• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT (Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT (Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract

THE LEVEL OF PUBLIC KNOWLEDGE ABOUT THE PRIVATE GREEN OPEN SPACES

(Study in Rajabasa Permai, Rajabasa, Bandar Lampung)

By: Monica Tamara

This study aims to determine the level of public knowledge about the private green open space.This research uses descriptive method with quantitative approach. This research was conducted in Rajabasa Permai, Rajabasa, Bandar Lampung. The population in this study as many as 253 households. The sampling technique using Slovin formula, with a significance level of 10%. Samples obtained in this study were 72 respondents. Sampling technique using a simple random sample The level of knowledge in this study using measurements that include 6 levels of Bloom, ie to know, understand, application, analysis, synthesis and evaluation. But in this study used only two levels, namely to know and understand, and coupled with do not know. Results from this study showed that 47% of people know, 15% of people understand, and 38% of people do not know. The level of public knowledge about green open space is at a level know. Such knowledge can be enhanced with various strategic efforts, namely: (1) the rule of law, (2) adding environmental sustainability education curriculum, (3) dissemination of the importance of green open space through a variety of strategic media.

(2)

Abstrak

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

Oleh: Monica Tamara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Perumahan Rajabasa Permai, Rajabasa Pemuka, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 253 kepala keluarga. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin, dengan taraf signifikansi 10 %. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 responden. Teknik penentuan sampel menggunakan sampel acak sederhana. Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran Bloom yang meliputi 6 tingkat, yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan 2 tingkat yaitu tahu dan paham, serta ditambah dengan tidak tahu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 47% masyarakat tahu dan 15% masyarakat paham, sedangkan selebihnya yaitu sebanyak 38% masyarakat tidak tahu. Pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Pengetahuan tersebut dapat ditingkatkan dengan berbagai upaya strategis, yaitu: (1)penegakan hukum, (2)menambah kurikulum pendidikan kelestarian lingkungan, (3)sosialisasi tentang pentingnya ruang terbuka hijau melalui berbagai media strategis.

(3)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

Oleh

MONICA TAMARA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

MONICA TAMARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tipologi Ruang Terbuka Hijau ... 19

2 Bagan Kerangka Pikir ... 31

3 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Contoh Ruang Terbuka Hijau ... 52

4 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau ... 53

5 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Estetika Ruang Terbuka Hijau ... 54

6 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ekonomi Ruang Terbuka Hijau ... 55

7 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Sosial Budaya Ruang Terbuka Hijau ... 56

8 Grafik Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 57

9 Grafik Pengetahuan Masyarakat tentang Klasifikasi Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau ... 58

10 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Besaran Ruang Terbuka Hijau Privat yang Harus Dimiliki oleh Masing-masing Rumah ... 59

11 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 60

12 Grafik Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 61

13 Sumber Pembelian Rumah Responden ... 62

(6)

vi

15 Ketersediaan Lahan yang Belum Dibangun ... 64

16 Rencana Mendirikan Bangunan di Lahan yang Belum Terbangun ... 65

17 Ketersediaan Tanaman... 66

18 Kesediaan Menyediakan Ruang Terbuka Hijau ... 67

19 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

20 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71

21 Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ddn Media Tanam ... 72

22 Grafik Pendapat Masyarakat tentang Kualitas Lingkungan yang Dirasakan Saat Ini ... 74

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan ... 9

1. Pengertian Pengetahuan ... 9

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 10

3. Tingkat Pengetahuan ... 15

4. Pengukuran Pengetahuan ... 16

B. Ruang Terbuka Hijau ... 17

1. Ruang Terbuka Hijau Secara Fisik... 18

2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 19

3. Struktur Ruang Terbuka Hija ... 24

4. Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Privat ... 24

5. Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ... 25

C. Kerangka Pikir... 29

(8)

ii A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 41

B. Gambaran Umum Kecamatan Raja Basa ... 42

C. Gambaran Umum Kelurahan Raja Basa Pemuka ... 42

D. Gambaran Umum Perumahan Raja Basa Permai ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 45

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 45

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur ... 46

3. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir ... 47

4. Identitas Responden Menurut Pekerjaan ... 48

5. Identitas Responden Menurut Lama Tinggal di Perumahan ... 50

B. Analisis dan Pembahasan ... 51

1. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 51

a. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian Ruang Terbuka Hijau ... 51

(9)

iii

c. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ruang

Terbuka Hijau ... 53

d. Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 57

2. Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 58

a. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Klasifikasi Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau ... 58

b. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Besaran Ruang Terbuka Hijau Privat yang Harus Dimiliki oleh Masing-masing Rumah ... 59

c. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 60

d. Sumber Pengetahuan Masyarakat Tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 61

3. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ... 62

a. Sumber Pembelian Rumah ... 62

b. Penambahan Bangunan Rumah ... 63

c. Ketersediaan Lahan yang Belum Dibangun dan Rencana Mendirikan Bangunan ... 64

d. Ketersediaan Tanaman ... 66

e. Kesediaan Menyediakan Ruang Terbuka Hijau ... 67

4. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Ruang Terbuka Hijau Privat ... 68

5. Aplikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 76

B. Saran ... 77

(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 ... 3

2 Eksisting Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2011 ... 4

3 Identitas Responden menurut Jenis Kelamin ... 45

4 Identitas Reponden menurut Kelompok Umur ... 46

5 Identitas Responden menurut Pendidikan Terakhir ... 47

6 Identitas Responden menurut Pekerjaan ... 48

7 Identitas Responden menurut Lama Tinggal di Perumahan ... 50

(11)
(12)
(13)

MOTO

Mulailah segala aktifitas dengan menyebut nama Allah dan sudahi dengan bersyukur pada-Nya

(Monica Tamara)

(14)
(15)

PERSEMBAHAN

Bismillah

Segala puji bagi Allah Robb semesta Alam yang telah memberikan nikmat yang

tak terhingga. Sholawat senantiasa tercurah bagi Rasulullah Muhammad SAW

sebaik-baik tauladan bagi ummat manusia. Atas hidayah dan rahmad dari-Nya lah

karya tulis ini dapat selesai. Semoga karya ini membawa keberkahan bagi

kehidupan selanjutnya. Karya ini dipersembahkan bagi orang-orang tersayang:

Papa Mas Ahmad Teguh, seorang ayah yang senantiasa gigih mencari nafkah bagi

anak-anaknya untuk menuntut ilmu, demi tercapainya cita-cita kami. Semoga

Allah memberi hidayah dan keberkahan bagi nafkah yang engkau berikan.

Terimakasih atas keikhlasanmu papa .

Mama Tri Yuning Tyas, seoarang ibu yang sangat luar biasa. Seorang ibu yang

senantiasa sabar dan ikhlas membimbing kami. Ibu yang tak pernah lelah

menasehati dan memberikan doa agar anak-anaknya sukses. Terimakasih atas

kasih sayangmu mama.

Adikku tercinta Bill Sanjaya, seorang adik yang sangat kusayangi dan

menyayangiku. Adik yang merupakan teladan bagiku, insprirasiku, semangatku,

yang senantiasa mengingatkanku dengan begitu halus dan menyentuh hati.

Terimakasih atas perhatianmu selama ini sayang.

Sahabat-sahabat, yang selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi.

Terimakasih atas kasih sayang dan kesabarannya menghadapiku.

Dan

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, pada tanggal 25 November

1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dan

merupakan putri dari pasangan Mas Ahmad Teguh dan Tri

Yuning Tyas. Pendidikan yang penulis tempuh adalah Taman

Kanak-kanan Asiyah Bustanul Athfal (TK ABA) Marga Kencana, Tulang

Bawang Barat, pada tahun 1998-1999. Sekolah Dasar (SD) di SD N 2 Marga

Kencana, pada tahun 1999-2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 4

Tulang Bawang Tengah, pada tahun 2005-2008. Sekolah Menengah Atas (SMA)

di SMA N 2 Menggala, pada tahun 2008-2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif pada

UKM Bina Rohani Mahasiswa (Birohmah) sebagai Koordinator Keluarga Muda

Fakultas (KKMF), FSPI (Forum Studi Pengembangan Islam) FISIP sebagai

Bendahara Umum, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU) sebagai

Asisten Menteri Hukum Advokasi dan Perundang-undangan (HAN) dan Dewan

Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) sebagai Sekretaris Komisi 1. Penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Januari 2014 di Desa Sukajawa,

(17)

SANWACANA

Puji syukur bagi Allah atas hidayah dan rahmad-Nya skripsi ini dapat selesai.

Skripsi ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Ruang Terbuka

Hijau Privat” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Sosiologi di Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

rasa hormat dan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Erna Rochana, M. Si selaku Ketua Penguji serta Pembimbing Utama

atas kesediaanya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang

telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Ikram, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas saran dan waktu

bagi penulis untuk berkonsultasi.

5. Bapak Drs. Bintang Wirawan, M. Hum selaku Dosen Pembahas atas

kesediaanya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang telah

(18)

6. Seluruh dosen Sosiologi Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu,

saran dan pelajaran yang bermanfaat bagi penulis selama di bangku kuliah.

7. Ibu dan Bapak Staff Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung.

8. Keluargaku di Lempasing, Marga Kencana, Kagungan Ratu, Kemiling, Teluk

Betung dan Yogyakarta yang senantiasa menyemangati dangan pertanyaan

“Mba Tata kapan wisuda?

9. Terimakasih kepada Ketua RT dan warga Perumahan Rajabasa Permai yang

telah menerima dan membantu penulis melakukan penelitian.

10.Seluruh teman-teman Sosiologi 2011 dan teman-teman KKN Sukajawa,

bersama kalian merupakan kenangan dan cerita tersendiri bagi penulis.

11.Keluarga besar UKM Birohmah, UKM FSPI, BEM U dan DPM U yang tak

bisa disebut satu persatu, bersama kalian penulis berproses menjadi dewasa,

terimakasih atas kasih sayangnya. Semangat untuk meneruskan perjuangan

di jalan-Nya.

12.Keluarga besar Pondok Pesantren Mahasiswa Daarul Hikmah (PPM DH)

bahagia mendapatkan kesempatan untuk menutntut ilmu bersama. Semoga

Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya.

13.Murobbiah-murobbiah tercinta terimakasih atas ilmu yang diberikan, semoga

(19)

14.Keluarga “Circle of Love”, Yunda Eva, Emak Widya, Mbah Resty, Kakak Erle, Neng Herdi, Dedek Itat, Epip, Ovi, Kajol, dan Susmi, sayang kalian.

Semoga bisa bersama lagi di Jannah-Nya.

15.Adik-adik BBQ, yang tak bisa disebut satu persatu, istiqomah menuntut ilmu,

sukses dan semangat berjuang di jalan-Nya ya sayang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga

skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis berharap ada

yang melanjutkan penelitian ini.

Bandar Lampung, 08 Desember 2015 Penulis,

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya

manusia dan tingkah-perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia

berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan

jasad-jasad hidup lainnya (Akib, 2008). Lingkungan merupakan tempat

beraktualisasi, bereksistensi dan berinteraksi bagi manusia (Anshoriy, 2007).

Lingkungan memiliki arti yang luas, tidak hanya sebatas komponen makhluk

hidup (biotic) seperti manusia, hewan dan tumbuhan, tetapi juga meliputi makhkluk tak hidup (abiotic) seperti tanah, air dan udara.

Pada hakikatnya semua makhluk hidup (biotic) dan makhluk tak hidup (abiotic) memiliki sifat saling berhubungan, kait mengait antara satu dengan lainnya.

