• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN

KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL)

Oleh

Mustofa Abi Hamid Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

▸ Baca selengkapnya: kunci jawaban lembar aktivitas 6 konsep perubahan harga

(2)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN UMPAN BALIK (FEEDBACK) PADA LEMBAR JAWABAN SISWA TERHADAP PENGUASAAN

KONSEP FLUIDA STATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL)

Oleh

MUSTOFA ABI HAMID

Pembelajaran fisika seringkali tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM). Ketidaktercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) oleh sebagian

besar siswa menunjukkan rendahnya penguasaan konsep. Upaya untuk

meningkatkan penguasaan konsep siswa adalah memberikan umpan balik

(feedback) pada setiap tes yang dilakukan yang dikombinasikan dengan model pembelajaran yang tepat, salah satunya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL). Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah melakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa setelah diberikan

umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA

(3)

Mustofa Abi Hamid SMA Negeri 6 Metro menggunakan dua kelas, yaitu kelas XI IPA1 sebagai kelas

kontrol dengan jumlah sampel 23 siswa dan kelas XI IPA2 sebagai kelas

eksperimen dengan jumlah sampel 26 siswa serta menggunakan desain Posttest-Only Control Design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan

balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan menggunakan umpan balik

(feedback) lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback) dan (2) terjadi

peningkatan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah diberi umpan balik

(feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 22 % dan nilai N-gain rata-rata 0,45yang termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata nilai penguasaan konsep

pada kelas eksperimen yang diberi umpan balik (feedback), yaitu 73,77 sedangkan pada kelas kontrol yang tidak diberi umpan balik (feedback), yaitu55,74 . Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan penguasaan konsep pada siswa

yang diberi umpan balik (feedback) dan penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Umpan Balik (Feedback) ... 6

a. Macam-macam Umpan Balik (Feedback) ………... 9

b. Fungsi Umpan Balik (Feedback) ………. 9

c. Tingkatan Umpan Balik (Feedback) ……… 11

2. Penguasaan Konsep ... 12

a. Ciri-ciri Siswa Menguasai Konsep ………. . 14

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Konsep Siswa . . 16

c. Tingkat Penguasaan Konsep ……… 17

3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) ... 20

(8)

b. Prinsip Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) 26 c. Ciri-ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL)……….. 27

d. Elemen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) 28 e. Skenario Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)……….. 29

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 45

1. Uji Normalitas ... 46

2. Uji Independent Sample T Test ... 46

(9)

3. Data Kuantitatif ... 66

(10)

18.Daftar Nilai Rata-rata Posttest dan Ujian Blok ... 215

19.Data Rekapitulasi N-gain ... 217

20.Hasil Uji Normalitas ... 218

(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan siswa dalam proses belajar ditandai dengan hasil belajar yang

baik dan meningkatnya penguasaan konsep materi yang telah diajarkan.

Siswa yang berhasil dalam proses belajarnya diharapkan memiliki perubahan

dalam berbagai hal termasuk ilmu pengetahuan yang dipelajari, penguasaan

konsep yang mendalam, keterampilan, nilai dan sikap. Hasil belajar dan

penguasaan konsep yang mendalam menjadi salah satu tolok ukur

ketercapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan observasi di SMA Negeri 6 Metro, tujuan pembelajaran fisika

yang diharapkan sering tidak tercapai secara optimal, hal ini disebabkan

karena proses pembelajaran di kelas kurang efektif serta umpan balik

(feedback) yang diterima siswa kurang optimal dan tidak sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada siswa sehingga menyebabkan siswa sulit

mempelajari, memahami, dan menguasai konsep pelajaran yang diberikan

oleh guru.

Sebagian besar siswa kurang menyerap materi pembelajaran yang diberikan

oleh guru, hal ini tentu membuat kompetensi dasar individual kurang. Siswa

(12)

2 gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat

menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah

sehari-hari yang kontekstual. Oleh sebab itu, guru harus mampu menciptakan

proses pembelajaran yang menarik dan memberikan umpan balik (feedback) yang efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep pelajaran selama proses

pembelajaran terjadi.

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diukur dengan ketercapaian siswa

dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan

oleh satuan pendidikan, sehingga KKM yang berlaku di sekolah tentu

berbeda-beda. Permasalahan yang muncul di SMA Negeri 6 Metro adalah

sebagian besar siswa tidak mencapai KKM yang telah ditentukan oleh

sekolah. Ketidaktercapaian KKM oleh sebagian besar siswa ini juga

menunjukkan rendahnya penguasaan konsep. Hal tersebut disebabkan karena

dalam pembelajaran siswa tidak mendapatkan umpan balik (feedback) yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh setiap siswa. Umpan balik

(feedback) yang diterima siswa pada lembar jawaban siswa hanya berupa koreksi yang menyatakan jawaban tersebut benar atau salah. Setiap siswa

dengan kemampuan yang berbeda-beda tentu memiliki tingkat penguasaan

konsep yang berbeda pula, sehingga dibutuhkan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

Hasil belajar siswa dan penguasaan konsep suatu materi tertentu dapat dilihat

(13)

3 Berdasarkan hasil tes formatif tersebut dapat dilihat tingkat penguasaan

konsep siswa dan dapat diketahui bagian mana yang belum dikuasai oleh

siswa. Fakta yang terjadi di lapangan, guru hanya memberikan umpan balik

(feedback) sebatas menunjukkan letak kesalahan siswa tanpa memberitahukan jawaban yang benar dan konsepnya secara sistematis. Pemberian umpan balik

(feedback) itu pun tidak rutin dilakukan, hanya sebatas saat ujian semester. Hal ini dimungkinkan dapat mengakibatkan siswa melakukan kesalahan yang

sama setiap mengerjakan soal yang serupa atau sejenis. Oleh sebab itu

dibutuhkan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu berupa pemberian nilai, pembahasan secara tertulis pada lembar

jawaban siswa serta umpan balik (feedback) yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, telah dilakukan penelitian

dengan judul “Studi Perbandingan Penggunaan Umpan Balik (Feedback) pada Lembar Jawaban Siswa Terhadap Penguasaan Konsep Fluida Statis

Siswa SMA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA

(14)

4 2. Apakah terdapat peningkatan penguasaan konsep Fluida Statis siswa

SMA Negeri 6 Metro setelah diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA antara

menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).

2. Peningkatan penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA Negeri 6 Metro

setelah diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Digunakan oleh guru sebagai referensi dalam menerapkan umpan balik

(feedback) yang efektif di setiap proses pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya peningkatan

kualitas siswa dan guru.

3. Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan memberikan

pengalaman belajar langsung yang dapat menumbuhkan keterampilan

(15)

5 4. Bagi peneliti lain, proses dan hasil penelitian dapat dijadikan bahan

kajian, rujukan, atau pembanding bagi peneliti yang sedang atau akan

dilakukan serta dapat memperkaya dan melengkapi hasil-hasil penelitian

yang telah dilakukan dalam kajian sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Umpan balik (feedback) adalah segala prosedur yang digunakan untuk menginformasikan kepada pembelajar apakah langkah-langkah yang

dikerjakan benar atau salah. Informasi tersebut diberikan pada lembar

jawaban siswa dan kemudian diberikan langkah yang seharusnya

dilakukan oleh siswa.

2. Lembar jawaban siswa adalah lembar hasil pekerjaan siswa pada saat

melaksanakan postest yang dilakukan pada setiap akhir pertemuan. 3. Penguasaan konsep adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan

analisa suatu materi yang dimiliki siswa setelah mengikuti peoses

pembelajaran berdasarkan nilai posttest.

4. Materi pokok pada penelitian ini dibatasi pada materi Fluida Statis kelas

(16)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoretis

1. Umpan Balik (Feedback)

Umpan balik (feedback) merupakan salah satu bagian dari assesmen yang lebih memperhatikan pada pemberian informasi mengenai kemampuan siswa

dalam menyelesaikan permasalahan dalam ilmu fisika. Ur (1996: 242)

mengatakan bahwa:

in the context of teaching general, feedback is information that is given to the learner about his or her performance of the learning task, usually with the objective of improving their performance.

Jadi, dalam memberikan umpan balik (feedback) ini guru harus memberikan pendapatnya secara objektif sesuai dengan permintaan dari masalah tersebut.

Ditambahkan pula oleh Roger (2011: 143) yang mengatakan bahwa:

feedback is not just about weaknesses. Student will respond if teachers are encouraging as well as allowing mistakes, emerging capabilities, and give ideas for directing further learning.

Sementara Arikunto (2008: 5) mengartikan umpan balik (feedback) adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan

balik (feedback) ini diperlukan sekali untuk memperbaiki input maupun transformasi. Input disini diartikan sebagai siswa yang baru memasuki

(17)

7 sedangkan transformasi adalah pengolah itu sendiri atau dalam hal ini

pembelajaran tersebut.

Umpan balik (feedback) dalam kegiatan pembelajaran merupakan peristiwa yang memberikan kepastian kepada peserta didik bahwa kegiatan belajar

telah atau belum mencapai tujuan. Menurut Suke (1991: 148) bahwa umpan

balik (feedback) adalah pemberian informasi yang diperoleh dari tes atau alat ukur lainnya kepada peserta didik untuk memperbaiki pencapaian hasil

belajar.

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

umpan balik (feedback) adalah suatu teknik atau cara pengembalian hasil pekerjaan atau tes soal peserta didik yang diharapkan dapat memberikan

motivasi kepada peserta didik ke arah perbaikan dan peningkatan prestasi

belajar peserta didik. Umpan balik (feedback) akan bermanfaat apabila guru bersama peserta didik menelaah kembali jawaban-jawaban tes soal, baik yang

dijawab benar ataupun yang dijawab salah dan peserta didik diberikan

kesempatan untuk memperbaiki jawaban yang salah.

Pemberian umpan balik (feedback) sangat membantu peserta didik untuk mngetahui kebenaran jawaban yang diberikannya, membantu peserta didik

memperbaiki kesalahan konsep, serta dapat memotivasi minat belajar peserta

didik.

(18)

8 menyelesaikan suatu proses belajar. Umpan balik (feedback) tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya

yang mencakup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangan

dengan memanfaatkan informasi umpan balik (feedback) tersebut.

Umpan balik (feedback) tersebut diperlukan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Umpan balik (feedback) tersebut berguna bagi siswa untuk mengevaluasi diri, mengetahui

kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses penyelesaian masalah, mengetahui

kelemahan diri, serta membantu siswa untuk meningkatkan motivasi dan rasa

percaya diri dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam

penguasaan konsep materi yang telah diberikan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, umpan balik (feedback) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah umpan balik (feedback) yang diberikan secara tertulis pada lembar jawaban siswa. Merujuk pada pendapat Suke dan

Slameto yang dikemukakan di atas, umpan balik (feedback) ini digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa. Menurut Romli (2011: 50),

umpan balik (feedback) dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa dalam mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Umpan balik (feedback) ini memiliki karakteristik dan keunggulan dalam mencapai hasil belajar siswa

serta berbeda dengan remidial yang sering digunakan guru apabila hasil

(19)

9 a. Macam-macam Umpan Balik (Feedback)

Ada dua macam umpan balik (feedback) yaitu umpan balik (feedback)

langsung dan umpan balik (feedback) tidak langsung. Umpan balik (feedback) langsung adalah teknik mengoreksi kesalahan siswa dengan memberikan

jawaban yang benar dengan jelas. Sedangkan umpan balik (feedback) tidak langsung adalah umpan balik (feedback) yang diberikan oleh guru berupa pemberian peringatan pada jawaban yang salah dengan hanya memberikan

komentar, tetapi memberikan peluang kepada siswa untuk menyelesaikan

kesalahan mereka sendiri (Ferris 2002: 19). Sedangkan Lee (2005: 27)

mendefinisikan umpan balik (feedback) langsung adalah umpan balik (feedback) ketika bentuk / jawaban yang benar tertulis pada lembar jawaban siswa dan umpan balik (feedback) tidak langsung diberikan jika guru

menunjukkan letak kesalahan secara tidak langsung dengan menunjukkan

bagian-bagian dimana terdapat kesalahan tetapi tanpa memberikan

bentuk/jawaban yang benar.

b. Fungsi Umpan Balik (Feedback)

Menurut Buis (dalam Slameto 2001: 191) menyatakan bahwa umpan balik

(feedback) memiliki fungsi sebagai berikut: a. Fungsi peringatan

Umpan balik (feedback) dapat dijadikan peringatan bagi siswa yang memperoleh nilai dibawah standar ketuntasan belajar bahwa ia harus

berhati-hati karena tujuan pembelajaran belum tercapai berarti ia harus

(20)

10 b. Fungsi perbaikan strategi

Bagi siswa yang melakukan kesalahan dalam menjawab soal, umpan balik

(feedback) dapat bermanfaat untuk memperbaiki strategi belajarnya sehingga pada tes berikutnya ia akan memperoleh hasil yang lebih baik.

c. Fungsi informasional

Umpan balik (feedback) merupakan informasi dari guru kepada siswa mengenai hasil ulangan dan pemberitahuan mengenai jawaban yang

benar.

d. Fungsi komunikasi

Pemberian umpan balik (feedback) merupakan proses sosial yang

melibatkan komunikator yang saling mengirim berita sehingga satu pihak

dapat belajar dari pihak lain. Guru sebagai pengirim berita harus

memberikan keterangan yang jelas mengenai jawaban yang benar dari

hasil ulangan siswa, sehingga siswa dapat menangkap pesan tersebut.

Sebaliknya, siswa seagai penerima berita setelah mengetahui maksud dari

pesan maka ia harus melaksanakan pesan tersebut sehingga komunikasi

dapat berlangsung.

e. Fungsi motivasi

Umpan balik (feedback) dapat mendorong siswa untuk berusaha mencari jawaban yang benar atas kesalahan sebelumnya sesuai dengan petunjuk

dari guru. Dengan demikian pada tes berikutnya siswa akan lebih

bersemangat untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

(21)

11 Dimyati dan Mujiono, 2006: 89) bahwa kunci dari teori tersebut adalah siswa

akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil

yang lebih baik. Nilai yang baik itu mendorong siswa untuk belajar lebih giat

lagi. Sebaliknya siswa yang mendapatkan nilai jelek akan terdorong untuk

belajar dari kesalahannya. Semakin banyak siswa membuat kesalahan dan

semakin baik guru memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa, maka akan semakin meningkatkan hasil pembelajaran dan penguasaan konsepnya

(Gunawan 2003: 194).

c. Tingkatan Umpan Balik (Feedback)

Menurut Roper (dalam Slameto 2001: 193) umpan balik (feedback) dapat dibedakan menjadi empat tingkat:

Tingkat 1: umpan balik (feedback) berupa keterangan salah atau benar. Tingkat 2: umpan balik (feedback) pada tingkat 2 ditambah pemberian jawaban yang benar.

Tingkat 3: umpan balik (feedback) pada tingkat 3 ditambah penjelasan. Tingkat 4: umpan balik (feedback) pada tingkat 4 diberi pengajaran atau konsep tambahan untuk menguatkan.

Hasil belajar dan penguasaan konsep materi siswa akan meningkat dengan

bertambahnya tingkatan dalam pemberian umpan balik (feedback). Guru dapat menggunakan berbagai cara dalam memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa, misalnya berupa umpan balik (feedback) secara lisan maupun tertulis berupa komentar dan penjelasan-penjelasan yang sesuai. Tanpa

(22)

12 kesalahannya dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan konsep yang baik

dan benar.

2. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting dalam proses belajar.

Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang

dikategorikan sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini tentu menuntut guru

untuk berupaya memberikan materi pembelajaran agar konsep-konsep

dasarnya dipahami dan dikuasai siswa. Untuk memecahkan sebuah

permasalahan, siswa harus mengikuti aturan yang relevan dan sesuai dengan

konsep dasar yang diperolehnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep

belajar adalah belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari objek

kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal ini sesuai

dengan pendapat yang menyatakan bahwa bila seseorang dapat menghadapi

peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia

telah belajar konsep (Nasution dalam Yuliati, 2006: 7).

Menurut Dahar (1998 : 96), konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki

suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan,

hubungan-hubungan yang mempuyai atribut yang sama.

Berdasarkan pernyataan Dahar (1998: 96), konsep merupakan abstraksi dari

suatu objek, kejadian, kegiatan, dan hubungan-hubungan yang memiliki

atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan

(23)

13 menghafal konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara

satu konsep dengan konsep yang lainnya.

Setiap orang mengalami stimulus yang berbeda-beda, orang membentuk

konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara yang tertentu.

Karena konsep itu adalah abstraksi berdasarkan pengalaman dan karena tidak

ada dua orang yang memiliki pengalaman yang sama persis, maka konsep

yang dibentuk orang berbeda juga.

Menurut Robert Gagne (dalam Bell, 1978: 110) belajar terjadi dalam empat

fase yang berurutan yaitu:

1. Apprehending phase (fase pemahaman) yaitu fase balajar yang pertama dimana siswa menyadari adanya stimulus atau sekumpulan yang

disajikan di dalam situasi belajar. Kesadaran itu akan mengantarkan

siswa untuk mengerti karakteristik kumpulan stimulus itu.

2. Acquisition phase (fase penguasaan) merupakan fase belajar kedua dimana siswa sedang memperoleh atau memproses fakta, ketrampilan,

konsep atau prinsip yang dipelajari.

3. Storage phase (fase ingatan) merupakan fase dimana setelah seseorang memperoleh suatu pengetahuan baru, pengtahuan itu harus disimpan

atau diingat.

