KERAPATAN DAN KEAWETAN KAYU JATI (
Tectona grandis
L.f.) UNGGUL NUSANTARA TERDENSIFIKASI
NOVAN DANUWIHARDI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
NOVAN DANUWIHARDI. Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerapatan dan tingkat keawetan kayu jati cepat tumbuh (JUN) yang diawetkan dengan campuran boraks-natrium karbonat berkonsentrasi 2% dengan metode rendaman panas selama 5 jam dan langsung dipadatkan (densifikasi). Densifikasi dilakukan dengan mesin kempa bersuhu 150ºC dan tekanan 20 MPa dengan target pengurangan tebal sebesar 50% dari ukuran awalnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu hasil perlakuan memiliki kerapatan dan tingkat keawetan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu kontrol. Kerapatan kayu meningkat sebesar 67.92%, sedangkan keawetan kayu meningkat 6.90%. Keterawetan kayu JUN yang diteliti tergolong sedang dengan rata-rata retensi sebesar 19.55 kg m-3 dan rata-rata
penetrasi sebesar 2.30 cm atau 80%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa metode rendaman panas mampu meningkatkan keawetan kayu JUN dimana kerusakan kayu kontrol lebih parah dibandingkan kerusakan kayu yang diawetkan.
Kata kunci: JUN, kerapatan, pemadatan, pengawetan, Tectona grandis.
ABSTRACT
NOVAN DANUWIHARDI. Density and Durability of Densified Superior Teak (Tectona grandis L.f.) Wood. Supervised by IMAM WAHYUDI.
The aim of this research was focusing on quality evaluation of densified wood of faster grown teak (JUN) after treating with 2% of borax-sodium carbonic solution by hot soaking method for 5 hours in advance. Densification was conducted by hot-press at 150ºC and 20 MPa with thickness decreasing target of 50% from their initial size. The result showed that density and durability class of treated wood are greater than those of control wood. Wood density increases 67.92%, while weight loss decreases 6.90%. Furthermore, control wood has serious damages compared than treated wood. It can be concluded that treatability of JUN wood is moderate, with retention and penetration in averages are 19.55 kg m-3, and 2.30 cm or 80%, respectively. Hot soaking process applied was suitable
enough to improve wood quality of JUN.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
KERAPATAN DAN KEAWETAN KAYU JATI (
Tectona grandis
L.f.) UNGGUL NUSANTARA TERDENSIFIKASI
NOVAN DANUWIHARDI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi
Nama : Novan Danuwihardi NIM : E24100030
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah peningkatan mutu kayu, dengan judul Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona gandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga, serta teman-teman tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 1
Keawetan dan Pengawetan Kayu 1
Jati Unggul Nusantara 2
Densifikasi Kayu 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Penelitian dan Analisa Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kerapatan 6
Retensi dan Penetrasi 7
Kehilangan Berat dan Kriteria Keawetan Kayu 7
SIMPULAN DAN SARAN 8
Simpulan 8
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 9
LAMPIRAN 11
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi 4 2 Kriteria penilaian keragaan (keawetan) kayu dari serangan rayap tanah 5 3 Rata-rata nilai kerapatan kayu (g cm-3) kontrol dan perlakuan 6
4 Rata-rata kehilangan berat kayu (%) setelah uji kubur 8
DAFTAR GAMBAR
1 Penguburan contoh uji 5
2 Peletakan sampel uji kubur 5
3 Keragaan kayu setelah 3 bulan dikubur 8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 dimensi dan hasil uji kubur 11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu mewah yang banyak digunakan untuk memproduksi mebel. Namun sayang, ketersediaan kayu jati terutama yang berasal dari tegakan tua semakin terbatas. Akhir-akhir ini sebagian besar pengusaha mebel jati di pulau Jawa telah menggunakan kayu jati cepat tumbuh sebagai bahan baku. Kayu tersebut diperoleh dari hutan tanaman yang dikembangkan oleh masyarakat menggunakan bibit unggul dengan daur 5-7 tahun. Menurut Wahyudi et al. (2014), kayu jati unggul umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat secara umum kurang kuat, kurang awet dan kurang stabil.
Peningkatan kualitas kayu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengeringan, pengawetan, hingga memodifikasi kayu baik secara kimiawi atau hanya dengan menggunakan kempa panas (Hill 2006). Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya dilakukan secara terpisah. Mengingat peningkatan kualitas kayu dengan menggabungkan dua metode atau lebih belum pernah dilakukan terhadap kayu jati cepat tumbuh, maka dilakukanlah penelitian ini. Dalam penelitian ini, sebelum dipadatkan dengan kempa panas (thermal densification), kayu terlebih dahulu diawetkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas kayu jati unggul terpadatkan setelah lebih dahulu diawetkan, dengan membandingkan nilai kerapatan dan tingkat keawetannya dengan kayu kontrol.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi tentang peningkatan nilai kerapatan dan tingkat keawetan kayu jati unggul hasil perlakuan, dan metode peningkatan mutu yang dapat diterapkan pada kayu jati tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan dan Pengawetan Kayu
2
Keawetan kayu terkait dengan jenis dan banyaknya komponen bioaktif berupa zat ekstrakstif yang bersifat racun sehingga mengakibatkan kayu mampu menahan serangan organisme perusak. Pada umumnya kayu-kayu yang tergolong awet memiliki kandungan zat ekstraktif seperti tanin, alkaloid, saponin, phenol quinone dan damar yang lebih banyak dibandingkan kayu yang kurang awet (Tsoumis 1991).
Keterawetan kayu menunjukkan mudah tidaknya suatu jenis kayu dimasuki bahan pengawet. Menurut Martawijaya (1996), keterawetan kayu antara lain dipengaruhi oleh jenis kayu khususnya porositas dan kerapatan, umur pohon, dan posisi kayu dalam batang.
Salah satu bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengawetkan kayu adalah campuran boraks (Na2B4O7.10H2O) dan natrium karbonat (Na2CO3).
Penggunaan senyawa boraks karena mempunyai toksisitas yang rendah terhadap manusia (Yamauchi et al. 2007; Mampe 2010), relatif murah dan ramah lingkungan, namun mudah larut dalam air (Lange 1967). Natrium karbonat efektif terhadap jamur biru (Barly dan Martono 2010).
Jati Unggul Nusantara
Jati merupakan salah satu jenis kayu penting karena reputasinya sebagai kayu yang berkualitas tinggi. Masyarakat banyak memanfaatkan kayu jati karena memiliki corak yang indah, berkesan mewah, mudah dalam pengerjaan dan memiliki keawetan alami yang baik. Keunggulan ini menyebabkan kayu jati disukai pasar nasional maupun internasional untuk berbagai macam pemanfaatan.
Bibit jati sudah dikembangkan melalui teknologi kultur jaringan yang membuat umur panen menjadi lebih pendek. Oleh Perum Perhutani sebagai pengembang, jati daur pendek ini diberi nama Jati Plus Perhutani (JPP). JPP kemudian dikembangkan kembali salah satunya oleh PT Setyamitra Bhaktipersada terutama dengan menginduksi perakarannya menjadi akar tunggang majemuk sehingga akarnya kokoh dan pohon cepat besar namun tidak mudah roboh. Jati yang demikian diberi nama Jati Ungul Nusantara (JUN).
Densifikasi Kayu
Densifikasi (pemadatan) kayu merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas kayu. Setelah dipadatkan serat dan sel-sel penyusun kayu lainnya akan menjadi lebih rapat sehingga porsi rongga sel berkurang. Hal ini mengakibatkan kadar air kayu berkurang, sedangkan kerapatan kayu meningkat (Sulistyono et al.2003; Hasan dan Tatong 2005). Prinsip densifikasi kayu adalah memadatkan kayu menggunakan mesin kempa pada suhu 150-200 ºC dan tekanan tertentu sesuai dengan tingkat pengurangan tebal yang diinginkan agar terjadi fiksasi permanen pada kayu yang dikempa dan tidak banyak mempengaruhi atau menurunkan sifat mekanis kayu. Fiksasi yang permanen adalah akibat perubahan struktur selulosa dan terjadinya hidrolisa hemiselulosa yang mengakibatkan menurunnya internal stres pada kayu (Inoue et al. 1993; Dwianto et al. 1999).
3
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juli 2014 di Laboratorium Sifat Dasar Kayu dan Workshop Pengerjaan Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan di Aboretum Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan utama yang digunakan berupa 5 buah log JUN umur 5 tahun panjang 200 cm dari bagian pangkal batang pohon yang berbeda, boraks, natrium karbonat, serbuk kunyit, alkohol 96%, HCl dan asam salisilat. Masing-masing log diwakili oleh satu buah contoh uji.
Alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari gergaji, kaliper, timbangan elektrik, oven, desikator, kempa panas, kompor dan drum (untuk perebusan kayu), ganjal besi setebal 2 cm dan moisture meter.
Prosedur Penelitian dan Analisis Data
Persiapan contoh uji
Masing-masing log digergaji menjadi papan tangensial setebal 4 cm. Dari setiap log dipilih selembar papan bebas cacat. Papan terpilih kemudian dipotong kembali sehingga diperoleh sortimen yang berukuran 50 cm (panjang) x 4 cm (tebal) x 15 cm (lebar). Sortimen selanjutnya dikering-udarakan, lalu dibelah jadi dua @ 50 cm x 4 cm x 7.5 cm, masing-masing untuk kontrol dan perlakuan (diawetkan dan dipadatkan). Sortimen kontrol selanjutnya digergaji kembali untuk menghasilkan contoh uji berukuran 45 cm x 2 cm x 2 cm untuk uji kubur dan 2 cm x 2 cm x 2 cm untuk mengukur kerapatan kayu; sedangkan sortimen perlakuan langsung diawetkan dan dipadatkan.
Pembuatan larutan bahan pengawet dan larutan pereaksi
Larutan bahan pengawet yang digunakan adalah campuran boraks dan natrium karbonat dengan perbandingan 2 : 1 (b/b), dengan konsentrasi 2%.
4
Proses pengawetan kayu
Pengawetan kayu dilakukan secara rendaman panas. Dalam kondisi kering udara yang sudah diketahui kadar air dan dimensinya, contoh uji ditimbang lalu ditumpuk dengan rapi di dalam drum yang diletakkan di atas kompor. Ke dalam drum selanjutnya dimasukkan larutan bahan pengawet hingga contoh uji terendam. Kompor selanjutnya dihidupkan dan dibiarkan menyala selama 5 jam secara terbuka (80ºC). Setelah selesai, satu contoh uji ditiris dan ditimbang untuk pengukuran retensi dan penetrasi, sedangkan lima buah contoh uji lainnya, yang mewakili masing-masing log, selanjutnya langsung dikempa. Retensi dihitung dengan persamaan:
Keterangan:
R = Retensi (kg m-3)
B0 = Berat contoh uji kondisi kering tanur sebelum diawetkan (g)
B1 = Berat contoh uji kondisi kering tanur setelah diawetkan (g)
V = Volume contoh uji yang diawetkan (cm3)
K = Konsentrasi bahan pengawet yang digunakan (%)
Penetrasi diukur dengan cara: contoh uji hasil pengawetan dikering-udarakan, lalu dipotong dua. Terhadap bidang potong disemprotkan pereaksi A lalu didiamkan 5 menit, baru kemudian disemprotkan pereaksi B. Adanya boron ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi merah. Nilai penetrasi dihitung dengan cara ukur dimensi atau persentase sebagai berikut:
∑ ... (ukur dimensi) Keterangan:
Xp = Penetrasi (cm)
Xi = Penetrasi pada masing-masing titik pengukuran (cm) {1,2,3,4,…n} n = Banyaknya titik pengukuran
……… (persentase)
Keterangan:
P = Penetrasi (%)
a = Luas daerah yang dimasuki boron/yang berwarna merah (cm2)
A = Luas penampang contoh uji (cm2)
Berdasarkan nilai penetrasi yang diperoleh dapat diketahui kelas keterawetan kayu sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi keterawetan kayu berdasarkan tingkat penetrasi
5 Proses densifikasi kayu
Densifikasi dilakukan dengan cara memadatkan kayu awetan menggunakan mesin kempa bersuhu 150°C sesegera mungkin setelah kayu ditiriskan dengan tekanan sebesar 20 MPa. Pengempaan dilakukan dengan target pengurangan tebal sebesar 50% dari ukuran awalnya. Setelah mencapai ukuran target (2 cm), mesin kempa dimatikan, tetapi kayu tetap dibiarkan dibawah tekanan semalaman. Kayu terdensifikasi selanjutnya dijadikan contoh uji kubur dan uji kerapatan kayu.
Uji kubur (grave yard test)
Evaluasi keawetan kayu terdensifikasi dilakukan secara uji kubur selama 3 bulan dengan menghitung persen kehilangan berat dan menilai keragaan (tingkat keawetan) kayu sebagaimana Tabel 2. Contoh uji dikubur secara vertikal sedalam 25 cm (20 cm dibiarkan muncul ke permukaan tanah), seperti dijelaskan pada Gambar 1. Peletakan contoh uji di lapang dilakukan dengan jarak kubur antar sampel 30 cm, sedangkan jarak antar baris sebesar 60 cm (Gambar 2). Pengaturan letak contoh uji di lapangan, baik yang mendapat perlakuan maupun kontrol, dilakukan secara acak dalam artian tanpa pola khusus.
Gambar 1 Penguburan contoh uji. Gambar 2 Peletakan sampel uji kubur. Tabel 2 Kriteria penilaian keragaan (keawetan) kayu dari serangan rayap tanah
Nilai
Keawetan Kondisi Serangan
10 Tidak ada serangan; ada 1-2 gigitan rayap 9 Gigitan ≤ 3% melintang contoh uji
8 3% < gerekan ≤ 10% melintang contoh uji 7 10% < gerekan ≤ 30% melintang contoh uji 6 30% < gerekan ≤ 50% melintang contoh uji 4 50% < gerekan ≤ 70% melintang contoh uji 0 Rusak > 70% melintang contoh uji
Sumber: ASTM D 1758-02
Pengukuran kerapatan kayu
6
Keterangan:
� = Kerapatan kayu (g cm-3)
BKU = Berat contoh uji kondisi kering udara (g)
VKU = Volume contoh uji dalam kondisi kering udara (cm3)
Analisis data
Data dianalisis dengan program Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku. Data juga disajikan dalam bentuk grafik dan/atau tabel. Perbedaan antara kontrol dan perlakuan dievaluasi dengan uji T pada selang kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Hasil uji kerapatan antara sampel yang mendapat perlakuan dan kontrol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata nilai kerapatan kayu (g cm-3) kontrol dan perlakuan.
Kode C.U. Kontrol (g cm-3) Perlakuan (g cm-3)
Ket: Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan kayu setelah diawetkan dan dipadatkan meningkat sebesar 67.92% dibanding kontrolnya, yaitu dari 0.53±0.03 g cm-3 (kontrol) menjadi 0.89±0.07 g cm-3 (perlakuan). Peningkatan ini
karena berkurangnya volume kayu saat dikempa, sedangkan massa kayu tidak banyak berkurang. Hal ini sesuai dengan Tomme et al. (2001) dalam Arinana dan Diba (2009) dimana pemadatan akan meningkatkan kerapatan kayu karena berkurangnya volume kayu.
7 pemadatan dapat meningkatkan kerapatan kayu. Selain jenis kayu, persentase peningkatan kerapatan kayu bergantung pada target penurunan tebal kayu yang ditetapkan.
Retensi dan Penetrasi
Keberhasilan proses pengawetan ditentukan oleh retensi dan penetrasi bahan pengawet. Retensi menunjukkan banyaknya bahan pengawet yang terdapat dalam kayu setelah kayu diawetkan, sedangkan penetrasi berkaitan dengan dalamnya bahan pengawet masuk ke dalam kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata retensi bahan pengawet boraks karbonat sebesar 19.55 kg m-3. Nilai ini lebih tinggi dari persyaratan
standar, termasuk untuk penggunaan di luar lapangan (SNI 1999). Nilai yang diperoleh juga memenuhi saran Suranto (2002) dan Barly (2010). Menurut SNI (1999) dan Suranto (2002), kayu yang langsung bersentuhan dengan tanah perlu diawetkan hingga retensinya mencapai 12 kg m-3, sedangkan Barly (2010)
menyatakan bahwa retensi minimum kayu-kayu yang diawetkan dengan bahan aktif pengawet boron adalah 8 kg m-3.
Retensi yang tinggi terkait dengan struktur anatomi dan kerapatan kayu JUN. Dengan kerapatan sebesar 0.53 g cm-3, maka kayu JUN memiliki persentase
rongga sel yang cukup tinggi, sehingga bahan pengawet dapat leluasa masuk ke dalam kayu. Hal ini didukung dengan belum terbentuknya bagian teras pada kayu JUN yang diteliti, yang menandakan rendahnya kandungan ekstraktif sebagaimana Wahyudi et al. (2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penetrasi yang dihasilkan sebesar 2.30 cm atau mencapai 80%. Berdasarkan kriteria Smith and Tamblyin (1970), maka keterawetan kayu JUN yang diteliti tergolong sedang (50-90%). Hal
ini juga terkait dengan struktur anatomi dan kerapatan kayunya. Dengan kerapatan 0.53 g cm-3 dan persentase rongga sel yang cukup tinggi, maka kayu JUN
tergolong porous dan permeable sehingga mudah dimasuki oleh bahan pengawet. Apalagi boron yang tergolong larut air, yang sudah diketahui relatif mudah masuk ke dalam kayu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode rendaman panas yang diterapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keawetan kayu JUN.
Kehilangan Berat dan Kriteria Keawetan Kayu
8
Tabel 4 Rata-rata kehilangan berat kayu (%) setelah uji kubur.
Kode C.U. Kontrol (%) Perlakuan (%)
Ket: Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan berat kayu perlakuan adalah 31.36±14.23%, sedangkan rata-rata kehilangan berat kayu kontrolnya 38.26±13.28%. Meskipun rata-rata persentase kehilangan berat kayu kontrol dan kayu perlakuan tidak jauh berbeda (6.90%), kayu perlakuan cenderung lebih tidak disukai oleh organisme perusak yang ada di arboretum. Hal ini didukung oleh Gambar 3 dimana kerusakan pada kayu kontrol lebih parah (rusak >70% melintang contoh uji, Gambar 3 kiri), sedangkan kerusakan pada kayu perlakuan sangat minim (10% < gerekan ≤ 30% melintang contoh uji, Gambar 3 kanan).
Tidak berbedanya persentase kehilangan berat antara kayu kontrol dan kayu perlakuan juga ada kaitannya dengan sifat boraks yang larut air sehingga mudah luntur, terurai, dan semakin lama akan semakin berkurang (Hunt & Garrat 1986). Meskipun perlu diteliti lebih lanjut, tidak berbedanya persentase kehilangan berat tersebut diduga terkait dengan berkurangnya boraks saat kayu dikempa panas.
Gambar 3 Keragaan kayu setelah 3 bulan dikubur.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kayu yang diawetkan dan kemudian dipadatkan memiliki nilai kerapatan dan tingkat keawetan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu kontrol. Kerapatan kayu meningkat sebesar 67.92%, sedangkan keawetan kayu meningkat 6.90%.
9 Keterawetan kayu JUN yang diteliti tergolong sedang, dengan rata-rata retensi sebesar 19.55 kg m-3 dan rata-rata penetrasi sebesar 2.30 cm atau 80%.
Metode perendaman panas yang diterapkan mampu meningkatkan keawetan kayu JUN.
Saran
Hilangnya boron saat kayu dikempa panas perlu diteliti lebih lanjut. Disamping itu, penelitian sejenis perlu ditingkatkan dengan memperbanyak jumlah contoh uji dan melibatkan beberapa jenis kayu cepat tumbuh dan/atau kayu-kayu hutan rakyat yang keberadaannya saat ini mulai banyak diperjual-belikan di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arinana, F Diba. 2009. Kualitas Kayu Pulai (Alstonia scholaris) Terdensifikasi (Sifat Fisis, Mekanis, dan Keawetan). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2 (2) : 78-88.
[AWPA A3-77] American Wood Preservers Association. 1997. Books of standard. (Includes standards on preservatives, treatments, methods of analysis, and inspection.). Granbury: AWPA.
Barly dan D Martono. 2010. Efikasi dua senyawa karbonat terhadap jamur biru. Prosiding 7th Basic Science National Seminar.p.IIII-247-254.Malang 20 Februari 2010. Universitas Brawijaya
Barly dan Subarudi. 2010. Kajian industri dan kebijakan pengawetan kayu: sebagai upaya mengurangi tekanan terhadap hutan. JAKK Vol. 7 (1): 63-80.
Dwianto W, T Morooka, M Norimoto and T Kitajima. 1999. Stress Relaxation of Sugi (Cryptomeria japonica D.Don) in Radial Compression under High Temperature Steam. Holforschung 53 : 541-546.
Hasan H, B Tatong. 2005. Pengaruh Pemadatan terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Palapi.Media Komunikasi Teknik Sipil Volume 13, No. 1, Edisi XXXI Pebruari 2005. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako. Palu.
Inoue M, M Nomorito, M Tanahashi and RM Rowell. 1993. Steam or Heat Fixation of Compressed Wood. Wood and Fiber Sci. 25 (3):224-235. Lange NA. 1967. Handbook of Chemistry. McGraw-Hill Book Company. New
York.
Martawijaya A. 1996. Keawetan kayu dan berbagai faktor yang mempengaruhi-nya. Petunjuk Teknis. Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosek Kehutanan. Bogor.
PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011. Jati Unggul Nusantara (JUN) [terhubung berkala]. http://www.jatijun.com [11 Maret 2014].
10
(SNI) Standar Nasional Indonesia Nomor 03-5010.1-1999. Pengawetan Kayu untuk Perumahan dan Gedung.
Sulistyono, N Nugroho, S Surjokusumo. 2003. Teknik Rekayasa Pemadatan Kayu II: Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Agatis (Agathis lorantifolia Salisb.) Terpadatkan dalam Konstruksi Bangunan Kayu.Buletin Keteknikan Pertanian Vol. 17, No.1, April 2003 hal 32-45.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, properties and utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Wahyudi I, T Priadi, IS Rahayu. 2014. Karakteristik dan sifat-sifat dasar kayu Jati Unggul Nusantara umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat. JIPI Vol. 19 (1): 50-56.
11 Lampiran 1 Dimensi dan hasil uji kubur
Kontrol
Lampiran 2 Dimensi contoh uji kerapatan
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 15 November 1992 dari Ayah Robani dan Ibu Cicih Suryaningsih. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai anggota. Selain itu aktif sebagai atlit basket Fakultas Kehutanan dan sempat menjabat sebagai kapten basket Fakultas Kehutanan IPB.