STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN
KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL)
Oleh
Mustofa Abi Hamid Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
▸ Baca selengkapnya: kunci jawaban lembar aktivitas 6 konsep perubahan harga
(2)ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN
KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL)
Oleh
MUSTOFA ABI HAMID
Pembelajaran fisika seringkali tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Ketidaktercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) oleh sebagian
besar siswa menunjukkan rendahnya penguasaan konsep. Upaya untuk
meningkatkan penguasaan konsep siswa adalah memberikan umpan balik
(feedback) pada setiap tes yang dilakukan yang dikombinasikan dengan model pembelajaran yang tepat, salah satunya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL). Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah melakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa setelah diberikan
umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA
Mustofa Abi Hamid SMA Negeri 6 Metro menggunakan dua kelas, yaitu kelas XI IPA1 sebagai kelas
kontrol dengan jumlah sampel 23 siswa dan kelas XI IPA2 sebagai kelas
eksperimen dengan jumlah sampel 26 siswa serta menggunakan desain Posttest-Only Control Design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan
balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan menggunakan umpan balik
(feedback) lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback) dan (2) terjadi
peningkatan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah diberi umpan balik
(feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 22 % dan nilai N-gain rata-rata 0,45yang termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata nilai penguasaan konsep
pada kelas eksperimen yang diberi umpan balik (feedback), yaitu 73,77 sedangkan pada kelas kontrol yang tidak diberi umpan balik (feedback), yaitu55,74 . Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan penguasaan konsep pada siswa
yang diberi umpan balik (feedback) dan penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Umpan Balik (Feedback) ... 6
a. Macam-macam Umpan Balik (Feedback) ………... 9
b. Fungsi Umpan Balik (Feedback) ………. 9
c. Tingkatan Umpan Balik (Feedback) ……… 11
2. Penguasaan Konsep ... 12
a. Ciri-ciri Siswa Menguasai Konsep ………. . 14
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Konsep Siswa . . 16
c. Tingkat Penguasaan Konsep ……… 17
3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) ... 20
b. Prinsip Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) 26 c. Ciri-ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)……….. 27
d. Elemen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) 28 e. Skenario Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)……….. 29
I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 45
1. Uji Normalitas ... 46
2. Uji Independent Sample T Test ... 46
3. Data Kuantitatif ... 66
18.Daftar Nilai Rata-rata Posttest dan Ujian Blok ... 215
19.Data Rekapitulasi N-gain ... 217
20.Hasil Uji Normalitas ... 218
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan siswa dalam proses belajar ditandai dengan hasil belajar yang
baik dan meningkatnya penguasaan konsep materi yang telah diajarkan.
Siswa yang berhasil dalam proses belajarnya diharapkan memiliki perubahan
dalam berbagai hal termasuk ilmu pengetahuan yang dipelajari, penguasaan
konsep yang mendalam, keterampilan, nilai dan sikap. Hasil belajar dan
penguasaan konsep yang mendalam menjadi salah satu tolok ukur
ketercapaian tujuan pembelajaran.
Berdasarkan observasi di SMA Negeri 6 Metro, tujuan pembelajaran fisika
yang diharapkan sering tidak tercapai secara optimal, hal ini disebabkan
karena proses pembelajaran di kelas kurang efektif serta umpan balik
(feedback) yang diterima siswa kurang optimal dan tidak sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada siswa sehingga menyebabkan siswa sulit
mempelajari, memahami, dan menguasai konsep pelajaran yang diberikan
oleh guru.
Sebagian besar siswa kurang menyerap materi pembelajaran yang diberikan
oleh guru, hal ini tentu membuat kompetensi dasar individual kurang. Siswa
2 gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual. Oleh sebab itu, guru harus mampu menciptakan
proses pembelajaran yang menarik dan memberikan umpan balik (feedback) yang efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep pelajaran selama proses
pembelajaran terjadi.
Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dengan ketercapaian siswa
dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan
oleh satuan pendidikan, sehingga KKM yang berlaku di sekolah tentu
berbeda-beda. Permasalahan yang muncul di SMA Negeri 6 Metro adalah
sebagian besar siswa tidak mencapai KKM yang telah ditentukan oleh
sekolah. Ketidaktercapaian KKM oleh sebagian besar siswa ini juga
menunjukkan rendahnya penguasaan konsep. Hal tersebut disebabkan karena
dalam pembelajaran siswa tidak mendapatkan umpan balik (feedback) yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh setiap siswa. Umpan balik
(feedback) yang diterima siswa pada lembar jawaban siswa hanya berupa koreksi yang menyatakan jawaban tersebut benar atau salah. Setiap siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda tentu memiliki tingkat penguasaan
konsep yang berbeda pula, sehingga dibutuhkan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Hasil belajar siswa dan penguasaan konsep suatu materi tertentu dapat dilihat
3 Berdasarkan hasil tes formatif tersebut dapat dilihat tingkat penguasaan
konsep siswa dan dapat diketahui bagian mana yang belum dikuasai oleh
siswa. Fakta yang terjadi di lapangan, guru hanya memberikan umpan balik
(feedback) sebatas menunjukkan letak kesalahan siswa tanpa memberitahukan jawaban yang benar dan konsepnya secara sistematis. Pemberian umpan balik
(feedback) itu pun tidak rutin dilakukan, hanya sebatas saat ujian semester. Hal ini dimungkinkan dapat mengakibatkan siswa melakukan kesalahan yang
sama setiap mengerjakan soal yang serupa atau sejenis. Oleh sebab itu
dibutuhkan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu berupa pemberian nilai, pembahasan secara tertulis pada lembar
jawaban siswa serta umpan balik (feedback) yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, telah dilakukan penelitian
dengan judul “Studi Perbandingan Penggunaan Umpan Balik (Feedback) pada Lembar Jawaban Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Fluida Statis
Siswa SMA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA
4 2. Apakah terdapat peningkatan penguasaan konsep Fluida Statis siswa
SMA Negeri 6 Metro setelah diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA antara
menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).
2. Peningkatan penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA Negeri 6 Metro
setelah diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Digunakan oleh guru sebagai referensi dalam menerapkan umpan balik
(feedback) yang efektif di setiap proses pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya peningkatan
kualitas siswa dan guru.
3. Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan memberikan
pengalaman belajar langsung yang dapat menumbuhkan keterampilan
5 4. Bagi peneliti lain, proses dan hasil penelitian dapat dijadikan bahan
kajian, rujukan, atau pembanding bagi peneliti yang sedang atau akan
dilakukan serta dapat memperkaya dan melengkapi hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan dalam kajian sejenis.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Umpan balik (feedback) adalah segala prosedur yang digunakan untuk menginformasikan kepada pembelajar apakah langkah-langkah yang
dikerjakan benar atau salah. Informasi tersebut diberikan pada lembar
jawaban siswa dan kemudian diberikan langkah yang seharusnya
dilakukan oleh siswa.
2. Lembar jawaban siswa adalah lembar hasil pekerjaan siswa pada saat
melaksanakan postest yang dilakukan pada setiap akhir pertemuan. 3. Penguasaan konsep adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan
analisa suatu materi yang dimiliki siswa setelah mengikuti peoses
pembelajaran berdasarkan nilai posttest.
4. Materi pokok pada penelitian ini dibatasi pada materi Fluida Statis kelas
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoretis
1. Umpan Balik (Feedback)
Umpan balik (feedback) merupakan salah satu bagian dari assesmen yang lebih memperhatikan pada pemberian informasi mengenai kemampuan siswa
dalam menyelesaikan permasalahan dalam ilmu fisika. Ur (1996: 242)
mengatakan bahwa:
in the context of teaching general, feedback is information that is given to the learner about his or her performance of the learning task, usually with the objective of improving their performance.
Jadi, dalam memberikan umpan balik (feedback) ini guru harus memberikan pendapatnya secara objektif sesuai dengan permintaan dari masalah tersebut.
Ditambahkan pula oleh Roger (2011: 143) yang mengatakan bahwa:
feedback is not just about weaknesses. Student will respond if teachers are encouraging as well as allowing mistakes, emerging capabilities, and give ideas for directing further learning.
Sementara Arikunto (2008: 5) mengartikan umpan balik (feedback) adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan
balik (feedback) ini diperlukan sekali untuk memperbaiki input maupun transformasi. Input disini diartikan sebagai siswa yang baru memasuki
7 sedangkan transformasi adalah pengolah itu sendiri atau dalam hal ini
pembelajaran tersebut.
Umpan balik (feedback) dalam kegiatan pembelajaran merupakan peristiwa yang memberikan kepastian kepada peserta didik bahwa kegiatan belajar
telah atau belum mencapai tujuan. Menurut Suke (1991: 148) bahwa umpan
balik (feedback) adalah pemberian informasi yang diperoleh dari tes atau alat ukur lainnya kepada peserta didik untuk memperbaiki pencapaian hasil
belajar.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
umpan balik (feedback) adalah suatu teknik atau cara pengembalian hasil pekerjaan atau tes soal peserta didik yang diharapkan dapat memberikan
motivasi kepada peserta didik ke arah perbaikan dan peningkatan prestasi
belajar peserta didik. Umpan balik (feedback) akan bermanfaat apabila guru bersama peserta didik menelaah kembali jawaban-jawaban tes soal, baik yang
dijawab benar ataupun yang dijawab salah dan peserta didik diberikan
kesempatan untuk memperbaiki jawaban yang salah.
Pemberian umpan balik (feedback) sangat membantu peserta didik untuk mngetahui kebenaran jawaban yang diberikannya, membantu peserta didik
memperbaiki kesalahan konsep, serta dapat memotivasi minat belajar peserta
didik.
8 menyelesaikan suatu proses belajar. Umpan balik (feedback) tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya
yang mencakup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangan
dengan memanfaatkan informasi umpan balik (feedback) tersebut.
Umpan balik (feedback) tersebut diperlukan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Umpan balik (feedback) tersebut berguna bagi siswa untuk mengevaluasi diri, mengetahui
kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penyelesaian masalah, mengetahui
kelemahan diri, serta membantu siswa untuk meningkatkan motivasi dan rasa
percaya diri dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam
penguasaan konsep materi yang telah diberikan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, umpan balik (feedback) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah umpan balik (feedback) yang diberikan secara tertulis pada lembar jawaban siswa. Merujuk pada pendapat Suke dan
Slameto yang dikemukakan di atas, umpan balik (feedback) ini digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa. Menurut Romli (2011: 50),
umpan balik (feedback) dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa dalam mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Umpan balik (feedback) ini memiliki karakteristik dan keunggulan dalam mencapai hasil belajar siswa
serta berbeda dengan remidial yang sering digunakan guru apabila hasil
9 a. Macam-macam Umpan Balik (Feedback)
Ada dua macam umpan balik (feedback) yaitu umpan balik (feedback)
langsung dan umpan balik (feedback) tidak langsung. Umpan balik (feedback) langsung adalah teknik mengoreksi kesalahan siswa dengan memberikan
jawaban yang benar dengan jelas. Sedangkan umpan balik (feedback) tidak langsung adalah umpan balik (feedback) yang diberikan oleh guru berupa pemberian peringatan pada jawaban yang salah dengan hanya memberikan
komentar, tetapi memberikan peluang kepada siswa untuk menyelesaikan
kesalahan mereka sendiri (Ferris 2002: 19). Sedangkan Lee (2005: 27)
mendefinisikan umpan balik (feedback) langsung adalah umpan balik (feedback) ketika bentuk / jawaban yang benar tertulis pada lembar jawaban siswa dan umpan balik (feedback) tidak langsung diberikan jika guru
menunjukkan letak kesalahan secara tidak langsung dengan menunjukkan
bagian-bagian dimana terdapat kesalahan tetapi tanpa memberikan
bentuk/jawaban yang benar.
b. Fungsi Umpan Balik (Feedback)
Menurut Buis (dalam Slameto 2001: 191) menyatakan bahwa umpan balik
(feedback) memiliki fungsi sebagai berikut: a. Fungsi peringatan
Umpan balik (feedback) dapat dijadikan peringatan bagi siswa yang memperoleh nilai dibawah standar ketuntasan belajar bahwa ia harus
berhati-hati karena tujuan pembelajaran belum tercapai berarti ia harus
10 b. Fungsi perbaikan strategi
Bagi siswa yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal, umpan balik
(feedback) dapat bermanfaat untuk memperbaiki strategi belajarnya sehingga pada tes berikutnya ia akan memperoleh hasil yang lebih baik.
c. Fungsi informasional
Umpan balik (feedback) merupakan informasi dari guru kepada siswa mengenai hasil ulangan dan pemberitahuan mengenai jawaban yang
benar.
d. Fungsi komunikasi
Pemberian umpan balik (feedback) merupakan proses sosial yang
melibatkan komunikator yang saling mengirim berita sehingga satu pihak
dapat belajar dari pihak lain. Guru sebagai pengirim berita harus
memberikan keterangan yang jelas mengenai jawaban yang benar dari
hasil ulangan siswa, sehingga siswa dapat menangkap pesan tersebut.
Sebaliknya, siswa seagai penerima berita setelah mengetahui maksud dari
pesan maka ia harus melaksanakan pesan tersebut sehingga komunikasi
dapat berlangsung.
e. Fungsi motivasi
Umpan balik (feedback) dapat mendorong siswa untuk berusaha mencari jawaban yang benar atas kesalahan sebelumnya sesuai dengan petunjuk
dari guru. Dengan demikian pada tes berikutnya siswa akan lebih
bersemangat untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
11 Dimyati dan Mujiono, 2006: 89) bahwa kunci dari teori tersebut adalah siswa
akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang lebih baik. Nilai yang baik itu mendorong siswa untuk belajar lebih giat
lagi. Sebaliknya siswa yang mendapatkan nilai jelek akan terdorong untuk
belajar dari kesalahannya. Semakin banyak siswa membuat kesalahan dan
semakin baik guru memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa, maka akan semakin meningkatkan hasil pembelajaran dan penguasaan konsepnya
(Gunawan 2003: 194).
c. Tingkatan Umpan Balik (Feedback)
Menurut Roper (dalam Slameto 2001: 193) umpan balik (feedback) dapat dibedakan menjadi empat tingkat:
Tingkat 1: umpan balik (feedback) berupa keterangan salah atau benar. Tingkat 2: umpan balik (feedback) pada tingkat 2 ditambah pemberian jawaban yang benar.
Tingkat 3: umpan balik (feedback) pada tingkat 3 ditambah penjelasan. Tingkat 4: umpan balik (feedback) pada tingkat 4 diberi pengajaran atau konsep tambahan untuk menguatkan.
Hasil belajar dan penguasaan konsep materi siswa akan meningkat dengan
bertambahnya tingkatan dalam pemberian umpan balik (feedback). Guru dapat menggunakan berbagai cara dalam memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa, misalnya berupa umpan balik (feedback) secara lisan maupun tertulis berupa komentar dan penjelasan-penjelasan yang sesuai. Tanpa
12 kesalahannya dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan konsep yang baik
dan benar.
2. Penguasaan Konsep
Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting dalam proses belajar.
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang
dikategorikan sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini tentu menuntut guru
untuk berupaya memberikan materi pembelajaran agar konsep-konsep
dasarnya dipahami dan dikuasai siswa. Untuk memecahkan sebuah
permasalahan, siswa harus mengikuti aturan yang relevan dan sesuai dengan
konsep dasar yang diperolehnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep
belajar adalah belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari objek
kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa bila seseorang dapat menghadapi
peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia
telah belajar konsep (Nasution dalam Yuliati, 2006: 7).
Menurut Dahar (1998 : 96), konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki
suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan,
hubungan-hubungan yang mempuyai atribut yang sama.
Berdasarkan pernyataan Dahar (1998: 96), konsep merupakan abstraksi dari
suatu objek, kejadian, kegiatan, dan hubungan-hubungan yang memiliki
atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan
13 menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara
satu konsep dengan konsep yang lainnya.
Setiap orang mengalami stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk
konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara yang tertentu.
Karena konsep itu adalah abstraksi berdasarkan pengalaman dan karena tidak
ada dua orang yang memiliki pengalaman yang sama persis, maka konsep
yang dibentuk orang berbeda juga.
Menurut Robert Gagne (dalam Bell, 1978: 110) belajar terjadi dalam empat
fase yang berurutan yaitu:
1. Apprehending phase (fase pemahaman) yaitu fase balajar yang pertama dimana siswa menyadari adanya stimulus atau sekumpulan yang
disajikan di dalam situasi belajar. Kesadaran itu akan mengantarkan
siswa untuk mengerti karakteristik kumpulan stimulus itu.
2. Acquisition phase (fase penguasaan) merupakan fase belajar kedua dimana siswa sedang memperoleh atau memproses fakta, ketrampilan,
konsep atau prinsip yang dipelajari.
3. Storage phase (fase ingatan) merupakan fase dimana setelah seseorang memperoleh suatu pengetahuan baru, pengtahuan itu harus disimpan
atau diingat.
4. Retrieval phase ( fase pengungkapan kembali) adalah fase belajar dimana kemampuan siswa untuk menyebutkan kembali informasi yang
14 Dari uraian fase belajar tersebut, fase penguasaan berada pada urutan nomor
dua atau setelah pemahaman dalam aspek kognisi. Hal ini memberikan
pengertian bahwa untuk menguasai konsep dalam suatu pembelajaran, siswa
diharuskan untuk memahami konsep terlebih dahulu yang selanjutnya siswa
dapat memproses atau terampil menggunakan konsep yang telah dipahami.
Menurut Arifin Jos (2001: 58), konsep adalah gambaran mental dari obyek,
proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan menurut Herman Hudojo
(2003:124), konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita
mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu termasuk atau
tidak ke dalam ide abstrak tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, konsep merupakan suatu pengertian yang dapat
digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau
menggolongkan suatu obyek atau peristiwa termasuk atau tidak termasuk
dalam pengertian tersebut.
a. Ciri-ciri Siswa Menguasai Konsep
Menurut Wirasto (1987: 79) ciri-ciri siswa yang sudah menguasai konsep
adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui ciri-ciri suatu konsep.
b. Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut.
c. Mengenal sejumlah sifat-sifat dan esensinya.
15 e. Dapat mengenal hubungan antar konsep.
f. Dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi.
g. Dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah yang
ditemui.
Menurut Bloom (dalam W. Gulo, 2008: 58), dimensi pengetahuan meliputi:
1. Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge), yaitu elemen dasar dimana siswa harus tahu akan berkenalan dengan disiplin atau memecahkan
masalah di dalamnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan terminologi
(knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang rincian spesifik serta unsur-unsur (kejadian, subyek, waktu, detail tertentu).
2. Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge), yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkan
mereka untuk berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual ini
diantaranya adalah pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori
(knowledge of classification and categories), pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (knowledge of principles and generalization),
pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (knowledge of theories, models and structures).
3. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge), yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan
keterampilan, teknik, dan metode. Pengetahuan prosedural ini diantaranya
adalah pengetahuan tentang keterampilan bidang tertentu dan algoritma
16 techniques and methods), pengetahuan kriteria penggunaan prosedur secara tepat (knowledge of criteria for determining when to use appropriate procedures).
4. Pengetahuan Metakognitif (Metacognitive Knowledge), yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi
sendiri. Pengetahuan metakognitif ini meliputi pengetahuan strategis
(strategic konowledge), pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk pengetahuan konteks dan kondisi (knowledge about cognitive task,
including contextual and conditional knowledge) dan pengetahuan tentang diri sendiri (self-knowledge).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Konsep Siswa
Menurut Purwanto (1997: 57), penguasaan konsep siswa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Raw input, yaitu karakteristik khusus siswa, baik fisiologi maupun psikologi.
2. Instrumental input, yaitu faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi. 3. Environmental input, yaitu faktor lingkungan dan faktor sosial.
Kesulitan penguasaan konsep fisika dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik dari dalam individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Dari
dalam individu yang merupakan karakteristik siswa dapat dibedakan menjadi
ke dalam fungsi kognitif, efektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel (2004:
78) menyatakan bahwa fungsi kognitif meliputi: taraf intelegensi, daya
teknik-17 teknik studi. Fungsi afektif meliputi temperamen, perasaan, sikap, motivasi,
perhatian, dan minat siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika.
Sedangkan fungsi psikomotor merupakan keterampilan siswa dalam
menggunakan pengetahuannya untuk menguasai konsep.
Menurut Sagala (2003:71), buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang
yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan
yang meliputi prinsip hukum dan teori, konsep tersebut diperoleh dari fakta ,
peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.
Menurut pendapat Slameto (2001: 195), apabila sebuah konsep telah dikuasai
oleh siswa kemungkinan siswa untuk dapat menggolongkan apakah contoh
konsep yang dihadapi sekarang termasuk dalam golongan konsep yang lain,
mengenal konsep lain dalam memecahkan masalah serta memudahkan siswa
untuk mempelajari konsep konsep kini.
c. Tingkat Penguasaan Konsep
Menurut Klausmeier (dalam Dahar 1998: 97), menyatakan bahwa ada empat
timgkat pencapaian penguasaan konsep. Tingkat-tingkat tersebut muncul
dalam urutan invarian. Empat tingkat pencapaian penguasaan konsep menurut
Klausmeier yaitu:
1. Tingkat konkret
Seseorang siswa telah mencapai konsep pada tingkat konkret apabila
siswa tersebut telah mengenal suatu benda yang telah dihadapi
18 suatu benda dan dapat membedakan benda dari stimulus-stimulus yang
ada di lingkungannya.
2. Tingkat identitas.
Siswa akan mengenal suatu objek sesudah selang suatu waktu, bila orang
tersebut mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau
bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indera yang berbeda.
