• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALYSIS OF OBSTACLES FACED BY ELDERLY IN OBTAINING HEALTH CARE AND SOCIAL SERVICES (Studies in Nursing Home Institution Hana Belfast)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALYSIS OF OBSTACLES FACED BY ELDERLY IN OBTAINING HEALTH CARE AND SOCIAL SERVICES (Studies in Nursing Home Institution Hana Belfast)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

LANSIA DALAM MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN DAN PELAYANAN SOSIAL

(Studi Pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung)

Oleh

Yuni Yanti Romauli Tambunan

Masa lanjut usia merupakan masa dimana terjadi perubahan berupa penurunan fungsi kehidupan baik fisik, mental, dan sosial. Dengan mengetahui kondisi-kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lansia tergantung pada orang lain. Lanjut usia yang masuk ke Panti Jompo ini memiliki beberapa alasan, misalnya karena keluarga tidak dapat merawat mereka dan kesehatan lanjut usia yang sudah menurun. Ada pula karena lanjut usia sudah tidak memiliki keluarga lagi yang dapat merawatnya atau terlantar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan hambatan yang dihadapi para lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dengan metode pengumpul data berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Informan penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive. Informan dalam penelitian ini adalah para lanjut usia pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang.

(2)
(3)

ANALYSIS OF OBSTACLES FACED BY ELDERLY IN OBTAINING HEALTH CARE AND SOCIAL SERVICES

(Studies in Nursing Home Institution Hana Belfast)

By

Yuni Yanti Romauli Tambunan

Aging period is a period where there is a change of life impairment of physical, mental, and social. By knowing these conditions, the family, government, community or other social institutions can provide treatment appropriate to the problem that causes older people dependent on others. Elderly who enter nursing home has a number of reasons, such as families can not care for them and the health of the elderly has been declining. There is also because the elderly have no family left to care for or neglected. Therefore, this study aims to identify and describe the barriers faced by the elderly in health services and social services in a nursing home Institution Hana Bandar Lampung.

The research was conducted using a qualitative descriptive approach. With the method of collecting data in the form of in-depth interviews, observation, and literature. Informants of this study was taken by using a purposive technique. Informants in this study are the elderly at a nursing home Hana Bandar Lampung. The number of informants in this study as many as 4 people.

(4)

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda. Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi seluruh masyarakat. Semua rakyat Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini mempunyai dasar, yaitu dengan lahirnya Undang-undang Pokok Kesehatan Nomor 09 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara berhak mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan wajib diikutsertakan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah”.

(5)

Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan lansia, maka akan mengakibatkan meningkatnya angka harapan hidup penduduk. Dengan meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia menimbulkan salah satu konsekuensi, yaitu meningkatnya penduduk lanjut usia. Peningkatkan jumlah penduduk lanjut usia antara lain disebabkan karena: 1) tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan 3) tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Demikian juga halnya dengan Indonesia, yang terus berusaha meningkatkan akses dan pelayanan lanjut usia, sehingga angka harapan hidup orang Indonesia meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Saat ini angka harapan hidup orang Indonesia adalah 68,26 tahun dan 73,38 tahun untuk perempuan.

(6)

population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7 % (www.menkokesra.go.id).

Tabel 1.Jumlah Penduduk Lansia di Indonesia Tahun Usia Harapan Hidup

2020 (prakiraan) 71, + 28,8.000.000 11,34

Sumber : (www.menkokesra.goid).

Jumlah lansia di Lampung tahun 90-an adalah 285.058 jiwa (4,56 %) dari jumlah penduduk sebesar 6.016.00 jiwa dan diperkirakan meningkat terus setiap tahunnya (Hasyin, 2000 : 74). Menurut sumber data BPS Jakarta tahun 2000, bahwa Provinsi Lampung memiliki jumlah lansia yang cukup tinggi, baik laki-laki maupun perempuan, yakni 27.794 jiwa di perkotaan, dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sedangkan untuk pedesaan, jumlah total lansia sebesar 120.088 jiwa (Moeryanto, 2004 : 17).

(7)

Kenyataan justru sebaliknya, mereka merupakan kelompok umur yang masih mempunyai potensi yang bermakna untuk memberi sumbangsih dalam upaya membangun keluarga dan masyarakat. Karena lansia sendiri mempunyai kewajiban, antara lain: (1) memberikan bimbingan dan nasehat yang didasarkan pada pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan kearifannya (2) mentransformasikan dan mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya, dan (3) memberikan keteladanan. Para lanjut usia dapat memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut, maka lansia harus memiliki kesehatan yang baik dan adanya dukungan dari semua pihak, terutama kemudahan dalam mendapatkan pelayanan sosial yang tidak produktif.

Kondisi para lanjut usia di Indonesia umumnya dapat dikategorikan tidak sejahtera, khususnya dalam bidang kesehatan. Bagi para lanjut usia yang ekonominya rendah tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok, jarang melakukan pemeriksakan, dan mengobati ke dokter lansia juga tidak mampu, sehingga kualitas kesehatan lansia buruk.

(8)

Kualitas hidup penduduk lanjut usia di Indonesia masih rendah, karena banyak dari para lanjut usia sangat tergantung pada orang lain antara lain yang masih tergantung pada anak, keluarga, dan pihak lain seperti Panti Jompo yang kurang produktif. Hal ini disebabkan karena mereka tidak bekerja sehingga tidak mempunyai penghasilan sendiri untuk membiayai diri sendiri. Seharusnya sebagian dari lansia masih bisa bekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri, tetapi karena tidak adanya pekerjaan yang sesuai dengam kondisi fisik dan psikis lansia sendiri yang menurun menyebabkan sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan dan kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif.

Lanjut usia dapat dibagi mejadi dua kelompok yaitu: pertama, lansia yang mengalami masalah kesejahteraan sosial, yakni mereka yang tidak memperoleh penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Kedua, lansia yang potensial, yakni mereka yang memiliki potensi dan membantu diri mereka sendiri, bahkan membantu sesamanya. Secara umum, banyak permasalahan yang dihadapi oleh kelompok lansia, seperti masalah kesehatan, ekonomi, hubungan diantara keluarga dan masalah psikologi, tetapi masalah kesehatan yang paling banyak dihadapi oleh kelompok lanjut usia.

(9)

meningkatkan cakupan, keterjangkauan, mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial, khususnya untuk penduduk lansia.

Pelayanan kesehatan bagi semua orang perlu, apalagi bagi orang yang mempunyai kebutuhan pelayanan kesehatan secara mendesak seperti lanjut usia. Pelayanan yang dimaksudkan di sini adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pekerja sosial/perawat di dalam Panti Jompo. Secara umum pelayanan kesehatan biasanya dilaksanakan di rumah sakit atau puskesmas, akan tetapi di Panti Jompo juga perlu dilaksanakan perawatan lansia dari segi pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial. Tujuan kegiatan para lansia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia melalui kelompok usia lanjut yang mandiri, selain itu untuk meningkatkan kemudahan lansia dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan soisal.

Lanjut usiaa, pada dasarnya memerlukan pehatian dalam hal tata cara berkehidupan, pendapatan, kesehatan fisik dan mental. Para lansia ini, memerlukan perhatian yang khusus berkaitan dengan pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan terutama, ketika lansia mengalami kecacatan tertentu lanjut usia, umumnya memerlukan bantuan dari keluarga dan sangat bergantung dalam hal perumahan serta pemenuhan kebutuhan hidup.

(10)

disebabkan oleh semakin memudarnya nilai-nilai dan penghargaan kepada lanjut usia.

Namun di sisi lain, untuk mengatasi salah satu dari berbagai persoalan lanjut usia mengenai kesehatan lansia dan pelayanan sosialnya, pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial mengupayakan suatu wadah atau sarana untuk menampung orang lanjut usia dalam satu institusi yang disebut Panti Werdha. Pada awalnya institusi ini dimaksudkan untuk menampung lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan, minum, sampai kebutuhan aktualisasinya.

Dalam mengetahui permasalahan diatas, peneliti mengambil lokasi penelitian pada Panti Jompo Werdha ”Hana” Bandar Lampung sebagai tempat penelitian karena Panti Jompo ini merupakan salah satu Panti Jompo yang dimiliki yayasan di Bandar Lampung dan sudah memberikan pelayanan bagi lanjut usia.

(11)

Mengingat pentingnya masalah ini, penulis melakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran mengenai hambatan yang dihadapi lansia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Hambatan apa sajakah yang dihadapi lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi dan menjelaskan hambatan yang dihadapi para lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

(12)
(13)

2.1. Pengertian Hambatan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 235), menjelaskan yang dimaksud dengan penghambat adalah hal yang menjadi penyebab atau karena hanya tujuan atau keinginan tidak dapat diwujudkan. Jadi, penghambat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang menyebabkan terhambatnya yang dihadapi lansia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial.

2.2. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

(14)

Menurut Departemen Kesehatan RI (Ispandari,1999:23), lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologi, fisik, kejiwaan dan sosial. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi (1999:8) yang disebut kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Batasan usia lanjut menurut WHO yaitu, usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (orderly) 60-70 tahun, lanjut usi tua (old) 75-90 tahun, every old >90 tahun, lanjut usia 60-90 tahun dan lanjut usia resiko tinggi >70 tahun dengan masalah kesehatan.

Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan baru demikian juga dengan kaum manula. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan para manula sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan dan sikap sosial terhadap mereka tidak menyenangkan. Lebih jauh lagi, lanjut usia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan profesionalisme.

(15)

bagi manula menumbuhkan perasaan rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang.

Penuaan secara umum diyakini sebagai suatu proses dinamis, di mana transformasi berbagai aspek kehidupan baik aspek sosial, ekonomi dan psikologi dan kesehatan berlangsung serentak. Biasanya penuaan menjadikan manusia rentan terhadap penyakit. Dibandingkan segmen penduduk lain, kesehatan para lansia ditandai oleh menurunnya berbagai fungsi organ tubuh. Menurut Yaumil C.A. Achir (1998 : 195), penyakit lansia memiliki karakteristik, sebagai berikut :

a. Saling terkait, kronis hingga cenderung mengalami komplikasi. b. Degeneratif, sering menimbulkan kecacatan bahkan kematian. c. Akut, tetapi ada juga penyakit yang berkembang perlahan-lahan. d. Terjadi karena pengaruh obat-obatan.

Proses penuan yang terjadi secara alami pada kehidupan manusia tidak hanya menyebabkan penurunan fungsi tubuh, tetapi juga berdampak pada aspek mental dan sosialnya. Pada lanjut usia akan timbul masalah seperti meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif dan kardiovaskuler, gangguan mental serta masalah yang menyangkut sosial.

(16)

digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan (impairmen), keterbatasan fungsional (fungsional limitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (Handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

Selain itu, seseorang yang memasuki masa tua akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Perubahan fisik, seperti kulit mulai kering dan keriput, rambut kepala menjadi putih, pandangan mata menjadi kabur, pendengaran berkurang, sendi tulang menjadi kaku, berat badan merosot, otot-otot menciut, lemah badan menjadi lemah dan tenaga menurun serta tubuh menjadi peka terhadap penyakit.

2. Perubahan mental, meliputi perubahan kepribadian yang diastis, kenangan (ingatan) dan iQ menurun.

3. Perubahan sosial, meliputi pensiun, sadar akan kematian, perubahan dalam cara hidup, ekonomi, penyakit dan ketidakmampuan, kesepian dan lain-lain (Wahyudi Negroh, 1992 : 14).

(17)

Karakteristik khusus yang dimiliki lansia perempuan menurut Jurnal perempuan (perempuan lansia, 2002 : 22), yaitu:

1. Lansia perempuan lebih tidak tergantung dan siap untuk menghadapi masa tuanya.

2. Lansia perempuan terbiasa untuk mengurus dirinya sendiri. 3. Lansia perempuan mempunyai jiwa komunitas yang baik.

4. Jurnal perempuan terbiasa untuk melakukan aktivitas, mandiri dan suka bersosialisasi dengan dunia luar, maka kecenderungan lansia ini adalah untuk tinggal dalam satu keluarga.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah orang yang berusia 55 tahun ke atas, sedangkan lanjut usia dengan resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih. Dilihat dari ciri-ciri fisiknya, lanjut usia mempunyai karateristik yang spesifik dan secara alamiah manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik fisik atau biologis maupun mental dan psikologisnya. Secara umum kondisi seseorang yang telah memasuki masa lansia mengalami penurunan, ini bisa dilihat dari perubahan wajah, bagian dalam tubuh, perubahan panca indera maupun perubahan motoriknya.

2.3. Pengertian Panti Jompo

(18)

untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1996 (Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).

Adapun beberapa alasan yang menyebabkan banyak dibutuhkannya Panti Jompo oleh masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1. Perubahan tipe keluarga dari besar(extended family) menjadi keluarga kecil (nuclear family), dimana awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu,dan anak-anak, tetapi sesuai perkembangan keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga yang terjadi adalah orang tua akan ditinggal berdua saja, tentu kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga.

2. Perubahan peran ibu, pada awalnya peran ibu adalah mengurus rumah tangga, anak-anak, dan lain-lain. Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga bertindak sebagai pencari nafkah bekerja di kantoran dan sebagainya, sehingga anggota keluarga seperti anak-anak, kakek, serta nenek dititipkan pada institusi tertentu.

(19)

Tujuan penyelenggaraan Panti Jompo adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Awal (khusus), yaitu :

a. Terpenuhinya kebutuhan pokok sehari-hari, terpeliharanya kesehatan fisik, mental dan sosial serta terpenuhinya akan pengisian waktu luang.

b. Terpenuhinya kebutuhan rohaniah dengan baik, seperti kebutuhan akan kasih sayang, meningkatnya gairah hidup para lansia, dan kuatnya rasa kebersamaan diantara sesamanya.

2. Tujuan Akhir (umum)

Terciptanya dan terbinanya kondisi sosial masyarakat yang dinamis yang memungkinkan terselenggaranya usaha penyantunan lanjut usia atau jompo terlantar. Sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman dan kedamaian baik lahir maupun batin.

2.4. Tinjauan Tentang Pelayanan Kesehatan

2.4.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

(20)

Dengan melihat pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pelayanan kesehatan adalah setiap bentuk upaya yang diberikan oleh seseorang atau kelompok maupun lembaga yang berhubungan dengan kesehatan berupa sarana dan prasarana kesehatan, termasuk tenaga kesehatan dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.

2.4.2. Macam-macam Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1986 : 40-41), pelayanan kesehatan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Pelayanan kedokteran(Medical Service)

Pelayanan yang termasuk dalam kelompok ini ditandai dengan cara perseorangan yang dapat bersifat sendiri, tujuan utamanya adalah untuk mengobati penyakit dan memulihkan, serta sasaran utamanya adalah untuk perseorangan.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat(Public Health Service)

(21)

2.4.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Azwar (1988 : 43) mengungkapkan, sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun dapat disebut suatu pelayanan yang baik dan keduanya haruslah memiliki berbagai persyaratan. Jika disederhanakan dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:

1. Sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa layanan

Untuk pelayanan kedokteran pemakai jasa layanan yang dimaksud adalah penderita yang datang berobat, sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

2. Dapat terjangkau oleh mereka yang membutuhkan

Suatu pelayanan yang baik adalah dapat dijangkau oleh mereka yang membutuhkan. Pengertian terjangkau disini adalah tidak hanya dari sudut jarak atau lokasi, tetapi juga dari sudut pembiayaan.

3. Sesuai dengan prinsip ilmu teknologi kedokteran dengan perkataan lain suatu pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang menjamin mutunya.

2.4.4. Faktor Kesehatan Lansia

(22)

a. Kesehatan Fisik

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu ( Prasetyo,1998). Dengan demikian lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendiaan, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

(23)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

b. Kesehatan Mental

Kesehatan mental mengakibatkan menurunnya berbagai kondisi dalam diri lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu penyebab menurunnya kesehatan mental adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.

(24)

dengan unsur lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut: (1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua, (2) Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrom, apabila pada lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya, (3) Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan, (4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara saksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak, (5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

(25)

apapun, Ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.

2.5. Tinjauan Tentang Pelayanan Sosial

2.5.1. Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan asal katanya, yaitu “Layan” yang berarti memberikan suatu bantuan kepada orang lain dalam arti memberikan servis. Pelayanan adalah suatu usaha melayani kebutuhan orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Moenir HAS (2002 : 27), pelayanan adalah serangkaian kegiatan, karena itu merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat.

(26)

Menurut W.J.S Purwasdarminta (1990 : 125) pelayanan adalah diselenggarakan sendiri atau bersama-sama sehingga pelayanan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar orang-orang mendapatkan pelayanan tersebut akan lebih ringan, nyaman, dan mudah.

Klasifikasi pelayanan menurut Mahmudi (2005 : 230) ada 2 jenis penggolongan yaitu:

1. Pelayanan kebutuhan dasar

Pelayanan kebutuhan dasar meliputi kesehatan, pendidikan dasar, bahan kebutuhan pokok masyarakat.

2. Pelayanan umum, yang meliputi a. Pelayanan administratif

Pelayanan administratif merupakan pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik. Misalnya: pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), sertifikat rumah, Akta kelahiran, Buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Passport.

b. Pelayanan barang

(27)

c. Pelayanan Jasa

Pelayanan Jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik. misalnya: penyelenggaraan transportasi, jasa pos, jalan dan trotoar, penanggulangan bencana banjir, pelayanan sosial.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengetian pelayanan sosial adalah sebagai pemenuhan kebutuhan individu, kelompok, dan masyarakat supaya tercpta suasana dan kondisi sosial yang dinamis didalam kehidupannya yang diliputu oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman.

2.5.2. Fungsi–Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial akan diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengemukakan fungsi dari pelayanan sosial adalah sebagai berikut:

1). Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2). Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3). Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.

(28)

2.5.3. Standar Pelayanan Panti Sosial

Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dewasa ini dituntut untuk bisa menunjukan peranan dan memberikan sumbangan yang nyata bagi pencapaian tujuan nasional sebagaimana di amanatkan dalam Undang-Undang Dasar. Pelaksanaannnya dilakukan bersama-sama oleh pemerintah beserta segenap masyarakat melalui pendekatan institusional dancomunity based.

Mewujudkan hal tersebut, sangat diperlukan adanya peningkatan profesional pelayanan kesejahteraan sosial, salah satunya peningkatan kualitas pelayanan dalam panti sosial. Diakui, banyak panti sosial yang sampai saat ini belum memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selain, itu juga lemahnya dukungan kelembagaan, SDM, finansial dan sarana/ prasarana yang dimiliki.

Berangkat dari pemikiran tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan Menteri Sosial RI No. 50/HUK/2004 tentang Standar Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial.

Standar Panti Sosial adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis. Adapun yang dimaksud dengan panti sosial adalah lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas SDM dan memberdayakan para penyandang masalah kesejahteraan ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental, maupun sosial.

(29)

perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan sosial dasar, dan monitoring-evaluasi. Sedangkan khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal yang tertentu yang dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karakteristik panti sosial. (Http://www. Dinsos.pemda-diy.go.id).

Terdapat 15 (lima belas) jenis Panti Sosial, yaitu: Panti Sosial Petirahan Anak, Panti Sosial Taman Penitipan Anak, Panti Sosial Asuhan Anak, Panti Sosial Bina Remaja, Panti Sosial Tresna Werdha, Panti Sosial Bina Daksa, Panti Sosial Bina Nerta, Panti Sosial Bina Rungu/Wicara, Panti Sosial Bina Grahita, Panti Sosial Bina Laras, Panti Sosial Bina Pasca Laras Kronis, Panti Sosial Marsudi Putra, Panti Sosial Pamardi Putra, Panti Sosial Karya Wanita,Panti Sosial Bina Karya.

Secara garis besar, standar umum panti sosial terdiri dari : 1). Kelembagan, meliputi:

a. Legalitas Organisasi

Mencakup bukti legalitas instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

b. Visi dan Misi.

Memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi. c. Organisasi dan Tata Kerja

(30)

2). Sumber daya manusia (SDM), mencakup 2 (dua) aspek, yaitu: a. Aspek penyelenggara terdiri, dari 3 (tiga) unsur, antara lain:

a) Unsur pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada di bawahnya.

b) Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

c) Unsur Penunjang, pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam, dan sopir.

b. Pengembangan personil panti

Panti sosial perlu memiliki program pengembangan SDM bagi personil panti.

3). Sarana-prasarana, mencakup:

a. Pelayanan Teknis. Mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

b. Perkantoran: Memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamar mandi, WC, peralatan kantor seperti: alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

c. Umum: Memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, kerapihan diri, belajar, kesehatan dan peralatannya (serta ruang perlengkapan). 4). Pembiayaan

(31)

5). Pelayanan Sosial Dasar

Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien, meliputi: makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, dan kesehatan.

6). Monotoring dan Evaluasi, meliputi:

a. Monev Proses, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan klien.

b. Monev Hasil, yakni monotoring dan evaluasi terhadap klien untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan klien setelah memperoleh proses pelayanan.

Adapun standar khusus panti sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri dari tahapan sebagai berikut:

2). Tahap Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment),mencakup: 2.1). Analisa kondisi klien, keluarga dan lingkungan.

(32)

3). Tahap Perencanan Pelayanan, meliputi: 3.1). Penetapan tujuan pelayanan.

3.2). Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan klien. 3.3). Sumber daya yang akan digunakan.

4). Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri:

5). Tahap Pasca Pelayanan, terdiri dari: 5.1). Penghentian Pelayanan

Dilakukan setelah klien selesai mengikuti proses pelayanan dan telah mencapai hasil pelayanan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. 5.2). Rujukan

Dilaksanakan apabila klien membutuhkan pelayanan yang lain yang tidak tersedia dalam panti.

5.3). Pemulangan dan penyaluran

(33)

5.4). Pembinaan lanjut

Kegiatan memonitor /memantau klien sesudah mereka bekerja atau kembali ke keluarga.

2.6. Kerangka Pikir

Secara umum bahwa batasan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas serta mengalami penuaan secara terus-menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat meyebabkan kematian.

Pelayanan di Panti Jompo merupakan salah satu program pemerintah yang ditujukan kepada para lanjut usia, khususnya dalam peningkatan kualitas kesehatan lansia dan pelayanan sosial, serta memberikan kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Disamping itu juga pelayanan sosial sangat dibutuhkan setiap para lansia dan perlu peningkatan pelayanan sosial di Panti Jompo ini.

(34)

dan pelayanan sosial tersebut diharapkan akan dapat menciptakan rasa nyaman, senang, sejahtera pada diri manusia usia lanjut.

Pelayanan kesehatan adalah sumber daya bagi kehidupan para lansia sehari-hari, bukan tujuan hidup dan menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik dan mental,Pelayanan kesehatan yang diperoleh lansia di Panti Jompo berupa pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan Pangan, papan (pengasramaan), Sandang, Pengobatan dasar kebersihan dan alat pembersih, seperti : sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan cuci, uang saku dan pemeriksaan ke dokter.

Pelayanan sosial adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pelayanan sosial yang diperoleh yaitu Bimbingan Sosial (konseling) sesama perawat, bimbingan mental Spiritual/keagamaaan dan Bantuan. Kegiatan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial ini dilakukan dengan waktu tentatif. Sehingga diharapkan bahwa pelayanan Panti Jompo ini dapat terlaksana dengan efktif dan tetap sasaran agar setiap program pelayanannya dapat bermanfaaf bagi para lanjut usia.

(35)

Perspektif yang relatif untuk menjelaskan fenomena tersebut adalah teori struktur fungsional Talcont Parsons, dimana konsep utama dari teori ini adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes, dan keseimbangan. Menurut teori ini masyarakat suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan bagian yang lain.

Menurut teori Parson untuk memperjelas masalah hambatan yang dihadapi lansia. Lansia akan bertahan, nyaman dan bahagia di Panti bila para lansia bisa melakukan keempat prasyarat tersebut yaitu :

1. adaptasi, yaitu penyesuaian terhadap peraturan dan dinamika panti.

2. Pencapaian tujuan, yaitu menentukan tujuan terhadap peraturan dan dinamika panti kepada para lansia untuk mewujudkan sistem yang ada. 3. Integrasi, yaitu, sistem yang ada di panti mengatur antarhubungan adaptasi

dan pencapain tujuan.

(36)

Bagan kerangka Pikir

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Hambatan yang Dihadapi Lansia

Pelayanan Kesehatan Pelayanan Sosial

(37)

3.1. Pendekatan Penelitian

Moleong (2003: 3), menyatakan bahwa pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata, tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif juga dapat menggali informasi sebanyak mungkin dan sedalam mungkin sehingga akan didapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang apa yang diteliti.

(38)

3.2. Lokasi Penelitian

Moleong (2000: 86) menyatakan bahwa dalam menentukan lokasi penelitian, cara terbaik yang ditempuh adalah dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Adapun pertimbangannya yaitu:

1. Adanya masalah yang dapat diteliti pada lokasi tersebut.

2. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan bahwa pada Panti Jompo Hana pelayanannya masih rendah, karena masih ada hambatan yang dihadapi lansia dan juga masih kurangnya para pengasuh/perawat lansia. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti hambatan yang dihadapi lansia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial.

Berdasarkan pertimbangan di atas Penelitian dilakukan pada Panti Jompo Werdha “Hana” Bandar Lampung.

3.3. Fokus Penelitian

(39)

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ini adalah: I. Pelayanan Kesehatan Lansia:

a. Kesehatan Fisik:

Identifikasi kebutuhan fisik.

Pelayanan kesehatan fisik yang diperoleh lansia Hambatan pelayanan fisik.

b. Kesehatan Mental:

Identifikasi kebutuhan mental

Pelayanan kesehatan mental yang diperoleh Hambatan kesehatan mental

II. Pelayanan Sosial Lansia Identifikasi Kebutuhan. Pelayanan yang diperoleh. Hambatan Pelayanan Sosial

3.4. Penentuan Informan

Menurut Spradly (dalam Moleong, 2004) informan harus memiliki beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan:

(40)

2. Subyek masih terkait secara penuh dan aktif dalam lingkungan dan kegiatan yang menjadi sasaran atau penelitian.

3. Subyek yang mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk diminta informasi.

4. Subyek yang didalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu dan mereka relatif masih lugu dalam memberikan informasi.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah purposive , yaitu teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Perempuan Lansia. 2. Usia diatas 50 tahun. 3. Berdomisili di Panti Hana .

4. Lanjut Usia yang masih sehat, dalam arti masih dapat beraktivitas dengan baik, belum masuk kamar isolasi, tidak mengalami gangguan pendengaran, tidak mengalami gangguan daya ingat (pikun), dan mendapatkan perawatan dari para pengasuh.

(41)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

3.5.1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan, dan terwawacara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004: 186).

Wawancara yang digunakan dalam penelitian yaitu pedoman wawancara yang berisi poin masalah, yang akan ditanyakan dengan banyak pertanyaan yang diajukan oleh peneliti sebagai sumber data. Teknik ini penulis lakukan untuk menjaring data tentang adanya hambatan yang dihadapi lansia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung.

3.5.2. Pengamatan terlibat

(42)

sosial yang mengungkapkan adanya hambatan yang dihadapai para lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial.

3.5.3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari bahan-bahan tertulis yang mencangkup buku-buku, dokumen-dokumen yang dianggap penting yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang diteliti. Koentjoroningrat (1982: 81) mengemukakan bahwa:

“teknik kepustakaan merupakan suatu cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya koran-koran, majalah-majalah, naskah-naskah, catatan-catatan, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian. Teknik ini penulis lakukan untuk menjaring data tentang adanya hambatan yang dihadapi lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif, yang meliputi tiga tahapan (Moleong, 2005: 288) sebagai berikut :

3.6.1. Reduksi Data

(43)

analisa yang menajamkan, menggolongkan, dan membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat dari ringkasan atau uraian singkat dan menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih luas. Dalam penelitian ini data yang direduksi adalah pada temuan di lapangan yaitu berasal dari wawancara, hasil observasi langsung, dan hasil dokumentasi.

3.6.2. Display(Penyajian Data)

Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta cara yang utama bagi analisa kualitatif yang valid. Dalam display data ini sangat membutuhkan kemampuan interpretative yang baik pada si peneliti sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang berisi penjelasan atau analisis terhadap hal-hal yang dibahas dalam penelitian.

3.6.3. Verifikasi Data (Penarikan Kesimpulan)

(44)

Bab ini akan dipaparkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada para lanjut usia dengan melakukan tanya jawab secara mendalam dengan para lanjut usia yang kemudian hasil wawancara tersebut akan dianalisis menurut teori yang digunakan dalam penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah para lanjut usia pada Panti Werdha Hana Bandar Lampung yang berjumlah empat orang. Untuk gambaran lebih lengkap mengenai identitas informan dalam penelitian ini, maka penulis akan memaparkan data para lansia tersebut sebagai berikut.

5.1. Hasil Penelitian

Profil Informan I

(45)

sudah meninggal 8 tahun yang lalu, tetapi semenjak suaminya telah meninggal oma Popo tinggal bersama anak atau sanak keluarganya.

Dari segi ekonomi Oma Popo tergolong pada ekonomi cukup. Oma Popo dahulu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir yang dicapainya SD. Oma Popo mempunyai hoby memasak maka dari itu Oma Popo kegiatan sehari-harinya membantu memasak para pengasuh/perawat lansia.

Hubungan antara Oma Popo dengan anak dan menantunya secara lahiriah cukup baik, anak dan menantunya setiap ada waku selalu berkunjung ke panti dan juga secara rutin tiap bulan memberikan uang sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang pada orang tuanya. Begitu juga hubungan antara Oma Popo dengan sesama lansia yang ada di Panti juga cukup baik, informan merasa nyaman dengan teman-temannya yang berada di Panti. Selain itu, Oma Popo mempunyai keinginan (mimpi) untuk Panti ini, yaitu panti mampu meningkatkan pelayanan kesehatan dan sosial yang bermutu.

Oma Popo mengetahui adanya panti ini dari anaknya sendiri, sementara anaknya tahu dari temannya bahwa Panti Werdha Hana menerima para lanjut usia. Oma Popo sendiri mempunyai keinginan tinggal di Panti karena menurut Oma Popo tinggal di rumah tidak ada yang mengurus dan cucunya masih kecil.

(46)

dorongan untuk dapat sembuh dari sakitnya. Atas dorongan semangat dan pelayanan yang diberikan para pengasuh/perawat Oma Popo dapat sembuh dari sakit stroke sehingga Dia bisa berjalan dengan menggunakan tongkat.

Profil Informan 2

Informan kedua yang diwawancarai adalah Oma Megawati yang beretnis Cina dan lahir di Palembang. Oma Mega sekarang berusia 60 tahun dan statusnya tidak menikah. Oma Mega anak kedua dari 10 bersaudara dan menganut agama Kristen, tetapi Oma Mega selama ini tinggal bersama adik-adiknya di Jakarta lebih dari 20 tahun.

Kegiatan Oma Mega dalam kesehariannya sejak dahulu adalah berdagang di Pasar Jakarta. Pendidikan terakhir yang dicapainnya adalah SMP. Oma Mega juga mempunyai hoby memasak dan menari. Hubungan antara Oma Mega dengan saudara-saudaranya juga baik, meskipun saudara-saudaranya jarang berkunjung di panti, begitu juga dengan sesama lanjut usia yang ada di panti juga cukup baik.

(47)

Oma Mega mengetahui tentang Panti Jompo Werdha Hana dari salah satu temannya sendiri. Oma Mega menyatakan tidak ingin tinggal di Panti yang berfungsi untuk mengurus dan merawatnya, tetapi karena saudara-saudaranya tidak bisa mengurusnya maka Oma Mega sendiri berkeinginan tinggal di Panti Werdha Hana.

Oma Mega masuk ke panti sejak tahun 2002 yakni sejarah berdirinya Panti Werdha Hana. Oma Mega masuk dan tinggal di panti ini atas dasar dorongan keluarganya, karena keluarga Oma Mega tidak mau lagi mengurus dan merawatnya karena selalu sibuk. Selama 9 (sembilan) tahun Oma Mega berada di panti, Dia merasa nyaman dengan keadaan di panti dan juga Oma Mega yang paling lama tinggal di panti. Adapun pengalaman yang diperoleh Oma Mega selama tinggal di panti adalah ia dapat saling mengenal satu sama lainnya, yakni orang-orang yang ada dipanti ini.

Profil Informan 3

Informan ketiga yang diwawancari bernama Oma Marta yang berusia 62 tahun. Oma Marta lahir di Purbolinggo dan berasal dari etnis Cina. Oma Marta beragama Katolik dan statusnya bercerai. Oma Marta mempunyai satu orang anak laki-laki dengan lima cucu. Oma Marta sudah lama bercerai dari suaminya karena suaminya meninggalkan Oma Marta.

(48)

seseorang, karena yang lebih dibutuhkan dalam perjalanan hidup adalah pengalaman. Pengalaman yang membuat kita bisa mengubah nasib.

Kegiatan sehari-hari yang dilakukan Oma Marta di panti yaitu menonton TV, istirahat, dan sharring bersama lansia yang ada di panti. Dalam kegiatan sehari-hari Dia tidak merasa bosan, tetapi keinginan Oma Marta ingin bekerja lagi. Karena melihat kondisi Oma Marta yang tidak memungkinkan, maka pihak keluarganya tidak setuju.

Hubungan antara Oma Marta dengan anak dan menantunya tergolong kurang baik. Hal ini disebabkan karena anak dan menantunya kurang perhatian dan tidak pernah berkunjung ke panti. Karena itu Dia merasa diterlantarkan oleh anaknya sehingga Oma Marta ingin tinggal di Panti. Oma Marta mengetahui adanya Panti Werdha Hana dari salah satu temannya yang pernah berkunjung ke panti. Keinginan atau mimpi Oma Marta terhadap Panti Werdha Hana ini adalah pelayanan yang ada di Panti lebih maju lagi dan setiap program kegiatannya harus ada.

(49)

Profil Informan 4

Informan keempat yang diwawancarai adalah Oma Cintia yang beretnis Cina dan lahir di Metro. Penganut agama Kristen ini usianya sekarang 51 tahun dan belum menikah. Oma Cintia adalah anak pertama dari dua bersaudara, dan selama ini tinggal bersama adiknya karena kedua orang tuanya sudah meninggal.

Dari segi ekonomi, pekerjaaan Oma Cintia sejak dahulu adalah karyawan di Chandra Supermarket dan pendidikan yang dicapainnya adalah SMP. Hubungan antara Oma Cintia dengan keluarga dan adik-adiknya secara lahiriah juga cukup baik.

Adapun kegiatan kegiatan sehari-hari Oma Cintia di panti tidak ada, kecuali menonton TV, istirahat, dan sharring bersama para lanjut usia. Selain itu, Oma Cintia ada impian buat Panti Werdha Hana yaitu pelayanan Panti Hana lebih dimajukan dan juga pembangunannya.

(50)

Oma Cintia masuk ke panti karena sakit, Oma Cintia berada di panti sejak bulan Oktober 2011. Dia sakit akibat kecelakaan bermotor, sehingga tidak ada yang merawat atau mengurusnya. Oma Cintia sudah empat bulan lamanya tinggal di panti. Selama empat bulan tinggal di Panti, Dia mendapatkan suatu pengalaman yaitu mendapat perubahan dalam kehidupannya.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Hambatan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap keempat informan dapat disimpulkan bahwa pemahaman para informan tentang pelayanan kesehatan di panti para lanjut usia pada umumnya sama. Secara umum kondisi fisik dan kondisi mental seseorang yang telah memasuki lanjut usia pasti mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang dialami.

Perubahan-perubahan yang dialami informan dalam aspek kehidupan seperti perubahan pola keluarga, dari keluarga besar menjadi keluarga inti, makin terbukanya kesempatan wanita untuk bekerja, jauhnya jarak fisik dan sosial antara lansia dengan anak, dan makin sempitnya rumah yang dimiliki anak, mengakibatkan anak yang memiliki posisi sentral dan penyangga bagi lansia justru tidak bisa menjalankan perannya.

(51)

sering mengalami gangguan-gangguan penyakit yang mengakibatkan kondisi para lansia semakin memburuk.

Pelayanan kesehatan yang diperoleh para lansia di panti jompo antara lain berupa pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan pangan, papan (pengasramaan), sandang, pengobatan dasar dan alat pembersih, seperti sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan cuci, uang saku dan pemeriksaan ke dokter baik fisik dan mental.

Dari hasil wawancara penulis yang telah dilakukan kepada 4 informan adalah lanjut usia tentang kondisi kesehatan bagi lansia. Hal ini dapat diungkapkan melalui beberapa pendapat lansia yang menjadi informan dalam penelitian ini.

Hasil wawancara kepada informan pertama mengenai kondisi fisik, bahwa Ia mengatakan tentang jenis penyakit yang dirasakan oleh Informan pertama yaitu kencing manis dan kaki keram-keram. Penyakit ini sudah lama dideritnya, tetapi semenjak informan masuk ke panti, penyakit fisiknya tidak terasa lagi. Pelayanan kesehatan yang diperoleh informan tergolong cukup baik. Kebutuhan fisik yang diperoleh dari masalah kebutuhan makanan, minuman, sandang pangan, dan fasilitas yang diberikan cukup memadai dan informan merasa nyaman dengan pemenuhan kebutuhan yang diberikan.

(52)

Informan kedua mengatakan bahwa kondisi fisiknya terlihat masih muda dan kulitnya tidak keriput. Penyakit yang sering dirasakannya dilihat dari fisiknya adalah sakit pinggang, menurutnya penyakit itu sudah sering dialaminya apalagi, ketika Informan Ia melakukan pekerjaan yang berat, membuat keadaan fisiknya menjadi lemah.

Kebutuhan fisik informan kedua yang diperoleh dari panti tergolong cukup baik. Kebutuhan dari makanan, minuman, serta pakaian yang Dia peroleh selama ini sudah yang terbaik, tetapi kegiatan setiap pagi seperti olahraga tidak dilakukan oleh panti, hanya ide sendiri saja Dia menggerakkan tubuh dan badan agar sehat jasmani.

Pelayanan kesehatan fisik yang diberikan panti terhadap informan sudah cukup memadai, misalnya ketika informan kedua mengalami sakit, sudah tersedia obat-obatan dari pihak panti, walapun terkadang pelayanannya tidak cepat ditangani oleh pihak panti. Informan kedua juga mengatakan tentang kondisi kesehatan mentalnya. Gangguan kesehatan mental yang dialami informan kedua ini adalah depresi.

Informan kedua mengatakan:

(53)

Informan kedua mengalami gangguan depresi akibat ada ilmu hitam yang dimilikinya waktu gadis dulu. Ketika sudah berada di panti, ilmu yang di dalam dirinya ilmu itu tidak ada lagi karena ilmu hitam itu sudah lama ditinggalkan. Sehingga Informan kedua tidak mengalami gangguan di dalam dirinya dan dia merasa nyaman dari kehidupan sekarang.

Informan kedua juga mengatakan bahwa pelayanan kesehatan fisk dan mental yang diberikan panti dilakukan dengan cara pemeriksaan kesehatan oleh dokter dan diberikan obat-obatan. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan panti dalam perawatan lanjut usia untuk berobat kerumah sakit atau ke dokter maksimal sebulan sekali. Kadang ada juga salah satu dokter yang mau membantu Panti Werdha Hana untuk melakukan pemeriksaan kesehatan para lanjut usia.

Pelayanan kesehatan fisik dan mental yang diberikan panti menurut Infoman kedua sudah cukup baik, walapun pelayanannya masih sedikit kurang memadai dari sarana dan fasilitasnya. Sementara itu pemenuhan kebutuhan mental yang diperoleh masih kurang, hal ini kemungkinan karena kondisi keuangan panti yang informan dirasakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan para lanjut usia. Pemenuhan kebutuhan mental yang diperoleh oleh Oma Mega selama berada di panti yaitu kebutuhan kasih sayang dari sesama lanjut usia dan pihak Panti Jompo, selama ini Oma Mega kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarganya sehingga membuat Dia merasa terasing di keluarganya

(54)

ingat masih kuat. Selain penuaan fisik, informan ketiga juga mengalami sakit asma. Informan mengatakan pelayanan yang diberikan panti jika ia terkena penyakit ringan seperti sakit asma yang informan derita hanya diatasi pihak panti dengan mengkomsumsi obatan-obatan yang dibeli dari warung atau apotek.

Kebutuhan fisik yang diperoleh Informan ketiga dari panti adalah makanan yang sehat, waktu istirahat, dan pakaian yang menjamin kesehatan lansia. Informan ketiga mengatakan bahwa kondisi kesehatan fisiknya cukup baik. Dia memperoleh kebutuhan-kebutuhan bergizi dari panti, misalnya makan bubur dan minum susuAnlenekarena Informan ketiga ini giginya sudah berlubang.

Penyakit yang diderita informan ketiga ini adalah katarak (sakit mata). Sakit katarak merupakan suatu jenis penyakit yang terjadi pada mata sehingga lensa mata menjadi berselaput dan rabun. Selain itu lensa mata menjadi terlihat keruh dan akibatnya cahaya masuk tidak dapat masuk menembusnya ke dalam mata.

Informan mengatakan bahwa hambatan yang dialami dari segi perawatan kesehatannya yaitu masalah ketersediaan fasilitas yang kurang mendukung, sehingga perawatan seringkali ditanggung sendiri. Namun demikian ia memliki harapan hidup cukup besar karena Dia ingin melihat anak dan cucunya dapat sukses, walapun anak dan menantunya kurang memperhatikan dirinya.

(55)

Penyakit yang diderita informan ketiga ini adalah kondisi psikisnya yang lemah. Dia mengatakan panti hanya melakukan penanganan penyakit yang ringan saja, sedangkan penyakit yang berat harus ditangani oleh pihak keluarga-keluarga lansia. Informan ini mengatakan bahwa sakit katarak yang ia derita harus dioperasi, tetapi ia dan keluarganya tidak ada biaya untuk melakukan operasi, sedangkan pihak panti sendiri tidak menyediakan biaya untuk mengobati penyakit kesembuhannya dilakukan dengan cara operasi.

Berdasarkan hasil wawancara kepada informan keempat mengatakan bahwa kondisi informan keempat dilihat dari ciri-ciri fisiknya wajahnya belum keriput, gerak tubuh belum melemah, dan daya ingat masih kuat. Kondisi kesehatan fisik informan keempat tidak ada masalah karena pelayanan kebutuhan fisik yang diperoleh informan keempat dari pihak panti sudah baik. Menurut informan, setiap lanjut usia pada dasarnya menginginkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, sebab lanjut usia akan merasa senang dan nyaman saat diperlakukan dengan baik ketika lanjut usia mengalami sakit.

(56)

Namun mengenai perawatan kesehatan mental, informan keempat mengatakan bahwa masih rendah pelayanan yang diberikan. Penyakit mental yang dihadapi lansia ini yaitu sering mengalami kejang-kejang. Karena waktu dulu pernah jatuh dari motor sampai terjadi pendarahan otak. Informan mengatakan bahwa sudah dilakukan pemeriksaan untuk perawatan kesehatan tubuhnya informan.. meskipun Pelayanan kesehatan mental yang diperoleh informan cukup baik, tetapi ketika para lanjut usia mengalami penyakit yang berat, maka biaya penyembuhannya harus ditanggung oleh pihak keluarga lansia sendiri.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 4 informan didapatkan jawaban bahwa terdapat hambatan yang dihadapi lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Keberhasilan seseorang dalam melakukan atau mencapai sesuatu sangat banyak dipengaruhi bagaimana ia mampu menjaga kesehatan fisik dan mental sebaik-baiknya (seimbang).

Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan badan serta rambut. Selain itu pemberian informasi tentang perawatan kesehatan yang memadai juga sangat diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan perawatan kesehatannya dengan memadai.

(57)

sendiri, karena tidak ada disediakan sarana yang diberikan pihak panti. Sarana dan prasarana di panti ini merupakan salah satu bagian dalam memberikan ruang pada para lanjut usia untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pihak panti harus peka dengan kebutuhan-kebutuhan para lanjut usia dari sarana dan prasarana pada para lanjut usia. Sebab sarana dan prasarana ini diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan lanjut usia di masa yang akan datang.

Hambatan lain dalam pelayanan kesehatan para lansia di panti adalah rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola panti, sehingga keterjangkaun untuk merawat dan menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan penanganan kebutuhan gizi lanjut usia tidak dapat dilakukan dengan baik. Tujuan kebutuhan gizi lanjut usia yang diperoleh dari panti adalah untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan fisik, nutrisi, dan jaminan kesehatan lanjut usia.

(58)

5.2.2. Hambatan Pelayanan Sosial Lanjut Usia

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada keempat informan diketahui bahwa pada umumnya panti dapat memberikan akomodasi pelayanan yang sesuai kebutuhan para lanjut usia. Hal ini dilakukan pihak panti agar para lanjut usia dapat terpelihara dengan meningkatkan mutu kesejahteraannya dan hidup sesuai dengan kelayakannya sebagai manusia.

Pelayanan sosial yang dilakukan Panti kepada para lanjut usia dapat meningkatkan mutu kesejahteraannya secara lebih produktif, agar pemenuhan kebutuhan sosial dapat dilaksanakan dengan fungsi-fungsi panti dalam memperalncarkan kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan yang telah ada.

Pelayanan sosial merupakan hal yang sangat penting dirasakan oleh para lanjut usia sebagai kondisi yang menyenangkan dan tidak mengkhawatirkan akan masa depannya. Tetapi dengan makin bertambah umur bagi lansia pelayanan sosial jelas dibutuhkan oleh para lanjut usia.

(59)

Hambatan lansia dalam memperoleh pelayanan sosial merupakan masalah utama yang dihadapi Panti Jompo. Kegiatan keterampilan yang sudah dilakukan para lansia di Panti Jompo dengan waktu yang tentatif antara lain berupa kegiatan menjahit/sulam dengan menggunakan tangan. Namun demikian tidak lagi kegiatan ini tidak terealisasi dengan baik dikarenakan para lanjut usia banyak yang tidak punya keingian untuk terlibat dalam kegiatan keterampilan. Para lanjut usia untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya juga merasa gagal dan tidak berusaha untuk mencoba langkah-langkah yang baru kearah lebih baik.

Keempat Informan mengatakan bahwa penghambat yang berasal dari para lansia antara lain berupa bimbingan sosial (keagamaan). Agama yang dianut para lansia yang tinggal di panti bermacam-macam. Kegiatan bimbingan sosial yang dilakukan para lansia setiap sebulan sekali. Faktor penghambat kegiatan bimbingan sosial ini karena kesiapan dari tenaga pengasuh yang kurang mendukung, para pengasuh kurang peka dengan minat dan bakat para lansia yang ada di panti ini.

Hambatan lansia dalam memperoleh pelayanan sosial di Panti Jompo, terutama adalah ketersediaan dana. Selama ini setiap keluarga para lanjut usia yang tinggal di panti selalu memberikan sumbangan (bantuan) kepada pihak panti sebesar 1.500.000/ bln untuk menunjang kelangsungan kebutuhan para lanjut usia.

(60)

keadaan kondisi para lanjut usia sendiri. Para lanjut usia akan merasa khawatir mau tinggal dimana, apabila Panti Hana ini tidak diberikan izin untuk disewa lagi.

Keempat informan mengataka bahwa ketersediaan sarana dan prasarana belum menunjang pelayanan sosial kepada para lanjut usia serta fasilitas bagi lansia itu sendiri dalam mengembangkan impiannya. Dengan demikian perlu ada dukungan moral maupun finansial yang lebih besar lagi guna meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia. Selain itu penting adanya dukungan dan koordinasi dari pihak pemerintah, tterutama yangberkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan dan pembinaan lanjut usia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada keempat informan juga dapat disimpulkan bahwa para informan merasa nyaman hidup di panti dengan keadaan pelayanan sosial yang ada di Panti Hana, walapun program-program pelayanan sosial panti tidak banyak dilakukan dan kondisinya tidak sebanding dengan panti milik pemerintah. Dengan memperhatikan beberapa realita di atas untuk memberikan pelayanan sosial sesuai bagi lanjut usia tentunya harus bisa memenuhi kebutuhan sekaligus harapan dari para lansia itu sendiri

(61)

Berdasarkan hasil penelitian ini, penelitian ini mendukung teori Talcott Parsons yang memandang baahwa hambatan lansia berkaitan dengan ketidakmampuan panti memenuhi fungsi dan kebutuhan lansia. Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing sistem itu ketika dia menyatakan secara kongkrit, setiap sistem harus mencakup keseluruhan.

Parsons mengatakan bahwa sistem di panti jompo ketidakmampuan panti memenuhi fungsi dan kebutuhan lansia masih kurang. Dengan melihat kondisi Panti Jompo ini setiap kebutuhan-kebutuhan lanjut usia belum sepenuhnya terpenuhi baik dari pelayanan kesehatan (fisik dan mental) maupun pelayanan sosialnya.

Hambatan lansia yang diperoleh dari pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial menurut teori Parsons mengatakan bahwa sistem di panti sosial memenuhi fungsi-fungsi di panti, agar fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan dengan sesuai kebutuhan lanjut usia. Teori Parsons mengatakan bahwa masyarakat terdiri dari sekumpulan subsistem yang memiliki diferensiasi secara struktur dan memiliki fungsi yang jelas. Para lanjut usia di panti ini adalah sekumpulan dari sistem-sistem yang ada dan memiliki perbedaan kebutuhan masing-masing.

(62)

dengan lingkungannya, baik internal maupun eksternal.Goal Atainment(pencapaian) berarti bahwa sebuah sistem harus memiliki kejelasan maksud dan dapat mengidentifikasi tujuannya.Integration(integrasi) berarti bahwa sebuah sistem harus mampu mengatur hubungan masing-masing komponen agar dapat berkerja dengan sinergis.Latency(laten) mengandung arti bahwa sebuah sistem memiliki kemampuan untuk memelihara pola yang dimilikinya. Dengan empat komponen teori Parsons bahwa panti jompo ini adanya kelestarian sistem dalam panti, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan keadaan latent.

Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut berlaku untuk sistem yang ada di panti jompo. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi akan berfungsi di panti jompo antara lain:

1. Adanya struktur yang harmonis didalam sistem panti jompo

2. Menjaga kelangsungan program-program yang belum memadai dalam keterjangkauan untuk merawat dan menangani lansia

3. Sistem panti jompo yang ada harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan lanjut usia.

(63)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan yang dihadapi lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial di panti jompo Werdha Hana adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan kesehatan yang berupa pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan pangan, papan (pengasramaan), sandang, pengobatan dasar kebersihan dan alat pembersih, seperti : sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan cuci, uang saku dan pemeriksaan ke dokter belum diperoleh secara maksimal, karena mengalami beberapa hambatan.

a. Hambatan yang berasal dari internal secara fisik maupun mental.

b. Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak aksesibelitas, seperti gedung (rumah tempat tinggal) lanjut usia bukan hak milik panti. Dalam artian seandainya sarana dan prasarana tidak terpenuhi dan tidak memiliki gedung sendiri yakni akan mempengaruhi keadaan lanjut usia sendiri c. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola panti, sehingga

(64)

makanan, pengaturan asupan makanan, dan pemberian makanan tambahan.

2. Pelayanan sosial yang dimaksudkan adalah untuk pengembangan kebahagian dan kesejahteraan yang dapat berupa pelatihan keterampilan, bimbingan sosial dan bimbingan mental para lansia masih menghadapi beberapa hambatan-hambatan antara lain:

a. Kegiatan keterampilan belum dilakukan secara berkesinambungan.

b. Kegiatan bimbingan sosial tidak rutin dilakukan karena kesiapan dari tenaga pengasuh yang kurang mendukung.

c. Keterbatasan biaya yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan para lanjut usia.

d. Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak aksesibel seperti ketika para lansia ingin pergi untuk beribadah, para lansia pergi sendiri karena tidak disediakan sarana dari pihak panti.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut, maka penulis mencoba untuk memberikan masukan atau saran sebagai berikut:

(65)

2. Perlu adanya perhatian dari pemerintah, mengingat kurang sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial, seperti gedung dan alat-alat penunjang pemeriksaan kesehatan lainnya, serta perlu adanya salah satu petugas medis di panti agar pelayanan yang diberikan dapat maksimal. Selain itu juga dibutuhkan dukungan dari setiap instansi terkait untuk ikut membantu meningkatkan kualitas pelayanan sosial di panti Werdha Hana.

(66)

Gambar a. Proses wawancara dengan informan 4 (oma Cintia), Bandar Lampung, 27 Oktober 2011

(67)
(68)
(69)

ANALISIS HAMBATAN YANG DIHADAPI LANJUT USIADALAM MEMPEROLEH

PELAYANAN KESEHATAN DAN PELAYANAN SOSIAL (Studi Pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung)

Identitas Informan

 Jumlah anak yang sudah menikah

 Agama

 Suku

2. Riwayat tentang tempat tinggal  Tempat lahir

 Tempat besarnya lansia

 Pernah tinggal dimana slama ini/sekarang 3. Label sosial/ekonomi

(70)

 Pendidikan terakhir lansia  Aktivitas sehari-hari

 Interaksi lansia dengan keluarga/sesamanya II. Pengalaman di Panti Jompo

1. Riwayat masuk Panti Jompo

 Latar belakang lansia berada di Panti Jompo  Pengalaman lansia selama di Panti Jompo 2. Pelayanan Kesehatan Lansia :

a. Kesehatan Fisik:

Identifikasi kebutuhan fisik.

Pelayanan kesehatan fisik yang diperoleh lansia Hambatan pelayanan fisik.

b. Kesehatan Mental:

Identifikasi kebutuhan mental

Pelayanan kesehatan mental yang diperoleh Hambatan kesehatan mental

(71)

Analisis hasil penelitian dalam bentuk tabel :

No Data Informan

Profil

Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

1 Nama Lim Gong Houng Megawati Marta Cintia

2 Umur 70 tahun 60 tahun 62 tahun 51 tahun

3 Agama Kristen protestan Kristen protestan Katolik Kristen protestan

4 Suku Cina Cina Cina Cina

5 Status menikah Menikah Belum menikah Menikah Belum menikah

6 Pekerjaan Ibu rumah tangga Pedagang Pedagang

Karyawan Chandra Supermarket

(72)
(73)

9 Kondisi pelayanan kesehatan :

(74)
(75)

LANSIA DALAM MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN DAN PELAYANAN SOSIAL

(Studi Pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung)

Oleh

Yuni Yanti Romauli Tambunan

Masa lanjut usia merupakan masa dimana terjadi perubahan berupa penurunan fungsi kehidupan baik fisik, mental, dan sosial. Dengan mengetahui kondisi-kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lansia tergantung pada orang lain. Lanjut usia yang masuk ke Panti Jompo ini memiliki beberapa alasan, misalnya karena keluarga tidak dapat merawat mereka dan kesehatan lanjut usia yang sudah menurun. Ada pula karena lanjut usia sudah tidak memiliki keluarga lagi yang dapat merawatnya atau terlantar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan hambatan yang dihadapi para lanjut usia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dengan metode pengumpul data berupa wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Informan penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive. Informan dalam penelitian ini adalah para lanjut usia pada Panti Jompo Werdha Hana Bandar Lampung. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang.

(76)
(77)

ANALYSIS OF OBSTACLES FACED BY ELDERLY IN OBTAINING HEALTH CARE AND SOCIAL SERVICES

(Studies in Nursing Home Institution Hana Belfast)

By

Yuni Yanti Romauli Tambunan

Aging period is a period where there is a change of life impairment of physical, mental, and social. By knowing these conditions, the family, government, community or other social institutions can provide treatment appropriate to the problem that causes older people dependent on others. Elderly who enter nursing home has a number of reasons, such as families can not care for them and the health of the elderly has been declining. There is also because the elderly have no family left to care for or neglected. Therefore, this study aims to identify and describe the barriers faced by the elderly in health services and social services in a nursing home Institution Hana Bandar Lampung.

The research was conducted using a qualitative descriptive approach. With the method of collecting data in the form of in-depth interviews, observation, and literature. Informants of this study was taken by using a purposive technique. Informants in this study are the elderly at a nursing home Hana Bandar Lampung. The number of informants in this study as many as 4 people.

(78)

Halaman Gambar

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
Gambar a. Proses wawancara dengan informan 4 (oma Cintia),Bandar Lampung, 27 Oktober 2011
Gambar c. Aktivitas lansia di Panti Werdha Hana siang hari,Bandar Lampung 2 Desember 2011
Tabel 3. Profil Informan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait