• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi "Sie Reuboh" Makanan Tradisional Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi "Sie Reuboh" Makanan Tradisional Aceh"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANA

“SI

ASAN BE

E REUBO

SE

INS

ERULANG

OH” MAK

LAI

EKOLAH

STITUT P

G TERHA

KANAN TR

LI SUHA

PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2007

ADAP KA

RADISIO

IRI

SARJANA

AN BOGO

NDUNGA

NAL ACE

A

OR

(2)

LAILI SUHAIRI. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh

Makanan Tradisional Aceh. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan FAISAL ANWAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pendahuluan bertujuan untuk mencari resep standar sie reuboh

dengan menggunakan wawancara dan uji organoleptik terhadap panelis di Aceh Besar yang memiliki kebiasaan dan pengetahuan tentang sie reuboh. Tahap lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang sie reuboh

terhadap mutu protein, keruskan lemak, jumlah mikroba, dan kesukaan panelis. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data-data uji beda pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. Data organoleptik pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (One Way Anova).

Hasil wawancara didapatkan dua macam resep yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh. Resep pertama menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lenguas, jahe, dan cuka aren. Resep kedua tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe. Resep standar yang dipakai pada tahap lanjutan adalah 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air.

Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan kadar protein menurun yaitu dari 82,36 menjadi 62,60% (bk) dan meningkatkan persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh yaitu dari 2,57 menjadi 8,68%. Kadar asam lemak bebas meningkat dari pemanasan kontrol (9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g) sampai 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g pada pemanasan ke-6. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 tetapi menurun kembali pada pemanasan ke-5 dan ke-6 dan berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml.

Pemanasan berulang berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh

memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa, dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna. Pemanasan berulang tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma.

(3)

ABSTRACT

LAILI SUHAIRI. The Effect of Repeated on Nutrient Content and Acceptance of Aceh Traditional Food (Sie Reuboh). Supervised by EVY DAMAYANTHI and FAISAL ANWAR

This study was done in two steps. First step is to look for sie reuboh standard recipe that is created by trial and error based on interview result and organoleptic test by native of 20 panelis of Aceh Besar who were familiar and accustom to cook sie reuboh. Second step is to analyze the effect of repeated heating of sie reuboh, which made by standardized recipe, on water, protein, and fat content; protein quality (digestibility); the degree of fat deterioration (FFA, peroxide, and TBA number); amaunt of microbe; and the acceptance.

Experimental design was done in second step was Completely Randomized Design with 6 treatment and repeated 2 times. Analysis of experiment data was used SPSS 11.5 for Windows and Microsoft Excel 2003. Analysis of different test data was used Jellinek different test table. Chemical characteristic and microbe data were analyted with variant analysis, and to know the difference amounts treatment was used Duncan analysis. To analysis organoleptic data in first step and second step experiments were used variant analysis (one way anova).

Chosen recipe from first step experiment is recipe which used complete spices. They are meat, onion, chili paper, red hot chili paper, dry red hot chili paper, turmeric, ginger plant, fat, ginger, sugar palm vinegar, and water. Repeated heating to sie reuboh can caused decreasing protein level from 82,36-62,60% dry basic (db) and percentage of decreasing of digestion ability became 2,57-8,68%. Free fatty acid level increasing from heating control (9,78 ml NaOH/100 mg) to 19,86 ml NaOH/100 mg at 6th heating. Peroxide number increasing from 3,57 to 13,32 mg O2/100 mg and

TBA number increasing from 0,99 to 2,25 ppm. Amount of microbe as long as repeated heating was increasing at 4th, but at 5th and 6th heating it was decreasing again approximately 2,20-4,20 log colony/ml.

Repeated heating were significantly (α = 0,05) decrease protein level and protein digestion ability, increasing free fatty acid level, peroxide number, and TBA number, but not significant to amount of microbe. Result from variant analysis of sie reuboh repeated heating was significant to increasing taste and meat tenderization, decreasing the color acceptance, but not significant to flavor acceptance.

(4)

SIE REUBOH

MAKANAN TRADISIONAL ACEH

LAILI SUHAIRI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh

Nama : Laili Suhairi

NRP : A551040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(6)
(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Istitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak persiapan, selama penelitian, sampai tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi dan staf pengajar, khususnya Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bekal materi pengajaran dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

4. Rektor, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Sains di IPB.

5. Pengelola bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti, Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Yayasan Damandiri atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Mashudi, Ibu Rizki, Ibu Nina atas semua bantuannya di Laboratorium. 7. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta

Hj. Rahmani dan Ayahanda Abd. Hamid Ali (Almarhum) yang senantiasa mengiringi langkah kami anak-anaknya dengan doa, dan menjadikan kami orang berilmu. Kepada suami, T. Burdan dan putra-putri tersayang Cut Ghumaisha Milhan, T.M. Nabil dan T.M. Mutasyammil (lahir saat sedang studi pascasarjana) terima kasih atas curahan kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, dan semua pengorbanan yang diberikan demi keberhasilan studi ini.

8. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan dan menguatkan penulis dalam penyelesaian studi terutama kakak-kakak dan adik-adik. Kepada Kakak Siti Lailina, SE dan Keluarga, Ferriyati , SE dan Keluarga di Banda Aceh, Abang Hilman Susandi & Keluarga di Tiga Raksa, serta adik-adik tersayang, Mashuri, S.Sos dan Karyawati, SE.Ak di Banda Aceh. Terima kasih atas semua bantuan, pengasuhan kepada anak-anak, serta dukungan dan doanya selama ini.

9. Khususnya teman-teman satu angkatan di GMK, P.Edi, Maryam, Fia, Uli, Inne, dan Ana, juga Atit dan Eka. Kepada teman-teman dari PKK Unsyiah yang sama-sama mengikuti S2 di GMK, Bu Indani dan Bu Fitriana, serta semua teman-teman di Prodi PKK FKIP Unsyiah. Terima kasih banyak atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian studi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2007

(10)

Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 8 Oktober 1970 sebagai anak keempat dari enam bersaudara, anak dari pasangan Abd Hamid Ali dan Hj. Rahmani Ibrahim. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus seleksi masuk di Program Studi PKK FKIP UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala) Nanggroe Aceh Darussalam dan lulus pada tahun 1996.

Mulai tahun 1999 sampai sekarang menjadi staf pengajar Program Studi PKK bidang keahlian Tata Boga Jurusan Pendidikan dan Teknologi Kejuruan FKIP UNSYIAH Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2004 mendapat kesempatan tugas belajar pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Program Magister Sains di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.

(11)

PEMANA

“SI

ASAN BE

E REUBO

SE

INS

ERULANG

OH” MAK

LAI

EKOLAH

STITUT P

G TERHA

KANAN TR

LI SUHA

PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2007

ADAP KA

RADISIO

IRI

SARJANA

AN BOGO

NDUNGA

NAL ACE

A

OR

(12)

LAILI SUHAIRI. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh

Makanan Tradisional Aceh. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan FAISAL ANWAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pendahuluan bertujuan untuk mencari resep standar sie reuboh

dengan menggunakan wawancara dan uji organoleptik terhadap panelis di Aceh Besar yang memiliki kebiasaan dan pengetahuan tentang sie reuboh. Tahap lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan berulang sie reuboh

terhadap mutu protein, keruskan lemak, jumlah mikroba, dan kesukaan panelis. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Untuk menganalisis data-data uji beda pada penelitian pendahuluan digunakan tabel uji beda dari Jellinek (1985). Data-data sifat kimia dan mikroba dinalisis menggunakan ragam Anova, sedangkan untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. Data organoleptik pada penelitian pendahuluan dan lanjutan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (One Way Anova).

Hasil wawancara didapatkan dua macam resep yang sering digunakan dalam pembuatan sie reuboh. Resep pertama menggunakan bumbu bawang putih, cabe rawit, cabe merah, cabe merah kering, bubuk kunyit, lenguas, jahe, dan cuka aren. Resep kedua tidak menggunakan bawang putih, lengkuas, dan jahe. Resep standar yang dipakai pada tahap lanjutan adalah 2000 g daging, 20 g bawang putih, 20 g cabe rawit, 100 g cabe merah, 20 g cabe merah kering, 50 g bubuk kunyit, 40 g lengkuas tumbuk, 600 g lemak, 40 g jahe, 150 g cuka aren, dan 250 ml air.

Pemanasan berulang terhadap sie reuboh menyebabkan kadar protein menurun yaitu dari 82,36 menjadi 62,60% (bk) dan meningkatkan persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh yaitu dari 2,57 menjadi 8,68%. Kadar asam lemak bebas meningkat dari pemanasan kontrol (9,78 ml NaOH 0,1 N/ 100 g) sampai 19,86 ml NaOH 0,1 N/ 100 g pada pemanasan ke-6. Bilangan peroksida meningkat dari 3,57 menjadi 13,32 mg O2/100g. Bilangan TBA mengalami peningkatan yaitu dari 0,99 menjadi 2,25 ppm. Jumlah mikroba selama pemanasan berulang mengalami kenaikan pada pemanasan ke-4 tetapi menurun kembali pada pemanasan ke-5 dan ke-6 dan berkisar antara 2,20-4,26 log koloni per ml.

Pemanasan berulang berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap penurunan kadar protein dan daya cerna protein, meningkatkan kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA. Pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap jumlah mikroba. Pemanasan berulang sie reuboh

memberikan pengaruh yang nyata (α<0,05) terhadap peningkatan kesukaan rasa, dan keempukan serta penurunan kesukaan terhadap warna. Pemanasan berulang tidak memberikan pengaruh nyata (α>0,05) terhadap kesukaan aroma.

(13)

ABSTRACT

LAILI SUHAIRI. The Effect of Repeated on Nutrient Content and Acceptance of Aceh Traditional Food (Sie Reuboh). Supervised by EVY DAMAYANTHI and FAISAL ANWAR

This study was done in two steps. First step is to look for sie reuboh standard recipe that is created by trial and error based on interview result and organoleptic test by native of 20 panelis of Aceh Besar who were familiar and accustom to cook sie reuboh. Second step is to analyze the effect of repeated heating of sie reuboh, which made by standardized recipe, on water, protein, and fat content; protein quality (digestibility); the degree of fat deterioration (FFA, peroxide, and TBA number); amaunt of microbe; and the acceptance.

Experimental design was done in second step was Completely Randomized Design with 6 treatment and repeated 2 times. Analysis of experiment data was used SPSS 11.5 for Windows and Microsoft Excel 2003. Analysis of different test data was used Jellinek different test table. Chemical characteristic and microbe data were analyted with variant analysis, and to know the difference amounts treatment was used Duncan analysis. To analysis organoleptic data in first step and second step experiments were used variant analysis (one way anova).

Chosen recipe from first step experiment is recipe which used complete spices. They are meat, onion, chili paper, red hot chili paper, dry red hot chili paper, turmeric, ginger plant, fat, ginger, sugar palm vinegar, and water. Repeated heating to sie reuboh can caused decreasing protein level from 82,36-62,60% dry basic (db) and percentage of decreasing of digestion ability became 2,57-8,68%. Free fatty acid level increasing from heating control (9,78 ml NaOH/100 mg) to 19,86 ml NaOH/100 mg at 6th heating. Peroxide number increasing from 3,57 to 13,32 mg O2/100 mg and

TBA number increasing from 0,99 to 2,25 ppm. Amount of microbe as long as repeated heating was increasing at 4th, but at 5th and 6th heating it was decreasing again approximately 2,20-4,20 log colony/ml.

Repeated heating were significantly (α = 0,05) decrease protein level and protein digestion ability, increasing free fatty acid level, peroxide number, and TBA number, but not significant to amount of microbe. Result from variant analysis of sie reuboh repeated heating was significant to increasing taste and meat tenderization, decreasing the color acceptance, but not significant to flavor acceptance.

(14)

SIE REUBOH

MAKANAN TRADISIONAL ACEH

LAILI SUHAIRI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tesis : Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh Makanan Tradisional Aceh

Nama : Laili Suhairi

NRP : A551040021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(16)
(17)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PEMANASAN BERULANG TERHADAP KANDUNGAN GIZI SIE REUBOH MAKANAN TRADISIONAL ACEH adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

(18)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Istitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS, sebagai ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak persiapan, selama penelitian, sampai tersusunnya tesis ini.

2. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan untuk perbaikan tesis ini.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi dan staf pengajar, khususnya Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bekal materi pengajaran dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

4. Rektor, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Sains di IPB.

5. Pengelola bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti, Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Yayasan Damandiri atas bantuan biaya pendidikan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Mashudi, Ibu Rizki, Ibu Nina atas semua bantuannya di Laboratorium. 7. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta

Hj. Rahmani dan Ayahanda Abd. Hamid Ali (Almarhum) yang senantiasa mengiringi langkah kami anak-anaknya dengan doa, dan menjadikan kami orang berilmu. Kepada suami, T. Burdan dan putra-putri tersayang Cut Ghumaisha Milhan, T.M. Nabil dan T.M. Mutasyammil (lahir saat sedang studi pascasarjana) terima kasih atas curahan kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, dan semua pengorbanan yang diberikan demi keberhasilan studi ini.

8. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan dan menguatkan penulis dalam penyelesaian studi terutama kakak-kakak dan adik-adik. Kepada Kakak Siti Lailina, SE dan Keluarga, Ferriyati , SE dan Keluarga di Banda Aceh, Abang Hilman Susandi & Keluarga di Tiga Raksa, serta adik-adik tersayang, Mashuri, S.Sos dan Karyawati, SE.Ak di Banda Aceh. Terima kasih atas semua bantuan, pengasuhan kepada anak-anak, serta dukungan dan doanya selama ini.

9. Khususnya teman-teman satu angkatan di GMK, P.Edi, Maryam, Fia, Uli, Inne, dan Ana, juga Atit dan Eka. Kepada teman-teman dari PKK Unsyiah yang sama-sama mengikuti S2 di GMK, Bu Indani dan Bu Fitriana, serta semua teman-teman di Prodi PKK FKIP Unsyiah. Terima kasih banyak atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian studi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2007

(20)

Penulis dilahirkan di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 8 Oktober 1970 sebagai anak keempat dari enam bersaudara, anak dari pasangan Abd Hamid Ali dan Hj. Rahmani Ibrahim. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Banda Aceh dan lulus seleksi masuk di Program Studi PKK FKIP UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala) Nanggroe Aceh Darussalam dan lulus pada tahun 1996.

Mulai tahun 1999 sampai sekarang menjadi staf pengajar Program Studi PKK bidang keahlian Tata Boga Jurusan Pendidikan dan Teknologi Kejuruan FKIP UNSYIAH Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2004 mendapat kesempatan tugas belajar pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Program Magister Sains di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... .... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Daging ... 5

Perubahan Sifat Kimia Pangan selama Pengolahan ... 7

Perubahan Sifat Kimia Protein ... 8

Perubahan Sifat Kimia Lipid ... 9

Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh ... 11

Cabai Merah dan Cabai Rawit ... 11

Bawang Putih ... 12

Kunyit ... 13

Lengkuas ... 14

Jahe ... 14

Proses Pembuatan Sie Reuboh ... 15

BAHAN DAN METODE ... 17

Waktu dan Tempat ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode ... 18

Penelitian Pendahuluan ... 18

Penelitian Lanjutan ... 19

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 22

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Gambaran Umum Tradisi Pembuatan Sie Reuboh ... 25

Hasil Uji Resep Sie Reuboh ... 26

Hasil Uji Organoleptik Resep Sie Reuboh ... 27

Uji Beda Resep ... 27

Uji Kesukaan Resep ... 29

Penelitian Lanjutan ... 30

Kandungan Gizi Sie Reuboh selama Pemanasan ... 31

Kadar Air ... 32

Kadar Protein ... 34

Daya Cerna Protein (In Vitro) ... 36

Kadar Lemak ... 39

Kerusakan Lemak Sie Reuboh selama Pemanasan (Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida, dan Bilangan TBA) ... 40

(22)

Jumlah Mikroba ... 46 Uji Kesukaan Sie Reuboh selama Pemanasan ... 48 Warna ... 48 Aroma ... 49 Rasa ... 50 Tekstur (Keempukan) ... 51 Keamanan Pangan Sie Reuboh ... 52 KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

Kesimpulan ... ...55 Saran ... ...55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rekap data produksi daging sapi di pulau Sumatera tahun 2001-2006 ... 5

2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan kemanan pangan ... 8

3 Komponen kimia cabai merah (100 g bahan) ... 11

4 Komposisi kimia jahe per 100 g (berat basah) ... 15

5 Kegiatan pemenasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh ... 21 6 Hasil wawancara panelis ... 25

7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging ... 27

8 Hasil uji beda panelis (%) terhadap sie reuboh ... 28 9 Hasil uji kesukaan panelis (%) terhadap sie reuboh ... 29 10 Hasil analisis kandungan gizi sie reuboh selama pemanasan berulang ... 31 11 Kadar protein hasil olahan daging (% bk) ... 34

12 Daya cerna protein berbagai olahan daging (%) secara in vitro ... 37

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagian-bagian karkas sapi ... 6

2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh ... 20 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh ... 21 4 Rata-rata kesukaan panelis terhadap sie reuboh ... 30 5 Rata-rata kadar air sie reuboh selama pemanasan ... 32 6 Rata-rata kadar protein sie reuboh selama pemanasan ... 35 7 Rata-rata daya cerna protein sie reuboh selama pemanasan ... 37 8 Persentase penurunan daya cerna protein sie reuboh ... 38 9 Rata-rata kadar lemak sie reuboh selama pemanasan ... 40 10 Rata-rata kadar asam lemak sie reuboh selama pemanasan ... 42 11 Rata-rata bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 43 12 Rata-rata bilangan TBA sie reuboh selama pemanasan ... 45 13 Rata-rata jumlah mikroba selama pemanasan ... 46

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner penelitian pendahuluan ... 63

2 Form uji beda berpasangan dan uji tingkat kesukaan panelis pada

penelitian pendahuluan ... 65

3 Rekap bumbu (lengkap) pembuatan sie reuboh penelitian

pendahuluan ... 66

4 Rekap bumbu (tidak lengkap) pembuatan sie reuboh pada penelitian

pendahuluan ... 66

5 Nilai minimal panelis untuk uji beda ... 67

6 Form uji organoleptik penelitian lanjutan ... 68

7 Persentase bumbu berdasarkan berat daging (resep standar) ... 69

8 Rekap data uji beda sie reuboh pada penelitian pendahuluan ... 69 9 Rekap data uji tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ... 70

10 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis penelitian pendahuluan ... 68

11 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan panelis penelitian

pendahuluan ... 71

12 Rekap data uji tingkat kesukaan warna dan aroma panelis pada

penelitian lanjutan ... 71

13 Rekap data uji tingkat kesukaan keempukan dan rasa panelis

pada penelitian lanjutan ... 72

14 Analisis ragam tingkat kesukaan panelis pada penelitian lanjutan ... 72

15 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan warna panelis pada

penelitian lanjutan ... 73

16 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan keempukan panelis

pada penelitian lanjutan ... 73

17 Uji lanjut mann-whitney tingkat kesukaan rasa panelis pada

penelitian lanjutan ... 73

(26)

28 Analisis ragam bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 77 29 Uji lanjut duncan bilangan peroksida sie reuboh selama pemanasan ... 77 30 Analisis ragam kadar asam lemak bebas sie reuboh selama

pemanasan ... 77

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini diperkirakan sekitar 50 persen penduduk Indonesia atau lebih

dari 100 juta jiwa mengalami aneka masalah gizi kurang. Masalah gizi kurang ini

sering terluput dari penglihatan atau pengamatan biasa, namun dibalik itu dapat

memunculkan masalah besar karena secara perlahan berdampak pada tingginya

angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta

rendahnya umur harapan hidup. Selain bukti tingginya kematian, dampak

kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah anak Indonesia,

rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,

Indonesia juga menghadapi masalah gizi lebih yang cenderung meningkat.

Masalah gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga,

keamanan pangan, pola hidup dan pola asuh, serta pelayanan gizi kesehatan

(Murniningtyas & Atmawikarta 2006)

Upaya perbaikan mutu gizi masyarakat telah dimulai sejak tahun 1974

(Amang & Sawit 1999). Salah satu upaya tersebut adalah dengan meningkatkan

mutu gizi makanan tradisional pada masing-masing daerah di samping program

pendidikan dan promosi gizi, suplementasi serta fortifikasi pangan. Winarno

(2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional merupakan makanan yang kuat

dengan tradisi setempat di mana seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa.

Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga berfungsi sosial,

budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat

setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan

tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat.

Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu

bangsa untuk meningkatkan gizi masyarakatnya, mutu manusia, dan untuk

membantu perkembangan pariwisata di suatu negara (Winarno 2004).

Sie reuboh adalah salah satu makanan tradisional Aceh yang dapat menjadi alat untuk upaya perbaikan gizi masyarakat. Sie reuboh adalah suatu bentuk masakan daging sapi atau kerbau khas Aceh yang proses pembuatannya

menggunakan bahan-bahan seperti asam cuka, lemak, garam dan

rempah-rempah di dalam potongan-potongan daging serta dilakukan proses pemanasan

(28)

jumlah besar (5 – 10 kg) terutama pada hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri,

Idul Adha maupun bulan Ramadhan. Sie reuboh ini mampu bertahan hingga satu bulan atau lebih yang disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pemanasan

berulang secara berkala. Pemanasan dilakukan setiap kali hendak dikonsumsi

hingga lemak-lemak didalamnya mencair dan diambil pada jumlah tertentu

sesuai kebutuhan serta sisanya disimpan untuk disantap pada waktu yang lain.

Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati yang tinggi

karena kandungan asam-asam amino essensialnya (Lawrie 1991). Oleh karena

itu setiap langkah perlakuan yang dilakukan pasca sembelih perlu mendapat

pengawasan yang baik guna menekan laju kerusakan zat-zat gizi yang

dikandungnya.

Dalam rangka mempertahankan nilai gizi daging dilakukan upaya

pengolahan untuk tujuan pengawetan dan perluasan jangkauan pemasaran.

Dikenal berbagai cara pengolahan daging seperti pemanasan, perebusan,

pengeringan, pengasapan, pengasaman, penggaraman atau kombinasi dari

perlakuan-perlakuan tersebut agar daging yang dihasilkan dapat disimpan lebih

lama tanpa mengalami perubahan mutu serta tidak mengalami perubahan cita

rasa yang spesifik pada daging dan produk olahannya.

Proses pembuatan dan lama penyimpanan sie reuboh akan mempengaruhi mutu dari sie reuboh itu sendiri. Resiko dari proses pembuatan

sie reuboh adalah semakin besarnya peluang terjadinya kerusakan protein dan lemak daging akibat perlakuan pemanasan berulang yang dilakukan sebagai

upaya pengawetan sie reuboh. Kandungan protein dan asam amino pada daging akan mengalami penurunan apabila diberi perlakuan pemanasan. Fennema

(1996) menyatakan bahwa pemanasan daging sapi pada suhu 70oC akan

mengurangi jumlah lisin yang terkandung di dalamnya menjadi 90 persen,

sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan kadar lisin hingga

50 persen.

Kandungan lemak dalam daging ikut menentukan kualitas daging, karena

lemak merupakan komponen yang menentukan dan membentuk cita rasa dan

aroma khas pada daging. Lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat

dan asam oleat. Pemanasan berulang pada daging akan membuat daging

menjadi lebih lunak daripada keadaan segarnya. Ketika daging dipanaskan atau

dimasak dengan pemanasan terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses

(29)

3

kontribusi terhadap pelunakan daging, (2) jaringan penghubung kolagen menjadi

terlarut di dalam medium pemanasan, (3) serat-serat otot terpisah dan jaringan

menjadi lebih lunak (Lawrie 1991).

Penelitian mengenai sie reuboh masih terbatas dan yang telah dilaporkan adalah tentang penyimpanan sie reuboh. Penyimpanan sie reuboh dalam kondisi vakum atau hampa udara mampu mempertahankan sie reuboh selama 21 hari dalam suhu kamar. Namun belum dilakukan penelitian lebih lanjut tentang resep

standar sie reuboh, komposisi gizi sie reuboh setelah pemanasan berulang dan tingkat kerusakan lemak pada sie reuboh akibat pemanasan berulang. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih

lanjut khususnya mengenai kandungan gizi dari sie reuboh sehingga mampu memperkaya informasi dan khasanah sie reuboh sebagai salah satu pangan tradisional Indonesia dengan informasi gizi yang lebih lengkap.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari sie reuboh

yang telah mengalami pemanasan berulang.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Menemukan resep standar dari sie reuboh sehingga mampu menghasilkan produk akhir dengan cita rasa dan aroma khas yang konsisten

2. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan gizi dan

mutui protein dan lemak.

3. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap kandungan

mikroorganisme dari sie reuboh

4. Mengetahui pengaruh pemanasan berulang terhadap sifat organoleptik dari

(30)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kandungan zat

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta

tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno

1998). Data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menunjukkan bahwa

produksi daging sapi di Pulau Sumatera mengalami kenaikan dari tahun-ketahun.

Produksi daging sapi di Propinsi NAD pada tahun 2006 masuk posisi empat

besar di pulau Sumatera (Tabel 1). Data Dinas Peternakan Kabupaten Aceh

Besar tahun 2001 menunjukkan produksi daging sapi hampir 1.000 ton dan pada

tahun 2005 produksi daging sapi mengalami peningkatan menjadi 1.700 ton

dengan urutan produksi tiga besar di Propinsi NAD.

Lawrie (1991) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari

hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan.

Soeparno (1998) menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat

dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan,

(2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging yang

dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5)

[image:31.612.128.512.461.559.2]

daging asap, dan (6) daging olahan.

Tabel 1 Rekap data produksi daging sapi di Pulau Sumatera tahun 2001-2006

No. Propinsi Tahun Pertumbuhan

(2005-2006) %

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 NAD 6,065 6,335 6,488 6,635 7,172 7,338 2.31

2 Sumatera Utara 6,827 6,836 6,894 6,982 9,884 11,009 11.38

3 Sumatera Barat 10,621 10,086 12,142 13,544 14,716 14,946 1.56

4 Riau 2,880 4,495 4,648 3,754 4,593 4,599 0.13

5 Jambi 3,892 2,332 3,729 2,884 2,855 2,940 2.98

6 Sumatera

Selatan 9,750 9,970 9,623 8,704 8,705 11,065 27.11

Sumber: Departemen Pertanian (2006)

Soeparno (1998) menyatakan bahwa karkas tersusun atas kurang lebih

enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan syaraf dan

persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan serta

jenis geraknya. Karkas sapi dapat dilihat pada Gambar 1. Kesehatan daging

(32)

d y S a d e g d s pokok perm daging bagi Dagi yang sehat. petugas rum Secara fisik berbau arom banyak men Dagi

value) yang non protein

Komposisi d

lemak dan 3

kimia daging akan beruba dan protein Dagi esensial. As glisin, asam

lisin, dan va

dapat memp

pada suhu 7

sedangkan

masalahan y

[image:32.612.147.475.116.286.2]

konsumen.

Gambar 1

ing yang da

. Saat peny

mah potong

, kriteria ata

matis, memi ngeluarkan c ing sebagai tinggi, men dan 2,5% daging menu 3,5% zat-za

g terdiri atas

ah bila hew

serta menin

ing merupa

sam amino

glutamat, d

alin yang leb

pengaruhi k

70oC akan m

pemanasan yang menda Bagian-bag apat dikonsu yembelihan hewan serta

u ciri-ciri dag

liki konsiste

cairan.

sumber pr

ngandung 19

mineral dan

urut Lawrie (

t non protei

s 70% air, 20

wan digemuk

gkatkan per

akan sumbe

esensial te

dan histidin.

bih tinggi da

kandungan p

mengalami

pada suhu

apatkan perh

gian karkas s

umsi adalah

dan pemas

a terbebas d

ging yang b

nsi yang ke

rotein hewan

9% protein,

n bahan-bah

(1991) terdir

n yang dap

0% protein,

kkan yang

rsentase lem

er utama u

erpenting di

Daging sapi

aripada dagi

protein dagin

penguranga

160oC akan

hatian khus

sapi (Wikiped

daging yan

saran berad

dari pencem

aik adalah b

enyal dan bi

ni memiliki

5% lemak,

han lainnya

ri atas 75%

at larut. Sec

9% lemak d

akan menur

mak (Romans

ntuk menda

dalam otot

i mengandu

ng babi ata

ng. Daging

an jumlah lis

n menurunk

sus dalam p

dia 2007)

ng berasal d

a dalam pe

maran mikroo

berwarna me

la ditekan ti

nilai hayati

70% air, 3,

(Forrest et

air, 18% pro

cara umum,

dan 1% abu.

runkan pers

s et al. 1994 apatkan as

t segar ada

ng asam am

u domba. P

sapi yang d

sin menjadi

kan jumlah l

penyediaan dari hewan engawasan organisme. erah segar, idak terlalu (biological 5% zat-zat

(33)

7

50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam

amino (Lawrie 1991).

Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena

lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada

komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak

memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen

(Soeparno 1998). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam

stearat, asam palmitat dan asam oleat.

Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi.

Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein

sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma

adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan

garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil

troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan

garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas

protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi & Sugiono 1992).

Perubahan Sifat Kimia Bahan Pangan Selama Pengolahan

Banyak reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama pengolahan pangan yang

pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai gizi, keamanan dan penerimaannya.

Beberapa reaksi penting dan contoh dimana terjadinya reaksi tersebut disajikan

pada Tabel 2. Masing-masing jenis reaksi dapat melibatkan reaktan atau substrat

yang berbeda, tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi penanganan,

pengolahan dan penyimpanan.

Komposisi bahan pangan secara umum sama, terutama terdiri dari lipid,

karbohidrat dan protein, dengan demikian banyak reaksi-reaksi umum yang

sama. Disamping itu, banyak reaktan untuk suatu reaksi terdapat pada sebagian

besar bahan pangan. Sebagai contoh, reaksi pencoklatan nonenzimatis (reaksi

Maillard) melibatkan senyawa karbonil yang dapat berasal baik dari gula

pereduksi atau hasil oksidasi asam askorbat, hidrolisis pati dan oksidasi lipid.

Oksidasi dapat melibatkan lipid, protein, vitamin, pigmen, dan lebih spesifik lagi

oksidasi melibatkan triasilgliserida yang umum terdapat pada bahan pangan atau

(34)
[image:34.612.132.510.107.263.2]

Tabel 2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan keamanan pangan

Jenis reaksi Contoh (terjadi pada) Pencoklatan nonenzimatis Pada bahan-bahan pangan yang dipanggang

Oksidasi Lipid (menghasilkan off-flavour, bau dan rasa yang menyimpang), degradasi vitamin dan protein Hidrolisis Lipid, protein, vitamin, karbohidrat, pigmen

Interaksi logam Kompleksasi (antosianin), kehilangan Mg dari klorofil Isomerisasi lipid Cis berubah menjadi trans

Polimerisasi lipid Pada penggorengan

Denaturasi protein Koagulasi putih telur, inaktivasi enzim

Cross-linking protein Pada pengolahan bahan berprotein pada suasana alkali

Perubahan glikolitik Pada pasca mortem jaringan hewan atau pasca panen jaringan tanaman

Sumber : Apriyantono (2001)

Perubahan Sifat Kimiawi Protein

Pengolahan komersial melibatkan proses pemanasan, pendinginan,

pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan

perlakuan-perlakuan lainnya. Dari semua ini, proses pemanasan merupakan proses yang

paling banyak diterapkan dan dipelajari.

Purnomo (1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan

menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga

terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya.

Davidek et al. (1990) menyatakan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45°C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin

terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55°C dan protein sarkoplasma pada

55-65°C.

Denaturasi akan menyebabkan perubahan struktur protein dimana pada

keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa,

protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan kuartener. Akan tetapi

belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh.

Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilitasi yang dapat

mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya

(Fennema 1996).

Dari sisi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna

dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dapat meningkatkan

daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Disamping itu, dengan

(35)

9

protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif dan

hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan

mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi

enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Perlakuan

panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor

antinutrisi seperti enzim antitripsin dan pektin (Fennema, 1996).

Keberadaan senyawa pengoksidasi dalam bahan pangan dapat berasal

dari aditif seperti hidrogen peroksida dan benzoil peroksida yang ditambahkan

sebagai bakterisidal pada susu atau pemutih pada tepung, dapat pula berasal

dari radikal bebas yang terbentuk selama pengolahan (peroksidasi lipid,

fotooksidasi riboflavin, reaksi Maillard). Selain itu, polifenol yang banyak terdapat

pada bahan yang berasal dari tanaman dapat dioksidasi oleh oksigen pada pH

netral atau alkali membentuk quinon sehingga terbentuk peroksida.

Senyawa-senyawa pengoksidasi ini dapat menyebabkan oksidasi beberapa residu asam

amino dan menyebabkan polimerisasi protein. Residu asam amino yang rentan

terhadap reaksi oksidasi adalah metionin, cystein/cystine, tryptofan dan histidin

(Fennema, 1996).

Perubahan Sifat Kimia Lipid

Lipid merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain

karbohidrat dan protein. Oleh karena itu peranan lipid dalam menentukan

karakteristik bahan pangan cukup besar. Reaksi yang umum terjadi pada lipid

selama pengolahan meliputi hidrolisis, oksidasi dan pirolisis. Oksidasi lipid

biasanya melalui proses pembentukan radikal bebas yang terdiri dari tiga proses

dasar yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Apriyantono 2001).

Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak

jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena

adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan

normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi

dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh

membentuk hidroproksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang

terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Dengan demikian reaksi otoksidasi

(36)

Karena laju reaksi antara radikal alkil dengan oksigen cepat, maka

kebanyakan radikal bebas berbentuk radikal peroksi. Akibatnya, reaksi terminasi

utama biasanya melibatkan 2 radikal peroksi. Laju oksidasi meningkat dengan

meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam

linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1) dan asam

linoleat (18:3) dioksidasi 20-30 kali lebih cepat daripada asam oleat.

Hidroperoksida dapat terbentuk pada berbagai posisi dimana ikatan

rangkap berada, sebagai contoh pada asam oleat terdapat 4 hidroperoksida

yang dibedakan atas posisi peroksida yaitu dapat pada posisi 8, 9, 10 atau 11.

Semakin banyak ikatan rangkap asam lemak, maka semakin banyak pula

kemungkinan posisi hidroperoksida yang terbentuk. Hal ini berarti akan semakin

banyak jenis produk degradasi asam lemak yang bersangkutan seperti akan

dijelaskan di bawah ini.

Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi

sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai

senyawa flavor dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida

melibatkan pemutusan gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan

radikal hidroksi.

Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C

sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil. Berbagai kelas komponen dihasilkan

dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat,

alkohol dan heterosiklik. Oksidasi lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid

yang dapat dicerna dan tersedia sebagai sumber energi juga dapat

menghasilkan senyawa-senyawa radikal.

Senyawa-senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam

tubuh kemudian dapat memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh.

Senyawa radikal dalam tubuh dipercaya berperan dalam menentukan proses

penuaan (aging), terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (CHD,

(37)

11

Bahan Pelengkap untuk Pembuatan Sie Reuboh

Cabai Merah dan Cabai Rawit

Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman yang termasuk dalam keluarga solanaceae dan merupakan tanaman asli Amerika Tropik. Cabai merah menyebar dari Meksiko sampai bagian utara Amerika Selatan. Kini

tanaman ini dikenal hampir di seluruh negara beriklim tropis (Prajnanta 2002).

Cabe merah bersifat panas dan merupakan stimulan untuk meningkatkan

nafsu makan. Di samping itu juga berkhasiat sebagai diaforetik atau perangsang

keringat, peluruh kulit dan sebagai obat gosok. Cabe merah berkhasiat tonik,

stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah. Juga antirematik, menghancurkan

bekuan darah atau antikoagulan, stomakik, perangsang kulit, peluruh liur dan

peluruh kencing.

Cabai merah mengandung kapcaisin, hidrokapsaisin, vitamin A, vitamin

C, zat warna kapsantin serta karoten. Cabai merah juga mengandung beberapa

jenis mineral seperti fosfor, zat besi, kalium, kalsium dan niasin (Prajnanta 2002).

Cabai merah tersusun atas beberapa senyawa kimia dimana air adalah

komponen dengan jumlah terbesar. Komposisi kimia cabai merah selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 3. Konsentrasi cabai merah sebesar 20% (b/v, bk)

dalam bumbu rendang efektif menghambat pertumbuhan flora mikroba maupun

B. Cereus dalam sistem pangan selama 6 jam (Edy 1998 diacu dalam Suyasa

2002).

Tabel 3 Komponen kimia cabai merah (100 g bahan)

Komponen Jumlah Komponen Jumlah

Air 90% Abu 0,5 g

Energi 32 Kal Kalsium 29,0 mg

Protein 0,5 g Fosfor 45 mg

Lemak 0,3 g Besi 0,5 mg

Karbohidrat 7,8 g Vitamin A 470 UI

Serat 1,6 g Vitamin C 18,0 mg

Sumber : Ashari (1995)

Cabai rawit rasanya pedas, sifatnya panas, masuk meridian jantung dan

pankreas. Tumbuhan ini berkhasiat tonik, stimulan kuat untuk jantung dan aliran

darah, antirematik, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan

(38)

menimbulkan rasa panas, sehingga banyak digunakan sebagai campuran obat

gosok), peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), peluruh liur, dan

peluruh kencing atau diuretik (Prajnanta 2002).

Bawang Putih

Komponen bioaktif dari suatu bahan pangan memegang peranan penting

dalam memberikan efek kesehatan. Komponen aktif yang terdapat pada bahan

tanaman dikenal dengan istilah fitokimia. Pengertian fitokimia adalah suatu

bahan dari tanaman (phytos = tanaman), yang dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis untuk pencegahan penyakit. Bahan yang dimaksud adalah senyawa

kimia berupa komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk pencegahan atau

pengobatan penyakit. Karena banyaknya komponen-komponen yang terkandung

di dalam bawang putih menyebabkan metode persiapan dan ekstraksi (lama dan

metode ekstraksi serta jenis pelarut) memegang peranan penting untuk

mendapatkan komponen bioaktif dari bawang putih. Pelarut (solvent) yang sering digunakan adalah ethanol, methanol, aseton, dan air atau kombinasinya.

Komponen-komponen bioaktif yang terdapat di bawang putih bekerja secara

sinergis satu sama lain untuk menimbulkan efek kesehatan (Ardiansyah 2006).

Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih,

senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa

tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut

dengan alisin. Sama seperti senyawa fenolik lainnya, alisin mempunyai fungsi

fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker,

antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan

kolesterol darah. Data epidemiologis juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi

antara konsumsi bawang putih dengan penurunan penyakit kardiovaskuler,

seperti aterosklerosis (penumpukan lemak), jantung koroner, dan hipertensi

(Ardiansyah 2006).

Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan

respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan

bawang Bombay dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfide lain yang

terkandung dalam minyak astiri bawang putih dan Bombay (Whitmore & Naidu

2000). Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh

Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Dialil sulfide dan dialil polisulfida

(39)

13

Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri

gram positif dan gram negative (Hirasa & Takemasa 1998).

Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap

bakteri Salmonella typhimurium. Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan

tetrasiklin 100 μg/ml. Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktivitas anti bakteri lebih lemah dari ampicillin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan e. coli.

Kunyit

Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara

lain minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa,

pati, dan beberapa minyak. Komponen utamanya adalah pati dengan jumlah

berkisar antara 40-50% dari berat kering. Kunyit mempunyai rasa dan bau yang

khas, yaitu pahit dan getir serta barbau langu. Kunyit berwarna kuning atau

jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada

bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Anonim 2001).

Diantara semua genus curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling

banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain

sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk

mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan

kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, dan desinfektan untuk

mengawetkan benih yang disimpan.

Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai

obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak, rematik, dan memperlancar

air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati

panas, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis, hepatitis, dan untuk

membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah

mendapat haid (Sinaga 2006).

Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu

(40)

megaterium Kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat bakterisidal. Salah satu senyawa tersebut adalah senyawa kurkumin yang

merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol simetris

dan dihubungkan dengan satu rantai hiptadiena (Suwanto 1983 diacu dalam

Sihombing 2007). Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan

cara merusak membrane sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan

mengurangi tekanan permukaan sel.

Lengkuas

Di banyak Negara Asia, rimpang lengkuas digunakan sebagai bumbu

masak. Lengkuas juga banyak dimanfaatkan sebagai obat karena lengkuas

memiliki sifat anti fungi, anti tumor, analgenikum, dan anti kembung. Lengkuas

biasanya digunakan sebagai obat penyakit kulit, sakit perut, radang tenggorokan,

diare, sariawan, dan herpes (Sinaga 2000).

Aree et al. (2005) menyatakan bahwa ekstrak lengkuas yang larut etanol mengandung komponen asetokavikol asetat, p-coumaril siasetat, asam palmitat,

eugenol, asetosiugenol asetat, bisabolene, farnesen, dan eskuifelandren yang

merupakan komponen terpenoid. Lengkuas juga mengandung komponen fenolik,

ester asam lemah, asam lemak, terpen, dan lain-lain.

Lengkuas muda berumur 3-4 bulan memiliki aktivitas antimikroba yang

lebih tinggi dibandingkan lengkuas tua yang berumur 12 bulan. Aktivitas yang

tinggi ini disebabkan komponen larut air pada lengkuas jenis merah yang muda

lebih besar dibandingkan pada lengkuas tua. Komponen bioaktif lengkuas yang

bersifat larut air adalah golongan senyawa fenolik (Robinson 1995 di acu dalam

Rahayu 1999). Pratiwi (1992) diacu dalam Sukmawati (2007) rimpang lengkuas

merah dan putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur, pada

Staphylococcus aureus dan Candida albicans dengan 0,871 mg/ml dan pada

Bacillus subtilis dan Mucor gypseum dengan 1,741 mg/ml.

Jahe

Jahe (Zingiber officinalis) adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang

menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa

(41)

15

kandungan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas (Koswara 1995). Komposisi

kimia jahe dapat dilihat pada Tabel 4.

Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan

untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe

menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum

dimasak (Muchtadi & Sugiyono 1992). Rimpang jahe banyak digunakan untuk

radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntah-muntah,

kolera, sakit perut, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri, memperlancar

peredaran darah, gangguan syaraf, dan penghangat badan (Koswara 1995).

Tabel 4 Komposisi kimia jahe per 100 gram (berat basah)

Komponen Jumlah

Jahe segar Jahe kering

Energi (KJ) 184,0 1424,0

Protein (g) 1,5 9,1

Karbohidrat (g) 1,0 6,0

Lemak (g) 10,1 70,8

Kalsium (mg) 21 116

Fosfor (mg) 39 148

Besi (mg) 4,3 12

Vitamin A (SI) 30 147

Vitamin C (mg) 4 -

Serat kasar (g) 7,53 5,9

Total abu (g) 3,70 4,7

Sumber : Koswara (1995)

Proses Pembuatan Sie Reuboh

Sie reuboh merupakan produk pengolahan bahan pangan daging khas Aceh. Dalam proses pembuatannya sie reuboh menggunakan daging sapi atau kerbau dengan penambahan cuka aren, garam, lemak, dan rempah-rempah.

Pada sie reuboh dilakukan proses pemanasan berulang secara berkala sampai lemaknya mencair dengan bertujuan untuk keawetan dan menjaga higienitas dari

sie reuboh itu sendiri.

Perebusan daging dalam pembuatan sie reuboh dilakukan pada suhu didih air (+ 100oC) hingga daging masak. Pemberian cuka aren dilakukan ketika

daging sudah mendidih (15 menit setelah mendidih). Bahan-bahan yang

digunakan pada pembuatan sie reuboh selain daging sebagai bahan baku utama adalah cuka aren, garam, lemak dan rempah atau bumbu.

Asam asetat untuk produksinya dapat dilakukan secara fermentasi dan

(42)

tangga terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon aren. Dari bagian

tandan bunga pohon aren diperoleh cairan bening yang rasanya manis dan

dikenal sebagai nira aren. Nira aren dapat dimanfaatkan menjadi gula merah,

tuak dan cuka aren. Cuka aren diperoleh dengan membiarkan nira mengalami

fermentasi secara alamiah.

Garam (NaCl) sering disebut garam dapur, banyak digunakan sebagai

penyedap pada makanan maupun bahan pengawet ikan, daging dan telur

(Buckle, 1985). Tujuan pemberian garam pada makanan adalah untuk

memberikan cita rasa, melunakkan daging, menghambat pertumbuhan atau

membunuh mikroorganisme pembusuk yang bersifat proteolitik dan mengaktifkan

kerja enzim (Landsdell et al., 1995).

Awetnya suatu bahan pangan akibat penambahan garam adalah karena

menurunnya aktivitas air hingga titik tertentu (Huffman et al. 1996). Secara teoritis penurunan aktivitas air tersebut diakibatkan oleh garam terionisasi dalam

larutan dan setiap ion menarik molekul air dari dalam daging sehingga air

didalam daging tertarik keluar dan kedudukan air digantikan oleh garam hingga

tercapai keadaan tekanan osmosis yang seimbang. Akibatnya sisa cairan

didalam daging semakin mengental dan protein mengalami penggumpalan yang

mengakibatkan daging mengalami pengerutan.

Keberadaan lemak pada permukaan daging dapat berfungsi sebagai

emulsi dan anti mikroba. Lebih lanjut dikatakan bahwa asam lemak bebas, ester

monogliserol, ester poligliserol dan trigliserida memperlihatkan aktivitas melawan

beberapa bakteri gram negatif dan ragi. Pencegahan pertumbuhan mikroba yang

diperlihatkan oleh lemak adalah dengan mempengaruhi dinding sel bakteri.

Asam lemak juga membentuk suatu selaput selapis disekeliling bakteri yang

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri tersebut karena terjadi

penghambatan pengangkutan hara ke dalam sel dan peningkatan hasil

metabolisme di dalam sel. Penambahan lemak tidak hanya berfungsi sebagai

anti mikrobial tetapi juga mampu meningkatkan cita rasa. Fardiaz (1992)

menyatakan bahwa komposisi lemak yang terdapat pada bahan pangan

mempunyai efek melindungi mikroba terhadap pemanasan, sehingga bahan

pangan berlemak membutuhkan suhu dan waktu pemanasan yang lebih tinggi

(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini terbagi atas dua tahap yaitu di Aceh Besar yang dilakukan

pada bulan Maret – Juli 2006 dan di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada bulan Agustus – September

2006. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen

Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, pada bulan Agustus –

September 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh terdiri atas daging sapi bagian paha (round), lemak sapi, bawang putih, cabe merah segar, cabe merah kering, cabe rawit, lengkuas, jahe, bubuk kunyit, cuka aren, garam dan

air. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sie reuboh adalah kuali tanah liat, blender (merk National), kompor gas (merk Rinnai), sendok kayu untuk

pengaduk sie reuboh, dan termometer.

Analisis kadar air menggunakan peralatan oven, desikator, cawan petri,

blender (merk National), dan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2

desimal.

Analisis kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet

(Apriyantono et al. 1989). Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 desimal, labu Soxhlet, oven, desikator, botol timbang.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar lemak adalah kertas saring,

dan ether.

Analisis kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl

(Apriyantono et al. 1989). Bahan kimia yang digunakan adalah selenium mix, H2SO4 pekat, aquades, NaOH, asam borat, metil merah dan HCl. Peralatan yang

digunakan untuk analisis ini adalah blender, labu Kjeldahl, labu erlenmeyer dan

buret.

Analisis tingkat ketengikan lemak (rancidity) sie reuboh menggunakan metode bilangan peroksida (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan untuk analisis ini adalah aquades, asam asetat, kloroform, larutan KI jenuh,

larutan Na2S2O3, dan larutan pati 1%. Peralatan yang digunakan adalah labu

(44)

Analisis asam lemak bebas (Apriyantono et al. 1989) menggunakan bahan kimia alkohol netral 95%, NaOH, indikator PP (Phenolphtalin) dan

aquades. Peralatan yang dibutuhkan adalah labu erlenmeyer, timbangan digital,

buret, pipet ukur, labu ukur dan kompor listrik. Analisis Thio Barbiturat Acid (TBA)

(Ketaren 1989) menggunakan bahan kimia HCl, akuades, dan pereaksi TBA.

Peralatan yang dibutuhkan adalah waring blender, labu distilasi, alat distilasi, tabung reaksi bertutup, dan spektrofotometer.

Pengujian total mikroba menggunakan metode Standard Plate Count

dengan media Plate Count Agar (PCA). Bahan yang digunakan adalah plate count agar (PCA), larutan pengencer Broth Peptone Water (BPW) dan aquades. Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, pipet ukur, pipet volume,

cawan petri dan inkubator.

Analisis daya cerna protein secara in vitro menggunakan teknik multi nzim (Apriyantono et al., 1989). Bahan yang digunakan adalah air destilata, HCI atau NaOH 0,1 N, dan larutan multi enzim. Peralatan yang digunakan adalah

mortar atau blender, ayakan ukuran 80 mesh, gelas piala, penangas air (water both), magnetic stirrer, dan pH meter.

Metode Penelitian

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan

resep standar sie reuboh yang dimulai dengan melakukan survey dan wawancara terhadap masyarakat Aceh Besar yang dipilih secara purposif,

kemudian dilanjutkan dengan pengujian resep menggunakan uji organoleptik (uji

beda berpasangan dan uji kesukaan). Survey dan wawancara ini dilakukan

dengan menggunakan alat bantu kuesioner seperti yang tersaji pada Lampiran 1.

Berdasarkan survey dan wawancara tersebut, kemudian dilakukan uji coba

pembuatan sie reuboh dan selanjutnya produk yang dihasilkan diuji organoleptik

(uji beda berpasangan dan kesukaan) dengan menggunakan formulir seperti

pada Lampiran 2. Penelitian pendahuluan inidilakukan di Aceh Besar pada bulan

Maret – Juli 2006.

Pemilihan lokasi penelitian tahap pertama di Aceh Besar dilakukan

secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa sie reuboh merupakan makanan khas masyarakat Aceh Besar sehingga mempermudah identifikasi

(45)

19

penelitian pendahuluan ini dilakukan secara purposif yaitu harus memenuhi

kriteria-kriteria seperti warga asli Aceh Besar dan berdomisili di Aceh Besar,

berusia ≥ 45 tahun, mampu dan biasa memasak dan mengolah sie reuboh, dan biasa mengkonsumsi sie reuboh.

Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap 20 orang responden

tersebut diperoleh kesimpulan umum bahwa resep sie reuboh terdiri atas 2 jenis, yaitu (1) menggunakan bumbu yang lebih lengkap dan (2) kurang lengkap.

Bahan dan jumlah masing-masing resep dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Kedua resep tersebut kemudian diuji beda berpasangan (paired different test) menggunakan 30 orang panelis yang berasal dari Aceh Besar.

Masing-masing responden akan diberikan empat sie reuboh, yaitu dua sie reuboh yang dimasak dengan bumbu lengkap dan dua sie seuboh yang dimasak dengan bumbu kurang lengkap. Keempat sie reuboh tersebut kemudian diberi kode yang berbeda. Panelis pada uji beda berpasangan diminta mengidentifikasi

sampel yang sama dan lebih baik menurut panelis.

Menurut Jellinek (1985) bahwa pada uji beda berpasangan menggunakan

30 panelis, jumlah minimum panelis yang menjawab benar dengan selang

kepercayaan 5% adalah 20 orang. Nilai minimal panelis untuk uji beda

berpasangan disajikan pada Lampiran 5. Uji ini bertujuan untuk mengetahui

apakah dari dua resep yang didapatkan memiliki perbedaan yang nyata.

Uji terakhir untuk menentukan resep standar sie reuboh adalah dengan uji kesukaan. Uji kesukaan dilakukan setelah uji beda berpasangan. Parameter

uji kesukaan ini meliputi kesukaan warna, aroma, rasa, dan keempukan dari sie reuboh. Uji kesukaan pada penelitian pendahuluan ini menggunakan 5 skala pengukuran, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) netral/ biasa, (4) agak

suka, dan (5) suka. Resep yang memiliki hasil rata-rata kesukaan lebih tinggi

akan dipilih sebagai resep standar dari sie reuboh untuk digunakan dalam penelitian lanjutan.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh frekuensi

pemanasan berulang terhadap kandungan gizi sie reuboh (kadar air, protein, dan lemak); mutu protein (daya cerna protein); kerusakan lemak (kadar asam lemak

bebas, bilangan peroksida, dan bilangan TBA); jumlah mikroba dan sifat

(46)

September 2006 di Laboratorium Pengolahan, Departemen Gizi Masyarakat,

[image:46.612.128.523.99.694.2]

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatan sie reuboh dilakukan sesuai dengan diagram alir hasil penelitian pendahuluan (Gambar 2).

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh

Daging sapi segar bagian paha

Pencucian dengan air bersih 3-4 kali Pemotongan bentuk kubus seberat 80 – 100 gram

Penirisan 5 – 10 menit

Daging siap olah

Rempah / bumbu : Bawang putih Cabe merah segar

Cabe rawit Cabe merah kering

Kunyit Jahe Lengkuas

Garam

Penggilingan hingga halus

Bumbu halus

Pemasakan dengan api sedang hingga mendidih dan biarkan selama

15 menit

Penambahan cuka aren

Pemasakan lebih lanjut menggunakan api besar selama + 45 menit

SIE REUBOH

Lemak (gajih) bersih dipotong seberat 10 – 30 gram

Pencampuran semua bahan di dalam kuali tanah Pembersihan dan pembuangan lemak

(47)

21

Daging sapi bagian paha untuk penelitian lanjutan diperoleh dari

pedagang daging di Pasar Anyar Bogor. Mula-mula dibuat sie reuboh dalam dua belanga tanah yang berbeda namun dilakukan pada suhu dan waktu yang sama.

Fungsi pembuatan sie reuboh dalam dua belanga tanah ini adalah sebagai ulangan dari perlakuan pemasakan sie reuboh. Setelah pembuatan sie reuboh

selesai dilakukan pemanasan setiap dua hari sekali sebanyak 6 kali sehingga

diperlukan total waktu 13 hari, seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kegiatan pemanasan berulang dan uji yang dilakukan pada sie reuboh

Kegiatan Hari ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ulangan 1 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Ulangan 2 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Uji Kimia √ √ √ √ √ √ √

Uji Kesukaan √ √ √ √

Keterangan :

P0-6 : Pemanasan ke-0 sampai dengan pemanasan ke-6

√ : Uji Kimia dan uji kesukaan

Prosedur pemanasan dilakukan seperti pada diagram alir proses

pemanasan ulang sie reuboh (Gambar 3). Analisis kandungan gizi sie reuboh

yang meliputi kadar protein, kadar lemak, daya cerna protein secara in vitro,

kerusakan lemak (metode bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan bilangan

TBA) dan kadar air. Selain itu juga dilakukan analisis jumlah mikroba setiap dua

hari sekali setelah proses pemanasan berulang.

Gambar 3 Diagram alir proses pemanasan sie reuboh

SIE REUBOH

Pemanasan dengan api kecil selama 5 menit hingga mencapai suhu + 45oC

Air 100 gram

Pemanasan kembali dengan api kecil

hingga suhu 65oC selama + 5 menit

Pemanasan lebih lanjut dengan api sedang hingga suhu 110oC –

115oC selama + 20 menit hingga semua lemak mencair

(48)

Uji kesukaan dilakukan di Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen

Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Uji kesukaan dilakukan setiap 4

hari sekali dengan menggunakan p

Gambar

Tabel 1 Rekap data produksi daging sapi di Pulau Sumatera tahun 2001-2006
Gambar 1 Bagian-baggian karkas ssapi (Wikipeddia 2007)
Tabel 2 Beberapa reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan nilai gizi dan keamanan pangan
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sie reuboh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini kemudian ditujuan pula untuk menguji apakah lima faktor yaitu: GDP, nilai tukar, tarif impor, harga, dan laju inflasi memengaruhi memengaruhi ekspor Teh

Argumen utama yang dibangun adalah Krisis Teluk tidak dapat dilepaskan dari konstelasi politik regional yang juga melibatkan relasi antara Saudi dengan Iran sebagai dua

Dapatan kajian menunjukkan kemampuan membaca cepat pelajar tergolong rendah, iaitu 218.125 kata per minit dengan kefahaman isi bacaan sebanyak 56% (0.56) pada ujian pertama..

Mengisi dan menandatangani Formulir Pemesanan Pembelian Obligasi Negara Ritel dari Departemen Keuangan, Formulir Pembelian Surat Berharga Negara, dan Formulir

i PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (SUB SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL &amp; GARMEN PERIODE

Untuk transportasi dalam kota, dari penginapan ke lokasi kegiatan atau tempat tujuan yang dapat memanfaatkan layanan taksi ber-argo.. Beberapa operator taksi

Jaksa menerangkan, permintaan yang dimaksud adalah Nazar ingin menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama).. Namun, sampai kini belum

Permasalah mengenai penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi sangat luas dan menyeluruh. Dalam setiap kurun waktu bahasa Indonesia selalu mengalami perkembangan