• Tidak ada hasil yang ditemukan

Residu Urine Pasien Pasca Total Vaginal Histerektomi Setelah Pemberian Misoprostol Di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Residu Urine Pasien Pasca Total Vaginal Histerektomi Setelah Pemberian Misoprostol Di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

RESIDU URINE PASIEN PASCA TOTAL VAGINAL

HISTEREKTOMI SETELAH PEMBERIAN

MISOPROSTOL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

Servin Pandu Djaganata

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

Penelitian ini di bawah bimbingan Tim 5

Pembimbing

:

dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K)

dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K)

Penyanggah

:

dr. Herbet Sihite, M.Ked(OG), SpOG

Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K)

dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh Tim-5

Pembimbing :

dr. Edy Ardiansyah, M. Ked(OG), Sp.OG. K

Pembimbing I Tgl. 2015 ...

dr. M. Rhiza Z. Tala, M. Ked(OG), SpOG. K

Pembimbing II Tgl. 2015 ...

Penyanggah :

dr. Herbet Sihite, M. Ked(OG), Sp.OG

Sub.Divisi Fetomaternal Tgl. 2015 ...

Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG. K

Sub.Div.Fertilitas & Endokrinologi Reproduksi Tgl. 2015 ...

dr. Iman Helmi Effendi, M. Ked(OG), SpOG. K

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

RESIDU URINE PASIEN PASCA TOTAL VAGINAL HISTEREKTOMI

SETELAH PEMBERIAN MISOPROSTOL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

(5)

2.

3.

Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, SpOG (K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K); Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG (K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

4.

dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG (K) yang telah memberikan pengarahan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya, bersama dengan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG (K) yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk mendukung, membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

5.

dr. Herbet Sihite, M.Ked(OG), SpOG; Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K) dan dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG (K) selaku penyanggah dan narasumber yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk mendukung, membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6.

Dr . dr . Henr y sa lim sir e g ar , SpO G ( K) se lak u Bap ak Angk at s aya se la m a m enj ala ni m a sa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, mendukung, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

(6)

membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru saya.

7. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

8. Kepada dr. Toni Simarmata, dan dr. Heikal ramadarya, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk belajar bersama saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Senior-senior saya, teman-teman seangkatan dan seluruh PPDS Obstetri & Ginekologi terima kasih banyak atas segala kebersamaan, bantuan dan dukungan yang telah di berikan selama ini.

Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan Sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, ayahanda Wasser Indra Djaganata dan ibunda Ermawati yang telah m embesarkan, membimbing, mendoakan, mendukung, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini.

(7)

petunjuk dan kebahagiaan kepada keluarga kita.

Kepada saudara kandung dan Adik-adik Ipar : Adin, Juji, Uthi, Ghege, Ega, dan Faisal, Rina, Andri, dan Nanda terima kasih atas dukungan selama menjalani pendidikan. Kepada seluruh keluarga yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Sem og a Al la h SW T sen ant i asa m em ber ik an r ahm at - Ny a kepa da k it a semua.

Medan, 9 Februari 2015

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Fisiologi Berkemih ... 4

2.1.1 Pengisian Kandung Kemih ... 4

2.1.2 Pengosongan Kandung Kemih ... . 4

2.2.Total Vaginal Histerektomi ... 7

2.2.1 Epidemiologi TVH ... 8

2.2.2 Komplikasi TVH ... 9

2.3. Retensio Urin ... 11

2.4. Prostaglandin ... 15

2.5. Misoprostol ... 16

2.6. Kerangka Teori ... 20

(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

3.3.1 Populasi Penelitian ... 22

3.3.2 Sampel Penelitian ... 22

3.4 Kriteria Penelitian ... 23

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 23

3.4.2 Kriteria Ekslusi ... ` 23

3.5 Etika Penelitian ... 23

3.6 Cara Kerja ... 23

3.7 Analisa Statistik ... 24

3.8.Batasan Operasional ... 24

3.9.Alur Kerja Penelitian ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tampilan Setelah Histerektomi ... 8 Gambar 2. Peran Modulasi Protaglandin pada Otot Polos ... 16 Gambar 3. Struktur Misoprostol dan Prostaglandin E1 yang Terbentuk Secara

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Paritas ... 26 Tabel 4.2. Perbedaan Residu Urin Pasien Pasca Total Vaginal Histerektomi

(TVH) setelah Pemberian Misoprostol Berdasarkan Umur ... 27 Tabel 4.3. Perbedaan Rerata Residu Urin Pasien Pasca TVH setelah

(12)

DAFTAR SINGKATAN

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate cc : Cubic Centimetre PGD2 : Prostaglandin D2 PGE2 : Prostaglandin E2 PGF2 : Prostaglandin F2 PGG2 : Prostaglandin G2 PGH2 : Prostaglandin H2 PGE : Prostaglandin E PGF : Prostaglandin F PGI : Prostayclin

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo PGI2 : Prostaglandin I2

(13)

POST TOTAL VAGINAL HYSTERECTOMY URINE RESIDUE AFTER ADMINISTRATION OF MISOPROSTOL AT HAJI ADAM MALIK HOSPITAL

Servin Pandu Djaganata

Herbert Sihite, Henry Salim Siregar, Iman Helmi Effendi , Edy Ardiansyah, M. Rhiza Z Tala,

Departement of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik, Medan, 2015

ABSTRACT

Objective: To determine mean urine residue in post total vaginal hysterectomy patients administered with misoprostol

Metode: This retrospective descriptive study used secondary data at Haji Adam Malik General Hospital retrieved fir the past 5 years, from January 2010 until December 2014, the subjects of which were patients undergoing Total Vaginal Hysterectomy (TVH) that met the inclusion criteria. Samples were collected through total sampling. Data were then univairiately and bivariately analysed. P was considered significant if p<0.05 with confidence interval of 95%.

Results: Subjects were aged 30 to 39 years old (1/1.51%), 6 subjects were aged 40 to 49 years old (9.09%) and 59 subjects aged > 50 years old (89.39%), with urine residue volumes of 20 ml; 27,8 ± 6,58 ml; 31,18 ± 6.69 ml, with no significant difference in urine residue (p<0.05) between age groups. Mean urine residue increased with parity, but with no significant statistical differences (p>0.05).

