• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH MANGROVE (Rhizophora sp.) DI DESA DURIAN DAN DESA BATU MENYAN KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH MANGROVE (Rhizophora sp.) DI DESA DURIAN DAN DESA BATU MENYAN KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH MANGROVE (Rhizophora sp.)DI DESA DURIAN DAN DESA BATU MENYAN KECAMATAN PADANG CERMIN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh Feri Andrianto

Serasah mangrove merupakan penyuplai bahan organik terhadap kesuburan ekosistem mangrove, sehingga mampu menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Kawasan hutan mangrove merupakan tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya serta sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pro-duksi dan laju dekomposisi serasah mangrove di ekosistem mangrove di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten

(2)

ABSTRACT

(PRODUCTION AND DECOMPOSITION RATE OF MANGROVE (Rhizophora sp.)LITTER LEAF IN DURIAN VILLAGE AND BATU MENYAN VILLAGE PADANG CERMIN SUBDISTRICT PESAWARAN

REGENCY)

By Feri Andrianto

Mangrove litter leaf represent the organic substance supplier towards fertility of mangrove ecosystem, that able to support the mortal life within. The area of forest of mangrove represent the nursery ground, feeding ground, and area of spawning ground for various fish type, prawn and other biota sea and also as producer of amount of detritus for plankton as main foods source of the sea. The objectives of this research were to know production and decomposition rate of mangrove litter leaf in the mangrove ecosystem of Durian Village and Batu Menyan Village, Padang Cermin subdistrict, Pesawaran regency. Data was analysed by calculating the dry weight mean of litter leaf production and to counting decomposition rate was using the exponential rank function or from absolute decomposition percentage of litter leaf per day. This research was conducted in two place (station) based on the difference of subtrate characteristic. The research conducted from October to December 2013. The productivity of mangrove’slitter leaf in both places is 0,56 g/m2/day, where the leaf organ gave the higgest contribution, (66%), stick and branch (14%), flower and fruit (20%). Decomposition rate of mangrove litter leaf showed that at the second station (0,20 g / hr) was faster than the first station (0,19 g / hr).

(3)

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH

MANGROVE (

Rhizophora sp.

) DI DESA DURIAN DAN DESA

BATU MENYAN KECAMATAN PADANG CERMIN

KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

FERI ANDRIANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan KEHUTANAN

Fakultas PERTANIAN Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Februari 1990 di Kampung Kalirejo, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis lahir dari pasangan pendidik Mustofa dan Sri Meinarsih, yang telah menanamkan pentingnya ketabahan, ketekunan, semangat juang, tanggungjawab dan kesederhanaan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Dari masa kecil hingga saat ini, penulis tumbuh dan dibesarkan di lingkungan yang penuh rasa persaudaraan, kesetiakawanan, dan kekeluargaan, yang sampai saat ini masih tertanam dalam diri penulis.

(7)

Kecintaan penulis terhadap dunia organisasi disalurkan melalui beberapa pengalaman organisasi. Mulai dari keikutsertaan di organisasi Pramuka dan Paskibra pada waktu SMP dan SMA. Menjadi anggota Bidang Komunikasi Informasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat pada periode kepengurusan tahun 2010-2011 dan menjadi Sekretaris Bidang periode kepengurusan 2011-2012 HIMASYLVA (Himpunan Mahasiswa Kehutanan). Di bidang minat dan bakat, penulis juga sangat tertarik pada dunia olah raga terutama Sepak bola ,Futsal, dan Badminton.

Penulis adalah sosok sederhana yang tumbuh dan besar di lingkungan yang hangat dengan kasih sayang dan cinta dari keluarga, saudara, serta teman-teman,

(8)

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, kupersembahkan

karya kecil ini untuk Mustofa (Bapak) dan Sri Meinarsih

(Ibu) tercinta serta Adikku tersayang Fani Filiandari.

Teman-teman angkatan 2009 (Frogforetafarian) atas

kebersamannya mulai dari langkah awal di kehutanan

hingga sekarang,

Keluarga Besar Camp Mewah: Pak Iskandar dan Bu Iskandar

(Bapak dan Ibu Kos yang paling baik) atas kebaikan dan

keramahannya selama ini, bang Afif, bang Mora, bang

Ezi, Madi, Sadat, Rohiyan, Anggi, Faisal, Rianzar,

Roni, Refki, Endut, Ayuk, dan masih banyak yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu,

(9)

SANWACANA

Asslamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul“Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove(Rhizophora sp.)di Desa Durian dan Desa Batu Menyan

Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran”skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW, dengan harapan di hari akhir akan mendapatkan syafa’atnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan saran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., sebagai pembimbing akademik (PA), sekaligus

(10)

2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., sebagai pembimbing kedua yang telah sabar dan banyak memberi arahan, bimbingan, saran, dan nasehat sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.S., selaku penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran serta pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan dan menyempurnakan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Pihak TNI AL Lampung Pak Indra yang banyak membantu baik dalam pengumpulan data serta membantu memfasilitasi penelitian penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Bandar Lampung, Juli 2014

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. Pengertian Mangrove ... 5

B. Produksi Primer Mangrove ... 7

C. Produksi Serasah Daun ... 8

D. Dekomposisi Serasah ... 9

E. Unsur Hara (N dan C) ... 11

III. METODE PENELITIAN... 14

A. Waktu dan Tempat ... 14

B. Alat dan Bahan ... 15

C. Prosedur Penelitian... 15

1. Penentuan Stasiun Penelitian ... 15

2. Pengambilan Sampel a) Pengambilan Sampel Pengukuran Produksi Serasah(Liter-fall). 15 b) Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah ... 16

c) Pengambilan Sampel Air ... 17

3. Analisis Data ... 17

a) Produksi Serasah ... 17

b) Laju Dekomposisi Serasah... 18

c) Analisis Karbon dan Nitrogen... 19

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 20

A. Letak dan Luas ... 20

(12)

ii

C. Karakteristik Biofisik ... 21

1. Pasang Surut (Pasut) ... 21

2. Arus dan Gelombang ... 22

D. Biologi Perairan ... 22

E. Kondisi Umum Stasiun Pengkuran ... 23

1. Stasiun 1 (kesatu) ... 23

2. Stasiun 2 (kedua)... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

A. Produksi Serasah ... 25

B. Dekomposisi Serasah ... 28

C. Kandungan Unsur Hara (C dan N)... 35

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 39

A. Kesimpulan ... 39

B. Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Amplitudo komponen pasut utama di perairan teluk Lampung ... 21

2. Kondisi gelombang di sekitar paerairan antara Pulau Maitem dan Pulau Kelagian ... 22

3. Kerapatan pohon di stasiun 1 (kesatu) dan di stasiun 2 (Kedua)... . .... 24

4. Produksi serasah stasiun 1 (kesatu) dan stasiun 2 (kedua) ... . .... 25

5. Produktivitas serasah mangrove di beberapa lokasi ... . .... 28

6. Penyusutan bobot kering serasah daun mangrove ... .... 29

7. Pressentase penguraian serasah daun mangrove secara berkala ... . .... 30

8. Rata-rata laju dekomposisi serasah mangrove stasiun 1 (kesatu) dan 2 (kedua) secara berkala. ... 31

9. Nilai parameter fisika-kimia perairan mangrove di lokasi penelitian... 32

10. Konstanta laju dekomposisi serasah daun mangrove... 34

11. Kandungan unsur hara pada awal dan akhir pendekomposisian... 35

12. Produktivitas serasah mangrove secara berkala... 45

13. Bobot kering serasah mangrove ... 45

14. Rata-rata laju dekomposisi serasah mangrove ... 45

15. Nilai kopnstanta laju dekomposisi serasah ... 46

16. Parameter fisika-kimia perairan ... 46

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian... 4

2. Peta lokasi penelitian ... 14

3. Proporsi komponen serasah tiap stasiun ... 26

4. Produksi serasah tiap stasiun ... 27

5. Rata-rata laju dekomposisi serasah mangrove di stasiun 1 (kesatu) dan stasiun 2 (kedua) ... 31

6. Rata-rata rasio C/N di dalam serasah... 37

7. Jaring penampung sersah mangrove (Foto: Andrianto, 2013)... 47

8. Kantong serasah (Foto: Andrianto, 2013) ... 47

9. Substrat di stasiun 2 (kedua) (Foto; Andrianto, 2013) ... 48

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Serasah vegetasi mangrove yang telah terurai melalui proses dekomposisi, se-bagian akan diserap oleh mangrove itu sendiri dan sese-bagian lainnya menjadi tam-bahan masukan tam-bahan organik bagi ekosistem mangrove di sekitarnya. Manfaat akumulasi bahan organik hasil dekomposisi serasah hutan mangrove antara lain memperkaya hara pada ekosistem mangrove, sebagai daerah asuhan dan pem-besaran(nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground), dan perlin-dungan bagi aneka biota perairan (Wibisana, 2004). Selain itu, akumulasi bahan organik juga mampu mereduksi potensi subsidensi permukaan lahan hutan mang-rove. Bahan organik yang tersedia di kawasan tersebut berasal dari bagian-bagian pohon, terutama yang berupa daun.

Akumulasi bahan organik ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor produksi dan faktor dekomposisi. Secara umum produksi bahan organik ditentukan oleh jenis dan kerapatan tegakan hutan mangrove, dimana semakin rapat tegakan produksi bahan organik juga meningkat, sedangkan dekomposisi juga ditentukan oleh jenis bahan organik maupun oleh faktor dekomposernya.

(16)

2

dan humus koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik juga sering disebut proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses mikroba (dekom-poser) dalam memperoleh energi bagi perkembangbiakannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dari sisi dekom-posernya adalah suhu, kelembaban, salinitas, dan pH. Proses ini sangat besar peranannya dalam siklus energi dan rantai makanan pada ekosistem mangrove.

Penelitian tentang dinamika serasah mangrove berupa produksi dan laju dekom-posisi di kawasan hutan mangrove Kecamatan Padang Cermin mempunyai arti penting karena serasah merupakan sumbangan terbesar dari ekosistem mangrove terhadap kesuburan esturia, sehingga peran hutan mangrove sebagai pendukung dan penyedia jasa-jasa bagi kelangsungan hidup manusia dapat terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove di ekosistem mangrove Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Akumulasi netto bahan organik yang penting dalam peranannya sebagai penunjang kehidupan makhluk hidup di dalam eko-sistem mangrove belum banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian.

B. Tujuan Penelitian

(17)

3

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove serta sebagai informasi tambahan tentang pro-duktivitas serasah dan laju dekomposisinya di kawasan hutan mangrove Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

D. Kerangka Pemikiran

Bengen (2004), mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tro-pis dan subtrotro-pis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Salah satu produk hutan mangrove adalah daun, daun yang jatuh ke lantai hutan disebut serasah, serasah daun tersebut akan memberikan sumbangan bahan orga-nik yang akan mengalami dekomposisi. Serasah yang mengalami dekomposisi menghasilkan unsur hara yang digunakan tumbuhan untuk hidup dan berkembang, serta menjadi sumber pakan bagi jenis ikan dan makhluk biota perairan lainnya.

(18)

4

Salah satu fungsi serasah yang dapat mempertahankan kesuburan tanah hutan mangrove adalah guguran sersah daun yang berada di lantai hutan yang akan memberikan sumbangan bahan organik. Secara umum kerangka pemikiran di-sajikan pada Gambar 1.

Gambar 1.Kerangka pemikiran penelitian Kesuburan ekosistem

mangrove dan perairan

Sumber pakan (ikan, kepiting,bakteri, dll) Ekosistem Mangrove

Tegakan mangrove (Avicennia, Rhizophora,

Bruguera,dsb) Peranan Ekologis

Serasah daun Rhizophora spp. Tekanan luar

Bahan organik Sumber unsur hara

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang ter-letak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%

(Departemen Kehutanan, 1994 dikutip oleh Santoso, 2000).

Awalnya, hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh ahli lingkungan, ter-utama lingkungan laut. Kawasan hutan mangrove ini dulu dikenal dengan istilah vloedbosh,kemudian juga dikenal dengan istilah “hutan payau” karena sifat

habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan dominasi antara katamangue(bahasaPortugis) yang berarti tumbuhan dangrove (bahasaInggris) yang berarti belukar atau hutan kecil di tepi laut (MacNae, 1968).

(20)

6

Banyak jenis hewan dan jasad renik yang berasosiasi dengan hutan mangrove. Diantaranya berbagai jenis yang menempel pada tanaman, sebagian dari daur hidupnya membutuhkan lingkungan mangrove.

Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang diguna-kan untuk menggambardiguna-kan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didomina-si oleh beberapa spedidomina-sies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mem-punyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove ter-bentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat (Walsh, 1974). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :Avicennie,Sonneratia,Rhyzophora, Bruguiera,Ceriops,Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia,Aegiceras, Aegiatilis,Snaeda, danConocarpus(Bengen, 2000).

Hutan mangrove ataumangaladalah vegetasi yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis dan subtropis, didominasi tumbuhan bunga terestrial umumnya ber-habitus pohon dan semak, dapat menginvasi dan tumbuh di kawasan pasang surut, dengan tanah bersalinitas tinggi dan anaerob (Chapman, 1976).

(21)

7

B. Produksi Primer Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem produktif yang mendukung sejumlah besar kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai dari tumbuh-tumbuhan. Daun tumbuhan mangrove, sebagaimana semua tumbuhan hijau, menggunakan sinar matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadi senyawa organik melalui pro-ses fotosintesis. Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pohon mangrove sangat penting bagi keberlanjutan hidup semua organisme. Terurainya daun, batang, dan akar mangrove yang mati menghasilkan karbon dan nutrien yang digunakan oleh organisme lain (Ng dan Sivasothi, 2001).

Nybakken (1988), menyatakan produksi rata-rata tanaman perairan pantai dan pe-sisir lebih tinggi bila dibandingkan dengan perairan lepas. Hal ini disebabkan oleh tingginya zat hara dari partikael-partikel serasah dan reruntuhan yang berasal dari daratan yang mengabsorbsi sejumlah besar cahaya. Hal ini mengakibatkan komunitas pesisir memiliki jumlah organisme yang besar (keragaman jenis tinggi) (Odum, 1997).

(22)

8

Tidak ada yang menjadi sampah dalam ekosistem mangrove. Tumbuhan mang-rove merupakan lumbung sejumlah besar daun yang kaya nutrien yang akan di-uraikan oleh fungi dan bakteri atau langsung dimakan kepiting. Material organik yang mati diuraikan menjadi partikel-partikel kecil (detritus) oleh bakteri yang kaya protein. Detritus merupakan sumber makanan bagi beberapa spesies mo-luska, kepiting, udang dan ikan, yang selanjutnya dimakan hewan yang lebih be-sar. Nutrien yang dilepaskan ke dalam air selama peruraian daun, kayu dan akar juga dimakan plankton dan alga (Lovelock, 1993; Clough, 1992).

Clough (1986), menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa materi ter-gantung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik baru dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik. Produk-tivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).

C. Produksi Serasah Daun

(23)

9

Chapman (1976) mendefinisikan sebagai berat materi tumbuhan mati yang jatuh dalam satuan luas permukaan tanah dalam periode waktu tertentu.

Produktivitas mangrove mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa ekosistem lain, yaitu 20 kali lebih tinggi dan nilai produktivitas laut be-bas dan sekitar 5 kali lebih tinggi dari nilai produktivitas perairan pantai. Produk-tivitas mangrove dapat mencapai 5.000 g-C/m2/th (Lugo dan Snedaker, 1974).

Produksi serasah daun untuk setiap kawasan mangrove adalah berbeda. Perbeda-an jumlah serasah ini dapat disebabkPerbeda-an oleh adPerbeda-anya beberapa faktor lingkungPerbeda-an yang mempengaruhi produktivitas, kesuburan tanah, kelembaban tanah, kera-patan, musim dan tegakan. Selain faktor-faktor tersebut ketipisan tajuk dan mor-fologi daun juga ikut mempengaruhi besar kecilnya serasah. Semakin tipis pe-nutupan tajuk semakin berkurang produksi serasah (Lugo dan Snedaker, 1974).

D. Dekomposisi Serasah

Dekomposisi serasah adalah proses penghancuran bahan organik yang berasal dari binatang atau tanaman menjadi senyawa sederhana (Sutedjo dkk, 1991). Sedang-kan serasah adalah sisa-sisa organisme baik tanaman ataupun hewan yang di-temukan di permukaan tanah.

(24)

10

Dekomposisi didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gra-dual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika. Dekomposisi bahan orga-nik dipandang sebagai reduksi komponen-komponen orgaorga-nik dengan berat mole-kul yang lebih tinggi menjadi komponen dengan berat molemole-kul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980). Definisi-definisi tersebut meng-gambarkan bahwa proses dekomposisi bukan saja dilakukan oleh agen biologis seperti bakteri tetapi juga melibatkan agen-agen fisika.

Proses dekomposisi dimulai dari proses pengahncuran/fragmentasi atau pe-mecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger)terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewan-hewan herbivora ter-hadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisi-ka dilanjutfisi-kan dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang melakufisi-kan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil proses fragmentasi. Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui meka-nisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan mole-kul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan di-gunakan oleh dekomposer (Moriber, 1974; Saunder, 1980).

(25)

11

temperatur, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P, K dan S (Parr, 1987 dikutip oleh Hanafiah, 2012).

Selama proses dekomposisi, sangat banyak substansi yang terbentuk. Substansi ini akhirnya dipecahkan oleh mikroorganisme. Proses dekomposisi berlangsung se-cara berkelanjutan sampai bahan organik yang komplek sese-cara berangsur-angsur diubah menjadi elemen yang sederhana atau senyawa anorganik. Akhir dari pro-ses dekomposisi bahan organik dan pembebasan elemen dalam mineralisasi ada-lah pembentukan secar lengkap siklus per-tukaran elemen kimia esensial yang di-gunakan untuk membangun kehidupan organisme di alam (Waksman, 1957).

E. Unsur Hara (N dan C)

Unsur hara atau nutrien merupakan suatu elemen yang berfungsi masuk di dalam proses kehidupan organisme. Unsur hara utama yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P), Oksigen (O), Silikon (S), Magnesium (M), Potassium (K) dan Kalsium (Ca). sedangkan nutrienttrace -elementdibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi (Fe), tembaga (Cu) dan vanadium (V). lebih lanjut Parsons dkk (1984) menyatakan bahwa elemen-elemen C, H, O, N, Si, P, Mg, K dan Ca yang dibutuhkan dalam jumlah besar di-sebut makronutrien sedangkan elemen-elemen lain dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya disebut mikro nutrien atautrace element.

(26)

12

Nitrogen anorganik terdiri dari Ammonia (NH3), Ammonium (NH4), Nitrit (NO2)

dan Nitrat (NO3) sedangkan nitrogen organik terutama dalam bentuk protein,

asam amino dan urea. Umumnya senyawa-senyawa N organik dalam bentuk ter-larut ataupun partikulat adalah hasil metabolisme organisme bahari dan hasil proses pembusukan.

