang dianggap sebagai perilaku berisiko terhadap kesehatan yaitu pemakaian tembakau, minum alkohol berlebihan, penggunaan obat terlarang, dan aktivitas seksual yang tidak aman. Popularitas rokok menjadi fenomena abad ke-20. Jumlah perokok melonjak sejak awal tahun 1900-an tidak lama setelah diperkenalkannya teknologi produksi massal yang baru ditambah dengan gencarnya kampanye periklanan (Litin, 2003).

Di seluruh dunia, tembakau merupakan salah satu penyebab yang paling penting untuk kecacatan, penderitaan, dan kematian prematur. Rokok sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, sepertistroke, katarak, kanker mulut dan tenggorokan, infeksi paru, PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun), serangan jantung, kanker pankreas, aneurisma aorta

(penggembungan pembuluh nadi utama), kanker ginjal, kanker leher rahim, serta penyakit pembuluh darah tepi (Crofton dan Simpson, 2002).

(18)

yaitu cairan cokelat lengket yang terkondensasi dari asap tembakau. Tembakau banyak menghasilkan bahan kimia yang tinggi suhunya (sampai 9000C) yang ditimbulkan diujung rokok yang menyala ketika dihisap oleh perokok (Crofton dan Simpson, 2002).

Menurut WHO (2008) lebih dari satu miliar perokok yang hidup saat ini, 500 juta akan terbunuh oleh tembakau dengan kecenderungan antara 2005 dan 2030, 175 orang akan terbunuh. Berbagai hasil penelitian baik dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa perilaku merokok terbukti dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan ekonomi keluarga. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Bambang Setiaji, 2008).

Menurut Doll R yang dikutip oleh Crofton dan Simpson (2002), bukti awal yang kuat diperoleh dari penelitian kontrol kasus (case-control) atau studi retrospektif (retrospective studies). Penelitian klasik dokter-dokter di Inggris yang dipantau selama 40 tahun tentang kematian per 100.000 orang akibat penyakit jantung iskemik yang berhubungan dengan kebiasaan merokok adalah 1025 kasus kematian dengan jumlah rokok yang dihisap lebih dari 25 batang per hari. Sedangkan 802 kasus kematian dengan jumlah rokok yang dihisap 1-14 batang per hari.

(19)

sangat membahayakan. Berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja dan rumah menjadi bebas rokok (Crofton dan Simpson, 2002).

Menurut WHO (2008) yang dikutip oleh Prabandari dkk, dalam lima tahun terakhir posisi Indonesia diantara negara-negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia telah bergeser dari negara ke-5 menjadi negara ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah perokok 65 juta orang atau 28% per penduduk, diperkirakan 225 miliar batang rokok yang dihisap per tahun.

Menurut TCSS-IAKMI (2008) dalam Prabandari dkk, sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework

Convention on Tobacco Control (FCTC), jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke

tahun tidak beranjak turun, justru naik. Pada tahun 2001 menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi perokok pria di atas 15 tahun adalah 58,3% sedangkan pada tahun 2004 prevalensinya 63,2%. Angka tersebut meningkat seiring dengan naiknya jumlah konsumsi rokok dari 198 miliar batang di tahun 2003 menjadi 220 miliar di tahun 2005. Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004.

(20)

mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control

Alliance (SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan

empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok (Prabandari dkk, 2009).

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok, untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).

(21)

pengelolaan lingkungan hidup, UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen, UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, UU No. 32/2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. dan Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok, dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

(22)

beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, serta jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok, seperti Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang. Universitas yang telah menerapkan kawasan tanpa rokok adalah Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga (Anonim, 2010).

Dalam lingkungan universitas, fenomena yang tampak dari mahasiswa adalah kecendrungan untuk berperilaku merokok di daerah umum di area kampus. Mahasiswa tersebut cenderung berkumpul dengan teman-temanya saat merokok pada saat jam kosong kuliah dan setelah makan. Adanya fenomena perilaku kolektif dari perilaku merokoknya. Apabila dalam kelompok tersebut satu mahasiswa merokok maka mahasiswa yang lain akan merokok pula begitu juga dengan para pegawai dan dosen yang merokok diwilayah kampus. Hal ini disebabkan adanya hukum anonimitas. Padahal dengan kondisi tersebut sangat mengganggu orang lain yang bukan perokok. (Anonim, 2009).

Berdasarkan tinjauan yuridis-normatif atas persepsi kawasan tanpa rokok di kawasan Fakultas Kesehatan Masyarakat berkaitan dengan kebijakan pentingnya menciptakan dan memelihara lingkungan yang sehat, FKM sebagai lingkungan pendidikan (Perfect Norm), adanya isu internasional dan nasional, dan menciptakan generasi yang sehat. Sedangkan norma hukumnya tercantum dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009 Pasal 10 dan 11.

(23)

kesehatan. Walaupun pernah dilakukan penelitian mengenai sulitnya berhenti merokok dan pengendalian rokok di fakultas ini, baik kepada mahasiswa maupun para dosen tetapi belum ada realisasi yang nyata, terutama mengenai kawasan tanpa rokok. Dari data diatas peneliti ingin mengetahui dan memahami persepsi dari unsur pimpinan yaitu pihak dekanat dan ketua departemen yang merupakan elit kebijakan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok sebagai rancangan kebijakan kesehatan yang bisa direalisasikan, dengan harapan menjadi contoh bagi fakultas-fakultas yang lain.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana persepsi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tentang kawasan tanpa rokok tahun 2011?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami persepsi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tentang kawasan tanpa rokok tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui persepsi unsur pimpinan FKM USU tentang kawasan tanpa rokok.

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok. 2. Dapat sebagai masukan dan informasi bagi kampus untuk menanggulangi

masalah rokok.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Anonim, 2009).

(26)

dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Anonim, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor Eksternal a. Kontras

Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik warna, ukuran, bentuk atau gerakan.

b. Perubahan Intensitas

Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.

c. Pengulangan (repetition)

(27)

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui.

e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian seseorang.

2. Faktor Internal

a. Pengalaman atau pengetahuan

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.

b. Harapan (expectation)

Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.

d. Motivasi

(28)

e. Emosi

Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan semuanya serba indah.

f. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja.

2.2 Perilaku Hidup Sehat

Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya dimana perilaku ini mencakup antara lain:

1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang adalah dalam arti kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan kuantitas menyatakan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

(29)

3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan manusia.

4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan menggunakan narkoba akhir-akhir ini cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan sendiri. 5. Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan dan

penyesuaian dengan lingkungan modern mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga kurang waktu istirahat.

6. Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja, apalagi akibat tuntutan hidup yang keras. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu kesehatan, dengan cara mengendalikan dan mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan positif. 7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak

berganti-ganti pasangan, penyesuaian diri dengan lingkungan.

2.3 Teori yang Memengaruhi Persepsi

2.3.1Health Belief Model

(30)

HBM dalam promosi kesehatan harus memperhatikan komponen-komponen atau konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang mempengaruhi perilaku. Komponen-komponen model hubungan kesehatan dengan kepercayaan (HBM) adalah:

1. Persepsi kerentanan. Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan.

2. Persepsi keparahan. Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah.

3. Persepsi manfaat. Hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari tindakan.

4. Persepsi hambatan. Hasil negatif yang dipercayai sebagai hasil dari tindakan. 5. Petunjuk untuk bertindak. Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk

bertindak.

6. Efikasi diri. Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan tindakan.

2.3.2 Teori Stimulus-Organisme-Respon

(31)

mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar yang terdiri dari:

1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika stimulus ditolak maka stimulus tersebut tidak efektif. Tetapi bila stimulus diterima maka ada perhatian dan stimulus efektif.

2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka stimulus akan dilanjutkan pada proses selanjutnya.

3. Setelah organisme mengolah stimulus tersebut hingga kesediaan untuk bertindak akan diterima (bersikap)

4. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan adanya efek tindakan (perubahan perilaku).

Pada penelitian ini lebih dibahas mengenai tahap terbentuknya sebuah komitmen dan dukungan kebijakan yang siap untuk direalisasikan.