(14)

RESIDU URINE PASCA TOTAL VAGINAL HISTEREKTOMI SETELAH PEMBERIAN MISOPROSTOL DI RSUP H. ADAM MALIK

Servin Pandu Djaganata

Herbert Sihite, Henry Salim Siregar, Iman Helmi Effendi , Edy Ardiansyah, M. Rhiza Z Tala,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik, Medan, 2015

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan selama 5 tahun mulai Januari 2010-Desember 2014 dengan subjek penelitian adalah pasien yang dilakukan tindakan total vaginal histerektomi (TVH) yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan sampel dilakukan secara total sampling. Uji statistik dilakukan dengan analisa univariat dan analisis bivariat dengan Anova test. Nilai p dianggap bermakna jika p<0,05 dengan derajat kepercayaan 95%.

Hasil: Didapatkan total 66 pasien pasca TVH dengan volume rerata residu urine dari seluruh pasien 30,71 ± 6,78 mL. Berdasarkan usia didapatkan kelompok usia 30-39 tahun sebanyak satu orang (1,51%), 40-49 tahun sebanyak 6 orang (9,09%), dan usia ≥50 tahun sebanyak 59 orang (89,39%), dengan residu urine secara berurutan 20 ml; 27,8 ± 6,58 ml; 31,18 ± 6,69 ml, secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada residu urine antara kelompok umur. Rerata residu urin didapatkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya paritas, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).

(15)

POST TOTAL VAGINAL HYSTERECTOMY URINE RESIDUE AFTER ADMINISTRATION OF MISOPROSTOL AT HAJI ADAM MALIK HOSPITAL

Servin Pandu Djaganata

Herbert Sihite, Henry Salim Siregar, Iman Helmi Effendi , Edy Ardiansyah, M. Rhiza Z Tala,

Departement of Obstetrics and Gynecology Faculty of Medicine Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik, Medan, 2015

ABSTRACT

Objective: To determine mean urine residue in post total vaginal hysterectomy patients administered with misoprostol

Metode: This retrospective descriptive study used secondary data at Haji Adam Malik General Hospital retrieved fir the past 5 years, from January 2010 until December 2014, the subjects of which were patients undergoing Total Vaginal Hysterectomy (TVH) that met the inclusion criteria. Samples were collected through total sampling. Data were then univairiately and bivariately analysed. P was considered significant if p<0.05 with confidence interval of 95%.

Results: Subjects were aged 30 to 39 years old (1/1.51%), 6 subjects were aged 40 to 49 years old (9.09%) and 59 subjects aged > 50 years old (89.39%), with urine residue volumes of 20 ml; 27,8 ± 6,58 ml; 31,18 ± 6.69 ml, with no significant difference in urine residue (p<0.05) between age groups. Mean urine residue increased with parity, but with no significant statistical differences (p>0.05).

(16)

RESIDU URINE PASCA TOTAL VAGINAL HISTEREKTOMI SETELAH PEMBERIAN MISOPROSTOL DI RSUP H. ADAM MALIK

Servin Pandu Djaganata

Herbert Sihite, Henry Salim Siregar, Iman Helmi Effendi , Edy Ardiansyah, M. Rhiza Z Tala,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik, Medan, 2015

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan selama 5 tahun mulai Januari 2010-Desember 2014 dengan subjek penelitian adalah pasien yang dilakukan tindakan total vaginal histerektomi (TVH) yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan sampel dilakukan secara total sampling. Uji statistik dilakukan dengan analisa univariat dan analisis bivariat dengan Anova test. Nilai p dianggap bermakna jika p<0,05 dengan derajat kepercayaan 95%.

Hasil: Didapatkan total 66 pasien pasca TVH dengan volume rerata residu urine dari seluruh pasien 30,71 ± 6,78 mL. Berdasarkan usia didapatkan kelompok usia 30-39 tahun sebanyak satu orang (1,51%), 40-49 tahun sebanyak 6 orang (9,09%), dan usia ≥50 tahun sebanyak 59 orang (89,39%), dengan residu urine secara berurutan 20 ml; 27,8 ± 6,58 ml; 31,18 ± 6,69 ml, secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada residu urine antara kelompok umur. Rerata residu urin didapatkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya paritas, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05).

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu komplikasi lambat dari histerektomi pada umumnya melibatkan traktus urinarius. Gangguan berkemih terjadi pada 21-87%. Inkontinensia urine terjadi pada 20-50%, dan gangguan sensasi kandung kemih terjadi pada 11-100% pasien. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan evaluasi pascaoperasi yaitu dengan melakukan monitor fungsi vital secara berkala di ruang recovery, pemakaian selang nasogastrik dapat dilepaskan jika fungsi usus sudah dinilai membaik, dan kateter suprapubik yang terpasang diklem secara berkala untuk melatih fungsi berkemih, latihan ini dimulai pada hari kelima pascaoperasi.

Retensio urin pasca operasi didefenisikan sebagai tidak adanya proses berkemih spontan, dari enam jam setelah kateter menetap dilepaskan atau dapat berkemih spontan dengan urin residu >200mL untuk kasus obstetrik dan urine residu >100mL untuk kasus ginekologik. Hal ini secara umum disebabkan oleh obat-obatan yang digunakan untuk tindakan anestesi; baik anestesi umum maupun regional, dan gangguan persarafan berupa adanya ketidakseimbangan antara kinerja saraf parasimpatis dan simpatis sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kontraksi otot detrusor kandung kemih, dan sering juga nyeri pada luka post operatif menginduksi spasme otot levator yang menyebabkan terjadinya konstraksi spastik pada spingter uretra dan rasa nyeri ini juga

(18)

menyebabkan pasien enggan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding perut saat mengeluarkan urine. Hal-hal tersebut diataslah yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya sensasi dan refleks berkemih sehingga terjadi retensio urin. Selain beberapa keadaan tersebut diatas, menurut literatur dan penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa sangat memungkinkan faktor umur dan paritas mempengaruhi proses dan kualitas berkemih seseorang.1,2

Misoprostol (15-deoksi-16-hidroksi-16-metil PGE1) merupakan analog prostaglandin E1 sintetik. Dulunya ini dikembangkan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus peptikum karena sifat anti-sekretorik asam gastrik dan berbagai sifat protektif mukosa. Misoprostol merupakan stimulator kuat kontraksi otot polos, seperti otot polos detrusor kandung kemih dan juga dapat menyebabkan kontraksi uterus dan membukanya (matangnya) serviks, oleh karena itu obat ini penting dalam praktek obstetrik dan ginekologi. Dibandingkan analog prostaglandin, misoprostol lebih murah, tersedia secara luas, stabil pada suhu ruangan dan memiliki sedikit efek samping. Sampai saat ini tidak ada penelitian yang menggambarkan residu urin pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol.

3-5

1.2. Rumusan Masalah

(19)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi setelah pemberian misoprostol.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol.

2. Untuk mengetahui perbedaan rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol berdasarkan umur.

3. Untuk mengetahui perbedaan rerata residu urine pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol berdasarkan paritas.

1.4. Manfaat Penelitian

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Berkemih

2.1.1. Pengisian Kandung Kemih

Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang dan melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi peristaltik yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urine dari pelvis renal menuju kandung kemih, dan akan masuk secara periodic sesuai dengan gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding kandung kemih secara miring, dan meskipun tidak ada sfingter ureter, kemiringan ureter ini cenderung menjepit ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya gelombang peristaltik, dan refluks urine dari kandung kemih ke ureter dapat dicegah.4-8

2.1.2. Pengosongan Kandung Kemih

(21)

dari lapisan superfisial yang terdiri dari sel-sel gepeng dan lapisan dalam yang terdiri dari sel kubus.

Susunan saraf pusat yang mengatur kandung kemih berpusat pada lobus frontalis pada daerah yang disebut dengan area detrusor piramidalis. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut dengan pembentukan retikular mesensefalik pontin, yang kemudian disebut sebagai pusat berkemih pontin. Sistem ini ditunjang oleh sistem reflex sakralis yang disebut dengan pusat berkemih sakralis. Jika jalur persarafan antara pusat pontin dan sakralis dalam keadaan baik, proses berkemih akan berlangsung baik akibat reflex berkemih yang menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi otot lurik uretra, kontraksi otot detrusor, dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra.

4, 8

Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem saraf otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi otot detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui nervus pelvikus dan muncul dari S2-S4. Transmisi simpatis muncul dari T10-T12 mmbentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf parasimpatis membentuk pleksus pelvikus.

4, 9

Persarafan parasimpatis dijumpai terutama di kandung kemih dari dindingnya sangat kaya akan reseptor kolinergik. Otot detrusor akan berkontraksi atas stimulasi asetil kolin. Serabut simpatis-adrenergik

(22)

mempersarafi kandung kemih dan uretra. Reseptor adrenergik di kandung kemih terdiri dari reseptor alfa dan beta. Bagian trigonum kandung kemih tidak mempunyai reseptor kolinergik karena bagian ini terbentuk dari mesodermis, tetapi kaya akan reseptor adrenergic alfa dan sedikit reseptor beta. Sementara uretra memiliki ketiga reseptor.

Berkemih pada dasarnya merupakan reflex spinal yang akan difasilitasi dan dihambat oleh pusat susunan saraf yang lebih tinggi, dimana fasilitasi dan inhibisi dapat bersifat volunteer. Urine yang memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh. Selain itu, seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika memiliki sifat elastis, bila diregang, ketegangan yang mula-mula timbul tidak akan dipertahankan. Hubungan antara tekanan intravesika dan volume vesika dapat dipelajari dengan cara memasukkan kateter dan mengosongkan vesika, kemudian dilakukan pencatatan tekanan saat vesika diisi oleh air atau udara dengan penambahan 50ml setiap kalinya (sistometri). Grafik antara tekanan intravesika dengan volume vesika urinearia disebut sistometrogram. Kurva yang dihasilkan menunjukkan adanya peningkatan kecil pada pengisian awal, kemudian disusul oleh segmen yang panjang dan hampir rata pada pengisian selanjutnya. Akhirnya timbul peningkatan tekanan yang tajam akibatnya tercetus reflex berkemih. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume kandung kemih sekitar 150cc, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400cc.

4, 9

(23)

Pada kandung kemih, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jarinya pun bertambah. Oleh karena itu, peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja sampai organ tersebut relatif penuh. Selama proses berkemih, otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urine akan mengalir melalui uretra. Mekanisme awal yang menimbulkan proses berkemih volunter belum diketahui secara pasti. Salah satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, dan hal ini mungkin menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot perineum dan spingter eksterna dapat dilakukan secara volunter, sehingga dapat menghentikan aliran urine saat sedang berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat mempertahankan kontraksi spingter eksterna sehingga mampu menunda berkemih sampai saat yang tepat.4, 8

2.2. Total Vaginal Histerektomi

Histerektomi vaginal adalah prosedur di mana uterus dikeluarkan secara bedah melalui vagina, tindakan ini sesuai untuk ukuran uterus yang tidak terlalu besar, maksimal uterus sebesar 12 minggu kehamilan. Operasi ini sering dikombinasikan dengan perbaikan prolaps kandung kemih dan / atau usus dan sling procedure untuk inkontinensia urin.10

(24)

ligamentum uterosakral) atau pada struktur penyokong ke sisi uterus, (suspensi ligamentum sacrospinosa atau suspensi ileococcygeus). Ovarium dapat diangkat selama histerektomi vaginal jika diperlukan.10

Dari 85% wanita yang menjalani histerektomi vaginal untuk prolaps uteri sembuh secara permanen. Sekitar 15% dari wanita mengalami prolaps lebih lanjut dari vaginal vault beberapa bulan atau tahun setelah operasi pertama mereka.10

Gambar 1. Tampilan setelah histerektomi10

2.2.1. EpidemiologI TVH

(25)

provinsi dari 434/100.000 wanita di atas usia 35 tahun di British Columbia hingga 750/100.000 wanita di Newfoundland.11

Sebuah tinjauan Cochrane, mengenai tindakan bedah histerektomi untuk penyakit ginekologi jinak, yang melibatkan 3.643 wanita dalam 27 percobaan, menyimpulkan bahwa tindakan bedah melalui vaginal lebih disukai daripada tindakan bedah melalui abdominal. Ketika histerektomi vaginal tidak memungkinkan, histerektomi laparoskopik mungkin menjadi alternatif utama untuk menghindari tindakan bedah dengan cara laparotomi. Pedoman praktek klinis SOGC pada status histerektomi bahwa rute vaginal harus dipertimbangkan untuk setiap histerektomi yang dilakukan untuk penyakit jinak, tetapi pendekatan yang dipilih tergantung pada keahlian dokter bedah, indikasi untuk operasi, sifat penyakit, karakteristik pasien, dan preferensi pasien.11, 12

Histerektomi vaginal awalnya hanya digunakan untuk prolaps, namun indikasinya kini meningkat. Histerektomi vaginal diterima karena kurang invasif dibandingkan dengan histerektomi abdominal dan ada laporan preferensi penggunaannya karena memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan histerektomi abdominal.13

Histerektomi cukup aman, umum, dan prosedur bedah rutin yang jarang menyebabkan kematian peri-operatif. Angka kematian keseluruhan untuk histerektomi abdominal atau vaginal adalah 0.1-0.2% .Hal ini tidak terkait dengan risiko kematian jangka panjang.13, 14

(26)

Komplikasi yang paling umum dari histerektomi dapat dikategorikan sebagai infeksi, tromboemboli vena, cedera traktus genitourinari (GU) dan gastrointestinal (GI), perdarahan, cedera saraf, dan dehisensi vaginal cuff. Komplikasi infeksi setelah histerektomi adalah yang paling umum, 13% untuk histerektomi vaginal. Tromboemboli vena kurang umum, mulai dari tingkat diagnosis klinis 1% hingga keadaan yang terdeteksi oleh metode laboratorium yang lebih sensitif yaitu 12%. Cedera pada traktus GU diperkirakan terjadi dengan tingkat 1-2% untuk semua operasi ginekologi mayor, dengan 75% dari cedera ini terjadi selama histerektomi. Cedera pada saluran pencernaan setelah histerektomi kurang umum, dengan kisaran 0,1-1%. Komplikasi perdarahan setelah histerektomi juga jarang terjadi, dengan berbagai median perkiraan kehilangan darah 215-287 ml untuk histerektomi vaginal, dengan transfusi lebih mungkin setelah histerektomi laparoskopik dibandingkan dengan histerektomi vaginal. Neuropati setelah histerektomi adalah peristiwa yang jarang namun signifikan, dengan tingkat 0,2-2% setelah bedah pelvis mayor. Dehisensi

vaginal cuff diperkirakan dengan tingkat 0,08% dengan histerektomi vaginal total.15

(27)

terutama di mana ia tidak teridentifikasi dan segera diobati. Retensi urin pasca operasi dapat menyebabkan beberapa komplikasi: infeksi saluran kemih, overdistensi kandung kemih, kerusakan detrusor dan dalam beberapa kasus disfungsi kandung kemih jangka panjang; yang terakhir memiliki potensi untuk menyebabkan hidronefrosis dan kerusakan ginjal yang mengarah pada penyakit ginjal kronis (terutama pada orang tua).10, 16 Sebuah tinjauan studi literatur diidentifikasi yang menunjukkan bahwa retensi urin pasca operasi dapat dihubungkan dengan berbagai karakteristik pasien dan prosedur: usia lanjut; paritas; operasi yang lama; anestesi spinal, durasi anestesi, jumlah yang lebih tinggi dari cairan intraoperatif dan volume kandung kemih yang lebih tinggi segera setelah operasi; diabetes mellitus dan analgesia pasca operasi.16

2.3. Retensio Urine

Retensio urin adalah ketidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana produksi urin yang keluar sekitar 50% kapasitas kandung kemih. Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi harmonik antara otot detrusor buli-buli sebagai penampung dan pemompa urine dengan uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine.

Salah satu komplikasi lambat dari histerektomi biasanya melibatkan traktus urinearius. Gangguan berkemih terjadi pada 21-87%. Inkontinensia

(28)

urine terjadi pada 20-50%, dan gangguan sensasi kandung kencing terjadi pada 11-100% pasien. Karena itu, dilakukan evaluasi pascaoperasi yaitu dilakukan monitor fungsi vital secara berkala di ruang recovery, selang nasogastrik dapat diangkat jika fungsi usus membaik, kateter suprapubik diklem berkala untuk latihan berkemih yang dimulai pada hari kelima pascaoperasi. Kateter dapat diangkat apabila pasien dapat berkemih secara konsisten dengan volume residu kurang dari 100ml. Biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Karena sensasi berkemih dan BAB pada beberapa hari pascaoperasi masih terganggu, disarankan pasien dilatih berkemih tiap 4 jam dan BAB setiap hari jika memungkinkan. Drain pada ruang pararektal diperpendek mulai hari ketiga pascaoperasi dan diangkat jika drainase cairan kurang dari 30ml/24 jam. Drain segera diangkat jika terdapat tanda-tanda infeksi pada lokasi pemasangan drain. Diperlukan antibiotik yang sensitive terhadap staphylococci.

Retensio urine pasca operasi secara umumnya disebabkan anestesi, baik umum maupun regional, nyeri pada luka insisi di dinding perut yang secara refleks sering menginduksi spasme dari otot levator yang menyebabkan konstraksi spastic pada spingter uretra. Rasa nyeri ini juga menyebabkan pasien enggan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding perut guna mengeluarkan urine.

1, 2,6

Penyebab.

2

Rasa nyeri, dapat menyebabkan kontraksi spastik sfingter uretra

2, 9, 17, 18

(29)

Obstruksi

Peradangan (inflamasi) Psikis dan umur yang tua

Keita dkk secara prospektif mengevaluasi faktor risiko prediktif terhadap retensi urine pasca operasi. Tiga faktor utama prediktif terhadap retensi urine pasca operasi yaitu umur lebih dari 50 tahun, infus cairan durante operasi lebih dari 750mL dan volume urine kandung kemih lebih dari 270mL sesaat pasca operasi di ruang pemulihan.

Ketidakmampuan untuk berkemih sering terjadi pasca operasi ginekologi dengan insidensi 7 sampai 80% bergantung dari kriteria dan prosedur operasi yang dilakukan. Distensi kandung kemih yang berlebihan dapat menyebabkan kesulitan miksi berkepanjangan dan bahkan menyebabkan kerusakan detrusor permanen. Retensi urine pasca operasi ginekologi (histerektomi vagina dan kolporafi anterior) disebabkan oleh rasa nyeri, edema dan spasme otot-otot pubokoksigeus yang timbul selama dan sesudah operasi.

2

Pemeriksaan klinis pada pasien dengan retensio urine didapatkan adanya massa sekitar daerah pelvik. Vesika urinearia mungkin dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300mL. Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba vesika urinearia bila terisi >200mL. Pemeriksaan uroflowmetri merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang sederhana untuk melihat adanya gangguan berkemih, yang pada pasien normal akan terlihat gambaran dengan flow rate >15-20

(30)

mL/detik untuk volume urine minimal 150mL. Pada pasien dengan gangguan berkemih ditemukan penurunan peak flow rate dan perpanjangan waktu berkemih.

Pemeriksaan urine residu adalah sisa volume urine dalam kandung kemih setelah penderita berkemih spontan. Pada pasien pasca bedah ginekologi setelah kateter dilepas selama 6 jam didapatkan retensi urine jika volume urine residu > 100mL. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan ultrasonografi untuk mengukur volume residu urine. Diagnosis nilai normal fungsi berkemih pada wanita adalah.

2

• Volume residu <50mL

2

• Keinginan yang kuat timbul setelah pengisian >250mL

• Kapasitas sistometri 400-600mL

• Tekanan otot detrusor <50cm H2O

Flow rate>15 mL/detik

(31)

urin pasca histerektomi vaginal, atau dapat juga menggunakan obat yang bekerja pada sistem saraf simpatis; obat yang digunakan adalah antagonis reseptor alfa (fenoksibenzamin).19

2.4. Prostaglandin

Prostaglandin adalah asam lemak tidak tersaturasi 20 karbon yang disintesis dari asam arakhidonat, dari hidrolisis membran fosfolipid yang dikatalis oleh fosfolipase A2. Asam arakhidonat dikonversi ke PGG2 dan PGH2 oleh prostaglandin H sintase (COX). PGH2 adalah intermediat PG yang tidak stabil dan akan segera dikonversi ke prostanoid bioaktif seperti PGD2, PGE2, PGF2, PGI2, dan tromboksan sintase.

Biopsi kandung kemih manusia menunjukkan sekresi PGI>PGE>PGF>TXA. Detrusor adalah otot polos yang bekerja cepat, fasik, dengan isoform miosin yang memiliki adaptasi tinggi. Peran PG dalam modulasi otot polos telah banyak diteliti. Delapan tipe atau subtipe reseptor PG ditemukan adalah protein transmembran protein G yang dikode oleh gen yang bervariasi. Mekanisme yang terjadi adalah peningkatan cAMP sehingga, peningkatan tonus miogenik, coupling gap junction intraselular, otot polosnya relaksasi. Reseptor yang berperan meliputi DP, EP, FP, IP, dan TP, Terkecuali pengikatan pada reseptor EP3 yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan cAMP. Sensor pada urotelium kandung kemih akan berespon terhadap PG sebagai

(32)

mediator eksitatori. Serabut C aferen akan mengirimkan sinyal ke sistem saraf pusat dan otonom untuk refleks mikturisi.

Korteks ginjal normal memproduksi PGE dan PGI serta sedikit TXA. Medulla renalis mesekresikan PGE 20 kali lipat dari korteks. Efeknya adalah vasodilatasi pembuluh darah ginjal dan infusi intrarenal dengan tujuan meningkakan aliran darah ke ginjal. Efek lain adalah natriuretik, inhibisi reabsorpsi sodium tubular, dan menurunkan transpor klorida pada loop of Henle.

21, 22

20

(33)

Misoprostol (15-deoksi-16-hidroksi-16-metil PGE1) merupakan analog prostaglandin E1 sintetik. Dulunya ini dikembangkan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus peptikum karena sifat anti-sekretorik asam gastrik dan berbagai sifat protektif mukosa. Ini telah menjadi obat penting dalam praktek obstetrik dan ginekologi karena kerja uterotonik dan pematangan serviks. Dibandingkan analog prostaglandin, misoprostol lebih murah, tersedia secara luas, stabil pada suhu ruangan dan memiliki sedikit efek samping.

Misoprostol merupakan stimulator kuat kontraksi otot polos, seperti otot polos detrusor kandung kemih dan juga dapat menyebabkan kontraksi uterus dan membukanya (matangnya) serviks. Meskipun prostaglandin sangat efektif, keefektifannya bergantung pada jumlah reseptor prostaglandin di organ tersebut.

3, 5

Efek ini disebabkan karena ikatan pada G protein, meningkatkan sintesis cAMP, sehingga kadar kalsium berkurang. Fosforilasi/defosforilasi myosin rantai ringan menyebabkan relaksasi otot polos.

23, 24

Belakangan ditemukan PGE2 melakukan fungsinya pada lebih dari satu EP. Penelitian menghilangkan EP1 pada mencit menunjukkan penurunan aktivitas otot detrusor tetapi masih ditemukan adanya aktivitas dengan analisis adanya peran EP3. EP3 juga memfasilitasi pelepasan neurotransmitter parasimpatik melalui reseptor EP1 dan deporalisasi intrinsic melalui kanal SKCa.

Selain itu, penelitian invitro pada katak, ditemukan bahwa prostalglandin juga berperan dalam regulasi transport urea melewati epitel

(34)

osmoregulasi di mana permeabilitasnya lapisan ini dikontrol oleh PGE2. PGE2 berperan sebagai modulator autokrin, berperan dalam mencegah retensio urin.PGE2 50 mikroM menginduksi aktivitas kontraksi fase fasik (meningkat 85%), peningkatan frekuensi WCT (72%), dan 66% peningkatan depolarisasi spontan.

Retensi urin postpartum terjadi pada sekitar 10-15% wanita oleh karena penyebab yang multifactorial. Retensi urin dapat terjadi akut, subakut, maupun kronik. Pada pasien, terjadi hipotonia detrusor sehingga diperlukan obat untuk mencegah retensi urin ini. Pemberian analog prostalglandin 1,5 mg intravaginal ditemukan menurunkan insidensi retensi urin secara signifikan (37,5% vs 10%; p<0,05).

26-29

26-29

(35)

penambahan gugus metil pada C-16 meningkatkan aktivitas oral, meningkatkan durasi kerja, dan meningkatkan profil keamanan obat.30, 31

Gambar 3. Struktur misoprostol dan prostaglandin E1 yang terbentuk

secara alami30

Prostaglandin berperan dalam peningkatan kontraksi otot detrusor. Prostaglandin E1, prostaglandin E2, prostaglandin α adalah prostaglandin F2 yang bekerja untuk meningkatkan kontraksi otot detrusor.31, 32

Peran misoprostol dalam mencegah terjadinya retensio urin, yaitu dengan cara misorpostol dapat membuat saluran Ca2+ terbuka sehingga Ca2+ ekstrasel akan dengan mudah masuk ke intrasel dan berikatan dengan kalmodulin yang mengaktifkan pembentukan MLC kinase yang memfasilitasi pembentukan P-Myosin yang kemudian mengikat aktin yang menyebabkan kontraksi otot detrusor. Kontraksi otot detrusor menyebabkan fungsi pengosongan kandung kemih membaik dan menyebabkan risiko retensi urin dan residu pasca berkemih berkurang.31,

(36)

2.6. Kerangka Teori

TOTAL VAGINAL HISTEREKTOMI

Gangguan persarafan Iatrogenic

Anastesi

Peradangan (inflamasi)

Berkurangnya Tonus Otot Detrusor Kandung Kemih

Kompensasi Fisiologis (-)

Residu Urin Normal Kompensasi Fisiologis (+)

Retensio Urin Retensio Urin Non Residu Urin

(37)

2.7. Kerangka Konsep

Variable independen Variable dependen

Total Vaginal

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Data dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan selama 5 tahun mulai Januari 2010 sampai Desember 2014.35-37

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, mulai bulan Desember 2014.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

(39)

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah data rekam medis pasien yang dilakukan tindakan total vaginal histerektomi (TVH) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari Januari 2010 - Desember 2014 selama 5 tahun. Pengumpulan sampel dilakukan secara total sampling. 35-37

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi (Data Rekam Medis):

1. Data rekam medis wanita usia antara 30-80 tahun.

2. Wanita yang dilakukan total vaginal histerektomi dan diberi misoprostol.

3. Tidak memiliki kelainan saluran kemih sebelum operasi.

4. Tidak memiliki kelainan metabolik yang berkaitan dengan saluran kemih, yaitu diabetes mellitus.

5. Tidak mempunyai riwayat operasi bedah pelvik sebelumnya.

3.4.2. Kriteria Eksklusi:

Data rekam medis tidak lengkap.

3.5. Etika Penelitian

Penelitian ini diajukan ke Komisi Etika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan ethical clearance.

(40)

1. Setelah mendapat persetujuan dari komite etika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data dari rekam medis.

2. Data dari pasien yang dilakukan total vaginal histerektomi (TVH) yang memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis data residu urin.

3.7. Analisa Statistik

Analisis data dan uji statistik dilakukan secara terkomputerisasi. Uji statistik dilakukan dengan analisa univariat untuk melihat karakteristik dari sampel dan analisis bivariat dengan Anova test untuk data lebih dari 2 kelompok kategorik. Nilai p dianggap bermakna jika p<0,05 dengan derajat kepercayaan 95%.35-37

3.8. Batasan Operasional

a. Usia : dihitung berdasarkan tahun kelahiran hingga saat dilakukan tindakan operatif.

b. Paritas : adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan dengan usia yang viabel.

c. Histerektomi : adalah prosedur pengangkatan rahim baik total maupun subtotal.

(41)

e. Residu urin : adalah sisa urin dari kandung kemih yang didapat setelah berkemih spontan.

3.9. Alur Kerja Penelitian

PENGHITUNGAN RESIDU URINE

ANALISA DATA

Data rekam medis pasien rawat inap ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan.

Kriteria inklusi/eksklusi

TVH

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh subjek penelitian sebanyak 66 orang pasien pasca total vaginal histerektomi (TVH) selama 5 tahun dari Januari 2010 - Desember 2014.

Tabel 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian

KARAKTERISTIK TVH

n %

Umur (tahun)

30-39 1 1,51

40-49 6 9,091

≥50

Paritas

59 89,39

0 - -

1 8 13,636

2 9 12,121

≥ 3 49 74,242

(43)

Pada tabel di atas didapatkan kelompok usia 30-39 tahun sebanyak satu orang (1,51%), 40-49 tahun sebanyak 6 orang (9,09%), dan usia ≥50 tahun sebanyak 59 orang (89,39%). Dari seluruh pasien yang diteliti didapatkan subjek penelitian yang paling tua berusia 78 tahun dengan paritas terbanyak memiliki 12 orang anak. 35-37

Histerektomi adalah operasi yang umum, sampai dengan 20% wanita menjalani prosedur ini pada usia 60 tahun. Sebagian besar histerektomi dilakukan melalui abdomen. Rasio histerektomi abdominal terhadap vaginal berkisar dari 1:1 sampai 6:1 di Amerika Utara, dan sekitar 3:1 di Kanada.13

Dari rerata residu urine yang didapatkan, volume residu urine dari seluruh pasien didapatkan dengan reata 30,71 ± 6,78 mL, hal ini menunjukan bahwa tidak dijumpai retensi urine pada seluruh pasien yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa prosedur histerektomi terbanyak dilakukan pada wanita berusia ≥ 50 tahun yaitu sebesar 89,39 %.

Tabel 4.2. Perbedaan rerata residu urin pasien pasca total vaginal

histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol

(44)

Anova test

Pada tabel di atas didapatkan pada kelompok umur 30-39 tahun dengan jumlah satu orang memiliki residu urin 20 ml. Pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 6 orang dengan rerata residu urin 27,8 ± 6,58 ml, sedangkan pada kelompok umur ≥50 tahun sebanyak 59 orang dengan rerata residu urin 31,18 ± 6,69 ml. Dari tabel didapatkan rerata residu urin semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05) pada residu urin antara kelompok umur pada seluruh subjek penelitian yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol. Hal ini menunjukan bahwa misoprostol dapat bekerja baik pada seluruh kelompok umur.

35-37

Semakin bertambah umur, maka akan terjadi perubahan struktur, kemampuan berkemih dan fungsi otot sistem berkemih akan menurun karena proses degenaratif, sehingga menimbulkan gangguan berkemih.

35-37

33

(45)

Tabel 4.3. Perbedaan rerata residu urin pasien pasca total vaginal

histerektomi (TVH) setelah pemberian misoprostol

berdasarkan paritas.

Paritas

Residu Urin (ml)

p-value

n Mean SD

0 - - -

1 8 26,125 5,87 0,119

2 9 30,777 6,68

≥3 49 31,449 6,76

Anova test

Tabel di atas didapatkan pada wanita dengan paritas 1 dengan jumlah 8 orang memiliki rerata residu urin 26,125 ± 5,87 ml. Pada kelompok paritas 2 sebanyak 9 orang dengan rerata residu urin 30,77 ± 6,68 ml, sedangkan pada kelompok paritas ≥3 sebanyak 49 orang dengan rerata residu urin 31,44 ± 6,76 ml. Dari tabel didapatkan rerata residu urin semakin meningkat seiring dengan bertambahnya paritas, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05) pada residu urin antara kelompok paritas pada seluruh subjek penelitian yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol. Hal ini menunjukan bahwa misoprostol dapat bekerja baik pada seluruh kelompok paritas.

35-37

Dari hasil penelitian Ermiati, bahwa ada perbedaan bermakna pada variabel paritas. Secara nyata proses persalinan dapat menyebabkan

(46)

terjadinya trauma pada uretra, berkurangnya kekuatan kontraksi otot kandung kemih, gangguan saraf, dan gangguan pada otot dasar panggul yang secara keseluruhan akan menimbulkan terlambatnya dirasakan sensasi berkemih (refleks berkemih) dan keinginan berkemih. Gangguan fungsi berkemih ini pada sebagian besar kasus akan segera membaik, sebagiannya akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses pemulihan ataupun menetap.34

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Sampel penelitian terbanyak yang dilakukan total vaginal histerektomi terdapat pada usia ≥ 50 tahun dan dengan paritas ≥ 3, rerata residu urine menunjukan tidak dijumpai retensi urine pada subjek penelitian yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol.

2. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada rerata residu urin antara kelompok umur pada seluruh subjek penelitian yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol.

3. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada rerata residu urin antara kelompok paritas pada seluruh subjek penelitian yang dilakukan TVH dengan pemberian misoprostol.

5.2 SARAN

(48)

terapi yang baik dengan pemberian misoprostol dalam penatalaksanaan retensio urin dengan meningkatkan kemampuan berkemih, sehingga misoprostol dapat diterapkan dalam penatalaksanaan rutin pada pasien pasca total vaginal histerektomi.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjidi I. Manual Histerektomi. Bab 5, histerektomi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2008,.p188.

2. Rizki. T.M. Kejadian Retensio Urin dan Infeksi Saluran Kemih Pasca Seksio Sesaria dan Operasi Ginekologi dengan Kateter Menetap 24 jam dan Tanpa Kateter. USU Repository, 2008.

3. Tang, O.S., Gemzell-Danielsson, K., Ho, P. C. Misoprostol pharmacokinetic profiles, effects on the uterus and side-effects. International Journal of Gyenocology and Obstetriks 99, 2007. p160-167.

4. Ganong, W.F. Fungsi Ginjal dan Miksi. Fisiologi Kedokteran, edisi 20. Jakarta: EGC. 2002, p671-99.

5. Fiala, C., Weeks, A. Misoprostol Dosage Guidelines for Obstetriks and Gynaecology. www. misoprostol.org. 2005. p1-8.

6. Rock JA, Jones H.W. Te Linde’s operatif Gynecology. Tenth edition. Lippincott William Wilkins, Baltimore. 2008.

(50)

8. Versi E, Weidner A.C. Physiology of Micturition, Urogynecology and Urodynamic Theory and Practice. Forth edition, Baltimor. 1996. p 33-63.

9. Djusad S. Penangnanan retensi urin paska bedah, Uroginekologi I, Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSUPN CM, Jakarta. 2002. Hal 63-69.

10. Vaginal Hysterectomy for Prolapse. International Urogynecological Association.Availablefrom

11. McCracken G, Lefebvre GG. Vaginal Hysterectomy: Dispelling the Myths. J Obstet Gynaecol Can, 2007;29(5): p424–428.

12. Johnson N, Barlow D, Lethaby A, Tavender E, Curr E, Garry R. Surgical approach to hysterectomy for benign gynaecological disease. Cochrane Database Syst Rev. 2006 Apr 19;(2):CD003677

13. Dawood NS, Mahmood R, Haseeb N. Comparison of Vaginal and Abdominal Hysterectomy: Peri- and Post-Operative Outcome. J Ayub Med Coll Abbottabad 2009;21(4)

14. Edozien LC. Hysterectomy for benign conditions. BMJ 2005;330(7506): p1457–8.

16. Buckley BS, LapitanMCM. Drugs for treatment of urinary retention after surgery in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010,

(51)

10.1002/14651858.CD008023.pub2

17. Portal L.M. Voiding dysfungtion and retention, clinical urogynecology, ohio. Chapter 21, 1993. p299-309.

18. Tapp A. Voiding difficulties and retention, urogynecology, London, 1997. Chapter 20, p307-20.

19. Junizaf SB, Santoso BI, Lotisna D, et al. Retensio urin, Buku ajar Uroginekologi Indonesia. HUGI, Jakarta, 2011. P133-44.

20. Simmons DL, Botting RM, Hla T. Cyclooxygenase isozymes: the biology of prostaglandin synthesis and inhibition. Pharmacol Rev 56: 2004. p387–437.

21. Yoshida M, Masunaga K, Nagata T, Yono M, Homma Y. The forefront for novel therapeutic agents based on the pathophysiology of lower urinary tract dysfunction: pathophysiology and pharmacotherapy of overactive bladder. J Pharm Sci112: p128–134.

22. Andersson KE, Arner A. Urinary bladder contraction and relaxation: physiology and pathophysiology. Phy Rev 2004; 84(3): p935-86.

23. Misopostol associated autonomic dysreflexia in a traumatic tetraplegic patient. Paraplegia 1996; 34: 121-22.

24. Tsang OS, Danielsson KG & Ho PC. Misoprostol: pharmacokinetic profiles, effect on the uterus and side effects. Int J Gyn Obs 2007; 99: p160-67.

(52)

comparison to prostlaglandin E1. Int J Impotence Res; 12, 2002: 107-10.

26. Schröder A, Newgreen D, Andersson KE (2004). Detrusor responses to prostaglandin E2 and bladder outlet obstruction in wild-type and Ep1 receptor knockout mice. J Urol 172: 1166–1170. Pranova RG & Baktheeva VT. Prostalglandin E2 stimulates urea transport in frog urinary bladder. Doklady Biol Sci; 376, 2001 (1-6): p24-26.

27. McCafferty GP, Misajet BA, Laping NJ, Edwards RM, Thorneloe KS. Enhanced bladder capacity and reduced prostalglandin E2-mediated bladder hyperactivity in EP3 receptor knockout mice. Am J Physiol Renal Physiol; 295, 2008. p507-514.

28. Kobayter S, Young JS & Brain KL. Prostalglandin E2 induces spontaneous rhythmic activity in mouse urinary bladder independently of efferent nerves. British J Pharm;16, 2012: p401-413.

29. Kim GH. Renal effects of prostalglandins and cyclooxygenase-2 inhibitors. Electrolyte & Blood Pressure; 6, 2008. p35-41.

30. Chaurasia A & Tyagi K. Persistent postpartum urinary retention following vaginal delivery: a rare complication in obstetric practice. Int J Reprod Contracept Obs Gynecol; 2(3),2013: p475-7.

31. Junizaf SB. The use of intravaginal PGE2 in preventing urinary retention post vaginal hysterectomy, anterior colporrhaphy and colpoperineorrhaphy. RSCM, 2010.

(53)

Obstetri & Ginekologi 2013; 21(3): 104-108.

33. Wiratmoko, agung. Gangguan fungsi berkemih pada wanita diatas 50 tahun.30 may 2010.

34. Ermiati. Efektifitas bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil pada ibu post partum spontan. Maj. Obst Ginekol Indonesia, FKM UI, Vol. 32. No : 4, oktober 2008.

35. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi 5, Seri Evidence Based Medicine 1. Salemba Medika, Jakarta, 2013.

36. Dahlan MS. Besar sample dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 5, Seri Evidence Based Medicine 2. Salemba Medika, jakarta, 2013.

(54)
(55)

Tabel Induk Rekap Pasien Januari 2010 - Desember 2014

grade III + Sistokel grade III + Rectokel grade I

30 19 68 P6A0 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade II + Sistokel grade III + Rectokel grade III

40 20 66 P4A0 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade III + Rectokel grade II

38 21 41 P1A0 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade III + Rectokel grade II

20 22 58 P6A0 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade II

32 23 56 P2A1 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade II + Sistokel grade III + Rectokel grade II

26 24 54 P6 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade II

30 25 63 P3 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade II

38 26 51 P1 Post TVH a/i Prolaps uteri grade III 24 27 68 P4 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade III + Rectokel grade II

25 28 72 P2 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade III + Rectokel

(56)

29 68 P5 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri grade III + Sistokel grade II

32 30 51 P7 Post TVH a/i Prolaps uteri grade III 20 31 54 P4 Post TVH a/i Prolaps uteri grade II 25 32 67 P5 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade III + Rectokel grade II

28 33 72 P8 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade III + Rectokel grade II

Sistokel grade II

26 37 64 P3 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade II

40 38 63 P4 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade II + Sistokel grade II + Rectokel grade III

35 39 52 P5 Post TVH a/i Prolaps uteri grade III 20 40 55 P3 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade II + Sistokel grade I

25 41 58 P2 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade II

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade II

28 48 62 P1 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade II

grade III + Sistokel grade III + Rectokel grade II

42 51 72 P4 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade III

38 52 52 P7 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade II

36 53 61 P6 Post TVH + KA + KPR a/i Prolaps uteri

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade II

(57)

grade III + Sistokel grade II + Rectokel grade

Sistokel grade II

35

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade III

grade IV + Sistokel grade II + Rectokel grade III

(58)

Tabel Analisa Statistik

Report

RESIDU

kelompokumur Mean N Std. Deviation

1.00 20.0000 1 .

kelompokparitas Mean N Std. Deviation

(59)

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R .236 .111 1.939 .057c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .195 .115 1.589 .117c

N of Valid Cases 66

a. Not assuming the null hypothesis.

Gambar

Gambar 1. Tampilan setelah histerektomi10
Gambar 2. Peran modulasi Prostaglandin pada otot polos20
Gambar 3. Struktur misoprostol dan prostaglandin E1 yang terbentuk
Tabel 4.1.  Karakteristik Subyek Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait