• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keserasian Silang Ubijalar Berdaging Umbi Jingga dengan lpomoea Trifida Diploid dan Hubungan Genetiknya berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keserasian Silang Ubijalar Berdaging Umbi Jingga dengan lpomoea Trifida Diploid dan Hubungan Genetiknya berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

KESERASIAN SLANG UBIJALAR BERDAGING UMBl

JINGGA DENGAN

lpomoea trifida

DIPLOID DAN

HUBUNGAN GENETIKNYA BERDASARKAN

RANDOM

AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA

(RAPD)

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(82)

ABSTRACT

NlNlK NIHAYATUL WAHIBAH. Cross Compatibilities of Orange-flesh Sweetpotato Clones to Diploid lpomoea trifda and Their Genetic Relationship based on Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Under the direction of ALEX HARTANA and RITA MEGlA

Sweetpotato is one of important worldwide food crops. Orange-flesh sweetpotato tubers are known to be one of the major p-carotene food sources. For cultivar improvement, sweetpotato genetic information was limited due to cross-incompatibility and polyploidy. Therefore these studies were needed. Thirteen orange-flesh sweetpotato clones, 8063, B088, Ciceh 32, G22, Joang, Prambanan, S138, TI, T2, T3. T4, T5, and T7 were chosen as female parents, and tuberous diploid lpomoea trifda as

a

male parent to produce tetraploids by artificial hybridition. Seven clones of female parents

(8063,

Ciceh32, G22, Joang, Prambanan, S138, T5) were cross compatible to I. trifda with cross- ability range 0.71-7.69%. 4 of them

(G22,

Joang, S138. T5) produced 34 seedlings and only 10 tuberous tetraploid progenies survived. Tuber yield and

P-

carotene content of progenies were lower than their female parent. Tuber yield and quality of 15 orange flesh sweetpotato clones were varied, 4 clones of them (Prambanan, 8063, PN 11, T5) showed higher p-carotene content than others. RAPD analyses used 4 primers produced 38 bands with 9 polymorphic bands per primer. Genetic similarity among 15 sweetpotato clones, I. trifida, and 10 progenies were analyzed using Dice coefficient and the value ranged from

0

to 87%. The degree of polymorphism was large, indicating a high level of genetic variability. The phenogram showed progenies were varied and I. trifida separated from others. Using only 4 primers could not get RAPD band that was related to level of p-carotene content. However, 2 RAPD bands (OPA-04#3 dan OPA-10#2) could be related to present or absent of pcarotene and RAPD OPA- 13#12 band was specific for I. trifda.
(83)

ABSTRAK

NlNlK NIHAYATUL WAHIBAH. Keserasian Silang Ubijalar Berdaging Umbi Jingga dengan lpomoea trifda Diploid dan Hubungan Genetiknya Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dibimbing oleh ALEX HARTANA dan RITA MEGIA.

Ubijalar merupakan salah satu tanaman pangan penting di dunia. Ubijalar berdaging umbi jingga merupakan sumber p-karoten yang murah. Meskipun banyak kegunaan tanaman ini tetapi informasi genetiknya masih terbatas yang disebabkan oleh adanya ketidakserasian silang dan tingginya taraf ploidi. Oleh karena itu studi genetika tanaman ubijalar sangat diperlukan. Tiga belas klon ubijalar hekspaloid berdaging umbi jingga yaitu 6063, 6088, Ciceh 32, G22, Joang, Prambanan, S138, TI, T2, T3,T4, T5, dan T7, sebagai tetua betina dan lpomoea trifida diploid berumbi putih sebagai tetua jantan, digunakan untuk menghasilkan ubijalar tetraploid melalui persilangan buatan. Tujuh tetua betina (6063, Ciceh32, G22, Joang, Prambanan, S138, T5) serasi disilangkan dengan I. tnfida dengan daya silang berkisar 0.71-7.69%, dari 7 tetua betina tersebut 4 diantaranya (G22, Joang, S138, T5) menghasilkan zuriat. Dari 34 zuriat hanya 10 zuriat tetraploid yang bertahan hidup dan 6 diantaranya berumbi. Bobot umbi dan kandungan P-karoten zuriat ubijalar tetraploid lebih rendah dari tetua betinanya. Daya hasil dan kualitas umbi 15 klon ubijalar heksaploid sangat bewariasi dan 4 klon diantaranya belkadar p-karoten relatif tinggi yaitu Prambanan, 6063, PN11, dan T5. Analisis RAPD menggunakan 4 primer terhadap 15 klon ubijalar, I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid menghasilkan 38 pita RAPD (rata-rata 9 pita polimorfik per primer). Kemiripan genetik berdasarkan koefisien Dice antar 26 genotipe tersebut berkisar dari 047%. Persentase polimotfisme yang luas ini mengindikasikan tingginya variabilitas genetik tanaman ubijalar. Fenogram yang dibuat menunjukkan zuriat ubijalar tetraploid bewariasi dan cenderung lebih dekat dengan tetua betina daripada tetua jantan, sedangkan I. tnfida cenderung terpisah dari genotipe lainnya. Hasil pengelompokan berdasarkan pita RAPD menggunakan koefisien Dice belum berhasil melacak hubungan tinggi rendahnya kandungan p-karoten dengan pita RAPD tetapi terlacak pita RAPD spesifik pada I. trifida (OPA-13 pita ke-12). Pita RAPD tetua betina yang diwariskan ke zuriatnya dan terdapat pada klon berkadar p-karoten tinggi terlacak 2 pita RAPD (OPA-04 pita ke-3 dan OPA-10 pita ke-2). Kedua pita tenebut mungkin berhubungan dengan ada tidaknya karakter p-karoten ubijalar.

(84)

SURATPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Keserasian silang ubijalar berdaging umbi jingga dengan lpomoea triflda diploid dan hubungan genetiknya berdasarkan Random Ampllfled

Polymorphic DNA (RAPD)

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret

-

2002
(85)

KESERASIAN SILANG UBIJALAR BERDAGING UMBl

JINGGA DENGAN

lpomoea trifida

DIPLOID DAN

HUBUNGAN GENETIKNYA BERDASARKAN

RANDOM

AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

Ninik Nihayatul Wahibah

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains

pada Program Pascasarjana

lnstitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(86)

Tesis : Keserasian silang ubijalar berdaging urnbi jingga dengan lpomoea trifida diploid dan hubungan genetiknya berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Narna Mahasiswa : Ninik Nihayatul Wahibah Nomor Pokok : 98263

Program Studi : Biologi

Menyetujui :

/

Ketua

Anggota

2. Ketua Program Studi

0

-Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin afrida Manuwoto, M.Sc.

(87)
(88)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas rahmat, hidayah. dan perkenanNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Dr. Ir Alex Hartana dan lbu Dr. Rita Megia, berturut-turut sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran, dan petunjuk yang diberikan hingga selesainya penulisan laporan ini. Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari dukungan dana dan fasilitas yang diberikan oleh Bapak Dr. Ir. Alex Hartana, penulis sangat berterima kasih atas bantuan tersebut.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Proyek Pendidikan Pascasariana DUE 1111998 atas dana beasiswa yang diberikan, juga kepada Pusat ~ t i d i llmu Hayati IPB atas kemudahan pemakian fasilitas iaboratohum. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua yang sangat mencintaipenul/s : Umik. Ayah (alm), suami (mas Ari9, Bapak, Ibu, kakak (ning Zahro, mas Husni), dan adikku (Kawakib), juga keponakanku tersayang (Faiz), atas doa, kasih sayang, bantuan, dan dukungannya; semoga Allah swt. membalasnya dengan lautan kasih sayangNya yang maha luas. '

Kepada Ibu Ir. Ni Made Armini Wiendi. MS, terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan; juga kepada Pak Sam, Ibu Donata, mbak Nouke

,

lin, Ifa, Hanum. Mulyanah, dan Defita; serta Pak Sutiyo, Arkat, dan Pak Encep; dan juga semua rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan dan ke rjasamanya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Maret

2002

(89)

DAFTAR IS1

Halarnan DAFTAR TABEL

...

vi DAFTAR GAMBAR

...

vii DAFTAR LAMPIRAN

...

viii PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1 Tujuan

...

4

TINJAUAN PUSTAKA

...

5 Botani dan Genetika Ubijalar

...

5

...

Kerabat Liar Ubijalar 7

Ubijalar Berdaging Urnbi Jingga

...

9 Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

...

10 BAHAN DAN METODE

...

13 Tempat dan Waktu

...

13 Bahan Tanarnan

...

13 Metode

...

13 Analisis Data

...

18 HASlL DAN PEMBAHASAN

...

1

...

Persilangan Buatan

...

...

Pembungaan Tetua Betina

...

Keserasian Silang dan Perkecambahan Zuriat

Perumbian Zuriat Tetraploid

...

Pengujian Daya Hasil dan Kualitas 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaging Umbi Jingga

...

Analisis RAPD

...

Profil Pita RAPD

...

Hubungan Genetik 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaging

...

Urnbi Jingga dan 1.trifda Diploid

...

Hubungan Genetik Zuriat Ubijalar Tetraploid dan Tetuanya Hubungan Genetik 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaging Umbi Jingga. I

.

tnfida Diploid. dan 10 Zuriat Ubijalar

Tetraploid

...

... ...

Analisis Kornponen Utama :

(90)

DAFTAR TABEL

Halaman Jumlah bunga tetua ubijalar betina yang disilangkan per bulan

....

22 Daya silang klon-klon ubijalar heksaploid yang serasi disilangkan

dengan 1.trifda diploid (It-2)

...

24 Beberapa karakter perumbian zuriat ubijalar tetraploid hasil

persilangan ubijalar heksaploid dengan I. trifida diploid (It-2)

...

26 Kandungan p-karoten tetua betina, tetua jantan, dan zuriat ubijalar

tetraploid 28

Nilai rataan karakter daya hasil dan kualitas 15 klon ubijalar

heksaploid berdaging umbi jingga

...

29 Jenis primer, susunan basa, jumlah pita polimorfik, dan ukuran

fragmen DNA hasil analisis RAPD pada 15 klon ubijalar

heksaploid, I. trifda, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid

...

33 Pita-pita RAPD klon Joang dan T5 yang diwariskan ke zuriatnya

dan ada pada 4 klon berkadar $-karoten relatif tinggi

...

41 Pita-pita RAPD klon S138 yang diwariskan ke zuriatnya dan ada

pada 4 klon berkadar p-karoten relatif tinggi

...

41 Dua komponen utama pertama dengan nilai mutlak lebih dari 0.2

pada 15 klon ubijalar heksaploid dan

I.

trifda

...

42

Dua komponen utama pertama dengan nilai mutlak lebih dari 0.2

(91)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Prosedur pembacaan pita-pita RAPD

...

19

Jumlah bunga dan periode berbunga tetua ubijalar betina

...

23 Jumlah umbi per tanaman dan jumlah umbi dapat dipasarkan per

tanaman pada 15 klon ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga. 30 Kandungan bahan kering dan p-karoten pada 15 klon ubijalar

heksaploid berdaging umbi jingga

...

31 Profil pita RAPD 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid dengan menggunakan primer OPA-13

...

34 Fenogram kemiripan genetik antara 15 klon ubijalar dan

I. trifida diploid berdasarkan koefisien Dice

...

35 Fenogram kemiripan genetik antara 10 zuriat tetraploid, tetua

betina, dan tetua jantan berdasarkan koefisien Dice

...

36 Fenogram kemiripan genetik antara 15 klon ubijalar heksaploid,

I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid berdasarkan koefisien

Dice

...

38 Pemetaan dua dimensi 15 klon ubijalar heksaploid dan I. frifida

berdasarkan Analisis Komponen Utarna

...

43 Pemetaan dua dimensi 15 klon ubijalar heksaploid, I. tnfida, dan
(92)

DAFTAR LAMPIRAN

Tanaman I. trifida diploid yang digunakan sebagai tetua jantan

....

53 Jenis primer acak yang diseleksi dan pita RAPD yang dihasilkan 53

Kromosom somatik tetua ubijalar betina (a), I. trifda diploid (b),

...

dan zuriat ubijalar tetraploid (c) dengan perbesaran 400x 54 Perumbian zuriat ubijalar tetraploid (a) dan warna daging umbi

tetua betina (b)

...

54 Matriks kemiripan genetik 15 klon ubijalar heksaploid dan I. trifda

diploid berdasarkan koefisien Dice

...

55 Matriks kemiripan genetik 10 zuriat ubijalar tetraploid dan tetuanya

...

berdasarkan koefisien Dice 55

Matriks kemiripan genetik 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifida,

dan 10 zuriat ubijalar tetraploid berdasarkan koefisien Dice

...

56 Komponen Utama I dan II dari hasil Analisis Komponen Utama

terhadap pita-pita RAPD 15 klon ubijalar heksaploid dan I. trifda

diploid

...

57 Komponen Utama I dan II dari hasil Analisis Komponen Utama

terhadap pita-pita RAPD 15 Won ubijalar heksaploid, I. trifda,

(93)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) merupakan salah satu tanarnan pangan penting di beberapa tempat seperti Cina, Indonesia, Korea Selatan, dan Papua Nugini. Indonesia, terutama lrian Jaya dianggap sebagai pusat keanekaragaman ubijalar kedua. Saat ini lebih dari 12000 klon telah dikoleksi di wilayah Asia dan Pasifik (Rao & Schmiediche 1996). Tanaman ubijalar mempunyai sifat morfologi seperti bentuk daun, warna kulit umbi, dan warna daging umbi yang sangat bewariasi (Woolfe 1992; Sulistijawati et a/. 1994). Ubijalar berdaging umbi jingga merupakan sumber p-karoten atau provitamin A yang murah dan dapat digunakan untuk mernbantu mengatasi kekurangan vitamin A yang terjadi di Kenya (Low et a/. 1995). Defisiensi vitamin A dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mata atau xerophthalmia. Beta karoten yang umum dijumpai sebagai pigmen ini merupakan karotenoid yang paling penting bagi manusia. Sifat antioksidan karotenoid, yang rnelindungi tanaman dalam fotosintesis, juga melindungi manusia terhadap karsinogen, penyakit hati, perlindungan terhadap bentuk-bentuk kanker tertentu, dan mereduksi penyakit kardiovaskuler.

(94)

sehingga menimbulkan kesulitan dalam mernpelajari pewarisannya yang berbeda dengan tanaman diploid yang lebih sederhana.

Kendala lainnya dalam mempelajari genetika ubijalar adalah adanya ketidakserasian sendiri (self-incompatibility). dan ketidakserasian silang (cross- incompatibility), yang bergantung pada status keserasian dari tetua betina. Keserasian silang antar beberapa klon ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga pernah dilaporkan oleh Novita et a/. (1996), sedangkan laporan mengenai keserasian silang antara ubijalar berdaging umbi jingga dengan kerabat liarnya belum pernah dilaporkan.

Kerabat liar suatu spesies telah banyak dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Beberapa kultivar ubijalar di Jepang merupakan hasil pemuliaan yang memanfaatkan kerabat liar ubijalar lpomoea trifda diploid (Sakamoto 1976; Kukimura et a/. 1990). Spesies liar yang berkerabat dekat dengan ubijalar adalah I. triloba dan I. trifda (Austin 1988). sedangkan berdasarkan metode RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) I. tabascana dan I. trifida (Jarret et al. 1992)

(95)

diharapkan akan memperluas variabilitas genetik plasma nutfah ubijalar yang ada.

Kandungan P-karoten pada ubijalar berdaging umbi jingga mencapai 89%

dari total karotenoid yang ada (Woolfe 1992). Sernakin tinggi intensitas warna jingga diduga semakin tinggi pula kadar 0-karotennya (Takahata 1995).

lntensitas wama jingga pada klon ubijalar sulit dibedakan secara visual sehingga untuk membedakan antar klon perlu dilakukan kuantifikasi dengan menentukan besarnya kandungan P-karoten, yaitu karotenoid yang rnempunyai aktifitas pro vitamin A terbesar diantara karotenoid lainnya.

Salah satu metode untuk mempermudah mengikuti pewarisan karakter warna jingga atau kandungan P-karoten adalah menggunakan penanda molekul RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) yang dapat melacak pita-pita DNA yang diwariskan dari tetua ke zuriatnya dan diharapkan dapat rnengidentifikasi pola pita RAPD yang berhubungan dengan tingginya kandungan P-karoten. Metode RAPD melacak pita DNA yang tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan ternpat ubijalar ditanam. Dibandingkan dengan penanda molekul yang lain, RAPD adalah metode yang lebih sederhana dan relatif murah (Tingey et a/.

1992). Penanda RAPD telah digunakan untuk mendeteksi variabilitas genetik antar klon ubijalar di Amerika (Villordon & LaBonte 1995), di Chili (Sagredo et a/.

1998). di Malaysia (Ramisah et al. 2000), dan untuk mendeteksi keterpautan penanda RAPD dengan gen resisten ubijalar terhadap nernatoda (Ukoskit et a/.

(96)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menguji keserasian silang antara beberapa klon

ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga sebagai tetua betina dengan spesies

kerabat liarnya yaitu I. trifida diploid sebagai tetua jantan, dan mengidentifikasi

pita DNA yang berhubungan dengan kandungan P-karoten menggunakan

(97)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Genetika Ubijalar

Tanaman ubijalar (Ipomoea batatas L.) secara umum diyakini berasal dari Amerika Selatan. Spesies ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1753 oleh Linnaeus sebagai Convolvulus batatas. Tetapi pada tahun 1791 Lamarck meng- klasifikasikannya ke dalam genus lpomoea berdasarkan bentuk stigma dan permukaan bentuk polen. Oleh karena itu namanya diubah menjadi lpomoea batatas (L.) Lam. (Huaman 1992). Sekarang ubijalar telah dibudidayakan di hampir semua wilayah tropis dan penanaman terbesar terdapat di Cina dan beberapa negara Asia.

Jumlah kromosom tanarnan ubijalar adalah 2n=6x=90, ini rnenunjukkan bahwa ubijalar merupakan tanarnan heksaploid dengan jurnlah krornosom dasar x=15. Kemungkinan besar bertipe autopoliploid (Martin 1982; Ukoskit & Thompson 1997) tetapi ada juga yang rnenganggap sebagai alopoliploid. Morfologi tanaman ubijalar sangat bervariasi. Indonesia rnerupakan pusat keanekaragaman ubijalar kedua setelah Amerika Selatan. Keanekaragaman morfologi ubijalar asal lrian Jaya terlihat dari bentuk, ukuran, dan warna baik dari daun, batang, bunga, maupun umbi ( Woolfe 1992; Sulistijawati et a/. 1994).

(98)

tanaman ubijalar yang diperlukan untuk pengembangan kultivar masih sangat terbatas. Keterbatasan inforrnasi ini diduga karena ubijalar merupakan tanaman heksaploid dengan jumlah kromosom yang banyak dan mempunyai ukuran kromosom yang kecil. Oleh karena itu penelitian bidang sitogenetika ubijalar sangat terbatas dan penentuan tipe ploidinya masih diperdebatkan.

Persilangan buatan pada ubijalar pada umumnya sulit menghasilkan kapsul dan biji, dan fenomena yang menyebabkannya adalah ketidakserasian dan sterilitas. Keserasian ditentukan oleh dua kriteria yaitu berhasil tidaknya butir polen berkecambah pada batang putik dan berhasil tidaknya pembentukan bakal kapsul setelah polinasi. Sedangkan sterilitas diduga dipengaruhi oleh dua ha1 yaitu polen mampu berkecambah tetapi gagal melakukan fertilisasi dan lemahnya atau matinya embrio yang terjadi setelah fertilisasi (Martin 1982). Kapsul yang terbentuk seringkali mengalami gugur saat belum matang penuh. Adanya ketidakserasian silang disertai dengan rendahnya jumlah biji yang dihasilkan dari persilangan yang serasi mengakibatkan studi genetik pada tanaman ubijalar menjadi sulit. Penyehukan sendiri yang dilakukan tidak menghasilkan kapsul, yang artinya pada tanaman ubijalar terdapat ketidakserasian sendiri (Srinivasan 1977). Persentase ketidakserasian silang pada tanaman ubijalar juga cukup tinggi. Persentase keserasian silang akan lebih tinggi jika tetua betina mempunyai ploidi yang lebih besar dari tetua jantan (Bai 1988). Oleh karena itu pada persilangan antara ubijalar heksaploid dengan kerabat liar diploid atau tetraploid pada umumnya ubijalar heksaploid dipakai sebagai tetua betina.

(99)

tersebut berkisar 2-57%. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyerbukan sendiri, penyerbukan silang, dan pembentukan biji yang belum dimengerti hingga saat ini (Rao & Schmiediche 1996).

Bunga pada ubijalar mekar pada sekitar pk.05.00-06.00 pagi diikuti dengan penanggalan butir polen sekitar pk.06.00-07.00 dengan munculnya sinar matahari. Aktivitas lebah madu sebagai polinator alami pada ubijalar dimulai pada saat ini dan berlanjut sampai pk.08.00 pagi yang merupakan waktu terjadinya persilangan alami. Semakin siang anter menjadi kosong dan polen tidak ada lagi sehingga persentase terbentuknya kapsul pada persilangan yang dibuat setelah pk. 09.00 semakin menurun. Namun demikian keadaan ini bervariasi antar klon ubijalar. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu yang lebih tinggi dan penurunan kelembaban nisbi mempengaruhi persentase terbentuknya kapsul sehingga lebih rendah (Srinivasan 1977). Persilangan antar klon ubijalar berdaging umbi jingga yang pernah dilakukan menunjukkan beberapa klon ubijalar tidak dapat digunakan sebagai tetua jantan dan tidak berhasil membentuk kapsul (Novita et a/. 1996).

Kerabat Liar Ubijalar

Dalam seksi Batatas terdapat 13 spesies liar yang dianggap berkerabat dekat dengan ubijalar yang pada umumnya diploid atau tetraploid. I. littoralis dan I. tiliacea adalah tetraploid sedangkan I. trifda mempunyai taraf ploidi 2x, 3x, 4x,

dan 6x (Huarnan 1992). Berdasarkan analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), I. trifda dan I. tabascana merupakan spesies liar ubijalar yang terdekat (Jarret et a/. 1992).

(100)

dimanfaatkan sebagai sumber gen dalam program pemuliaan ubijalar. Pemuliaan ubijalar dimulai pada tahun 1957 dan pada tahun 1978 dilepas dua ltultivar ubijalar yang memanfaatkan I. trifida yaitu Minamiyutaka dan Okiyutaka ~:Kukimura et al. 1990). Gen resisten terhadap nematoda pada k u l t i i r IWinamiyutaka diyakini diperoleh dari

i.

trifda (Sakamoto 1976). Spesies kerabat liar juga banyak digunakan pada tanaman lain seperti pemuliaan tanaman centang memanfaatkan spesies kerabat liar Solanum phureja ssp. phureja dan

S. stenotomum ssp. stenotomum diploid sebagai sumber gen warna daging kuning untuk meningkatkan intensitas warna kuning pada tanaman kentang tetraploid (Haynes 2000).

Tanaman I. trifda diploid di Indonesia ditemukan di daerah atatah, Jawa Barat sedangkan spesimen I. trifda tertua di Indonesia dikoleksi dari Malang. Jawa Timur (Hambali 1988). Hasil peneliian mengungkapkan bahwa I. t M i a sangat berpotensi sebagai sumber gen dalam pemuliian ubijalar untuk memperbaiki karakter daya hasil, kadar k h a n kering, pati, ketahanan terhadap hama, dan penyakit tertentu, serta meningkatkan kadar protein (Kobayashi & Miyazaki 1976).

(101)

I. trifda diploid dapat juga berperan membantu untuk mempermudah mempelajari pewarisan karakter tertentu. Untuk mempelajari pewarisan karakter tertentu pada ubijalar heksaploid sangat sulit karena besarnya ploidi. Penu~nan taraf pleidi dengan memanfaatkan I. trifida diploid diharapkan akan mempermudah mengikuti pola pewarisan karakter warna jingga daging umbi atau kandungan P-karoten.

Ubijalar Berdaging Umbi Jingga

Keanekaragaman tanaman ubijalar dapat tercermin pada warna daging umbinya yaitu putih, kuning, jingga, dan ungu (Woolfe 1992; Sulistijawati 1996). Ubijalar berdaging umbi jingga merupakan bahan pangan sumber vitamin A yang relatif murah dan merupakan sumber kalori terbaik diantara tanaman sumber vitamin A lainnya. lntensitas warna daging umbi ubijalar diduga mengindikasikan nilai provitamin A atau P-karoten yang dikandungnya (Takahata 1995). Karena variabilitas genetik ubijalar sangat luas, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti kultivar ubijalar yang paling tinggi kandungan

P-

karotennya.
(102)

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Penelitian mengenai variabilitas genetik tanaman biasanya dilakukan dengan membandingkan bentuk morfologi, pembahan anatomi, embrio, dan reaksi biokimia. Data yang diamati biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan umur, dan kondisi tumbuh tanaman. Kesulitan lain mungkin terjadi bila karakter yang diamati dikendalikan oleh gen-gen yang bersifat kuantitatif, atau karakter yang diteliti diekspresikan pada akhir pertumbuhan (Weising et al. 1995).

Karena kompleksnya genom ubijalar, penanda morfologi dan penanda protein (isozim) memberikan sedikit infomasi terhadap hasil analisis genom ubijalar karena terbatasnya jumlah penanda yang tersedia (Kennedy & Thompson 1991). Sebaliknya penanda yang berbasis DNA menyediakan penanda genetik yang tidak terbatas. Penanda tersebut secara langsung mendeteksi pada taraf DNA sehingga ekspresi gen tidak diperlukan. Efek epistasis atau pleiotropik, efek lingkungan dan tahap perkembangan jaringan tertentu tidak menjadi faktor pembatas bagi penanda berbasis DNA.

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu teknik biologi molekul yang banyak digunakan untuk menganalisis variabilitas genetik berdasarkan hasil amplifikasi reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction

=

PCR). Amplifikasi sekuen DNA secara in vjtm ini meliputi denaturasi DNA cetakan menjadi utas tunggal (94'C), penempelan primer (annealing) pada sekuen DNA cetakan (25°~-650~), dan perpanjangan (elongation) utas DNA (72OC). Perpanjangan primer oleh enzim polimerase DNA dibantu dengan adanya basa nukleotida (dATP, dGTP, dCTP, dTTP) dan MgCI, yang berfungsi sebagai kofaktor enzim (Weising et al. 1995).
(103)

cetakan yang berlawanan. Jika situs penempelan primer berada pada jarak yang dapat diamplifikasi, maka akan dihasilkan produk DNA diskret. Primer yang sering digunakan adalah primer acak berukuran 10 pasang basa. Setiap primer dapat mengamplifikasi beberapa lokus dalam DNA total, sehingga analisis RAPD menjadi efisien untuk mengevaluasi polimorfisme urutan basa antar individu tanaman. Polimorfisme tersebut diamati melalui ada tidaknya pita DNA yang teramplifikasi (Thormann & Osborn 1992).

Keberhasilan amplifikasi ini ditentukan oleh kemampuan primer mengamplifikasi DNA cetakan (template) dengan bantuan enzim polimerase DNA, dNTP (dATP, dTTP, dCTP, dan dGTP), suhu yang sesuai untuk mengurai DNA cetakan menjadi utas tunggal, pelekatan primer pada situs DNA cetakan, dan polimerisasi DNA (Thormann & Osbom 1992). Sedangkan keberhasilan suatu primer dalam mengamplifikasi DNA cetakan ditentukan oleh ada tidaknya homologi sekuen nukleotida primer dengan sekuens nukleotida DNA cetakan (Tingey et a/. 1992). Selain itu juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantiias DNA yang mencukupi, konsentrasi MgC12 yang sesuai, banyaknya enzim Taq DNA polimerase yang wkup, dan suhu pelekatan primer yang cocok (Promega 2000). Kualitas DNA cetakan mempunyai pengaruh yang besar pada hasil dan resolusi produk amplifikasi. Karena proses amplifikasi memerlukan hanya sedikit DNA cetakan, prosedur ekstraksi sangat ditekankan pada kemurnian dibandingkan kuantitas (Weeden et a/. 1992).

(104)

berpengaruh pada ketajaman pita DNA. Konsentrasi enzim Taq polimerase DNA yang tinggi menghasilkan intensitas pita DNA yang lebih tajam dibandingkan hasil amplifikasi dengan konsentrasi enzim yang lebih rendah (Lengkong et al. 2001).

Penanda RAPD telah digunakan secara luas pada berbagai spesies tanaman dan berbagai tujuan seperti pembuatan peta keterpautan, menentukan variabilitas genetik, menentukan sistematik hubungan antar spesies, dan menguji kemurnian benih hibrida. Teknik RAPD seringkali dipilih karena dapat menghasilkan data dalam waktu yang lebih singkat tanpa harus melakukan pemindahan fragmen DNA pada membran nilon (Southern Transfer) dan beberapa prosedur lainnya yang biasa dilakukan pada teknik RFLP (Restricton Fragment Length Polymorphism), oleh karena itu biaya yang diperlukan untuk analisis RAPD relatii lebih murah. Selain itu DNA cetakan yang diperlukan relatif sedikit dan polimorfisme yang dihasilkan cukup tinggi.

(105)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Persilangan buatan dan analisis RAPD masingmasing bertempat di rumah kaca dan Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Studi llmu Hayati (PSIH). IPB. Pengujian daya hasil di Kebun Percobaan Muara, sedangkan analisis

P-

llaroten di Laboratorium Enzimatik dan Biokimia Balitbio. Percobaan berlangsung dari Febmari 2000 sampai September 2001.

Bahan Tanaman

Persilangan buatan menggunakan 13 klon ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga yaitu 8063. 0088. C i i h 32,622, Joang. Prambanan. S138. TI, T2, 'r3, T4, T5, dan T7 sebagai tetua betina dan I. trifda diploid (It-2) berdaging umbi putih sebagai tetua jantan (Lampiran 1). Pengujian daya hasil menggunakan 15 lvlon ubijalar heksaploid yaitu 0082. 0063. 8088. Ciceh32. G l l . Joang, Penet, IPN11, Prambanan, SWl, 5026, S138, Ti, T4, dan T5. Sedangkan analisis

RAPD

dilakukan terhadap 15 klon ubijalar tersebut. I. trifda, dan zuriat yang dihasilkan.

Metode Persilangan Buatan

(106)

menghindari penyerbukan yang tidak diinginkan. Keesokan harinya dilakukan persilangan buatan pada pk.06.00-09.00, diberi label tanggal persilangan dan nama klon yang disilangkan kemudian ditutup kembali. Bunga yang dipilih sebagai bunga betina adalah yang masih menguncup tetapi sudah mencapai ukuran maksimum sebelum mekar dan sehat.

Biji yang terbentuk akan masak pada 25 hari setelah persilangan dan kapsul berubah warna menjadi coklat dan kering. Biji yang dihasilkan disemai pada media pasir dengan perlakuan mengikuti Eguchi (1996), setelah mencapai ukuran yang cukup untuk diambil steknya (1-2 bulan), batang dipotong dan ditanam di lapang untuk diuji perumbiannya. Jumlah tanaman per nomor zuriat disesuaikan dengan ketersediaan stek yang ada. Pengamatan yang dilakukan meliputi: (1) daya silang (%) yaitu jumlah kapsul per persilangan; (2) daya kecambah (%) yaitu jumlah biji yang berkecambah per jumlah biji yang ditanam; (3) jumlah zuriat berumbi; (4) diameter, panjang, dan warna daging umbi zuriat.

Pengamatan Jumlah Kromosom

Penentuan tingkat ploidi dilakukan dengan mengamati jumlah kromosom pada tetua betina, tetua jantan, dan zuriatnya. Untuk memudahkan mengambil contoh akar, potongan stek dipelihara dalam botol-botol berisi aquades dan bagian bawah stek diberi roton untuk mempercepat tumbuhnya akar. Ujung akar dipotong pada pukul 08.00-09.00 dan direndam dalam botol kecil berisi 8- hydroxyquinolin 0.002M, ditutup rapat dan disimpan dalam suhu 4 ' ~ selama 3 jam. Selanjutnya direndam larutan asam asetat 45% selama 5-10 menit pada suhu ruang, sebelumnya dibilas terlebih dulu dengan aquades. Potongan akar dipindahkan ke dalam botol-botol kecil berisi campuran asam asetat 45% : HCI 1

(107)

keadaan tertutup. Ujung akar kemudian dipotong sepanjang 1 mm diatas gelas obyek dan ditetesi dengan orcein lalu ditutup dengan gelas penutup. Kelebihan pewama dihisap menggunakan kertas penghisap. Squash dilakukan dengan menekan-nekankan ujung pensil kayu di atas gelas penutup dan ditekan dengan ujung ibu jari. Preparat yang dibuat siap diamati dibawah mikroskop dan dipotret.

Pengujian Daya Hasil

(108)

T I 100 p-karoten (pg1100 g)

=

-

x K x x fp

T2 B

T I = tinggi puncak kurva sampel T2

=

tinggi puncak kurva standar

K

-

-

konsentrasi standar B

-

-

berat umbi sampel fp = faktor pengenceran

lsolasi DNA Tanarnan

(109)

Tahap purifikasi dilakukan dengan menambahkan 500 p1 TE l x dan 0.5 vo-lume fenol. Pelet dilarutkan dengan digoyang-goyang sebentar dan disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit. Cairan bagian atas diambil dengan pipet tumpul dan dikumpulkan dalam tabung 1.5 ml (eppendorf) lalu ditambah 1 volume kloroform : isoamilalkohol (24:l) dan disentrifugasi 14000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Cairan bagian atas dimasukkan dalam dalam tabung baru dan ditambah dengan 2.3 volume isopropanol dan 0.1 volume sodium asetat, digoyang perlahan dan didiamkan sebentar. Kemudian disentrifugasi 14000 rpm selama 30 menit dengan suhu 4OC. Cairan dibuang dan pelet dikeringkan pada suhu 37OC selama 15 menit, lalu dibilas dengan 100 pl etanol 70% dan disentrifugasi 10000 rpm selama 5 menit dengan suhu 4OC. Cairan dibuang, pelet dikeringkan kembali dalam suhu 37'~. Setelah kering endapan DNA disuspensikan dalam 150 p1 bufer TE l x dan disimpan pada suhu -20°C.

Hasil ekstraksi DNA diuji kuantiias dan kualitasnya berdasarkan Sambrook et a/. (1989). Kualitas DNA ditentukan dengan cara membandingkan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (A&A2~) dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Simadzu 2000. DNA murni mempunyai rasio A&AZW

=

1.8-2. Kualitas fragmen DNA dilihat dari hasil elektroforesis pada 1% gel agarose. Sedangkan kuantitas DNA ditetapkan pada nilai absorbansi pada Am. Nilai absorbansi AzeO=l setara dengan konsentrasi DNA 50 pglml.

Analisis RAPD

(110)

Polimerase (Promega). 2.5 mM MgCI. 200 pM dNTP, 0.4 pM primer, dan 50 ng DNA genom. Primer yang digunakan 10-mer acak Operon nomor 4, 7, 10, dan 13 Kit A (Promega) dari 10 primer yang diseleksi (Lampiran 2). Kondisi PCR mengikuti hasil optimasi Lengkong et a/. (2001) menggunakan mesin PCR Gene Amp PCR System 2400 Thermal Cycler (Perkin-Elmer) sebanyak 36 siklus setelah pra PCR selama 5 menit (94OC). Tiap siklus terdiri dari denaturasi 1 menit (90°c), penempelan primer pada DNA cetakan 1 menit (37'C), perpanjangan fragmen DNA 2 menit (77'~), pasca-PCR 5 menit (72%). Hasil PCR dielektroforesis pada 0.8 % gel agarose dengan buffer penyangga TAE l x (0.04 M Tris-asetat, 0.001 M EDTA), selama 3.5 jam dengan tegangan 70 volt pada suhu ruang. Penanda ukuran molekul fragmen DNA menggunakan DNA standar 1 kb DNA ladder (Promega). Setelah itu gel diwarnai dengan larutan etidium bromida 0.5 pllml selama 20 menit dan direndam dalam aquades selama 20 menit. Pola fragmen DNA pada gel agarose diamati di atas sinar UV, direkam dalam alat dokumentasi gel, dan disimpan menggunakan disket.

Analisis Data

(111)

F.b = koefisien kemiripan antara a dan b a.b

=

2 individu yang diamati

nab

=

jumlah pita DNA yang sarna posisinya baik pada individu a maupun b na = jumlah pita DNA pada individu a

nb = jumlah pita DNA pada individu b

posisi pita DNA pada gel agamse

matriks data biner

nz

a?

01

as

ni

1

j===i==;

+

fenagram kemiripan genetik

matriks kemiripan genetik

Garnbar 1. Prosedur pembacaan pita-pita RAPD

(112)

Arithmetic Mean) untuk membuat fenogram yang dihitung melalui SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested Clustering). Analisis ini menggunakan perangkat lunak NTSYS-pc versi 1.8 (Rohlf 1993). Pada program NTSYS matriks dihitung melalui koefisien Dice yang pada prinsipnya sama dengan rumus Nei dan Li.

(113)

HASlL DAN PEMBAHASAN

Studi genetika saat ini telah banyak memanfaatkan berbagai metode analisis molekul, tetapi persilangan buatan tetap diperlukan untuk mempelajari genetika tanaman maupun dalam program pemuliaan tanaman. Teknik-teknik baru metode analisis molekul memberi jalan tempuh alternatif terhadap tujuan pemuliaan tanaman konvensional maupun dalam studi genetika, sehingga banyak pemulia tanaman menggunakan keduanya.

Persilangan Buatan Pembungaan Tetua Ubijalar Betina

Tersedianya bunga sangat diperlukan untuk melakukan persilangan buatan. Semakin banyak bunga yang dihasilkan tetua maka diharapkan keberhasilan memperoleh biji akan lebih besar. Produksi bunga pada ubijalar dianggap merupakan masalah yang membatasi upaya pemuliaan tanaman ubijalar. Klon-klon ubijalar berdaging umbi jingga yang digunakan sebagai tetua betina dalam penelitian ini kesemuanya berbunga. Bunga ubijalar mekar pada pagi hari dan layu menjelang sore hari. Bunga pertama mekar pada saat tanaman berumur 64-85 HST (hari setelah tanam), sedangkan pada penelitian lain pada umur 64-120 HST (Novita et a/. 1996).

(114)

Tabel 1. Jumlah bunga tetua ubijalar betina yang disilangkan per bulan"

Klon

1

Mei

I

Juni

I

Juli

I

Agst

I

Sept

I

Okt

I

Total

I

8063 berbunga sangat sedikit (kurang dari 20 bunga). Periode berbunga klon 8063, B088, dan Ciceh32 relatif lebih pendek dibandingkan klon lainnya. Ketiga klon tersebut berbunga hingga bulan Agustus dan setelah itu tidak berbunga lagi (Gambar 2). Jumlah bunga mencapai puncaknya pada bulan Juli atau pada saat tanaman berumur 18-22 minggu setelah tanam. Setelah itu jumlah bunga menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pembungaan pada ubijalar dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu jenis klon dan faktor lingkungan tempat tumbuh: -Jenis klon yang sama apabila ditanam pada kondisi dan waktu yang berbeda dapat menampilkan pembungaaan yang berbeda. Sebagai wntoh klon Prambanan berbunga sampai 377. sedangkan pada waktu penelitian lain (Novita et a/. 1996) tidak berbunga sama sekali.

[image:114.575.78.489.105.463.2]
(115)

Mei Juni Juli ABust

wt

Okt

Gambar 2. Jumlah bunga dan periode berbunga tetua ubijalar betina

lain (Srinivasan 1977) menunjukkan bahwa untuk berbunga dengan baik, tanaman ubijalar memerlukan panjang hari 12 jam, panjang hari kurang dari 11 jam dapat menghambat pembungaan. Sedangkan temperatur yang diperlukan

berkisar 23-24'C dengan kelembaban udara berkisar 62-75% (Eguchi 1996).

Keserasian Silang dan Perkecambahan Zuriat

[image:115.579.99.490.78.317.2]
(116)

berkisar antara 0.71-7.69%. hasil ini menunjukkan bahwa antar tetua ubijalar betina mempunyai daya silang yang berbeda terhadap I. trifda. Daya silang ini mencerrninkan kemampuan terbentuknya kapsul yang masak dari persilangan yang dibuat dan tidak dilakukan pengamatan terhadap kapsul yang gugur. Penelitian lain (Renwarin et a/. 1994) yang menggunakan klon tetua ubijalar betina yang berbeda menghasilkan daya silang yang lebih besar yaitu 4.7-14.5% dan tingkat keguguran kapsul mencapai 28-30%. Pada penelitian ini klon S138 menghasilkan kapsul terbanyak (38 kapsul) dan daya silang yang relatif lebih tinggi (3.50%) dibandingkan klon lainnya.

Tabel 2. Daya silang klon-klon ubijalar heksaploid yang serasi disilangkan dengan 1.trifida diploid (It-2)

(117)

diperoleh. Selain itu persilangan interspesifik antara ubijalar dan kerabat liarnya cendemng menghasilkan jumlah biji semakin sedikii apabila taraf ploidinya berbeda jauh (Kobayashi & Miyazaki 1976). Jumlah biji per kapsul dari klon tetua betina ubijalar yang berbeda (Renwarin et a/. 1994) juga rendah, rata-rata 1-2 biji per kapsul.

Biji ubijalar mempunyai kulit yang keras, tidak mempunyai periode dormansi, dan mampu mempertahankan viabilitasnya hingga beberapa tahun. Biji ubijalar relatif cukup sulit berkecambah dan membutuhkan skarifikasi melalui pelukaan mekanis atau perlakuan kimia. Biji diberi perlakuan pelukaan dan ditanam di media pasir, dengan cara tersebut biji berkecambah pada 3-4 hari setelah semai dan lebih cepat dibandingkan laporan Renwarin et a/. (1994) yaitu 3-11 hari. Dari 7 klon yang menghasilkan biji, 4 klon diantaranya (G22, Joang, S138, T5) berkecambah dengan jumlah keselumhan 34 kecambah. Sebagian besar dari kecambah tersebut mati yang disebabkan oleh lembabnya media tanam sehingga busuk dan lemahnya kecambah yang diduga dipengaruhi oleh mutu biji yang kurang baik. Hanya 10 zuriat yang bertahan hidup yang berasal dari 3 tetua betina yaitu S138, Joang, dan T5

.

(118)

Perumbian Zuriat Tetraploid

Dari 10 zuriat tetraploid yang ditanam di lapang setelah 3 bulan, 6 zuriat menghasilkan umbi yaitu zuriat nomor 36. 42. 43, 51. 52, dan 53. sedangkan zbriat nomor 37, 46, 47, dan 50 hanya menghasilkan perakaran yang tebal (Tabel 3; Lampiran 4a). Akar yang menebal diharapkan berpotensi membentuk umbi, karena pigmentasi pada akar yang menebal merupakan gejala awal inisiasi umbi (Wilson 1982) dan umbi akan terbentuk apabila diikuti dengan proses pembesaran secara lateral. Persilangan antara klon ubijalar lainnya dengan I. trifida diploid (Renwarin et al. 1994) menghasilkan 60% zuriat berumbi sedangkan zuriat lainnya berakal tebal yang disertai dengan pigmentasi.

Tabel 3. Beberapa karakter perumbian zuriat ubijalar tetraploid hasil persilangan ubijalar heksaploid dengan I. trifida diploid (It-2)

--

9

1

51

1

Joang

I

4x

1

2

1

1

1

3.5

1

12.1 1 6

I

Kuning tua 10

1

53

I T5

I

4x

I

1

1

3

1

2.2-3.0

1

3-5.5

1

1-3

I

Kuning tua * P=panjang, Ddiarneter
(119)

ubijalar heksaploid dengan I. trifida mempunyai daya hasil yang rendah dan untuk memperoleh zuriat dengan karakter morfologi hampir sama dengan ubijalar heksaploid perlu silang balik (backcross) dengan tetua betina paling sedikit dua kali (Sakamoto 1976). Jadi zuriat yang tidak berumbi pada penelitian ini diharapkan berumbi melalui perbanyakan klonal pada generasi berikutnya atau melalui silang balik dengan tetua betinanya. Oleh karena itu zuriat tersebut tetap diperiksa hubungan genetiknya dengan tetuanya menggunakan analisis molekul RAPD. Zuriat tetraploid diharapkan dapat berguna untuk menelusuri pewarisan karakter p-karoten dan menambah keragaman plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut misalnya sebagai sumber gen untuk mengembangkan kultivar baru.

Bobot umbi zuriat ubijalar tetraploid relatif sangat kecil yang berkisar antara 2.2-57.0 gram per umbi, kisaran panjang umbi antara 3-38 cm, dan diameter umbi berkisar dari 1-12 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa karakter umbi I. trifida lebih menonjol daripada tetua betina. Penelitian Renwarin (1990) juga menunjukkan hasil umbi zuriat ubijalar tetraploid lebih rendah dibandingkan

tetua betinanya dan mempunyai morfologi yang mirip dengan I. trifda. Pada perwbaan ini karakter morfologi tidak diamati secara khusus, tetapi penanaman di lapang menunjukkan penampakan batang kurus yang panjang dan daun yang rimbun. Karakter vegetatif ini mungkin juga mempengaruhi rendahnya hasil umbi, karena fotosintat lebih banyak digunakan untuk perkembangan vegetatif sehingga translokasi ke bagian umbi lebih terbatas. Daging umbi zuriat semuanya bewarna kuning tua disertai dengan warna jingga berbentuk cincin, sedangkan tetua betinanya (Lampiran 4b) berdaging umbi jingga dan tetua jantan berdaging umbi putih. Kandungan p-karoten zuriat ubijalar tetraploid juga

(120)

Tabel 4. Kandungan 0-karoten tetua betina, tetua jantan, dan zuriat ubijalar tetraploid

(121)

Pengujian Daya Hasil dan Kualitas 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaging Umbi Jingga

Evaluasi daya hasil dan kualitas umbi merupakan kriteria penting dalam pemuliaan ubijalar karena sebagian besar produksi ubijalar digunakan sebagai konsumsi manusia. Perbaikan kualitas ubijalar pada umumnya ditujukan untuk perbaikan kandungan pati, peningkatan kandungan gula, kandungan P-karoten, dan rasa enak sehingga diterima dengan baik oleh konsurnen. Oleh karena itu pengujian terhadap karakter daya hasil dan kualitas tetua betina perlu dilakukan.

Hasil pengamatan rnenunjukkan bahwa nilai rataan jumlah umbi per tanaman, bobot urnbi per tanaman, jumlah umbi dapat dipasarkan per tanaman. kandungan bahan kering, dan kandungan p-karoten bervariasi antar klon. Jumlah umbi per tanaman berkisar antara 1.7-51, sedangkan jumlah umbi dapat dipasarkan per tanaman berkisar 0.1-3.0 (Tabel 5). Untuk kedua karakter

(122)

tersebut klon T5 menghasilkan jumlah umbi terbanyak dan melebihi Prambanan (Gambar 3). Klon yang mempunyai jumlah umbi per tanaman relatif banyak cenderung juga mempunyai jumlah umbi per tanaman dapat dipasarkan yang relatif banyak, yang tidak berbeda dengan penelitian Hermawati (1997).

8062 8063 BOBB Ck%h

-

GI1 Joaa

-

Penet PNII Pram Wl SO26 St38 T I T4 T5

!

1 dfumlah umMltanman OJurnlah umbi dapatdpmuk&mrnan

Gambar 3. Jumlah umbi per tanaman dan jumlah umbi dapat dipasarkan per tanaman pada 15 klon ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga

[image:122.582.76.502.146.372.2]
(123)

rasa, dan tekstur umbi) 13 genotipe ubijalar di Sumatera Barat juga menunjukkan adanya variabilitas genetik yang luas (Jonharnas 1999). Beberapa penelitian daya hasil dan kualitas ubijalar lainnya juga menunjukkan adanya fluktuasi hasil yang diperoleh. Beberapa kultivar ubijalar pada musim tertentu terkadang tidak menghasilkan umbi sama sekali (Bai 1988).

Bahan kering yang dihasilkan relatif rendah yaitu kurang dari 30% dan berkisar dari 20.0-27.3%, yang tidak jauh berbeda dengan hasil Hermawati (1997) yaitu 23-29.6%. Sedangkan kisaran kandungan p-karoten sangat luas yaitu antara 0.2-15.9 mgllOO g bobot basah umbi. Prambanan yang merupakan kultivar berkadar karoten tinggi dan dilepas pemerintah RI pada tahun 1981 (Wargiono et a/. 1981) mempunyai kandungan p-karoten tertinggi diantara semua klon yang diuji. Selain itu terdapat klon lainnya yang mempunyai kandungan p-karoten relatif tinggi yaitu 8083, PNI I, dan T5. Kandungan bahan kering umbi terlihat cenderung berbanding terbalik dengan kadar p-karoten (Gambar 4), yang sejalan dengan hasil penelitian lain pada lokasi maupun musim tanam yang berbeda (Lu & Wu 1990; Renwarin 1997; Hermawati 1997).

(124)

Klon T5 menghasilkan jumlah umbi, jumlah umbi dapat dipasarkan, dan bobot umbi per tanaman melebihi Prambanan, tetapi mempunyai bahan kering yang relatif rendah (20.0 %). Artinya klon ini berpotensi dalam ha1 daya hasil dan kandungan P-karoten tetapi kurang sesuai untuk tujuan penghasil tepung. Selain itu juga tidak tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Kadar P-karoten klon T5 yang relatif tinggi mungkin dipengaruhi oleh silsilah klon T5 yang merupakan hasil persilangan antar klon berdaging umbi jingga dan disilangbalikkan (backcross) dengan tetua betinanya, sehingga gen penyandi warna jingga atau P-karoten terakumulasi pada klon T5.

Analisis RAPD Profil Pita RAPD

lnformasi variabilitas atau hubungan genetik pada plasma nutfah tanaman memiliki beberapa aplikasi penting bagi pemulia tanaman. Misalnya, informasi hubungan genetik antar genotipe atau populasi membantu pemulia menentukan sumber persilangan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Melalui metode RAPD diharapkan bisa menganalisis hubungan pita DNA tetua dengan zuriat ubijalar untuk membantu menelusuri karakter P-karoten.

(125)

polimorfik per primer (Connolly et al. 1994). Dengan jumlah contoh DNA yang jauh lebih banyak (92) diperoleh jumlah pita polimorfik per primer yang juga lebih banyak yaitu 38 (Ramisah et a/. 2000). Tingginya nilai polimorfisme ini menunjukkan bahwa plasma nutfah ubijalar mempunyai variabilitas genetik yang tinggi (Sagredo et al. 1998; Ramisah et a/. 2000), fenomena ini diduga karena tanaman ubijalar sangat heterozigot (Sagredo et a/. 1998).

Tabel 6. Jenis primer, susunan basa, jumlah pita polimorfik, dan ukuran fragmen DNA hasil analisis RAPD pada 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifda, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid

(126)
[image:126.547.72.522.49.419.2]

Gambar 5. Profit pita RAPD 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid dengan menggunakan primer OPA-13

Hubungan Genetik 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaging Umbi Jingga dan 1.trifida Diploid

Perbanyakan tanaman secara aseksual, seperti pada ubijalar, akan memelihara genotipe tanaman tersebut tetap identik dan seragam pada kultivar klonal. Pengetahuan hubungan genetik, yaitu jarak genetik atau kemiripan genetik, antar genotipe atau antar klon berguna dalam mempelajari genetika tanaman ubijalar, membantu program pemuliaan tanaman ubijalar, dan pengorganisasian plasma nutfah tanaman tersebut. Kemiripan genetik antar genotipe bergantung pada kemiripan sekuen nukleotida pada taraf molekul.

(127)

jingga dengan spesies kerabat liarnya, I. trifida diploid, berdasarkan pita RAPD dengan 4 primer acak menunjukkan bahwa jarak genetik I. trifida dengan klon ubijalar relatif cukup jauh (Gambar 6) dan tingkat kemiripan genetiknya berdasarkan koefisien Dice berkisar 0-80% (Lampiran 5). Luasnya kisaran persentase jarak genetik ini mencerrninkan tingginya tingkat variabilias genetik pada tanaman ubijalar. Keadaan ini diduga dipengaruhi oleh besarnya ukuran genom (2n=6x=90), heterosigositas yang tinggi, dan tipe ploidi yang merupakan allopoliploidi (Ramisah et al. 2000), meskipun tipe ploidi ini masih diperdebatkan.

0.w

o.3

ago

a?

1.m

8062

B088

8063

43% 7 0 ,

Ci ceh3

Jm

-

r

Penel

S138

so01

-

33% P r a b T5

so26

I

61 11 1

PNll

T I

11-2

Gambar 6. Fenogram kemiripan genetik antara 15 klon ubijalar dan I. trifda diploid berdasarkan koefisien Dice

[image:127.575.71.491.251.776.2]
(128)

karoten antar klon, akan tetapi bisa membedakan antara spesies ubijalar budidaya dengan spesies kerabat liarnya. Dengan menggunakan lebih banyak jenis primer kemungkinan akan lebih banyak bagian-bagian genom yang terlacak sehingga diharapkan mampu membedakan klon atas dasar karakter morfologi atau kandungan bahan kimiawi seperti p-karoten.

Hubungan Genetik Zuriat Ubijalar Tetraploid dan Tetuanya

[image:128.582.74.498.488.686.2]

Fenogram kemiripan genetik berdasarkan pita

RAPD

antara 3 tetua betina yang menghasilkan zuriat (Joang, S138, TS), I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid (Gambar 7) memperlihatkan bahwa zuriat ubijalar tetraploid yang berasal dari tetua yang sama cenderung mengelompok. Hubungan genetiknya berkisar 3587% (Lampiran 6). Seperti hasil analisis pada Gambar 6, pada Gambar 7 1. trifda juga memisah dan mempunyai hubungan genetik yang relatii jauh dengan tetua betina dan zuriat ubijalar tetraploid. Ini disebabkan I. trifida adalah spesies kerabat liar ubijalar dan mempunyai latar belakang genetik yang berbeda dari ubijalar budidaya.
(129)

Delapan zuriat ubijalar tetraploid hasil persilangan S138 x It-2 yaitu zuriat nomor 36. 37, 42. 43, 46. 47, 50. dan 52 mengelompok pada tingkat kerniripan 62%. Zuriat ubijalar tetraploid iainnya yaitu nomor 51 (hasil persilangan Joang x It-2) dan zuriat 53 (hasil persilangan T5 x It-2) rnengelompok pada tingkat kemiripan 74%. Zuriat ubijalar tetraploid cenderung mempunyai jarak genetik yang lebih dekat dengan tetua betinanya daripada tetua jantan.

Hasil analisis RAPD suatu zuriat bisa juga menghasilkan pola pita RAPD yang relatif lebih mirip dengan klon ubijalar heksaploid lain daripada tetua betinanya sendiri. Seperti jarak genetik zuriat 43 yang relatif lebih dekat dengan Joang daripada tetua betinanya yaitu S138. Pola pita RAPD pada zuriat merupakan hasil perpaduan seluruh atau sebagian dari pita RAPD kedua tetuanya. Pola amplifikasi DNA zuriat 43 merupakan pita-pita RAPD yang diwariskan dari S138 dan I. trifda dan rnenghasilkan kombinasi pola pita RAPD yang baru yang cenderung mirip dengan pola pita RAPD klon Joang, sehingga hubungan genetik zuriat 43 relatif lebih dekat dengan Joang. Demikian juga dengan zuriat 51 yang mempunyai hubungan genetik lebih dekat dengan zuriat 53 daripada tetua betinanya (Joang). Hasil ini menggambarkan bahwa persilangan interspesifik dan interploidi ini menghasilkan berbagai macam kemungkinan genotipe baru hasil kombinasi dari tetua yang diturunkan melalui persilangan yang dibuat.

(130)

Hubungan Genetik 15 Klon Ubijalar Heksaploid Berdaglng Umbi Jingga, I. trifida Diploid, dan 10 Zuriat Ubljalar Tetraploid

Persentase kemiripan genetik 15 klon ubijalar heksaploid. I. trifida

.

dan 10 zuriat ubijalar tetraploid berdasarkan pita RAPD menggunakan 4 primer acak berkisar

047%

(Lampiran 7). Fenogram hubungan genetik 26 genotipe tersebut (Gambar 8) menunjukkan bahwa pola hubungan genetik antar klon ubijalar heksaploid maupun antar zuriat ubijalar tetraploid tidak jauh berbeda dengan hasil analisis pada Gambar 6 dan 7. 1. trifida juga cenderung memisah dan mempunyai hubungan genetik yang relatif jauh dengan genotipe lainnya. Pengelompokan genotipe pada Gambar 8 juga tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya kandungan p-karoten.

Gambar 8. Fenogram kemiripan genetik antara 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifda, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid berdasarkan koefisien Dice

0.32

ate

0.64

ago

0.96

36 46

I

37 47

42 50 S138 43

-

Joanq

Penet

-

52

52%

B063

5 53 1

44%

41%

I

Pranb. T5

I

Ciceh32 SO01

SO26 I t - 2 8062 B088 P N l l T4

[image:130.575.75.478.373.699.2]
(131)

Pita-pita DNA yang diperoleh merupakan potongan nukleotida yang terjadi pada tempat-tempat yang acak pada genom total tanaman dan tidak selalu mencerminkan fenotipe tertentu. Akan tetapi, pita-pita DNA tersebut bisa sangat berkorelasi dengan karakter tertentu. Penanda molekul RAPD dengan menggunakan hanya 6 primer acak terhadap beberapa galur Ocimum gratissimum L. berkorelasi kuat dengan kandungan minyak volatile. Hasil ini mengindikasikan bahwa penanda RAPD dapat terpaut dengan karakter kandungan kimiawi minyak volatile (Vieira et al. 2001).

Keberhasilan teknik RAPD untuk menelusuri karakter kandungan

p-

karoten ubijalar ditentukan oleh kemampuan suatu primer mengamplifikasi wilayah-wilayah tertentu dari DNA total tanaman, dan menghasilkan pola pita RAPD yang spesifik pada kelompok tanaman ubijalar yang berkadar $-karoten tinggi saja dan tidak ditemukan pada kelompok tanaman ubijalar berkadar

p-

karoten rendah atau tidak mengandung p-karoten. Sehingga diharapkan diperoleh pita RAPD spesifik yang mungkin berhubungan dengan karakter $- karoten. Amplifikasi DNA cetakan akan terjadi apabila ada kesamaan yang komplementer urutan basa DNA cetakan dengan urutan basa primer sehingga situs pelekatan primer yang selanjutnya tejadi proses amplifikasi pada jarak tertentu dan dihasilkan pita DNA. Semakin banyak jenis primer yang dgunakan dan mampu mengamplifikasi DNA cetakan, maka semakin banyak wilayah genom yang terwakili pada pita-pita yang dihasilkan. Artinya kemungkinan untuk memperoleh pita spesifik terhadap karakter tertentu relatif lebih besar.
(132)

klon-klon ubijalar yang berkadar P-karoten relatif tinggi saja. Ketidakberhasilan ini diduga karena jumlah primer yang digunakan terlalu sedikit sehingga peluang untuk menghasilkan pita RAPD yang berhubungan dengan karakter p-karoten juga relatif kecil. Semakin banyak jenis primer yang digunakan maka akan lebih menggambarkan keadaan genom yang sebenamya, sehingga peluang memperoleh pita RAPD yang berhubungan dengan karakter (3-karoten lebih besar.

Penelitian Ukoskit et a/. (1997) menggunakan 9 primer acak hasil seleksi dari 760 primer yang menghasilkan 728 pita RAPD, hanya memperoleh 1 penanda yang terpaut dengan gen resisten ubijalar terhadap nematoda. Rendahnya persentase keberhasilan mengidentifikasi penanda molekul ini karena ubijalar mempunyai kromosom yang banyak dan gen resisten tersebut sangat mungkin menempati wilayah yang sangat kecil dari genom sehingga peluang penandaan pada wilayah spesifik ini cukup kecil dibandingkan dengan penandaan wilayah spesifik pada tanaman diploid. Analisis RAPD bisa juga menggunakan hanya 5 primer acak (Ramisah et a/. 2000) tetapi mampu membedakan klon-klon ubijalar yang berasal dari Indonesia dan Malaysia.

(133)

Pita RAPD yang diwariskan dari Joang dan T5 ke zuriatnya masing- masing terdapat 3 dan 4 pita (Tabel 7), sedangkan dari klon S138 terdapat 12 pita (Tabel 8). Diantara pita-pita RAPD tersebut, hasil arnplifikasi primer OPA-04 pita ke-3 dan OPA-10 pita ke-2 juga terdapat pada 4 klon berkadar P-karoten relatif tinggi, sehingga kedua pita tersebut rnungkin berhubungan dengan ada tidaknya karakter P-karoten pada ubijalar. Akan tetapi dugaan ini masih memerlukan analisis lebih lanjut.

Tabel 7. Pita-pita RAPD klon Joang dan T5 yang diwariskan ke zuriatnya dan ada pada 4 klon berkadar P-karoten relatif tinggi

[image:133.575.73.486.230.767.2]
(134)

Analisis Komponen Utama

Principal Component Analysis atau Analisis Komponen Utama (AKU) bermanfaat untuk menyeleksi pita-pita RAPD yang memberikan sumbangan informasi yang relatii lebih kecil. Hasil AKU terhadap 15 klon ubijalar heksaploid dan I. trifida tanpa zuriat tetraploid (16 genotipe) yang ditumnkan dari matriks korelasi menunjukkan bahwa 2 Komponen Utama (KU) pertama b&~rUt-tu~t menerangkan 16.9% dan 14.2% keragaman total dan mempunyai akar ciri 6.4

dan 5.4 (Lampiran 8). Untuk mengidentifikasi pita RAPD yang relatif lebih berperan dalam pengelompokan dipilih pita yang mempunyai nilai mutlak lebih besar dari 0.2. Pada KU l dan KU ll terpilih 18 pita RAPD (Tabel 9) dari 38 pita

Tabel 9. Dua komponen utama pertama dengan nilai mutlak lebih dari 0.2 pada

15 klon ubijalar heksaploid dan 1. trifida

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Komponen Utama I

-0.139 0.254 0.151 0.070 -0.217 -0.272 -0.115 0.215 -0.125 -0.240 -0.176 -0.180 -0.225 0.292 -0.216 0.282 -0.258 -0.139 6.4 16.9 Akar ciri

Proporsi keragaman (%)

Primer

OPA-04

OPA-07

OPA-10 OPA-13

Komponen Utama II

[image:134.575.78.448.343.722.2]
(135)

RAPD yaitu 10 pita pada KU I dan 8 pita pada KU II, artinya pita RAPD tersebut terpilih mewakili pita RAPD lain yang tereduksi.

[image:135.575.74.479.54.791.2]

Pita-pita RAPD yang terpilih tersebut tidak ada yang bersifat spesifik kecuali pita RAPD hasil amplifikasi menggunakan primer OPA-13 pita ke-12 yang hanya ada pada I. trifida dan tidak ada pada klon ubijalar heksaploid maupun zuriat ubijalar tetraploid. Peran pita RAPD ini tercermin pada letak I. trifda yang jelas terpisah dari genotipe lainnya pada pemetaan dua dimensi berdasarkan KU I dan KU II (Gambar 9). Akan tetapi pita RAPD ini tidak rnempunyai arti untuk tujuan mengidentifikasi penanda molekul RAPD yang berhubungan dengan karakter p-karoten. Selain itu juga terpilih pita RAPD yang hanya ada pada klon 8062 dan 8088 yaitu pita ke-2 hasil RAPD menggunakan primer OPA-04. Pita RAPD ini berperan mengelompokkan kedua klon tersebut sehingga mendekatkan hubungan genetik keduanya. Kedekatan jarak genetik

Gambar 9.

7~

PNl I

Komponen I

(136)

kedua klon ini tampak pada pemetaan dua dimensi berdasarkan AKU maupun pengelompokan berdasarkan koefisien Dice. Secara keseluruhan pola hubungan antar 15 klon ubijalar dan I. trifida pada peta dua dimensi berdasarkan KU I dan KU II tidak berbeda dengan pengelompokan berdasarkan koefisien Dice yaitu terbagi ke dalam 4 kelompok (Gambar 6).

Hasil AKU menggunakan matriks korelasi terhadap 15 klon ubijalar. I. trifida, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid (26 genotipe) menunjukkan bahwa KU I

dan KU II berhubungan dengan 15.4% dan 12.0% dari keragaman total yang berturut-turut mempunyai akar ciri 5.9 dan 4.6 (Lampiran 9). Pada KU I dan KU II terdapat 16 pita RAPD yang yang memiliki nilai mutlak lebih dari 0.2 dari total 38 pita RAPD (Tabel 10).

Tabel 10. Dua komponen utama pertama dengan nilai mutlak lebih dari 0.2 pada 15 klon ubijalar heksaploid, 1. trifida, dan 10 zuriat tetraploid

15 9 -0.327 0.023

16 10 0.023 0.294

Akar ciri

Proporsi keragaman (%)

5.9 15.4

[image:136.575.81.477.382.730.2]
(137)

Hasil AKU dari 15 klon ubijalar dan I. trifida terpilih 18 pita RAPD tetapi hasil AKU 15 klon ubijalar, I. trifda, dan 10 zuriat ubijalar tetraploid pita RAPD yang terpilih lebih sediki (16 pita). Hasil ini menggambarkan bahwa pada AKU yang memasukkan 10 zuriat ubijalar tetraploid pita-pita RAPD yang saling berhubungan relatif lebih banyak sehingga lebih banyak yang tereduksi dan yang terpilih relatif lebih sedikit. Artinya beberapa pita RAPD yang sebenarnya membahas ha1 yang sama akan terwakili oleh pita RAPD tertentu.

(138)
[image:138.575.108.454.75.248.2]

Komponen l

Gambar 10. Pemetaan dua dimensi 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifida, dan

10 zuriat tetraploid berdasarkan Analisis Komponen Utama

(139)

KESIMPULAN

Dari 13 klon ubijalar heksaploid berdaging umbi jingga yang dipilih sebagai tetua betina. 7 klon serasi disilangkan dengan I. trifida diploid yaitu klon B063, Ciceh32. G22, Joang, Prambanan. S138, dan T5. Jumlah bunga, periode berbunga, daya silang, jumlah biji per kapsul antar tetua betina be~ariasi. Dari

34 kecambah zuriat hanya 10 yang bertahan hidup. Tetua betina yang menghasilkan 10 zuriat tersebut adalah Joang, S138, dan T5. Seluruh zuriat merupakan tanaman tetraploid. Daya hasil dan kandungan p-karoten antar tetua betina dan klon ubijalar lainnya juga be~ariasi dan klon yang mempunyai kandungan p-karoten relatif tinggi adalah 8063. PNII. Prambanan, dan T5. Sedangkan kandungan p-karoten zuriat tetraploid relatif rendah.

Gambar

Tabel 1. Jumlah bunga tetua ubijalar betina yang disilangkan per bulan"
Gambar 2. Jumlah bunga dan periode berbunga tetua ubijalar betina
Gambar 3. Jumlah umbi per tanaman dan jumlah umbi dapat dipasarkan per
Gambar 5. Profit pita RAPD 15 klon ubijalar heksaploid, I. trifida, dan 10 zuriat
+7

Referensi

Dokumen terkait