PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DALAM PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN SENJATA
API NON ORGANIK BAGI MASYARAKAT SIPIL
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
Ira Famillia Sari
Tugas dan wewenang pokok Kepolisian yaitu memelihara ketertiban dan
menjamin keamanan umum, serta menegakkan hukum dari ketentuan perundang
–
undangan yang memuat tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian Daerah Lampung telah melakukan pengendalian dan pengawasan
senjata api non organik bagi masyarakat sipil untuk wilayah Bandar Lampung,
serta berkenaan dengan perizinan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di
Bandar Lampung. Tindakan yang telah dilakukan oleh Pihak Kepolisian tersebut
dalam Hal Perizinan Kepemilikkan Senjata Api Non Organik Bagi Mayarakat
Sipil di Bandar Lampung di lapangan, masih belum dapat diterima sepenuhnya
oleh masyarakat sipil di Bandar lampung. Masih banyak yang tidak mematuhi
aturan kepemilikkan senjata api bagi masyarakat sipil yaitu dalam kepemilikan
senjata api tidak dilengkapi dengan surat izin yang resmi.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam perizinan kepemilikan senjata api non organik
bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung 2) dan bagaimanakah Sanksi hukum
bagi masyarakat sipil yang memiliki senjata api tanpa surat izin kepemilikan
secara resmi dari Kepolisian Daerah Lampung.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa: 1) Peran Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam perizinan kepemilikan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di
Bandar Lampung yaitu memiliki peran yang sangat penting, karna pihak Kepolisian
merupakan instansi yang berhak mengeluarkan Perizinan Kepemilikan Senjata Api..
Kepolisian berperan dalam setiap prosedur yang telah ditetapkan, mulai dari sebelum
dikeualtkan izin dan sampai keluarnya izin. Hingga pengawasan dan pengendalian Senjata
Api Non Organik yang beredar di Bandar Lampung. 2) Sanksi hukum bagi masyarakat sipil
yang memiliki senjata api tanpa surat izin kepemilikan secara resmi dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia di daerah Bandar Lampung, yaitu sesuai dengan ketetapan yang telah
Undang
–
Undang Nomor 12 / DRT / 1951 pasal 2.
Based on the results of research and discussion that: 1) The role of the Indonesian National
Police in possession of firearms licensing non-organic for civil society in Belfast which has a
very important role, because the police are entitled to issue a licensing agency Firearms
Ownership .. Police involved in any procedures that have been established, ranging from
before dikeualtkan permission and consent to the release. Until the supervision and control of
Non Organic Firearms circulating in Bandar Lampung. 2) the legal sanctions for civilian
possession of firearms without a license from the formal ownership of the Police of the
Republic of Indonesia in Bandar Lampung, which is in accordance with the provisions of the
Act has - Law No. 12 / DRT / 1951 Article 2.
BAB I PENDAHULUAN `
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa dekade belakangan, globalisasi dan regionalisme telah menjadi salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan lingkungan global. Sebagai isu yang paling sering dibahas, globalisasi menjadi sebuah fenomena multifaset (banyak wajah) yang menimbulkan beraneka ragam pandangan dan interpretasi, terutama jika dikaitkan dengan kesejahteraan umat manusia di dunia. Ada orang-orang yang melihat bahwa globalisasi ekonomi telah menciptakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan dan kemiskinan yang semakin luas. Kedua pandangan inilah yang menarik perhatian, terutama bagi masyarakat di negara-negara sedang berkembang , yang selanjutnya disingkat NSB ( Negara Sedang Berkembang ). ( Budi Winarno, 2006 : Bagian Pertama )
Tindakan kriminal yang semakin marak dalam kehidupan masyarakat dapat menimpa siapa saja sebagai korbannya. Dengan banyak terjadinya tindakan- tindakan kejahatan yang telah berlaku dimana saja dan pada siapa saja, maka mulai dari masyarakat biasa sampai para pejabat pemerintah pun senantiasa melakukan upaya perlindungan bagi keselamatan diri. Demi keselamatan, banyak cara yang dilakukan untuk jaminan keamanan serta perlindungan diri.
Yang terpenting adalah bagaimana mengelola globalisasi agar bermanfaat bagi keseluruhan umat manusia, sehingga tiap manusia tidak memiliki pemikiran yang menyimpang akibat pengaruh globalisasi yang diterima dan belum siap untuk menerima, dan pada akhirnya melakukan suatu tindakan yang menyimpang atau tindak kejahatan. Seperti, dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam sebagai cara untuk memperoleh apa yang diinginkan, seperti uang atau perhiasan serta benda berharga lainnya.
Adapun upaya yang dilakukan tersebut mulai dari menyewa seorang atau beberapa orang bodyguard sebagai pelindung mereka ketika berada ditempat keramaian ataupun yang tidak ramai dari orang banyak. Upaya lainnya, yaitu memiliki dan menyimpan senjata guna sebagai alat pelindung yang kapan saja dapat digunakan ketika memerlukan keselamatan dan keamanan diri. ( Senjata yang dimaksud disini yaitu senjata api ).
peredaran senjata api ilegal pasca reformasi dapat memicu peningkatan kekerasan bersenjata seperti dari tindakan kriminalitas biasa menjadi organized crime (kejahatan terorganisir), kegiatan terorisme yang beralih dari penggunaan bom menjadi penggunaan sniper (penembak jitu), kelompok separatis yang semula hanya memiliki senjata api ringan dan kaliber kecil akan memiliki senjata berat serta ancaman terhadap integrasi wilayah Indonesia dengan adanya penyerangan bersenjata terhadap penduduk pelintas batas atau aparat keamanan yang menjaga perbatasan. (Bilveer Singh, 2006: 3 )
Kebijakan menurut Hukum Administrasi Negara merupakan produk dari pelaksanaan kewenangan yang berwujud tindak Adminsitrasi Negara yang dilakukan pelaksanaan administrasi Negara untuk melaksanakan tugasnya dalam menjalankan pemerintahan. Dalam pengambilan kebijakan produk yang dihasilkan berupa produk hukum yang dibentuk dari hasil diskresi pelaksanaan administrasi Negara, apabila kebijaksanaan tersebut dibentuk atas inisiatif dari pelaksanaan administrasi Negara. Kebijakan merupakan atribusi atau delegasi yang berarti, pelaksanaan administrasi membentuk kebijakan berdasarkan kewenangan yang diberi atau dilimpahkan melalui peraturan perundang-undangan kepadanya. ( Safri Nugraha, 2005: 76 )
Undang-Undang Republik Indonesia dahulu Nomor 8 Tahun 1948, yaitu tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api: setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memberlakui senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api.
Penggunaan senjata api untuk tujuan sosial harus dituntun oleh prinsip-prinsip moral. Prinsip moral yang melandasi sistem hukum di Indonesia khususnya, menekankan bahwa setiap orang memiliki hak mutlak atas hidupnya. Termasuk di dalamnya tiap manusia memiliki hak dalam upaya perlindungan diri dan jaminan keamanan mereka. Pemerintah bertugas memastikan bagi rakyatnya adanya kerangka hukum yang dapat melindungi hak hidup pada setiap tahap perkembangan teknologi manusia. Tidak heran jika peredaran senjata api diatur oleh pihak kepolisian, karena dapat dibayangkan jika setiap orang dapat memiliki senjata api, angka kriminalitas dan kematian dapat melonjak. Apabila tiap individu bebas menggunakan senjata api tanpa terkendali dan disalahgunakan. Pengaturan peredaran tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap kepemilikan senjata harus memilki izin.
Selanjutnya izin kepemilikan menurut Perpu No.20 Tahun 1960 Pasal 1 Tentang “ Kewenangan Perijinan yang diberikan Menurut Perundang Undangan Mengenai Senjata Api “ , Keppres RI Nomor 125 Tahun 1999 tentang bahan peledak, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 15 ayat 2 tentang Kewenangan Kepolisisan Negara Republik Indonesia dalam pemberian izin, termasuk izin dan pengawasan terhadap senjata api dan bahan peledak.
Selanjutnya Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 4 tentang Pengawasan dan Pengendalian dan Pengamanan bahan peledak komersial (Bahan peledak Komersial adalah bahan peledak yang dipakai untuk kepentingan pembangunan dan proses produksi pada industri pertambangan yang bersifat komersial). Selanjutnya Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2010 Pasal 6 bagian kesatu dan Pasal 7 bagian kedua tentang ketentuan penyelnggaraan perizinan.
Selebihnya adalah peraturan yang diterbitkan oleh Kepolisian, seperti SK Kapolri ( No. Skep/244/II/1999 ) dan tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik (SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 ).
sipil ialah mengenai apakah dengan dimilikinya senjata api oleh masyarakat sipil, angka kejahatan akan berkurang dan keamanan dalam masyarakat akan membaik..Hal inilah yang mendasari tujuan adanya kebijakan pemilikan senjata api oleh masyarakat sipil yang izinnya dikeluarkan oleh institusi POLRI.
Dan diharapkan dapat efektif apabila ada sikap tindak atau perilaku yang menjadi
sasaran menuju pada tujuan yang dikehendaki kebijakan. ( www.sinarharapan.co.id/berita , diakses pada 17 November 2011 )
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakain senjata api, POLRI merupakan satu-satunya instansi yang berwenang menegluarkan izin pemakaian senjata api.
Berkaitan dengan Undang-Undang tersebut, maka POLRI mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan senjata api, salah satunya ialah memperbolehkan masyarakat sipil untuk menguasai senjata api, yang tentunya harus memiliki izin kepemilikan terlebih dahulu.
Berdasarkan aturan yang berlaku tentang ketentuan izin kepemiikan senjata api di Indonesia dibatasi hingga satu tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Kebijakan Polri ini bertujan untuk mengurangi kepemilikan senjata api oleh sipil karena banyak penyalahgunaan ataupun kepemilikan senjata api yang secara illegal atau tidak memiiki surat izin kepemilikan secara resmi yang didaftarkan ke Kepolisian negara Repubik Indonesia.
Beranjak dari jumlah ketersediaan personil yang masih terbatas, peralatan anggaran operasional yang juga masih terbatas dan dalam rangka melindungi masyarakat dari berbagai tindak kejahatan dengan kekerasan, tindak kriminal, penodongan dan perampokan yang seringkali muncul akhir-akhir ini, maka terhadap masyarakat yang "memenuhi persyaratan tertentu" dapat diberikan hak untuk melakukan perlindungan diri secara swadaya, misalnya : dengan mempunyai hak kepemilikan dan penggunaan senjata api dalam situasi dan kondisi yang "tertentu".
senjata api, 9 sembilan) diantaranya adalah senjata api yang menjadi hak milik dari aparat negara.
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Lampung, yaitu wilayah Bandar Lampung telah melakukan pengendalian dan pengawasan senjata api non organik bagi masyarakat sipil untuk wilayah Bandar Lampung, serta berkenaan dengan perizinan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung. Tetapi, tindakan yang telah dilakukan oleh Pihak Kepolisian tersebut dalam Hal Perizinan Kepemilikkan Senjata Api Non Organik Bagi Mayarakat Sipil di Bandar Lampung di lapangan, masih belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat sipil di Bandar lampung. Masih banyak atau ada beberapa oknum - oknum yang tidak mematuhi aturan kepemilikkan senjata api bagi masyarakat sipil. Memiiki senjata api non organik tanpa surat – surat yang resmi dan surat izin yang lengkap.
Diantara masyarakat sipil di Bandar Lampung yang tidak memiliki surat izin atau surat resmi lainnya, terdapat juga diantaranya oknum – oknum yang terpandang atau pun meiliki jabatan, dan sanksi atau hukum yang telah ada harus tetap dipatuhi dan ditaati. Dan tidak sedikit masyarakat sipil yang memiliki senjata api namun tidak memiliki surat resmi dan surat izin, dengan alasan untuk menjaga diri, bahkan senjata api yang dimiliki adalah illegal.
Berdasarkan uraian diatas, maka menjadikan sebagai penelitian dengan judul “ Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Izin Kepemilikan Senjata Api Non Organik bagi Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung “
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimanakah Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam perizinan kepemilikan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung ?
2. Bagaimanakah sanksi hukum bagi masyarakat sipil yang memiliki senjata api tanpa surat izin kepemilikan secara resmi dari Kepolisian Daerah Lampung di daerah Bandar Lampung ?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada bidang Hukum Administrasi Negara, yakni mengenai perizinan mengenai surat kepemilikan dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni Kepolisian Daerah Lampung.
kurang pentingnya memiliki surat kepemilikan izin senjata api yang secara resmi.
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penulisan mempunyai tujuan dengan maksud agar memberi arah bagi pembahasan skripsi ini. Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
perizinan kepemilikan senjata api non organik bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung.
2. Untuk mengetahui Sanksi hukum terhadap masyarakat sipil yang memiliki senjata api tanpa surat izin resmi kepemilikan senjata api dari Kepolisian.
1.5. Kegunaan Penelitian
Secara garis besar kegunaan dari suatu penelitian mencakup dua hal, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai rekomendasi strategis kepada instansi yang berwenang dalam kebijakan pemberian izin kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil. b. Memberikan masukan-masukan kepada instansi terkait terhadap pelaksanaan
perizinan dalam rangka meminimalisir dan mencegah terjadinya pelanggaran perizinan senjata api oleh masyarakat sipil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran
Kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary diartikan
sebagai: Actor’s part; one’s task or function yang berarti aktor; tugas seseorang
atau suatu fungsi (oxford University Press,2008: 383). Sedangkan istilah peran
dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti sebagai seperangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat,
kedudukan dalam hal ini diartikan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat
yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan tersebut sebenarnya adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan
kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan
sebagai peran. Oleh karena itu maka ada seseorang yang mempunyai kedudukan
tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang Peran (role accupant). Suatu hak
sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
kewajiban adalah beban atau tugas.
Suatu peran dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut : a. Peran yang ideal (deal role)
b. Peran yang seharusnya (Expexted)
Sedangkan menurut Soejono Soekanto (1982;268), Peran yang ideal yang
seharusnya datang dari luar (external).
Sedangkan peran yang dianggap oleh diri sendiri serta peran yang sebenarnya
dilakukan berasal dari diri sendiri pribadi (Internal). Soejono Soekamto
(1990;268-269) menyatakan peran adalah aspek dinamis kedudukan (status).
Apabila seseorang menjalankan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya maka ia
menjalankan suatu peran.
Peran menurut Soejono Soekamto (1990;269) menyangkut 3 (tiga) hal, yaitu : a. Peran meliputi hal-hal yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat;
b. Peran merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang nantinya akan membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;
c. Peran dapat juga dikatakan sebagai suatu perilaku yang ada di dalam masyarakat dimana seseorang itu berada.
Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu maupun
kelompok yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran meliputi
norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat, peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-praturan yang
membimbing suatu individu atau pun kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan
(Soejono Soekamto,1982:238).
Lembaga merupakan terjemahan dari dua istilah atau kata yaitu Institut dan
Institusi keduanya mempunyai arti yang berbeda, institut merupakan wujud
kongkrit/nyata dari sebuah lembaga, misalnya Institut Teknologi Bandung (ITB),
atau Institut Pertanian Bogor (IPB). Sementara Institusi merupakan wujud Abstrak
dalam aktivitas hidup tertentu (Sugianto, 2002;19). Batasan Lembaga Menurut
Jhon R Commons adalah “ollec tiveae tionen control of individual action”, inti
Lembaga adalah action atau tindakan positif berbuat sesuatu yang dibenarkan
atau tidak berbuat sesuatu, yaitu menahan diri, mengekang diri untuk tidak
berbuat sesuatu yang dilarang. Artinya sebagai pengawasan, Lembaga dapat pula
diartikan peraturan yang mengendalikan atau mengawasi tindakan yang dilakukan
secara bersama-sama pula (Sugianto,2002;20).
Jadi yang dimaksud Peran Lembaga adalah seperangkat tingkah laku positif yang
dilakukan oleh Institusi yang meliputi pengawasan, pengendalian, serta
pembatasan perbuatan seseorang atau pun kelompok yang didasarkan pada tugas
pokok dan fungsi Institusi tersebut. Dalam hal ini peran Kepolisian Daerah
Provinsi Lampung dalam pelaksanaan program Bagian Pelayanan Administrasi di
Kepolisian Daerah Lampung yaitu bertugas memberikan pelayanan dan
pengawasan administrasi dalam bentuk surat izin atau keterangan yang
menyangkut orang asing , senpi ( senjata api ) atau bahan peledak, kegiatan sosial
atau polisi masyarakat, dan SKCK( Surat Keterangan Catatan Kelakuan Baik )
bagi masyarakat yang memerlukan.
2.2 Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional di Indonesia,
yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban
tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat
Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda).
(Wikipedia : Kepolisian Negara Republik Indonesia )
Tentang Polri Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1
April 1999, sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi
secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang
profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan
nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan
sejahtera.
Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup
dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan
dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam
mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.Pengembangan kemampuan dan
kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat
mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban
fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah
memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan
Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:
1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.
Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka Polri akan terus melakukan
perubahan dan penataan baik di bidang pembinaan mau pun operasional serta
pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya reformasi.
2.2.1 Fungsi Kepolisian
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. ( Undang –
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ).
Fungsi Kepolisian dari uraian diatas mmiliki tujuan dalam penegakkan hukum,
perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbing msyarakat demi
terjaminnya tertib, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman mayarakat,
guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi kepolisian juga
terdiri atas pekerjaan – pekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan
masyarakat dirasakan perlunya dan dirasakan manfaatnya guna mewujudnkan
dilaksanakan atas dasar kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri serta
kemudian melembaga dalam tata kehidupan masyarakat. Yang mencakup
keseuruhan bahwa harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan
keadilan.
2.2.2 Tugas dan Wewenang
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. ( Pasal 13 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia )
Dari uraian tugas dan wewenang yang disebutkan diatas, maka tugas pokok
kepolisian yaitu memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, serta
menegakkan hukum dari ketentuan perundang – undangan yang memuat tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan merupakan bagian dari fungsi
pemerintahan Negara yang pada hakikatnya bersifat pelayanan publik dan
termasuk dalam kewajiban umum kepolisian.
Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum,
mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi
hak asasi manusia.
2.2.3 Kepolisian Daerah (Polda)
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan
menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang
bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).( Wikipedia : Kepolisian Negara Republik Indonesia )
1. Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A dan Tipe B. Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen), sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
- Setiap Polda menjaga keamanan sebuah Provinsi.
2. Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (untuk Polres).
- Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.
3. Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi
(AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi
(Kompol) (untuk tipe urban), sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau
Polsekta dipimpin oleh perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (tipe rural).
Di sejumlah daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur
Dua Polisi.
- Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah Kecamatan.
Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi ( Wikipedia : Kepolisian Negara Republik Indonesia ), yaitu:
a. Direktorat Reserse Kriminal
1. Subdit Kriminal Umum
3. Subdit Remaja Anak dan Wanita
4. Unit Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
b. Direktorat Reserse Kriminal Khusus 1. Subdit Tindak Pidana Korupsi
2. Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah) 3. Subdit Cyber Crime
c. Direktorat Reserse Narkoba 1. Subdit Narkotika 2. Subdit Psikotropika
d. Direktorat Intelijen dan Keamanan e. Direktorat Lalu Lintas
1. Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa) 2. Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident) 3. Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
4. Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel) 5. Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
6. Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
f. Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimmas, dulu Bina Mitra) g. Direktorat Sabhara
h. Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit) i. Direktorat Polisi Air (Polair)
j. Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) k. Biro Operasi
l. Biro SDM
m. Biro Sarana Prasarana (Sarpras, dulu Logistik) n. Bidang Keuangan
o. Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) p. Bidang Hukum
Kepolisian Negara Republik Indonesia mencakup wilayah antar propinsi yaitu
Polda, yang di dalamnya di pimpin oleh seorang Kepala yakni Kepala Kepolisian
Daerah. Dan memiliki wakil, yaitu seorang Wakapolda yang berperan
mendampingi Kapolda dalam menjalankan tugasnya di wilayah yang telah dijabat
dalam kurun waktu yang tidak diketahui. Karna, dalam Kepolisian mengenal
istilah Mutasi yang tidak pandang masa kerja dari tiap Polri yang sedang
menjalankan tugas di wilayah atau jabatan yang telah di jalankan.
2.3 Perizinan
2.3.1 Pengertian Izin
Istilah “Izin” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001:447)
adalah pernyataan mengabulkan (tidak melarang dsb)/persetujuan membolehkan.
Izin merupakan satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk
membatasi tingkah laku masyarakat (Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3). Izin ialah
suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarmita (1987:
390) izin adalah perkenaan, pernyataan mengabulkan atau tidak melarang. Izin
adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yurudis untuk mengemudikan
tingkah laku para warga. Dapat dikatakan bahwa izin itu apabila pembuat
peraturan secara umum tidak melarang suatu perbuatan, asal saja dilakukan sesuai
ketentuan yang ada. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang
yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya
dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan
umum mengharuskan pengawasan khusus.
Izin adalah suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar
dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan
teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus.(Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3)
Sedangkan menurut Mr. Prins, izin adalah pernyataan yang biasanya dikeluarkan
sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi
hal yang menjadi objek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan
dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asal saja dibawah pengawasan alat-alat
perlengkapan Administrasi Negara (Soehino, 1984 : 79). Menurut Utrecht,
pengertian izin (Vergunning) ialah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja secara
yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi
negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Adrian
Sutedi, 2010 : 167).
Selanjutnya menurut Van Der Pot yang dimaksud izin adalah : “ Apabila sikap
batin si pembuat undang-undang terhadap perbuatan atau tingkah laku yang diatur
memperdulikan, acuh tak acuh hanya saja dalam hal-hal yang konkret dimana
perbuatan itu dilakukan terhadap campur tangan dari penguasa yang berwenang
oleh aturan hukum dari undang-undang tadi untuk membuat aturan hukum ini
konkreto dalam hal yang konkret” (Soehino, 1984 : 83). Izin menurut
pengertiannya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Izin dalam arti sempit izin saja
Pengertian izin dalam arti sempit merupakan pengikatan aktivitas-aktivitas pada
suatu peratura izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat
undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan
yang buruk (Spelt dan Ten Berge, 1993 : 3). Tujuannya adalah untuk mengattur
tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap
tercela, namun perlu dilakukan pengawasan.
b. Dalam arti luas yaitu :
a. Izin merupakan Persetujuan
b. Dispensasi yaitu pembebasan
c. Lisensi digunakan dalam bidang perdagangan
d. Konsensi perjanjian antara pemerintah dan swasta dalam bidang
pertambangan untuk menyerahkan tugas-tugas pemerintah kepada pihak
swasta yang menyangkut kepentingan umum.
Melalui diberikannya izin, penguasa memperkenankan orang yang memohon
untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan perturan
Perundang-undangan yang mengatur. Pemberian izin menyangkut bagi suatu tindakan yang
Izin merupakan instrumen bagi penguasa yang berupa pernyataan mengabulkan,
menyetujui atau mengesahkan terhadap suatu perbuatan yang sebenarnya dilarang.
Tetapi hal yang menjadi objek dari perbuatan yang akan dilakukan oleh
seseorang tersebut, menurut sifatnya tidak merugikan atau pernyataan
mengabulkan itu adalah berasal dari alat-alat perlengkapan administrasi yang
dilaksanakan oleh dasar wewenang khusus yang diberikan kepadanya oleh suatu
aturan hukum in concreto yang dibuatnya sendiri dan hal ini merupakan tugas
daripada alat-alat perlengkapan administrasi. Pihak lain baik perorangan maupun
badan hukum swasta sifatnya menerima dengan sukarela atas izin tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas, izin dapat diartikan perbuatan hukum atau
persetujuan yang ditetapkan oleh penguasa negara berdasarkan
perundang-undangan dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
perundangan.
2.3.2 Fungsi Izin
Izin merupakan instrumen yuridis preventif. Dengan sifat yuridis yang demikian
itu, izin berfungsi :
a. Mengarahkan/mengendalikan aktifitas tertentu b. Mencegah bahaya
c. Melindungi objek tertentu d. Mengatur distribusi benda langka e. Seleksi orang atau aktifitas tertentu
Dengan tujuan yang demikian itu, setiap izin pada dasarnya membatasi kebebasan
individu. Dengan demikian wewenang membatasi hendaknya tidak melanggar
2.3.3 Kewenangan Menerbitkan Izin
Setiap wewenang menerbitkan izin bersifat publik. Wewenang itu bisa merupakan
wewenang ketatanagaraaan (statsrechtelijk bevoegdheid) dan bisa merupakan
wewenang administrasi (administratiefrechtelijk bevoegdheid). Antara wewenang
ketatanegaraan dengan wewenang administrasi dapat dibedakan namun sulit
dipisahkan. Wewenang menerbitkan izin bisa merupakan wewenang terikat
(gobonden bevoegdheid) dan bisa merupakan suatu wewenang bebas
(discretionary power). Pembedaan atas wewenang terikat dan wewenang bebas
dalam penerbitan izin membawa konsekuensi yuridis, baik pada penerbitan izin
maupun pada pencabutan izin (Philipus M. Hadjon, 1995 : 3).
Pada penerbitan izin , wewenang menerbitkan atau wewenang menolak
tergantung dari sifat wewenang. Pada wewenang terikat pejabat TUN terikat pada
syarat-syarat yang dirumuskan dan tidak memiliki kebebasan untuk menilai
maupun kebebasan kebijaksanaan dasar wewenang terikat bagi perizinan beranjak
dari ketentuan hukum yang berlaku.
Atas dasar demikian itu, wewenang memberikan izin adalah wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Wewenang ini diberikan untuk
tujuan konkret seperti yang telah diuraikan di atas. Aspek yuridis perizinan
meliputi :
1) Larangan untuk melakukan suatu aktifitas (tanpa izin) 2) Wewenang untuk memberikan izin
Untuk menyimpang dari suatu larangan harus ditegaskan dalam suatu peraturan
prohabitur) dan norma perintah (norma mandatur). Dengan demikian pelanggaran
atas laranagan itu lazimnya dikaitkan dengan sanksi, baik sanksi administrasi
maupun sanksi pidana (Philipus M. Hadjon, 1995 : 5).
Lingkup larangan tergantung pada uraian tingkah laku yang dilarang. Formulasi
larangandapt berupa larangan umum ataupun larangan yang memuat
ketentuan-ketentuan khusus. Misalnya : dilarang mendirikan bangunan tanpa izin Walikota
(larangan umum), sedangkan dilarang mendirikan rumah/bangunan lainnya di
sepanjang bantaran ledeng/irigasi (larangan yang berupa ketentuan khusus).
Wewenang untuk memberikan izin merupakan wewenang publik. Suatu
wewenang publik adalah wewenag yang berdasarkan hukum tata negara atau
hukum administrasi negara. Pada penerbitan izin wewenang menerbitkan atau
wewenang menolak tergantung pada sifat wewenang. Pada wewenang terikat,
pejabat tata usaha negara (TUN) terikat pada syarat-syarat yang dirimuskan dan
tidak memiliki kebebasan untuk mmenilai maupun kebebasan kebijaksanaan atau
terikat oleh peraturan perundang-undangan, sebaliknya pada wewenang bebas,
organ pemerintah memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan
pemberian izin (Philipus M. Hadjon, 1995 : 3).
Pada pencabutan izin , sifat wewenang mempunyai arti penting bagi kemungkinan
untuk menggunakan wewenang pencabutan. Pada wewenang terikat, pencabutan
dilakukan dengan keterikatan mutlak pada ketentuan peraturan yang menjadi
dasarnya. Pada wewenang bebas, pajabat tata usaha negara dapat menggunakan
atau tidak menggunakan wewenang untuk mencabut izin (Philipus M. Hadjon,
Dalam pendapat Philipus M. Hadjon (1994 : 8) yang mengemukakan bahwa,
suatu tekhnik pemeliharaan ketertiban adalah terkaitnya beberapa kegiatan atau
keadaan pada suatu perizinan, pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk
pemberian kuasa yang lain oleh karena kegiatan-kegiatan itu pada dasarnya adalah
terlarang terkecuali jika telah dilaporkan dan memperoleh izin.
2.3.4 Unsur – Unsur Perizinan
Ada beberapa unsur dalam perizinan (Ridwan HR, 2008:210-217), yaitu sebagai
berikut:
a. Instrumen Yuridis
Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk konstitutif dan yang
digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa
konkret.
Sebagai ketetapan, izin dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku
pada ketetapan pada umumnya.
b. Peraturan Perundang-undangan
Dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi
tidak sah.
c. Organ Pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik
di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Beragamnya organ pemerintahan
yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai
sasaran yang hendak dicapai.
d. Peristiwa Konkret
Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang
tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret
ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun
memiliki berbagai keragaman.
e. Prosedur dan Persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.
Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin,
tujuan izin, dan instansi pemberi izin.
2.3.5 Subjek dan Objek Perizinan
Berbicara masalah subjek dan objek perizinan tentu saja tidak akan pernah bisa
dilepaskan antara pemerintah yang berwenang baik itu Pemerintah Pusat,
pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten atau Kota yang merupakan
subjek dari perizinan mempunyai kadar tugas dan peranan yang besar dalam
setiap penentuan setiap kebijakan-kebijakan dan keputusan dalam hal perizinan,
sedangkan objek dari perizinan adalah pemohon izin usaha dan atau kegiatan.
Antara subjek dan objek dari perizinan ini menmpunyai peranan yang sama-sama
Dan fungsi dari izin,yaitu : untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon
dan masyarakat, sebagai tindakan preventif untuk menghadapi pihak-pihak yang
mengganggu, dan sebagai pengamanan secara hukum.
2.3.6 Tujuan Pemberian Izin
Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian
daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuannya berisi
pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan
ataupun oleh pejabat yang berwenang.
Tujuan Perizinan dalam arti luas yaitu : untuk mempengaruhi masyarakat untuk
mengikuti keinginan pemerintah.
1. Mengarahkan aktifitas tertentu 2. Mencegah bahaya bagi lingkungan 3. Keinginan melindungi objek tertentu 4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit
5. Mengarahkan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas
Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
a. Dari Sisi Pemerintah
1) Untuk melaksanakan peraturan
Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut
sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus
untuk mengatur ketertiban.
2) Sebagai sumber pendapatan daerah
Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung
dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu.
Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya,
yaitu untuk membiayai pembangunan.
b. Dari Sisi Masyarakat
1) Untuk adanya kepastian hukum
2) Untuk adanya kepastian hak
3) Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang
didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas
(Adrian Sutedi, 2010:200).
2.4 Kepemilikan
Pengertian Kepemilikan
Secara bahasa, milik atau kepemilikan adalah penguasaan dan kewenangan
seseorang pada suatu harta, sehingga ia dapat mentasarufkan hartanya dalam
bentuk apapun selama dalam batasan agama. Kepemilikan adalah kekuasaaan
yang didukung secara sosial untuk memegang control terhadap sesuatu yang
dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.
Definisi ini mirip dengan definisi kekayaan, baik pribadi atau publik. ( Wikipedia
: kepemilikan )
Menurut pengertian diatas, kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti
2.5 Senjata Api
2.5.1 Pengertian Senjata Api
Senjata api adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang
didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran
suatu propelan.
Propelan adalah bahan peledak yang digunakan untuk mendorong suatu objek.
Propelan tidak hanya digunakan pada senjata api saja, tetapi bisa dipakaikan pada
roket sebagai pendorong.
Senjata api adalah senjata yang mampu melepaskan keluar satu atau sejumlah
proyektil dengan bantuan bahan peledak. ( Wikipedia : senjata api )
Yang termasuk dalam pengertian Senjata Api adalah :
1. Bagian-bagian senjata api
2. Meriam dan senjata penyembur api serta baian-bagiannya
3. Senjata tekanan udara dan senjata tekanan pegas caliber 5,5 mm keatas, pistol
sembelih, pistol pemberi isyarat, pistol atau revolver mati suri dan senjata api
tiruan seperti pistol atau revolver tanda bahaya dan atau pistol atau revolver
lomba.
Senjata Api Organik TNI/POLRI ialah, senjata api milik TNI/POLRI yang
merupakan organik tetap dalam suatu kesatuan.
Senjata Api Non Organik TNI/POLRI ialah, senjata api milik pribadi/instansi
Instansi Pemerintah ialah, instansi pemerintah /departemen non TNI/POLRI dan
lembaga pemerintah non departemen. (Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi :
Skep/1198/IX/2000 )
2.5.2 Dasar Hukum Senjata Api
a. UU Senjata Api 1963 Lembaran Negara 1937 No. 170 dirubah dengan Lembaran Negara 1939 No. 278 (UU tentang milik, perdagangan dan pengangkutan senjata gas, mesiu dan munisi di Indonesia).
b. Peraturan Pemerintah 30 Mei 1939 (Lembaran Negara 1939 No. 279) tentang Peraturan pelaksanaan UU Senjata Api tahun 1939.
c. UU No. 8 th 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api. d. UU No. 12 th 1951 (LN.No. 78/51 yo ps 1 ayat d UU no.8 th 1948)
tentang Peraturan Hukum Istimewa.
e. UU No. 20 th 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikan menurut per-UU an Mengenai Senjata Api, Amunisi dan Mesiu.
f. Inpres RI No. 9 th 1976 tentang Wasdal senjata Api dan Amunisi.
g. Keputusan Menhamkam /Pangab No. Kep/27/XII/1977 tanggal 28 desember 1977 tentang Tuntutan Kebijaksanaan untuk Meningkatkan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api sebagai pelaksananan inpres No.9 th 1976.
h. Skep Pangab No. Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentang Kewenangan Perizinan Senjata Api dan bahan peledak.
k. Skep Kapolri No.Pol.: Skep/244/II/1999 tanggal 28 Februari 1999 tentang Ketentuan Perijinan Senjata Api Non Organik TNI/Polri untukbela diri. l. Ordonasi bahan Peledak (LN 1893 No. 243 dirubah menjadi LN 1931 No.
168 tentang Pemasukan, Pemilikan Pembuatan, Pengangkutan dan Pemakaian bahan peledak.
m. Kepres RI No. 86 th 1994 tanggal 23 Desember 1994 tentang Perubahan atas kepres RI No. 5 th 1988 tentang Pengadaan bahan peledak.
n. Kep menhamkam No. : Kep/010/VI/1988 tanggal 28 Juni 1988 tentang Pengawasan dan pengendalian bahan peledak sebagai Pelaksanaan kepres RI No. 5 th 1988.
o. Skep Menhankam No. : Skep/1808/XII/1992 tanggal 08 Desember 1922 tentang Perincian Bahan Peledak.
p. Skep pangab no. : Skep/49/I/1990 tanggal 23 Januari 1990 tentang Kewenangan Perijinan Senjata Api dan Bahan Peledak.
r. Skep Kapolri No. Pol.: Skep/139/I?1995 tanggal 30 Januari 1995 tentang Penunjukan badan-badan Usaha sebagai penyelenggara pengangkutan bahan peledak.
t. Peraturan Kapolri No. 2 tahun 2008 tanggal 29 April 2008 tentang pengawasan, pengendalian dan Pengamanan bahan peledak komersial. u. Kepres RI No. 125 th 1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang bahan
Peledak.
v. Skep Kapolri No.Pol.: Skep/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang pengawasan dan pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri. x. Peraturan Kapolri No. 13 tahun 2006 tanggal 3 Oktober 2006 tentang
pengawasan, dan pengendalian senpi non organik TNI dan Polri.
2.5.3 Perizinan Kepemilikan Senjata Api
Perizinan kepemilikan senjata api yang sedang berlaku di Indonesia yaitu terdiri
dari :
1. Undang-undang Senjata Api Tahun 1936 Tentang Pemasukan, Pengeluaran, Penerusan, dan Pembongkaran.
2. Peraturan pelaksanaan undang-undang senjata api 1963, Peraturan Pemerintah 30 Mei 1939.
3. Undang-undang No.8 Tahun 1948 Tentang pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.
4. Undang-undang darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Peraturan Hukuman Istimewa Sementara.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 20 Tahun 1960 6. Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/82/II/20
Izin pemakaian, peguasaan dan penggunaan diberikan kepada :
a. Instansi`pemerintah / Provit dan perorangan.
1) Untuk kelengkapan tugas satpam dan Polsus.
2) Untuk keperluan bela diri, koleksi dan olah raga menembak. 3) Untuk keperluan kapal patroli, KPLP dan Bea cukai.
b. Perorangan / Pejabat.
1) Pejabat TNI/ Polri yang mempunyai tugas penting
2) Purn.TNI/Polri yang terkenal atau mempunyai kedudukan penting.
c. Pejabat non TNI/Polri yang mempunyai fungsi / tugas untuk kepentingan Negara.
d. Pejabat yang karena jabatannya dilingkungan cukup rawan.
2.5.4 Istilah dan Pengertian dalam Perizinan Kepemilikan Senjata Api Non Organik
Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/1198/IX/2000, yang dimaksud dengan Masyarakat ( Pemilik/Pengguna Senjata Api ) terdiri dari : 1. Warga Negara Indonesia
a). Perorangan, dimaksudkan Pemilik dan Pemegang senjata api yang mempunyai tujuan untuk bela diri dan atau koleksi.
b). Anggota Perbakin, dimaksudkan Pemilik dan Pemegang senjata api yang mempunyai tujuan untuk olahraga menembak sasaran, rekreasi, dan atau berburu.
c). Anggota satpam/ Polsus pada Instansi Pemerintah/ Proyek Vital, dimaksudkan untuk kelengkapan tugas dalam rangka pengawasan di kawasan kinerjanya.
2. Warga Negara Asing
a). Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indoensia Nomor D-184/83-97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-bangsa dan Organisasi-organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api.
b). Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah pengunjung jangka pendek, terdiri dari :
(2) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api
(3) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran (4) Petugas security tamu Negara
(5) Awak kapal laut/pesawat udara
(6) Orang asing yang emperoleh izin transit berdasarkan ketentuan pemerintah
3. Kapal Laut Indonesia, ialah kapal-kapal milik pemerintah bukan kapal perang dan kapal-kapal swasta yang masih dalam keadaan berlayar.
4. Satuan Pengamanan, ialah satuan (kelompok) petugas yang dibentuk oleh Instansi/Proyek/Badan Usaha untuk melaksanakn pengamanan fisik menyelnggarakan keamanan swkarsa di lingkungan kerjanya.
5. Alat-alat Kepolisian Khusus, ialah pejabat pegawai negeri sipil tertentuyang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang Kepolisian terbatas untuk melaksanakan dan menegakkan suatu perundang-undangan khusus.
6. Pengawasan, ialah segala usaha pekerjaan dan kegiatan dalam rangka memberikan pelayanan, pengendalian, pengamanan dan penindakan terhadap segala kegiatan yang menyangkut senjata api dan amunisi yang bukan organic TNI/POLRI.
7. Pengendalian, ialah proses yang didasarkan pada laporan pencatatan dan perkiraan kebutuhan, untuk memberikan izin senjata api dan amunisi yang maksimum dan seimbang berdasarkan pertimbangan situasi dan kondisi keamanan setempat.
9. Izin, ialah surat yang menyatakan atas terkabulnya permohonan senjata api/amunsi sebagaimana diatur dalam ( undang-undang Nomor. 20 tahun 1960 ).
10. Rekomendasi, ialah surat yang menyatakan persetujuan atau bekeberatan dikaitkan dengan adanya permohonan perizinan senjata api/amunisi.
11. Surat Saran, ialah surat keterangan yang berisikan saran tentang adanya permohonan perizinan senjata api an amunisi.
12. Pemasukan, ialah membawa senjata api/amunisi berasal dari luar Indonesia, dari suatu kapal laut ke darat atau dari kapal udara ke darat.
13. Pengeluaran, ialah membawa senjata api/amunisi baik melaui darat maupun dengan kapal laut atau kapal udara untuk diangkut ke luar wilayah Indonesia.
14. Pembelian, ialah proses pemindahan hak dan tanggung jawab atas senjata api dari seseorang kepada orang lain dimana transaksi berjalan di dalam negeri dengan disertai pemabayaran.
15. Pemilikan, ialah hak atas senjata api yang diberikan oleh Kapolri atau pejabat yang diberi wewenang olehnya yang memuat tentang kekuasaan dan kewajiban atas senjata api tersebut.
16. Penguasaan, ialah hak atas senjata api/amunisi yang diberikan oleh Kapolri atau pejabat yang diberi wewenang olehnya yang memuat tentang hak penggunaan dan kewajiban atas senjata api tersebut, tetapi tidak mempunyai hak untuk memiliki dan memindahtangankan kepada pihak lain.
17. Penyimpanan, ialah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyelamatkan senjata api, amunisi agar terhindar dari pencurian, kerusakan dan sebagainya, di dalam suatu tempat berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
(b) Pengawalan, ialah suatu tindakan/kegiatan pengamanan dalam penagangkutan senjata api, amunisi dari suatu tempat ke tenpat lain.
(c) Pembuatan, ialah suatu kegiatan untuk membuat/memproduksi senjata api, amunisi ayng telah mendapatkan izin usaha dari Departemen Perindustrian dan Kapolri atau Pejabat yang diberi wewenang olehnya itu.
(d) Pemindah tanganan (Hibah), ialah suatu tindakan pemindahan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sesuai dengan izin yang melekat pada senjata api/amunisi tersebut kepada pihak lain dengan tidak disertai pembayaran.
(e) Pemusnahan, ialah tindakan/kegiatan penghancuran senjata api/amunisi ayng dianggap telah rusak/tidak layak pakai, atau karena adanya ketentuan perUndang-undangan yang mengatur hal tersebut.
(f) Pengusaha Senjata Api, Amunisi, dan Senapan Angin Kaliber 4,5 mm, ialah Pengusaha nasional yang memenuhi persyaratan sebagai importer/eksportir yang telah mendapatkan pengakuan Departemen Perdagangan dan atau izin usaha untuk pembuatan/produksi dan memperdagangkan senjata api dan amunisi serta senapan angin kaliber 4,5 mm, yang telah mendapatkan pengakuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta izin usahaa dari Kapolri atau pejabat yang diberi wewenang olehnya untuk itu.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.
Pada dasarnya ada dua metode pendekatan masalah dalam penelitian. Pendekatan
masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan
pendekatan empiris.
Pendekatan normatif adalah salah satu pendekatan yang dilakukan dengan
mempelajari aturan-aturan hukum atau nilai dan norna-norma, dalam bentuk
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan perizinan di
bidang kepemilikkan senjata api non organik.
Pendekatan empiris adalah salah satu pendekatan yang dilakukan dengan cara
melihat, mengumpulkan, dan mempelajari semua informasi terhadap pihak-pihak
yang dianggap mengetahui masalah yang berkaitan dengan reformasi pelayanan
perizinan sebagai upaya mempermudah bagi masyarakat di Kota Bandar Lampung
yang ingin memiliki surat izin kepemilikkan senjata api non organik.
Pendekatan masalah yang dilakukan dalam membahas dan memecahkan
masalah-masalah yang diidentifikasikan dalam penelitian ini dilakukan dengan
Pendekatan yuridis empiris adalah tidak hanya melihat peraturan
perundang-undangan yang berlaku saja tapi juga melihat kenyataan yang berlaku terhadap
peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan Peran Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Non Organik Bagi
Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung.
3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui
wawancara dengan para informan dan pihak-pihak yang mempunyai kompetensi
mengenai perizinan kepemilikan senjata api di Kepolisian daerah Bandar
Lampung.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mempelajari, mengkaji,
mencatat bahan-bahan kepustakaan yang bersumber dari literatur hukum, hasil
penelitian, dan buku-buku ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pokok
bahasan.
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu Peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Ordonansi Bahan Peledak (Ln.1893 No. 234) Diubah Terakhir Menjadi Ln.1931 No. 168 Tentang Pemasukan, Pengeluaran, Pemilikan, Pembuatan, Pengangkutan Dan Pemakaian Bahan Peledak (Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api.
Undang-Undang Nomor 20 PRP. Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perizinan Yang Diberikan Menurut Perundang-Undangan Mengenai Senjata Api, Amunisi Dan Mesiu.
Keppres Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 1999 Tanggal 11 Oktober 1999 Tentang Bahan Peledak. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor : Per/22/M/Xii/2006 Tanggal 19 Desember 2006 Tentang Pedoman Pengaturan, Pembinaan Dan Pengembangan Badan Usaha Bahan Peledak Komersial.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Skep Kapolri No. Pol. : Skep / 82 / Ii / 2004 Tgl 16 Pebruari 2004 Perihal Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik Tni / Polri.
Peraturan Kapolri No. Pol. : 13 / X / 2006 Tgl 3 Oktober 2006 Perihal Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Non Organik Tni Polri Untuk Kepentingan Olehraga. Peraturan Kapolri No. 2 Thn 2008 Tgl 29 April 2008 Tentang Pengawasan, Pengendalian Dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu berupa literatur-literetur dan hasil penelitian yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.
3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,
mempelajari, mengutip ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ,
dan merangkum data yang berkaitan dengan permasalahan yang berasal dari
bahan-bahan pustaka.
b. Studi Lapangan
Studi Lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan langsung di tempat yang dijadikan objek penelitian
melalui wawancara yang dilakukan pada instansi pemerintah dalam hal ini adalah
Kepolisian Daerah Propinsi Lampung ( POLDA )
Informan yang diwawancarai adalah sebagai berikut: 1. Nama : Kompol Sigit Maryanto, S.Sos.
NRP : 69050543
Jabatan : Kepala Seksi Pelayanan Administrasi ( KASI YANMIN) Intelkam Polda Lampung
2. Nama : Hi. Muhajirin
Pekerjaan : Wiraswasta
Usia : 50 Tahun
3.3.2 Prosedur Pengolahan Data
Apabila data terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah
a. Data yang telah diperoleh diperiksa apakah data tersebut telah benar untuk data
yang benar, sedangkan data yang kurang lengkap dapat dilengkapi.
b. Data yang telah diperiksa selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan sub-sub
bahasan. Pengelolaan data dilakukan untuk mempermudah menginterprestasikan
data dan memberi arti terhadap data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan
studi lapangan .
3.4 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif, yaitu
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun,
logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis dapat menarik kesimpulan
antara lain:
1. Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam perizinan kepemilikan
senjata api non organik bagi masyarakat sipil di Bandar Lampung yaitu memiliki
peran yang sangat penting, karna pihak Kepolisian merupakan instansi yang
berhak mengeluarkan Perizina Kepemilikan Senjata Api. Dan Kepolisian berperan
dalam setiap prosedur yang telah ditetapkan, mulai dari sebelum dikeualtkan izin
dan sampai keluarnya izin. Hingga pengawasan dan pengendalian Senjata Api
Non Organik yang beredar di Bandar Lampung.
2. Sanksi hukum bagi masyarakat sipil yang memiliki senjata api tanpa surat izin
kepemilikan secara resmi dari Kepolisian di daerah Lampung, yaitu sesuai dengan
ketetapan yang telah ditetapkan, yaitu dalam Undang – Undang Nomor 12 / DRT /
1951 pasal 2.
Dari situasi dan kondisi perlu peningkatan kualitas, selektifitas dan efektivitas
regulasi atas kepemilikan senjata api secara lebih taat asas, lebih tertib dan dengan
aspek teknis keterampilan, aspek kemahiran penggunaan senjata api dan aspek
ketertiban adminitrasi, tetapi juga yang sangat penting adalah pada aspek
kualifikasi karakter dan kejiwaan para calon pemegang hak milik atas senjata api
di Bandar Lampung.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran dari penulis antara lain:
1. Sebaiknya pihak Kepolisian Negara Indonesia khususnya di Bandar Lampung
dapat meningkatkan perannya dalam Perizinan Kepemilikan Senjata Non Organik
untuk masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung. Dengan tujuan agar tidak terjadi
penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil yang tidak legal atau resmi yang
memiliki izin dan surat izin kepemilikan resmi dari pihak Kepolisian.
Terhadap kriteria kualifikasi kejiwaan ini di kalangan masyarakat sipil, diperlukan
kriteria, prosedur dan persyaratan lebih selektif lagi. Hal ini bukan dengan maksud
untuk mempersulit masyarakat, tetapi yang penting lagi, kita mencegah agar
kepemilikan senjata api di kalangan masyarakat sipil, tidak berpotensi pada
penyalahgunaan senjata api yang akan menambah daftar jumlah kasus
penyalahgunaan senjata api, baik dikalangan alat negara maupun di kalangan
masyarakat sipil. Kenyataan yang terjadi bahwa masih banyaknya masyarakat
sipil yang tidak memiliki surat kepemilikan izin yang resmi, mulai dari
kepemilikan secara illegal sampai tidak memiliki izin resmi dari Kepolisian.
2. Sebaiknya terhadap sanksi hukum yang diberikan terhadap masyarakat sipil
terhadap tindakan kepemiikan senjata api yang tidak resmi dari Kepolisian. Agar
terhindar dari penyalahgunaan senjata api yang dapat merengut jiwa orang lain,
akan selalu terjadi tanpa penyelesaian yang tuntas. Namun demikian, mengingat
masih terbatasnya jumlah personil polisi dan adanya kebutuhan bagi sejumlah
orang untuk melindungi dirinya dari tindak kekerasan, maka izin penggunaan
senjata api bagi orang sipil, sepatutnya dapat tetap diberikan sepanjang melalui
ORGANIK BAGI MASYARAKAT SIPIL DI
KOTA BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa
:
Ira Famillia Sari
No. Pokok Mahasiswa
: 0812011043
Bagian
: Hukum Administrasi Negara
Fakultas
: Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Charles Jackson, S.H., M.H.
Elman Eddy Patra, S.H., M.H
NIP 1955 1217 198103 1 002
NIP 1960 0714 198603 1 002
2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara
1. Tim Penguji
Ketua
:
Charles Jackson, S.H., M.H.
...
Sekretaris
:
Elman Eddy Patra, S.H., M.H.
...
Penguji Utama
:
Nurmayani, S.H., M.H.
...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, S.H., M.S.
NIP
1962 1109 198703 1 003
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Januari
1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari
pasangan Bapak Mazhar Yusuf, S.H., dan Ibu Dra. Daimah
Ahyani. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK
Bhayangkari Bandar Lampung pada tahun 1995-1996, Sekolah Dasar di SD
Negeri 2 Rawa Laut ( Teladan ) Bandar Lampung pada tahun 1996-2002, Sekolah
Menengah Pertama di MtsN 1 ( Madrasah Tsanawiyah ) Bandar Lampung pada
tahun 2002-2005, dan Sekolah Menengah Atas di MAN 1 (Madrasah Aliyah
Model) Bandar Lampung pada tahun 2005-2008. Dengan mengikuti jalur
Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) penulis diterima di
Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2008.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi sebagai
Anggota Angkatan Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM
FH) periode 2008-2009, Anggota, Anggota di Bidang Kajian Keilmuan
Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (HIMA HAN) periode
2011-2012, dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) di Desa Rejo Basuki,
“
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(
Al- Baqarah: 153)
"
Standar terbaik untuk mengukur keberhasilan anda dalam kehidupan adalah
dengan menghitung jumlah orang yang telah anda buat bahagia
.”
(Robert J. Lumsden)
Making someone laugh when they're feeling down is one of the best feelings in
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan skripsi ini sebagai wujud
baktiku kepada Ayah Mazhar Yusuf, S.H., Mamah Dra. Daimah tercinta yang tak
henti-hentinya mendoakan keberhasilanku, mencurahkan kasih sayang yang tak
terhitung, dan menuntun setiap langkah agar aku menjadi orang yang berguna dan
sukses di kehidupan ini.
Adik-adikku Badri Yusfen, Alam Adhari, dan Imel Queen Munqizu tercinta yang
selalu memberikan dukungan dan semangat setiap detiknya.
Keluarga besar M. Yusuf dan Hi. M. Nur Jaya. Terimakasih atas perhatian,
dukungan, dan kasih sayang kalian selama ini.
Sahabat-sahabat tersayang yang selalu menemani, memberikan semangat, dan doa
demi keberhasilanku. Terimakasih atas persahabatan kita dan setiap waktu yang
telah kita lalui bersama-sama.
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “
Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Pemberian Izin Kepemilikan
Senjata Api Non Organik Bagi Masyarakat Sipil Di Kota Bandar Lampung
”,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus kepada:
1.
Bapak Charles Jackson, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu serta memberikan arahan, bimbingan, dan masukan
memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.
4.
Bapak Agus Triono, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan
masukan, saran, dan kritik yang membangun kepada penulis untuk
memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini.
5.
Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
6.
Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara dan Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H selaku Sekretaris Bagian Hukum
Administrasi Negara yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang
membangun kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi
ini.
7.
Ibu Marindowati, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan
dan pengarahan kepada penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
8.
Seluruh dosen dan karyawan/ti Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuannya selama penulis menyelesaikan studi.
9.
Bapak Kompol Sigit Maryanto, S.Sos. selaku Kepala Seksi Pelayanan
Administrasi Intelkam ( KASI YANMIN ) Polda Lampung yang telah
bersedia meluangkan waktunya yang padat dan menjadi informan dalam
11. Ayah, Mamah, Badri, Alam, dan Imel terimakasih untuk semua dukungan,
semangat, dan doa yang diberikan. Semoga Nan Ira bisa bikin kalian semua
bangga.
12. Sahabat-sahabat yang selalu ada setiap saat Yunita Dwi Utami Mahfaza,
Marissa Febriana Putri, Mona Sindytia, Susiana ( Cuzzy ), Priska Amelia, dan
Bemmo Beruang. Terimakasih untuk persahabatan kita yang unik dan tak
terlupakan.
13. Member HIMA HAN yang mengisi hari-hari terakhir perkuliahan dengan
kisah klasik untuk masa depan Kyai Iqbal Ade Basrie, Cikwo Primayani
Yustyasari ( kakak 2 hari ), Atu Nadia Raissofi, Abang Sandhi Togar
Sanjaya, Danu. Dova, Dimas Jangkung, Kakak Raydo
“Ado”
DG, Bachrul,
Bunda Citra, Mak Inez, Wa
k Dira, Tia Frestia, Yu’
Cueen,
Ferry “duk
kelawei yang unyeew
”,
Andri Timur ke Barat, Raden, Angga, Chris, Siti,
Sinta, Adel, Neney, Tiara, Arif( Zivilia ), Tangguh, Aldi, si Bemmo,
teman
–
teman seperjuangan dalam menyusun skripsi ini Gerry ( Pak
Pengusaha ), James, Jeke, Kandar, Meyzon, dan semua yang ngga bisa
disebutin satu-satu.
Thanks for every second we have spent toge
ther, i’ll
memorize it FOREVER. Gomaweyo Chingu..
14. Sahabat-sahabat dari MTs - MAN yang selalu ada di samping Ira dengerin
curhatan-curhatan Ira, Dw