• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Comparison of Artificial Neural Network Models And Statistical Analysis In Determining The Types Of Freshwater Fishes Using Acoustic Descriptors

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Comparison of Artificial Neural Network Models And Statistical Analysis In Determining The Types Of Freshwater Fishes Using Acoustic Descriptors"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN

DAN ANALISIS STATISTIK DALAM PENENTUAN

JENIS IKAN AIR TAWAR

MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK

ZULKARNAEN FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

iii

ABSTRACT

ZULKARNAEN FAHMI. The Comparison of Artificial Neural Network Models And Statistical Analysis In Determining The Types Of Freshwater Fishes Using Acoustic Descriptors. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK HESTIRIANOTO.

Fisheries acoustic survey was one of holistic methods used to estimated the abundance of fish stocks to provide data and information for the fisheries management. Limitations of fisheries acoustic survey application that was in classifying the target backscattered acoustic energy (echo trace) into the classification of the target fishes in the species ranks. Therefore, it has developed a method of identification of fish species utilizing acoustic descriptors that can efficiently distinguish the structure of fish shoal.

In this thesis, Hydroacoustic descriptor approach categorized as Volume Backscattering (Sv), Target Strength (Ts), Area Backscattering Strength (Sa), Skewness, Kurtosis, Height, Depth And Height Relative of Fish were used to classify Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), and Patin (Pangasius hypothalamus). Model of artificial neural network were developed utilized architecture Backpropagation and Multi Layer Perceptron compared with Statistical method.

Results of Cluster analysis showed that the identification and classification of the carp was determined by the descriptors Height, Relative Height, Skewness and Kurtosis. Tilapia could be identified only by depth, whereas catfish classification determined by all parameters except depth. Discriminant analysis showed the results of the identification accuracy of 68.3% carp, tilapia of 79.4% and catfish could be identified with accuracy of 87.4%. Overall, discriminant analysis could distinguish three types of freshwater fish with a precision of 77.5%. Application of ANN with Backpropagation neural network model (8-30-1) obtained the optimum level of accuracy of the identification of three types of fishes at 84.8%. While the development of the Multi Layer Perceptron with ANN model (8-3-6-5-1) obtained the degree of accuracy of identification and classification of carp, tilapia and catfish at 87.5%. In this thesis concluded that the application and development of the Multi Layer Perceptron ANN gives the best accuracy rate compared with ANN Backpropagation and Statistical Analysis.

(4)

iv

ZULKARNAEN FAHMI. Perbandingan Model Jaringan Saraf Tiruan Dan Analisis Statistik Dalam Penentuan Jenis Ikan Air Tawar Menggunakan Deskriptor Akustik. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO.

Survey akustik perikanan merupakan salah satu metode holistik yang digunakan untuk menduga kelimpahan stok ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan. Keterbatasan aplikasi survey akustik perikanan yaitu dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Oleh karena itu telah dikembangkan metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan parameter deskriptor akustik sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan yang berbeda.

Dalam tesis ini dilakukan identifikasi dan klasifikasi ikan menggunakan ikan uji yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreochromis niloticus), dan Patin (Pangasius hypothalamus). Parameter deskriptor akustik yang diperoleh yaitu

backscattering volume (Sv), target strength (TS), backscattering area (Sa), Skewness, Kurtosis, Tinggi, Kedalaman dan Ketinggian Relatif ikan. Permodelan Jaringan Saraf Tiruan dilakukan dengan mengembangkan arsitektur JST

Backpropagation dan Multi Layer Perceptron yang dibandingkan dengan hasil Analisis Statistik menggunakan parameter masukan deskriptor akustik.

Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa identifikasi dan klasifikasi ikan mas sangat ditentukan oleh deskriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis. Ikan nila dapat diidentifikasi hanya dengan deskriptor Kedalaman, sedangkan klasifikasi ikan patin ditentukan oleh seluruh deskriptor kecuali parameter Kedalaman. Analisis diskriminan memperlihatkan hasil ketepatan identifikasi ikan mas sebesar 68,3%, ikan nila sebesar 79,4% dan ikan patin dapat diidentifikasi dengan ketepatan sebesar 87.4%. Secara keseluruhan analisis diskriminan dapat membedakan ketiga jenis ikan air tawar dengan ketepatan sebesar 77,5%.

Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dengan model jaringan saraf ideal (8-30-1) diperoleh tingkat ketepatan optimum identifikasi 3 jenis ikan uji sebesar 84,8%. Sedangkan pengembangan JST Multi Layer Perceptron dengan model jaringan saraf ideal (8-3-6-5-1) diperoleh tingkat ketepatan identifikasi dan klasifikasi ikan mas, nila dan patin sebesar 87,5%. Dalam tesis ini disimpulkan bahwa aplikasi dan pengembangan JST Multi Layer Perceptron memberikan tingkat ketepatan yang paling baik dibandingkan dengan JST Backpropagation

dan Analisis Statistik.

(5)

v

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

vi

JENIS IKAN AIR TAWAR

MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK

ZULKARNAEN FAHMI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

vii

(8)

viii Deskriptor Akustik

Nama : Zulkarnaen Fahmi

NIM : C552090081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Kelautan

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(9)

ix

PRAKATA

Kajian mengenai aplikasi akustik perikanan di perairan umum Indonesia baru mulai dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap. Sedangkan penggunaan metode jaringan saraf tiruan untuk identifikasi jenis ikan air tawar termasuk relatif baru.

Dengan selesainya penelitian dan tulisan tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan saran yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan peneliti BRPPU Palembang dan staff teknisi BRPSI Jatiluhur yang sangat membantu dalam memberikan kemudahan selama pengambilan data di lapangan.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada pimpinan di lingkup P4KSDI, Balitbang KP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan Magister di IPB yang sangat berguna dalam pengembangan kapasitas keilmuan dan karir penulis.

Akhirnya dengan hati yang tulus dan penuh cinta kasih penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua, istri (Mia Sumiati), anak (Jillan dan Fabian) dan saudara-saudara tercinta atas dukungan moral dan materil , pengertian, do’a serta kesabaran yang menyertai selama studi ini. Semoga seluruh dukungan yang diberikan bernilai ibadah dan diterima oleh Allah SWT.

Bogor, Agustus 2011

(10)

x

Penulis lahir di Bandung pada tanggal 12 November 1977, sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Harun al Rasyid dan Ibu Djarehah Noor (alm.). Pendidikan Sekolah Dasar sampai atas ditempuh di Bandung. Setamat SMA pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan Strata-1 di Universitas Padjadjaran, Jatinangor pada Jurusan Management Sumberdaya Perairan, lulus pada tahun 2000. Penulis pernah terlibat dalam kegiatan survey topografi dan SIG untuk pemetaan lahan eksplorasi migas di Kalimantan dan Sumatera pada tahun 2001-2004.

Sejak tahun 2005, penulis mengabdi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Perikanan, Balitbang KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sampai saat ini penulis terlibat secara aktif sebagai peneliti bidang sumberdaya perikanan, khususnya kegiatan penelitian pendugaan stok ikan dengan akustik di wilayah perairan umum daratan Indonesia.

(11)

xi

GLOSARI

DAFTAR ISTILAH

Akustik = Ilmu tentang suara yang mempelajari sifat

perambatan suara di dalam suatu medium.

Jaringan Saraf Tiruan = Model yang dibuat untuk simulasi sistem saraf biologi.

Deskriptor Akustik = Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari pantulan akustik suatu obyek Fungsi Aktivasi = Fungsi yang spesifik menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah sel setelah menerima

sinyal terbobot.

Iterasi = Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data Perambatan Balik = Metode pelatihan terbimbing dimana galat

(Backpropagation) dirambatkan balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi bobot.

Perceptron Layar Jamak = Metode pelatihan terbimbing dimana setiap

(12)

xii

2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) Backpropagation ... 11

2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) ... 13

2.1.7 Aturan pembelajaran JST MLP ... 13

(13)

xiii

3.4.1 Arsitektur JST ... 28

3.4.2 Rancangan Awal dan Pelatihan JST ... 28

3.4.3 Rancangan Akhir dan Pelatihan JST ... 30

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Pengambilan data akustik ikan ... 31

4.2. Pengambilan data kualitas air ... 34

4.3 Analisis Statistik ... 35

4.3.1 Analisis Korelasi ... 35

4.3.2 Analisis Faktor ... 36

4.3.3 Analisis Cluster ... 40

4.3.4 Analisis Diskriminan ... 41

4.4 JST Backpropagation ... 44

4.5 JST Multi Layer Perceptron ... 47

V SIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Simpulan ... 50

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(14)

xiv

Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY60 ... 24

Tabel 2. Deksriptor akustik ... 26

Tabel 3. Rangkuman nilai variance, skewness dan VMR ... 33

Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air ... 34

Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik ... 36

Tabel 6. Nilai Communalities... 36

Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance) ... 38

Tabel 8. Nilai Final Cluster ... 40

Tabel 9. Nilai Test of Equality ... 41

Tabel 10. Nilai Wilk’s Lambda ... 42

Tabel 11. Nilai Matriks Struktur... 42

Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan ... 44

Tabel 13. Nilai MSE dan %E JST-PR ... 45

Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation ... 46

Tabel 15. Matriks Konfusi JST-PR... 47

Tabel 16. Matriks Konfusi JST-MLP ... 48

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Penelitian ... 6

Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia ... 7

Gambar 3 Arsitektur JST Backpropagation ... 10

Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ... 10

Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar ... 11

Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron ... 13

Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan ... 24

Gambar 8. Letak dan Posisi Alat Penelitian ... 25

Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik ... 27

Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation ... 29

Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP ... 29

Gambar 12. Diagram alir Metode Penelitian... 30

Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan ... 32

Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan ... 33

Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik ... 39

Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables ... 43

Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR ... 46

(16)

xvi

Lampiran 2. Pengukuran Morfometrik Ikan ... 53

Lampiran 2. Echogram Ikan ... 54

Lampiran 3. Pengukuran Kualitas Air ... 55

Lampiran 4. Citra X-Ray Ikan ... 56

Lampiran 5. Analisis Statistik ... 57

(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi Plasma Nutfah Indonesia melaporkan bahwa kekayaan plasma nutfah ikan di perairan umum daratan Indonesia mencapai 25% dari jumlah jenis ikan yang ada di dunia (Kartamihardja et al., 2008).

Salah satu upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari sebagaimana diamanatkan dalam UU No 31 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka diperlukan data dan informasi tentang kondisi stok ikan di suatu perairan. Survey akustik menggunakan echosounder kuantitatif telah umum digunakan untuk menduga kelimpahan dan biomass ikan untuk menyediakan data dan informasi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan (Simmonds dan MacLennan, 2005). Aplikasi hidroakustik untuk menduga stok ikan dapat memberikan data dan informasi mengenai kepadatan ikan, kedalaman dan topografi dasar perairan (Wijopriono et al., 2006).

Penelitian mengenai klasifikasi dan identifikasi target akustik ikan untuk membedakan hingga tingkat spesies masih merupakan bidang yang masih luas dan berpotensi untuk dikaji. Kesulitan identifikasi spesies dalam akustik perikanan adalah keterbatasan dalam mengklasifikasi backscattered energy target akustik (echo trace) menjadi klasifikasi target ikan dalam tingkatan spesies. Identifikasi ikan dalam pengolahan data akustik secara konvensional dilakukan dengan mengidentifikasi gema (echo) pada echogram dalam besaran target strength oleh orang yang telah terlatih dan dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan. Metode ini sangat tergantung pada tingkat keahlian , pengalaman orang yang mengolah data akustik, dan memakan waktu yang banyak . Selain itu metode tersebut dapat menghasilkan bias yang relatif tinggi dan sulit untuk memperoleh data secara kuantitatif identifikasi sampai tingkat spesies (Charef et al., 2010).

(18)

hidroakustik. JST memberikan solusi dalam efisiensi, efektivitas pengolahan data akustik, bebas dari interpretasi data yang subyektif dan akurasi data yang dihasilkan dapat teruji (Jech dan Michaels, 2006). Penggunaan JST dalam indentifikasi dan klasifikasi kawanan ikan di Indonesia telah dilakukan untuk identifikasi beberapa kawanan ikan pelagis di Indonesia. Jaya dan Sriyasa (2004) membandingkan aplikasi JST dan deskriptor akustik untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Selat Bali dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan yang terbatas. Selanjutnya, penelitian untuk memperoleh permodelan JST yang memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi kawanan ikan pelagis di Indonesia telah dilakukan dengan menggunakan masukan parameter deskriptor akustik (Muhiddin, 2007).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini akan dilakukan untuk pengembangan aplikasi JST dalam identifikasi beberapa jenis ikan air tawar ekonomis penting dengan metode akustik sorot terbagi. Data dan informasi mengenai karakteristik beberapa parameter deskriptor akustik ikan air tawar diharapkan dapat mengidentifikasi, jenis ikan tawar sampai tingkatan spesies sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan akurasi pendugaan stok ikan di perairan umum Indonesia.

1.2. Kerangka Pemikiran

(19)

3

Ikan dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) cara, yakni identifikasi ikan secara

ex-situ dan in situ. Identifikasi ikan secara ex situ atau secara taksonomi adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi ikan dengan mengambil sampel ikan, dilihat ciri-ciri meristik dan morfometriknya (atau dilihat sampel DNA nya) serta mencocokannya dengan kunci identifikasi dan taksonomi. Identifikasi ikan secara

in situ atau secara hidroakustik adalah suatu usaha untuk mengenali atau mengidentifikasi ikan dengan gelombang suara pada suatu area tertentu, dan waktu tertentu tanpa menyentuh ikan tersebut (Fauziyah, 2005).

Penggunaan metode akustik untuk pendugaan stok sumberdaya perikanan terdapat kelebihan dan kekurangannya. Wudianto (2001) mengungkapkan beberapa kelebihan metode akustik dibanding metode lainnya antara lain : (1) metode akustik tidak tergantung pada ketersediaan data statistik perikanan seperti hasil tangkapan dan upaya penangkapan, (2) memiliki skala waktu yang lebih baik, (3) biaya operasional relatif rendah, (4) hasilnya memiliki ragam (variance) yang rendah untuk ketelitian yang tinggi, dan (5) memiliki kemampuan untuk mengestimasi kelimpahan absolut ikan. Adapun kekurangan metode akustik antara lain : (1) sulit dalam mengidentifikasi ikan berdasarkan spesies, (2) kurang teliti digunakan untuk sampling ikan dekat permukaan dan dasar, (3) relatif rumit dan kompleks, (4) diperlukan biaya awal yang tinggi, (5) diperlukan sampling biologi ikan dan (6) kemungkinan terjadi bias saat penentuan target strength dan kalibrasi.

Metode identifikasi spesies kawanan ikan dengan menggunakan deskriptor akustik telah lama dikembangkan sehingga dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos dan Paterakis, 1993 dalam Muhiddin, 2007). Sistem pengolah sinyal akustik untuk identifikasi ikan dengan metode deskriptor akustik berisi program untuk transformasi citra digital, pengolahan citra digital, pengukuran dan komputasi deskriptor dan fungsi diskriminan untuk identifikasi spesies (Fauziyah, 2005).

(20)

yang lebih cepat, memperkecil peluang kesalahan identifikasi dan dapat menekan biaya operasi (Muhiddin, 2007). Identifikasi jenis ikan dengan JST dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, input sinyal akustik yang terekam dalam echogram dan pemilihan deskriptor akustik yang akan digunakan dalam bentuk algoritma untuk mengidentifikasi ikan dan pemilihan arsitektur JST yang tepat untuk memberikan tingkat ketepatan yang optimum.

Muhiddin (2007) menyebutkan bahwa permodelan JST Backpropagation

dengan parameter masukan deskriptor akustik memberikan tingkat ketepatan optimum dalam identifikasi jenis kawanan ikan sebesar 70% - 100%. Charef et al. (2010) menggunakan arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) untuk mengidentifikasi kawanan ikan di Laut Cina Selatan dengan tingkat ketepatan sebesar 87.6 %, sedangkan Robotham et al. (2010) membandingkan aplikasi arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) dengan arsitektur Probabilistic Neural Network (PNN) dan Support Vector Machine (SVM). Hasil penelitian Robotham et al. (2010) menyebutkan hasil klasifikasi kawanan ikan pelagis di perairan Chili dengan menggunakan arsitektur PNN dan SVM memberikan tingkat ketepatan sebesar 89.5%, lebih baik dibandingkan dengan aplikasi arsitektur MLP yang memberikan tingkat ketepatan sebesar 79.4%.

Jenis ikan air tawar ekonomis penting yang banyak terdapat di perairan umum seperti waduk dan danau di Indonesia antara lain ikan nila (O.niloticus), ikan patin (P. hypothalmus) dan ikan mas (C. caprio) (Umar dan Kartamihardja, 2006). Keberhasilan introduksi jenis ikan air tawar di perairan umum Indonesia sangat menarik untuk dikaji sejauh mana dinamika stok ikan tersebut di habitat barunya.

(21)

5

1.3. Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Penelitian ini adalah :

1. Pengukuran kuantitatif beberapa parameter deskriptor akustik beberapa jenis ikan air tawar (nila, patin dan mas) dengan akustik sorot terbagi yang meliputi parameter Sv, Area Backscattering Strength, Target Strength,, Skewness, Kurtosis, Ketinggian, Ketinggian relatif dan Kedalaman ikan.

2. Pengembangan dan aplikasi program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dalam penentuan jenis ikan air tawar dengan akustik sorot terbagi berdasarkan parameter deskriptor akustik yang diperoleh.

1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur deskriptor beberapa jenis ikan air tawar (mas, nila, patin) dari echogram SIMRAD EY60.

2. Membandingkan program JST Backpropagation dan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan model statistik dalam penentuan jenis ikan air tawar.

3. Menentukan karakteristik akustik ikan Mas, Nila dan Patin.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam hal :

1. Peningkatan akurasi pendugaan stok ikan dengan metode akustik di perairan umum daratan Indonesia.

(22)
(23)

II TINJUAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Saraf Tiruan

Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN). JST adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja jaringan saraf manusia dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya (Siang, 2005).

Jaringan saraf manusia merupakan kumpulan sel-sel saraf (neuron). Neuron mempunyai tugas mengolah informasi. Komponen-komponen utama dari sebuah neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Dendrit. Dendrit bertugas untuk menerima informasi.

2. Badan sel (soma). Badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi. 3. Akson (neurit). Akson mengirimkan impuls ke sel saraf lainnya.

Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia

(24)

menjumlahkan sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlah sinyal tersebut melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui akson.

Jaringan saraf manusia memiliki daya komputasi yang menakjubkan dimana manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang diterima sebelumnya, yang digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf, yang bekerja secara simultan (Siang, 2005).

JST dikembangkan untuk meniru sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf manusia. JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Masukan data akan dipelajari oleh JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keputusan terhadap data yang belum pernah dipelajari.

Definisi JST menurut Muhiddin (2007) antara lain sebagai berikut : 1. JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf

biologi

2. Struktur JST menyerupai struktur jaringan saraf biologi

3. Pemrosesan informasi pada setiap impuls saraf dilakukan secara paralel 4. Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematik yang dapat

digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.

2.1.1 Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural)

(25)

9

Sel saraf tiruan baik berupa sel tunggal atau jamak terdiri dari parameter masukan (x), bobot (w), bias (b), masukan murni (net/n) dan fungsi transfer (F), serta keluaran yang berupa skalar (O). Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktifkan keluaran sel. Masukan murni untuk fungsi transfer F diperoleh dari penjumlahan berbobot n = x * w + b.

� = ( ∗ + ) 1

2.1.2 Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology)

Pola komunikasi antar sel saraf tiruan terjadi dari sebuah sel saraf tiruan ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksitas yang terjadi antara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang terjadi dalam suatu JST. Bentuk koneksi yang terjadi antar sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory connections (bersifat menghambat pengiriman sinyal), dan exhibitory connections

(bersifat mengirimkan sinyal ke sel saraf tiruan pada lapisan berikutnya).

2.1.3 Arsitektur JST Backpropagation

Model JST Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai dalam pelatihan.

JST Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Sebagai ilustrasi pada Gambar 3 di bawah ini terdapat arsitektur JSTB (JST Backpropagation) yang terdiri dari n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.

(26)

Gambar 3. Arsitektur JST Backpropagation

2.1.4 Fungsi Aktivasi JST Backpropagation

Fungsi aktivasi yang dipakai dalam JSTB merupakan fungsi yang kontinyu, terdiferensiasi dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang sering dipakai yaitu fungsi sigmoid biner (Gambar 4) yang memiliki interval nilai (0,1).

= 1

1 + − (2)

Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner

Fungsi lain yang dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar (Gambar 5) yang mirip dengan fungsi sigmoid bipolar dengan interval nilai (-1,1).

= 2

(27)

11

Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) JST Backpropagation

Pelatihan JSTB terdiri dari 3 tahapan yaitu fase propagasi maju, propagasi mundur dan perubahan bobot. Pada propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi (zj) selanjutnya dipropagasikan maju ke layar di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan sampai menghasilkan keluaran jaringan (yk).

= +

�=1

4

= = 1

1 + − _ (5)

Berikutnya keluaran jaringan (yk) akan dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih antara nilai keluaran dan target adalah kesalahan (galat) yang terjadi.

_ = +

�=1

(6)

= _ = 1

1 + − _ (7)

Sehingga selisih kesalahan/galat antara keluaran jaringan dengan target yang harus dicapai dirumuskan sebagai berikut :

(28)

Fase tahap kedua yaitu propagasi mundur, berdasarkan galat yk-tk, dihitung faktor δk yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk juga di pakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Faktor δj dihitung disetiap unit dilayar tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit di layar dibawahnya. Demikian seterusnya hingga

Fase terakhir yaitu fase perubahan bobot, dimana setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya. Ketiga fase tersebut diiterasi hingga jaringan dapat mengenali pola yang diberikan yaitu jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari batas tolerasi yang diijinkan. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran dirumuskan :

� = + ∆ (14) Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi dirumuskan :

� � = � + ∆ � (15)

Keterangan :

x

1

…. x

n : Masukan

y

1

….

y

n : Keluaran

z

1

…. z

n : Nilai lapisan tersembunyi

v

ji : Bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi

w

kj

: Bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran

δ

: Galat informasi

(29)

13

2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP)

Model jaringan perceptron ditemukan pertama kali oleh Rosenbatt (1962) dan Minsky – Papert (1969). Perceptron merupakan salah satu bentuk jaringan sederhana, perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu pola tipe tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear (Siang, 2005).

Model JST MLP merupakan salah satu tipe arsitektur JST yang umum dan paling sederhana digunakan karena memiliki keunggulan dalam kecepatan dan ketepatan pengolahan data (Basheer,2000). JST MLP terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), x unit lapisan tersembunyi dan y unit keluaran (Gambar 6).

Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP)

Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb. Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1. Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalu proses pembelajaran. Fungsi aktivasinya dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan negatif.

2.1.7 Aturan Pembelajaran (Learning Rule) JST MLP

(30)

Misalkan s sebagai vektor masukan, t adalah target keluaran, α adalah laju pemahaman, θ adalah nilai threshold. Algoritma untuk pelatihan perceptron adalah sebagai berikut :

Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0 ). Set laju pembelajaran α ( 0 < α ≤ 1) (untuk penyederhanaan set α =1). Kemudian set epoch = 0.

Langkah 1 : Apabila vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama dengan target (y ≠ t), lakukan langkah-langkah 2 – 6.

Langkah 5 : Perbaiki bobot dan bias pola jika terjadi kesalahan, y ≠ t. Jika pada setiap epoch diketahui bahwa keluaran jaringan tidak sama dengan target yang diinginkan, maka bobot harus di ubah menggunakan rumus :

Δwi= α t xi = t xi (karena α = 1) (18) Bobot baru = bobot(lama) + Δwi (19)

Langkah 6 : Test kondisi berhenti, jika tidak terjadi perubahan bobot pada epoch tersebut.

(31)

15

2.1.8 Proses Pengujian

Proses pengujian merupakan tahap penyesuaian terhadap bobot yang telah terbentuk pada proses pelatihan. Algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai berikut :

Langkah 0 : Ambil bobot dari hasil pembelajaran,

Langkah 1 : Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2 – 4,

Langkah 2 : Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi = si; i=1,….,n, Langkah 3 : Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b, Langkah 4 : Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net).

2.2 Deskriptor Akustik

Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor yang dihasilkan dikelompokkan kedalam 5 tipe deskriptor utama yaitu :

1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal dan vertikal

2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target

3. Energetic Descriptors, yang menjelaskan total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dan pusat massa kawanan ikan.

4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan 5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari

jenis ikan yang diamati.

(32)

2.3 Ikan Air Tawar

2.3.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.3.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Phyllum : Chordata Sub phyllum : Vertebrata Class : Osteichthyes Sub Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Species : Cyprinus carpio

Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varietas). Bila dipotong di bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas, ada merah, kuning, abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang.

Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid. Pada bagian itu terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor.

Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis sungut yang pendek.

Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jari-jari keras, dan yang lainnya berjari-jari-jari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya satu terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak.

(33)

17

kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut:

a) Majalaya : badan agak pendek dengan punggung tinggi, dinding perut tebal, warna hijau keabu-abuan, dan sisik di bagian punggung lebih gelap dibandingkan dengan sisik-sisik di bagian lainnya.

b) Punten : badan pendek, mempunyai punggung tinggi, mata agak menonjol, dan gerakan lambat dan jinak.

c) Taiwan : badan agak panjang, punggung agak bulat, sirip ekor bagian bawah dan sirip dubur bagian tepi berwarna kuning kemerahan, dan kurang jinak.

d) Kumpay : badan panjang dengan warna sisik kuning emas, kuning kemerahan, ciri khas dari ikan mas varietas ini adalah sirip-siripnya sangat panjang. warna tubuh coklat keemasan, atau coklat kemerahan, sisik-sisik kecil-kecil dan tidak teratur.

h) Kaca : badan berukuran sedang, dan sebagian badan tidak tertutup sisik, sisik hanya terdapat sepanjang garis rusuk (linea lateralis) dan dekat sirip.

2.3.1.2 Habitat

(34)

2.3.1.3 Kebiasaan Makan

Ikan mas menyukai tempat hidup di perairan air tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu kuat. Ikan mas dapat hidup baik pada ketinggian air 150-600 m di atas permukaan laut pada suhu 25-30 0C. Ikan mas termasuk jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik

Larva ikan mas lebih suka makan rotifera, protozoa, dan udang-udangan, seperti Moina sp, dan Dapnia sp. Setelah berukuran 10 cm, makan Chironomidae,

Oligochaeta, Epemenidae, Tubificidae, Molusca, dan bahan-bahan organik lainnya. Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan.

Ikan mas termasuk ikan yang memiliki kebiasaan di berbagai bagian perairan, di permukaan air, di tengah perairan, dan juga di dasar perairan. Namun ikan mas dewasa lebih cenderung pemakan dasar (bottom feeder) dengan

(35)

19

Tubuh nila merah terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Ketiganya memiliki perbandingan satu banding dua banding satu. Mulut, mata, hidung dan tutup insang terdapat pada kepala. Mulut kecil membelah bagian depan kepala. Sepasang mata besar berada di bagian atas kepala. Sepasang lubang hidung kecil berada di depan mata. Tutup insang menutup sebagian belakang kepala.

Ikan nila termasuk ikan bersisik. Sisik berjenis ctenoid menutup seluruh permukaan badan. Pada bagian itu melekat warna. Warna nila berwarna macam, ada yang berwarna pink, ada yang berwarna albino, ada yang albino bercak merah, dan ada juga yang pink bercak hitam.

Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip dada, sirip venteral, sirip ekor, sirip dubur, dan sirip punggung. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan kecil dan memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Sirip anus agak panjang. Sirip ekor membulat.

2.3.2.2 Habitat

Habitat alami ikan nila terdapat di danau-danau. Ikan nila tidak menyukai badan perairan yang mengalir seperti sungai. Meskipun begitu, ikan nila menyukai lingkungan yang terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Dalam lingkungan dengan oksigen yang tinggi, ikan nila dapat bernafas baik dan mengambil makanan yang cukup cepat. Sedangkan dalam lingkungan dengan kandungan oksigen rendah, ikan nila tidak bisa bernafas dengan baik, dan mengambil makanan perlahan-lahan. ikan nila sangat toleran pada salinitas yang tinggi, tetapi tidak dapat memproduksi telur, sperma dan tidak dapat bertelur.

2.3.2.3 Kebiasaan makan

(36)

Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex.

Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan nila merah adalah tipe ikan floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengaduk-ngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas.

2.3.3 Ikan Patin (Pangasius pangasius) 2.3.3.1 Klasifikasi dan Morfologi seperti Patin Siam dengan nama latin Pangasianodon hypophthalmus. Ikan patin bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu ikan patin bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah ikan patin berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor.

Tidak seperti ikan mas dan nila, ikan tak bersisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja. Namun kulit patin tidak halus seperti lele, tetapi agak kasar. Pada bagian itu terlihat warna tubuhnya. Warna tubuh patin seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip dubur.

(37)

21

hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala.

Patin bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin memiliki adipose fin yang letaknya di belakang sirip punggung seperti halnya pada kelompok piranha.

Patin Siam dan Patin Lokal dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bentuk sirip punggung, patil pada sirip dada. Patin Siam bertubuh lebih panjang dari Patin Lokal, tetapi memiliki sirip punggung dan memiliki patil yang lebih pendek. Atau Patin Lokal lebih pendek, hampir menyerupai tubuh ikan betutu. Selain itu, patin siam berdaging agak kuning. Sedangkan Patin Lokal berdaging putih dan rasanya lebih enak.

2.3.3.2 Habitat

Ikan patin umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang tenang, terutama di sungai-sungai berlumpur atau berpasir. Kadang-kadang ikan ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar. Ikan ini hidup subur di sungai, danau, waduk dan kolam. Penyebaran ikan patin meliputi Thailand, Burma, India Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina, Sumatra dan Kalimantan. Ikan patin termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak, diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus

(pedado) dan Pangasius nieuwenhuisl (lawang).

(38)

benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur.

2.3.3.3 Kebiasaan makan

Ikan patin dilihat dari kebiasaan makanan (food habbit), di habitat alami dan pada masa fase cenderung bersifat karnivora. Di dalam kolam-kolam pemeliharaan ikan ini bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan baik jasad-jasad hewani maupun nabati, misalnya macaM-macam buah-buahan dari tumbuhan pinggir sungai, biji-bijian, udang (Crustacea), Molusca, Copepoda, Ostracoda, Cladosera, Isopoda, Amphipoda, cacing dan sisa-sisa organisme lainnya.

(39)

III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi atas pengumpulan data, pengolahan data dan pelaporan hasil kegiatan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Scientific EchosounderSimrad EY-60 frekuensi 120 kHz (ES120-7C)

b) Jaring berbentuk kerucut dengan diameter alas 1 meter dan tinggi 5 meter. Bahan jaring terbuat dari PVC (polyvinylchoride) dengan ukuran mata jaring 0,5 cm, sehingga diupayakan ikan tidak merasa stress selama masa pengambilan data.

c) Ikan air tawar yaitu ikan nila (O. niloticus), ikan mas (C. caprio), dan ikan patin (P. hypothalmus).

3.3 Data Akustik

3.3.1 Pengambilan Data Akustik

Pengambilan data akustik pada ikan air tawar dilakukan secara in situ

(40)

Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan

Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan alat scientific echosounder SIMRAD EY-60 split beam dengan frekuensi tranducer 120 kHz (ES120-7C) yang memiliki sudut tranmisi (half beam width) 7o dan dioperasikan dengan pulse duration 0.128 ms. Jaring ikan ditenggelamkan sedalam kurang lebih 5 meter, dan posisi tranducer ditempatkan 0.5 meter di bawah permukaan air (Gambar 8). Pengaturan parameter akustik selama pengambilan data tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaturan parameter untuk pengoperasian Simrad EY60

Parameter Nilai

Frequency 120 KHz

Pulse Duration 0.128 ms

Power transmit 50 watt

SV threshold -70 dB

TS threshold -80 dB

(41)

25

(42)

3.3.2 Pemrosesan Data Akustik

Sinyal akustik yang terekam dalam echogram selanjutnya diolah untuk mengubah raw data dengan perangkat lunak Echoview 4.8. Data yang dihasilkan dari pemrosesan data berupa matriks data akustik (MDA) yang terdiri dari matriks data target strength dan backscaterring volume (Sv). Selanjutnya setiap file memuat MDA dianalisis dengan menggunakan deskriptor akustik yang dikembangkan untuk identifikasi spesies dari modifikasi rumusan Charef et al.

(2010) seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Deksriptor akustik menurut Charef et al. (2010) yang telah dimodifikasi

Deskriptor akustik Formula Hitungan

Energetik

Sv (dB) 10 log10�

σsv = volume backscattering coefficients

TS (dB) 10 log10�

σbs = backscattering cross section

Sa (dB) 10 log

10

� � 2

Sa = area backscattering strength, Ψ = equivalent beam angle (steradians), R = range (m)

ESD = Standar deviasi energi akustik

(43)

27

Gambar 9. Skema Pengukuran Deskriptor Akustik

3.3.3 Analisis Nilai Deskriptor Akustik

Analisis data statistik digunakan untuk mencari keeratan hubungan antar parameter deskriptor akustik dengan Analisis Faktor , mengelompokkan sampel ikan dengan nilai deskriptor akustik berdasarkan ukuran kemiripan (simmilarity) atau ketakmiripan (dissimilarity) dengan Analisis gerombol (Clusterring Analysis), dan Analisis Diskriminan (Discriminant Factor Analysis) unuk mengelompokkan individu ke dalam suatu obyek kelas berdasarkan sekumpulan peubah-peubah bebas (Fauziyah, 2005).

(44)

3.4 Jaringan Saraf Tiruan 3.4.1 Arsitektur JST

JST yang dipakai dalam penelitian ini yaitu tipe JSTB dengan 1 lapisan tersembunyi dengan 8 unit masukan, 1 lapisan tersembunyi, dan 3 unit keluaran. JSTB dipakai menggunakan model JST-PR (Pattern Recognition) dengan metode pelatihan scale conjugate gradient. Apabila jaringan telah memahami pola yang diberikan maka JST menguji keseluruhan data nilai deskriptor akustik yang diberikan. Proporsi perbandingan antara jumlah sampel pembelajaran dan sampel uji sebesar 70 : 30.

Adapun JST MLP yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 8 unit masukan, 4 unit tersembunyi dan 3 unit keluaran. JST MLP menggunakan aturan pembelajaran terbimbing untuk pembanding hasil yang diperoleh dari arsitektur JST Backpropagation.

3.4.2 Rancangan Awal dan Pelatihan JST

Nilai deskriptor akustik yang diperoleh masih dalam bentuk riil, oleh karena itu perlu dilakukan konversi nilai-nilai deskriptor akustik yang diperoleh dari bilangan riil menjadi bilangan biner atau bipolar.

Formula untuk merubah bilangan riil menjadi bilangan biner/bipolar dalam JST dilakukan dengan rumus transformasi linier :

= − ( − )

− + (20) dimana , x' = bilangan biner/bipolar

x = bilangan riil a = data minimum b = data maksimum

Untuk menjalankan JSTB, mula-mula dilakukan penghitungan unit masukan keseluruhan yang sudah diboboti dengan bias. Setelah itu nilai tersebut diaktivasi dengan fungsi sigmoid biner dan bipolar agar dapat terkirim pada lapisan diatasnya (feed forward ). Apabila galat yang diperoleh masih besar dari

(45)

29

Gambar 10. Rancangan Awal Arsitektur Backpropagation

Pada pelatihan JST MLP, iterasi terus dilakukan untuk semua data uji sampai diperoleh bobot dimana nilai keluaran sama dengan nilai target yang ditentukan, selanjutnya nilai bobot yang diperoleh digunakan untuk menguji data secara keseluruhan.

Gambar 11. Rancangan Awal Arsitektur MLP 3.4.3 Rancangan Akhir dan Pelatihan JST

(46)

arsitektur JST dibandingan dengan hasil perhitungan nilai deskriptor secara analitik (statistik).

(47)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan data akustik ikan

Data akustik yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis ikan yaitu ikan mas, nila dan patin masing-masing sebanyak 5 ekor. Pengambilan data dilakukan menggunakan instrumen akustik bim terbagi (Simrad 120 kHz) pada bulan Januari, 2011 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur.

Ikan mas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai rataan

Hubungan nilai rataan target strength ikan mas dibandingkan dengan panjang total ikan memiliki koefisien korelasi sebesar (R2 = 0,996) dengan nilai rataan target strength untuk 1.910 sampel data sebesar -52,14 dB ± 4,50. Nilai rataan target strength untuk panjang total minimum ikan mas 26,3 cm yang memiliki berat 250 gram sebesar -63,72 dB, sedangkan nilai rataan target strength

panjang total maksimum ikan mas 37 cm dengan berat 800 gram sebesar -52,58 dB (Gambar 12).

Nilai korelasi hubungan target strength dan panjang total untuk ikan nila dengan jumlah sampel data yang sama diperoleh sebesar (R2 = 0,859) dengan nilai rataan target strength sebesar -60,79 dB ± 2,87. Panjang total minimum ikan nila sebesar 23,5 cm dengan berat 313 gram memiliki nilai rataan target strength

sebesar -68.30 dB dan panjang total maksimum sebesar 38,5 cm dengan berat 1.073 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -59,62 dB (Gambar 12).

(48)

sebesar -63,70 dB, sedangkan untuk panjang total maksimum 45 cm dengan berat 748 gram memiliki nilai rataan target strength sebesar -55,80 dB (Gambar 13).

Gambar 13. Hubungan target strength dan panjang total ikan

Ikan mas (C. caprio) adalah jenis ikan yang memiliki gelembung renang dengan 2 ruangan (2-chamber), sedangkan ikan nila (O. niloticus) dan ikan patin (P. pangasius) adalah jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang (1- chamber). Perbedaan tipe gelembung renang ini sangat mempengaruhi terhadap nilai backscattering cross section, skewness, variance dari deskriptor target strength ikan.

(49)

33

Gambar 14. Kurva distribusi normal nilai target strength ikan

Selain nilai variance dan skewness, analisis indeks sebaran data atau dikenal dengan Fano factor diperoleh nilai indeks VMR (variance mean ratio) untuk ketiga jenis ikan uji berada pada interval 0 sampai 1 dengan nilai VMR masing-masing sebesar 4,85e-05 (mas), 3,13e-06 (nila), dan 1,52e-05 (patin), sehingga dapat dikatakan sebaran data yang diperoleh berada dibawah nilai rata-rata (under dispersed).

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa nilai target strength ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang memiliki nilai keragaman yang lebih rendah daripada ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang. Selain itu ikan yang memiliki 2 ruangan gelembung renang akan memiliki nilai target strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan yang hanya memiliki 1 ruangan gelembung renang. Sedangkan untuk kedua tipe gelembung renang tersebut memiliki nilai VMR yang sama (Tabel 3).

Tabel 3. Rangkuman nilai variance , skewness dan VMR Jenis

Ikan

Type

(50)

4.2 Pengambilan data kualitas air

Data kualitas air yang diukur selama pengambilan data akustik meliputi parameter suhu, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH). Pengambilan data kualitas air dilakukan dalam selang waktu 4 jam dari permukaan sampai dasar jaring (0-5 m).

Suhu air yang terukur selama penelitian berkisar antara 26,62oC – 28,08oC dengan nilai rataan sebesar 27,34 oC. Suhu yang tertinggi terdapat pada kedalaman 3 meter, sedangkan suhu yang terendah terukur pada kedalaman 1 meter. Kadar oksigen terlarut tercatat pada interval 5,05 ppm – 5,79 ppm dengan nilai rataan sebesar 5,46 ppm. Sedangkan derajat keasaman yang terukur berkisar antara 7,51 – 8,07 dengan nilai rataan 7,80. Kadar pH air menunjukkan semakin ke dasar semakin basa, sedangkan oksigen terlarut menunjukkan nilai yang tertinggi pada kedalaman 2 meter selanjutnya menurun dengan bertambahnya kedalaman. Tabel 4 memperlihatkan rangkuman nilai rataan pengukuran kualitas air.

Tabel 4. Rangkuman nilai rataan data kualitas air

Kedalaman pH DO Suhu

(51)

35

4.3 Analisis Statistik

Data akustik yang tersimpan dalam format echogram dianalisis menggunakan program pengolahan Echoview versi 4.8. Data yang diperoleh kemudian diekstraksi menggunakan metode Region Analysis untuk menghasilkan parameter deskriptor akustik untuk setiap pola kawanan (shoaling) ikan uji. Data yang dianalisis sebanyak 116 echogram, masing-masing 56 file echogram ikan nila, 40 file echogram ikan mas dan 20 file echogram untuk ikan patin.

Deskriptor akustik yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel yang terbagi dalam 3 kategori yaitu deskriptor morfometrik (Tinggi), batimetrik (Kedalaman dan Ketinggian Relatif) dan energetik (Sv, TS, Sa, Skewness dan Kurtosis).

4.3.1 Analisis Korelasi

Analisis korelasi dilakukan untuk menjelaskan keeratan hubungan antara variabel deskriptor akustik yang dinyatakan dengan besar kecilnya koefisien korelasi. Pada sub bab ini akan dibahas hubungan antara deskriptor secara keseluruhan.

(52)

Tabel 5. Matriks korelasi antar deskriptor akustik

Correlations

Deskriptor Tinggi Kedalaman Ketinggian

Relatif Skewness Kurtosis Sv TS Sa

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

4.3.2 Analisis Faktor

Analisis Faktor dilakukan untuk melihat variabel deskriptor akustik yang mencirikan tiap kawanan ikan uji. Analisis ini digunakan untuk mendistribusikan pembobotan pada komponen utama dengan mereduksi dimensi data sehingga mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variabel deskriptor akustik. Hasil analisis faktor dapat dijelaskan melalui hasil

(53)

37

Communalities menunjukkan jumlah varians dari variabel deskriptor akustik yang dapat dijelaskan oleh komponen factor yang terbentuk dalam analisis faktor.Semakin besar nilai communalities, maka semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Hasil analisis menunjukkan nilai communalities setiap deskriptor > 0.5 sehingga analisis komponen utama dapat dilakukan untuk setiap variabel deskriptor. Nilai communalities yang tinggi sebesar 0,912 dan 0,927 yang diperoleh oleh variabel Skewness dan Sv dapat menjelaskan keeratan hubungan diatas 90%, sedangkan variabel Tinggi hanya dapat menjelaskan keeratan hubungan kurang dari 55% (0,549) dan variabel lainnya dapat menjelaskan keeratan hubungan antara 80% - 90% (Tabel 6).

(54)

Tabel 7. Nilai Total Keragaman (Variance)

Total Variance Explained

Component

(55)

39

Gambar 15. Grafik Biplot Deskriptor Akustik

Komponent matrik hasil rotasi memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata dengan cara memperbesar faktor loading setiap deskriptor. Komponen pertama terdiri dari variabel deskriptor bathimetrik yaitu Ketinggian Relatif dan Kedalaman. Komponen kedua terdiri dari 3 deskriptor energetik yaitu Sv, Area Backscattering strength dan target strength, sedangkan komponen ketiga terdiri dari deksriptor morfometrik yaitu tinggi kawanan ikan dan deskriptor energetik yaitu Skewness dan Kurtosis (Gambar 15).

(56)

4.3.3 Analisis Cluster

Analisis Cluster dilakukan untuk mengelompokkan ikan uji berdasarkan kesamaan karakteristik deskriptor akustik yang diperoleh. Nilai deskriptor yang diperoleh akan diklasifikasikan menggunakan metode non hirarki sehingga parameter deskriptor yang berada dalam satu cluster akan memiliki kemiripan satu sama lain (Santoso,2002).

Hasil analisis cluster menggunakan metode K-means Cluster diperoleh dari proses iterasi untuk mengelompokkan 5730 sampel diperoleh jarak minimum antar pusat cluster adalah 18,091 pada iterasi ke-25. Adapun hasil akhir dari proses clustering dijelaskan berikut ini :

Tabel 8. Nilai Final Cluster Final Cluster Centers

Deskriptor Cluster

Mas Nila Patin

Zscore: Tinggi 0,55346 -0,08636 0,09888

Zscore: Kedalaman -1,03217 0,64276 -0,73706

Zscore: Ketinggian Relatif 26,31494 -0,58021 0,65581

Zscore: Skewness 0,97181 -0,27982 0,32068

Zscore: Kurtosis 0,53970 -0,23440 0,26873

Zscore: Sv -0,27529 -0,63991 0,73427

Zscore: Target strength -0,24706 -0,62954 0,72236

Zscore: Sa -20,19531 -0,29921 0,34411

Hasil keluaran akhir dari analisis cluster, pada cluster 1 variabel Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan variabel lainnya memiliki nilai di bawah rata-rata total sampel. Cluster 2 hanya variabel Kedalaman yang memiliki nilai di atas rata-rata, sedangkan pada cluster 3 justru sebaliknya hanya variabel deskriptor Kedalaman yang berada di bawah rata-rata sampel (Tabel 8). Menurut Santoso (2002), nilai z-score menentukan kekuatan terhadap pembentukan cluster, jika nilai z-score semakin besar dan bernilai positif maka deksriptor tersebut berpengaruh semakin kuat terhadap kelompoknya, begitu pula sebaliknya jika z-score bernilai negatif.

(57)

41

Cluster 2 (Ikan nila) hanya ditentukan oleh deskriptor Kedalaman, sedangkan pembentukan Cluster 3 (Ikan patin) ditentukan oleh hampir seluruh deskriptor akustik kecuali descriptor Kedalaman.

4.3.3 Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan bertujuan untuk mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan menyeluruh (exhaustive ) berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Asumsi

yang digunakan dalam analisis diskiminan pada penelitian ini adalah : (a) Variabel deskriptor akustik harus berdistribusi normal dan (b) Matriks

varians-covarians variabel deskriptor akustik harus berukuran sama.

Tabel 9. Nilai Test of Equality

(58)

Tabel 10. Nilai Wilk’s Lambda

(59)

43

Struktur matriks fungsi diskriminan yang menjelaskan korelasi antara variabel deskriptor akustik diperoleh hasil korelasi deskriptor Kedalaman pada fungsi 1 memiliki nilai 0,536, lebih besar dibandingkan pada fungsi 2 (-0,385) sehingga deskriptor Kedalaman dimasukkan sebagai variabel dalam fungsi diskriminan 1. Selain itu variabel deskriptor Ketinggian Relatif, Area Backscattering strength dan Tinggi juga masuk dalam fungsi diskriminan 1, sedangkan deskriptor Sv, Target strength, Skewness dan Kurtosis dimasukkan dalam fungsi diskriminan 2 (Tabel 11).

Gambar 16. Diagram Pareto Nilai Normalize Importance of Variables

(60)

Tabel 12. Hasil nilai klasifikasi analisis diskriminan

Classification Resultsa

Kode Ikan Predicted Group Membership

Total

a. 77.5% of original grouped cases correctly classified.

Hasil klasifikasi yang dilakukan dengan metode analisis diskiminan diperoleh jumlah sampel ikan mas yang dapat diidentifikasi sebesar 68,3%, ikan nila yang dapat diidentifikasi sebesar 79,4%, dan ikan patin yang dapat teridentifikasi sebesar 87.4%. Secara keseluruhan model fungsi diskriminan yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan pengklasifikasian 3 kelompok ikan uji sebesar 77,5% (Tabel 12).

Ketepatan identifikasi jenis ikan yang paling tinggi diperoleh oleh jenis ikan patin, hal ini dapat dijelaskan karena hampir seluruh variabel deskriptor akustik kecuali variabel Kedalaman dapat membedakan secara jelas dibandingkan dengan ikan mas dan nila. Ketepatan identifikasi jenis ikan nila sangat dipengaruhi oleh variabel deskriptor Kedalaman dimana ikan nila terdeteksi pada kedalaman 1-5 meter. Hal ini sesuai dengan sifat ikan nila sebagai hewan omnivora yang dapat beradaptasi sebagai ikan permukaan maupun ikan dasar. Sedangkan ketepatan identifikasi ikan mas ditentukan oleh variabel deksriptor Tinggi, Ketinggian Relatif, Skewness dan Kurtosis seperti yang diperlihatkan dari hasil analisis Cluster.

4.4 JST Backpropagation

(61)

45

a. Penentuan metode pelatihan yang tepat

Metode pelatihan JSTB bertujuan untuk mempercepat kerja jaringan saraf tiruan dalam mengenali suatu pola (Demuth & Beale, 1998 dalam Muhiddin, 2004; Adetiba et. al, 2011). Metode pelatihan backpropagation yang digunakan bertujuan untuk memperoleh nilai Mean Square Error (MSE) di bawah toleransi yang ditentukan dengan jumlah iterasi yang paling sedikit (minimum). Salah satu aplikasi JSTB untuk pengenalan pola yaitu menggunakan JSTPR (Pattern Recognition). JSTPR dapat mengenali pola dalam bentuk deretan vektor dengan baik menggunakan metode pelatihan Scaled Conjugate Gradient Backpropagation.

b. Penentuan jumlah neuron dalam lapisan tersembunyi

JSTPR adalah jaringan 2 lapis feed-forward dengan input dan target masukan dalam bentuk biner dengan fungsi aktivasi pada layar tersembunyi menggunakan tansig dan fungsi aktivasi pada layar ouput menggunakan biner. Penentuan jumlah neuron yang menghasilkan nilai ketepatan yang tinggi menggunakan metode trial and error .

Percobaan menggunakan berbagai jumlah neuron dari 1 – 100 neuron, diperoleh ketepatan pengenalan jenis ikan di atas 80 % kecuali untuk jumlah neuron 1 dan 80 yang hanya memberikan ketepatan akurasi sebesar 67,44 % dan 31,63 %. Nilai MSE yang paling kecil diperoleh pada penggunaan jumlah neuron sebanyak 50 yang memberikan nilai MSE sebesar 0,0783 dengan persentase error sebesar 15,58%.

Tabel 13. Nilai MSE dan % E JST-PR

No Algoritma Pelatihan Fungsi Pelatihan Neuron MSE % E

1 Scale Conjugate Gradient trainscg 1 0,1582 35,23

(62)

Hasil aplikasi JSTPR dalam pengenalan 3 jenis ikan dengan 5730 sampel pola diperoleh nilai MSE dengan ketepatan yang paling tinggi yaitu model JSTPR dengan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi sebanyak 30 neuron (Tabel 13). Penggunaan 30 neuron pada lapisan tersembunyi JSTPR memberikan nilai MSE pada data uji sebesar 0,0809 dengan persentase error sebesar 16,16%. Nilai MSE yang diperoleh pada saat digunakan pada data uji diperoleh sebesar 0,0858 dengan persentase error sebesar 17,44%. Sedangkan nilai MSE yang diperoleh pada saat validasi model JST-PR sebesar 0,0778 dengan tingkat akurasi sebesar 84,66 % (Tabel 14).

Tabel 14. Hasil pengujian dan validasi JST Backpropagation

Sampel MSE % Error

Training 4010 8,09E-02 1,62E+01

Validasi 860 7,78E-02 1,53E+01

Testing 860 8,59E-02 1,74E+01

Gambar 17. Grafik MSE vs Epoch JST-PR

(63)

47

ikan patin sebesar 28,4% dengan total akurasi sebesar 84,1%. Pada saat validasi model JST-PR diperoleh nilai akurasi pengenalan jenis ikan mas sebesar 27,1%, ikan nila sebesar 26,0% dan ikan patin sebesar 31,6% dengan total akurasi sebesar 84,8%. Dari hasil aplikasi model JST-PR dapat disimpulkan bahwa pengenalan 3 jenis ikan air tawar menggunakan input masukan deskriptor akustik dapat dikenali dengan baik (Tabel 15).

Tabel 15. Matriks konfusi JST-PR

Mas Nila Patin Total

% Prediction % Prediction % Prediction % Prediction

Training 28,10 27,60 28,40 84,10

Validasi 27,10 26,00 31,60 84,80

Testing 29,00 25,90 27,70 82,60

All 28,10 27,10 28,80 84,00

4.5 JST Multilayer Perceptron

JST-MLP terdiri dari beberapa neuron yang terhubung dan mempunyai input masukan dan keluaran dimana perceptron akan menghitung jumlah nilai perkalian penimbang dan masukan dari parameter permasalahan yang kemudian dibndingkan dengan nilai threshold. Aplikasi JST-MLP dikembangkan dengan menggunakan metode pelatihan Backpropagation.

(64)

Gambar 18. Grafik MSE vs Epoch JST-MLP

Algoritma pelatihan yang digunakan dalam JST-MLP yaitu algoritma Levenberg-Marquard yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan algoritma pelatihan yang lain. Hasil identifikasi 3 jenis ikan uji dalam JST-MLP pada saat validasi diperoleh ketepatan penentuan jenis ikan mas sebesar 27,7%, ikan nila sebesar 27,8% dan ikan patin sebesar 30,2% (Tabel 16).

Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari aplikasi JST yang memberikan nilai ketepatan yang lebih tinggi dalam penentuan 3 jenis ikan air tawar yaitu aplikasi JST-MLP dengan metode pelatihan Backpropagation.

Tabel 16. Matriks konfusi JST-MLP

Classification Resultsa

Kode Ikan Predicted Group Membership

Total

Mas Nila Patin

Count Mas 1587 1910

Nila 1595 1910

Patin 1730 1910

% Mas 27,7 86,9

Nila 27,8 84,9

Patin 30,2 85,4

(65)

49

Pengujian terhadap dua model JST yang diperoleh dengan menggunakan data acak sampel data ketiga jenis ikan uji dengan jumlah masing-masing sampel sebanyak 150 sampel, diperoleh ketepatan klasifikasi dan identifikasi jenis ikan menggunakan model JSTPR sebesar 95,6 %, lebih baik dibandingkan dengan model JST-MLP dengan nilai akurasi sebesar 95,1 %. Namun secara keseluruhan kedua model JST yang diperoleh dari hasil penelitian ini memberikan ketepatan akurasi klasifikasi dan identifikasi ikan diatas 90% (Tabel 17).

Tabel 17. Matriks konfusi Pengujian Model JSTPR dan JST-MLP Additional Test

Model JST Jenis Ikan Predicted Group Membership

Mas Nila Patin

JST PR

Mas 30,7

Nila 32,4

Patin 32,2

JST MLP

Mas 27,9

Nila 33,8

Patin 33,8

a. 95,6 % of correctly classified by JST PR

Gambar

Gambar 1. Kerangka Penelitian
Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner
Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar
Gambar 7. Penampang lateral dan dorsal ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak akan memasuki keadaan yang serba baru, remaja dianggap bukan lagi anak-anak, karena pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang

Alasan utamanya, dan untuk kepopuleran pendanaan pada proyek, adalah para donatur butuh untuk menyebarkan resiko finansialnya (financial risks), dan tidak seperti pendanaan inti

Berbeda dengan sesi sebelumnya, data D3 sesi 201602 ini diambilkan dari data dosen eligibel D1/D2 pada PDDIKTI sesuai dengan kondisi terakhir.. Data D2 yang tidak masuk D3 dapat

Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) menunjukan bahwa pembelajaran dengan tutor sebaya terbukti dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam bermain ornamen suling lubang

faktor risiko terjadinya kardiomiopati dilatasi di Rumah Sakit dr.. 1.2

Pemrograman Aplikasi Mobile | Celsius – Fahrenheit Calculators With SOAP 27 Sekarang cek pada add external jar dan pastikan jar yang terinstall harus sesuai. Jika

In this study we demonstrated that ethanolic extract of gembili has anticancer activity against T47D breast cancer cell line by alterating cycle cell

yang sangat saya cintai, terima kasih atas kasih sayang,. dukungan, dan doa yang diberikan kepada saya