2.4. Perilaku Merokok dan Alasan Merokok 2.4.1. Perilaku Merokok

(32)

Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas merokok yang berbeda pada setiap tahapnya dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung pada nikotin. Menurut Leventhal & Cleary (1980) yang dikutip oleh Tarigan (2008), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar menjadi perokok, yaitu:

1. TahapPreparation

Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan merokok nantinya. Dalam sebuah penelitian, pernyataan yang dimaksudkan untuk mencoba rokok terbukti menjadi prediktor terbaik bagi terbentuknya perilaku merokok selanjutnya. Tahap persiapan (prepatory stage) melibatkan persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok.

2. TahapInitiation

(33)

respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak menginginkannya. Hal tersebut memainkan peran penting dalam adaptasi perilaku merokok.

3. TahapBecoming a Smoker

Merokok empat batang rokok sudah cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur. Dibutuhkan 2 tahun atau lebih untuk menjadi seorang perokok berat (yang terus-menerus merokok) dihitung dari waktu pertama kali merokok atau hanya kadang-kadang mencoba rokok, ini adalah tahapbecoming a smoker.

4. Tahap Maintenance of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri

(self-regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok

(34)

2.4.2 Alasan-alasan Merokok

Menurut Sue Amstrong yang dikutip oleh Sihombing (2007) ada beberapa alasan orang dewasa merokok:

1. Mereka benar-benar menikmatinya sewaktu merokok. Mereka bahkan tidak mampu menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan untuk kesenangan tersebut.

2. Mereka menjadi ketagihan terhadap nikotin dan tanpa nikotin hidup tersa hampa.

3. Mereka menjadi terbiasa menghisap rokok agar dapat merasa santai.

4. Tindakan mengambil sebatang rokok, menyulutnya dengan pemantik api, memandangi asap dan memegang sesuatu dalam tangannya telah menjadi bagian dari perilaku sosial mereka dan tanpa itu mereka akan merasa hampa. Dengan kata lain, merokok telah menjadi suatu kebiasaan.

5. Merokok adalah penopang bermasyarakat. Mereka mungkin seorang pemalu yang perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya terhadap orang lain.

Menurut Sitepoe (2000) yang mengutip Conrad dan Miler menyatakan bahwa seseorang akan menjadi perokok melalui:

(35)

2. Dorongan fisiologis, adanya nikotin yang dapat mengakibatkan ketagihan (adiksi) sehingga ingin terus merokok.

2.5. Rokok dan Unsur-unsur di Dalam Rokok 2.5.1. Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter 10 mm berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Jaya, 2009).

Di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau yang dikenal dengan istilah rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah tembakau dan cengkeh atau disebut rokok kretek. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok (Sitepoe, 2000).

2.5.2. Unsur-unsur di dalam rokok

Di dalam rokok terdapat tembakau sebagai faktor penyebab utama munculnya penyakit. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis zat kimia, 63 diantaranya karsinogen dan sejumlah kecil unsur beracun (Litin, 2002). Menurut Jaya (2009) dalam bukunya Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok, menyatakan setiap jenis dan merk rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Namun yang paling dominan adalah nikotin dan tar. Beberapa jenis racun yang terkandung dalam sebatang rokok diantaranya:

(36)

3. Arsenik, sejenis racun yang dipakai untuk membunuh tikus. 4. Tar, bahan karsinogen penyebab kanker.

5. Methanol, bahan bakar roket.

6. Vinil Chlorida, bahan plastik PVC. 7. Fenol Butane, bahan bakar korek api.

8. Potassium Nitrat, bahan baku pembuatan bom dan pupuk.

9. Polonium-201, bahan radioaktif.

10. Ammonia, bahan untuk pencuci lantai. 11. DDT, digunakan untuk racun serangga.

12. Hidrogen Cianida, gas beracun yang digunakan di kamar eksekusi hukuman mati.

13. Nikotin, zat yang menimbulkan kecanduan.

14. Cadmium, digunakan untuk aki mobil.

15. Carbon Monoksida, mengikat oksigen dalam darah sehingga darah tidak menyuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Biasanya terdapat pada knalpot kendaraan.