3. Tingkat klasifikatori.
Siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang
sama. Walaupun siswa tersebut tidak dapat menentukan atribut maupun
kata yang dapat mewakili konsep tersebut, siswa dapat
mengklasifikasikan contoh dari konsep tersebut.
4. Tingkat formal.
Siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep.
Siswa telah mencapai konsep tingkat formal apabila siswa tersebut dapat
memberi nama, mendefinisikan, dan mendeskriminasi konsep dalam
atribut-atribut kriterianya serta mengevaluasi atau memberikan contoh
suatu konsep secara verbal.
Proses pembelajaran diperlukan siswa untuk mencapai penguasaan konsep
yang maksimal. Di dalam proses pembelajaran siswa akan mendapatkan suatu
pengalaman belajar, dimana pengalaman belajar ini sangatlah penting.
Melalui pengalaman belajar siswa mendapatkan suatu pengetahuan yang
19 Penguasaan konsep sangatlah penting, karena merupakan syarat dalam
menguasai sepenuhnya suatu bahan ajar. Dengan memahami dan menguasai
suatu konsep, siswa dapat memecahkan suatu permasalahan dengan
menggunakan aturan-aturan dari konsep yang diperolehnya. Penguasaan
konsep meliputi mendefinisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi
contoh atau bukan contoh dari konsep. Siswa dikatakan telah menguasai suatu
konsep apabila siswa tersebut benar-benar mengerti mengenai konsep itu
sehingga mampu menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna yang
terkandung dalam konsep tersebut.
Penguasaan konsep merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu
bahan yang dipelajari. Penguasaan bukan hanya sekedar mengingat
mengenai apa yang pernah dipelajari tetapi menguasai lebih dari itu, yakni
melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis
(Arikunto, 2008: 115).
Penguasaan konsep merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Hasil belajar
dari ranah kognitif mempunyai hirarki atau bertingkat-tingkat. Adapun
tingkat-tingkat yang dimaksud adalah : (1) informasi non verbal, (2)
informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan prinsip, dan (4)
pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau
dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan
peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal
20 membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep.
Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip.
Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di
dalam kreativitas (Slameto, 2001: 131).
Keberhasilan suatu proses pembelajaran di kelas dapat dilihat dari
penguasaan konsep yang dicapai siswa. Penguasaan konsep merupakan salah
satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan pembelajaran bagi siswa, sebab
ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di
dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Penguasaan konsep yang telah
dipelajari siswa dapat diukur dari hasil tes yang akan dinyatakan dalam
bentuk angka atau nilai tertentu yang dilakukan oleh guru.
Berdasarkan hasil tes penguasaan konsep, kita dapat mengkategorikan taraf
penguasaan konsep siswa. Arikunto (2008 : 254) mengkategorikan sebagai
berikut.
Tabel. 2.1 Kriteria Taraf Penguasaan Konsep Siswa
Taraf Nilai Rata-Rata Klasifikasi Nilai
≥ 81 Baik Sekali
66 — 80 Baik
56 — 65 Cukup Baik
≤ 55 Kurang Baik
Penguasaan konsep menurut revisi taksonomi Bloom dalam Dirgantara
21 1. mengingat (remember); meliputi mengenali (recognizing), mengingat
(recalling);
2. pemahaman/mengerti (understand); meliputi menafsirkan
(interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), merangkum/meringkas (summarizing), menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan
(explaining);
3. menerapkan (apply); meliputi melaksanakan/menjalankan (executing), menerapkan (implementing);
4. menganalisis (analyze); meliputi membedakan/membuat perbedaan (differentiating), menyusun/mengorganisasikan (organizing), menghubungkan (attributing);
5. mengevaluasi/menilai (evaluate); meliputi mencek (cheking), mengkritik (criticuing);
6. menciptakan (create); meliputi membangkitkan/menghasilkan (generating), merencanakan (planing), menghasilkan (producing).
Siswa yang mempunyai penguasaan konsep yang baik akan mampu
mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar serta mampu
menyatakan dan menafsirkan gagasan untuk meberikan alasan induktif dan
22 3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Elaine B. Johnson (dalam Rusman, 2010: 187) mengatakan bahwa
pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis
dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran
Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab
siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan dunia nyata.
Menurut The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (dalam Kunandar, 2011: 301) mengartikan pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk
memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.
Center on Education and Work at The University of Wisconsin Madison (dalam Kunandar, 2011: 302) mendefinisikan pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
23 aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat,
dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.
Menurut Nurhadi (dalam Rusman, 2010: 189), pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa,
tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri
(learning to do), bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui
pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL), mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal dan
memahami sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan
nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk
mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan
lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara
fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan
24 dan masyarakat). Menurut Jonhson (dalam Rusman, 2010: 189) menyatakan
bahwa:
Contextual teaching and learning enables students to connet the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meaning. It enlarges their personal context furthermore, by profiding students with fresh experience that stimulate the brain to make new connection and consecuently, to discover new meaning.
Sementara itu, Honey R Keneth (dalam Rusman, 2010: 190) mendefinisikan
Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai berikut:
Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others.
Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan
pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Sistem Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan
sehari-hari yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.
Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah,
dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait
25 melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak
sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi dari sisi proses juga.
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit dan dari
proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
a. Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Johnson B. Elaine (dalam Rusman, 2010: 192), komponen
26 b. Prinsip Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Rusman (2010: 193) ada tujuh prinsip pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu: 1. Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir dalam Contextual Teaching and Learning(CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas.
2. Menemukan (Inquiry)
Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain.
3. Bertanya (Questioning)
Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan
mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam,
dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak
terpikirkan baik oleh guru maupun siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Penerapan learning community dalam pembelajaran di kelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan
oleh guru. Guru dituntut dengan keterampilan dan profesionalismenya
untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model
komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau
sebaliknya, akan tetapi secara luas dibuka jalur hubungan komunikasi
27 5. Pemodelan (Modelling)
Tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara
menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh
guru.
6. Refleksi (Refletion)
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna
pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan pengendapan, untuk
kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala
yang muncul kemudian.
7. Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)
Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang
menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL). Penilaian ini merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian,
maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan
hasil pengalaman belajar setiap siswa.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
28 1. Adanya kerja sama antar semua pihak.
2. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem.
3. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang
berbeda-beda.
4. Saling menunjang.
5. Menyenangkan dan tidak membosankan.
6. Belajar dengan bergairah.
7. Pembelajaran terintegrasi.
8. Menggunakan berbagai sumber.
9. Siswa aktif.
10.Sharing dengan teman. 11.Siswa kritis dan guru kreatif.
12.Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya
siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.
d. Elemen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Zahorik (dalam Riyanto, 2009: 165), ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktik pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu:
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge). 2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian
29 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan
cara menyusun (a) hipotesis, (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan
dikembangkan.
4. Memperhatikan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
e. Skenario Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pada intinya, pengembangan setiap komponen Contextual Teaching and Learning(CTL) tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna.
2. Melaksanakan kegiatan inquiry untuk setiap topik yang diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, melalui kegiatan kelompok berdiskusi,
tanya jawab, dan sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, dan media lainnya.
6. Membiasakan siswa untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
30 7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
B. Kerangka Pemikiran
Siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran tertentu
dalam hal ini model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) pada setiap langkah pembelajaran dan akhir pembelajaran siswa diberikan
penguatan dan umpan balik (feedback) yang positif untuk pengembangan mental dan hasil belajar yang baik. Pada setiap akhir pembelajaran siswa
diberikan posttest yang berguna untuk mengetahui tingkat pemahaman suatu konsep. Pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest berperan untuk mengetahui letak kesalahan siswa dalam penyelesaian
soal-soal penguasaan konsep siswa dan belum mencapai hasil belajar yang
maksimal. Dengan demikian, siswa akan mengetahui kekurangan dan
kelebihannya serta termotivasi untuk memperbaiki kesalahannya dan
berusaha memperbaiki berdasarkan umpan balik (feedback) yang telah diterimanya.
Tingkat penguasaan konsep siswa terbangun dari penanaman suatu konsep
dalam pikirannya, sebab konsep merupakan buah pemikiran baru berdasarkan
pengalamannya. Siswa dapat membangun sendiri konsep dari mengolah
berbagai informasi yang mereka dapatkan pada proses pembelajaran dan
penguatan serta umpan balik (feedback) yang diterimanya dari guru sehingga konsep yang diterima saat proses pembelajaran akan lebih meningkat dengan
31 dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran berikutnya, sehingga
pemberian umpan balik (feedback) oleh guru dapat fenomena dalam kehidupan sehari-hari kemudian siswa tersebut menghubungkan dengan
informasi yang diperolehnya sehingga akan membentuk tingkat pemahaman
konsep yang baik, sehingga dapat berimplikasi pada prestasi belajar siswa.
Oleh karena itu, umpan balik (feedback) mutlak diperlukan untuk menghindari kesalahan konsep pada siswa sehingga tidak mengalami
kesalahan yang sama pada materi yang telah disampaikan serta menguatkan
dan meningkatkan penguasaan konsep pada siswa.
Pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) dengan diberikan umpan balik (feedback) pada evaluasi (posttest) di akhir
pembelajarannya, guru menunjukkan letak kesalahan siswa, memberitahukan
proses penyelesaian yang seharusnya dilakukan juga memberikan penguatan
positif agar siswa lebih baik dalam memahami konsep. Dengan demikian,
siswa lebih termotivasi dan bersemangat untuk memahami materi yang telah
diberikan oleh guru serta tidak mengulangi kesalahan yang sama sehingga
pada tes berikutnya memperoleh hasil belajar dan peningkatan penguasaan
konsep lebih maksimal. Dengan adanya pemberian umpan balik (feedback) akan memacu siswa untuk berfikir, sehingga penguasan materi belajar dapat
optimal. Kekreatifan berfikir akan mempermudah siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran berikutnya sehingga mempengaruhi prestasi hasil belajar
32 Berdasarkan hal- hal yang dipaparkan pada diagram penelitian ini, maka
dapat digambarkan skemanya seperti berikut:
Gambar 2.1 Diagram Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua
kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian ini
melakukan pengujian untuk mengetahui perbedaan rata-rata penguasaan
konsep Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Pada penelitian ini terdiri dari tiga bentuk variabel penelitian yaitu variabel bebas, variabel
Pembelajaran Materi Fluida Statis
Model Pembelajaran CTL
Pengolahan informasi
Penguasaan Konsep menghasilkan
33 terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa (X), sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep Fluida Statis pada siswa SMA (Y), dan
variabel moderator adalah model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Z).
Dalam penelitian ini ada dua penguasaan konsep siswa yang diukur, yaitu
penguasaan konsep siswa yang diberi perlakuan (treatment) berupa umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Y1) dan penguasaan konsep siswa yang tidak diberi
perlakuan (treatment) berupa umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Y2), kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui mana yang lebih tinggi rata-rata
penguasaan konsep siswa yang diberi umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) dengan rata-rata penguasaan konsep siswa yang tidak diberi umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching (CTL). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut diagram kerangka pemikiran.
Gambar 2.2 Diagram Kerangka Penelitian
X1 Y1
X2 Y2
34 Keterangan:
X1 = umpan balik (feedback) digunakan di kelas eksperimen X2 = umpan balik (feedback) tidak digunakan di kelas kontrol
Y1 = penguasaan konsep akibat penggunaan umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Y2 = penguasaan konsep akibat tidak menggunakan umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
C. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Dua kelas yang diambil sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol
mempunyai siswa dengan kemampuan yang sama, dilihat dari hasil nilai
rata-rata kelas mata pelajaran Fisika.
2. Faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep siswa selain
pemberian umpan balik (feedback) dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk seluruh siswa dianggap sama.
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut.
Hipotesis pertama:
H0 : Tidak ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep
Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik
35 H1 : Ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida
Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).
Hipotesis kedua
H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada
siswa SMA setelah pemberian umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).
H1 : Terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada siswa
36
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 6
Metro pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 3
kelas yaitu kelas XI IPA 1 sampai XI IPA 3 dan berjumlah 72 siswa.
B. Sampel Penelitian
Teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil kelas sampel yaitu
menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan, yakni berdasarkan data nilai hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang
masing-masing berjumlah 23 siswa dan 26 siswa, memiliki sebaran nilai yang
hampir sama dengan siswa lain. Data nilai ini menunjukkan kelas XI IPA 1
dan XI IPA 2 memiliki ciri-ciri yang merupakan sifat utama dari populasi,
sehingga kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 ditetapkan sebagai sampel. Kelas XI
IPA 2 sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang diberi perlakuan
37 C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan menggunakan dua kelas
yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2.
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas, satu variabel terikat dan satu
variabel moderator. Variabel bebas adalah umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan
konsep, serta variabel moderatornya adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur
pengaruh penggunaan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa terhadap pemahaman konsep menggunakan desain Posttest-Only Control Design. Posttest-Only Control Design merupakan sebuah desain penelitian yang menggunakan dua kelas. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen diberi
perlakuan (treatments) dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol tidak diberi perlakuan. Rancangan penelitian Posttest-Only Control Design ini dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain penelitian
Kelas Posttest Perlakuan Tes Sumatif (Uji Blok)
Kelas eksperimen O1 X1 O2
Kelas kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
38 O2 : Tes sumatif (uji blok) yang dilakukan 1 kali, yaitu pada
pertemuan terakhir.
X1 : Perlakuan berupa pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest.
X2 : Perlakuan berupa tidak diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest.
Sugiyono (2012: 76)
Perlakuan yang akan diberikan berupa pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban post test siswa di akhir proses pembelajaran setiap pertemuan. Selanjutnya lembar jawaban tersebut segera dikembalikan kepada
siswa lengkap dengan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Setiap pertemuan diberikan posttest menggunakan soal uraian untuk mengetahui penguasaan konsep sebelum diberikan umpan balik
(feedback). Nilai posttest tersebut dirata-ratakan sebagai ukuran penguasaan konsep awal siswa. Kemudian setelah selesai keseluruhan materi fluida statis,
pada pertemuan berikutnya dilakukan tes sumatif (ujian blok) dalam bentuk
soal uraian mencakup semua materi fluida statis yang telah diberikan. Tes
sumatif tersebut berguna untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep
setelah diberikan umpan balik (feedback). Hasil post test penguasaan konsep siswa dan hasil tes sumatif setelah diberi perlakuan pemberian umpan balik
39 D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdiri dari tiga bentuk variabel penelitian, yaitu variabel
bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa (X), sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep Fluida Statis pada
siswa SMA (Y), dan variabel moderator adalah model pembelajaran
Contextual Learning and Teaching(CTL) (Z).
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan observasi ke kelas XI IPA SMA Negeri 6 Metro dan
menetapkan sampel penelitian.
(a) Perencanaan
Membuat Perangkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
lengkap dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).
(b) Menyiapkan perangkat untuk instrumen tes
1) Menyusun instrumen post test untuk setiap akhir pertemuan. 2) Menyusun instrumen tes sumatif (ujian blok) untuk mengetahui
penguasaan konsep siswa.
2. Pelaksanaan Pembelajaran (pertemuan 1-5).
40 3. Pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban post test setelah
pengkoreksian hasil post test dan segera dikembalikan kepada siswa. 4. Pengambilan data melalui tes sumatif yang dilakukan pada pertemuan
keenam yaitu setelah materi Fluida Statis selesai diberikan pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya.
5. Analisis data dan penarikan kesimpulan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar soal post test untuk setiap akhir pertemuan menggunakan instrumen berbentuk soal uraian penguasaan konsep. Tes ini dapat
mengetahui tingkat penguasaan konsep awal siswa.
2. Lembar soal tes sumatif penguasaan konsep setelah pemberian umpan
balik (feedback) menggunakan instrumen berbentuk soal uraian. Tes ini diberikan pada pertemuan keenam yaitu setelah selesai semua materi
fluida statis pada lima pertemuan sebelumnya. Dari hasil tes ini dapat
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar yaitu peningkatan
penguasaan konsepnya.
G. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen diujikan pada sampel penelitian, terlebih dahulu
41 1. Uji Validitas
Validitas suatu instrumen menunjukkan adanya tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang hendak diukur. Artinya, instrumen itu dapat mengungkap
data dari variabel yang dikaji secara tepat. Instrumen yang valid atau sahih
memiliki validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid
berarti memilki validitas rendah.
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:
� = � − ( )
� 2−
( )2 � 2− ( )2
Keterangan:
� = Koefisien korelasi yang menyatakan validitas
= Skor butir soal
= Skor total
� = Jumlah sampel
Arikunto (2008: 72)
Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta
korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas
yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat
42 Berdasarkan kutipan di atas jika korelasi antar butir dengan skor total lebih
dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika
korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut
dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka
koefisien korelasi tersebut signifikan. Pengujian validitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriteria uji bila
correlated item–total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data tersebut kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel sebenarnya mengandung makna bahwa instrumen
tersebut cukup mantap untuk mengambil data penelitian, sehingga mampu
mengungkap data yang dapat dipercaya hasilnya (Punaji, 2012 : 200). Maka
instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada
pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung
reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
�11= −1 1− �1 2
��2
Di mana:
�11 = reliabilitas yang dicari
��2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
��2 = varians total
43 Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk
mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS
17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha
cronbach’s 0 sampai 1.
Menurut Sayuti dalam Saputri (2010: 30), kuesioner dinyatakan reliabel jika
mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha
yang diinterprestasikan sebagai berikut:
1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang
reliabel.
2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak
reliabel.
3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup
reliabel.
4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.
5. Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat
reliabel.
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian instrumen akan diujikan
kepada sampel penelitian. Skor total setiap siswa diperoleh dengan
44 H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data
berbentuk tabel yang diperoleh dari skor hasil uji kemampuan penguasaan
konsep siswa terhadap materi yang telah diberikan (posttest) dan skor uji peningkatan kemampuan penguasaan konsep setelah diberi umpan balik
(feedback) dengan melakukan tes sumatif (uji blok) di akhir pertemuan setelah materi fluida statis selesai diberikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2. Data postest penguasaan konsep siswa
No Nama Siswa Soal ke- Skor posttes
Tabel 3.3. Data tes sumatif (uji blok) penguasaan konsep siswa
45 Tabel 3.4. Data Rekapitulasi N-gain Penguasaan konsep siswa
No Nama
I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Untuk menganalisis kategori penguasaan konsep siswa digunakan skor gain
yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini.
Sawal = Skor rata-rata tes awal
Sakhir = Skor tes sumatif
Dalam menganalisis peningkatan penguasaan konsep skor tes awal yaitu skor
rata-rata tes awal berupa tes penguasaan konsep dan skor tes akhir yaitu skor
46 kedua variabel merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan
penguasaan konsep dengan menerapkan penggunaan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melakukan (1) uji
normalitas, (2) uji independent sample T test
1. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi
normal, dilakukan menggunakan uji statistik non-parametrik yaitu
Kolmogrov-Smirnov menggunakan bantuan program komputer SPSS
17.0. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya
yaitu:
� = data terdistribusi secara normal
�1 = data tidak terdistribusi secara normal
Pedoman pengambilan keputusan:
1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka
distribusinya adalah tidak normal.
2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka
distribusinya adalah normal.
2. Uji Independent Samples T Test
Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian
47
1) Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test) Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda
(bebas). Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak
berhubungan.
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai
probabilitas.
a) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
b) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak.
Rumus perhitunggan Independen Sample T Test yaitu:
Dimana t adalah thitung. Kemudian ttabeldicari pada tabel distribusi dengan α
= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah
diperoleh besar thitung dan ttabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria
pengujian sebagai berikut:
a) H0 diterima jika –ttabel≤ thitung≤ ttabel
b) H0 ditolak jika –thitung < -ttabel atau thitung > ttabel
48 2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independent)
Jika data tidak terdistribusi normal, maka pengujian hipotesis dalam
penelitian menggunakan statistik non-parametrik tes. Pada penelitian ini
jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua
sampel yang tidak berhubungan menggunakan Uji Mann-Whitney.
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi antara nila
probabilitas.
a) Jika nila signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka H0
diterima.
b) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka H0
ditolak.
Hipotesis dari data yang telah diuji yaitu sebagai berikut.
(1) Hipotesis pertama
H0 : Tidak ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida
Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).
H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa
SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).
(2) Hipotesis kedua
H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada
49 H1 : Terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada siswa
81
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA
antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan menggunakan umpan balik (feedback) lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan tidak
menggunakan umpan balik (feedback).
2. Terjadi peningkatan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah
diberi umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 22 % dan nilai N-gain rata-rata 0,45 yang termasuk dalam kategori sedang.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut.
1. Dalam pembelajaran dengan menerapkan penggunaan umpan balik
82 dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.
2. Dalam menerapkan penggunaan umpan balik (feedback) yang diberikan secara tidak langsung hendaknya harus disesuaikan dengan materi dan
model pembelajaran yang sesuai agar kemampuan dan kompetensi siswa
tereksplorasi dengan baik sehingga penguasaan konsep dapat meningkat
83
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Jos. 2001. Metode vs Konsep. Diakses 15 Oktober 2012 dari http://www.bpkpenabur.or.id/kps/jkt/benta/200-107/konsep.pdf. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Bell, Frederick. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). Iowa: Brown Company Publisher.
Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Press.
Bodner, George M. 1986. Construxtivism : A Theory of Knowledge. Journal of Chemical, Vol. 63, No Education. 10
Dahar, R.W. 1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dirgantara, Y. 2008. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasisi Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs Pada Pokok Bahasan Kalor. Tesis. Bandung : Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Ferris, D. 2002. Treatment of Error in Second Language Student Writing. Ann Arbour: University of Michigan Press.
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Gunawan, A.W. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Harlen, W. 1996. Teaching and Learning Primary Science. London: Paul Chapman Publishing.