4. Retrieval phase ( fase pengungkapan kembali) adalah fase belajar dimana kemampuan siswa untuk menyebutkan kembali informasi yang

(24)

14 Dari uraian fase belajar tersebut, fase penguasaan berada pada urutan nomor

dua atau setelah pemahaman dalam aspek kognisi. Hal ini memberikan

pengertian bahwa untuk menguasai konsep dalam suatu pembelajaran, siswa

diharuskan untuk memahami konsep terlebih dahulu yang selanjutnya siswa

dapat memproses atau terampil menggunakan konsep yang telah dipahami.

Menurut Arifin Jos (2001: 58), konsep adalah gambaran mental dari obyek,

proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi

untuk memahami hal-hal lain. Sedangkan menurut Herman Hudojo

(2003:124), konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita

mengklasifikasikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu termasuk atau

tidak ke dalam ide abstrak tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, konsep merupakan suatu pengertian yang dapat

digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau

menggolongkan suatu obyek atau peristiwa termasuk atau tidak termasuk

dalam pengertian tersebut.

a. Ciri-ciri Siswa Menguasai Konsep

Menurut Wirasto (1987: 79) ciri-ciri siswa yang sudah menguasai konsep

adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui ciri-ciri suatu konsep.

b. Mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut.

c. Mengenal sejumlah sifat-sifat dan esensinya.

(25)

15 e. Dapat mengenal hubungan antar konsep.

f. Dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi.

g. Dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah yang

ditemui.

Menurut Bloom (dalam W. Gulo, 2008: 58), dimensi pengetahuan meliputi:

1. Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge), yaitu elemen dasar dimana siswa harus tahu akan berkenalan dengan disiplin atau memecahkan

masalah di dalamnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan terminologi

(knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang rincian spesifik serta unsur-unsur (kejadian, subyek, waktu, detail tertentu).

2. Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge), yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkan

mereka untuk berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual ini

diantaranya adalah pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori

(knowledge of classification and categories), pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (knowledge of principles and generalization),

pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (knowledge of theories, models and structures).

3. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge), yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan

keterampilan, teknik, dan metode. Pengetahuan prosedural ini diantaranya

adalah pengetahuan tentang keterampilan bidang tertentu dan algoritma

(26)

16 techniques and methods), pengetahuan kriteria penggunaan prosedur secara tepat (knowledge of criteria for determining when to use appropriate procedures).

4. Pengetahuan Metakognitif (Metacognitive Knowledge), yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi

sendiri. Pengetahuan metakognitif ini meliputi pengetahuan strategis

(strategic konowledge), pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk pengetahuan konteks dan kondisi (knowledge about cognitive task,

including contextual and conditional knowledge) dan pengetahuan tentang diri sendiri (self-knowledge).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Konsep Siswa

Menurut Purwanto (1997: 57), penguasaan konsep siswa dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain:

1. Raw input, yaitu karakteristik khusus siswa, baik fisiologi maupun psikologi.

2. Instrumental input, yaitu faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi. 3. Environmental input, yaitu faktor lingkungan dan faktor sosial.

Kesulitan penguasaan konsep fisika dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

baik dari dalam individu (internal) maupun dari luar individu (eksternal). Dari

dalam individu yang merupakan karakteristik siswa dapat dibedakan menjadi

ke dalam fungsi kognitif, efektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel (2004:

78) menyatakan bahwa fungsi kognitif meliputi: taraf intelegensi, daya

(27)

teknik-17 teknik studi. Fungsi afektif meliputi temperamen, perasaan, sikap, motivasi,

perhatian, dan minat siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika.

Sedangkan fungsi psikomotor merupakan keterampilan siswa dalam

menggunakan pengetahuannya untuk menguasai konsep.

Menurut Sagala (2003:71), buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang

yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan

yang meliputi prinsip hukum dan teori, konsep tersebut diperoleh dari fakta ,

peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.

Menurut pendapat Slameto (2001: 195), apabila sebuah konsep telah dikuasai

oleh siswa kemungkinan siswa untuk dapat menggolongkan apakah contoh

konsep yang dihadapi sekarang termasuk dalam golongan konsep yang lain,

mengenal konsep lain dalam memecahkan masalah serta memudahkan siswa

untuk mempelajari konsep konsep kini.

c. Tingkat Penguasaan Konsep

Menurut Klausmeier (dalam Dahar 1998: 97), menyatakan bahwa ada empat

timgkat pencapaian penguasaan konsep. Tingkat-tingkat tersebut muncul

dalam urutan invarian. Empat tingkat pencapaian penguasaan konsep menurut

Klausmeier yaitu:

1. Tingkat konkret

Seseorang siswa telah mencapai konsep pada tingkat konkret apabila

siswa tersebut telah mengenal suatu benda yang telah dihadapi

(28)

18 suatu benda dan dapat membedakan benda dari stimulus-stimulus yang

ada di lingkungannya.

2. Tingkat identitas.

Siswa akan mengenal suatu objek sesudah selang suatu waktu, bila orang

tersebut mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau

bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indera yang berbeda.

3. Tingkat klasifikatori.

Siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang

sama. Walaupun siswa tersebut tidak dapat menentukan atribut maupun

kata yang dapat mewakili konsep tersebut, siswa dapat

mengklasifikasikan contoh dari konsep tersebut.

4. Tingkat formal.

Siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep.

Siswa telah mencapai konsep tingkat formal apabila siswa tersebut dapat

memberi nama, mendefinisikan, dan mendeskriminasi konsep dalam

atribut-atribut kriterianya serta mengevaluasi atau memberikan contoh

suatu konsep secara verbal.

Proses pembelajaran diperlukan siswa untuk mencapai penguasaan konsep

yang maksimal. Di dalam proses pembelajaran siswa akan mendapatkan suatu

pengalaman belajar, dimana pengalaman belajar ini sangatlah penting.

Melalui pengalaman belajar siswa mendapatkan suatu pengetahuan yang

(29)

19 Penguasaan konsep sangatlah penting, karena merupakan syarat dalam

menguasai sepenuhnya suatu bahan ajar. Dengan memahami dan menguasai

suatu konsep, siswa dapat memecahkan suatu permasalahan dengan

menggunakan aturan-aturan dari konsep yang diperolehnya. Penguasaan

konsep meliputi mendefinisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi

contoh atau bukan contoh dari konsep. Siswa dikatakan telah menguasai suatu

konsep apabila siswa tersebut benar-benar mengerti mengenai konsep itu

sehingga mampu menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna yang

terkandung dalam konsep tersebut.

Penguasaan konsep merupakan kemampuan menyerap arti dari materi suatu

bahan yang dipelajari. Penguasaan bukan hanya sekedar mengingat

mengenai apa yang pernah dipelajari tetapi menguasai lebih dari itu, yakni

melibatkan berbagai proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis

(Arikunto, 2008: 115).

Penguasaan konsep merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Hasil belajar

dari ranah kognitif mempunyai hirarki atau bertingkat-tingkat. Adapun

tingkat-tingkat yang dimaksud adalah : (1) informasi non verbal, (2)

informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan prinsip, dan (4)

pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau

dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan

peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal

(30)

20 membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep.

Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip.

Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di

dalam kreativitas (Slameto, 2001: 131).

Keberhasilan suatu proses pembelajaran di kelas dapat dilihat dari

penguasaan konsep yang dicapai siswa. Penguasaan konsep merupakan salah

satu aspek dalam ranah kognitif dari tujuan pembelajaran bagi siswa, sebab

ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di

dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,

menyintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Penguasaan konsep yang telah

dipelajari siswa dapat diukur dari hasil tes yang akan dinyatakan dalam

bentuk angka atau nilai tertentu yang dilakukan oleh guru.

Berdasarkan hasil tes penguasaan konsep, kita dapat mengkategorikan taraf

penguasaan konsep siswa. Arikunto (2008 : 254) mengkategorikan sebagai

berikut.

Tabel. 2.1 Kriteria Taraf Penguasaan Konsep Siswa

Taraf Nilai Rata-Rata Klasifikasi Nilai

≥ 81 Baik Sekali

66 — 80 Baik

56 — 65 Cukup Baik

≤ 55 Kurang Baik

Penguasaan konsep menurut revisi taksonomi Bloom dalam Dirgantara

(31)

21 1. mengingat (remember); meliputi mengenali (recognizing), mengingat

(recalling);

2. pemahaman/mengerti (understand); meliputi menafsirkan

(interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), merangkum/meringkas (summarizing), menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan

(explaining);

3. menerapkan (apply); meliputi melaksanakan/menjalankan (executing), menerapkan (implementing);

4. menganalisis (analyze); meliputi membedakan/membuat perbedaan (differentiating), menyusun/mengorganisasikan (organizing), menghubungkan (attributing);

5. mengevaluasi/menilai (evaluate); meliputi mencek (cheking), mengkritik (criticuing);

6. menciptakan (create); meliputi membangkitkan/menghasilkan (generating), merencanakan (planing), menghasilkan (producing).

Siswa yang mempunyai penguasaan konsep yang baik akan mampu

mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar serta mampu

menyatakan dan menafsirkan gagasan untuk meberikan alasan induktif dan

(32)

22 3. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Elaine B. Johnson (dalam Rusman, 2010: 187) mengatakan bahwa

pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.

Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis

dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran

Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab

siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan

mengaitkannya dengan dunia nyata.

Menurut The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (dalam Kunandar, 2011: 301) mengartikan pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan

akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk

memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.

Center on Education and Work at The University of Wisconsin Madison (dalam Kunandar, 2011: 302) mendefinisikan pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan

(33)

23 aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat,

dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.

Menurut Nurhadi (dalam Rusman, 2010: 189), pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan konsep belajar yang dapat

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota keluarga dan masyarakat.

Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa,

tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan

kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri

(learning to do), bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui

pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL), mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal dan

memahami sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan

nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk

mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan

lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara

fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan

(34)

24 dan masyarakat). Menurut Jonhson (dalam Rusman, 2010: 189) menyatakan

bahwa:

Contextual teaching and learning enables students to connet the content of academic subject with the immediate context of their daily lives to discover meaning. It enlarges their personal context furthermore, by profiding students with fresh experience that stimulate the brain to make new connection and consecuently, to discover new meaning.

Sementara itu, Honey R Keneth (dalam Rusman, 2010: 190) mendefinisikan

Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai berikut:

Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others.

Contextual Teaching and Learning(CTL) merupakan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan

pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam

dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun

nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Sistem Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari

dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan

sehari-hari yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.

Contextual Teaching and Learning(CTL) sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah,

dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait

(35)

25 melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak

sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi dari sisi proses juga.

Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan

dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit dan dari

proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah

dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

a. Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Johnson B. Elaine (dalam Rusman, 2010: 192), komponen

(36)

26 b. Prinsip Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Rusman (2010: 193) ada tujuh prinsip pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu: 1. Kontruktivisme (Contructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir dalam Contextual Teaching and Learning(CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas.

2. Menemukan (Inquiry)

Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa

pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain.

3. Bertanya (Questioning)

Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan

mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam,

dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak

terpikirkan baik oleh guru maupun siswa.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)

Penerapan learning community dalam pembelajaran di kelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan

oleh guru. Guru dituntut dengan keterampilan dan profesionalismenya

untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model

komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau

sebaliknya, akan tetapi secara luas dibuka jalur hubungan komunikasi

(37)

27 5. Pemodelan (Modelling)

Tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan

pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara

menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh

guru.

6. Refleksi (Refletion)

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna

pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan dan pengendapan, untuk

kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menanggapi terhadap gejala

yang muncul kemudian.

7. Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)

Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang

menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil

pembelajaran melalui penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL). Penilaian ini merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap

pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan

informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian,

maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan

hasil pengalaman belajar setiap siswa.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

(38)

28 1. Adanya kerja sama antar semua pihak.

2. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem.

3. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang

berbeda-beda.

4. Saling menunjang.

5. Menyenangkan dan tidak membosankan.

6. Belajar dengan bergairah.

7. Pembelajaran terintegrasi.

8. Menggunakan berbagai sumber.

9. Siswa aktif.

10.Sharing dengan teman. 11.Siswa kritis dan guru kreatif.

12.Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya

siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.

d. Elemen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Zahorik (dalam Riyanto, 2009: 165), ada lima elemen yang harus

diperhatikan dalam praktik pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu:

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge). 2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara

mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian

(39)

29 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan

cara menyusun (a) hipotesis, (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan

dikembangkan.

4. Memperhatikan pengetahuan dan pengalaman tersebut.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

e. Skenario Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pada intinya, pengembangan setiap komponen Contextual Teaching and Learning(CTL) tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih

bermakna.

2. Melaksanakan kegiatan inquiry untuk setiap topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan

pertanyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, melalui kegiatan kelompok berdiskusi,

tanya jawab, dan sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,

model, dan media lainnya.

6. Membiasakan siswa untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan

(40)

30 7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.

B. Kerangka Pemikiran

Siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran tertentu

dalam hal ini model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) pada setiap langkah pembelajaran dan akhir pembelajaran siswa diberikan

penguatan dan umpan balik (feedback) yang positif untuk pengembangan mental dan hasil belajar yang baik. Pada setiap akhir pembelajaran siswa

diberikan posttest yang berguna untuk mengetahui tingkat pemahaman suatu konsep. Pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest berperan untuk mengetahui letak kesalahan siswa dalam penyelesaian

soal-soal penguasaan konsep siswa dan belum mencapai hasil belajar yang

maksimal. Dengan demikian, siswa akan mengetahui kekurangan dan

kelebihannya serta termotivasi untuk memperbaiki kesalahannya dan

berusaha memperbaiki berdasarkan umpan balik (feedback) yang telah diterimanya.

Tingkat penguasaan konsep siswa terbangun dari penanaman suatu konsep

dalam pikirannya, sebab konsep merupakan buah pemikiran baru berdasarkan

pengalamannya. Siswa dapat membangun sendiri konsep dari mengolah

berbagai informasi yang mereka dapatkan pada proses pembelajaran dan

penguatan serta umpan balik (feedback) yang diterimanya dari guru sehingga konsep yang diterima saat proses pembelajaran akan lebih meningkat dengan

(41)

31 dan memotivasi siswa dalam proses pembelajaran berikutnya, sehingga

pemberian umpan balik (feedback) oleh guru dapat fenomena dalam kehidupan sehari-hari kemudian siswa tersebut menghubungkan dengan

informasi yang diperolehnya sehingga akan membentuk tingkat pemahaman

konsep yang baik, sehingga dapat berimplikasi pada prestasi belajar siswa.

Oleh karena itu, umpan balik (feedback) mutlak diperlukan untuk menghindari kesalahan konsep pada siswa sehingga tidak mengalami

kesalahan yang sama pada materi yang telah disampaikan serta menguatkan

dan meningkatkan penguasaan konsep pada siswa.

Pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) dengan diberikan umpan balik (feedback) pada evaluasi (posttest) di akhir

pembelajarannya, guru menunjukkan letak kesalahan siswa, memberitahukan

proses penyelesaian yang seharusnya dilakukan juga memberikan penguatan

positif agar siswa lebih baik dalam memahami konsep. Dengan demikian,

siswa lebih termotivasi dan bersemangat untuk memahami materi yang telah

diberikan oleh guru serta tidak mengulangi kesalahan yang sama sehingga

pada tes berikutnya memperoleh hasil belajar dan peningkatan penguasaan

konsep lebih maksimal. Dengan adanya pemberian umpan balik (feedback) akan memacu siswa untuk berfikir, sehingga penguasan materi belajar dapat

optimal. Kekreatifan berfikir akan mempermudah siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran berikutnya sehingga mempengaruhi prestasi hasil belajar

(42)

32 Berdasarkan hal- hal yang dipaparkan pada diagram penelitian ini, maka

dapat digambarkan skemanya seperti berikut:

Gambar 2.1 Diagram Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua

kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian ini

melakukan pengujian untuk mengetahui perbedaan rata-rata penguasaan

konsep Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Pada penelitian ini terdiri dari tiga bentuk variabel penelitian yaitu variabel bebas, variabel

Pembelajaran Materi Fluida Statis

Model Pembelajaran CTL

Pengolahan informasi

Penguasaan Konsep menghasilkan

(43)

33 terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa (X), sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep Fluida Statis pada siswa SMA (Y), dan

variabel moderator adalah model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Z).

Dalam penelitian ini ada dua penguasaan konsep siswa yang diukur, yaitu

penguasaan konsep siswa yang diberi perlakuan (treatment) berupa umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Y1) dan penguasaan konsep siswa yang tidak diberi

perlakuan (treatment) berupa umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) (Y2), kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui mana yang lebih tinggi rata-rata

penguasaan konsep siswa yang diberi umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching(CTL) dengan rata-rata penguasaan konsep siswa yang tidak diberi umpan balik (feedback) menggunakan model pembelajaran Contextual Learning and Teaching (CTL). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut diagram kerangka pemikiran.

Gambar 2.2 Diagram Kerangka Penelitian

X1 Y1

X2 Y2

(44)

34 Keterangan:

X1 = umpan balik (feedback) digunakan di kelas eksperimen X2 = umpan balik (feedback) tidak digunakan di kelas kontrol

Y1 = penguasaan konsep akibat penggunaan umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Y2 = penguasaan konsep akibat tidak menggunakan umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

C. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Dua kelas yang diambil sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol

mempunyai siswa dengan kemampuan yang sama, dilihat dari hasil nilai

rata-rata kelas mata pelajaran Fisika.

2. Faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep siswa selain

pemberian umpan balik (feedback) dan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk seluruh siswa dianggap sama.

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut.

Hipotesis pertama:

H0 : Tidak ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep

Fluida Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik

(45)

35 H1 : Ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida

Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).

Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada

siswa SMA setelah pemberian umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).

H1 : Terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada siswa

(46)

36

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 6

Metro pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 3

kelas yaitu kelas XI IPA 1 sampai XI IPA 3 dan berjumlah 72 siswa.

B. Sampel Penelitian

Teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil kelas sampel yaitu

menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan, yakni berdasarkan data nilai hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 yang

masing-masing berjumlah 23 siswa dan 26 siswa, memiliki sebaran nilai yang

hampir sama dengan siswa lain. Data nilai ini menunjukkan kelas XI IPA 1

dan XI IPA 2 memiliki ciri-ciri yang merupakan sifat utama dari populasi,

sehingga kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 ditetapkan sebagai sampel. Kelas XI

IPA 2 sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang diberi perlakuan

(47)

37 C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan menggunakan dua kelas

yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2.

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas, satu variabel terikat dan satu

variabel moderator. Variabel bebas adalah umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan

konsep, serta variabel moderatornya adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

pengaruh penggunaan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa terhadap pemahaman konsep menggunakan desain Posttest-Only Control Design. Posttest-Only Control Design merupakan sebuah desain penelitian yang menggunakan dua kelas. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen diberi

perlakuan (treatments) dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol tidak diberi perlakuan. Rancangan penelitian Posttest-Only Control Design ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain penelitian

Kelas Posttest Perlakuan Tes Sumatif (Uji Blok)

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

(48)

38 O2 : Tes sumatif (uji blok) yang dilakukan 1 kali, yaitu pada

pertemuan terakhir.

X1 : Perlakuan berupa pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest.

X2 : Perlakuan berupa tidak diberikan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban posttest.

Sugiyono (2012: 76)

Perlakuan yang akan diberikan berupa pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban post test siswa di akhir proses pembelajaran setiap pertemuan. Selanjutnya lembar jawaban tersebut segera dikembalikan kepada

siswa lengkap dengan umpan balik (feedback) yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Setiap pertemuan diberikan posttest menggunakan soal uraian untuk mengetahui penguasaan konsep sebelum diberikan umpan balik

(feedback). Nilai posttest tersebut dirata-ratakan sebagai ukuran penguasaan konsep awal siswa. Kemudian setelah selesai keseluruhan materi fluida statis,

pada pertemuan berikutnya dilakukan tes sumatif (ujian blok) dalam bentuk

soal uraian mencakup semua materi fluida statis yang telah diberikan. Tes

sumatif tersebut berguna untuk mengetahui tingkat penguasaan konsep

setelah diberikan umpan balik (feedback). Hasil post test penguasaan konsep siswa dan hasil tes sumatif setelah diberi perlakuan pemberian umpan balik

(49)

39 D. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdiri dari tiga bentuk variabel penelitian, yaitu variabel

bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa (X), sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep Fluida Statis pada

siswa SMA (Y), dan variabel moderator adalah model pembelajaran

Contextual Learning and Teaching(CTL) (Z).

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan observasi ke kelas XI IPA SMA Negeri 6 Metro dan

menetapkan sampel penelitian.

(a) Perencanaan

Membuat Perangkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

lengkap dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL).

(b) Menyiapkan perangkat untuk instrumen tes

1) Menyusun instrumen post test untuk setiap akhir pertemuan. 2) Menyusun instrumen tes sumatif (ujian blok) untuk mengetahui

penguasaan konsep siswa.

2. Pelaksanaan Pembelajaran (pertemuan 1-5).

(50)

40 3. Pemberian umpan balik (feedback) pada lembar jawaban post test setelah

pengkoreksian hasil post test dan segera dikembalikan kepada siswa. 4. Pengambilan data melalui tes sumatif yang dilakukan pada pertemuan

keenam yaitu setelah materi Fluida Statis selesai diberikan pada

pertemuan-pertemuan sebelumnya.

5. Analisis data dan penarikan kesimpulan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar soal post test untuk setiap akhir pertemuan menggunakan instrumen berbentuk soal uraian penguasaan konsep. Tes ini dapat

mengetahui tingkat penguasaan konsep awal siswa.

2. Lembar soal tes sumatif penguasaan konsep setelah pemberian umpan

balik (feedback) menggunakan instrumen berbentuk soal uraian. Tes ini diberikan pada pertemuan keenam yaitu setelah selesai semua materi

fluida statis pada lima pertemuan sebelumnya. Dari hasil tes ini dapat

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar yaitu peningkatan

penguasaan konsepnya.

G. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen diujikan pada sampel penelitian, terlebih dahulu

(51)

41 1. Uji Validitas

Validitas suatu instrumen menunjukkan adanya tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang hendak diukur. Artinya, instrumen itu dapat mengungkap

data dari variabel yang dikaji secara tepat. Instrumen yang valid atau sahih

memiliki validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid

berarti memilki validitas rendah.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

� = � − ( )

� 2

( )2 � 2− ( )2

Keterangan:

� = Koefisien korelasi yang menyatakan validitas

= Skor butir soal

= Skor total

� = Jumlah sampel

Arikunto (2008: 72)

Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta

korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas

yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat

(52)

42 Berdasarkan kutipan di atas jika korelasi antar butir dengan skor total lebih

dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika

korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut

dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka

koefisien korelasi tersebut signifikan. Pengujian validitas dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriteria uji bila

correlated itemtotal correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data tersebut kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel sebenarnya mengandung makna bahwa instrumen

tersebut cukup mantap untuk mengambil data penelitian, sehingga mampu

mengungkap data yang dapat dipercaya hasilnya (Punaji, 2012 : 200). Maka

instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada

pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung

reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

�11= 1 1− �1 2

��2

Di mana:

�11 = reliabilitas yang dicari

��2 = jumlah varians skor tiap-tiap item

��2 = varians total

(53)

43 Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat

pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen

diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk

mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS

17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur berdasarkan skala alpha

cronbach’s 0 sampai 1.

Menurut Sayuti dalam Saputri (2010: 30), kuesioner dinyatakan reliabel jika

mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha

yang diinterprestasikan sebagai berikut:

1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang

reliabel.

2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak

reliabel.

3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup

reliabel.

4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.

5. Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat

reliabel.

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian instrumen akan diujikan

kepada sampel penelitian. Skor total setiap siswa diperoleh dengan

(54)

44 H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data

berbentuk tabel yang diperoleh dari skor hasil uji kemampuan penguasaan

konsep siswa terhadap materi yang telah diberikan (posttest) dan skor uji peningkatan kemampuan penguasaan konsep setelah diberi umpan balik

(feedback) dengan melakukan tes sumatif (uji blok) di akhir pertemuan setelah materi fluida statis selesai diberikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2. Data postest penguasaan konsep siswa

No Nama Siswa Soal ke- Skor posttes

Tabel 3.3. Data tes sumatif (uji blok) penguasaan konsep siswa

(55)

45 Tabel 3.4. Data Rekapitulasi N-gain Penguasaan konsep siswa

No Nama

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Untuk menganalisis kategori penguasaan konsep siswa digunakan skor gain

yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini.

Sawal = Skor rata-rata tes awal

Sakhir = Skor tes sumatif

Dalam menganalisis peningkatan penguasaan konsep skor tes awal yaitu skor

rata-rata tes awal berupa tes penguasaan konsep dan skor tes akhir yaitu skor

(56)

46 kedua variabel merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan

penguasaan konsep dengan menerapkan penggunaan umpan balik (feedback) pada lembar jawaban siswa melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melakukan (1) uji

normalitas, (2) uji independent sample T test

1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi

normal, dilakukan menggunakan uji statistik non-parametrik yaitu

Kolmogrov-Smirnov menggunakan bantuan program komputer SPSS

17.0. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya

yaitu:

� = data terdistribusi secara normal

�1 = data tidak terdistribusi secara normal

Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka

distribusinya adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka

distribusinya adalah normal.

2. Uji Independent Samples T Test

Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian

(57)

47

1) Uji T untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test) Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda

(bebas). Independent Sample T Test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak

berhubungan.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai

probabilitas.

a) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.

b) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak.

Rumus perhitunggan Independen Sample T Test yaitu:

Dimana t adalah thitung. Kemudian ttabeldicari pada tabel distribusi dengan α

= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah

diperoleh besar thitung dan ttabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria

pengujian sebagai berikut:

a) H0 diterima jika –ttabel≤ thitung≤ ttabel

b) H0 ditolak jika –thitung < -ttabel atau thitung > ttabel

(58)

48 2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independent)

Jika data tidak terdistribusi normal, maka pengujian hipotesis dalam

penelitian menggunakan statistik non-parametrik tes. Pada penelitian ini

jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua

sampel yang tidak berhubungan menggunakan Uji Mann-Whitney.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi antara nila

probabilitas.

a) Jika nila signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka H0

diterima.

b) Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka H0

ditolak.

Hipotesis dari data yang telah diuji yaitu sebagai berikut.

(1) Hipotesis pertama

H0 : Tidak ada perbedaan perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida

Statis siswa SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).

H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa

SMA antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback).

(2) Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada

(59)

49 H1 : Terjadi peningkatan penguasaan konsep fluida statis pada siswa

(60)

81

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA

antara menggunakan umpan balik (feedback) dengan tidak menggunakan umpan balik (feedback). Rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan menggunakan umpan balik (feedback) lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep Fluida Statis siswa SMA dengan tidak

menggunakan umpan balik (feedback).

2. Terjadi peningkatan yang signifikan penguasaan konsep siswa setelah

diberi umpan balik (feedback) melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 22 % dan nilai N-gain rata-rata 0,45 yang termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai

berikut.

1. Dalam pembelajaran dengan menerapkan penggunaan umpan balik

(61)

82 dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.

2. Dalam menerapkan penggunaan umpan balik (feedback) yang diberikan secara tidak langsung hendaknya harus disesuaikan dengan materi dan

model pembelajaran yang sesuai agar kemampuan dan kompetensi siswa

tereksplorasi dengan baik sehingga penguasaan konsep dapat meningkat

(62)

83

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Jos. 2001. Metode vs Konsep. Diakses 15 Oktober 2012 dari http://www.bpkpenabur.or.id/kps/jkt/benta/200-107/konsep.pdf. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Bell, Frederick. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). Iowa: Brown Company Publisher.

Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Press.

Bodner, George M. 1986. Construxtivism : A Theory of Knowledge. Journal of Chemical, Vol. 63, No Education. 10

Dahar, R.W. 1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dirgantara, Y. 2008. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasisi Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs Pada Pokok Bahasan Kalor. Tesis. Bandung : Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Ferris, D. 2002. Treatment of Error in Second Language Student Writing. Ann Arbour: University of Michigan Press.

Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Gunawan, A.W. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Harlen, W. 1996. Teaching and Learning Primary Science. London: Paul Chapman Publishing.

Gambar

Tabel. 2.1 Kriteria Taraf Penguasaan Konsep Siswa
Gambar 2.1 Diagram Penelitian
Gambar 2.2 Diagram Kerangka Penelitian
Tabel 3.2. Data postest penguasaan konsep siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan

atau muatan listrik yang terjadi di antara kutub positif dan kutub negatif sumber listrik “, misalnya : Accumulator atau AKI. “ Arus listrik adalah besarnya muatan listrik

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional kepala madrasah dan profesionalisme guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama

Ide solusi untuk tindak lanjut: franchisee diminta untuk memesan bahan – bahan jauh hari, jadi ada jeda atau sela waktu yang longgar untuk pengiriman bahan .baku,

Deskripsi kegiatan usaha : Latar belakang usaha ini adalah di desa ini banyak masyarakat yang memiliki keahlian bengkel namun tidak memiliki modal untuk membuka

Penduduk usia produktif akan mendorong permintaan tenaga kerja yang produktif, peningkatan kualitas hidup, meningkatkan tabungan dan investasi yang pada akhirnya

Agustrisno, M.SP selaku Sekretaris Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara saya ucapkan terimakasih atas kemudahan yang