2.6. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan

(37)

1. Penyakit Kardiovaskuler

Penyakit kardiovaskuler meliputi kondisi seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Satu-satunya efek kesehatan terpenting akibat merokok adalah peranannya dalam menimbulkan penyakit kardiovaskuler. 2. Penyakit Kanker Paru

Karena penyimpanan tar tembakau sebagian besar terjadi di paru-paru, maka kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum disebabkan merokok. Tar tembakau menyebabkan kanker bilamana merangsang tubuh untuk waktu yang lama.

3. Penyakit Saluran Pernapasan

Merokok merupakan penyebab utama penykit paru-paru bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit ini disebabkan oleh rokok. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan pernapasan.

4. Merokok dan Kehamilan

Wanita perokok selama kehamilan akan lebih besar mengalami keguguran, kematian bayi atau bayi dengan berat badan rendah. Penelitian menunjukkan adanya hubungan langsung antara merokok selama kehamilan dan risiko sindrom kematian bayi secara mendadak.

(38)

Merokok akan mengurangi akan terjadinya konsepsi (memiliki anak), fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok akan mengalami menopause lebih cepat dibandingkan dengan bukan perokok.

6. Merokok dan Alat Pencernaan

Sakit maag lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok. Merokok mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah dan atas lambung sehingga mempercepat terjadinya sakit maag.

7. Merokok Meningkatkan Tekanan Darah

Merokok sebatang per hari akan meningkatkan tekanan darah sistolik 10-25mmHg serta menambah detak jantung 5-20 kali per 1 menit.

8. Merokok Memperpendek Umur

Penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 6813 pria, dibedakan menjadi bukan perokok, perokok sedang, dan perokok berat. Pada perokok berat 50% meninggal pada usia 47,5 tahun; 50% perokok sedang meninggal sesudah berumur 56 tahun dan 50% bukan perokok meninggal pada usia 58 tahun. Dengan kata lain merokok sama saja dengan memperpendek umur.

9. Merokok Bersifat Adiksi (Ketagihan)

Didalam rokok terdapat nikotin yang diklasifikasikan sebagai obat yang bersifat kecanduan bila digunakan sehingga nikotin diklasifikasikan sebagai obat adiktif.

(39)

Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai dalam rokok mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka, misalnya pada wajah. Wajah perokok menjadi tua dan jelek, mengeriput, kecoklatan, dan berminyak.

11. Kanker Mulut

Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi, dan penyakit gusi. 12. Osteoporosis

Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.

13. Katarak

Merokok mengakibatkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.

14. Kerontokan Rambut

Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan

2.7. Perokok Pasif

(40)

merokok, asap rokok selalu tidak menyenangkan, berbau, mengiritasi hidung dan mata. Risiko menghirup asap rokok orang lain tidak sebesar menghirup asap rokok sendiri, tetapi risikonya tetap bermakna (Crofton dan Simpson, 2002).

Berdasarkan kutipan Law dan Hackshaw dalam Crofton dan Simpson (2002), 34 penelitian mengenai kanker paru menunjukkan suatu kombinasi peningkatan risiko 24% lebih tinggi kejadian kanker paru pada mereka yang terpajan asap rokok dalam rumah. Karena adanya risiko ini, berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan rumah menjadi kawasan tanpa asap rokok.

Sekitar 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok atau menjadi perokok pasif. Mereka pun rentan terkena berbagai penyakit seperti bronkitis, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit akibat asap rokok. Soewarno Kosen mengungkapkan bahwa banyak warga Indonesia terpapar asap rokok karena 91,8% perokok merokok di rumah (Zulkifli, 2010).

2.8. Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi

Adapun mitos dan fakta mengenai rokok yang dikutip dari Southeast Asia

Tobacco Control Alliance(SEATCA):

(41)

Fakta: Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja, hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok. Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung.

2. Mitos: Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh negara-negara kaya.

(42)

3. Mitos: Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok.

Fakta: Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur. Para ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok, berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi. Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya. Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja baru.

(43)

Fakta: Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga (akan tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain (pemerintah akan tetap menerima pemasukan). Pengalaman mengatakan bahwa menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan berkurangnya pendapatan pemerintah.

5. Mitos: Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan.

(44)

6. Mitos: Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok tidak perlu.

Fakta: Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok dinaikkan. Selain itu orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang. Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995 untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat rokok.

(45)

Fakta: Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah. Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk membeli rokok. Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat miskin.

8. Mitos: Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok.

(46)

2.9. Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah dan angkutan umum . Merokok itu adalah masalah yang sistemik yang memiliki sisi humanisme. Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi pendidikan diberlakukan sebagai KTR maka seharusnya tidak ada orang yang merokok di dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau karyawan yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan humanisme yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu pilihan. Tidak jarang orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok dan ketika kita hendak menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-teman kita sendiri. Terkadang ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan (LPM Mercusuar UNAIR, 2010).

(47)

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok ini adalah Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang serta beberapa universitas juga telah menetapkan KTR yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Seperti yang ditetapkan FCTC, beberapa kajian tentang kawasan tanpa rokok membuktikan bahwa kawasan tanpa rokok cara yang cukup efektif di dalam mengendalikan kebiasaan merokok atau mempengaruhi dampak rokok terhadap kesehatan.

2.10. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok

Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health

Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik

untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok.

(48)

1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

a.Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.

b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

c.Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

(49)

mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

3. UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen yaitu terdapat pada pasal: a.Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha dan meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

4. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak terutama tentang:

a.Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

(50)

khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif lainnya (napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari asap rokok dan penggunaan rokok.

5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3 terutama yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.

6. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara yaitu pada pasal 2 yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. 7. PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yaitu:

(51)

kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.

b. Pasal 3 tentang penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar, persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok, penetapan kawasan tanpa rokok.

c.Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat. d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat

yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.

8. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan.

9. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok.

10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

(52)

penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menetapkan dan menerapkan KTR.

b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar.

c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

 Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung

dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

 Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang

digunakan untuk beraktivitas.

 jauh dari pintu masuk dan keluar.

 jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

(53)

1. Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

2. Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.

4. Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan perilaku merokok.

5. Mendirikan klinik berhenti merokok seperti klinik yang didirikan Yayasan Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit jantung Harapan Kita.

6. Advokasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yaitu mendorong pemerintah atau instansi yang terkait untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

7. Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan kepada masyarakat terhadap bahaya rokok baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui media-media yang efektif.

8. Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari bahaya rokok.

(54)

Adapun kaitan perubahan perilaku dengan komitmen mengenai kawasan tanpa rokok seperti yang diuraikan oleh WHO dalam beberapa bentuk perubahan perilaku, yaitu:

a. Perubahan Alamiah

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagaian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat yang ada di dalamnya juga akan mengalami perubahan. Misalnya, kemajuan teknologi di bidang industri rokok, dulu masyarakat untuk merokok menggunakan daun kemudian berubah menggunakan kertas (rokok kretek). b. Perubahan Terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya, Pak Surko adalah perokok berat karena pada suatu saat ia terserang batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok

c. Kesediaan untuk Berubah

(55)

Di dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan sangat diperlukan usaha-usaha yang konkret dan positif. Salah satu strategi untuk perubahan perilaku tersebut menurut WHO adalah menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dengan adanya peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari penentu kebijakan (unsur pimpinan) dalam penegakkan suatu aturan sebagai perubahan perilaku. Adanya persepsi dari unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok, yang dilihat dari segi manfaat dan motivasi untuk bertindak dalam pengambilan suatu keputusan, maka akan terbentuklah suatu komitmen yang kuat.

2.12. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir

Skema di atas merupakan gabungan antara teori Health Belief Model (HBM) dan Stimulus-Organisme-Respon. Adanya stimulus berupa isu kawasan tanpa rokok kemudian akan memunculkan persepsi bagi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat (konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang memengaruhi

(56)
(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas:

1. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu fakultas yang berkecimpung dalam bidang kesehatan.

2. Dari hasil observasi peneliti, di FKM USU belum ada realisasi dari kawasan tanpa rokok.

3. Peneliti adalah salah satu mahasiswa FKM sehingga sudah mengenal lapangan penelitian.

(58)

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dari Februari 2011.

3.3. Pemilihan Informan

Pemilihan informan berdasarkan kesesuaian. Teknik pengambilan informan berdasarkan pada pertimbangan tertentu yakni orang-orang yang terlibat dalam suatu unsur pimpinan di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang merupakan penentu kebijakan di fakultas itu sendiri. Informan adalah pihak dekanat, ketua departemen, dan dewan pertimbangan fakultas.

(59)

3.4. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan natural setting (berhadapan langsung dengan informan). Sumber datanya adalah data primer (wawancara langsung dengan informan) dan data sekunder (data atau dokumentasi yang ada di Fakultas Kesehatan Masyarakat). Teknik pengambilan data dilakukan secara triangulasi yaitu observasi terus terang (peneliti dalam pengumpulan data menyatakan secara terus terang kepada sumber data bahwa peneliti sedang melakukan penelitian), dokumentasi yang ada di Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, informan yang terpilih diwawancarai pada waktu terpisah. Wawancara dilakukan dengan menyesuaikan waktu dengan informan agar tidak mengganggu aktivitas informan. Semua wawancara dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3.5. Definisi Istilah

1. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/atau penggunaan rokok.

(60)

3. Unsur pimpinan adalah pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan kewenangan pada suatu institusi atau organisasi. Unsur pimpinan FKM USU yaitu:

a. Pihak dekanat adalah pimpinan dalam suatu fakultas yang terdiri dari dekan, Pembantu Dekan I (bagian pendidikan), Pembantu Dekan II (bagian tata usaha dan keuangan), dan Pembantu Dekan III (bagian kemahasiswaan).

b. Dewan Pertimbangan Fakultas (DPF) adalah bagian dari unsur pimpinan yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.

c. Ketua departemen adalah orang yang memimpin dalam suatu departemen (terutama di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU) yang terdiri dari tujuh departemen yaitu AKK, Epidemiologi, K3, Kesehatan Lingkungan, PKIP, Gizi, Biostatistik dan Kesehatan Reproduksi.

4. Komitmen adalah keseriusan dalam menyikapi suatu hal, terutama mengenai kawasan tanpa rokok.

(61)

3.6. Instrumet Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan peneliti adalah alat tulis dan Digital Voice

Recorder(DVR).

3.7. Teknik Analisis Data

(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Daerah Penelitian

Fakultas Kesehatan Masyarakat merupakan fakultas ke-11 di Universitas Sumatera Utara yang semula berada di bawah asuhan Fakultas Kedokteran sebagai program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat, namun berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tanggal 21 Oktober 1993 ditetapkan menjadi Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Fakultas Kesehatan Masyarakat adalah fakultas yang menghasilkan dan mengembangkan tenaga kesehatan masyarakat dan menyelenggarakan serta mengembangkan pendidikan ilmu kesehatan masyarakat dalam berbagai bidang yaitu bidang administrasi dan kebijakan kesehatan, kependudukan dan kesehatan reproduksi, biostatistika dan informasi kesehatan, epidemiologi, gizi kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja, kesehatan lingkungan serta pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku. Dimana orang-orang yang berada di dalamnya harus memiliki perilaku yang sehat, baik itu mahasiswa maupun staf pengajarnya, sesuai dengan visi dan misinya sebagai salah satu fakultas yang membidangi masalah kesehatan.

(63)

Utara : Fakultas kedokteran Barat : Jalan T. Maas

Selatan : Fakultas Keperawatan Timur : Jalan Universitas

Jumlah dosen atau staf pengajar terdaftar pada tahun 2010 adalah sebanyak 55 orang.

FKM USU sejak tahun 2009 telah mengelola 3 program studi (S1, S2, dan S3), maka visi, misi, tujuan dan kompetensi sangat perlu disempurnakan, agar FKM USU menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada jenjang Pendidikan S1, S2, dan S3.

Penyempurnaan ini sangat penting dilakukan, agar kegiatan FKM USU, terutama dalam bidang pendidikan penelitian dan pengabdian masyarakat, dapat dilakukan dengan sebaik baiknya untuk menjamin tercapainya kompetensi lulusan, memberi kontribusi pada pengembangan seni, ilmu, dan teknologi kesehatan masyarakat, dan memberi kontribusi dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat

Sesuai dengan visi Universitas Sumatera Utara yakni The University For

Industry, maka visi FKM USU adalah fakultas untuk pengembangan tenaga

(64)

1. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan untuk menghasilkan Sarjana Kesehatan Masyarakat, Magister Kesehatan, dan Doktor sesuai kompetensi dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Menyelenggarakan dan mengembangkan penelitian ilmiah yang dapat memberi kontribusi untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, tercapainya kompetensi lulusan, dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

3. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengabdian masyarakat, yang dapat memberi kontirbusi untuk pengembangan seni, ilmu, teknologi kesehatan masyarakat, kompetensi lulusan, dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

Adapun tujuan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara adalah:

1. Menghasilkan lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat, Magister Kesehatan, dan Doktor sesuai kompetensi dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Menghasilkan penelitian ilmiah yang mendukung pengembangan ilmu, seni, dan teknologi kesehatan masyarakat, tercapainya kompetensi lulusan, dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

(65)

Kompetensi Fakultas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara adalah

1. Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat :

a. Mempunyai moral yang baik.

b. Mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah kesehatan masyarakat sesuai peminatanya

c. Mampu melaksanakan kegiatan ilmiah dan kegiatan produktif dalam bidang kesehatan masyarakat sesuai peminatanya, dengan sikap dan perilaku yang sesuai tata kehidupan bersama dalam masyarakat.

d. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni dalam bidang kesehatan masyarakat sesuai peminatanya.

2. Kompetensi Magister Kesehatan :

a. Mempunyai Moral yang baik.

b. Mempunyai kemampuan pengembangan dan memutakhirkan ilmu, seni dan teknologi kesehatan masyarakat sesuai minat studinya, dengan cara menguasai dan memahami pendekatan, metode, kaidah ilmiah disertai keterampilan penerapannya.

(66)

d. Mempunyai kemampuan mengembangkan kinerja profesional yang ditujukan dengan ketajaman analisis permasalahan, keserbacakupan tinjauan, dan kepaduan pemecahan masalah kesehatan masyarakat sesuai minat studinya.

3. Kompetensi Doktor

a. Mempunyai moral yang baik.

b. Mempunyai kemampuan mengembangkan ilmu, teknologi, dan/atau seni baru dalam bidang kesehatan masyarakat melalui penelitian.

c. Mempunyai kemampuan mengelola, memimpin, dan mengembangkan program penelitian dalam bidang kesehatan masyarakat.

d. Mempunyai kemampuan pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang kesehatan masyarakat.

Dalam penelitian ini, peneliti juga mengamati tempat-tempat yang sering terpapar oleh asap rokok yaitu kantin FKM USU, lorong-lorong di gedung FKM USU terutama gedung tempat pegawai, dan di sanggar atau pendopo FKM USU. Mahasiswa, dosen, dan pegawai menjadikan kantin sebagai tempat merokok yang santai, apalagi di bagian belakang kantin tersebut. Tidak sedikit orang yang terpapar asap rokok terutama peokok pasif. Hal ini sangat mengganggu kenyamanan. Selain itu, kantin masih menyediakan rokok untuk dijual kepada konsumen sehingga memberi peluang kepada konsumen itu sendiri untuk merokok di kantin.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 4.1Karakteristik Informan
gambaran mengenai rancangan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Sragen. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dari efektivitas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa

Penetapan kawasan tanpa rokok di sekolah tentu bertujuan untuk melindungi siswa dari perilaku merokok yang membahayakan kesehatan, juga menjamin pihak lainnya dapat

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok merupakan tindak lanjut dari harapan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) yang

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti mengadakan penelitian yakni untuk mengetahui dan memahami persepsi karyawan dan pengunjung terhadap implementasi kawasan tanpa

menyediakan ruang untuk merokok.. Kota Bogor belum menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok. secara eksklusif. Pengaturan tertib Kawasan Tanpa Rokok

Kepatuhan masyarakat menjadi hal yang utama dalam terlaksananya Peraturan Daerah terkait Kawasan Tanpa Rokok. Jika tidak ada kepatuhan dari masyarakat setempat maka

Mengetahui pengaruh antara pengetahuan mengenai bahaya kandungan rokok dengan kepatuhan mahasiswa dan karyawan terhadap peraturan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan

Kesenjangan Masalah yang Diambil GAP Penelitian Ada 4 empat permasalahn utama dalam Implementasi Kebijakan kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok Provinsi Sumatera