Hubungan tersebut berjalan secara timbal balik dan saling mempengaruhi antara

satu dengan lainnya (Akib, 2008). Hubungan antara manusia dengan lingkungan

dapat dijalankan dengan baik apabila terjadi simbiosis mutualisme, yaitu dengan

prinsip kerjasama yang saling menguntungkan.

Diakui bersama bahwa lingkungan kita saat ini masuk dalam kondisi krisis. Hal

ini karena interaksi antara manusia dengan lingkungannya memiliki watak yang

(21)

2

dan industrialisasi menjelma sebagai gaya hidup baru, manusia tidak lagi

memanfaatkannya sebatas yang dibutuhkan. Namun menjadikan alam sebagai

objek yang bisa dilakukan. Mungkin cara berpikirnya kurang lebih seperti ini,

“kalau sanggup mengeruk alam sebanyak-banyaknya, mengapa tidak?”.

Perlakuan semena-mena terhadap alam tidak dapat dibiarkan terus menerus

terjadi. Hal ini karena sejatinya nasib manusia dipengaruhi, ditentukan dan

tunduk pada lingkungan. Alam dan lingkungan memiliki kehendak atas manusia,

dan kehidupan manusia dikendalikan olehnya. Manusia tidak kuasa menderita

akibat kekuatan alam yang menampakkan diri diluar kemampuan mereka untuk

mengatasinya (Susilo, 2009).

Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari sistem ekologis lingkungan. Ruang

terbuka hijau kota yaitu bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan.

Ruang terbuka hijau yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi. Ruang

terbuka hijau memberikan manfaat langsung dan tidak langsung yaitu keamanan,

kenyamanan, kesejahteraan serta keindahan wilayah perkotaan (Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, 2011).

Untuk menjamin keseimbangan lingkungan di kawasan perkotaan, pemerintah

mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan

Perkotaan. Peraturan ini menjelaskan bahwa proporsi ruang terbuka hijau di

(22)

3

dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat

(Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008).

Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk

diimplementasikan. Permasalahan timbul karena kawasan perkotaan tidak dapat

dilepaskan dari peningkatan lahan terbangun. Hal ini karena aktivitas dan

kuantitas penduduk yang terus berkembang.

Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia Tahun 1971-2010

Sensus Penduduk Tahun

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1971 119.208.229

1980 147.490.289

1990 179.378.946

2000 206.264.595

2010 237.641.326

Sumber: BPS, Statistika Indonesia, 2011

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2010

penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326. Sedangkan sensus penduduk tahun

1971 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 119.208.229 jiwa

(Statistika Indonesia: 2011). Dalam kurun waktu 40 tahun jumlah penduduk

Indonesia meningkat hampir 2 kali lipat. Dengan laju pertumbuhan penduduk

saat ini yaitu 1,49%, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya diperkirakan

(23)

4

Pertambahan jumlah penduduk meningkatkan permintaan akan ruang, khususnya

pemukiman dan lahan terbangun. Hal ini berdampak kepada semakin

merosotnya kualitas lingkungan. Meningkatnya kawasan terbangun akan

memberikan konsekuensi pada penyusutan ruang terbuka hijau. Fenomena ini

disebabkan karena ruang terbuka hijau kerap dianggap sebagai lahan cadangan

dan tidak ekonomis (Nurdiansyah, 2012).

Tabel 2. Eksisting Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2011

(24)

5

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa hasil inventarisasi ruang terbuka

hijau publik Kota Bandar Lampung oleh Badan Pengelolaan dan Pengendalian

Lingkungan Hidup (BPPLH) Tahun 2011 adalah sebesar 1.403,57 Ha atau hanya

7,12% dari luas wilayah. Angka ini masih sangat jauh dari target yang

dicanangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di

Perkotaan, yaitu sebesar 20% dari luas wilayah.

Luasan ruang terbuka hijau publik sebesar 7,12% dari luas wilayah Kota Bandar

Lampung diperkirakan akan terus berkurang seiring dengan meningkatnya derap

pembangunan fisik di kota ini. Konsekuensinya adalah keseimbangan

lingkungan semakin mengkhawatirkan. Keseimbangan daya dukung ekologis

lingkungan kota yang tidak terjaga dapat menimbukan berbagai kerusakan

lingkungan seperti rob, banjir, dan polusi.

Bila pemerintah daerah hanya mengandalkan upaya peningkatan ruang terbuka

hijau dari sektor publik maka akan muncul berbagai kendala. Kendala tersebut

diantaranya adalah ketidakmampuan untuk terlibat secara penuh dalam pembuatan

dan pengelolaannya karena keterbatasan sumberdaya. Sumberdaya yang

dimaksud tidak hanya tebatas pada sumberdaya alam, melainkan sumberdaya

manusia dan juga dana.

Membutuhkan tambahan lahan seluas 2540,83 Ha lagi dari eksisting ruang

terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung untuk dapat mencapai target yang

(25)

6

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di

Perkotaan. Bukan hal yang mudah untuk dapat mencapai angka ini. Ini

merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah

daerah Kota Bandar Lampung.

Apabila ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan masyarakat secara mandiri

dalam bentuk dukungan penyediaan ruang terbuka hijau privat, maka hal ini dapat

mengurangi beban pekerjaan rumah pemerintah daerah dalam menambah

eksisting ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung. Upaya masyarakat dalam

bentuk penyediaan ruang terbuka hijau privat yaitu seperti menanam pohon atau

tanaman perdu di pekarangan rumah.

Menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah dapat menambah nilai

estetika dan menjadikan rumah berkarakter. Tanaman di pekarangan rumah juga

dapat memberikan manfaat langsung bagi pemilik rumah berupa udara bersih dan

sejuk. Selain itu tanaman di pekarangan rumah membantu menambah daerah

resapan air sehingga dapat mengurangi resiko banjir.

Penyediaan ruang terbuka hijau privat dapat menjadi salah satu alternatif untuk

mengurangi ketimpangan ketersediaan ruang terbuka hijau publik (Handayani,

2008 dalam Nurdiansyah, 2012). Namun sangat disayangkan masyarakat Kota

Bandar Lampung belum sepenuhnya menyadari pentingnya ruang terbuka hijau

privat. Hasil survei sementara di salah satu perumahan Kota Bandar Lampung,

yaitu Perumahan Raja Basa Permai terdapat 60% rumah tidak menyediakan ruang

(26)

7

oleh developer perumahan ini, kini telah dialih fungsikan oleh sang pemilik rumah

menjadi area parkir dan halaman berpaving. Meskipun masih ada yang tetap

memelihara ruang terbuka privatnya, namun hal ini sangat sedikit sekali.

Keberadaan ruang terbuka hijau privat mampu memberikan manfaat langsung

bagi pemiliknya. Ketersediaannya juga menjadi salah satu komponen untuk

memperbesar ketersediaan ruang terbuka hijau secara keseluruhan. Jika ruang

terbuka hijau privat yang disediakan oleh masyarakat lebih dari 10% hal ini

diharapkan dapat menutupi kekurangan eksisting ruang terbuka hijau publik,

sehingga keseimbangan lingkungan dapat tetap terjaga.

Tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan

masyarakat terhadap pentingnya kehidupan yang harmonis dengan lingkungan,

khususnya dalam perannya terhadap penyediaan maupun pemeliharaan kualitas

ruang terbuka hijau yang ada (Nurdiansyah, 2012). Terpeliharanya ruang terbuka

hijau memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan masyarakat. Karena

secara sosiologis, pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi tindakannya. Oleh

sebab itu penelitian ini dilakukan untuk memperjelas bagaimana tingkat

pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat pengetahuan

(27)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan

penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang

terbuka hijau privat.

D. Manfaat Penelitian

Jika tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat

praktis dan teoritis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah perbendaharaan dan kontribusi

pemikiran bagi ilmu sosial khususnya sosiologi lingkungan, sosiologi

perkotaan, perencanaan sosial dan psikologi sosial.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah

dalam menyempurnakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bandar

Lampung untuk menciptakan keharmonisan lingkungan. Meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat. Juga sebagai

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni: indera pengelihatan, indera pendengaran, indera

penciuman, indera perasa, dan indera peraba. Pengetahuan seorang individu

terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan,

kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang

sesuatu di lingkungannya.

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang

untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti

jawaban baik lisan atau tulisan. Bukti tersebut merupakan suatu reaksi dari

suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo,

2003). Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses tahu yang diperoleh

seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, serta

(29)

10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu umur, intelegensi, lingkungan tempat tinggal,

sosial budaya, pendidikan, informasi dan pengalaman.

a. Umur

Usia berpengaruh pada daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula saya tangkap dan pola

pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Pada usia madya individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat

dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi

suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua (Efendi, 2008).

Terdapat dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan hidup.

Pertama, semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak hal yang

dikerjakan sehingga menambah pengetahuan. Kedua, tidak dapat

mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena

mengalami kemunduran fisik maupun mental. Diperkirakan IQ akan

menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya kemampuan lain

seperti kosa kata dan pengetahuan umum (Efendi, 2008).

Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya

proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan

(30)

11

bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperoleh seseorang, akan tetapi perlu diingat bahwa

pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan

penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan

berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi

baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil

dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu

modal untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah

sehingga ia menguasai lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat intelegensi tiap-tiap orang berbeda. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi akan berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan. Meskipun informasi yang diberikan adalah sama,

namun diterima oleh orang yang berbeda, maka hasil penginderaannya

pun berbeda.

c. Lingkungan Tempat Tinggal

Lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan tempat tinggal

memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat

mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung

(31)

12

akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara berpikirnya

(Notoatmodjo, 2003). Lingkungan merupakan tempat beraktualisasi,

bereksistensi dan berinteraksi bagi manusia (Anshoriy, 2007).

Ada tiga cara memperoleh pendidikan lingkungan hidup, yaitu rumah,

sekolah dan masyarakat. Namun pendidikan lingkungan hidup harus

dimulai dari rumah. Orang tua harus bisa menjelaskan kepada

anak-anaknya betapa pentingnya lingkungan. Dari rumah seorang anak dapat

mengetahui cara membuang sampah atau memanfaatkan kelebihan

makanan. Ini bisa dilakukan dari percakapan sehari-hari antara anak dan

orang tua (Salim, 2012).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal

sangat berpengaruh terhadap pengetahuan. Lingkungan tempat tinggal

atau yang lebih akrab dengan sapaan hubungan pertetanggaan dapat

membentuk karakter seseorang. Hal ini karena lingkungan tempat

tinggal merupakan sarana interaksi yang berhubungan erat dengan

keseharian masyarakat. Interaksi yang intens lama kelamaan akan

mempengaruhi pola pikir seseorang. Lingkungan tempat tinggal yang

baik akan menempa seseorang untuk mempelajari hal-hal baik, sehingga

diharapkan pengetahuan yang diperolehnya pun baik. Begitu pula

sebaliknya, lingkungan yang buruk tanpa disadari akan menyeret

(32)

13

d. Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan

orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses

belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Misalnya seseorang tinggal berdekatan dengan orang yang gemar

menanam tanaman obat keluarga (toga). Dalam hubungannya dengan

tetangga tersebut orang ini akan belajar dan memperoleh suatu

pengetahuan bahwa dengan menanam tanaman obat keluarga (toga)

selain hasilnya dapat dikonsumsi, rumah menjadi nyaman dipandang

karena tidak gersang, udara di sekitar rumah juga menjadi sejuk karena

tanaman-tanaman tersebut dalam proses fotosintesisnya merubah

karbondioksida menjadi oksigen.

e. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha

(33)

14

dalam masyarakat atau kebudayaan. Bagaimana sederhananya peradaban

suatu masyarakat di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses

pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia.

Pendidikan pada hakekatnya merupakan manusia melestarikan hidupnya

(Vaizey,1989 dalam Zailani, 2011).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai

peranan yang sangat besar di dalam membentuk pengetahuan seorang .

Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki

intelektual yang lebih baik, sehingga dapat berfikir kritis, dan selalu

berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah

pula.

f. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi,

radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan

pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Misalnya seseorang yang

(34)

15

majalah yang memuat berbagai macam informasi tentang lingkungan

hidup, tentu saja hal ini dapat meningkatkan pengetahuannya.

g. Pengalamam

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau

pengalaman adalah salah satu cara memperoleh kebenaran pengetahuan.

Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

untuk memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya

seseorang yang semula memiliki tanaman di halaman rumahnya,

kemudian tanaman tersebut dibuang, karena halaman tersebut akan

dijadikan garasi. Ia merasakan perubahan yang signifikan dari kondisi

sebelumnya, semula rumahnya sejuk kini menjadi panas dan terasa

gersang. Semula dipagi hari terdengar merdunya nyanyian burung dari

pepohonan di halaman rumahnya kini tak terdengar lagi. Pengalaman ini

memberikan pengetahuan baru bagi orang tersebut.

3. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Bloom, 1956 dalam Notoatmodjo, 2003), yaitu sebagai berikut:

a. Tahu (Know)

(35)

16

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dalam penelitian ini dengan menggunakan

kuesioner (Hidayati, 2014). Kuesioner tersebut berisi pertanyaan tentang

ruang terbuka hijau yang akan dijawab oleh responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan di atas. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada

(36)

17

B. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka (open spaces) adalah tempat manusia bertemu secara spontan, tempat berinteraksi, tempat yang memungkinkan terjadinya intimasi manusia di

luar rumah (Bianpoen, 1993). Secara umum ruang terbuka (open spaces) di

perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Penelitian

ini hanya dibatasi pada ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau adalah area

mamanjang atau jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah

maupun yang sengaja ditanam (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008)

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai

tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan

pohon (tanaman tinggi berkayu). Ruang terbuka hijau merupakan sebentang

lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas

geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat

tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,

semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan

pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang

fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995 dalam Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

Ruang terbuka hijau berdasarkan tipolonginya diklasifikasikan dalam beberapa

(37)

18

fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami dan

ruang terbuka hijau non alami. Delihat dari fungsinya ruang terbuka hijau dapat

berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika serta ekonomi. Secara struktur ruang,

ruang terbuka hijau dapat mengikuti pola ekologis, maupun pola planologis. Dan

yang terakhir dari segi kepemilikan, ruang terbuka hijau dapat dibedakan ke

dalam ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hiaju privat.

Untuk lebih memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap tipologi ruang

terbuka hijau, maka disajikan dalam bentuk bagan yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Sumber : Direktorat Jendral Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum, 2008

1. Ruang Terbuka Hijau Secara Fisik

Klasifikasi ruang terbuka hijau secara fisik dijelaskan dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Ruang Terbuka

Hijau

(RTH)

Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan

(38)

19

Ruang terbuka hijau secara fisik dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami

dan ruang terbuka hijau non alami (Direktorat Jendral Penataan Ruang,

2008). Namun pada hakikatnya ruang terbuka hijau alami dan ruang tebuka

hijau non alami memiliki fungsi yang sama.

Ruang terbuka hijau alami merupakan ruang terbuka hijau yang terbentuk

dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia (Direktorat Jendral Penataan

Ruang, 2008). Ruang terbuka hijau alami berupa habitat liar, seperti kawasan

lindung dan taman-taman nasional. Ruang terbuka hijau alami sangat kaya

akan keanekaragaman hayati. Keberadaanya untuk melestarikan flora dan

fauna yang terancam punah. Ruang terbuka hijau alami di provinsi Lampung

contohnya seperti Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan

Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Ruang terbuka hijau non alami merupakan ruang terbuka hijau yang sengaja

diciptakan dan dibina oleh manusia (Direktorat Jendral Penataan Ruang,

2008). Ruang terbuka hijau non alami yang penggunaannya untuk

kepentingan umum dapat berupa taman kota, lapangan olahraga, kebun

bunga, pemakaman, jalur-jalur hijau jalan dan sebagainya. Sedangkan ruang

terbuka hijau non alami yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti

halaman rumah dan toko.

2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Tujuan utama penyediaan ruang terbuka hijau adalah menjaga keserasian

(39)

20

memiliki fungsi utama (intrinsik) dan fungsi tambahan (ekstrinsik). Ruang

terbuka hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis. Sedangkan fungsi

tambahannya, yaitu fungsi sosial budaya, estetika dan ekonomi (Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

a. Fungsi Ekologis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fungsi ekologis ruang

terbuka hijau maksudnya adalah peran ruang terbuka hijau dalam

hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Fungsi ekologis dari

ruang terbuka hijau yaitu menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota

secara fisik serta perlindungan terhadap sumberdaya penyangga

kehidupan. Berlangsungnya fungsi ekologis di lingkungan perkotaan

secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan

manusiawi (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup,

2011).

Vegetasi diperlukan untuk membersihkan udara kota, mengatur

keseimbangan air tanah serta memungkinkan kenyamanan iklim

(Bianpoen, 1993). Secara ekologis pengadaan ruang terbuka hijau

memberi jaminan bagi sistem sirkulasi udara atau paru-paru kota (Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Gas buang

sisa pembakaran seperti asap kendaraan bermotor merupakan zat

pencemar lingkungan. Tumbuhan merupakan produsen oksigen dan

(40)

21

merubah gas buang sisa pembakaran seperti hidrogen (H2O) dan karbon

dioksida (CO2) menjadi O2 atau oksigen (Ediyono, 2003).

Pemakaian air tanah terutama di kawasan perkotaan dikhawatirkan sudah

hampir melampaui kemampuan pemulihan sumber air tanahnya

(Sugandhy, 1994). Hal ini apabila tidak segera ditindak lanjuti akan

menimbulkan masalah. Disinilah peran serta ruang terbuka hijau sangat

dibutuhkan. Karena ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengatur

iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat

berlangsung lancar (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan

Hidup, 2011). Akar tumbuhan berfungsi sebagai penjebak air. Dengan

adanya ruang terbuka hijau, air hujan yang diserap oleh tanah dapat

disimpan pada akar tanaman. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya

banjir, kekeringan dan penurunan muka air tanah.

Ruang terbuka hijau juga berfungsi sebagai peneduh, penahan angin dan

penyedia habitat satwa (Badan Pengelolaan dan Pengendalian

Lingkungan Hidup, 2011). Tumbuhan di sekitar rumah memberikan efek

teduh, sehingga angin kencang yang berhembus tidak langsung

menghantam bangunan rumah, melainkan ditahan oleh tumbuhan.

Dengan adanya tumbuh-tumbuhan beraneka ragam satwa dapat

melestarikan hidupnya. Hal ini karena habitat dan sumber makanan bagi

satwa pun tersedia, contohnya burung dapat membuat sarang pada

(41)

22

semut dan serangga dapat membangun istananya pada tanah dan

dahan-dahan pohon.

Menyediakan habitat satwa dapat meminimalisir gangguan oleh berbagai

macam satwa. Contohnya seperti gangguan serangga yang akrab dengan

sebutan tomcat di Rusunawa UNILA. Bisa atau racun yang digunakan untuk melindungi diri dari serangga tomcat ini menimbulkan penyakit kulit yang gatal dan panas serupa dengan herpes. Gangguan serangga

tomcat ini terjadi karena pengalih fungsian habitat mereka seperti semak, perdu dan tumbuhan bambu menjadi lapangan bulu tangkis. Bukankan

suatu hal yang wajar bila tempat tinggal kita dirusak kemudian kita

mencari tempat tinggal yang baru, begitu pula dengan serangga tomcat ini. Ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis antara lain seperti

hutan kota, sabuk hijau kota, taman botani dan sempadan sungai.

b. Fungsi Sosial dan Budaya

Secara sosial budaya ruang terbuka hijau dapat memberikan fungsi

sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi (Badan Pengelolaan

dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Kesibukan dengan aktifitas

masing-masing menjadikan warga kota cenderung individualisme. Ruang

terbuka hijau dapat menjadi media komunikasi bagi warga kota.

Misalnya saat perayaan HUT RI ke-70 warga kota berbondong-bondong

mendatangi lapangan untuk mengekspresikan dirinya dalam berbagai

perlombaan yang dilaksanakan. Seni-seni kreasi dan budaya lokal pun

(42)

23

Ruang terbuka hijau juga merupakan wadah dan objek pendidikan,

penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam (Badan Pengelolaan

dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Sebagaimana kurikulum

pendidikan yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013, dimana siswa

dituntut untuk belajar tidak hanya di dalam kelas menggunakan buku,

melainkan terjun langsung ke alam. Misalkan dalam mata pelajaran IPA

dengan bab pembahasan mengenal struktur tumbuhan. Disinilah ruang

terbuka hijau memainkan perannya sebagai sarana belajar. Ruang

terbuka hijau yang berfungsi sosial budaya antara lain berbentuk

taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, dan taman-taman pemakaman

umum (TPU).

c. Fungsi Ekonomi

Secara ekonomi ruang terbuka hijau dapat menjadi sumber produk alam

yang bisa dijual (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan

Hidup, 2011). Misalnya melalui pengusahaan lahan-lahan kosong

menjadi lahan pertanian atau perkebunan (urban agriculture). Hasil dari pertanian dan perkebunan tersebut dapat dijual, seperti tanaman bunga,

buah, daun dan sayur-mayur. Selain itu pengembangan sarana wisata

hijau perkotaan dapat mendatangkan wisatawan.

d. Fungsi Estetika

Secara estetika ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan

(43)

24

baik dari skala mikro maupun skala makro. Lingkungan dalam skala

mikro berupa halaman rumah dan lingkungan permukiman. Lingkungan

dalam skala makro berupa lansekap kota secara keseluruhan.

Ruang terbuka hijau menstimulasi kreatifitas dan produktivitas warga

kota (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

Warga kota dituntut untuk kreatif dalam menciptakan suasana yang

serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Hal ini

dilakukan melalui pengadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga,

dan jalur-jalur hijau di jalan kota.

3. Struktur Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan strukturnya, bentuk dan susunan ruang terbuka hijau dapat

merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. Konfigurasi

ekologis berbasis bentang alam seperti kawasan lindung, perbukitan,

sempadan sungai, danau, dan pesisir. Sedangkan konfigurasi planologis

berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti ruang

terbuka hijau perumahan, kelurahan, kecamatan, kota maupun taman-taman

regional/nasional (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup,

2011).

4. Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa status

kepemilikan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan

(44)

25

sama. Untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota proporsi penyediaanya

adalah 30% dari luas wilayah.

Ruang terbuka hijau publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan

dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk

kepentingan masyarakat secara umum. Ruang terbuka hijau publik terdiri

dari taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan,

sungai, dan pantai. Proporsi penyediaan ruang tebuka hijau publik adalah

20% dari luas wilayah (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen

Pekerjaan Umum, 2008).

Ruang terbuka hijau privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu

atau orang pereseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas

antara lain barupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat

atau swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi penyediaan ruang tebuka

hijau privat adalah 10% dari luas tanah (Direktorat Jendral Penataan Ruang,

Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

5. Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau

Fokus penelitian ini dibatasi pada ruang terbuka hijau privat. Sehingga

ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau yang akan dibahas pada sub bab ini

hanya sebatas ruang terbuka hijau privat. Ketentuan penyediaan ruang

terbuka hijau privat dibagi dalam tiga bagian yaitu: ruang terbuka hijau privat

(45)

26

dan tempat usaha, serta ruang terbuka hijau dalam bentuk atap bangunan

(roof garden).

a. Ruang Terbuka Hijau Privat pada Pekarangan

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 pasal 12 ayat 4(c)

menjelaskan bahwa untuk meningkatkan fungsi, kualitas dan kuantitas

ruang terbuka hijau Kota Bandar Lampung masyarakat wajib

menyediakan ruang terbuka hijau pada setiap bangunan publik maupun

privat dengan menetapkan koefisien dasar hijau (KDH) minimal 20%

untuk bangunan publik dan 10% untuk bangunan privat.

Pekarangan adalah lahan di luar bangunan yang berfungsi untuk berbagai

aktivitas. Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau di pekarangan

rumah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05

Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang

Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan sebagai berikut:

1. Pekarangan Rumah Besar

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas 500 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

(46)

27

2. Pekarangan Rumah Sedang

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara 200 m2 sampai dengan 500 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

c. jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.

3. Pekarangan Rumah Kecil

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah kecil adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah 200 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

c. jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

b. Ruang Terbuka Hijau Privat pada Halaman Pertokoan, Perkantoran dan Tempat Usaha

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau pada halaman pertokoan,

perkantoran dan tempat usaha dijelaskan dalam Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan

dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yaitu

sebagai berikut:

1. Untuk dengan tingkat koefisien dasar bangunan 70-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot;

2. Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan koefisien dasar bangunan diatas 70%, memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;

(47)

28

berlaku seperti persyaratan pada ruang terbuka hijau pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar koefisien dasar bangunan yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

c. Ruang Terbuka Hijau Privat dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)

Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, dengan koefisien dasar

bangunan diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau

pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi maka penyediaan ruang

terbuka hijau dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau. Ruang

terbuka non hijau tersebut seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras

bangunan bertingkat, di samping bangunan, dan lain-lain. Penyediaanya

dengan menggunakan media tambahan, seperti pot dengan berbagai

ukuran sesuai lahan yang tersedia (Direktorat Jendral Penataan Ruang,

Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

Tanaman untuk ruang terbuka hijau dalam bentuk taman atap bangunan

(roof garden) adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan

terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air.

Struktur atap bangunan secara teknis juga harus memungkinkan. Aspek

yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah:

struktur bangunan; lapisan kedap air (waterproofing ), sistem utilitas bangunan, media tanam, pemilihan material, aspek keselamatan dan

keamanan, serta aspek pemeliharaan (Direktorat Jendral Penataan Ruang,

(48)

29

C. Kerangka Pikir

Lingkungan kita saat ini masuk dalam kondisi krisis. Hal ini karena interaksi

antara manusia dengan lingkungannya yang terus berubah. Lingkungan memang

memiliki daya lenting, atau kemampuan untuk memulihkan dirinya sendiri.

Namun permasalahannya adalah daya lenting tersebut tidak sebanding dengan

daya eksploitasi alam oleh manusia. Ketika ilmu pengetahuan modern

berkembang pesat dan industrialisasi menjelma sebagai gaya hidup baru, manusia

tidak lagi memanfaatkan lingkungan sebatas yang dibutuhkan, namun menjadikan

lingkungan sebagai objek yang bisa dilakukan. Eksploitasi yang berlebihan

terhadap lingkungan berdampak pada merosotnya keseimbangan lingkungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

muncul sebagai solusi untuk menjawab dan mengatasi berbagai masalah yang

timbul akibat merosotnya keseimbangan lingkungan. Peraturan ini menjelaskan

bahwa untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, proporsi ruang terbuka

hijau di wilayah perkotaan minimal 30% dari luas wilayah kota. Proporsi ini

terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat.

Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk

diimplementasikan. Hal ini karena kawasan perkotaan tidak dapat dilepaskan dari

peningkatan lahan terbangun seiring dengan perkembangan aktivitas dan kuantitas

penduduknya. Laju pertumbuhan penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun

(49)

30

bertambah 3.540.855 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk meningkatkan

permintaan akan ruang khususnya pemukiman dan lahan terbangun.

Meningkatnya kawasan terbangun akan memberikan konsekuensi pada

penyusutan ruang terbuka hijau. Fenomena ini disebabkan karena ruang terbuka

hijau kerap dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.

Hasil inventarisasi ruang terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung oleh Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Tahun 2011 adalah

sebesar 1.403,57 Ha atau hanya 7,12% dari luas wilayah. Dibutuhkan tambahan

lahan seluas 2540,83 Ha lagi dari eksisting ruang terbuka hijau publik Kota

Bandar Lampung untuk dapat mencapai target yang dicanangkan dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Bukan hal yang mudah untuk

dapat mencapai angka ini.

Apabila ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan masyarakat secara mandiri

dalam bentuk dukungan penyediaan ruang terbuka hijau privat, maka hal ini dapat

mengurangi beban pemerintah daerah dalam menambah eksisting ruang terbuka

hijau di Kota Bandar Lampung. Upaya tersebut misalnya seperti menanam pohon

atau tanaman perdu di pekarangan rumah. Penyediaan ruang terbuka hijau privat

dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan

ruang terbuka hijau publik. Apabila ruang terbuka hijau privat yang disediakan

oleh masyarakat lebih dari 10% hal ini diharapkan dapat menutupi kekurangan

luasan ruang terbuka hijau publik, sehingga keseimbangan lingkungan dapat

(50)

31

Tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan

masyarakat terhadap pentingnya kehidupan yang harmonis dengan lingkungan,

khususnya dalam perannya terhadap penyediaan maupun pemeliharaan kualitas

ruang terbuka hijau yang ada (Nurdiansyah, 2012). Terpeliharanya ruang terbuka

hijau tidak terlepas dari pengetahuan masyarakat terhadap ruang terbuka hijau.

Karena secara sosiologis, pengetahuan seseorang mempengaruhi tindakannya.

Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk memperjelas sejauh mana

pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau.

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir

Sumber : Data Primer 2015

Fungsi Ruang Terbuka Hijau

1. Ekologis 2. Sosial Budaya 3. Ekonomi 4. Estetika

Tahu

Paham

Memelihara Keputusan

(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan

analisis daya yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Dengan

kata lain, metode penelitian merupakan suatu cara yang harus dilakukan oleh

peneliti melalui serangkaian prosedur dan tahapan dalam melaksanakan kegiatan

penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari jawaban terhadap

suatu masalah. Penelitian pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan

ilmiah pada pengkajian suatu masalah (Furchan, 2007 dalam Hidayati, 2014).

Penelitian berjudul tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau

privat ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu

keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah

untuk menjawab masalah secara aktual. Sedangkan, Sukmadinata (2006)

menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang

berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau

hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang berlangsung, akibat

(52)

33

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif merupakan penelitian dengan

menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak

orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah

dan dianalisis. Pertanyaan terstruktur atau sistematis tersebut dikenal dengan

istilah kuisioner (Prasetyo, 2012).

Dari pengertian yang telah dijabarkan oleh beberapa ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa penelitian deskriptif merupakan sebuah metode yang digunakan untuk

mendeskripsikan dan atau menginterpretasikan suatu fenomena, yang dalam

penelitian ini dilakukan secara kuantitatif atau dengan menggunakan kuesioner.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan tingkat pengetahuan

masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat di Perumahan Rajabasa Permai,

Rajabasa Pemuka, Bandar Lampung.

B. Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan konklusi dari beberapa definisi variabel-variabel di

dalam penelitian ini, antara lain:

1. Pengetahuan adalah hasil dari proses tahu yang diperoleh seseorang setelah

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, serta dapat diungkapkan

kembali olehnya baik secara lisan maupun tulisan.

2. Ruang terbuka hijau privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu

atau orang pereseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas

antara lain barupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat

(53)

34

C. Definisi Operasional

Indikator tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat

dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi oleh Bloom (dalam Notoatmodjo,

2003) berupa 6 tingkat yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada dua tingkatan yaitu

tahu dan memahami, ditambah dengan tidak tahu.

1. Tidak tahu : tidak mengetahui contoh, fungsi serta peraturan

penyediaan ruang terbuka hijau.

2. Tahu : mengetahui contoh, fungsi serta peraturan penyediaan

ruang terbuka hijau.

3. Paham : mampu menjelaskan kembali contoh, fungsi serta

peraturan penyediaan ruang terbuka hijau.

.

D. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di

lokasi penelitian atau objek penelitan (Bungin, 2008). Data primer pada

penelitian ini adalah jawaban yang diperoleh peneliti dari kuisioner yang diisi

oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber

sekunder dari data yang dibutuhkan (Bungin, 2008). Data sekunder pada

(54)

35

dokumen pribadi ataupun dokumen resmi yang berkaitan dengan penelitian

ini. Penggunaan data sekunder bertujuan untuk memperkuat data yang telah

diberikan oleh responden.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa

Pemuka, Kota Bandar Lampung. Perumahan ini berusia lebih dari 20 tahun.

Pemilihan lokasi dalam penelitian ini menggunakan kriteria faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yang telah dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003), yaitu

diantaranya adalah pendidikan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan

tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik, sehingga dapat berfikir

kritis, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan

demikian diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya.

F. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan

diduga (Singarimbun, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

kepala keluarga (KK) di Perumahan Raja Basa Permai, yaitu 253 kepala

(55)

36

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili

populasi tersebut (Singarimbun, 2011). Penentuan sampel dalam penelitian

ini menggunakan Rumus Slovin yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

a = taraf signifikansi yang digunakan (dalam penelitian ini adalah 10%)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel

sebanyak 72 kapala keluarga. Adapun pengambilan sampel tersebut dengan

menggunakan metode acak sederhana atau simple random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak, sehingga setiap

anggota populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai

sampel penelitian (Singarimbun, 2011).

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa

alat yaitu:

a. Kuesioner

Umar (2011) menyatakan bahwa kuesioner merupakan suatu pengumpulan

(56)

37

responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan

tersebut. Tujuan pembuatan kuesioner menurut Subagyo (2006) adalah lebih

mengarahkan informasi yang diperoleh secara relevan sehingga terhindar data

tidak terpakai, membantu responden memberikan jawaban dalam waktu

relatif lebih cepat dibandingkan dengan cara lain, serta mempercepat

pengumpulan data.

Ada beberapa bentuk pertanyaan dari kuesioner, yaitu : tertutup, terbuka,

kombinasi tertutup dan terbuka (Lufri, 2005). Penelitian ini menggunakan

kuesioner yang terdiri atas 28 pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini

dihimpun dari 11 pertanyaan terbuka, 14 pertanyaan tertutup dan 3

pertanyaan semi terbuka dan tertutup.

b. Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi objek

penelitian yaitu di Perumahan Raja Basa Permai.

c. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan menelusuri, membaca dan memaknai buku-buku dan

literatur untuk mengetahui teori dan konsep yang berhubungan dengan

penelitian ini.

Gambar

Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia Tahun 1971-2010
Tabel 2. Eksisting Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2011
Gambar  1. Tipologi Ruang Terbuka Hijau Sumber   :  Direktorat Jendral Penataan Ruang
Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Sumber : Data Primer 2015

Referensi

Dokumen terkait