Serasah tumbuhan yang banyak kandungan nitrogen dan fosfornya akan meng-alami pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur hara, terutama pada ke-adaan aerobik. Berbeda halnya dengan bahan-bahan rendah kadar nitrogen seperti jerami, tumpukan jerami dan sisa-sisa batang yang mengalami dekomposisi secara lambat dan tidak sempurna dan kemungkinan masih tersisa 50–60 % dari bobot awal setelah 3 sampai 10 bulan terdekomposisi (Moore-Landecker, 1990).

Lamanya waktu dekomposisi serasah daun berhubungan dengan tingginya kan-dungan fenol dan tinggi rasio C/N yang menyebabkan serasah tidak disukai. Cacing tanah lebih menyukai daun-daun dengan kandungan maksimum akan ter-jadi selama pasokan nitrogen dan karbon dan unsur hara penting lainnya (terutama fosfor) yang terdapat pada substrat atau tanah berlimpah.

(27)

13

Fosfor adalah salah satu hara esensial bagi pertumbuhan tanaman dan merupakan unsur yang kritis setelah nitrogen (Black, 1986). Tanaman menyerap fosfor da-lam bentuk fosfat, dimana sebagian besar dada-lam bentuk anaion fosfat yang mono-valen (H2PO4) dan sedikit sebagai aniion divalen (HPO4) (Salisbury dan Ross,

1995).

(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini ber-langsung selama lebih kurang dua bulan dari Oktober 2013 sampai dengan Desember 2013.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

(29)

15

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : kantong serasah/litter-bag (wadah serasah daun untuk dekomposisi yang terbuat dari nilon) berukuran 30 cm x 30 cm dengan mata jaring berukuran 1 mm yang dilengkapi tali pengerut pada bagian salah satu ujungnya dan diikatkan pada akar atau batang mangrove, jaring/litter-trapberupa jaring penampung berukutan 1 m x 1 m , timbangan, oven, kantong plastik, tali rafia, kamera, kantong kertas HVS, alat tulis, termometer, refraktometer, pHmeter, patok dan kertas label. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah mangroveRhizophora sp.dan sampel air masing-masing stasiun.

C. Prosedur Penelitian

1. Penentuan Stasiun Penelitian

Lokasi penelitian dibagi atas dua stasiun pengamatan yang dibedakan karak-teristiknya berdasarkan interaksinya, tiap-tiap stasiun terdiri dari 3 sub stasiun pengamatan. Stasiun 1 (kesatu) di daerah pasang surut, yaitu daerah dimana mangrove selalu terkena pasang surut air laut secara langsung. Stasiun 2 (kedua) di daerah air payau, yaitu daerah yang tidak terkena pasang surut air laut secara langsung.

2. Pengambilan Sampel

a) Pengambilan Sampel Pengukuran Produksi Serasah(Litter-fall)

(30)

16

m, yang terbuat dari nilon dengan ukuran mata jaring sekitar 1 mm dan bagian bawahnya diberi pemberat.Litter-trapdiletakkan di antara vegetasi mangrove terdekat dengan ketinggian di atas garis pasang tertinggi. Pada setiap stasiun di-pasang 3 jaring penampung. Pengukuran produktivitas serasah dilaksanakan ber-samaan dengan mulai dilakukannya penelitian laju dekomposisi selama 2 bulan dengan selang waktu pengambilan selama 20 hari.

Serasah yang sudah dikumpulkan, dipisahkan berdasarkan setiap bagiannya antara daun, ranting, dan bunga/buah. Serasah tersebut ditimbang beratnya lalu dimasuk-kan ke dalam dimasuk-kantong plastik dan diberi label, untuk selanjutnya dibawa ke labo-ratorium. Di laboratorium dilakukan pengukuran berat kering serasah dengan mengeringkan sampel ke dalam oven pada suhu 80°C selama 2x24 jam atau hingga beratnya konstan.

b) Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah

(31)

17

Setiap selesai waktu pengambilan, serasah darilitter-bagdikeluarkan dan ditiris-kan, untuk selanjutnya diukur beratnya. Di laboratorium, serasah tersebut selanjut-nya dikeringkan pada suhu 105°C hingga beratselanjut-nya konstan (Ashtonet al, 1999), lalu diukur berat keringnya. Laju dekomposisi serasah dihitung dari penyusutan bobot serasah yang didekomposisikan dalam satu satuan waktu dan kandungan unsur hara C dan N.

c) Pengambilan Sampel Air

Sampel air diambil dengan menggunakanwater samplerlalu dimasukkan ke dalam botol. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Sampel air selanjutnya dibawa ke Labo-ratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk dianalisis total padatan tersuspensi (TSS), salini-tas, dan pH. Pengukuran parameter lingkungan lainnya seperti suhu dilakukan langsung di lapangan.

3. Analisis Data a) Produksi Serasah

(32)

18

b) Laju Dekomposisi Serasah

Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan persamaan :

R =

Wo Wt T

Keterangan:

R = Laju dekomposisi (g/hari) T = Waktu pengamatan (hari)

Wo = Berat kering sampel serasah awal (g)

Wt = Berat kering sampel serasah setelah waktu pengamatan ke-t (g)

Persentase penguraian serasah diperoleh dengan menggunakan rumus (Boonruang, 1984) :

Y =

Wo 100%

Keterangan :

Y = Persentase serasah daun yang mengalami dekomposisi Wo= Berat kering serasah awal (g)

Wt = Berat kering serasah setelah waktu pengamatan ke-t (g)

Pendugaan nilai konstanta laju dekomposisi serasah diperoleh dengan meng-gunakan rumus (Ashtonet al, 1999):

Xt = Xo.e-kt ln(Xt/Xo) = -kt Keterangan :

Xt = berat kering serasah setelah waktu pengamatan ke -t (g) Xo= berat kering serasah awal (g)

(33)

19

c) Analisis Karbon dan Nitrogen

(34)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten Pesawaran dengan batas Kecamatan Way Lima dan Kecamatan Kedondong di sebelah Utara, Kecamatan Punduh Pidada di sebelah Selatan, dan Kabupaten Tanggamus di sebelah Barat. Wilayah administrasi Padang Cermin dibagi atas 31 desa/kelurahan dengan pusat Pemerintahan Kecamatan Padang Cermin berada di Desa Umbul Kluwih Padang Cermin (Monografi Kecamatan Padang Cermin, 2012).

Luas wilayah Kecamatan Padang Cermin 31.763 Ha. Kecamatan Padang Cermin merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pesawaran. Serta memiliki hutan se-luas 4383 Ha. Bentuk wilayah Kecamatan Padang Cermin bervariasi dari datar sampai berombak (15%), berombak sampai berbukit (25%), dan berbukit sampai bergunung (60%).

B. Topografi dan Iklim

(35)

21

360C. Kecamatan Padang Cermin yang beriklim tropis memiliki jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak adalah 24 hari dan banyaknya curah hujan 3.366 mm/th.

C. Karakteristik Biofisik 1. Pasang Surut (Pasut)

Tipe pasut perairan pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada tidak terlepas dari kondisi pasut yang terjadi di Teluk Lampung. Untuk mengetahui tipe pasut yang terjadi di perairan Teluk Lampung dapat digunakan data pasang surut dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL (2003). Tabel 1 menyajikan data un-sur pasut utama di perairan sekitar Teluk Lampung, sehingga dapat diketahui tipe pasutnya berdasarkan nilai F.

Tabel 1.Amplitudo komponen pasut utama di perairan teluk lampung (cm)

No Stasiun 01 K1 M2 S2 Nilai F

6 Pulau Kelagian 11 13 34 13 0,51

Sumber :Dishidros TNI AL (2003) Keterangan:

F : bilangan Formzal

K1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan & matahari

O1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan

M2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

gaya tarik bulan

S2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh

(36)

22

Dari nilai F antara 0,48--0,57 diketahui bahwa tipe pasut di perairan Teluk Lampung adalah pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan(mixed tide predominantly semi diurnal).

2. Arus dan Gelombang

Menurut (Dishidros TNI AL, 1988dalamBPPT-PSL UNILA, 1989), gelombang di Teluk Ratai merupakan gelombang campuran antara gelombang yang disebab-kan oleh angin dan alun yang datang dari Selat Sunda. Gelombang yang me-rambat masuk Teluk Ratai datang terutama dari arah tenggara. Tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 15--40 cm dengan periode antara 4--11 detik.

Tabel 2.Kondisi gelombang di sekitar perairan antara Pulau Maitem dan Pulau Kelagian.

Bulan Arah gelombang Tinggi Maks (cm)

Juli TG T-TG-S 70 20--40 06-Jul

Agustus TG T-TG-S 70 20--50 06-Jul

September STG T-TG-S 90 30--50 05-Jul

Oktober STG

TG-S-BD 80 40--60 10-Nop

November SBD S-BD-B 80 40--65 10-Nop

Desember BL B-BL-U 50 15--25 06-Jul

Sumber:Dishidros TNI AL (1989) Keterangan:

U=utara, B=barat, TG--tenggara, S=selatan, BD=baratdaya, T=timur, TL=timurlaut, BL=baratlaut,STG=selatan tenggara, SBD=selatan baratdaya.

D. Biologi Perairan

(37)

ber-23

variasi. Pada umumnya kondisi mangrove di pesisir Kecamatan Padang Cermin tidak dalam keadaan yang baik, bahkan banyak yang telah dikonversi menjadi areal pertambakan, pemukiman, maupun tempat wisata (Yudha, 2004).

Hasil penelitian CRMP (1998), terhadap mangrove yang terdapat di sepanjang pantai Kecamatan Padang Cermin, yaitu di Desa Durian dan Desa Sidodadi, menunjukkan bahwa spesies mangrove yang mendominasi adalahRhizopora mucronata. Di Desa Durian pada koordinat05°36,14’ LS dan 105°35,53’ BT kepadatan mangrove mencapai 363 individu/ha dengan panjang kawasan 3000 m dan lebar antara 1000--1500 m. Kondisi mangrove di Desa Sidodadi masih lebih baik jika dibandingkan dengan Desa Durian. Pada koordinat 05°32,36’ LS dan105°14,47’ BT diketahui bahwa kepadatan mangrove mencapai 900

indvidu/ha pada kawasan sepanjang 800 m dengan lebar mencapai 4000 m.

E. Kondisi Umum Stasiun Pengukuran 1. Stasiun 1 (kesatu)

(38)

24

2. Stasiun 2 (kedua)

Jenis mangrove yang terdapat pada stasiun 2 (kedua) yaitu jenisRhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, apiculata spp. jenisRhozophora mucronata merupakan jenis mangrove yang mendominasi pada stasiun 2 (kedua). Kondisi fisik tempat tumbuh stasiun 2 (kedua) memiliki suhu rata-rata 27,330C dengan tingkat salinitas perairan 26 sampai dengan 32 psu, serta tingkat pH 6,84 sampai dengan 7,12 tipe subtrat pada stasiun ini lebih didominasi oleh lumpur.

Tabel 3.Kerapatan pohon di stasiun 1 (kesatu) dan 2 (kedua)

Stasiun Sub

(39)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Produktivitas serasah hutan mangrove Padang Cermin sebesar 0,56 g/m2/ hari, dimana organ daun memberikan kontribusi yang paling banyak (66 %) diikuti ranting dan cabang (14%), serta bunga dan buah (20%).

Laju dekomposisi serasah daun mangrove selama penelitian memperlihatkan bahwa stasiun 2 (kedua) mengalami laju dekomposisi lebih cepat (0,20 g/hr) dibandingkan stasiun 1 (kesatu) (0,19 g/hr).

B. Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Asthon, E. C.et al. 1999.Breakdown of Mangrove Leaf Litter in a Managed Mangrove Forest in PeninnsularMalaysia. In Hydrobiologia 413: 77-88.

Aprianis, Y. 2011. Produksi dan Laju Dekomposisi SerasahAcacia crassicarpa A.Cunn. di PT. Arara Abadi. Jurnal. Tekno Hutan Tanaman Vol.4 No.1, 41 –47.

Bengen, D.G. 2000.Sinopsis Teknis Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir.dan Laut IPB. Bogor. 88 hlm.

Bengen, D.G. 2004.Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir.dan Laut IPB. Bogor. 56 hlm.

Black, C. A. 1986.Soil Plant Relationship. Second Edition. Jhon Willey & Sons. Inc. New York.

Boonruang, P. 1984. The Rate of Degradation of Mangrove Leaves, Rhizhophora apiculata BLandAvicennia marina (FORSK) VIERHat Phuket Island, Western Peninsula of Thailand. In Soepadmo, E., A.N. Rao and D.J. Macintosh. 1984.Proceedings of The Asian Symposium on Mangrove Environment Research and Management. University of Malaya and UNESCO. Kuala Lumpur. Page 200-208.

BPPT-PSL UNILA. 1989.Studi Amdal di Kawasan Pangkalan Utama TNI AL Teluk Rataidan Daerah Sekitarnya. Proyek Perencanaan Lantama TNI AL Teluk Ratai. Jakarta.

(41)

41

Chapman, V. J. 1976.Soil Plant relationship. Second edition. John Willey & Sons. Inc. New York.

Clough, B. F. 1986.Factors Regulating Ecosystem Primary Productivity Workshop Mangrove Ecosystem Dynamic. UNDP/ UNESCO. Pp. 79-85.

Clough, B.F. 1992. Primary productivity and growth of mangrove forests. In Robertson, A.I. and D.M. Alongi (ed.). Coastal and EstuarineStudies: Tropical Mangrove Ecosystems. Washington DC.: AmericanGeophysical Union.

CRMP. 1998.Status Mangrove dan Terumbu Karang di Lampung. Proyek Pesisir.Publication. Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta.

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Handayani,T. 2004.Laju Dekomposisi Sersah Mangrove Rhizophora mucronata Lamk di Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hanafiah, A.K. 2012.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Buku. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Lekatompessy, S. T. A. Dan Tutuhatunewa, A. 2010.Kajian Konstruksi Model Peredam Gelombang Dengan Menggunakan Mangrove Di Pesisir Lateri Kota Ambon.Jurnal. ARIKA, Vol. 04, No. 1.

Lestarina, M. P. 2011.Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove dan Potensi Kontribusi Unsur Hara di Perairan Mangrove Pulau Panjang Banten. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lovelock, C. 1993. Field Guide to the Mangroves of Queensland. Queensland: Australian Institute of Marine Science.

Lugo, A. E. dan M. Snedaker, 1974.The Ecology of Mangrove. Ann. Rev. Ecology System (5): 39-64.

MacNae, W. 1968.A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific region. Advances inMarine Biology 6: 73-270.

(42)

42

Mason CF. 1977. Decomposition. Studies in Biology no. 74. The Edward Arnold (Publ) Ltd. Southmpton. London.

Moore-Landecker, E. 1990.Fundamental of The Fungi. Fourth edition. Prenticehall, Englewood. New Jersey.

Moriber, G. 1974.Mangrove Their Values and Perpetution. Nat. Res. 14 : 6-13

Ng, P.K.L. and N. Sivasothi (ed.). 2001. A Guide to Mangroves of Singapore. Volume 1:The Ecosystem and Plant Diversityand Volume 2:Animal Diversity. Singapore: The Singapore Science Centre.

Nybakken, J.W. 1993.Marine Biology, An Ecological Approach. Third edition. New York: Harper Collins College Publishers.

Odum, E. P. 1997.Fundamental of Ecology. W. B. Solunders Company. Philadelphia. 547.p.

Pemerintah Kabupaten Pesawaran. 2012.Buku Monografi Kecamatan Padang Cermin Tahun 2012. Padang Cermin.

Pribadi, R. 1998.The Ecology of Mangrove Vegetation in Bintuni Bay, Irian Jaya, Indonesia. Departement of Biological and Molecular Sciences University of Stirling. Scotland. Page 53-54.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. 2000.Hasil Pelaksanaan PekerjaanKerjasama Penelitian Terpadu Tentang Ekspedisi Teluk Lampung.P3O LIPI. Jakarta.

Rindyastuti, Ridesti. 2010.Komposisi Kimia Dan Estimasi Proses Dekomposisi Serasah 3 Spesies Familia Fabaceae Di Kebun Raya Purwodadi. Seminar Nasional Biologi 2010. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta

Salisbury, F. P. dan C. W. Ross. 1995.Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Terjemahan. Penerbit ITB. Bandung.

(43)

43

Saunder. 1980.Organic Matter and Decomposser : In The Function of

Freshwater Ecosystem Ads. By E. D. Lecren and R.H Lowe. Mc. Connel. Cumbridge University Press. 588p.

Smith, R. I. 1980.Ecology and Field Biology.Harper and Row Publishers. New York. 835p.

Sopana, A.G. 2011.Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sulistiyanto. 2005.Laju Dekomposisi Dan Pelepasan Hara Dari Serasah Pada Dua Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut Di KalimantanTengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2 : 1-14 (2005)

Syamsurisal. 2011.Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Barru.Skripsi. Universitas

Hassanudin. Makassar.

.Walsh, G.E. 1974.Mangroves: a review. In Reimold, R.J., and W.H. Queen (ed.). Ecology of Halophytes. New York: Academic Press.

Waksman, A. I. 1957.Soil Microbiology. John Willey & Sons. Inc. New York.

Wibisana, Bambang Tresna. 2004.Produksi Dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Berau, Propinsi Kalimantan Timur.Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wulan, Praswati PDK, dkk. 2011.Penentuan Rasio Optimum C:N:P Sebagai Nutrisi Pada Proses Biodegradasi Benzena-Toluena Dan Scale Up Kolom Bioregenerator. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.

Yudha, I.G. 2004.Karakteristik Biofisik Dan Permasalahan Pengembangan Wilayah Pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan. Scrib.com. di unduh pada 28 Januari 2014 pukul 20.00 WIB.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
Tabel 1. Amplitudo komponen pasut utama di perairan teluk lampung (cm)
Tabel 2. Kondisi gelombang di sekitar perairan antara Pulau Maitem dan PulauKelagian.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut mengenai pola asuh otoriter dapat mengarahkan anak pada perilaku bullying, ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan

PENDIDIKAN JURUSAN STTB/IJAZAH TAHUN TEMPAT KEPALA NAMA SEKOLAH/.. DEKAN

Dalam hal pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing, orang tua angkat harus melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar

Demikianlah Surat Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dengan mengingat sumpah jabatan dan apabila dikemudian hari ternyata isi Surat Pernyataan ini tidak benar yang

1) Klik menu Mata Pelajaran Tambahan, maka akan tampil gambar seperti dibawah ini.. 2) Untuk mendeklarasikan data mata pelajaran tambahan yaitu dengan cara mengklik Icon Tambah

Berdasarkan alur bagan 1 diatas dapat dilihat bahwa tahap pertama adalah menentukan Nilai Excess Return to Beta (ERB) dan Ci masing-masing saham selanjutnya setelah

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. The

Hal ini berarti semakin baik price consciousness tidak mempengaruhi purchase intention Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristanto