• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Pendekatan Penyusunan Baku Mutu Dalam Menangani Lahan Te r kontaminasi Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) di Tinjau dari Aspek Sites Assessment Planning (SAP) dan Remedial Action Planning (RAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi Pendekatan Penyusunan Baku Mutu Dalam Menangani Lahan Te r kontaminasi Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) di Tinjau dari Aspek Sites Assessment Planning (SAP) dan Remedial Action Planning (RAP)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR NASIONAL

PENGELOLAANSU BERDAYAALA DANL1NGKUNGAN

"Meningkatkan Peran Strategis Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan"

Semarang, 11 September 2012

Program Studi

IImuLingkungan

Program Pascasarjana

Undip

Program Studi

IImu Lingkungan

Program Pascasarjana

UNS

(2)

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar lsi

DAFTAR lSI

... .. ... . . •. . . .. •. ... . . . .. . ...•.. . . .... . .. . .. . . .. ...• •. . . .. . . •••. . . .. II .. ... ... . ... . .. .. . . . .... .. .. .. . .. .... ... . . .. ... .. . . ... .. . .. .. . . . .. ... . . .. . . ... .. .. ... ... III

Laporan Ketua Panitia... ... ... ... ...

IX

Sambutan Rektor Universitas Diponegoro

XII

Keynote Speaker: Menteri Kehutanan RI

XI V

Komisi

I.

Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

I.

Eco-Architecture

sebagai Konsep

Urban Development

di Kawasan

Slums

dan

Squatters

Kota

Bandung

As ep Yudi Permana

I

2. Konsep Perencanaan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Kendaraan Bennotor di Jalan Raya

Setiyo Daru Cahy ono, Rashid Kholilur Rohman, Rochidajah

12

3. Urgensi Pengelolaan Sumberdaya Mangrove Terpadu dalam Pengurangan Dampak Kerusakan Lingkungan dan Bencana Wilayah Kepesisiran Indonesia

Dana Adisukma, Septiana Fathurrohmah

17

4. Analisis Kinerja Pengelolaan Lingkungan lndustri Tekstil Peraih ISO 1400 I

Zaenuri Mastur dan Fathur Rokhman

25

5. Model Intrusi Air Laut Terhadap Air Tanah pada Akuifer di Kota Semarang

Edy Suhartono, Purwanto, Suripin

30

6. Analisis Kerusakan Lingkungan Daerah Aliran Sungai Serang dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG

Agus Wuryanta

36

7. Analisis Stakeholder Pengelolaan DAS Garang Provinsi Jawa Tengah

Muhammad Fatahillah, Suharyanto,

Tukiman Taruna

42

8. Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro - Roban Kabupaten Batang

Yusmanto, Sutrisno Anggoro, Tukiman Taruna

47

9. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Na sional Karimunjawa Berbasis Pendekatan Bioekonomi

Mussadun 54

10. Pemberdayaan Masyarakat untuk Konservasi Hutan Mangrove di Desa Barus Kecamatan Tirtohargo Kabupaten Bantul

fenny Dwi

Artini

63

11.

Community Based Natural Resources Managem ent

(CBNRM) dalam Upaya Konservasi Daerah

Aliran Sungai (Studi Kasus Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang)

Fransisca Emilia, Boedi Hendrarto, Tukiman Taruna

69

12. Pengelolaan Kelestarian Mata Air Senjoyo dengan Melibatkan Generasi Muda Warga Sekitar Mata Air, Warga Sekitar Daerah Tangkapan Air dan Warga Pengguna Mata Air

Titi Permata P.H

74

13. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan PLTMH di Desa Depok Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan

(3)

14. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan

Program San itasi Lingkungan

Berbasis

Masyarakat di Kabupaten Tulunga gung

Sri

Wahyuni, Onny

Setiani, Suharyanto

81

15. The

Communities Participation in Planni ng Greenbelt for Conservation at Jatibarang Reservoir

Area

Noni HD.

Suharyanto,

Sri Suryoko

89

16. Faktor Penghambat dan Pendukung Peran Serta Masyarakat da lam Rehabilitasi

Lahan di

Kecamatan Ngargoyoso Karanganyar

Prabang Setyono, Ismi Dwi Astuti, Suntoro WOl/gso Atmojo

95

17. Idcntifi kasi Kerentanan Sos ial Ekonomi Kelembagaan untuk Penge lolaan DAS Tulis (Dataran

Tinggi Dieng)

Purwanto dan S. Andy Cahy ono

101

18. Persepsi Wisatawan Terhadap Pengelolaan Obyek Wisata Alam Ca ngar

Hanik Fikri

Maulida,

Sutrisno Anggoro, Indah Susilowati

110

19. Evaluasi Dayadukung Lingkungan Di Zona Industri Genuk Semarang

Sudanti

115

II.

Konservasi Sumber daya Alam dan Lingkungan

I.

Kondisi Terumbu Karang Pulau Kasiak Par iaman Provinsi Sumatera Barat

IllOmrin:

r

I.

Siregar, S.H Siregar. Elizal, A. Anggoro, M Ridwan dan M Delpopi

121

2. Peranan Ekowisata da lam Konservasi Sumber Daya Alam dan Pembangunan Berkelanj utan di

Kawasan Pesisir Indones ia

Septiana Fathurrohmah,

Dana Adisu kma

127

3.

Analisis Daya Dukung Efektif Taman Wisata Alam Grojogan Sewu dalam Mendukung Pariwisata

Alam Berkelanjutan

Hariadi Siswantoro, SutrisnoAnggoro, Dwi P. Sasongko

13 5

4.

Permasalahan dalam Pemulihan Kondisi CA KeJing

W Ill

di Keeamatan KeJing Kabupaten Jepara

Junaedy Siam el Wibowo Boedi Hendrarto, Hartuti Purnaweni

)43

5.

Daya Dukung Habitat Gajah Sumatera (E lephas max imus sumatranu s Tcmminek) di Suaka

Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan

Agnes Indra Mahanani. Ign. Boe di Hendrarto , Tri Retnaningsih S

)

48

6.

Keragaman Arthopoda Tana h di Lahan Apc l Dcsa

T ulungrejo

Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Retn o Indahwati, Budi

Hendrarto, Mu nifatul Izza ti

151

7.

Distribusi Nutrien dan pH pada Ekosistem Terumbu Karang dan Lamun di Perairan Beras Basah

Kola Bontan g

lrwan Ramadhan Ritonga

155

8.

Analisis Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Taman Nasional Kutai berdasarkan Data Satelit

Landsat ETM dan Kerapatan Vegetasi

Anugrah Aditya Budiarsa

163

9.

Distribusi Umur Populas i Pela lar

(Dip terocarpus

gracilis

blume) di Kawasan Cagar Alam

Ulo lanang Keeubung Kabupaten Batang Jawa Te ngah

Ary Susatyo Nugroho

dan Isrowati

169

10. Potensi Jenis Sawokccik

(Manilkara kauki

(L.)

Dubard) di Propinsi Nusa Tenggara Barat

Dewi Maharani, Resti Wahyuni

dan Aris Sudomo

175

1I. Pemilih an Jenis Pohon Lokal Cepat Tumbuh untuk Pemulihan Lingkungan Lahan Pascatamban g

Batubara di PT. Singluru s Pratama

Burhanuddin Adman. Boedi Hendrarto dan Dwi P. Sasongko

183

12. Uj

i

Coba Pcnanaman .Jagung

(Zea lIIays)

pada Tegakan Mangl id dcngan Sistem Agroforcstry

(4)

13. Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan Tanaman Jati dengan Varietas Unggul Baru Kedelai

(Gycine max

Ltrnerr) dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas di Jnceptisol Gunungkidul

Eko Srihartanto, ArifAnshori dan Arlyna B. Pustika

195

14. Kearifan Lokal Masyarakat Gunungkidul dalam PengeloJaan Karst sebagai Cermin Wawasan

Lingkungan

Pranatasari Dyah Susanti dan Adnan Ardhana

200

J5. The Local Wisdom of Lubuk Larangan as a Conservation Effort of the Singingi River

Zulfan Saam

&

Fauzul Amri

207

16. Persepsi dan Perilaku Masyarakat Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo dalam

Upaya Pelestarian Hutan Rakyat

Wakhidah Heny Suryaningsih, Hartuti Purnaweni, Munifatul Izzati

213

17. NiHii Pelestarian Lingkungan dalam Kearifan Lokal Lubuk Larangan di Kampuang Surau

Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat

Amin Pawarti, Hartuti Purnaweni, dan Didi Dwi Anggoro

218

J8. Pengetahuan Masyarakat terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat Rumah Tinggal di

Kabupaten Kudus (Studi Kasus Kelurahan Panjunan, Kudus)

Ferlina Nurdiansyah, Aziz Nur Bambang, Hartuti Purnaweni

224

III. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

1.

Evaluasi Penerapan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Pembangunan di Kabupaten

Boyolali

Wahyu Dwi Nugroho

230

2.

Sinkronisasi Pembangunan Pro Lingkungan Hidup, Pro Kearifan Lokal dan Pro Ketahanan Pangan

Supadiyanto

236

3.

Dampak Kerjasama ASEAN WEN terhadap Pemberantasan Wildlife Crime di Indonesia

Sigit Himawan,

Ign. Boedi Hendrarto, Tukiman Taruna

241

4.

Strategi Pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering di Kabupaten Jepara

Didik Trinugraha Herlambang, Azis Nur Bambang, Indah Susilowati

248

5.

Status Keberlanjutan Kota Batu sebagai Kawasan Agropolitan

Ami Rahayu, Nur NB, Gagoek Hardiman

256

6.

Tingkat Keberlajutan Pembangunan Wisata di Kepulauan Seribu

Mira

261

7.

Permasalahan Sumberdaya Air Pulau Karang Sangat Keeil (Studi Kasus di Pulau Pramuka,

Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta)

Ahmad Cahyadi

267

8.

Strategi Pengembangan Wanamina pada Kawasan Hutan Mangrove Tugurejo di Kota Semarang

Diarto

276

9.

Evaluasi Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Keeamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal

Nur Anwar, Sutrisno Anggoro, Dwi P Sasongko

289

10. lntegrasi Aspek Lingkungan dalam Reneana Revitalisasi Kawasan Permukiman di Desa Kurau

Keeamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah

Mardwi Rahdriawan

297

II. Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Magelang

MF. Anita Widhy Handari, Aziz

Nur

Bambang, Ilartuti Purnaweni

305

12. Strategi Pengelolaan Pestisida menuju Terwujudnya Sumberdaya Tanah yang Lestari

ArifAnshori, Yulis Hindarwati dan Indratin

3 I \

13. Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul

Retna Dewi Wuspada, Hartuti Purnaweni, Dwi P Sasongko

317

(5)

Prathika Andini Goesty, Adj i Same kto , dan Dwi P Sasongko

322

15 . Evaluas i Impleme ntas i SN I 19-2454-200 2 melalui Valuasi Eko no mi pada Kep edulian Ma syarakat

Kota Bandung terh adap Persampahan

Sap to Prajogo

329

16. Desk ripsi Pendekatan Pen yu sunan Baku Mutu dalam Menangani Lahan Terkontaminasi Limbah

83 ditinjau da ri As pe k S ites Assessment Planning (SAP) dan Remedial Acti on Planning (RAP)

Allen Kurniawan

334

17. Kajian Para me te r Suhu dal am Baku Mutu Air Limbah Industri Gula Jenis Air Limbah Kondensor

d i

Jawa

Te nga h

Nov arina lrnaning Handayani, Selia Budi Sasongko, Agus Hadiyarto

343

18.

Kete rbatasan dan Kendala-Kendala dalam Prediksi Penggunaan LAhan Masa Depan Menggunakan

Metode

Cellular A utomata

(Studi Kasus Permodelan Prediksi Penggunaan Lahan DAS Darang TAhun

20 15)

Ahmad Cahy adi, Dhandhun, Wacano, Ardila Yanan

10,

Muh. Sufwandika Wijaya

348

19. Implementas i Kebijakan Hemat Energi di Lingkungan Universitas Diponegoro

Hartuti Purnaweni

352

IV. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

I.

Ident ifikasi Pen garuh Fen omena Global terhadap Kondisi Ekstrem Hujan di Kabupaten Bulungan

dan Ku tai Karta nega ra Kalimantan T imur

AriefSuryantoro

357

2.

Pengembangan Model Regresi Mu lti Var iate Terkait dengan Terjadinya Musim Kering Panjang di

Sent ra Pangan Provin si Kalimantan Timur (Studi Ka su s : Kutai Kartanegara dan Bulungan)

Eddy Hermawan

363

3.

Strategi Kebij akan Pelaksanaan Pemeliharaan Rutin Jalan di Provinsi Jawa Tengah dalam

Mcnghada pi Dampak Perubahan Cuaca

AR. Ha nung Triyono, Se tiyo Daru Cahyono

369

4.

Penangg u langa n Pengaruh Anomali Cuaca pada Kenyamanan Termal Dalam Bangunan

Musyawaroh

376

5.

Analisis Kriteri a dan Indikator Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim Berbasis DA S

(Studi Kasus Sub Das Garang Hulu)

Muchtar Efen di, Henna Rya Sunoko, Widada Sulistya

383

6.

Tingkat Kcrentanan Masyarakat Sekitar Hutan Lindung Gunung Lumut dalam Men ghadap i

Ancaman Pe rub ahan Iklirn

Faiqotul Fala h

388

7.

Model Spas ial Keren tan an Masyarakat W ilayah Pesisir terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasu s:

Wi layah Pesisir Kota Pekalongan)

Riki

397

8.

Kajian Kerentanan Fisik terhadap Ba haya Letusan Gunung Mcrapi di Kccamatan Dukun dan

Srumbung, Kabupaten Magelang

Setyo

Rizky Ady Kartiko dan Imam Bucho ri

4 11

9.

Kajian Pengh id upa n Berkelanjutan (S usta inable Liv elih ood) di Ka wa san Dieng ( Kas us D i Dua

Desa Kecam aran Kej ajar Kabupaten Wo nosobo)

Anton Martopo, Su hariyanto, Gag oe k Hardiman

424

10. Perilaku 8 crt ani Padi Saw ah ya ng Mitigatifterhadap Pcrubahan Iklim di Kabupatcn Bim a

Muhammad A hyar, Azis N.B. dan Wida da

S

43 1

II. Pcrubahan Pcn ggun aan

La ha n Pertanian kc Non-Pcrtanian dan Struktur Mat a Pcn cah a rian

Penduduk di Kcca ma ta n Ungaran Barat Kabupaten Se ma rang

(6)

! .I -•.J•..JidillgSemina r :\'as ;o l1u !l 'cngclolaan.\ lll n h el'd a.l'U . // (UildonQNOAQNMZGZHセエャ[ェL GNNA エャャO

Se marang, 11Septemb er 20 12

Deskripsi Pendekatan Penyusunan Baku Mutu Dalam Menangani Laha n

Te r kontaminasi Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) di Tinjau dari Aspek

Sites Assessmelll

Planning

(SAP) dan

Remedial A ction Planning

(RAP)

A llen Kurniawan "

'Departernen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institul Pert.anian Bogor, Bogor, Indonesia

*

allenkum iawan@ipb.ac.id ABSTRAK

Adanya limbah tidak bisa dilepaskan dari aktivitas dan proses produksi yang mempunyai nilai kebutuhan di tenga masyarakat. Limbah tersebut mempunyai efek yang berbahaya dan bersifat toksik bagi lingkungan dan organisme apabila tida ditangani meIaIui pendekatan teknologi tepat guna Umumnya, limbah dari scktor perindustrian dalam skala kecil dan besar bersif berbahaya dan beracun (B3). Salah satu solusi dalam menangani lahan terkontaminasi B3 adalah dengan pendekatan teknoto, remediasi untuk menetralisir kontaminan, sehingga tingkat toksisitas menjadi tidak terlalu berbahaya Dalam penerapan tekni remediasi di lingkungan, adanya rcgulasi mcrupakan hal yang esensial bagi pengawasan terhadap kelancaran proses. Halil

mcnjadikan peraturan harus mempunyai pcndekatan-pendekatan yang empiris terhadap berbagai faktor yang terjadi di alan Berbagai macam kriteria diperlukan dalam penyusunan standar baku mutu, yaitulimit of detection, background level, regulator cleanup level, human health risk standardantechnology based cleanup .Dengan demikian, mengingat tingkat penangananlirnbahB di Indonesia masih rendah, maka pendekatan regulasi sebaiknya mencakup kelima kriteria tersebut. Peraturan dibuat dan diuba sejalan dengan perkembangan kondisi limbah yang berada di lingkungan. Peraturan Menleri Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahu

2009, British Columbia 's Sites Remediation dan Contaminant Sites Ordinan ce of Germany berfungsi untuk mengisolasi laha tercemar dalam mengendalikan dampak negatif terhadap masuknya kontaminan berbahaya ke dalam lingkungan. Peraturantersebi

mempunyai tata cara penulisan dan wacana fokus penanganan yang berbcda-bcda dengan acuanSites Assess ment Planning(SAl danRemedial Ac tion Planning(RAP), sehingga didapat adanya kelebihan maupunkekurangan .Hal yang wajar apabilamelakuka

tinjauan pcrbandingan antara peraturan tersebut guna memperbaiki dan menyempumakan elemen regulasi dalam mengelola laha tercemar.

Kata Kunci: kontaminan, Remedial Action Planning, remediasi, Sites Assessment Planning.

I. PENGANTAR

Dalam dekade terakhi r, setia p kegiatan pembangunan yan g bertujuan untuk men ingkatkan deraj at kesejahteraa masyarakat difokuskan kepada se ktor perindustrian. Pembangunan yang berkelanjutan d i bidang industri tersebt menimbulkan masalah di lema tis. Pada salah satu sisi proses ini menghasilkan produk atau barang yang mu lti-guna ba, kehidupan masyarakat, di lain p ihak efek yang ditimbulkan dari sisa proses berupa Iimb ah. Denga n semaki meningkatnya laju perkembangan ind ustr i, semakin besar pula risiko lingkungan menjad i tercemar oleh adanya limbal Di antara berbagai macam jenis limbah terdapat Iimbah be rbahaya beracun, yang umum d isebut limbah B3. Limbah B menurut Peraturan Pemerintah N o.85/ 1999 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung baha berbahaya dan atau beracun y ang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau j umlahnya , baik secara langsun maupun tidak langsun g, dapat meneemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayaka /ingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain .

Hal pertama ya ng harus dil a kuka n terhadap adanya limbah B3 adalah beru sa ha untuk meminimalisir produkdai

ulang, daur pakai, ataupun mengo ptima lkan pemakaian suatu produk yan g m asih mempunyai daya guna yangtingg

Bila hal ini sulit ditangani, maka so lusi berikutnya adalah membuat suatu pengolahan terpadu yang berfungsi mereduk kon taminan ya ng mas uk ke da la m lingkungan. Solusi terakhir dalam menangan i lahan yang telah tercemar adak den gan pendekatan teknologi remedias i, untuk menetralisir kontaminan se hingga ting kat toksisitas menjadi tidak terla · berb ahaya (S ha rm a dan Reddy,2004 ).

Dalam penerapan te kn ik re medias i di lingkungan, adanya regulasi merupakan ha l ya ng esensial bagi pengawase terhadap kelancaran proses. Ha l ini menjadikan peraturan harus mempunyai pendeka ta n- pendekatan yang empir te rhadap berbagai faktor yang te rjadi dalam alam . Pendekatan tersebut pada prin sipnya me leta kka n acuan yang ku da lam memberikan pedoman yang harus dipatuhi oleh setiap pihak penghasi l limb a h. Atas dasar latar belakang terseb maka kajian ini disusun untuk me nganalisa pendekatan yang menunjang terciptanya standari sas i baku mutu remediasi.

(7)

!"'o,,;cliilgSemin,»: X usionalj'f.'ll g elol .l111lSUI1:herd,'t.\'d. tl.un.l.u:1.1I?,-.:.f.::U: !.:(/tl

Selllon lllR .//September20/ 2

2. METODOLOGI

Bahan penelitian ada lah peraturan perundangan terkai t dengan pengelolaan limbah B3 di Indonesia yaitu peraturan Menter i Lingk ungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009 mengenai Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3, dan did ukung o leh kaji an dari peratu ran lain dari negara Kanada yaitu British Columbia's Sites Remediation,dan negara Jerman yaitu Federal Soil Protection and Conta minant Sites Ordinance ofGermany.Metode penelitian ini adalah studi literatur terhadap berbagai sumber.

3. HAS IL DAN D1SK US I

3.1 Kriteria Penyusunan Ba k u Mutu Lahan Terko nta mina s i B3

Standar remediasi adalah atura n yang ditetapkan dala m mengidentifikasi dan mereduksi (cleanup level) setiap konsentrasi kontaminan yang terpajan di dalam lingkungan, dengan pertimbangan tidak mengancam terhadap tingkat kesehatan makhluk hidup dan kelestarian lingkungan. Karena konsep "pembersihan" bersifat sangat ambigu, relatif, dan subjektif, penentuan standarisasi kriteria baku mutu selalu mengalami hal yang problematis. Menurut Buonicore dalam Page (19970, berbagai macam kriteria diperlukan dalam penyusunan standar baku mutu, seperti yang tertera pada Bagan I.

Bagan I. Skematik Pendekatan Kriteria dalam Proses Pemulihan Lahan Terkontaminasi B3

Pendekatan pertama ada lahlimit of detection .Pendekatan ini dihasilkan dari analisis peralatan yang digunakan dalam mendeteksi kontaminan, ya ng diuj i melalui analisa laboratorium. Pendekatan ini akan selalu berubah mengikuti perkembangan lingkungan terk ini. Keunggulan dari flendekatan ini dapat dilihat dari kualitas peralatan. Semakin baik te ologi peralatan yang digunakan, maka semakin spesifik dan valid pula hasil parameter yang dihasilkan. Namun adanya kekurangan yang diperoleh bila menggunakan pendekatan ini. Nilai variabel parameter yang selalu berubah-ubah pada saat lingkungan rnengalarni perubahan kondisi fisik, menjadikan aturan tersebut tidak mempu nyai tingkat kekuatan yang stabil. Hal ini juga d idukung adanya biaya anggaran yang tidak sedikit dalam menganalisa set iap perubahan parameter. Beberapa para meter j uga menunjukkan adanya standar limit yang terdeteksi jauh lebih tinggi daripada standarhuman risk assessment.

Pendekatan kedua adalah backgroun d level. Pendekatan ini dihasilkan sebelum kontaminan berbahaya memasuki lingkungan. Pendekatan ini dianalisa melalui adanya anthropogenic dan natural background. Analis a antropogenik dihasilkan dari pengamatan aktivitas manusia, dan adanya tingkat emisi yang mencemari lingkungan. Sedangkan anali sa alam (natural) dihasilkan dari adanya keterlibatan komponen anorganik pada setiap lokasi. Hal ini menjadi keunggulan dari pendekata n backgro und level. Namun karena angka parameter yang diha silkan terdiri dari batasan konsentrasi rendah, tinggi, dan rata-rata, akan timbul sebuah dilematis dalam menentukan batasan yang d iamb il ketika kontaminan berbahaya memasuki lingkungan. Beberapa pemyataan menyatakan bahwa konsentrasi rata-rata yang digunakan dalam pengambilan keputusan, namun konsentrasi tersebut sebenarnya tidak mewakili dari nila i keseluruhan pada saat sampling dilakuka n.

Pendekatan ketiga adalah regulatory cleanup level. Pendekatan ini dihasilkan dari adanya regulas i atau peraturan yang ditetapkan untuk des kripsi batas penerimaan kontaminan di dalam tanah dan air tanah. Acua n pendekatan ini dilakukan berbeda-beda sesua i dengan kondisi geografis negara, media yang terkontarninasi, dan iklim . Pada pendekatan ini nilai batas maksimum kontaminan pada media tanah wajib diperhitungkan, sehingga terdapat adanya analisa struktural secara kimiawi dari kontaminan terpajan di lingkungan. Analisa ini terbagi atas pembagian stru ktur kontaminan berdasarkan sifat karsinogenik dan ncn-karsinogenik. Pendekatan dapat menjadi lemah akibat

(8)

QQ O ii N セ [、ゥャャァ .\.)(,lJl i l h lF ;\'U.\iOll" jl 'cng el» ...«in Sumbcrdav« lla »:donヲNG Z G iNZGZBセuゥゥNL\ 、 ャャ

Semarang,//September 20 /2 .

adanya penga ruh kebijakan po litik yang dapat mengu bah nilai parameter ta npa adanya analisa bersifat scientifi berdasarkan keuntungan bersama antara p ihak pembuat keputusan dan pihak penerima keputusan .

Pendekatan keempat adalah human h ealth risk standar. Pendekatan ini dihasilkan dengan menganal], keterpaparan risiko kontaminan yang masuk ke dalam lingkungan dari sisi kesehatan makhluk hidup, dan fakt, substansi risiko dampak ekologi. Pendekatan ini difokuskan kepada pathways kontaminan , penyebaran senyawa kimi se rta fasa tereksposure di dalam tubuh makhluk hidup, sehingga faktor makhluk hidup merupakan komponen utan dalam menentukan batasan parameter yang ditetapkan. Namun kelemahan dari pendekatan ini sangat kompleks d: rumit karena setiap sistem yang dimiliki setiap makhluk hidup memberikan nilai parameter yan g berbeda.

Pendekatan terakhir adalah technology based cleanup. Pendekatan ini dilakuk an berd asarkan utilisa (penggunaan) teknologi yang tersedia dalam mereduksi dan memusnahkan kontaminan. Keunggulan dari pendekatani

ada lah fungsin ya yang tepat guna dengan mengidentifikasi jenis kontaminan untuk menentukan pilihan tekn oloj

Setiap teknologi terpilih mempunyai tingkat efektivitas dalam mereduksi kontaminan berbahaya baik secara fisi kimiawi , maupun biologis. Kekurangan dari pendekatan ini adalah tidak semua pengelola mempunyai efektivitas

bia-yang stabil, lokasi pengolahan dengan bentang alam bia-yang bervariasi, dan terkadang masih sulitnya persepsi rnasyarak mengena i teknologi yang akan dikembangkan. Terutama di negara berkernbang, hal ini terkadang menjadi salah sa faktor penghambat.

Di Indonesia dengan tingkat penanganan limbah berbahaya masih rendah , seba iknya dilakukan deng, menerapkan pendekatan dari semua aspek tersebut. Regulas i yang dibuat patut memperh itungkan adanya birokrasiyar kuat tanpa pengaruh unsur politik, teknologi yang memiliki efektivitas yang tinggi dengan biaya operasi yang dap ditekan, dan adanya pendekatan human risk dalam penentuan regulasi yang dibua t.

3.2 Analisis Elcmcn Dasar Pcraturan

Peraturan dibuat dan diubah sejalan dengan perkembangan kondi si limbah yang berada di dalam lingkunga Ada kalanya aturan perlu dimodifikasi demi terjaminnya kesetimbangan alam secara berkesinambungan. Dalam hal i. maka dibutuhkan adanya rancangan-rancangan yang akan diajukan sebagai peraturan baru . Dalam makalah ini ak, dibahas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009 mengenai Tata Cara Pemulihan Lah: Terkontaminas i Limbah B3, yang berfungsi untuk mengisolasi lahan tercemar dalam mengendalikan dampak nega: yang lebih besar dalam kaitannya dengan masuknya kontaminan berbahaya di dalam lingkungan.

Setiap peraturan yang telah dirancang maupun ditetapkan akan lebih baik untuk diperbandingkan dengan atura aturan lain yang dibuat oleh instansi pada negara-negara yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengevalua kelemahan dan kelebihan, sehingga dapat dijadikan acuan penyempumaan peraturan yang ada. Peraturan yang ak, dibuat perbandingan adalah peraturan British Columbia 's Sites Remediation, dan Federal Soil Protection ai Contaminant Sit es Ordinance ofGermany. British Columbia's Sites Remediation adalah peraturan yang dibuat seca otonomi oleh pemerintah pada Negara bagian British Columbia di Kanada , sedangkan Federal Soil Protection at Contaminant Sites Ordinance of Germany adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat di Jerman yang dijadik. acuan dasar untuk negara-negara bagian (state) pada negara tersebut dalam meng elola lahan terkontaminasi.

Karena setiap negara melakukan pendekatan yang berbeda-beda di dalam membuat regulasi, akibatnya uns kelemahan maupun kelebihan merupakan faktor subjektivitas yang sangat sulit untuk diabaikan. Oleh sebab itu, stu, banding berupa pengamatan regulasi atau pera turan dari negara lain harus teru s dilaku kan secara kontinuitas, walaup i terka dang beberapa aturan perlu dimodifikasi mengingat kondisi dan bentan gan alam set iap neg ara berbeda-beda.

3.2. 1. Pcraturan Mcnteri Lin gkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009

Pada umumnya peraturan ini dibuat dengan tujuan untuk mengendali ka n dampak lingku ngan yang lebihbes akibat kontaminasi limbah B3 ke media lahan , dan menjamin mekanism e penangana n lahan terkontaminasi, sehing, data dan informasi yang dipe roleh dapat dimanfaatkan bagi pengambil kebijakan pengelola limbah B3. Hal pertat.

yang dibahas di dalam rancan gan ini adalah serangkaian laporan pcnanggung jawa b keg ia ta n da n pengaw lingkungan hidup. Proses ini mencakup sistem pengumpulan data umum berup a data admin ist rasi dari instal eleme n terendah hing ga tert inggi (propinsi). Data administrasi ini akan menentukan keberadaan lahan terkontamirr setelah mendapatkan legal itas dari aparat instansi yang berwenang, Mengingat hal ini dilakukan secara bertahap, sud tentu membutuhkan wakt u yang relatif lama. Terutama di Indonesia, hal tersebut juga dipersulit dengan adan birokrasi dan kebijakan politis yang diputuskan oleh pihak-pihak yang terkadan g tidak mempunyai kemampuan dala menangani masalah yang dihadapi. Data lain yang dibahas yaitu data kejadian lah an t erkontaminasi heru. dumping, sumber limbah B3, dan karakteristik limbah B3. Data tersebut menj abarkan tata gu na lahan, keberada sumber air, lokasi penduduk dan poten si dampak lingkun gan, j enis tanah, topografi, dan klimatologi, yang hal dimasukkan ke dalam laporan penanggung jawab kegiatan. Laporan lain yang perl u d ipert imbangka n adalah adar: pelaporan dan survey yang dila kukan oleh medi a massa ataupun masyarak at setempat dalam menyimak verifik lapangan, kondi si lahan yang akan digunakan.

Hal keduaya ng dibahas dalam peraturan ini adalah konsep penanganan lahan ter kontaminas i. Penanganan melib atkan beberapa disiplin ilmu sehingga memerlukan kajian terpadu untu k menunjang proses pe laksanaan yang te: sasaran, akurat, dan ilmiah, se hingga dapat dipertanggung jawabkan di tengah masyarakat. Acuan dasar dari proses

(9)

j'rosh!ing Se minar .\ asiol!ol l 'c'llg e!olaal! .'lumberdora . tlam

",:II

UIl.,,: k ! ! l l!!<l1!

SemaI'Gllg, /1 September 20 /2 . .

berdasarkan nilai arnbang batasdari kriteria clean-up level. Kriteria ini merupakan nilai am bang dari beb erapa parameter acuan yang dijadikan patokan da la m pembersihan dan ekskavasi la ha n. Tahap ini di lengkapi dengan metode sampling yang tepat pad a tit ik-titik keseluru han d ilokas i pencemaran berdasarkan lua san pencemar, adanya penentuan mutu, dan jumlah lokasi sumur pantau yang dibangun.

Dalam peraturan ini juga dijabarkan karakt er isasi limbah B3 yang harus diuji melalui adany a pen gujian toksisitas lim bah. Uji te rsebut berupa uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedur e) ,d engan hasil pen guji an harus berada di bawah nilai maksimum pad a Kepdal. No.3/l995 , se be lum limbah te rseb ut diolah. Dalam mengi de ntifikasi lah an terkontaminasi limbah 83 , maka dip erlukan adanya met od e isolas i dan pemetaan tanah terkontaminasi dengan a lat ukur GPS (Geographic Positioning System). Hal in i perl u dil a kukan untuk menentukan cakupan area ya ng a ka n diolah, dan perkiraan batas lateral dan vertikal cekung an a ir ba wah tanah. Sedemikian lengkapnya rancangan ini hingga menjabarkan aspek-aspek potensi bahaya kontamina si pad a tanah perm ukaan, tanah bawah permukaan, air permukaan, dan air bawah permukaan, den gan acu an pad a konsep penent uan pola lapisan dan aliran, jumlah dan sebaran kontaminasi, dan interpretasi awal da lam menj elaskan kondisi lahan.

Hal ketigayang dibahas pada peraturan ini adalah aplikasi tcknologi dal am pe nang a nan limbah. Teknologi yang digunakan haruslah repres enta tif dengan kaidah ilmi ah dan ses ua i den g an karakter kontaminan dan media yang tercemar. Pe nanganan pad a rancangan ini dapat dib edakan menjadi penangan an in-s itu dan ex-situ, dengan jenis teknologi berupa teknol og i yang melibatkan proses fisik a, kimia, biologi , ata up un ko mb inasi ketiga proses tersebut. Acuan yang akan dicapai se te lah pengol ah an haru s direlasik an pad a baku m utu yang ditetapkan, titik referensi, dan kriteria clean-up.

Hal keempat yang di ba has beru pa ad anya tahap pemantau an pa sc a pen g ol ah an . Tahap pelaksanaan yang dijabarkan berupa proses sa mp ling peman ta uan mel alui uji sampel pad a laborato rium yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), serta pe ng amata n organisme baik tumbuhan ata upun hewan sebagai bioindikator. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ke be rhas ila n penan ganan pad a lahan te rko ntam inas i ak ibat masuknya pence mar yang bersifat B3.

Dari penjabaran di atas dapat di simpulkan int isa ri dari tata pe laksanaan apabila lahan mengalami pencemaran akibat adanya polutan berbah ay a, dapat di sajikan pada Bagan 2. Dari ga mbar tersebut dapat dideskripsikan secara umum regulasi atau aturan dibuat pada umumnya di Indonesia. Peratura n te rsebut hampir dikatakan tersaji dengan lengkap dari tahap pengump ulan data hingga tahap teknologi ya ng d igu na ka n. Hal ini dapat memberikan informasi yang aplikatifbagi penghasi l dan pengelola limbah B3, namun dap at pul a menj ad i hambatan karena aturan yang tersaji begitu panjang dan terkesa n rum it. Terlalu banyaknya hal-hal ya ng bersifat teo r itis berdas arkan beberapa literatur, menjadikan regulasi ter se b ut menjadi tidak elegan. Peraturan hendaknya hanya di b uat kerangka acuan pola pikir dan gambaran secara umum hal -hal yan g harus dil aksanakan dan dip atuh i. Ap abila terdapat pemyataan yang membutuhkan penjelasan, sebaiknya dib utuhka n adanya g uide line tam bah an, yang memberikan berbagai informasi yang lebih rinci berupa aspek-aspek penanga nan dan pe ngo lahan lim bah yang haru s di lakukan.

Wakt u da n sebab konta m inasi, j en is ko nta m inan, perkiraan

j um la h vo lume

Mctode sampling, penentuan mutu, pembuatan sumur pantau j

Karak

rtsasi

Kontaminan

&

Identifikasi

|MLNLNNNNNLNNNNNNNLMMLNNNNBLNLNNNNLNNNNNNM

NB L Zセ。ィ。ョ

""" ..,'セLNセ

Penan gan an

La lla n

Terkontaminasi

P enetapan Status

La han

Terko n taminasi

Pengumpulan

Data Um um

Data administrasi, data tata gu na lahan , data jenis tanah, data topo grafi, data klimatologi, dll

Mekanisme penanganan lahan , dan pen yu sunan

rancangan kerja

Bagan 2. Int isari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 3 Tahun 20 09

Hal-hal lain yang patut d ibe nahi adalah kenyataan bahwa hampir sebagian besar nilai-nilai parameter yang dibuat untuk ditetapkan sebagai stan dar baku mutu mas ih mengacu kepada kebijakan dari negara lain . Dalam hal ini, peraturan-peraturan lahan tercemar limba h B3 yang terdapat di Indonesia sebagian besar mengadopsi dari EPA

(Environmental Protection Agency) yang d ike lua rkan pemerintah Amerika Serikat. Untuk diketahui, nila i parameter tersebut dibuat berdasarkan kondisi lapanga n pad a negara setempat, sehingga terkadang kurang aplikati f apabila digunakan pad a negara lain yang memi liki kondisi geografis ya ng berbeda. Hampir sebagian besar peraturan di Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya keb ijakan po litis . Kebijakan ini diambil berdasarkan dari keuntungan maupun

(10)

/ l·'o,\i c.lili,'<.!, .\e /Ili ; /(u' .\ ·d ,\ iOll d l / \'l l,!.!e /l )!Ul iil .,,'llfnhlr Jd \ ·j / ilan: d.u :l. i J/,f!) un,!.!.tll!

Scmarang .//September2(}/ 2 .

kcrugian da ri pihak pe mberi dan pe ner ima kep utusan, seh ingga aturan te rsebut da pat dimod ifikasi tanpa adany pcrtim bangan ana lisa dari prose d ur-prosedur ya ng diteta p kan se ca ra umum. Wal aupun sufit, a langkah baik peratural yang dibuat memiliki birokrasi yang kuat, sehi ngg a memiliki ting kat kestabi lan dan keamanan yg kuat terhadap adan y, un sur-unsur ek sternal.

3 .2 .2 . Peraturan British Columb ia's Contam inated Sites Rem ed ia t io n

Pe me rinta h British Columbia, negara bagian (setingkat propinsi) di Kanada, membuat suatu peraturan dala n mena ngani kontaminan berbahaya ya ng lepas ke lingkungan den gan batasan tid ak mclebi hi dari local background leve,

In formasi yang dibahas pada peraturan ini menjabarkan status lahan yang terkontam inasi, men gevaluasi, da mem be ri ka n oto ritas terhadap re lokasi tanah yan di ekskavasi. Penetapan kon sentrasi local backgroundterk ait denga ke beradaa n konsentrasi tanah pada area geo gra fis tertentu dengan memperhitun gkan aspek sumber antropogen ik da: a la mia h pad a regional-regional yang ada pad a negara bagian tersebut.

Hal p ertamayang d ibaha s adalah aspek regu lasi, yang dijabarkan begitu dominan pad a peraturan ini. Aspek in menyata ka n secara gamblang bahwa lahan tidak akan terkontaminasi pada bagian tanah, air tanah, dan ai r permukaar a pabi la t idak terkandung substansi berbahaya yang besarnya lebih atau sarna d en gan konsentrasi local backgroum.

Den g an kata lain , walaupun la han terdeposisi kontaminan, namun keberadaannya dapat diterima ap abil a kon sen trasin y. tidak berl ebih. Pen entuan kua litas tanah in i terbagi menjadi tiga as pek pendekatan, ya ng umu m d ig unakan yain konse ntras i kontaminan yang diperbandingkan d engan ac uan standar nilai toksisitas , penggun aan kual itas tanal setempat se bagai ind ikator, dan penggunaan spesifik tanah yan g meng acu kep ad a referen si datalocal backgrounddai

kementrian.

Hal yang me na rik pad a peraturan ini adalah terdapatnya angka paramet er (dari 17 substansi organik) yan : berbeda-beda pad a se t iap regional atau daerah di British C o lumb ia . Angka ter sebu t d ihasi lkan dari membandingkai

kualitas lah an se bes ar 95 persentil konsentrasiregional backgroundyan g rel evan pa da setiap titik sampling pada daera l yang berbeda. Hal ini tidak te rdapat di Indonesia, karena peraturan dibuat secara nas ion al da n digunakan bersarna-sam un tuk se tiap daerah. Dari kenyataan ini dapat dipetik suatu ken yataan bahwa faktor biaya pe ne litian memegang perana penting un tu k terciplanya variasi elemen regulasi. Semakin besar an ggaran biaya, se makin bai k pul a regulasi yan terc ip ta. Dalam hal penentuan estimasi angka parameter yang didapatkan ol eh setiap daerah, tidak d ibuat berdasarka perki raan, melainkan berdasarkan informasi laporan yang diterima berupa:

a) Laporan investigasi lahan, yang menjabarkan karakterisitik total kontaminan terkini ya ng terpaj an di dalam tanah serta adanya lahan yang d iusulkan untuk direlokasi.

b) Identifikasi dari setiap d iv isi lingkungan hidup setiap regional, pad a lahan terkontam inas i be rlokasi, berikut usula: ad an ya lahan barn akibat adanya relokasi pada sumber tercemar.

c) Adanya pengamatan dari dafta r yang berlaku dalam mengestimasi kualitas tan ahregio nal background.

Hal kedua yang dibahas adalah prosedur penentuan karakterisasi referen ce site d a n local refe rence site

Karakte risas i in i ditentukan berdasarkan karakterik geografi (Iokasi, topografi , luas lahan, dll), karakterisitik fisik da kim ia yang dap at d itentukan be rda sarkan proses Geological Survey of Canada Information,hidrologi, dan kedalarna pen g ambilan sam pling. Dalam penentuan ini perlu diperhatikan bahwa lah an haru s dinyatakan sebagai lahan yan, kosong, reference s ite tidak boleh terletak di sebe lah atau d i sekita r s um ber kontam inan,reference sitehams bebasdai

ber baga i macam ve getasi perusak, se rta ada ny a pertimbangan sej arah ata u latar be lakang lahan sebelum lahan terseb i digunakan sebagai lah an pen g olahan.

Hal terakhir y a ng dibahas pad a peraturan ini ad alah adanya persy a r a ta n pem bu a t a n laporan dan izi peng olahan . Pro ses ini dilakukan se te lah lahan local ref erencelelah ses uai un tu k dijadikan lahan pengolahan, denga m en gumpulkan info rmas i lanjuta n berupa kondi si lahan terkini, tat a g una pem an faatan lahan di sekitar areapengolahai

su mber pot en s i kontaminan (ba ik alamiah maupun antropogenik), dan letak geografis (koordinat garis lintang da b uju r). Info rmas i tambahan juga sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan pe nyu su na n metodologi dan analisis sif sa mpe l tan ah berupa pen gu m pul , peny im pa n, persiapan , pen garsipan, ka ra kte risasi fis ik, dan anal isis kimia.

Karakte risasi

Kontaminan

&

Identifikasi Laban

Penetapan dan

Penanganan Laban

Terkontaminasi

Pengumpulan Data

Vmum

, .'

.---/

\ »- .' - / <, · .C

G セ

< ;

Regional background Ka rakteri sti k geografi, kimi a d an fis ik, Lokasi geografissite,prosedur

approach,danlocal struktur hidrolog i lingkun gan , peyam plingan tanah, leknik

background approach. mekani sm e pen an gan an lah an , da n pengambilan sampcl pada kedalaman penyusun an ran cangan kerja lertentu, hasil anal isis yang

diperoleh,dll

l

(11)

i'ro., itiill.il. Seminar,\'llsiollld 1't.'il <':l' /oll1.;n:';UJilh ", ·,·Jc l\·U ,tt.nn dan1.iI1,t!.k!l ng a l! St'l/llIrtl/lR.J1September20J2 .

Bagan 3. Intisari PeraturanBritish Columbia Contaminated Sites Remediation

Bila diperhatikan antara Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009, dan peraturan British Columbia Contaminated Sites Remediation pada Bagan 3, hampir dijumpai tingkat persamaan yang cukup signifikan. Dimulai dari aspek reguJasi, proses mekanisme penetapan, dan penganganan lahan terkontaminasi, menunjukkan adanya sejumlah langkah-Iangkah yang identik, walaupun bila ditinjau lebih mendalam peraturan yang ditetapkan oleh British Columbia lebih sederhana berupa penjabaran konsep-konsep secara umum. Hal ini diperkirakan karen a terdapat

guideline lain diluar dari peraturan tersebut, yang menjabarkan lebih spesifik metodologi dan konsep penanganan karakterisasi lokasi pencemaran.

Seperti yang dijelaskan sepintas pada penjelasan di atas bahwa regulasi yang dibuat di British Columbia mempunyai konsep yang jelas karena dilatari oleh adanya konsentrasi tanah local background, dan nilai estimasi kualitas tanah pada regional background. Hal ini tidak terdapat di Indonesia, karena Jatar belakang konsep peraturan tidak diketahui dengan jelas, seperti yang teJah dibahas akhir sub-bab 3.2.1. Salah satu nilai lebih dari peraturan ini adalah spesifikasi angka parameter telah ditetapkan pada masing-masing regional, sehingga konsep penanganan pengolahan setiap daerah dapat ditangani melalui pendekatan yang dapat saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografisnya.

3.2.3. Germany Federal of Soil Protection and Contaminated Sites Ordinance

Peraturan ini dibuat olch pemerintah pusat Republik Jerman dalam menangani dan memproteksi lahan yang terkontaminasi . Peraturan irii ditujukan dcngan cakupan yang cukup kompleks seperti tersaji pada Bagan 4. Kornponen-komponen tersebut pada dasamya mempunyai relasi dan saling berinteraksi dalam menginvestigasi dan men geva luasi lahan terkontaminasi dengan langkah-Iangkah pemulihan (remediasi) sesuai dengan tatanan aturan yang telah ditetapkan .

Hal pertama yang dibahas pada peraturan ini adalah persyaratan investigasi dan evaluasi lahan tercemar. Proses ini perlu dilakukan dalam menanggapi adanya perubahan-perubahan di dalam tanah dengan adanya indikas i masuknya sejumlah polutan dalam periode yang panjang melalui media cair, gas, ataupun padat dalam wujud limbah . Hal ini diikuti dengan adanya peningkatan laju deposisi tanah oleh air. Proses investigasi tidak perlu dilakukan apab ila resiko dan adanya gangguan dapat dicegah atau dihilangkan oleh adanya aturan yang kompeten. Didalam peraturan ini dijelaskan bahwa anal isis tekstur tanah di dalam proses investigasi merupakan karakter yang penting untuk dianalisis. Aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung sifat fisik dan kimia tanah, sehingga dapat memperkirakan secara kasar daya sorbsi tanah terha dap pencemar, ataupun daya permeabilitas tanah tersebut.

Bagan 4. Komponen peny usun PeraturanFederal Soil Protection and Contaminated Sitesdi Jerman

Hal kedua yang dibahas ada lah penentuan lokasi dan teknik sampling. Hal ini dap at diket ahu i dari ada

pathways pada area terkontarninasi, dan adanya pergerakan distribusi polutan di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Pengambilan sampling harus dilakukan selektifterhadap setiap adanya polutan ya ng terakumu lasi, d itinjau dari distribu si parsial dad jumlah sampel yang diambil, evaluasi potensi risiko yang ditimbulkan, dan penetapan batas wilayah akurnulasi polutan. Penentuan pengambilan sam pel terhadap variasi kedalaman tanah ju ga harus disertai dengan adanya pcngujian tcrhadap matcri anorganik dan volatil organik polutan. Selam a pro ses sam pling, berbagai pathways patut diperhatikan mekanisme di dalam media tercemar, seperti soil-human health pa thway, soil-plant

(12)

/}r n,\ ;d i.'1,i:..\,t' Il 1iu dr \U ,\-onu!/ \ '(:.g ll! o io (/I /.\ '/!lllhe rt!((.l '(J.t la-n du» jU!,!.!. /U!I ?g,; if

Semarang,// Sep tember 20 / 2

pathway, dan soil-groundwater pathway. Ketiga jenis pathways tersebut menentukan terhadap faktor aksebilit kawasan, dan kemungkinan terjadinya inhalasi intake pada partikcl tanah. Ketika memperkirakan polutan memasul wilayah transisi dari sona tidak jenuh menuju zona jenuh pad a tanah, maka perhatian tertuju kepada efek degradasi da retcnsi yang terdapat pada zona tidak jenuh. Pemyataan tersebut ditentukan oleh adanya beberapa kriteria yair kandunganorganik,jcnis tanah, nilai pH, isobath dari daftar air tanah, tingkat pemakaian ulang air tanah secara alam kandunganleachate,serta tingkat mobilitas dan kelarutan kontaminan.

Ada hal yan g menarik dari peraturan ini yaitu adanya variasi nilai standar baku mutu berdasarkanaction, trigge,

dan pr ecautionary , yang tertuang pada tiga jenis pathways yang telah dijabarkan sebelumnya. Nilai-nilai tersebl mempunyai perbedaan pada rnasing-rnasingpathways, tergantung pad a jenis peruntukkan lokasi. Jenis loka si terseh, antara lain taman bermain, kawasan pemukiman, fasilitas rekreasi, lahan kornersial dan industri (pada soil-hun" pathway) ,agrikultur, taman vcgetasi, dan padang rumput (pada soil-plant pathway) .Berikut contoh dari standarbak

mutu berdasarkankriteria-kriteriatersebut. Ketiga kriteria di bawah hanya contoh dari berbagai macam variasi nilai da elemen-elemen berbagai macam unsur pendukungpathways. Dari ketiga tabel tersebut (Tabel I , Tabel 2, dan Tabel :. dapat disimpulkan semakin variatifnya standar baku mutu yang ditetapkan, sernakin besar pula tingkat keberhasila dalam memproteksi dan memulihkan lahan terkontaminasi.

Hal ketiga yang dibahas pada peraturan ini adalah rancangan penanganan remediasi. Deskripsi dari tahap ir meliputi kondisi situasi terkini pada lahan, adanya visualisasi dalam bentuk pelaporan dan gambar mengenai tahap yan harus dilakukan berikut bukti kesesuaian di lapangan, serta gambaran pengawasan seca ra internal dalam memeriks kesesuaian langkah dan efektivitas tindakan yang telah direncanakan. Hal-hal tersebut perlu didukung dengan adany deskripsi prose s pen gendalian dalam hal pemantauan dan pengawasan, serta jadual waktu pelaksanaan dan anggara biaya.

Tabel I.Trigger Value dari Soil-Human Pathway

Trigger values [mg/kg1M]

Substance Playgrounds Residential Parks and recreational Landused for areas facilities industrialand

commercial purposes Arsenic

25

50

125

140

Lead

200

400

1,000

2,000

Cadmium 101)

20

1)

50

60

Cyanides

50

50

50

100

Chromium

200

400

1,000

1,000

Nickel

70

140

350

900

Mercury

10

20

50

80

Aldrin 2

4

10

-Benzo(a)pyrene 2

4

10

12

DDT

40

80

200

-Hexachlorobenzene 4 8

20

200

Hexachlorocyclo-

5

10

25

400

hexane (HCR-mix

or

/3-HCH)

Pentachlorophenol

50

100

250

250

Polychlorinated

0.4

0.8

2

40

biphenyls (PCP6)1)

1) In back gardens and small gardens where children stay and food plants are grown, the trigger value 2.0mgilcg1M nmstbe applied in the case of cadmium.

2) Where PCB total con ten ts are determined, the measured valuesmustbedividedbya factor of 5.

Tabe l 2.Precautionary Value pada Soil-Groundwater Pathway

Soils Cadmium Lead Chromium Copper- Mercury Niclrel linc

Soiltvpe」ャ。セ G 1.5 100 100 60 1 70 200

Soiltypeloam/silt 1 70 60 40 0.5 50 150

Soiltypesand 0.4 4() 30 20 0.1 15 60

Soils with naturally increased safe , provided that the release of'pollutants or additional inputs pursuant to Article 9 andsettlement-related (2) and (3) of this OrdinancedoDotgive reason to-expect any adverse impacts on the

increased background soil functions

concentrations over large

areas

[image:12.612.119.568.329.643.2]
(13)

iGLᄋ ッN セ ゥ 、 ゥ ャャNGエA .\t.'i/Ji ili.lr \asidJlo/ J'i..' ng e /; )/.:u'n .\ ll111hcrd dY tJ ..ilum da nI.n:gk:fi;,r..:..:,.' Sell/I/ri mg,1/September20/ 2

Ta bcl3.Action Value pada Soil-Plant Pathway

G rasslan d Substance Acti on value

Arsenic 50

Lead 1,200

Cadmium 20

Copper 1,300I )

Nickel 1,900

Mercury 2

Thallium 15

Polychlorinatedbiphenyls(PCB6) 0 .2

Serupa den gan kedua peraturan dan rancangan yang dibahas se be lumnya, bahwa pera tu ran ini mengatur tentang alur penanga nan secara spesifik limbah terkontaminasi. Beberapa hal yang perlu dip erhatikan , peraturan ini mcnjabarkan vari asi nila i sta ndar bak u mutu , yang tidak dimiliki oleh du a peraturan sebe lumnya. Peratu ran ini patut dijadikan contoh sebagai acu an pembuatan regulasi di Indonesia, karena terdapat kesatu an antara pasal po kok pemikiran danguidelinesyang ber isi detail penjelasan pengolahan. Walaupun dalam satu koridor , namun dua bagian terseb ut tetap tcrpisah dalam tata cara pe nulisan dan peletakan.

J

Rancangan

Penangana

Remediasi

• Jadual konstruksi • Analisiskelayakan

konstruksi

• Fa silitas pengol ahan air tanah, leacha te, ga s, dan land fi ll • Proses ekskavasi

Penentuan Lokasi

dan Titik Sam pling

• Penentuan titik sampling

• Kedalaman pengambilan sampling

• Transportasi dan penyimpanan sampel

Bagan 4. Intisar] Peraturan Federal So il Protection and Conta minated Sites di Jerman

Investigasi

• Studikelayakan • Efektivitaspro ses • Persyaratan lisensi • Perkiraanproporsibiaya

4. KESIMP ULAN

Peraturan pe nanga na n lahan te rkontaminasi dibuat untu k memberikan acuan dalam mereduksi setiap kontaminan berbahaya yang mengganggu kesetimbangan alam. Peraturan tersebut , mempunyai tata cara penulisan dan wacana fokus penanganan ya ng berbeda-beda dengan acuan Site s Assessment Planning(SA P) dan Remedial Action Planning

(RAP) pada se tiap nega ra melalui krit eri alimit of detection, background level, reg ulatory cleanup level, human health risk standardan techn ology based cle anup , sehin gga terdapat adanya kelebihan ma upun kekurangan. Merupakan hal yang waja r apabila melakukan t inj auan perbandingan antara peraturan tersebu t guna memperbaiki dan menyempurn akan e leme n regulasi da la m mengelola lahan terc emar.

5. REFERENSI

Page, G. W., 1997 , Contaminated Si tesand Environmental Cleanup: International Approaches 10 Preventation, Remediation, and Reuse,Sa n Diego: Academi c Press,

Peraluran British Co lumb ia's Co nta m inated Si tes Remediation .

(14)

p l'o.';idi ng Scmimn: ..\'asiol1u/l' cngcl ohra« Siunl-crdav« . ilamdtlll l.illg/{Ullg an

Semarang, 11September 20/2

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminas Limbah B3.

Peraturan German Federal Soil Protection and Contaminated Sites Ordinance.

Sharma , H. D., Reddy, K. R., 2004, Geoenvironmental Engineering: Site Remediation, Waste Containment, and Emerging Waste Management Technologies,New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Gambar

Tabel 2. Precautionary Value pada Soil-Groundwater Pathway

Referensi

Dokumen terkait

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar

1) Perusahaan tidak dibenarkan membuang air limbah katagori B3 (limbah berbahaya dan beracun) dan atau yang tidak memenuhi standar kualitas air limbah kawasan ke dalam sistem

Gambar 4.2 Kapasitas Produksi per Skenario Gambar 4.3 menunjukkan kerugian utilisasi pada stasiun shearing dan stasiun galvanizing Dari Gambar 4.3 ini dapat diketahui bahwa model

Penduga dari parameter distribusi Pareto ini diperoleh dengan menggunakan metode terbaik dari metode momen, metode kemungkinan maksimum, metode momen peluang terboboti dan

Sesuai dengan arahan PP.19 Tahun 2008 sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa Peranan camat dalam pemberdayaan masyarakat meliputi : (1) peranan mendorong

PT LinkNet Tbk didirikan pada tahun 1996, dan menjalankan kegiatan usahanya saat ini dibidang penyedia jaringan tetap berbasis kabel, jasa multimedia, jasa akses internet,