• Tidak ada hasil yang ditemukan

Land Suitability Evaluation Of Guava Crop (Psidium Guajava) At Bogor Regency By Using Geographical Information System

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Land Suitability Evaluation Of Guava Crop (Psidium Guajava) At Bogor Regency By Using Geographical Information System"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAMBU BIJI

(PSIDIUM GUAJAVA) DI KABUPATEN BOGOR DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ALVANE SULTANA HAKIM

A24102041

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBER

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SUMMARY

ALVANE SULTANA HAKIM. Land Suitability Evaluation Of Guava Crop (Psidium Guajava) At Bogor Regency By Using Geographical Information System. (Under Supervision of BABA BARUS and ATANG SUTANDI).

Currently medicinal crop were pavorited by society because they have many advantages, besides they may cure various diseases, they also can be used as economics sources to farmers. One of these medicinal crop is guava crop, where not only it’s leaf can be sold, and also it’s fruit.

To develop guava crop at Bogor Regency, it needs land suitability evaluation. The evaluation plays in development of guava crop especially at suitable place, so that it’s development can be more efficient and effective.

The aim of this research was to map land suitability of guava crop at Bogor Regency, to map of land suitability evaluation with it’s actual status at Bogor Regency, and to evaluate location of center guava crops according to land suitability.

This research method used geographical information system consisting two phases; secondary data collection and data analysis phase. Secondary data were: topography map, land system map, satellite image ( Landsat TM7), rainfall data, and few statistical data. The analyses were divided into five category: Landsat image analysis, topography data analysis, land systems analysis, rainfall analysis, and land suitability analysis.

The result of the research was presented in a map. The reason is a map as spatial data presentation has visual appearance and has information which store in tabular data form.

(3)

RINGKASAN

ALVANE SULTANA HAKIM. Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu

Biji (Psidium Guajava) di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. (Dibawah bimbingan BABA BARUS dan ATANG

SUTANDI).

Tanaman obat kini sedang digemari masyarakat karena memiliki kegunaan yang cukup banyak, selain untuk mengobati berbagai penyakit, tanaman obat ini juga dapat digunakan sebagai usaha peningkatan ekonomi bagi para petani. Sebagai contoh adalah tanaman jambu biji. Selain daunnya dapat dijadikan obat, buahnya juga dapat dijual.

Untuk mengembangkan tanaman jambu biji di Kabupaten Bogor maka perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi ini berperan dalam budidaya tanaman jambu biji pada lahan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga pengembangannya lebih efektif dan efisien.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memetakan kesesuaian lahan tanaman jambu biji (Psidium guajava) di Kabupaten Bogor. Kemudian memetakan evaluasi kesesuaian lahan dengan kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, dan terakhir mengevaluasi lokasi sentra tanaman jambu biji dengan kondisi kesesuaian lahan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Metode penelitian menggunakan sistem informasi geografis yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap pengumpulan data, dan analisis data. Data yang dikumpulkan berupa peta topografi, peta sistem lahan, citra satelit (Landsat TM7), data curah hujan, dan data sekunder. Analisis dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima bagian utama yaitu bagian analisis citra landsat, analisis data topografi, analisis sistem lahan, analisis curah hujan, dan analisis kesesuaian lahan.

(4)
(5)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAMBU BIJI

(PSIDIUM GUAJAVA) DI KABUPATEN BOGOR DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Departemen Tanah Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ALVANE SULTANA HAKIM

A24102041

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBER

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji

(Psidium Guajava) di Kabupaten Bogor dengan

Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Nama Mahasiswa : ALVANE SULTANA HAKIM

Nomor Pokok : A24102041

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Dr.Ir. Atang Sutandi, M.Si

NIP. 131 667 780 NIP 130 937 427

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr.

NIP. 131 124 019

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Takengon, Aceh Tengah, 12 Oktober 1984, merupakan putra pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Miko Salman dan Ibu Rahimah.

Penulis memulai pendidikan di MIN 1 Takengon pada tahun 1991, lalu berpindah sekolah di SD Negeri 1 Pajeleran, Cibinong dan lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Cibinong dan lulus pada tahun 1999. Dan pada tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibinong.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, sehat, rahmat, dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis mampu melewati tahap demi tahapan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah melakukan penelitian dengan skripsi berjudul “Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji (Psidium Guajava) di Kabupaten

Bogor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Baba Barus dan Bapak Atang Sutandi selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Darmawan selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Budi Nugroho selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan selama penulis belajar di Institut Pertanian Bogor.

4. Bapak, Mama, dan adikku Alvi yang memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang senantiasa ditujukan kepada penulis selama ini.

5. Semua staf dan teman-teman di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, teman-teman seperjuangan Soiler’s dan semua pihak terkait lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kenangan tak terlupakan yang telah kita lalui bersama.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkannya. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena mengingat masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, Juni 2009

(9)
(10)
(11)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAMBU BIJI

(PSIDIUM GUAJAVA) DI KABUPATEN BOGOR DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ALVANE SULTANA HAKIM

A24102041

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBER

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

SUMMARY

ALVANE SULTANA HAKIM. Land Suitability Evaluation Of Guava Crop (Psidium Guajava) At Bogor Regency By Using Geographical Information System. (Under Supervision of BABA BARUS and ATANG SUTANDI).

Currently medicinal crop were pavorited by society because they have many advantages, besides they may cure various diseases, they also can be used as economics sources to farmers. One of these medicinal crop is guava crop, where not only it’s leaf can be sold, and also it’s fruit.

To develop guava crop at Bogor Regency, it needs land suitability evaluation. The evaluation plays in development of guava crop especially at suitable place, so that it’s development can be more efficient and effective.

The aim of this research was to map land suitability of guava crop at Bogor Regency, to map of land suitability evaluation with it’s actual status at Bogor Regency, and to evaluate location of center guava crops according to land suitability.

This research method used geographical information system consisting two phases; secondary data collection and data analysis phase. Secondary data were: topography map, land system map, satellite image ( Landsat TM7), rainfall data, and few statistical data. The analyses were divided into five category: Landsat image analysis, topography data analysis, land systems analysis, rainfall analysis, and land suitability analysis.

The result of the research was presented in a map. The reason is a map as spatial data presentation has visual appearance and has information which store in tabular data form.

(13)

RINGKASAN

ALVANE SULTANA HAKIM. Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu

Biji (Psidium Guajava) di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. (Dibawah bimbingan BABA BARUS dan ATANG

SUTANDI).

Tanaman obat kini sedang digemari masyarakat karena memiliki kegunaan yang cukup banyak, selain untuk mengobati berbagai penyakit, tanaman obat ini juga dapat digunakan sebagai usaha peningkatan ekonomi bagi para petani. Sebagai contoh adalah tanaman jambu biji. Selain daunnya dapat dijadikan obat, buahnya juga dapat dijual.

Untuk mengembangkan tanaman jambu biji di Kabupaten Bogor maka perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi ini berperan dalam budidaya tanaman jambu biji pada lahan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga pengembangannya lebih efektif dan efisien.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memetakan kesesuaian lahan tanaman jambu biji (Psidium guajava) di Kabupaten Bogor. Kemudian memetakan evaluasi kesesuaian lahan dengan kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, dan terakhir mengevaluasi lokasi sentra tanaman jambu biji dengan kondisi kesesuaian lahan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Metode penelitian menggunakan sistem informasi geografis yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap pengumpulan data, dan analisis data. Data yang dikumpulkan berupa peta topografi, peta sistem lahan, citra satelit (Landsat TM7), data curah hujan, dan data sekunder. Analisis dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima bagian utama yaitu bagian analisis citra landsat, analisis data topografi, analisis sistem lahan, analisis curah hujan, dan analisis kesesuaian lahan.

(14)
(15)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JAMBU BIJI

(PSIDIUM GUAJAVA) DI KABUPATEN BOGOR DENGAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Departemen Tanah Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ALVANE SULTANA HAKIM

A24102041

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBER

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Skripsi : Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji

(Psidium Guajava) di Kabupaten Bogor dengan

Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Nama Mahasiswa : ALVANE SULTANA HAKIM

Nomor Pokok : A24102041

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Dr.Ir. Atang Sutandi, M.Si

NIP. 131 667 780 NIP 130 937 427

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr.

NIP. 131 124 019

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Takengon, Aceh Tengah, 12 Oktober 1984, merupakan putra pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Miko Salman dan Ibu Rahimah.

Penulis memulai pendidikan di MIN 1 Takengon pada tahun 1991, lalu berpindah sekolah di SD Negeri 1 Pajeleran, Cibinong dan lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Cibinong dan lulus pada tahun 1999. Dan pada tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibinong.

(18)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, sehat, rahmat, dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis mampu melewati tahap demi tahapan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah melakukan penelitian dengan skripsi berjudul “Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji (Psidium Guajava) di Kabupaten

Bogor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Baba Barus dan Bapak Atang Sutandi selaku pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Darmawan selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Budi Nugroho selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan selama penulis belajar di Institut Pertanian Bogor.

4. Bapak, Mama, dan adikku Alvi yang memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang senantiasa ditujukan kepada penulis selama ini.

5. Semua staf dan teman-teman di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, teman-teman seperjuangan Soiler’s dan semua pihak terkait lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kenangan tak terlupakan yang telah kita lalui bersama.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkannya. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena mengingat masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, Juni 2009

(19)
(20)
(21)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan... 6.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Data Curah Hujan Rata-rata Kabupaten Bogor... Data yang digunakan... Parameter yang digunakan SLH dan SLtH... Warna, Tekstur dan Pola pada Citra Landsat... Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan tanaman Jambu Biji... Luasan Area Kesesuaian Lahan...

(23)
(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. 2. 3. 4. 5.

6.

Data Luas SLH dan SLtH... Peta Elevasi Kabupaten Bogor... Peta Jumlah Tanaman Jambu Biji Kabupaten Bogor Tahun 2005... Sifat fisik dan kimia dari lokasi pengambilan sampel... Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji Kabupaten Bogor (GPS)... Potensi Pengembangan Tanaman Jambu Biji di Kabupaten Bogor...

36 37 37 38

(25)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Iklim tropis, kisaran ketinggian, tempat yang luas dan tanah yang subur, menyebabkan Indonesia merupakan tempat yang baik untuk pembudidayaan bermacam-macam komoditi pertanian. Salah satunya adalah komoditi hortikultura yang terdiri dari sayuran, tanaman hias, tanaman obat, dan buah-buahan. Tanaman obat dan buah-buahan adalah bahan makanan penting yang diperlukan oleh manusia karena merupakan sumber utama vitamin dan mineral yang berperan sebagai zat pembangunan dan pengatur proses dalam tubuh.

Tanaman obat kini sedang digemari masyarakat karena memiliki kegunaan yang cukup banyak, selain untuk mengobati berbagai penyakit, tanaman obat ini juga dapat digunakan sebagai usaha peningkatan ekonomi bagi para petani. Sebagai contoh adalah tanaman jambu biji dengan bagian daunnya dapat dibuat obat diare dan mengandung berbagai macam komponen yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit demam berdarah dengue (DBD), selain itu juga buahnya dapat kita jual serta digunakan sebagai bahan dalam pembuatan jus, selai, dll. Oleh karena itu tanaman jambu biji yang semula hanya sebagai tanaman pekarangan sekarang sudah banyak diusahakan secara komersial sebagai perkebunan.

Jambu biji (Psidium guajava), merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup populer. Digemari orang karena rasa dan aromanya yang enak, mudah didapat dengan harga relatif murah, dan jambu biji dapat berproduksi sepanjang tahun di berbagai kondisi lingkungan. Produksi buah-buahan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun sepanjang tahunnya, hal tersebut dikarenakan peralihan lahan pertanian menjadi pemukiman dan konversi lahan ke tanaman-tanaman lainnya, oleh karena itu perlu dipetakannya daerah pertanian karena dapat membantu dalam pengambilan keputusan untuk konversi lahan.

(26)

2

Meminum obat tradisional atau jamu sudah menjadi kebiasaan dan khasiatnya diyakini ampuh sejak zaman nenek moyang. Apalagi jika obat-obatan itu didukung pengemasan yang baik, mudah didapat, dan harganya murah. Hal ini merupakan salah satu tantangan dan misi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang saat ini berjalan untuk mengembangkan tanaman obat asli Indonesia menjadi obat yang terstandarisasi, sehingga derajatnya sama dengan obat konvensional yang sering diresepkan oleh dokter.

Dalam hal tersebut pertama-tama perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi ini berperan dalam pengembangan budidaya tanaman Jambu biji pada lahan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga pengembangannya lebih efektif dan efisien. Kriteria Kesesuaian Lahan yang digunakan berasal dari hasil penelitian Pusat Biofarmaka, IPB bekerjasama dengan BPOM. Kemudian kriteria tersebut dipakai untuk memetakan kelas kesesuaian lahan tanaman jambu biji di Kabupaten Bogor.

Untuk dapat melihat kondisi penggunaan lahan yang mendekati kondisi saat ini maka pada penelitian ini digunakan Citra Landsat TM 7 2005. TM 7 atau sensor Landsat Band 7 (10.40 sampai 12.50 µm) memiliki karakteristik untuk identifikasi dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi, kelembapan tanah dan kondisi-kondisi termalnya (Lillesand dan Kiefer, 1994).

(27)

3

Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial dengan seperangkat operasi kerja dan juga dapat menyimpan data non-spasial. Dengan sistem ini analisis menggunakan data yang besar dan penggunaan data yang berulang-ulang akan lebih mudah dan cepat, apalagi bila diperlukan analisis yang lebih kompleks.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini:

1. Memetakan kesesuaian lahan untuk tanaman Jambu biji (Psidium guajava) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Evaluasi kesesuaian lahan dengan kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3. Evaluasi lokasi sentra tanaman Jambu biji (Psidium guajava) dengan kondisi kesesuaian lahan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

1.2. Hasil

Produk yang dihasilkan penelitian ini:

1. Peta Kelas Kesesuaian Lahan tanaman Jambu biji (Psidium guajava) di Kabupaten Bogor.

(28)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Jambu biji

2.1.1. Batang

Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak. Tingginya dapat mencapai 3-10 m. Umumnya umur tanaman jambu biji hingga sekitar 30-40 tahun. Batang jambu biji memiliki ciri khusus, diantaranya berkayu keras, liat, tidak mudah patah, kuat dan padat. Kulit kayu tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Batang dan cabang-cabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan (Parimin, 2005).

Sedangkan pada batang yang masih muda berbentuk segi empat, berwarna hijau atau merah muda. Kayu jambu biji termasuk kayu yang halus, liat dan tidak mudah patah (Rismunandar, 1981).

2.1.2. Daun

Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat langsing atau bulat oval dengan ujung tumpul atau lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda, merah tua dan hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada yang halus mengilap dan halus biasa. Tata letak daun saling berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm dan lebar 3-6 cm. Sementara panjang tangkai daun berkisar 3-7 mm (Parimin, 2005).

Ada korelasi antara bentuk daun dengan bentuk buahnya. Jambu biji yang berdaun kecil biasanya mempunyai buah kecil (jambu kerikil). Jika bentuk daunnya bulat maka buahnyapun bulat, sedang pada pohon yang berdaun panjang dan agak lancip, berbuah seperti bentuk buah pear (Reza, 1982).

2.1.3. Bunga

(29)

5

2.1.4. Buah

Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit buah berwarna hijau saat muda dan berubah kuning muda mengilap setelah matang. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang kuning saat muda dan berubah menjadi kuning belang-belang saat matang. Ada pula yang berkulit merah saat muda dan merah tua saat tua. Warna daging umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta merah tua. Aroma buah biasanya harum saat buah matang (Parimin, 2005).

2.1.5. Biji

Biji jambu biji pada umumnya cukup banyak, meskipun ada beberapa jenis buah yang berbiji sedikit bahkan tanpa biji. Umumnya, buah jambu yang berbiji bentuknya lebih sempurna dan simetris, sesuai karakter jenisnya. Sementara bentuk buah jambu tanpa biji relatif tidak beraturan. Buah jambu tanpa biji tersebut terbentuk tanpa penyerbukan (Parimin, 2005).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jambu biji

Jambu biji merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah sub tropis dengan intensitas curah hujan yang sesuai antara 1000-2000 mm/th dan merata sepanjang tahun. Dapat tumbuh berkembang dan berbuah optimal pada suhu sekitar 22-28 oC di siang hari. Jambu biji dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Kondisi media perakaran yang disukai jambu biji adalah subur dan gembur serta banyak mengandung N dan bahan organik. Tekstur tanah yang ideal adalah liat dan sedikit pasir. Jambu biji dapat beradaptasi pada selang pH yang lebar yaitu 4,5 sampai 8,2. Jambu biji menyebar dan tumbuh subur di daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 5-1200 m dari permukaan air laut (Tim Biofarmaka IPB, 2006).

2.3. Pengembangan Agrobisnis Tanaman Jambu biji

(30)

6

sekitar 50 ton/hektar dengan kepadatan tanaman 416 pohon. Sedangkan jenis yang dikehendaki sebaiknya berbiji sedikit atau tidak berbiji, ukuran buah besar, rasa manis tidak sepet dan warna buah menarik seperti warna merah, kuning, dan putih (Ashari, 1995).

2.4. Kesesuaian Lahan dan Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu, sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Menurut Djaenudin et al., 2003 struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:

Ordo: Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai(N).

Kelas: Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan Sesuai Marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan kedalam kelas-kelas.

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial. Dalam SIG, data dipelihara dalam bentuk digital. Sistem ini merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005).

2.6. Citra Landsat

(31)

7

Citra komposit merupakan suatu citra gabungan 3 band misalnya band 1,2 dan 3 (True color) band 2,3 dan 4 (False color). Hasil ketiga band ini diproyeksikan menjadi suatu citra yang disebut citra komposit berwarna (Lillesan dan Kiefer, 1994).

Citra komposit berkemampuan lebih baik dalam membedakan air, tanah dan vegetasi. Hal ini disebabkan karena ke 3 objek tersebut memberikan kesan warna yang berbeda dan secara visual mudah dibedakan (Lillesan dan Kiefer, 1994).

2.7. Global Positioning System

(32)

8

III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

3.1. Letak Geografis

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia, dan secara geografis terletak antara 6o 19’-6o47’ Lintang Selatan, dan 106o1’-107o13’ Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kota Depok dan DKI Jakarta Sebelah Barat : Kabupten Lebak

Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang Sebelah Timur : Kabupaten Karawang Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur

(33)

9

3.2. Kondisi Fisik

3.2.1. Topografi

Kabupaten Bogor memiliki topografi yang semakin tinggi ke arah bagian selatan, dan semakin rendah ke arah utara. Dimana bagian selatan merupakan wilayah pegunungan, yaitu Gunung Salak dan Gunung Pangrango, sedangkan bagian utara menuju daerah Pantai Utara Pulau Jawa.

Wilayah Kabupaten Bogor memiliki ketinggian keseluruhan antara 25-2250 meter diatas permukaan laut. Dengan data perbedaan ketinggian tersebut, maka didapat bentuk tiga dimensi bentang lahan Kabupaten Bogor.

Berdasarkan Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2002, sebanyak 232 desa berada pada ketinggian tempat di bawah 500 m dpl, 144 desa berada pada ketinggian tempat di antara 500-700 m dpl, dan sisanya 49 desa berada pada ketinggian tempat diatas 500 m dpl.

3.2.2. Jenis Tanah

Penentuan jenis tanah pada wilayah Kabupaten Bogor didasarkan pada penggunaan peta LandSystem yang bersumber dari PPT, dimana terdapat sembilan jenis tanah dari yang terluas, yaitu Dystropepts, Paleudults, Eutropepts, Dystrandepts, Tropudalfs, Tropudults, Tropaquepts, Rendolls dan Vitrandepts. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

3.2.3. Sistem Lahan

Terdapat 23 Sistem Lahan di Kabupaten Bogor, dengan yang terluas adalah sistem lahan Jakarta (JKT). Sistem lahan ini terletak di bagian utara Kabupaten Bogor secara umum daerah ini relatif lebih datar, dengan litologi yang berasal dari deposit alluvial, dan daerah ini dominan memiliki tanah Paleudults.

Lalu sistem lahan terluas kedua adalah Bukit Balang (BBG) dengan letak menyebar di bagian timur dan barat Kabupaten Bogor dan memiliki ciri umum berasal dari basaltic volcanic. Litologinya BBG didominasi oleh batuan basalt, dan jenis tanahnya didominasi oleh tanah Dystropept.

(34)

10

Menurut litologinya BTK didominasi oleh batuan basalt, sedangkan jenis tanahnya didominasi Dystropept. Informasi spasialnya dapat dilihat pada Peta Land System Kabupaten Bogor Gambar 2.

3.2.4. Iklim dan Curah Hujan

Kabupaten Bogor terkenal dengan sebutan sebagai kota hujan, hal ini dikarenakan tingginya curah hujan di Kabupaten Bogor. Curah hujan yang digunakan berasal dari BPPT tahun 2001 berkisar antara 1.919-5.074 mm/tahun. Informasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.

(35)

11

Tabel 1. Data Curah Hujan Rata-rata Kabupaten Bogor

! ! "# $

! " # $ %& '!

( $ ) % * +

$ , *

-) $ .

)

/ , 0

') * / * /

(36)

12

! ! "# $

/ 2

- !

% ! 3

# 4

3 !

5 %%

1 + %

) *

% !

, 1 % !

(37)

13

IV. BAHAN DAN METODE

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Kartografi untuk analisis data yang dimulai pada bulan Juni 2006 sampai November 2007 dengan evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji (Psidium guajava) di Kabupaten Bogor.

4.2. Bahan dan Alat

1. Bahan yang digunakan antara lain :

o Peta topografi skala 1:25.000, untuk Kabupaten Bogor produksi Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).

o Peta RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration) Skala 1:250.000, di produksi oleh ODA UK dan Departemen Transmigrasi RI, untuk pengembangan daerah transmigrasi.

o Data analisis kesuburan tanah tanaman jambu biji di Kabupaten Bogor (Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB, 2006)

o Citra Landsat ETM 7 2005

o Data Curah Hujan, sumber BPPT tahun 2001

Tabel 2. Data yang digunakan

Data Sumber Data Tujuan Penggunaan Data Keterangan

Peta Topografi Bakosurtanal Pembuatan peta digital administrasi, jalan,

penggunaan lahan, kontur.

Skala 1:25.000 Kab. Bogor Peta Sistem Lahan Peta RePPProT Mengetahui data geologi

dan tanah di Kab. Bogor

Skala Data Curah Hujan BPPT tahun 2001 Mengetahui Curah Hujan

(38)

14

2. Alat yang digunakan terdiri dari peralatan laboratorium yang terdiri dari :

o Perangkat Keras : Separangkat komputer, GPS dan printer.

o Perangkat lunak : Arc View GIS 3.2, Erdas Imagine8.6, dan Microsoft office.

4.3. Metode Penelitian

Metode pelaksanaan penelitian menggunakan Sistem informasi Geografis terdiri dari dua tahap yaitu tahap pengumpulan data, dan analisis data.

4.3.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditujukan untuk mendapat informasi kondisi umum lokasi penelitian dan karakteristik tanaman obat. Data yang dikumpulkan berupa peta topografi, peta sistem lahan, citra satelit (Landsat ETM + 7), dan data curah hujan. Selain itu juga terdapat data tanah dan biokimia dari sampel tanah.

4.3.2. Analisis data

Analisis data dibagi ke dalam lima bagian utama yaitu bagian analisis citra landsat, analisis data topografi, analisis sistem lahan, analisis curah hujan, dan analisis kesesuaian lahan. Masing-masing bagian terdiri dari beberapa tahapan.

4.3.2.1. Analisis Citra Landsat

Analisis ini secara umum dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagine 8.6. Kegiatan utama yang dilakukan pada analisis citra digital adalah koreksi geometrik, klasifikasi, dan pengecekan lapang. Koreksi geometrik dilakukan dengan cara menyesuaikan koordinat suatu daerah yang sama antara citra yang telah terkoreksi dengan citra yang belum terkoreksi. Semakin banyak dan merata titik kontrol maka akan semakin baik hasil koreksi geometriknya. Pada penelitian ini tidak dilakukan koreksi geometrik karena citra yang ada telah terkoreksi geometriknya.

(39)

15

Proses terakhir yang dilakukan adalah pengecekan lapang. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kesalahan hasil klasifikasi dan mengecek kebenaran pada lokasi yang masih meragukan. Pada penelitian ini cek lapang lebih ditujukan untuk mencari area kebun jambu biji, dan area kebun jambu biji dominan terdapat pada penggunaan lahan kebun campuran.

4.3.2.2. Analisis Data Topografi

Analisis ini dilakukan untuk mempersiapkan peta administrasi dan peta kelas lereng dengan menggunakan perangkat lunak Arc view 3.2.

• Peta administrasi Kabupaten Bogor

Dilakukan dengan menggunakan metode dissolve untuk mendapatkan batas kecamatan berdasarkan peta topografi Kabupaten Bogor.

• Peta Kelas Lereng

Dalam pembuatan peta kelas lereng terdapat beberapa tahap. Pertama perlu dilakukan pengaktifan extension spatial analyst, 3D analyst dan Model Builder. Kemudian data topografi berupa garis kontur diubah menjadi Model Elevasi Digital (Digital Elevation Model/DEM) sehingga terlihat bentukan tiga dimensi Kabupaten Bogor (Hal ini dapat dilihat pada gambar 3). Proses DEM tersebut dilakukan dengan menggunakan metode TIN (Triangulated Irrregular Network) dengan memilih Surface-Create TIN from features kemudian masukkan interval kontur sebagai

height source.

Setelah itu data dari bentuk TIN dikonversikan menjadi bentuk Grid dengan cara pilih Theme (Convert to Grid). Konversi data tersebut merupakan proses perubahan data spasial yang berbentuk titik, garis dan poligon kedalam bentuk susunan sel yang mempunyai nilai. Kemudian gunakan Model Builder - Add Process

(40)

16

Gambar 3. Peta Digital Elevation Model Kabupaten Bogor

Peta kelas lereng yang akan digeneralisasi harus diubah terlebih dahulu dari bentuk Grid menjadi shapefile, dengan cara pilih Theme (Convert to Shapefile) kemudian edit peta lereng sesuai dengan kelas kemiringan lerengnya. Peta Kelas lereng dapat dilihat pada Gambar 4.

4.3.2.3.Analisis Sistem Lahan

(41)

17

Dystropepts, Paleudults, Eutropepts dan Dystrandepts. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Peta Kelas Lereng Kabupaten Bogor

4.3.2.4. Analisis Curah Hujan

Analisis curah hujan dalam penggunaannya sangat berkaitan erat dengan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan atau dapat dikatakan sebagai faktor pembatas untuk tanaman jambu biji. Analisis ini lebih difokuskan pada pembuatan peta curah hujan dengan menggunakan software Arc View 3.3 dan terdapat dua metode dalam analisis ini yaitu dengan metode poligon Thiessen

dan Interpolasi Titik.

Menurut Baba Barus dan U.S. Wiradisastra, 2000 Poligon Thiessen

(42)

18

Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor

Oleh karena itu sebelum pembuatan peta curah hujan terlebih dahulu kita membuat point yang berisikan koordinat masing-masing stasiun curah hujan yang ada di Kabupaten Bogor. Kemudian aktifkan terlebih dahulu

Extension BAPDEDAL Tool, setelah itu pilih Spatial Model Utility, dan Make Thiessen Polygon untuk mengubah data titik menjadi poligon Thiessen. Peta curah hujan menggunakan poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 6.

Interpolasi adalah prosedur untuk menduga nilai-nilai yang tidak diketahui dengan menggunakan nilai yang diketahui pada lokasi yang berdekatan. Titik-titik yang berdekatan (bertetangga) tersebut dapat berjarak teratur atau tidak.

(43)

19

dalam hal membuat batasan interval, sehingga klasifikasi data curah hujan dapat sesuai dengan parameter yang diinginkan.

Gambar 6. Peta Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Kabupaten Bogor

Sama seperti poligon Thiessen pembuatan interpolasi titik juga menggunakan point yang berisikan koordinat masing-masing stasiun curah hujan yang ada di Kabupaten Bogor dan wilayah sekitarnya. Setelah point

diaktifkan kemudian kita aktifkan juga Model Builder, dengan operasi pilihan menu add processdata conversionpoint interpolation, dan dalam proses masukkan interval sesuai dengan data curah hujan yang dibutuhkan. Peta curah hujan menggunakan interpolasi titik dapat dilihat pada Gambar 7.

4.3.2.5. Analisis Kesesuaian Lahan

(44)

20

tempat Kabupaten Bogor sehingga didapat data Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB, 2005.

Peta satuan lahan ini dibuat berbasis data sekunder dengan konsep satuan kehomogenan biofisik dan biokimia. Data sekunder peta satuan lahan disini merupakan gabungan dari data peta kelas lereng, peta sistem lahan, dan peta curah hujan. Kemudian peta satuan lahan ini dikembangkan menjadi Satuan Lahan Homogen (SLH) dan Satuan Lahan tidak Homogen (SLtH).

Satuan Lahan Homogen (SLH) didapatkan dengan menggunakan data analisis kesuburan tanah, sehingga Satuan Lahan Homogen tidak hanya memiliki data biofisik wilayah penelitian, tetapi juga memiliki data biokimia atau data mengenai kesuburan tanah yang berasal dari titik sampel. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen didapatkan dari tumpang tindih data peta kelas lereng, peta sistem lahan, dan peta curah hujan. Poligon dengan parameter yang sama/homogen akan dikelompokkan menjadi satu satuan lahan, dan parameter yang tidak sama dikelompokkan terpisah.

Didalam peta satuan lahan terdapat informasi berupa sifat fisik tanah dan sifat lingkungan daerah penelitian sehingga dapat dibandingkan dengan syarat pertumbuhan tanaman jambu biji dalam menentukan kelas kesesuaian lahannya. Parameter yang dimiliki Satuan Lahan Homogen yaitu rata-rata suhu tahunan, elevasi, bulan basah, bulan kering, drainase tanah, tekstur, kedalaman solum, KTK, pH, C-organik, N total, batuan permukaan, P2O5,

K2O, dan lereng. Sedangkan Satuan Lahan tidak Homogen memiliki

parameter rata-rata suhu tahunan, elevasi, bulan basah, bulan kering, dan lereng. Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

(45)

21

Ketiga menggunakan peta penggunaan lahan yang digunakan sebagai pembanding kondisi atau untuk melihat keadaan penggunaan lahan yang mendekati sekarang. Sehingga dari gabungan peta kesesuaian lahan tanaman jambu biji dengan peta penggunaan lahan dapat dihasilkan peta evaluasi kesesuaian lahan tanamanjambu biji Kabupaten Bogor.

(46)

22

(47)

23

Peta Evaluasi Kesesuaian Lahan tanaman Jambu biji di Kabupaten Bogor

Gambar 8. Diagram Alir Penelitian

Investigasi (Cek Lapang)

Pengumpulan Data

(48)

24

V. PEMBAHASAN

5.1 Analisis Citra Digital

Pembuatan area contoh (training site) dilakukan dengan pengamatan visual berdasarkan karakteristik objek dari citra landsat. Untuk memudahkan pengamatan visual dalam mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra Landsat maka digunakan kombinasi band 542 (RGB). Kombinasi band 542 (IM-dekat, IM sedang dan biru) memiliki kekontrasan yang tinggi sehingga memudahkan analis untuk membedakan penutupan/penggunaan lahan.

Interpretasi dilakukan dengan menggabungkan unsur rona, tekstur, pola dan lingkungan (site). Peta topografi dan informasi lapang praanalisis dapat dijadikan referensi dalam interpretasi objek. Dari hasil pengamatan visual, Kabupaten Bogor memiliki penutupan/penggunaan lahan berupa hutan, kebun campuran, karet, ladang, permukiman, sawah, semak, tanah terbuka, kebun teh dan tubuh air (sungai, setu dan danau). Pada citra Landsat terdapat adanya gangguan berupa awan dan bayangan awan yang menutup sebagian kecil penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Bogor. Interpretasi setiap unsur warna, tekstur dan pola pada citra Landsat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Warna, Tekstur dan Pola pada Citra Landsat

Penutupan atau Permukiman merah keunguan halus terkonsentrasi Rumput hijau kekuningan halus terkonsentrasi

Sawah tanam hijau biru-ungu kasar terkonsentrasi

Sawah tergenang biru-ungu kasar terkonsentrasi

Kebun Teh hijau halus terkonsentrasi

Tambak biru kehitaman kasar terkonsentrasi Tanah Terbuka hijau merah kekuningan halus menyebar Tubuh Air biru halus terkonsentrasi

(49)

25

Gambar 9. Peta Citra Landsat TM7 Kabupaten Bogor

(50)

26

5.2 Penggunaan SIG dalam Penentuan Satuan Lahan

Pada penelitian ini satuan lahan diperoleh dari hasil tumpang tindih antara data topografi (peta kelas lereng dan peta administrasi), peta tanah dengan sumber peta sistem lahan (landsystem), dan peta curah hujan. Peta curah hujan dibuat dari data curah hujan rata-rata Kabupaten Bogor. Curah Hujan di Kabupaten Bogor memiliki nilai yang cukup tinggi sehingga dominan dikelaskan menjadi sesuai marginal dan tidak sesuai, namun hal tersebut dapat diatasi dilapangan oleh masyarakat seperti membuat saluran air dan penanaman didaerah yang relatif bergelombang.

Didalam penelitian ini peta jenis tanah dibuat dari peta sistem lahan yang mengandung informasi mengenai jenis tanah dan analis menggunakan jenis tanah yang dominan. Peta sistem lahan yang digunakan memiliki skala 1:250.000 dengan sumber data berasal dari Peta RePPProt di produksi oleh ODA UK dan Departemen Transmigrasi RI, untuk pengembangan daerah transmigrasi.

Gabungan dari keempat peta ini menghasilkan data berupa data spasial dan data atribut berupa satuan lahan dari kualitas fisik lahan. Informasi pada peta satuan lahan berupa data kemiringan lereng, jenis tanah, sistem lahan dan batas administrasi sampai tingkat desa.

Kemudian satuan lahan digabungkan dengan data titik sampel, sedangkan didalam titik sampel sendiri terdapat data kesuburan tanah yang terdiri dari sifat fisik dan kimia tanah sehingga membentuk peta Satuan Lahan Homogen (SLH). Sedangkan data yang tidak memiliki data titik sampel dari kesuburan tanah disebut sebagai Satuan Lahan tidak Homogen (SLtH). Daerah titik sampel dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2.

(51)

27

5.3 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan berguna untuk mengetahui apakah penggunaan sumberdaya lahan dapat berlangsung dengan baik atau tidak. Dalam hal ini tipe penggunaan lahannya adalah untuk tanaman obat jambu biji. Untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan, pada masing-masing attribut peta satuan lahan dibandingkan dengan kriteria klas kesesuaian lahan. Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji dapat dilihat pada Tabel 5.

Untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan, pada masing-masing atribut peta satuan lahan dibandingkan dengan kriteria kesesuaian lahan. Didalam kriteria ini tidak semua parameter digunakan seperti LGP (Length growth period), kejenuhan Al (%), dan singkapan batuan (%), hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan data.

(52)

28

Parameter rata-rata suhu tahunan (0C). Suhu dapat didefinisikan secara mikrokoskopik berkaitan dengan gerakan molekul sedemikian rupa sehingga makin besar kecepatan molekul makin tinggi suhu. Secara makroskopik suhu suatu benda dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan benda tersebut (Prawirowardoyo, 1996). Menurut hasil klasifikasi, suhu yang tidak sesuai untuk tanaman Jambu Biji di Kabupaten Bogor lebih banyak terdapat di daerah dataran tinggi dan pegunungan.

Tabel 5. Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan tanaman Jambu Biji

Kualitas Lahan

- Length Growth Period-LGP (hari)

1000-2000

C= clay (liat); L= loam (lempung); S= sand (pasir); Si= Silt (debu); vfc= very fine clay= liat sangat halus; SL= sandy loam (lempung berpasir); LS= loamy sand (pasir berlempung); SCL= lempung liat berpasir; SiCL=lempung liat berdebu; CL= lempung berliat; Str-C= liat berstruktur; Cl= lempung berliat; SC= liat berpasir; SiC= liat berdebu

(53)

29

Parameter Elevasi (m dpl) menggambarkan topografi dari Kabupaten Bogor. Berdasarkan ketinggian yang terdapat pada peta topografi atau garis kontur Kabupaten Bogor, secara umum daerah ini berada pada ketinggian antara 25-2200 m dpl. Sehingga terdapat daerah yang tidak sesuai terutama di sekitar daerah Gunung Salak dan Pangrango. Peta Elevasi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bulan basah (>200 mm) dan bulan kering (<100mm) digunakan dalam melihat ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman jambu biji. Data bulan basah dan bulan kering diperoleh dari data yang terdapat pada Peta Sistem Lahan. Untuk ketersediaan air pada bulan kering sebenarnya dapat ditanggulangi dengan adanya penyiraman secara berkala.

Media perakaran (r) dilihat dari parameter drainase tanah, tekstur, dan kedalaman solum. Untuk tekstur didominasi oleh liat, dengan drainase baik, dan kedalaman solum yang cukup dalam di daerah yang rendah. Di daerah dataran tinggi kedalaman solum biasanya terbatas oleh adanya batuan permukaan dan bahan induk tanah. Sebagai contoh adalah titik sampel BG17/JMB/4 dengan faktor pembatas kedalaman solum mencapai 70 cm, sehingga daerah tersebut menjadi sesuai marginal untuk media perakaran tanaman Jambu biji.

Retensi hara (f) dilihat dari parameter KTK, pH, dan C-organik (%). Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah yang tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation basa Ca, Mg, K, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. KTK dan pH bukan merupakan faktor pembatas untuk titik sampel BG3/JMB/1 dan BG14/JMB/2 karena pada KTK liat terdapat pada 12-20% dan pH teradapat pada 5,4-6,2 yang masuk kedalam kelas S2.

Hara tersedia (h) dilihat dari parameter Total N, P2O5, dan K2O.

Ketersediaan N-Total, P2O5 dan K2O bukan merupakan faktor pembatas pada titik

sampel, karena N-Total ketersediannya lebih dari 0,20%. Sedangkan nilai P2O5

pada titik BG3/JMB/1 terdapat diantara 5-10 ppm atau sebesar 6,8 ppm, dan untuk K2O memiliki nilai sebesar 0,38 me/100g. Sedangkan titik sampel BG14/JMB/2

memiliki nilai K2O sebesar 0,48 me/100g atau diantara 0,28-0,52 me/100g,

(54)

30

Kondisi medan/terrain (m) dengan parameter lereng (%) dan batuan permukaan. Secara umum daerah Kabupaten Bogor dominan memiliki kelas kemiringan lereng yang datar sampai dengan berbukit. Karena pada titik sampel kemiringan lereng mencapai 30%, hal ini menjadi faktor pembatas titik BG3/JMB/1 dan BG17/JMB/4. Sebagai contoh adalah titik sampel BG17/JMB/4 dengan faktor pembatas batuan permukaan 40%, sehingga daerah tersebut menjadi sesuai marginal. Untuk kemiringan lereng yang mencapai 30% atau lebih dapat diatasi dengan pembuatan teras atau guludan dilapangan.

Setelah semua kriteria klasifikasi penggunaan lahan telah diperbandingkan dengan data yang ada, maka didapatkan kelas kesesuaian lahan sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N). Peta kesesuaian lahan dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji di Kabupaten Bogor kelas kesesuaian lahan S1 memiliki luas sebesar 2,40 %, S2 (S2w, S2tw, S2mw, S2mwt, S2m, S2mt) sebesar 12,82 %, S3 (S3w, S3mw, S3emw, S3mtw, S3tw, S3e, S3m, S3em) sebesar 50,82 %, dan N sebesar 33,96%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji ini dikembangkan dari peta penggunaan lahan hasil klasifikasi citra Landsat TM 7 yang ditumpangtindihkan dengan peta kesesuaian lahan, dimana daerah permukiman, tubuh air, dan hutan dikelaskan menjadi klas tidak sesuai (N), karena daerah tersebut tidak sesuai bila dikonversikan menjadi tempat pengembangan tanaman jambu biji. Peta Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan investigasi lapang pada sentra kebun tanaman jambu biji, lebih dominan ditemukan pada kelas kesesuaian lahan S3 dengan ada sekitar 17 titik lokasi, S2 ada 1 titik lokasi, dan N ada 4 titik lokasi. Sentra tanaman jambu

Kesesuaian Lahan Luasan (ha) %

N 99.727,922 33,96

S1 7.065,326 2,40

S2 37.650,770 12,82

S3 149.250,679 50,82

Total luasan 293.694,697 100

(55)

31

biji ini dapat diketahui melalui data monografi pertanian dan kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2005. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Selain itu pengambilan titik ini diasumsikan dengan semakin banyaknya tanaman jambu biji yang tumbuh disuatu lahan maka dapat dikatakan lahan tersebut sesuai untuk tanaman jambu biji. Jadi dengan adanya data cek lapang dan peta evaluasi kesesuaian lahan tersebut, maka peta evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji Kabupaten Bogor yang telah dibuat pada penelitian ini dapat dianggap sesuai dengan realita dilapangan. Peta evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji dengan data point GPS dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 12. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji Kabupaten Bogor

(56)

32

5.4. Keterbatasan Data

Kemungkinan kesalahan dalam pembuatan peta dapat terjadi pada saat penetapan titik sampel yang tidak tepat pada peta. Sehingga mengakibatkan kesalahan memasukkan data atau informasi kedalam atribut. Karena tiap poligon memiliki informasi yang cenderung berbeda. Penetapan titik sampel dalam penelitian ini berdasarkan tanda pada peta rupa bumi yang dibawa saat kelapang.

Proses pada pembuatan peta kelas lereng terdapat generalisasi pada saat mendigitasi data yang dirubah dari bentuk grid menjadi bentuk raster. Generalisasi data juga terjadi pada klasifikasi Citra Landsat TM 7, dimana poligon-poligon penggunaan lahan kecil yang tidak beraturan digeneralisasi dengan penggunaan lahan tetangganya agar lebih homogen.

Proses tumpang tindih dipengaruhi hasil dari digitasi, bila terdapat kesalahan pada saat digitasi maka dapat menimbulkan poligon-poligon kecil yang memiliki informasi tidak lengkap.

(57)

33

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

1. Secara umum tanaman jambu biji dapat dikembangkan di Kabupaten Bogor. Walaupun S1 hanya ada 2,40% atau 7.065,326 ha tetapi daerah tersebut cukup luas bila digunakan dalam membudidayakan tanaman jambu biji. Selain itu terdapat kelas kesesuaian lahan S2 seluas 37.650,770 ha dengan faktor pembatas curah hujan dengan ketersediaan air yang berlebih, kondisi medan/terain dan temperatur. Sedangkan kelas kesesuaian lahan S3 memiliki luas 149.250,679 ha dengan faktor pembatas curah hujan dengan ketersediaan air yang berlebih, kondisi medan/terain, temperatur dan elevasi.

2. Berdasarkan data titik sampel kesuburan tanah dan investigasi lapang pada sentra kebun tanaman jambu biji, lokasi pengambilan sampel didominasi oleh kelas kesesuaian S3 dengan faktor pembatas curah hujan dengan ketersediaan air yang berlebih dan kondisi medan/terain. Hal tersebut dapat diatasi dengan pembuatan saluran air, teras dan guludan, sehingga kelas kesesuaian lahan dapat menjadi S2.

3. Penyajian data spasial dan non spasial hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman jambu biji dapat diproses dan disimpan dengan perangkat lunak yang berbasis Sistem Informasi Geografis.

6.2. Saran

(58)

34

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S.1995. Hortikultura: Aspek Budidaya, hlm. 305-311. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Bakosurtanal,1999. Peta Rupa Bumi berbagai lembar Kabupaten Bogor.

Barus, B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan 128 diagram. Studio Teknologi Informasi Spasial. Bogor.

Barus, B dan U. S, Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografis. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2004/2005. Kabupaten Bogor dalam

Angka 2004/2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas

Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Bappeda dan BPS. 2002. Kabupaten Bogor dalam Angka. Penerbit BPS Kabupaten Bogor dan Bappeda Bogor.

Bappeda. 2005. Laporan Akhir: Penyusunan Masterplan Kawasan Agropolitan Kabupaten Bogor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kabupaten Bogor, 2005. Bappeda Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2005. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2005. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Lillesand, T.M., dan Kifer R. W. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mulya, S.P. 2006. Evaluasi Kesesuaian Lahan Otomatis Untuk Beberapa Komoditas Pertanian Menggunakan Automated Land Evaluation System (ALES) di SKP Rantaupandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Skripsi S1. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Intitut Pertanian Bogor.

Nopelina, I. 2006. Studi Pemetaan Tanaman Obat Temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb.) dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis: Studi Kasus di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Skripsi S1. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Intitut Pertanian Bogor.

(59)

35

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB Bandung

Primayuda, A. 2006. Pemetaan Daerah Rawan dan Resiko Banjir menggunakan Sistem Informasi Geografis: Studi Kasus KabupatenTrenggalek, Provinsi Jawa Timur. Skripsi S1. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. RePPProT. 1990. Peta Land System RePPProT Pulau Jawa.

ODA-Bakosurtanal-Departemen Transmigrasi.

Sujiprihati, S. 1985. Studi Keragaman Berbagai Sifat Agronomis dan Pola Pembungaan/ Pembuahan Jambu Bangkok. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Susilowati. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu biji di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Tim Biofarmaka IPB. 2006. Studi Pemetaan Tanaman Obat di Sentra Produksi

(60)

36

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Data Luas SLH dan SLtH

KETERANGAN SLH & SLTH Luas (Ha)

(BG14/JMB/2) Curah Hjn SLH 503.838

(BG17/JMB/4) Crh Hjn,lerng,kdlmn solum,batuan prmukaan SLH 38.519

(BG3/JMB/1) Curah Hjn, lereng SLH 25.303

Bln bsh SLTH 2188.181

Bln bsh + Low_temp SLTH 419.391

Bln Kering + Low_temp SLTH 622.182

Curah Hjn SLTH 193998.706

Curah Hjn + Bln bsh SLTH 31625.691

Curah Hjn + elevasi SLTH 322.137

Curah Hjn + Lereng SLTH 19627.992

Curah Hjn + Lereng + Bln bsh SLTH 2540.952

Curah Hjn + Lereng + elevasi SLTH 7.824

Curah Hjn + Lereng + Low_temp SLTH 1005.585

Curah Hjn + Low Temp SLTH 8230.708

Lereng + Low_temp SLTH 2573.571

Lereng + Low_temp + elevasi SLTH 1192.350

Low_temp SLTH 11172.225

Low_temp + elevasi SLTH 480.905

Sesuai SLTH 7406.497

Grand Total 293154.878

Luas (Ha) Persentase

(61)

37

Lampiran 1. Peta Elevasi Kabupaten Bogor

(62)

38

Tabel Lampiran 2. Sifat fisik dan kimia dari lokasi pengambilan sampel

Sampel Tanaman BG3/JMB/1 BG14/JMB/2 BG17/JMB/4

Kabupaten Bogor Bogor Bogor

Kecamatan Tenjolaya Kota Bogor Barat Cariu

Desa Tapos I Babakan Sukarasa

Dusun Muara Kebun Biotrof Pangkalan

Koordinat

Jenis Tanah Ando Regosol - Troportent

(63)

39

Lampiran 3. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Jambu Biji Kabupaten Bogor (GPS)

Tabel Lampiran 3. Potensi Pengembangan Tanaman Jambu Biji di Kabupaten Bogor Kelas

Kesesuaian Lahan

Kecamatan Penggunaan Lahan Luas (Ha)

Luas (%) S1 Parung Panjang dan

Tenjo.

Awan 1,738 0,025

Kebun 308,793 4,371

Kebun Campuran 5.411,000 76,585 Ladang/Semak 1.190,702 16,853

Sawah Tanam 18,763 0,266

Sawah Tergenang 22,927 0,325

Tanah Terbuka 111,365 1,576

(64)

40

Bayangan awan 51,310 0,136

Kebun 1.739,050 4,619

Kebun Campuran 28.887,336 76,724

Kebun Karet 4,632 0,012

Ladang/Semak 5.558,230 14,763

Sawah Tanam 420,014 1,116

Sawah Tergenang 659,319 1,751 Tanah Terbuka 330,091 0,877

Total 37.650,770 100

Bayangan awan 825,157 0,553

Kebun 44.295,860 29,679

Kebun Campuran 73.047,007 48,942

Kebun Karet 514,840 0,345

Kebun Teh 405,775 0,272

Ladang/Semak 22.456,905 15,046

Rumput 1.312,187 0,879

Sawah Tanam 1.909,857 1,280 Sawah Tergenang 1.388,981 0,931 Tanah Terbuka 1.615,583 1,082

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Bogor
Gambar 2. Peta Sistem Lahan Kabupaten Bogor
Tabel 1. Data Curah Hujan Rata-rata Kabupaten Bogor
Tabel Kriteria
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini sebagaimana diterangkan di bagian hasil dan diskusi di atas menunjukkan bahwa material campuran Ca(OH)2 dan CaCO3 yang disintesis dari

Tujuan Perkuliahan : Mahasiswa dapat menjelaskan tentang tindakan preventif dan promotif pada autisme. Materi Pokok :

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2014

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2011

[r]

Kawasan ini merupakan pengembangan dari obyek wisata Pura Kehen dan Desa Wisata Pengelipuran, dimana pemerintah kabupaten Bangli telah melakukan

Vinky Rahman, MT Sebagai Ketua Jurusan Departemen Arsitektur dan Koodinator Studio Tugas Akhir Semester A TA.. Bapak Imam Faisal Pane, ST, MT Sebagai Sekretaris

Kegiatan inti pada setiap siklus dilakukan mengikuti fase- fase metode pembelajaran talking stick sesuai yang dikemukakan oleh Suprijono (2012) yaitu: 1) guru